Anda di halaman 1dari 84

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Manajemen Keperawatan


2.1.1 Definisi Manajemen Keperawatan
Manajemen dapat di definisikan sebagai suatu proses koordinasi dan
integrasi sember daya keperawatan dengan menerapkan proses manajemen
untuk mencapai perawatan, tujuan pelayanan dan objektif. (Nursalam, 2014)
Manajemen Keperawatan adalah suatu tugas khusus yang harus di
laksanakan oleh pengelola keperawatan untuk merencanakan,
mengorganisasikan, mengarahkan serta mengawasi sumber yang baik, baik
sumber daya maupun dana sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan
yang efektif baim kepada pasien, keluarga dan masyarakat ( Suyanto, 2008)
Minujaya (2004), menyatakan bahwa manajemen mengandung tiga
prinsip pokok yang menjadi ciri utama penerapannya, yaitu efisien dalam
pemanfaatan sumber daya, efektif dalam memilih alternatif kegiatan untuk
mencapai tujuan organisasi, da rasional dalam pengambilan keputusan
manajerial.
Manajemen keperawatan adalah penggunaan waktu yang efektif,
karena manajemen adalah pengguna waktu yang efektif, keberhasilan rencana
perawat manajer klinis, yang mempunyai teori atau sistematik dari prinsip dan
metode yang berkaitan pada institusi yang besar dan organisasi keperawatan
didalamnya, termasuk setiap unit. Teori ini meliputi pengetahuan tentang misi
dan tujuan dari institusi tetap dapat memerlukan pengembangan atau perbaikan
termasuk misi atau tujuan devisi keperawatan. Dari pernyataan pengertian yang
jelas perawat manajer mengembangkan tujuan yang jelas dan realistis untuk
pelayanan keperawatan (Swanburg, 2000)
Menurut Swanburg (2000), keterampilan manajemen dapat di
klasifikasikan dalam tiga tingkat, yaitu :
1. Keterampilan intelektual, yang meliputi kemampuan atau penguasaan teori,
keterampilan berpikir
2. Keterampilan teknikal, meliputi : metode, prosedur atau teknis
3. Keterampilan interpersonal, meliputi kemampuan kepemimpinan dalam
berinteraksi dalam individu ataupun kelompok

5
6

2.1.2 Unsur Input (M1-M5)


1) Sumber Daya Manusia (M1/MAN)
a. Umur
Semakin tua usia seseorang karyawan semakin kecil kemungkinan keluar
dari pekerjaan, karena semakin kecil alternatif untuk memperoleh
kesempatan pekerjaan lain. Di samping itu karyawan yang bertambah tua
biasanya telah bekerja lebih lama, memperoleh gaji yang lebih besar dan
berbagai keuntungan lainnya. Hubungan usia dengan kinerja atau
produktivitas dipercaya menurun dengan bertambahnya usia. Hal ini
disebabkan karena ketrampilan-ketrampilan fisiknya sudah mulai menurun.
Tetapi produktivitas seseorang tidak hanya tergantung pada ketrampilan
fisik serupa itu. Karyawan yang bertambah tua, bisa meningkat
produktivitasnya karena pengalaman dan lebih bijaksana dalam mengambil
keputusan (Mangkunegara, 2009).
b. Jenis Kelamin
Beberapa isu yang sering diperdebatkan, kesalahpahaman dan pendapat-
pendapat tanpa dukungan mengenai apakah kinerja wanita sama dengan
pria ketika bekerja. Misalnya ada/tidaknya perbedaan yang konsisten pria-
wanita dalam kemampuan memecahkan masalah, ketrampilan, analisis,
dorongan, motivasi, sosiabilitas atau kemampuan bekerja (Robbins, 2005).
Secara umum diketahui ada perbedaan yang signifikan dalam produktifitas
kerja maupun dalam kepuasan kerja, tapi dalam masalah absen kerja
karyawati lebih sering tidak masuk kerja daripada laki-laki (Anonim,
2005). Alasan yang paling logis adalah karena secara tradisional wanita
memiliki tanggung jawab urusan rumah tangga dan keluarga. Bila ada
anggota keluarga yang sakit atau urusan sosial seperti kematian tetangga
dan sebagainya, biasanya wanita agak sering tidak masuk kerja.
c. Masa Kerja
Banyak studi tentang hubungan antara senioritas karyawan dan
produktivitas. Meskipun prestasi kerja seseorang itu bisa ditelusuri dari
prestasi kerja sebelumnya, tetapi sampai ini belum dapat diambil
kesimpulan yang meyakinkan antara dua variabel tersebut. Hasil riset
menunjukkan bahwa suatu hubungan yang positif antara senioritas dan
produktivitas pekerjaan. Masa kerja yang diekspresikan sebagai
pengalaman kerja, tampaknya menjadi peramal yang baik terhadap
produktivitas karyawan. Studi juga menunjukkan bahwa senioritas
berkaitan negatif dengan kemangkiran. Masa kerja berhubungan negatif
7

dengan keluar masuknya karyawan dan sebagai salah satu peramal tunggal
paling baik tentang keluar masuknya karyawan (Mangkunegara, 2009).
d. Pendidikan
Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dalam Hasbullah (2005) yaitu
tuntunan di dalam tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan
yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar
mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Salah satu
upaya untuk meningkatkan sumber daya keperawatan adalah melalui
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, mengikuti pelatihan perawatan
keterampilan teknis atau keterampilan dalam hubungan interpersonal.
Sebagian besar pendidikan perawat adalah vokasional (D3 Keperawatan).
Untuk menjadi perawat profesional, lulusan SLTA harus menempuh
pendidikan akademik S1 Keperawatan dan Profesi Ners. Tetapi bila ingin
menjadi perawat vokasional, (primary nurse) dapat mengambil D3
Keperawatan/Akademi Keperawatan. Lulusan SPK yang masih ingin
menjadi perawat harus segera ke D3 Keperawatan atau langsung ke S1
Keperawatan. Selanjutnya, lulusan D3 Keperawatan dapat melanjutkan ke
S1 Keperawatan dan Ners. Dari pendidikan S1 dan Ners, baru ke Magister
Keperawatan/spesialis dan Doktor/Konsultan (Gartinah et. al., 1999).
e. Pelatihan Kerja
Secara umum pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yang
menggambarkan suatu proses dalam pengembangan organisasi maupun
masyarakat. Pendidikan dengan pelatihan merupakan suatu rangkaian yang
tak dapat dipisahkan dalam sistem pengembangan sumberdaya manusia,
yang di dalamnya terjadi proses perencanaan, penempatan, dan
pengembangan tenaga manusia. Dalam proses pengembangannya
diupayakan agar sumberdaya manusia dapat diberdayakan secara
maksimal, sehingga apa yang menjadi tujuan dalam memenuhi kebutuhan
hidup manusia tersebut dapat terpenuhi.
Moekijat (1993) juga menyatakan bahwa “pelatihan adalah suatu bagian
pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan
meningkatkan keterampilan diluar sistem pendidikan yang berlaku, dalam
waktu yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan
praktek daripada teori.
8

Alex S. Nitisemito (1982) mengungkapkan tentang tujuan pelatihan


sebagai usaha untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku
dan pengetahuan, sesuai dari keinginan individu, masyarakat, maupun
lembaga yang bersangkutan. Dengan demikian pelatihan dimaksudkan
dalam pengertian yang lebih luas, dan tidak terbatas sematamata hanya
untuk mengembangkan keterampilan dan bimbingan saja. Pelatihan
diberikan dengan harapan individu dapat melaksanakan pekerjaannya
dengan baik. Seseorang yang telah mengikuti pelatihan dengan baik
biasanya akan memberikan hasil pekerjaan lebih banyak dan baik pula dari
pada individu yang tidak mengikuti pelatihan.
Dengan demikian, kegiatan pelatihan lebih ditekankan pada peningkatan
pengetahuan, keahlian/ keterampilan (skill), pengalaman dan sikap peserta
pelatihan tentang bagaimana melaksanakan aktivitas atau pekerjaan
tertentu. Hal ini sejalan dengan pendapat Henry Simamora (1995) yang
menjelaskan bahwa pelatihan merupakan serangkaian aktivitas yang
dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman ataupun
perubahan sikap seorang individu atau kelompok dalam menjalankan tugas
tertentu.
f. Bed Occuption Rate (BOR)
BOR adalah indikator tinggi rendahnya pemanfaatan tempat tidur di rumah
sakit. Rumus untuk mencari BOR adalah sebagai berikut :
 BOR/hari = Jumlah pasien
x 100 %
TT

BOR/bulan = Jumlah pasiendalam 30 hari


x 100 %
TTx 30 hari

 BOR/tahun = Jumlah pasiendalam 1 tahun


x 100 %
TTx 365 hari

g. Kebutuhan Tenaga Keperawatan


a. Metode Gillies
Gillies (1989) mengemukakan rumus kebutuhan teanaga keperawatan
di satu  unit perawatan adalagh sebagai berikut:
A x B xC F
= =H
( C− D ) x E G
Keterangan:
9

A = Rata-rata jumlah perawatan/ pasien/ hari


B = Rata-rata jumlah pasien / hari
C = Jumlah hari/tahun
D = Jumlah hari libur masing-masing perawat
E = Jumlah jam kerja masing-masing perawat
F = Jumlah jam perawatan yang dibutuhkan per tahun
G = Jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun
H = Jumlah perawat yang dibutuhkan untuk unit tersebut

Prinsip perhitungan rumus Gillies :


Dalam memberikan pelayanan keperawatan ada tiga jenis bentuk
pelayanan, yaitu :
1. Perawatan langsung, adalah perawatan yang diberikan oleh
perawat yang ada hubungan secara khusus dengan kebutuhan
fisik, psikologis, dan spiritual. Berdasarkan tingkat
ketergantungan pasien pada perawat maka dapat diklasifikasikan
dalam empat kelompok, yaitu: self care, partial care, total care
dan intensive care. Menurut Minetti Huchinson (1994) kebutuhan
keperawatan langsung setiap pasien adalah empat jam perhari
sedangkan untuk:
a) Self care dibutuhkan ½ x 4 jam : 2 jam
b) Partial care dibutuhkan ¾ x 4 jam : 3 jam
c) Total care dibutuhkan 1- 1½ x 4 jam : 4-6 jam
d) Intensive care dibutuhkan 2 x 4 jam : 8 jam
2. Perawatan tak langsung, meliputi kegiatan-kegiatan membuat
rencana perawatan, memasang/ menyiapkan alat, ,konsultasi
dengan anggota tim, menulis dan membaca catatan kesehatan,
melaporkan kondisi pasien. Dari hasil penelitian RS Graha Detroit
(Gillies, 1989) = 38 menit/  pasien/ hari, sedangkan menurut
Wolfe & Young (Gillies, 1989) = 60 menit/ pasien/ hari dan
penelitian di Rumah Sakit John Hpokins dibutuhkan 60 menit/
pasien (Gillies, 1994)
3.  Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada klien meliputi:
aktifitas, pengobatan serta tindak lanjut pengobatan. Menurut
Mayer  dalam Gillies (1994), waktu yang dibutuhkan untuk
pendidikan kesehatan ialah 15 menit/ pasien/ hari.
b. Metode Douglass
10

Klasifikasi Pasien Berdasarkan Tingkat Ketergantungan Dengan


Metode Douglas ( 1984 ).
Tabel 2.1. Tingkat Ketergantungan Pasien
No
Klasifikasi dan Kriteria
.
1 Minimal Care (1-2 jam)
1.      Dapat melakukan kebersihan diri sendiri, mandi, ganti
pakaian dan minum
2.      Pengawasan dalam ambulasi atau gerakan
3.      Observasi Tanda vital setiap shift
4.      Pengobatan minimal, status psikologi stabil
5.      Persiapan prosedur pengobatan
2 Parsial Care (3-4 jam)
1.      Dibantu dalam kebersihan diri, makan dan minum,
ambulasi
2.      Observasi tanda vital tiap 4 jam
3.      Pengobatan lebih dari 1 kali
4.      Pakai foley kateter
5.      Pasang infuse, intake out-put dicatat
6.      Pengobatan perlu prosedur
3 Total Care (5-6 jam)
1.      Dibantu segala sesuatunya
2.      Posisi diatur
3.      Observasi tanda vital tiap 2 jam
4.      Pakai NG tube
5.      Terapi intravena, pakai suction
6.      Kondisi gelisah / disorientasi / tidak sadar

KLASIFIKASI PASIEN
Minimal Parsial Total
Pag Siang Mala Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam
i m
0,17 0,14 0,10 0,27 0,15 0,07 0,36 0,30 0,20

c. Metode DEPKES
Pedoman cara perhitungan kebutuhan tenaga perawat dan bidan
menurut direktorat pelayanan keperawatan Dirjen Yan-Med Depkes
RI (2001) dengan memperhatikan unit kerja yang ada pada masing-
masing rumah sakit. Model pendekatan yang digunakan adalah
tingkat ketergantungan pasien berdasarkan jenis kasus, rata-rata
pasien per hari, jumlah perawatan yang diperlukan / hari / pasien,
jam perawatan yang diperlukan/ ruanagan / hari dan jam kerja
efektif tiap perawat atau bidan 7 jam per hari.
11

Contoh Perhitungan :
Jumlah jam
Rata-rata jumlah Jumlah jam perawatan
No Kategori*
pasien/ hari perawat/ hari** ruangan/ hari (c
x d)
A B C d E
1 Askep Minimal 7 2,00 14,00
2 Askep sedang 7 3,08 21,56
3 Askep agak 11 4,15 45,65
berat
4 Askep 1 6,16 6,16
maksimal
Jumlah 26 87,37
Keterangan :
*    : Uraian ada pada model Gillies di halaman depan
**  : Berdasarkan penelitian di luar negeri

Jumlah perawat yang dibutuhkan adalah:


Jumlah jam perawatan ruangan/ hari    =  87,37  =  12,5 perawat
         Jam kerja efektif perawat            7

Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (factor


koreksi) dengan:
·Hari libur/ cuti/ hari besar (loss day)
Jlh hari mggu dlm setahun + cuti + hari besar x Jlh perawat tersedia
Jumlah hari kerja efektif
     
          52 +12 + 14   x  12,5  = 3,4
                286
Perawat yang mengejakan tugas-tugas non-profesi (non-nursing jobs)
Seperti: membuat perincian pasien pulang, kebersihan ruangan,
kebersihan alat-alat makan pasien, dan lain-lain. Diperkirakan 25%
dari jam pelayanan keperawatan.
(Jumlah tenaga perawat + loss day)  x 25% = (12,5 + 3,4) x 25% = 3,9
Jadi jumlah tenaga yang diperlukan = tenaga yang tersedia + factor
koreksi
= 12,5 + 3,4 + 3,9 = 19,8 (dibulatkan menjadi 20 orang perawat/)

2) Metode (M2/ METHODE)


a. Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP)
12

Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) merupakan suatu


sistem (struktur, proses dan nilai-nilai professional) yang
memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan
keperawatan termasuk lingkungan untuk menompang pemberian
asuhan tersebut menurut (Hoffart & Woods, 1996).
Berdasarkan pengalaman mengembangkan model PKP di RSUPN
Cipto Mangunkusumo sejak 1996, dan masukan dari berbagai
pihak telah dipikirkan untuk mengembangkan suatu MPKP,
sebagai transisi menuju model PKP yang disebut model praktek
keperawatan professional pemula (PKPP). Disamping itu 
sehubungan dengan adanya pola pengembangan pendidikan tinggi
keperawatan antara lain rencana pembukaan pendidikan spesialis
keperawatan, maka perlu dipikirkan pemanfaatan tenaga ini
nantinya di klinik. Oleh karena itu direncanakan terdapat beberapa
jenis MPKP, yaitu :
- Model Praktek Keperawatan  Profesional III
Melalui pengembangan MPKP III dapat diberikan asuhan
keperawatan professional tingkat III. Pada ketenagaan
terdapat tenaga perawat dengan kemampuan dokter dalam
keperawatan klinik yang berfungsi untuk melakukan riset dan
membimbing para perawat melakukan riset serta memanfaat
hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan.
- Model Praktek Keperawatan Profesional II
Pada model ini, akan mampu memberikan asuhan
keperawatan profesional tingkat II. Pada ketenagan terdapat
tenaga perawat dengan kemampuan spesialis keperawatan
yang spesifik untuk cabang ilmu tertentu. Perawat spesialis
berfungsi untuk memberikan konsultasi tentang  asuhan
keperawatan  kepada perawat primer pada area
spesialisasinya. Disamping itu melakukan riset dan
memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan
keperawatan. Jumlah perawatan spesialis direncanakan  1
orang untuk 10 perawat primer (1:10).
- Model Praktek Keperawatan Profesional I
Model praktek keperawatan professional pemula (MPKP),
merupakan tahap awal untuk menuju MPKP. Pada model ini 
mampu diberikan asuhan keperawatan professional tingkat
13

pemula. Pada model ini perawat mampu memberikan asuhan


keperawatan profesional I dan untuk  ini diperlukan penataan
3 komponen utama, yaitu: ketenagaan keperawatan, metode
pemberian asuhan keperawatan dan dokumentasi
keperawatan. Model ini merupakan model yang akan
dikembangkan secara bertahap (Developmental model) dan
telah telah diuji coba di RSUPN Cipto Mangunkusumo dan
RSUP Persahabatan.
   
b. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)
Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada pasien sangat
ditentukan oleh pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan
profesional. Ada 5 metode pemberian asuhan keperawatan
profesional yang sudah ada dan akan terus dikembangkan di masa
depan dalam menghadapi tren pelayanan keperawatan. Untuk
memberikan asuhan keperawatan yang lazim dipakai meliputi
metode fungsional, metode tim, metode kasus, modifikasi metode
tim-primer.
- Metode Fungsional (Bukan MAKP)
Metode fungsional merupakan manajemen klasik yang
menekankan efisiensi, pembagian tugas yang jelas, dan
pengawasan yang baik. Metode ini sangat baik untuk rumah
sakit yang kekurangan tenaga. Perawat senior menyibukkan
diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawatan pasien
diserahkan kepada perawat junior dan/atau belum
berpengalaman. Kelemahan dari metode ini adalah pelayanan
keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses
keperawatan. Setiap perawat hanya melakukan 1-2 jenis
intervensi (misalnya merawat luka). Metode ini tidak
memberikan kepuasan kepada pasien maupun perawat dan
persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan
dengan keterampilan saja.
- Metode Tim
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang
berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan
terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi
2-3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan
14

pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling membantu.


Metode ini memungkinkan pemberian pelayanan keperawatan
yang menyeluruh, mendukung pelaksanaan proses
keperawatan, dan memungkinkan komunikasi antartim,
sehingga konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan
kepada anggota tim.
Namun, komunikasi antara anggota tim terbentuk terutama
dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan
waktu, yang sulit untuk dilaksanakan pada waktu-waktu
sibuk. Hal pokok dalam metode tim adalah ketua tim sebagai
perawat profesonal harus mampu menggunakan berbagai
teknik kepemimpinan, pentingnya komunikasi yang efektif
agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin, anggota tim
harus menghargai kepemimpinan ketua tim, model tim akan
berhasil bila didukung oleh kepala ruang.
Tujuan metode keperawatan tim adalah untuk memberikan
perawatan yang berpusat pada klien. Perawatan ini
memberikan pengawasan efektif dari memperkenalkan semua
personel adalah media untuk memenuhi upaya kooperatif
antara pemimpin dan anggota tim. Melalui pengawasan ketua
tim nantinya dapat mengidentifikasi tujuan asuhan
keperawatan, mengindentifikasi kebutuhan anggota tim,
memfokuskan pada pemenuhan tujuan dan kebutuhan,
membimbing anggota tim untuk membantu menyusun dan
memenuhi standard asuhan keperawatan.
Walaupun metode tim keperawatan telah berjalan secara
efektif, mungkin pasien masih menerima  fragmentasi
pemberian asuhan keperawatan jika ketua tim tidak dapat
menjalin hubungan yang lebih baik dengan pasien,
keterbatasan tenaga dan keahlian dapat menyebabkan
kebutuhan pasien tidak terpenuhi.
15

Bagan 2.4
Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Team  Nursing

Kepala Ruangan
 

Ketua Tim Ketua Tim Ketua Tim


   

Staf Perawat Staf Perawat Staf Perawat


     

Pasien Pasien
Pasien  
 

- Metode Primer
Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung
jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan
pasien mulai pasien masuk sampai keluar rumah sakit.
Mendorong praktik kemandirian perawat, ada kejelasan antara
pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini
ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-menerus
antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk
merencanakan, malakukan, dan koordinasi asuhan
keperawatan selama pasien dirawat. Konsep dasar metode
primer adalah ada tanggung jawab dan tanggung gugat, ada
otonomi, dan ketertiban pasien dan keluarga.
Metode primer membutuhkan pengetahuan keperawatan dan
keterampilan manajemen, bersifat kontinuitas dan
komprehensif, perawat primer mendapatkan akuntabilitas
yang tinggi terhadap hasil, dan memungkinkan
pengembangan diri sehingga pasien merasa dimanusiakan
karena terpenuhinya kebutuhan secara individu. Perawat
primer mempunyai tugas mengkaji dan membuat prioritas
setiap kebutuhan klien, mengidentifikasi diagnosa
keperawatan, mengembangkan rencana keperawatan, dan
16

mengevaluasi keefektifan keperawatan. Sementara perawat


yang lain memberikan tindakan keperawatan, perawat primer
mengkoordinasikan keperawatan dan menginformasikan
tentang kesehatan klien kepada perawat atau tenaga kesehatan
lainnya. Selain itu, asuhan yang diberikan bermutu tinggi, dan
tercapai pelayanan yang efektif terhadap pengobatan,
dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi
- Metode Kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan
pasien saat dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang
berbeda untuk setiap shift, dan tidak ada jaminan bahwa
pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari
berikutnya. Metode penugasan kasus biasanya diterapkan satu
pasien satu perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk
perawat privat atau untuk keperawatan khusus seperti:
isolaso, intensivecare. Kelebihannya adalah perawat lebih
memahami kasus per kasus, sistem evaluasi dari manajerial
menjadi lebih mudah. Kekurangannya adalah belum dapat
diidentifikasi perawat penanggung jawab, perlu tenaga yang
cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama.

Bagan 2.6
Sistem Asuhan Keperawatan Case Method Nursing

Kepala Ruangan

Perawat Perawat Perawat

Pasien Pasien Pasien

- Metode Modifikasi Tim-Primer


Pada model MAKP tim digunakan secara kombinasi dari
kedua sistem. Menurut Ratna S. Sudarsono (2000) penetapan
sistem model MAKP ini didasarkan pada beberapa alasan:
17

1) Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena


perawat primer harus mempunyai latar belakang
pendidikan S1 Keperawatan atau setara.
2) Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena
tanggung jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi
pada berbagai tim.
3) Melalui kombinasi kedua model tersebut diharapkan
komunitas asuhan keperawatan dan akuntabilitas asuhan
keperawatan terdapat pada primer. Disamping itu, karena
saat ini perawat yang ada di RS sebagian besar adalah
lulusan SPK, maka akan mendapat bimbingan dari perawat
primer/ketua tim tentang asuhan keperawatan.

Adapun tugas dari Kepala Ruangan, Perawat Primer, dan Perawat


Asociate menurut MPKP Pemula adalah sebagai berikut ini :
a. Kepala Ruang Rawat
Ada ruang rawat dengan MPKP pemula, kepala ruang rawat adalah
perawat dengan kemampuan D3 keperawatan yang berpengalaman
dan pada MPKP tingkat satu adalah perawat dengan kemampuan
SKP atau Ners yang berpengalaman. Kepala ruang rawat bertugas
sesuai jam kerja yaitu dinas pagi.
1) Mengatur pembagian tugas jaga perawat (jadwal dinas)
2) Mengatur dan mengendalikan kebersihan dan ketrampilan
ruangan
3) Mengadakan diskusi dengan staf untuk memecahkan masalah
diruangan
4) Bimbingan membimbing siswa atau mahasiswa (bekerja sama
dengan pembimbing klinik). Dalam pemberian askep diruangan,
dengan mengikuti sistim MPKP yang sudah ada
5) Melakukan kegiatan administrasi dan surat menyurat
6) Mengorientasikan pegawai baru residen, mahasiswa kedokteran
atau keperawatan yang akan melakukan praktik diruangan
7) Menciptakan dan memelihara hubungan kerja yang harmonis
dengan klien/keluarga dan tim kesehatan lain, antara lain kepala
ruang rawat mengingatkan kembali pasien dan keluarga tentang
perawat tim yang bertanggung jawab terhadap mereka di
ruangan yang bersangkutan
18

8) Memeriksa kelengkapan persediaan status keperawatan minimal


lima set setiap hari
9) Melaksanakan pembinaan terhadap PP dan PA dalam hal
implementasi MPKP termasuk sikap dan tingkah laku
profesional
10) Bila PP cuti, tugas dan tanggung jawab PP dapat didelegasikan
kepasa PA senior (wakil PP pemula yang ditunjuk) tetapi tetap
dibawah pengawasan kepala ruang rawat dan CCM
11) Merencanakan dan memfasilitasi ketersediaan fasilitas yang
dibutuhkan diruangan
12) Memantau dan mengevaluasi penampilan kerja semua tenaga
yang ada diruangan, membuat DP3 dan usulan kenaikan pangkat
13) Merencanakan dan melaksanakan evaluasi mutu asuhan
keperawatan (bersama dengan CCM)
14) Membuat peta resiko diruangan
b. Perawat Primer/Ketua Tim
Perawat rimer (PP) pemula adalah perawat lulusan DIII kepewatan
dengan pengalaman minimal 4 tahun dan pada MPKP minimal 1
tahun. PP dapat bertugas pada pagi, sore atau malam  hari. Namun
sebaiknya PP hanya bertugas pada pagi atau sore saja karena bila
bertugas pada malam hari, PP akan libur beberapa hari sehingga sulit
untuk menilai perkembangan pasien. Melakukan konrak dengan
klien/keluarga pada awal masuk ruangan sehingga tercipta hubungan
terapeutik. Hubungan ini dibina secara terus menerus. Pada saat
melakukan pengkajian/tindakan pada pasien/ keluarga.
1) Melakukan pengkajian terhadap klien baru atau melengkapi
pengkajian yang sudah dilakukan oleh PP pada sore, malam atau
hari libur
2) Menetapkan rencana asuhan  keperawatan berdasarkan analisis
standar renpra sesuai dengan hasil pengkajian
3) Menjelaskan renpra yang sudah ditetapkan kepada PA dibawah
tanggung jawabnya sesuai klien yang dirawat
4) Menetapkan PA yang bertangung jawab ada setiap pasien, setia
kali giliran jaga. Pembaggian klien berdasarkan jumlah pasien,
tingkat ketergantungan pasien
5) Melakukan bimbingan dan evaluasi (mengecek) PA dalam
melakkan tindakan keperawatan, apakah sesuai dengan SOP
19

6) Memonitor dokumentasi yang dilakukan oleh PA


7) Membantu tindakan keperawatan yang bersikap terapi
keperawatan dan tindakan keperawatan yang tidak dapat
dilakukan oleh PA
8) Mengatur pelaksanaan konsul dan pemeriksaan laboratorium
9) Melakukan kegiatan serah terima pasien dibawah tanggung
jawabnya besama PA
10) Mendampingi dr visite klien dibawah tanggung jawabnya. Bila
PP tidak ada, visite didampingi oleh PA sesuai dengan timnya
11) Melakukan evaluasi asuha keperawatan dan membuat catatan
perkembangan klien setiap hari
12) Melakukan pertemuan dengan pasien/ keluarga minimal setiap
dua hari untuk membahas kondisi keperawatan klien (bergantung
pada kondisi klien)
13) Bila PP cuti /libur, tugas-tugas PP didelegasikan kepada PA yang
telah ditunjuk (wakil PP) dengan bimbingan kepala ruang rawat
atau CCM
14) Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien/ keluarga
15) Membuat perencanaan pulang pasien
16) Bekerja sama denganCCM dalam mengidentifikasi isu yang
memerlukan pembuktian sehingga tercipta Evidence Based
Practice (EBP)
c. Perawat Acocciate/ Perawat Pelaksana
PA pada MPK pemula atau MPKP tingkat satu, sebaiknya adalah
perawat dengan kemampuan DIII Keperawatan. Namun, pada 
beberapa kondisi bila belum semua tenaga mendapat pendidikan
tambahan, beberapa MPKP, PA adalah perawat dengan pendidikan
dengan SPK tetapi memiliki pengalaman  yang cukup lama dirumah
sakit.
1) Membaca ranpra yang telah ditetakan  PP
2) Membina hubungan tarapeutik dengan pasien/ keluarga, sebagai
lanjutan kontrak yang sudah dilakukan PP
3) Menerima klien baru (kontrak dan memberikan informasi
berdasarkan format orientasi klien/keluarga jika PP tidak ada di
tempat
4) Memeriksa kerapian dan kelengkapan status keperawatan
20

5) Melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan dan


mendokumentasikannya pada format yang tersedia
6) Mengikuti visite dokter jika PP tidak ada di tempat
7) Melakukan tinadakn keperawatan pada pasiennya berdasarkan
renpra
8) Membuat laporan pergantian dinas setelah selesai dinas diparaf
9) Mengkomunikasikan kepada PP /PJ dinas bila menemukan
masalah yang perlu diselesaikan
10) Berperanserta dalam memberikan pendidikan kesehatan pada
klien/keluarga yang dilakukan oleh PP
11) Melakukan inventarisasi fasilitas yang terkaitan dengan timny
12) Membantu tim lainyan yang membutuhkan
13) Memberikan resep dan meneria obat dari keluarga klien yang
menjadi tanggung jawabnya dan berkoordinasi dengan PP

Sedangkan menurut JCIA (Joint Comition International


Acreditation) tugas dari Kepala Ruangan, Perawat Primer, dan
Perawat Asociate adalah sebagai berikut ini :
a. Kepala Ruang Rawat Inap
1) Mengobservasi dan memberi masukan kepada PP terkait dengan
bimbingan yang diberikan PP kepada PA. Apakah sudah baik
2) Memberikan masukan pada diskusi kasus yang dilakukan PP dan
PA
3) Mempresentasikan isu-isu baru terkait dengan asuhan
keperawatan
4) Mengidentifikasi fakta dan temuan yang memerlukan
pembuktian
5) Mengidentifikasi masalah penelitian, merancang usulan dan
melakukan penelitian
6) Menerapkan hasil-hasil penelitian dan memberikan asuhan
keperawatan
7) Bekerjasama dengan kepala ruangan dalam hal melakukan
evaluasi tentang mutu asuhan keperawatan, mengarahkan dan
mengevaluasi tentang implementasi MPKP
8) Mengevaluasi pendidikan kesehatan yang dilakukan PP dan
memberikan masukan untuk perbaikan
21

9) Merancang pertemuan ilmiah untuk membahas hasil


evaluasi/penelitian tentang asuhan keperawatan
b. Ketua Tim
1) Bersama anggota group melaksanakan ASKEP sesuai standar
2) Bersama anggota group mengadakan serah terima dengan
group.tim (group petugas ganti) mengawasi: kondisi
pasien/anggota keluarga, logistik keperawatan, administrasi
rekam medik, pelayanan pemeriksaan penunjang, kolaborasi
program pengobatan
3) Melanjutkan tugas-tugas yang belum dapat diselesaikan oleh
group sebelumnnya
4) Merundingkan pembagian tugas dengan anggota groupnya
5) Menyiapkan perlengkapan untuk pelayanan dan visite dokter
6) Mendampingi dokter visite, mencatat dan melaksanakan program
pengobatan dokter
7) Membantu pelaksanaan rujukan
8) Melakukan orientasi terhadap pasien/anggota keluarga baru
mengenai : tata tertib ruangan RS, perawat yang bertugas
9) Menyiapkan orientasi pulang dan memberi penyuluhan
kesehatan
10) Memelihara kebersihan ruang rawat dengan: mengatur tugas
cleaning service, mengatur tugas peserta didik, mengatur tata
tertib ruangan yang ditunjukkan kepada semua petugas, peserta
didik dan pengunjung ruangan
11) Membantu karu membimbing peserta didik keperawatan
12) Membantu karu untuk menilai mutu pelayanan ASKEP serta
tenaga keperawatan
13) Menulis laporan tim mengenai klien/anggota keluarga dan
lingkungan
c. Perawat Pelaksana
1) Melakukan asuhan keperawatan sesuai standar
2) Mengadakan serah terima dengan group/tim lain (group petugas
ganti) mengenai kondisi pasien/anggota keluarga, logistik
keperawatan, administrasi rekam medik, pelayanan pemeriksaan
penunjang, kolaborasi program pengobatan
3) Melanjutkan tugas-tugas yang belum dapat diselesaikan oleh
group sebelumnya
22

4) Merundingkan pembagian tugas dalam groupnya


5) Menyiapkan perlengkapan untuk pelayanan dan visite dokter
6) Mendampingi dokter visite, mencatat dan melaksanakan program
pengobatan dokter
7) Membantu pelaksanaaan rujukan
8) Melakukan orientasi terhadap klien/anggota keluarga/keluarga
baru mengenai: tata tertib ruangan/RS, perawat yang bertugas
9) Menyiapkan pasien/anggota keluarga pulang dan memberikan
penyuluhan kesehatan
10) Memelihara kebersihan ruang rawat dengan: mengatur tugas
cleaning service dan peserta didik
11) Mengatur tata tertib ruangan yang ditujukan kepada semua
petugas, peserta didik dan pengunjung ruangan
12) Membantu kepala ruangan membimbing peserta didik
keperawatan
13) Membantu kepala ruangan untuk menilai mutu pelayanan asuhan
keperawatan serta tenaga keperawatan
14) Menulis laporan tim/group mengenai kondisi pasien/anggota
keluarga dan lingkungannya
15) Memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien/anggota
keluarga/keluarga

Menurut fungsi-fungsi manajemen tugas dari Kepala Ruangan,


Perawat Primer, dan Perawat Asociate adalah sebagai berikut ini :
a. Kepala Ruangan
1) Perencanaan
 Menunjukkan ketua TIM akan bertugas di ruangan masing-
masing
 mengikuti serah terima pasien pada shift sebelumnya
 Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien: gawat,
transisi dan persiapan pulang, bersama ketua TIM
 Mengidentifikasi jumlah  perawat yang dibutuhkan
berdasarkan aktifitas dan kebutuhan pasien bersama ketua
TIM, mengatur penugasan atau penjadwalan
 Merencanakan strategi pelaksanaan perawatan
 Mengikuti Visite dokter untukmnegetahui
kondisi,patofisiologi, tindakan medis yang dilakukan,
23

program pengobatan dan mendiskusikan dengan dokter


tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien
 Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan
 Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri
 Membantu membimbing peserta didik keperawatan
 Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan Rumah
Sakit
2) Pengorganisasian
 Merumuskan metode penugasan yang digunakan
 Merumuskan tujuan metode penugasan
 Membuat rincian tugas ketua TIM dan anggota TIM secara
jelas
 Membuat rentang kendali kepala ruangan membawahi 3
ketua TIM, dan ketua TIM membawahi 2-3 perawat
 Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan,
membuatproses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari,
dan lainnya
 Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan
 Mengatur dan mengendalikan dituasi tempat praktek
 Mendelegasikan tugas, saat kepala ruangan tidak ada di
tempat kepada ketua TIM
 Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus
administrasi pasien
 Mengatur penugasan jadwal post dan pakarnya
 Identifikasi masalah dan penanganannya
3) Pengarahan
 Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua TIM
 Memberi pujian kepada anggota TIM yang melakukan tugas
dengan baik
 Memberi motifasi dalam peningkatan pengetahuan,
ketrampilan dan sikap
 Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan
berhubungan dengan ASKEP pasien
 Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan
 Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam
melaksanakan tugasnya
24

 Meninggkatkan kolaborasi dengan anggota TIM lain


4) Pengawasan
 Melalui Komunikasi
Mengawasi dan berkomunikasi lansung dengan ketua TIM
maupun pelaksanaan mengenai asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien
 Melalui Supervisi
Pengawasan langsung dilakukan dengan cara inspeksi,
mengamati sendiri atau melalui laporan langsung secara
lisan dan memperbaiki atau mengawasi kelemahan-
kelemahan yang ada saat itu juga. Pengawasan tidak
langsung yaitu mengecek daftar hadir ketua TIM,
membacadan memeriksa rencana keperawatan serta catatan
yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan
dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar laoran ketua
TIM tentang pelaksanaan tugas. Mengevaluasi upaya
pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana
keperawatan yang telah disusun bersama ketua TIM dan
Audit keperawatan.
b. Ketua TIM
1) Bertanggung jawab terhadap pengelolaan asuhan keperawatan
klien sejak masuk sampai pulang
2) Mengorientasikan pasien yang baru dan keluarganya
3) Mengkaji kondisi kesehatan pasien dan keluarganya
4) Membuat diagnose keperawatan dan rencana keperawatan
5) Mengkomunikasikan rencana keperawatan kepada anggota tim
6) Mengarahkan dan membimbing anggota tim dalam melakukan
tindakan keperawatan
7) Mengevaluasi tindakan dan rencana keperawatan
8) Melaksanakan tindakan keperawatan tertentu
9) Mengembangkan perencanaan pulang
10) Memonitor pendokumentasian tindakan keperawatan yang
dilakukan oleh anggota tim
11) Melakukan/mengikuti pertemuan dengan anggota tim/tim
kesehatan lainnya untuk membahas perkembangan kondisi
pasien 
25

12) Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota


kelompok dan memberikan bimbingan melalui konfrensi
13) Mengevaluasi pemberian ASKEP dan hasil yang di capai serta
pendokumentasiannya
c. Anggota TIM
1) Menjalankan asuhan keperawatan sesuai standar
2) Membina hubungan terapeutik dengan pasien/keluarga
3) Mengikuti serah terima dengan group/tim lain (group petugas
ganti) mengenai kondisi pasien/anggota keluarga, logistic
keperawatan, administrasi rekam medik, pelayanan pemeriksaan
penunjang, kolaborasi program pengobatan
4) Melanjutkan tugas-tugas yang belum dapat diselesaikan oleh
group sebelumnya
5) Menyiapkan perlengkapan untuk pelayanan dan visite dokter
6) Mendampingi dokter visite, mencatat dan melaksanakan program
pengobatan dokter bila Kepala Group tidak ditempat
7) Membantu pelaksanaaan rujukan dan menyiapkan pasien untuk
pemeriksaan diaganostik, laboratorium, pengobatan, dan
tindakan
8) Melakukan orientasi terhadap pasien/anggota keluarga/keluarga
baru mengenai: tata tertib ruangan/RS, perawat yang bertugas
9) Membuat laporan pergantian dinaas dan setelah selesai diparaf
10) Menyiapkan pasien/anggota keluarga pulang dan memberikan
penyuluhan kesehatan
11) Memelihara kebersihan ruang rawat dengan: mengatur tugas
cleaning service dan peserta didik
12) Mengatur tata tertib ruangan yang ditujukan kepada semua
petugas, peserta didik dan pengunjung ruangan
13) Membantu kepala ruangan untuk menilai mutu pelayanan asuhan
keperawatan serta tenaga keperawatan
14) Menulis laporan tim/group mengenai kondisi klien/anggota
keluarga dan lingkungannya
15) Memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien/anggota
keluarga/keluarga
16) Mengkomunikasikan kepada Kepala Ruangan/Kepala Group jika
ada masalah yang belum terselesaikan
17) Memeriksa kelengakapan status keperawatan
26

18) Memberikan resep dan menerima obat dari keluarga pasien yang
menjadi tanggung jawabnya dan berkoordinasi dengan kepala
group
d. Timbang Terima
- Pengertian
Adalah suatu cara dalam menyampaikan dan menerima sesuatu
(laporan) yang berkaitan dengan keadaan pasien (Nursalam,
2011).
- Tujuan
1) Menyampaikan kondisi atau keadaan secara umum  pasien
2) Menyampaikan hal-hal penting yang perlu ditindak lanjuti
oleh dinas berikutnya
3) Tersusunnya rencana kerja untuk dinas berikutnya
- Langkah-Langkah
1) Kedua kelompok shift dalam keadaan sudah siap
2) Shift yang akan menyerahkan dan mengoperkan perlu
mempersiapkan hal – hal apa yang akan disampaikan
3) Perawat primer menyampaikan kepada penanggung jawab
shift yang    selanjutnya meliputi:
 Kondisi atau keadaan pasien secara umum
 Tindak lanjut untuk dinas yang menerima operan
 Rencana kerja  untuk dinas yang menerima operan
4) Penyampaian operan diatas harus dilakukan secara jelas
dan tidak terburu–buru
5) Perawat primer dan anggota kedua shift dinas bersama-
sama langsung melihat  keadaan
- Prosedur
 Persiapan
o Sarana Prasarana
 Saat timbang terima perawat menyiapkan status
pasien
 Perawat telah menyiapkan buku catatan dan
peralatan tulis
o Perawat
 Kedua kelompok dalam keadaan siap
27

 Timbang terima di pimpin oleh kepala ruangan


pada pergantian shift dan malam ke pagi dari pagi
ke sore. Sedangkan pergantian shift dari sore ke
malam dipimpin oleh ketua tim atau perawat
primer
 Pelaksanaan
o Urutan Pelaksanaan
 Dilaksanakan setiap pergantian shift
 Pelaksanaan dimulai dari nurse station
 Timbang terima di lanjutkan melihat langhsung
kondisi pasien
 Hal-hal yang sifatnya khusus dicatat dan di serah
terimakan pada perawat shift berikutnya
 Perawat shift berikutnya validasi data kepasien
 Perawat menyapa pasien dan menanyakan
kondisi/ keluhan yang dirasa saat ini
 Waktu untuk timbang terima tidak lebih dari 5
menit kecuali pasien kondisi khusus
 Penyampaian dilakukan singkat dan jelas
o Isi Timbang Terima
 Perawat menyebutkan identitas pasien
 Perawat menyebutkan diagniosa medis
 Perawat menyebutkan data obyektif
 Perawat menyebutkan data penunjang lain
 Perawat menyebutkan masalah keperawatan yang
belum dilaksanakan
 Perawat menyebutkan intervensi kolaboratif
 Perawat menyebutkan persiapan yang perlu
dilakukan  dalam kegiatan selanjutnya
- Post Timbang Terima
 Perawat kembali ke nurse station untuk mendiskusikan
hasil validasi data langsung
 Perawat yang memimpin timbang terima menyebutkan
rencana kerja bagi shift berikutnya
 Mendokumentasikan pelaksanaan timbang terima di buku
laporan oleh perawat primer atau ketua tim
28

Situation

Data Demografi Diagnosis Medis Diagnosa Keperawatan (Data)

Background

Riwayat Keperawatan

Assesment:
KU; TTV; DX Keperawatan (poin
yang penting)

Recomendation
1. Tindakan yang sudah
2. Dilanjutkan
3. Dihentikan
4. Dimodifikasi

Gambar 2.1 Alur Timbang Terima (Nursalam, 2015)

e. Pendokumentasian Asuhan Keperawatan


- Pengertian
Dokumentasi adalah bukti bahwa tanggung jawab hukum dan
etik perawat terhadap pasien sudah dipenuhi dan bahwa
pasien menerima asuhan keperawatan yang bermutu (Lyer,
2005).
Menurut Tungpalan (1983) dalam Handayaningsih (2009),
dokumentasi adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau
dijadikan bukti dalam persoalan hukum. Sedangkan proses
pendokumentasian merupakan pekerjaan mencatat atau
merekam peristiwa baik dari objek maupun pemberi jasa yang
dianggap berharga dan penting.
29

Menurut Fisbach (1991) dalam Hartati (2010), pelaksanaan


dokumentasi keperawatan adalah sebagai salah satu alat ukur
untuk mengetahui, memantau dan menyimpulkan suatu
pelayanan asuhan keperawatan yang diselenggarakan di
rumah sakit.
- Tujuan dan Manfaat
Tujuan pencatatan dalam dokumentasi asuhan keperawatan
adalah untuk mengidentifikasi status kesehatan klien (pasien)
dalam rangka mencatat kebutuhan klien, merencanakan,
melaksanakan tindakan asuhan keperawatan, dan
mengevaluasi tindakan, serta untuk penelitian, keuangan,
hukum, dan etika.
Dokumentasi asuhan keperawatan harus dibuat dengan
lengkap, jelas, obyektif, ada tanggal, dan harus ditandatangani
oleh perawat, karena mempunyai manfaat yang penting bila
dilihat dari berbagai aspek, yaitu :
a. Hukum : Data-data harus diidentifikasi secara lengkap,
jelas, objektif, dan ditandatangani oleh tenaga kesehatan
(perawat), tanggal, dan perlu dihindari adanya penulisan
yang dapat menimbulkan interprestasi yang salah
b. Jaminan Mutu Pelayanan : Pendokumentasian data pasien
yang lengkap dan akurat akan memberikan jaminan mutu
pelayanan
c. Komunikasi : Dokumentasi keadaan pasien merupakan alat
“perekam” terhadap masalah yang berkaitan dengan pasien
d. Keuangan : Semua asuhan keperawatan yang belum,
sedang, dan telah diberikan yang didokumentasikan
dengan lengkap dan dapat dipergunakan sebagai acuan
atau pertimbangan dalam biaya keperawatan bagi pasien
e. Pendidikan : Dokumentasi mempunyai nilai pendidikan,
karena isinya menyangkut kronologis dari kegiatan asuhan
keperawatan yang dapat dipergunakan sebagai bahan atau
referensi pembelajaran
f. Penelitian : Data yang terdapat didalamnya mengandung
informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan atau obyek
riset dan pengembangan profesi keperawatan
30

g. Akreditasi : Melalui dokumentasi keperawatan akan dapat


dilihat sejauh mana peran dan fungsi perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada klien (Nursalam,
2009).
- Komponen Dokumentasi Asuhan Keperawatan
Komponen dokumentasi asuhan keperawatan meliputi
komponen isi dokumentasi dan komponen dalam konsep
penyusunan dokumentasi. Komponen isi dokumentasi
meliputi: pengkajian, diagnosis keperawatan, rencana
keperawatan, pelaksanaan tindakan keperawatan, evaluasi,
tanda tangan dan nama terang perawat, catatan keperawatan,
resume keperawatan, dan catatan pasien pulang atau
meninggal dunia (Nursalam, 2009). Sedangkan komponen
model dokumentasi yang digunakan mencakup tiga aspek,
yaitu :
1) Keterampilan berkomunikasi yang baik memungkinkan
perawat untuk mengkomunikasikan kepada profesi
kesehatan lainnya mengenai apa yang sudah, sedang, dan
yang akan dikerjakan oleh perawat.
2) Dokumentasi proses keperawatan mencakup pengkajian,
identifikasi masalah, perencanaan, intervensi. Perawat
kemudian mengobservasi dan mengevaluasi respons klien
terhadap intervensi yang diberikan dan
mengkomunikasikan informasi tersebut kepada profesi
kesehatan lainnya.
3) Perawat memerlukan suatu standar dokumentasi untuk
memperkuat pola pendokumentasi, sebagai pedoman
praktik pendokumentasian. (Nursalam, 2009).
- Tahap-Tahap Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
 Dokumentasi Pengkajian Keperawatan
Standar dokumentasi untuk pengkajian keperawatan
adalah perawat mendokumentasikan data pengkajian
keperawatan dengan cara yang sistematis, komprehensif,
akurat, dan terus-menerus (Nursalam, 2009). Berikut
adalah kriteria penulisan dokumentasi pengkajian
keperawatan :
31

 Gunakan format yang sistematis untuk


mendokumentasikan pengkajian
 Gunakan format yang telah tersusun untuk
mendokumentasikan pengkajian
 Kelompokkan data-data berdasarkan model
pendekatan yang digunakan
 Tulis data objektif tanpa bias dan memasukkan
pendapat pribadi
 Sertakan pernyataan yang mendukung interprestasi
data objektif
 Jelaskan observasi dan temuan secara sistematis
 Ikuti aturan atau prosedur yang dipakai dan
disepakati oleh instansi
 Tuliskan secara jelas dan ringkas
 Dokumentasi Diagnosis Keperawatan
Pendokumentasian diagnosis keperawatan merupakan
daftar masalah kesehatan klien yang menyertakan catatan
keperawatan (Nursalam, 2009). Kriteria penulisan
diagnosis keperawatan adalah sebagai berikut :
 Memakai PE dan PES (Problem, Etiologi,
Sign/Symptom)
 Catat diagnosis keperawatan potensial dalam sebuah
problem/format etiologi
 Memakai istilah yang telah distandarkan oleh
NANDA
 Merujuk pada daftar yang dapat diterima
 Memulai penulisan pernyataan  diagnosis sesuai
dengan penulisan diagnosis
 Pastikan definisi karakteristik telah
didokumentasikan
 Pernyataan awal dalam perencanaan keperawatan
ditulis pada daftar masalah
 Hubungkan tiap-tiap diagnosis keperawatan bila
saling merujuk
 Gunakan diagnosis keperawatan sebagai pedoman
untuk pengkajian, intervensi, dan evaluasi
32

 Catat bahan perawatan adalah dasar untuk


pertimbangan dari langkah-langkah proses
keperawatan
 Pendokumentasian semua diagnosis keperawatan
harus merefleksikan dimensi dalam masalah yang
berorientasi pada sistem pendokumentasian perawat
 Suatu agenda mungkin diperlukan untuk membuat
diagnosis keperawatan dan sistem pendokumentasian
yang relevan
 Dokumentasi Rencana Keperawatan
Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk
mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien
dengan kriteria penulisan rencana asuhan keperawatan
yang efektif, yaitu:
 Sebelum menulis rencana asuhan keperawatan, kaji
ulang data yang ada
 Daftar dan jenis masalah aktual, risiko, dan potensial
 Berilah gambaran dan ilustrasi khususnya diagnosis
 Kriteria hasil harus ditulis dengan jelas, khusus, dan
terukur
 Rencana keperawatan harus selalu ditandatangani
dan diberi tanggal
 Mulai rencana intervensi dengan menggunakan kata
kerja (action verb)
 Alasan prinsip kekhususan (specificity)
 Tuliskan rasionalisasi dari rencana intervensi
 Rencana intervensi harus selalu tertulis dan
ditandatangani
 Rencana intervensi harus didokumentasikan sebagai
hal permanen
 Sertakan klien dan keluarganya dalam perencanaan
jika memungkinkan
 Rencana intervensi harus sesuai dengan waktu yang
ditentukan dan diusahankan untuk selalu
diperbaharui (Nursalam, 2009).
 Dokumentasi Intervensi Keperawatan
33

Komponen penting pada dokumentasi intervensi adalah


mengidentifikasi mengapa sesuatu terjadi terhadap klien,
apa yang terjadi, kapan, bagaimana, dan siapa yang
melakukan intervensi (Nursalam, 2009).
 Why. Harus dijelaskan alasan intervensi harus
dilaksanakan
 What. Ditulis secara jelas ringkas dari
pengobatan/intervensi
 When. Pendokumentasian ketika melaksanakan
intervensi sangat penting
 How. Intervensi dilaksanakan dalam penambahan
pendokumentasian
 Who. Siapa yang melaksanakan intevensi harus
selalu dituliskan pada dokumentasi serta tanda
tangan sebagai pertanggung jawaban
 Dokumentasi Evaluasi Keperawatan
Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang merupakan hasil
observasi dan analisa perawat terhadap respon klien
segera pada saat dan setelah intervensi keperawatan
dilaksanakan. Evaluasi ini dapat dilakukan secara spontan
dan memberi kesan apa yang terjadi saat itu.  Sedangkan
evaluasi somatif, yaitu evaluasi yang merupakan
rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa
status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu
yang telah ditetapkan pada tujuan keperawatan
(Nursalam, 2009).
- Standar Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Standar dokumentasi asuhan keperawatan menurut
Departemen Kesehatan (1995) dalam Nursalam (2011)
sebagai berikut :
Tabel 2.1
Standar Dokumentasi Asuhan Keperawatan
No Standar Dokumentasi Asuhan Keperawatan
A. PENGKAJIAN
1. Mendokumentasikan data yang dikaji sesuai dengan
pedoman pengkajian
2. Data dikelompokkan (bio-psiko-sosio-spriritual)
3. Data dikaji sejak klien masuk sampai pulang
34

4. Masalah dirumuskan berdasarkan masalah kesenjangan


antara status kesehatan dengan norma dan pola fungsi
kehidupan
B. DIAGNOSIS
1. Diagnosis keperawatan berdasarkan masalah yang telah
dirumuskan
2. Diagnosis keperawatan mencerminkan PE/PES
3. Merumuskan diagnosis keperawatan aktual/potensial
C. PERENCANAAN
1. Berdasarkan diagnosis keperawatan
2. Disusun menurut urutan prioritas
3. Rumusan tujuan mengandung komponen klien/subjek,
perubahan, perilaku, kondisi klien, dan/atau kriteria
4. Rencana intervensi mengacu pada tujuan dengan kalimat
perintah, terinci, dan jelas, dan/atau melibatkan
klien/keluarga
5. Rencana intervensi menggambarkan keterlibatan
klien/keluarga
6. Rencana intervensi menggambarkan kerja sama dengan tim
kesehatan lain
D. INTERVENSI
1. Intervensi dilaksanakan mengacu pada rencana asuhan
keperawatan
2. Perawat mengobservasi respons klien terhadap intervensi
keperawatan
3. Revisi intervensi berdasarkan hasil evaluasi
4. Semua intervensi yang telah dilaksanakan didokumentasikan
dengan ringkas dan jelas
E. EVALUASI
1. Evaluasi mengacu pada tujuan
2. Hasil evaluasi didokumentasikan
F. CATATAN ASUHAN KEPERAWATAN
1. Menulis pada format yang baku
2. Pendokumentasian dilakukan sesuai dengan intervensi yang
dilaksanakan
3. Pendokumentasian ditulis dengan jelas, ringkas, istilah yang
baku dan benar
4. Setiap melakukan intervensi/kegiatan perawat
mencantumkan paraf dan nama dengan jelas, serta tanggal
dan waktu dilakukannya intervensi
5. Berkas catatan keperawatan disimpan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
Sumber : Nursalam (2015)

f. Ronde Keperawatan
35

- Pengertian
Suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah
keperawatan klien yang dilaksanakan oleh perawat, di
samping pasien dilibatkan untuk membahas dan
melaksanakan asuhan keperawatan akan tetapi pada kasus
tertentu harus dilakukan oleh perawat primer dan atau
konsulen, kepala ruangan, perawat associate yang perlu juga
melibatkan seluruh anggota tim (Nursalam, 2009).
- Karakteristik :
 Pasien dilibatkan secara langsung
 Pasien merupakan fokus kegiatan
 Perawat associate, perawat primer dan konsulen
melakukan diskusi bersama
 Konsulen memfasilitasi kreatifitas
 Konsulen membantu mengembangkan kemampuan
perawat associate, perawat primer untuk meningkatkan
kemampuan dalam mengatasi masalah.
- Tujuan
 Tujuan Umum
Menyelesaikan masalah keperawatan yang ada pada
pasien melalui pendekatan berpikir kritis
 Tujuan Khusus
 Memudahkan cara berpikir kritis dan sistematis
 Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosa
keperawatan
- Memudahkan pemikiran tentang keperawatan
yang berasal dari masalah pasien
- Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi
rencana asuhan masalah pasien
 Meningkatkan kemampuan justifikasi
 Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja

- Peran
36

 Perawat Primer dan Perawat Associate


Dalam melaksanakan pekerjaan perlu adanya sebuah
peranan yang dapat memaksimalkan kebersihan antara
lain:
 Menjelaskan  keadaan dan data demografi klien
 Menjelaskan masalah keperawatan utama
 Menjelaskan intervensi yang belum akan dilakukan
 Menjelaskan tindakan  selanjutnya
 Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang akan
diambil
 Peran Perawat Primer Lain dan Konsulen
 Memberikan justifikasi
 Memberikan reinforcement
 Menilai kebenaran dari suatu masalah, intervensi
keperawatan serta tindakan yang rasional
 Mengarahkan dan koreksi
 Mengintegrasikan teori dan konsep yang telah
dipelajari
- Pelaksanaan
 Persiapan
 Penetapan kasus minimal sehari sebelum waktu
pelaksanan ronde
 Pemberian informed consent kepada pasien dan
keluarga
 Melakukan pengkajian
 Melakukan analisa data
 Membuat rencana keperawatan
 Melakukan implementasi asuhan keperawatan
 Membuat catatan perkembangan
 Pelaksanaan Ronde
 Penjelasan tentang ronde pasien oleh perawat primer
dalam hal ini penjelasan difokuskan pada masalah
keperawatan dan rencana yang akan atau
dilaksanakan dan memiliki prioritas yang akan
didiskusikan
 Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut
37

 Pemberi justifikasi oleh perawat primer atau perawat


konselor/manajer tentang masalah klien serta rencana
tindakan yang akan dilakukan
 Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang
telah ada yang akan ditetapkan
 Pasca Ronde
 Mendiskusikan hasil temuan dan tindakan pada
pasien tersebut serta menetapkan tindakan yang perlu
dilakukan
 Bagaimana peran perawat primer dan perawat
associate dalam pelaksanaan pengorganisasian ronde

Alur Pelaksanaan Ronde Keperawatan

PP
Tahap Pra Ronde

Penetapan Pasien

2. PersiapanPasien :
Informed Concent
HasilPengkajian / Validasi data

Tahap Pelaksanaan
di Nurse Station 3. Penyajian Masalah
Apa diagnosis keperawatan?
Apa data yang mendukung?
Bagaimana intervensi yang sudah dilakukan?
Apa hambatan yang ditemukan?

Tahap Pelaksanaan di 4. Validasi data di bed pasien


kamar pasien

PP, Konselor, KARU

Pascaronde 5. Lanjutan-Diskusi di Nurse Station


Gambar 2.2 Alur pelaksanaan ronde keperawatan

Simpulan dan rekomendasi


solusi masalah

g. Pengelolaan Sentralisasi Obat


38

- Pengertian
Kontroling terhadap penggunaan dan konsumsi obat, sebagai
salah satu peran perawat perlu dilakukan dalam suatu pola/
alur yang sistematis sehingga penggunaan obat benar – benar
dapat dikontrol oleh perawat sehingga resiko kerugian baik
secara material maupun secara non material dapat dieliminir
(Nursalam, 2009).
- Tujuan
a. Meningkatkan mutu pelayanan kepada klien, terutama
dalam pemberian obat
b. Sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat secara
hukum maupun secara moral
c. Mempermudah pengelolaan obat secara efektif dan
efesien
d. Menyeragamkan pengelolaan obat
e. Mengamankan obat – obat yang dikelola
f. Mengupayakan ketepatan pemberian obat dengan tepat
klien, dosis, waktu, dan cara
- Teknik Pengelolaan
Tehnik pengelolaan obat kontrol penuh (sentralisasi) adalah
pengelolaan obat dimana seluruh obat yang akan diberikan
pada pasien diserahkan sepenuhnya pada perawat.
Pengeluaran dan pembagian obat sepenuhnya dilakukan oleh
perawat.
1) Penanggung jawab pengelolaan obat adalah kepala
ruangan yang secara operasional dapat didelegasikan
pada staf yang ditunjuk.
2) Keluarga wajib mengetahui dan ikut serta mengontrol
penggunaan obat.
3) Penerimaan Obat :
- Obat yang telah diresepkan dan telah diambil oleh
keluarga diserahkan kepada perawat dengan
menerima lembar serah terima obat
- Perawat menuliskan nama pasien, register, jenis obat,
jumlah dan sediaan dalam kartu kontrol dan
diketahui oleh keluarga/pasien dalam buku masuk
39

obat. Keluarga atau klien selanjutnya mendapatkan


penjelasan kapan/ bilamana obat tersebut akan habis
- Pasien/keluarga untuk selanjutnya mendapatkan
salinan obat yang harus diminum beserta sediaan
obat
- Obat yang telah diserahkan selanjutnya disimpan
oleh perawat dalam kotak obat
4) Pembagian Obat
- Obat yang diterima untuk selanjutnya disalin dalam
buku daftar pemberian obat.
- Obat – obat yang telah disiapkan untuk selanjutnya
diberikan oleh perawat dengan memperhatikan alur
yang etrcantum dalam buku daftar pemberian obat,
dengan terlebih dahulu dicocokkan dengan terapi di
instruksi dokter dan kartu obat yang ada pada pasien
- Pada saat pemberian obat, perawat menjelaskan
macam obat, kegunaan obat, jumlah obat dan efek
samping.
- Sediaan obat yang ada selanjutnya dicek tiap pagi
oleh kepala ruangan/petugas yang ditunjuk dan
didokumentasikan dalam buku masuk obat. Obat
yang hampir habis diinformasikan pada keluarga dan
kemudian dimintakan kepada dokter penanggung
jawab pasien.
5) Penambahan Obat Baru
- Informasi ini akan dimasukkan dalam buku masuk
obat dan sekaligus dilakukan perubahan dalam kartu
sediaan obat.
- Obat yang bersifat tidak rutin maka dokumentasi
hanya dilakukan pada buku masuk obat dan
selanjutnya diinformasikan pada keluarga dengan
kartu khusus obat.
6) Obat Khusus
- Sediaan memiliki harga yang cukup mahal,
menggunakan rute pemberian obat yang cukup sulit,
memiliki efek samping yang cukup besar.
- Pemberian obat khusus menggunakan kartu khusus
40

- Informasi yang diberikan kepada keluarga/pasien :


nama obat, kegunaan, waktu pemberian, efek
samping, penanggung jawab obat, dan wadah obat.
Usahakan terdapat saksi dari keluarga saat pemberian
obat.

Dokter Koordinasi dengan


perawat

Pasien/Keluarga

 Surat
persetujuan
sentralisasi Farmasi/Apoteker
obat dari
perawat
 Lembar Pasien/Keluarga
serah
terima obat
PP/Perawat Yang Menerima

Pengaturan dan pengelolaan oleh perawat

Pasien/Keluarga

Gambar 2.3 Alur pelaksanaan sentralisasi obat


h. Supervisi Keperawatan
 Pengertian
Supervisi adalah salah satu bagian proses atau kegiatan dari
fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling). Swanburg
(2000) melihat dimensi supervisi sebagai suatu proses
kemudahan sumber-sumber yang diperlukan untuk
penyelesaian suatu tugas ataupun sekumpulan kegiatan
pengambilan keputusan yang berkaitan erat dengan
perencanaan dan pengorganisasian kegiatan dan informasi
dari kepemimpinan dan pengevaluasian setiap kinerja
41

karyawan (Muninjaya, 1999 dalam Universitas Sumatera


Utara, 2012).
Dalam bidang keperawatan supervisi mempunyai pengertian
yang sangat luas, yaitu meliputi segala bantuan dari
pemimpin/penanggung jawab kepada perawat yang ditujukan
untuk perkembangan para perawat dan staf lainnya dalam
mencapai tujuan asuhan keperawatan kegiatan supervisi
semacam ini merupakan dorongan bimbingan dan kesempatan
bagi pertumbuhan dan perkembangan keahlian dan kecakapan
para perawat (Suyanto, 2008 dalam Universitas Sumatera
Utara, 2012).
 Prinsip Supervisi
Ada beberapa prinsip supervisi yang dilakukan di bidang
keperawatan (Nursallam, 2011) antara lain:
1) Supervisi dilakukan sesuai dengan struktur organisasi.
2) Supervisi menggunakan pengetahuan dasar manajemen,
keterampilan hubungan antar manusia dan kemempuan
menerapkan prinsip manajemen dan kepemimpinan.
3) Fungsi supervisi diuraikan dengan jelas, terorganisasi dan
dinyatakan melalui petunjuk, peraturan urian tugas dan
standard.
4) Supervisi merupakan proses kerja sama yang demokratis
antara supervisor dan perawat pelaksana.
5) Supervisi merupakan visi, misi, falsafah, tujuan dan
rencana yang spesifik.
6) Supervisi menciptakan lingkungan yang kondusif,
komunikasi efektif, kreatifitas dan motivasi.
7) Supervisi mempunyai tujuan yang berhasil dan berdaya
guna dalam pelayanan keperawatan yang memberi
kepuasan klien, perawat dan manajer.
 Sasaran Supervisi
Setiap sasaran dan target dilaksanakan sesuai dengan pola
yang disepakati berdasarkan struktur dan hirearki tugas.
Sasaran atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yang
dilakukan oleh bawahan, serta bawahan yang melakukan
pekerjaan. Jika supervisi mempunyai sasaran berupa
pekerjaan yang dilakukan, maka disebut supervisi langsung,
42

sedangkan jika sasaran berupa bawahan yang melakukan


pekerjaan disebut supervisi tidak langsung. Tujuan utamanya
adalah untuk meningkatkan kinerja pekerjaan yang dilakukan
oleh bawahan (Suarli dan Bachtiar, 2009).
Sasaran yang harus dicapai dalam pelaksanaan supervisi
antara lain: pelaksanaan tugas keperawatan, penggunaan alat
yang efektif dan ekonomis, system dan prosedur yang tidak
menyimpang, pembagian tugas dan wewenang,
penyimpangan/penyeleengan kekuasaan, kedudukan dan
keuangan (Suyanto, 2008 dalam Universitas Sumatera Utara,
2012).
 Manfaat Supervisi
Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan
diperoleh banyak manfaat. Manfaat tersebut diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja.
Peningkatan efektifitas kerja ini erat hubungannya dengan
peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta
makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih
harmonis antara atasan dan bawahan
b. Supervisi dapat lebih meningkatkan efesiensi kerja.
Peningkatan efesiensi kerja ini erat kaitannya dengan
makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan,
sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan
sarana) yang sia-sia akan dapat dicegah.
43

Bagan 2.14.
Alur Supervisi Keperawatan
Sumber: Nursalam (2009)

i. Perencanaan Pulang (Discharge Planning)


 Pengertian
Perencanaan pulang meruakan suatu proses yang dinamis dan
sistematis dari penilaian, persiapan, serta koordinasi yang
dilakukan untuk memberikan kemudahan pengawasan
pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial sebelum dan
sesudah pulang (Carpenito, 2000).
Menurut Hurts (2000) perencanaan pulang merupakan proses
yang dinamis, agar tim kesehatan mendapatkan kesempatan
yang cukup untuk menyiapkan pasien melakukan perawatan
mandiri di rumah.
Perencanaan pulang di dapatkan dari proses interaksi dimana
perawat profesional, pasien dan keluarga berkolaborasi untuk
memberikan dan mengatur kontinuitas keperawatan yang di
perlukan oleh pasien di mana perencanaan harus berpusat
pada masalah pasien, yaitu pencegahan, teraupetik,
rehabilitatif, serta perawatan rutin yang sebenarnya
(Swenberg, 2000).
44

 Tujuan
1) Menyiapkan pasien dan keluarga secara fisik, psikologis,
dan sosial
2) Meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga
3) Meningkatkan perawatan yang berkelanjutan pada pasien
4) Membantu rujukan pasien pada sistem pelayanan yang
lain
5) Membantu pasien dan keluarga memiliki pengetahuan
dan keterampilan serta sikap dalam memperbaiki  serta
mempertahankan status kesehatan  pasien
6) Melaksanakan rentang perawatan antar rumah sakit dan
masyarakat
 Manfaat
a. Dapat memberikan kesempatan untuk memperkuat
pengajaran kepada pasien yang dimulai dari rumah sakit.
b. Dapat memberikan tindak lanjut yang sistematis yang
digunakan intuk menjamin kontinuitas perawatan pasien
c. Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana
pada penyembuhan pasien dan mengidentifikasi
kekambuhan atau kebutuhan perawatan baru
d. Membantu kemandirian pasien dalam kesiapan
melakukan perawatan rumah (Spath, 2003).
 Prinsip
1) Pasien  merupakan fokus dalam perencanaan pulang.
Nilai keinginan dan kebutuhan dari pasien perlu di kaji
dan di evaluasi
2) Kebutuhan dari pasien  diidentifikasi, kebutuhan ini
dikaitkan dengan masalah yang mungkin timbul pada saat
pasien pulang nanti, sehingga kemungkinan masalah
yang tumbul di rumah dapat segera diantisipasi
3) Perencanaan pulang dilakukan secara kolaboratif,
perencanaan pulang merupakan pelayanan multi disiplin
dan setiap tim harus saling bekerja sama
4) Perencanaan pulang disesuaikan dengan sumber daya dan
fasilitas yang ada. Tindakan atau rencana yang akan di
lakukan setelah pulang disesuaikan dengan pengetahuan
45

dari tenaga yang tersedia maupun fasilitas yang tersedia


di masyarakat
5) Perencanaan pulang dilakukan pada setiap sistem
pelayanan kesehatan. Setiap klien masuk tatanan
pelayanan maka perencanaan pulang harus dilakukan
 Jenis-Jenis
1) Conditioning Discharge (pulang sementara atau cuti),
keadaan pulang ini dilakukan apabila kondisi pasien baik
dan tidak terdapat komplikasi. Pasien untuk sementara
dirawat dirumah namun harus ada pengawasan dari pihak
rumah sakit atau puskesmas terdekat
2) Absolute Discharge (pulang mutlak atau selamanya), cara
ini merupakan akhir dari hubungan pasien dengan rumah
sakit. Namun apabila pasien perlu di rawat kembali, maka
prosedur perawatan dapat dilakukan kembali.
3) Judicial Discharge (pulang paksa), kondisi ini di
perbolehkan pulang, tetapi pasien harus di pantau dengan
melakukan kerja sama dengan perawat puskesmas
terdekat.
Menurut Neylor (2003), beberapa tindakan keperawatan yang
dapat di berikan pada pasien sebelum pasien di perbolehkan
pulang antara lain :
a.    Pendidikan kesehatan, diharapkan bisa mengurangi angka
kambuh atau komplikasi dan meningkatkan pengetahuan
serta  keluarga tentang perawaytan asien pulang
b.    Program pulang bertahap, bertujuan untuk melatih pasien
untuk kembali ke lingkung keluarga dan masyarakat antara
lain apa yang harus dilakukan  pasien di rumah sakit dan apa
yang harus dilakukan keluarga
c.    Rujukan, integritas pelayanan kesehatan harus mempunyai
hubungan langsung antara perawat komunitas atau praktik
mandiri perawat dengan rumah sakit sehingga dapat
mengetahui perkembangan pasien di rumah
46

Bagan 2.4
Alur Discharge Planning
(Sumber : Alur Discharge Planning (Nursalam, 2015)

Dokter dan tim Ners


kesehatan PP dibantu PA
lain

Penetuan keadaan pasien :


1. Klinis dan pemeriksaan
penunjang lain
2. Tingkat ketergantungan
pasien

Perencanaan pulang

Penyelesaian Program HE : Lain-lain


administrasi a. Kontrol dan obat / nersan
b. Nutrisi
c. Aktivitas dan istirahat
d. Perawatan diri

Monitor
(sebagai program service safety)
oleh keluarga dan petugas

2.1.3 Sarana dan Prasarana (M3/ MATERIAL)


1) Sarana dan Prasarana
Tabel 2.2.
Standar Keperawatan Dan Kebidanan Di Ruang Rawat Inap
Menurut DEPKES (2001)
No
Nama Barang Ratio Pasien : Alat
.
1 Tensi meter 2/ruangan
2 Stetoskop 2/ruangan
3 Timbangan BB/TB 1/ruangan
4 Irigator set 2/ruangan
5 Sterilisator 1/ruangan
6 Tabung oksigen + flow meter 2/ruangan
7 Slym Zuiger 2/ruangan
8 V C set 2/ruangan
9 Gunting verband 2/ruangan
47

10 Korentang dan semptung 2 /ruangan


11 Bak instrument besar 2/ruangan
12 Bak instrument sedang 2/ruangan
13 Bak instrument keci 2/ruangan
14 Blas spuit 2/ruangan
15 Gliserin spuit 2/ruangan
16 Bengkok 2/ruangan
17 Pispot 1: ½
18 Urinal 1: ½
19 Set angka jahitan 1: ½
20 Set ganti balutan 5/ruangan
21 Thermometer 5/ruangan
22 Standar infuse 1:1
23 Eskap 1: ¼
24 Masker O2 2/ruangan
25 Nasal kateter 2/ruangan
26 Reflek hamer 2/ruangan

Tabel 2.3. Alat Tenun Menurut DEPKES (2001)


No. Nama Barang Ratio Pasien : Alat
1 Gurita 1: 1 ½
2 Gordyn 1:2
3 Kimono/ baju besar 1:5
4 Sprei besat 1:5
5 Manset dewasa 1: ¼
6 Manset anak 1: 1/3
7 Mitela/ topi 1: 1/3
8 Penutup sprei 1:5
9 Piyama 1:5
10 Selimut wool 1:1
11 Selimut biasa 1:5
12 Selimut anak 1:6-8
13 Sprei kecil 1:6-8
14 Sarung bantal 1: 6
15 Sarung guling 1:3
16 Sarung kasur 1:1
17 Sarung buli-buli panas 1: ¼
18 Sarung eskap 1: ¼
19 Sarung windring 1: 1/10
20 Sarung O2 1: 1/3
21 Taplak meja pasien 1:3
22 Taplak meja teras 1:3
23 Vitrase 1:2
24 Tutup alat 1:2
25 Steek laken 1:6-8
26 Handuk 1:3
27 Waslap 1:5
28 Banak short 1: ½
29 Gurita dewasa 1: ½
30 Handuk fontanin 1: 1/5
48

31 Lap piring 1: ¼
32 Lap kerja 1: ½
33 Masker 1: ½
34 Popok bayi 1:15
35 Baju bayi 1:8
36 Duk 1: 1/3
37 Duk bolong 1: 1/3

Tabel 2.5. Alat Rumah Tangga Menurut DEPKES (2001)


No. Nama Barang Ratio Pasien : Alat
1 Kursi roda 2-3/ruangan
2 Komot 1/ruangan
3 Lemari obat emergency 1/ruangan
4 Light cast 1/ruangan
5 Meja pasien 1:1
6 Over bed table 1:1
7 Standard infuse 2-3/ruangan
8 Standard Waskom double 4-6/ruangan
9 Waskom mandi 8-12/ruangan
10 Lampu sorot 1/ruangan
11 Lampu senter 1-2/ruangan
12 Lampu kunci duplikat 1/ruangan
13 Nampan 2-3/ruangan
14 Tempat tidur fungsional 1:1ruangan
15 Tempat tidur biasa 1:1/2 /ruangan
16 Troly obat 1/ruangan
17 Troly balut 1/ruangan
18 Troly pispot 1/ruangan
19 Troly suntik 1/ruangan
20 Timbangan BB/TB 1/ruangan
21 Timbangan bayi 1/ruangan
22 Dorongan O2 1/ruangan
23 Plato/ piring makan 1:1/ruangan
24 Piring snack 1:1/ruangan
25 Gelas 1:2/ruangan
26 Tatakan dan tuutp gelas 1:2/ruangan
27 Sendok 1:2/ruangan
28 Garpu 1:2/ruangan
29 Kran air 1:1/ruangan
30 Baki 5/ruangan
31 Tempat sampah pasien 1:1/ruangan
32 Tempat sampah besar tertutup 4/ruangan
33 Senter 2/ruangan

Tabel 2.6.
Alat Pencatatan dan Pelaporan di Ruang Rawat Inap
Menurut DEPKES (2001)
No. Nama Barang Ratio Pasien: Alat
1 Formulir  pengkajian  awal 1:1
49

2 Formulir  rencana  keperawatan 1:5


3 Formulir  catatan  perkembangan pasien 1:10
4 Formulir  observasi 1:10
5 Formulir  resume  keperawatan 1:1
6 Formulir  catatan  pengobatan 1:10
7 Formulir  medik  lengkap 1:1
8 Formulir  laboratorium lengkap 1:3
9 Formulir  rontgen 1:2
10 Formulir  permintaan darah 1:1
11 Formulir  keterangan kematian 5 lambar /bulan
12 Resep 10 buku / bulan
13 Formulir  konsul 1;5
14 Formulir  permintaan makanan 1:1
15 Formulir  permintaan obat 1:1
16 Buku ekspidisi 10 / ruangan / tahun
17 Buku register pasien 4 / ruangan / tahun
18 Buku folio 4/ ruangan / tahun
19 White  board 1/ ruangan
20 Perforator 1/ruangan
21 Steples 2/ ruangan
22 Pensil 5/ ruangan
23 Pensil merah biru 2/ ruangan
24 Spidol  White  board 6/ ruangan

2.1.4 Pembiayaan (M4/ MONEY)


1) Kompensasi
Kompensasi merupakan terminologi luas yang berhubungan dengan
imbalan finansial. Terminologi dalam kompensasi adalah :
a. Upah dan Gaji. Upah (wages) biasanya berhubungan dengan
tarif gaji per jam. Gaji (salary) umumnya berlaku untuk tarif
bayaran mingguan, bulanan, atau tahunan
b. Insentif. Insentif (incentive) adalah tambahan kompensasi di
atas atau di luar gaji atau upah yang diberikan organisasi
c. Tunjangan
d. Fasilitas (Simamora, 2004).
2) Reward
Hazli (2002) mendefinisikan reward yaitu hadiah dan hukuman
dalam situasi kerja, hadiah menunjukkan adanya penerimaan
terhadap perilaku dan perbuatan, sedangkan hukuman menunjukkan
penolakan perilaku dan perbuatannya.
Wahyuningsih (2009) juga mendefinisikan reward adalah
penghargaan/hadiah untuk sesuatu hal yang tercapai. Francisca
(2006) memfokuskan definisi reward sebagai hadiah atau bonus
50

yang diberikan karena prestasi seseorang. Reward dapat berwujud


banyak rupa. Paling sederhana berupa kata-kata seperti pujian adalah
salah satu bentuknya. Reward biasanya digunakan untuk
mengendalikan jam kerja seseorang dalam organisasi (Raharja,
2006).
Artinya, dengan reward  seseorang bekerja dapat dilakukan tanpa ada
kendali langsung dari pimpinan, melainkan dapat berjalan apa adanya
sesuai evaluasi kinerja sebelumnya.
Selebihnya, dengan reward seseorang dapat meningkatkan cara
kerjanya tanpa harus dikendalikan pimpinan. Hal ini juga ditegaskan
Gouillart & Kelly dalam Raharja (2006) bahwa reward yang
diperoleh atau diharapkan akan diperoleh sebagai konsekwensi dari
apa yang mereka kerjakan akan merubah perilaku manusia secara
fundamental.
3) Punishment
Punishment adalah hukuman atas suatu hal yang tidak tercapai/
pelanggaran. Hukuman seperti apa yang harus diberikan. Setiap
orang pasti beda persepsi dan beda pendapat (Wahyuningsih, 2009).
Punishment merupakan penguatan yang negatif, tetapi diperlukan
dalam perusahaan. punishment yang di maksud disini adalah tidak
seperti hukuman dipenjara atau potong tangan, tetapi punishment
yang bersifat mendidik. Selain itu punishment juga merupakan alat
pendidikan regresif, artinya punishment ini digunakan sebagai alat
untuk menyadarkan karyawan kepada hal-hal yang benar. Ngalin
Purwanto (1988:238) membagi punishment menjadi dua macam
yaitu :
a. Hukuman prefentif, yaitu hukuman yang dilakukan dengan
maksud atau supaya tidak terjadi pelanggaran. Hukuman ini
bermaksud untuk mencegah agar tidak terjadi pelanggaran,
sehingga hal ini dilakukannya sebelum terjadi pelanggaran
dilakukan. Contoh perintah, larangan, pengawasan, perjanjian
dan ancaman
b. Hukuman refresif yaitu hukuman yang dilakukan, oleh karena
adanya pelanggaran, oleh adanya dosa yang telah diperbuat. Jadi
hukuman itu terjadi setelah terjadi kesalahan.

2.1.5 Pemasaran (M5/ MARKETING)


51

1. Indeks Kepuasan Masyarakat


Kepuasan masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dan
menentukan keberhasilan suatu badan usaha karena masyarakat adalah
konsumen dari produk yang dihasilkannya. Hal ini didukung oleh
pernyataan Hoffman dan Beteson (1997), yaitu: ”weithout custumers,
the service firm has no reason to exist”. Definisi kepuasan masyarakat
menurut Mowen (1995,) : ”Costumers satisfaction is defined as the
overall attitudes regarding goods or services after its acquisition and
uses”. Oleh karena itu, badan usaha harus dapat memenuhi kebutuhan
dan keinginan masyarakat sehingga mencapai kepuasan masyarakat
dan lebih jauh lagi kedepannya dapat dicapai kesetiaan masyarakat.
Sebab, bila tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan masyarakat
sehingga menyebabkan ketidakpuasan masyarakat mengakibatkan
kesetiaan masyarakat akan suatu produk menjadi luntur dan beralih ke
produk atau layanan yang disediakan oleh badan usaha yang lain.
Pelayanan publik yang profesional, artinya pelayanan publik yang
dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi
layanan (aparatur pemerintah). Dengan ciri sebagai berikut :
a. Efektif
b. Sederhana
c. Kejelasan dan kepastian
d. Keterbukaan
e. Efisiensi
f. Ketepatan waktu
g. Responsif
h. Adaptif
Berkembangnya era servqual juga memberi inspirasi pemerintah
Indonesia untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja pelayanan
sektor publik. Salah satu produk peraturan pemerintah terbaru tentang
pelayanan publik yang telah dikeluarkan untuk melakukan penilaian
dan evaluasi terhadap kinerja unit pelayanan publik instansi
pemerintah adalah Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor: KEP- 25/M.PAN/2/2004 tanggal 24 Pebruari 2004
tentang Pedoman Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit
Pelayanan Instansi Pemerintah. Ke-14 indikator yang akan dijadikan
instrumen pengukuran berdasarkan keputusan menteri pendayagunaan
aparatur negara di atas adalah sebagai berikut :
52

a. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang


diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur
pelayanan.
b. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif
yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan
jenis pelayanannya.
c. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian
petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan, serta
kewenangan dan tanggung jawab). Kedisiplinan petugas
pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan
pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai
ketentuan yang berlaku. Tanggung jawab petugas pelayanan yaitu
kejelasan wewenang dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan
dan penyelesaian pelayanan.
e. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan
keterampilan yang dimiliki petugas dalam
memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat.
f. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat
diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit
penyelenggara pelayanan.
g. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan
dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang
dilayani.
h. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku
petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara
sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati.
i. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat
terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan.
j. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang
dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan.
k. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan,
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
l. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana
pelayanan yang bersih, rapi dan teratur sehingga dapat
memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan.
m. Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnnya tingkat keamanan
lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang
53

digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk


mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan
dari pelaksanaan pelayanan.

HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN


Hak Pasien :
a. Hak untuk memperoleh informasi meliputi :
1) Diagnosa penyakit yang di deritanya
2) Tindakan medis yang akan atau telah dilakukan
3) Kemunginan penyakit yang timbul sebagai akibat tersebut
serta rencana tindakan untuk mengatasainya
4) Perkiraaan biaya pengobatan
b. Hak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya, sesuai dengan peraturan yang berlaku di Rumah
Sakit
c. Hak untuk memberikan persetujuan/menolak untuk tindakan atau
pemeriksaan yang akan dilakukan atas dirinya sehubungan
dengan penyakit yang dideritanya
d. Hak memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan
standar profesi kedokteran
e. Hak mendapat pelayanan yang manusiawi tanpa diskriminasi
f. Berhak memperoleh asuhan keperawatan yang sesuai dengan
standar profesi keperawatan
g. Hak atas “Privacy” dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk rekam medisnya

Kewajiban Pasien:
Pasien, dan keluarga  tau penaggung jawab pasien berkewajiban :
a. Mentaati segala peraturan dan tata tertib di Rumah Sakit
b. Memberikan informasi yang jujur dan lengkap tentang penyakit
yang diderita kepada dokter dan para medis
c. Mematuhi segala petunjuk dokter, para medis, bidan yang
merawat
d. Pasien dan atau penanggung jawabnya wajib melunasi semua
biaya pelayanan pengobatan
e. Wajib mematuhi hal-hal yang telah disepakati bersama pihak
Rumah Sakit sebelum dan selama menjalani pengobatan
54

2.2 Fungsi Manajemen


Manajemen berasal dari Manage, yaitu mengatur. Dimana dalam hal mengatur
ada beberapa pertanyaan; mengapa harus diatur dan apa tujuan pengaturan
tersebut diadakan. Manajemen merupakan usaha dari orang-orang untuk
mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan (Visi dan Misi) sehingga akan ada
hubungan antara administrasi, manajemen, dan organisasi. Manajemen
dibutuhkan oleh semua organisasi, karena tanpa manajemen, semua usaha akan
sia-sia dan pencapaian tujuan  akan lebih sulit. Ada tiga alasan utama
diperlukannya manajemen :
a. Manajemen dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi dan pribadi
b. Manajemen dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan antara tujuan-tujuan,
sasaran-sasaran dan kegiatan yang saling bertentangan dari pihak-pihak
berkepentingan dalam organisasi, seperti pemilik dan karyawan, maupun
kreditur, pelanggan, konsumen, supplier, serikat kerja,  asosiasi
perdagangan, masyarakat dan pemerintah
c. Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas suatu kerja organisasi dapat diukur
dengan banyak cara yang berbeda. Salah satu cara yang umum adalah
efisiensi dan efektivitas.
Pada fungsi manajemen keperawatan terdapat beberapa elemen utama
yaitu Planning (Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Staffing (Kepega
waian), Directing (Pengarahan), Controlling (Pengendalian/Evaluasi).
2.2.1 Planning (Perencanaan)
Fungsi planning (perencanaan) adalah fungsi terpenting dalam
manajemen, oleh karena fungsi ini akan menentukan fungsi-fungsi
manajemen lainnya. Menurut Muninjaya, (1999) fungsi perencanaan
merupakan landasan dasar dari fungsi manajemen secara keseluruhan.
Tanpa ada fungsi perencanaan tidak mungkin fungsi manajemen lainnya
akan dapat dilaksanakan dengan baik. Perencanaan akan memberikan
pola pandang secara menyeluruh terhadap semua pekerjaan yang akan
dijalankan, siapa yang akan melakukan, dan kapan akan dilakukan.
Perencanaan merupakan tuntutan terhadap proses pencapaian tujuan
secara efektif dan efesien. Swanburg (2000) mengatakan bahwa planning
adalah memutuskan  seberapa luas akan dilakukan, bagaimana melakukan
dan siapa yang melakukannya.
Dibidang kesehatan perencanaan dapat didefenisikan sebagai proses
untuk menumbuhkan, merumuskan masalah-masalah kesehatan di
masyarakat, menentukan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia,
55

menetapkan tujuan program yang paling pokok, dan menyusun langkah-


langkah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan tersebut.
1. Tujuan Perencanaan
a) Untuk menimbulkan keberhasilan dalam mencapai sasaran dan
tujuan
b) Agar penggunaan personel dan fasilitas yang tersedia lebih
efektif
c) Membantu dalam koping dengan situasi kritis
d) Meningkatkan efektivitas dalam hal biaya
e) Membantu menurunkan elemen perubahan, karena perencanaan
berdasarkan masa lalu dan akan datang
f) Dapat digunakan untuk menemukan kebutuhan untuk berubah
g) Penting untuk melakukan kontrol yang lebih efektif
2. Tahap Dalam Perencanaan
a) Penting untuk melakukan kontrol yang lebih efektif
b) Analisis situasi, bertujuan untuk mengumpulkan data atau fakta.
c) Mengidentifikasi masalah dan penetapan prioritas masalah
d) Merumuskan tujuan program dan besarnya target yang ingin
dicapai
e) Mengkaji kemungkinan adanya hambatan dan kendala dalam
pelaksanaan program
f) Menyusun Rencana Kerja Operasional (RKO)
3. Jenis Perencanaan
a) Perencanaan Strategi
Perencanaan strategis merupakan suatu proses
berkesinambungan, proses yang sistematis dalam pembuatan dan
pengambilan keputusan masa kini dengan kemungkinan
pengetahuan yang paling besar dari efek-efek perencanaan pada
masa depan, mengorganisasikan upaya-upaya yang perlu untuk
melaksanakan keputusan ini terhadap hasil yang diharapkan
melalui mekanisme umpan balik yang dapat dipercaya.
Perencanaan strategis dalam keperawatan bertujuan untuk
memperbaiki alokasi sumber-sumber yang langka, termasuk
uang dan waktu, dan untuk mengatur pekerjaan divisi
keperawatan.
b) Perencanaan Operasional
56

Perencanaan operasional menguraikan aktivitas dan prosedur


yang akan digunakan, serta menyusun jadwal waktu pencapaian
tujuan, menentukan siapa orang-orang yang bertanggung jawab
untuk setiap aktivitas dan prosedur. Menggambarkan cara
menyiapkan orang-orang untuk bekerja dan juga standard untuk
mengevaluasi perawatan pasien. Di dalam perencanaan
operasional terdiri dari dua bagian yaitu rencana tetap dan
rencana sekali pakai. Rencana tetap adalah rencana yang sudah
ada dan menjadi pedoman di dalam kegiatan setiap hari, yang
terdiri dari kebijaksanaan, standard prosedur operasional dan
peraturan. Sedangkan rencana sekali pakai terdiri dari program
dan proyek.
4. Manfaat Perencanaan
a) Membantu proses manajemen dalam menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan lingkungan
b) Memberikan cara pemberian perintah yang tepat untuk
pelaksanaan
c) Memudahkan kordinasi
d) Memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran
operasional secara jelas
e) Membantu penempatan tanggungjawab lebih tepat
f) Membuat tujuan lebih khusus, lebih rinci dan lebih mudah
dipahami
g) Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti
h) Menghemat waktu dan dana
5. Keuntungan Perencanaan
a) Mengurangi atau menghilangkan jenis pekerjaan yang tidak
produktif
b) Dapat dipakai sebagai alat pengukur hasil kegiatan yang dicapai
c) Memberikan suatu landasan pokok fungsi manajemen lainnya
terutama fungsi keperawatan
d) Memodifikasi gaya manajemen
e) Fleksibilitas dalam pengambilan keputusan
6. Kelemahan Perencanaan
a) Perencanaan mempunyai keterbatasan dalam hal ketepatan
informasi dan fakta-fakta tentang masa yang akan datang
b) Perencanaan memerlukan biaya yang cukup banyak
57

c) Perencanaan mempunyai hambatan psikologis


d) Perencanaan menghambat timbulnya inisiatif
e) Perencanaan menyebabkan terhambatnya tindakan yang perlu
diambil

2.2.2 Organizing (Pengorganisasian)
Pengorganisasian adalah suatu langkah untuk menetapkan,
menggolongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan, penetapan
tugas-tugas dan wewenang seseorang, pendelegasian wewenang dalam
rangka mencapai tujuan. Fungsi pengorganisasian merupakan alat untuk
memadukan semua kegiatan yang beraspek personil, finansial, material
dan tata cara dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Muninjaya, 1999). Berdasarkan penjelasan tersebut, organisasi dapat
dipandang sebagai rangkaian aktivitas menyusun suatu kerangka yang
menjadi wadah bagi segenap kegiatan usaha kerjasama dengan jalan
membagi dan mengelompokkan pekerjaan-pekerjaan yang harus
dilaksanakan serta menyusun jalinan hubungan kerja di antara para
pekerjanya.
1. Manfaat Pengorganisasian
a) Pembagian tugas untuk perorangan dan kelompok
b) Hubungan organisatoris antara orang-orang di dalam organisasi
tersebut melalui kegiatan yang dilakukannya
c) Pendelegasian wewenang
d) Pemanfaatan staff dan fasilitas fisik
2. Langkah-langkah Pengorganisasian
a) Tujuan organisasi harus dipahami oleh staf. Tugas ini sudah
tertuang dalam fungsi perencanaan
b) Membagi habis pekerjaan dalam bentuk kegiatan pokok untuk
mencapai tujuan
c) Menggolongkan kegiatan pokok kedalam satuan-satuan kegiatan
yang praktis
d) Menetapkan berbagai kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
staf dan menyediakan fasilitas yang diperlukan
e) Penugasan personil yang tepat dalam melaksanakan tugas
f) Mendelegasikan wewenang
58

2.2.3 Staffing (Kepegawaian)
Staffing merupakan metodologi pengaturan staff, proses yang teratur,
sistematis berdasarkan rasional yang diterapkan untuk menentukan
jumlah personil suatu organisasi yang dibutuhkan dalam situasi tertentu
(Swanburg, 2000). Proses pengaturan staff bersifat kompleks. Komponen
pengaturan staff adalah sistem kontrol termasuk studi pengaturan staff,
penguasaan rencana pengaturan staff, rencana penjadwalan, dan Sistem
Informasi Manajemen Keperawatan (SIMK). SIMK meliputi lima elemen
yaitu kualitas perawatan pasien, karakteristik dan kebutuhan perawatan
pasien, perkiraan suplai tenaga perawat yang diperlukan, logistik dari
pola program pengaturan staf dan kontrolnya, evaluasi kualitas perawatan
yang diberikan.
Dasar perencanaan untuk pengaturan staff pada suatu unit keperawatan
mencakup personil keperawatan yang bermutu harus tersedia dalam
jumlah yang mencukupi dan adekuat, memberikan pelayanan pada semua
pasien selama 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, 52 minggu dalam
setahun. Setiap rencana pengaturan staff harus disesuaikan dengan
kebutuhan rumah sakit dan tidak dapat hanya dicapai dengan rasio atau
rumusan tenaga/pasien yang sederhana. Jumlah dan jenis staff
keperawatan yang diperlukan dipengaruhi oleh derajat dimana
departemen lain memberikan pelayanan pendukung, juga dipengaruhi
oleh jumlah dan komposisi staff medis dan pelayanan medis yang
diberikan. Kebutuhan khusus individu, dokter, waktu dan lamanya ronde,
jumlah test, obat-obatan dan pengobatan, jumlah dan jenis pembedahan
akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas personel perawat yang
diperlukan dan mempengaruhi penempatan mereka.
Pengaturan staff kemudian juga dipengaruhi oleh organisasi divisi
keperawatan. Rencana harus ditinjau ulang dan diperbaharui untuk
mengatur departemen beroperasi secara efisien dan ekonomis dengan
pernyataan misi, filosofi dan objektif tertulis, struktur organisasi, fungsi
dan tanggung jawab, kebijakan dan prosedur tertulis, pengembangan
program staff efektif, dan evaluasi periodik terencana.
Komponen yang termasuk dalam fungsi staffing adalah prinsip
rekrutmen, seleksi, orientasi pegawai baru, penjadwalan tugas, dan
klasifikasi pasien. Pengrekrutan merupakan proses pengumpulan
sejumlah pelamar yang berkualifikasi untuk pekerjaan di perusahaan
melalui serangkaian aktivitas. Tujuan orientasi pegawai baru adalah untuk
59

membantu perawat dalam menyesuaikan diri pada situasi baru.


Produktivitas meningkat karena lebih sedikit orang yang dibutuhkan jika
mereka terorientasi pada situasi kerja. Penjadwalan siklus merupakan
salah satu cara terbaik yang dipakai untuk memenuhi syarat distribusi
waktu kerja dan istirahat untuk pegawai. Pada cara ini dibuat pola waktu
dasar untuk minggu-minggu tertentu dan diulang pada siklus berikutnya.
Jadwal modifikasi kerja mingguan menggunakan shift 10-12 jam dan
metode lain yang biasa.

2.2.4 Directing (Pengarahan)
Pengarahan adalah hubungan antara aspek-aspek individual yang
ditimbulkan oleh adanya pengaturan terhadap bawahan-bawahan untuk
dapat dipahami dan pembagian pekerjaan yang efektif untuk tujuan
perusahaan yang nyata. Kepemimpinan merupakan faktor penting dalam
keberhasilan manajemen. Menurut Stogdill dalam Swanburg (2000),
kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktivitas
kelompok terorganisasi dalam upaya menyusun dan mencapai tujuan.
Gardner dalam Swanburg (2000), menyatakan bahwa kepemimpinan
sebagai suatu proses persuasi dan memberi contoh sehingga individu
(pimpinan kelompok) membujuk kelompoknya untuk mengambil
tindakan yang sesuai dengan usulan pimpinan atau usulan bersama.
Seorang manajer yang ingin kepemimpinannya lebih efektif harus
mampu  untuk memotivasi diri sendiri untuk bekerja dan banyak
membaca, memiliki kepekaan yang tinggi terhadap permasalahan
organisasi, dan menggerakkan (memotivasi) staffnya agar mereka mampu
melaksanakan tugas-tugas pokok organisasi. Menurut Lewin dalam
Swanburg (2000), terdapat beberapa macam gaya kepemimpinan yaitu:
1. Autokratik
Pemimpin membuat keputusan sendiri. Mereka lebih cenderung
memikirkan penyelesaian tugas dari pada memperhatikan
karyawan. Kepemimpinan ini cenderung menimbulkan permusuhan
dan sifat agresif atau sama sekali apatis dan menghilangkan
inisiatif.
2. Demokratis
Pemimpin melibatkan bawahannya dalam proses pengambilan
keputusan. Mereka berorientasi pada bawahan dan menitikberatkan
60

pada hubungan antara manusia dan kerja kelompok. Kepemimpinan


demokratis meningkatkan produktivitas dan kepuasan kerja.
3. Laissez faire
Pemimpin memberikan kebebasan dan segala serba boleh, dan
pantang memberikan bimbingan kepada staff. Pemimpin tersebut
membantu kebebasan kepada setiap orang dan menginginkan setiap
orang senang. Hal ini dapat mengakibatkan produktivitas rendah
dan karyawan frustasi.
Manajer perawat harus belajar mempraktekkan kepemimpinan
perilaku yang merangsang motivasi pada para pemiliknya,
mempraktekkan keperawatan professional dan tenaga perawat
lainnya. Perilaku ini termasuk promosi autonomi, membuat
keputusan dan manajemen partisipasi oleh perawat professional.

2.2.5 Controlling (Pengendalian/Evaluasi)
Fungsi pengawasan atau pengendalian (controlling) merupakan fungsi
yang terakhir dari proses manajemen, yang memiliki kaitan yang erat
dengan fungsi yang lainnya. Pengawasan merupakan pemeriksaan
terhadap sesuatu apakah terjadi sesuai dengan rencana yang
ditetapkan/disepakati, instruksi yang telah dikeluarkan, serta prinsip-
prinsip yang telah ditentukan, yang bertujuan untuk menunjukkan
kekurangan dan kesalahan agar dapat diperbaiki (Fayol, 1998).
Pengawasan juga diartikan sebagai suatu usaha sistematik untuk
menetapkan standard pelaksanaan dengan tujuan perencanaan, merancang
sistem informasi timbal balik, membandingkan kegiatan nyata dengan
standard yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur
penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan yang digunakan
dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan
perusahaan (Mockler, 2002).
Pengontrolan atau pengevaluasian adalah melihat bahwa segala sesuatu
dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disepakati, instruksi yang telah
diberikan, serta prinsip-prinsip yang telah diberlakukan (Urwick, 1998).
Tugas seorang manajemen dalam usahanya menjalankan dan
mengembangkan fungsi pengawasan manajerial perlu memperhatikan
beberapa prinsip berikut:
1. Pengawasan yang dilakukan harus dimengerti oleh staff dan hasilnya
mudah diukur, misalnya menepati jam kerja
61

2. Fungsi pengawasan merupakan kegiatan yang amat penting dalam


upaya mencapai tujuan organisasi
3. Standard unjuk kerja yang akan diawasi perlu dijelaskan kepada
semua staf, sehingga staf dapat lebih meningkatkan rasa tanggung
jawab dan komitmen terhadap kegiatan program
4. Kontrol sebagai pengukuran dan koreksi kinerja untuk meyakinkan
bahwa sasaran dan kelengkapan rencana untuk mencapai tujuan telah
tersedia, serta alat untuk memperbaiki kinerja
5. Terdapat sepuluh karakteristik suatu sistem control yang baik:
a)      Harus menunjukkan sifat dari aktivitas
b)      Harus melaporkan kesalahan-kesalahan dengan segera
c)      Harus memandang ke depan
d)     Harus menunjukkan penerimaan pada titik kritis
e)      Harus objektif
f)       Harus fleksibel
g)      Harus menunjukkan pola organisasi
h)      Harus ekonomis
i)        Harus mudah dimengerti
j)        Harus menunjukkan tindakan perbaikkan
Untuk fungsi-fungsi control dapat dibedakan pada setiap tingkat manajer.
Sebagai contoh, manajer perawat kepala dari satu unit bertanggung jawab
mengenai kegiatan operasional jangka pendek termasuk jadwal harian dan
mingguan, dan penugasan, serta pengunaan sumber-sumber secara efektif.
Kegiatan-kegiatan control ditujukan untuk perubahan yang cepat. Dua
metode pengukuran yang digunakan untuk mengkaji pencapaian tujuan-
tujuan keperawatan adalah :
1) Analisa tugas : Kepala perawat melihat gerakan, tindakan dan
prosedur yang tersusun dalam pedoman tertulis, jadwal, aturan,
catatan, anggaran. Hanya mengukur dukungan fisik saja, dan secara
relatif beberapa alat digunakan untuk analisa tugas dalam
keperawatan.
2) Kontrol kualitas : Kepala perawat dihadapkan pada pengukuran
kualitas dan akibat-akibat dari pelayanan keperawatan.
Apabila fungsi pengawasan dan pengendalian dapat dilaksanakan dengan
tepat, maka akan diperoleh manfaat :
1) Dapat diketahui apakah suatu kegiatan atau program telah
dilaksanakan sesuai dengan standard atau rencana kerja
62

2) Dapat diketahui adanya penyimpangan pada pengetahuan dan


pengertian staf dalam melaksanakan tugas-tugasnya
3) Dapat diketahui apakah waktu dan sumber daya lainnya telah
mencukupi kebutuhan dan telah digunakan secara benar
4) Dapat diketahui staf yang perlu diberikan penghargaan atau bentuk
promosi dan latihan lanjutan

Prinsip Dasar Manajemen Keperawatan :


a. Manajemen keperawatan berlandaskan perencanaan
b. Tahap perencanaan terdiri atas pembuatan tujuan, pengalokasian
anggaran, identifikasi kebutuhan pegawai, dan penetapan struktur
organisasi
c. Selama proses perencanaan, yang dapat dilakukan oleh pimpinan
keperawatan adalah menganalisis dan mengkaji system, mengatur
strategi organisasi dan menentukan tujuan jangka panjang dan
pendek, mengkaji sumber daya organisasi, mengidentifikasi
kemampuan yang ada dan aktivitas yang spesifik serta prioritasnya
d. Manajemen keperawatan dilandaskan melalui penggunaan waktu
yang  efektif
e. Manajemen keperawatan melibatkan pengambilan keputusan
f. Manajemen keperawatan harus terorganisasi
g. Manajemen keperawatan menggunakan komunikasi yang efektif
h. Komunikasi yang dilakukan secara efektif mampu mengurangi
kesalahpahaman, dan akan memberikan persamaan pandangan arah
dan pengertian diantara pegawai dalam suatu tatanan organisasi
i. Pengendalian merupakan elemen manajemen keperawatan

Komponen Manajemen Keperawatan :


1) Input
Dalam proses manajemen keperawatan antara lain berupa informasi,
personel, peralatan dan fasilitas.
2)  Proses
Pada umumnya  merupakan kelompok manajer dari tingkat pengelola
keperawatan tertinggi sampai keperawatan pelaksana yang
mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan perencanaan,
pengorganisasian pengarahan dan pengawasan dalam pelaksanaan
pelayanan keperawatan. Proses merupakan kegiatan yang cukup
63

penting dalam suatu system sehingga mempengaruhi hasil yang


diharapkan suatu tatanan organisasi.
3) Output
Umumnya dilihat dari hasil atau kualitas pemberian askep dan
pengembangan staf, serta kegiatan penelitian untuk menindaklanjuti
hasil atau keluaran.
4) Kontrol
Diperlukan dalam proses manajemen keperawatan sebagai upaya
meningkatkan kualitas hasil. Control dalam manajemen keperawatan
dapat dilakukan melalui penyusunan anggaran yang proporsional,
evaluasi penampilan kerja perawat, pembuat prosedur yang sesuai
standard akreditasi.
5) Mekanisme umpan balik
Mekanisme umpan balik diperlukan untuk menyelaraskan hasil dan
perbaikan kegiatan yang akan dating. Mekanisme umpan balik dapat
dilakukan melalui laporan keuangan, audit keperawatan, dan survey
kendali mutu, serta penampilan kerja perawat.

2.3 Model Asuhan Keperawatan


2.3.1 Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)
Sistem MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat unsur
yakni : standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan dan sistem
MAKP. Definisi tersebut berdasarkan prinsip-prinsip nilai yang diyakini dan
akan menetukan kualitas produksi/jasa layanan keperawatan. Jika perawat
tidak memiliki nilai-nilai tersebut sebagai suatu pengambilan keputusan yang
independen, maka tujuan pelayanan kesehatan/keperawatan dalam memenuhi
kepuasan pasien tidak akan dapat terwujud.
Unsur-unsur dalam praktek keperawatan dapat dibedakan menjadi empat,
yaitu : standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem
MAKP. Dalam menetapkan suatu model, keempat hal terebut harus menjadi
bahan pertimbangan karena merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan.
2.3.1.1 Faktor-Faktor yang Berhubungan dalam Perubahan MAKP
a. Kualitas Pelayanan Keperawatan
Setiap upaya untuk meningkatkan pelayanan keperawatan
selal berbicara mengenai kualitas. Kualitas amat diperlukan
untuk :
64

1) Meningkatkan asuhan keperawatan kepada


pasien/konsumen
2) Menghasilkan keuntungan (pendapatan) institusi
3) Mempertahankan eksistensi institusi
4) Meningkatkan kepuasan kerja
5) Meningkatkan kepercayaan konsumen/pelanggan
6) Menjalankan kegiatan sesuai aturan/standar
b. Standar praktik keperawatan
Standar praktik keperawatan di Indonesia yang disusun oleh
Depkes RI (1995) terdii atas beberapa standar. Menurut
JCHO (1999) terdapat delapan standar asuhan keperawatan
yang meliputi (Novuluri,1999):
1) Menghargai hak-hak pasien
2) Penerimaan sewaktu pasien masuk rumah sakit
3) Observasi keadaan pasien
4) Pemenuhan kebutuhan nutrisi
5) Asuhan pada tindakan nonoperatif dan administrative
6) Asuhan pada tindakan operasi dan prosedur invasive
7) Pendidikan kepada pasien dan keluarga
8) Pemberian asuhan secara terus menerus dan
berkesinambungan
Standar intervensi keperawatan yang merupakan lingkup
tindakan keperawatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan
dasar manusia (14 kebutuhan dasar manusia dari Henderson)
meliputi :
1) Oksigen
2) Cairan dan elektrolit
3) Eliminasi
4) Keamanan
5) Kebersihan dan kenyaman fisik
6) Istirahat dan tidur
7) Aktivitas dan gerak
8) Spiritual
9) Emosional
10) Komunikasi
11) Mencegah dam mengatasi risiko psikologis
12) Pengobatan dan membantu proses penyembuhan
65

13) Penyuluhan
14) Rehabilitasi
c. Model Praktik
1) Praktik Keperawatan Rumah Sakit
Perawat professional (Ners) mempunyai wewenang dan
tanggun jawab melaksanakan praktik keperawatan di
rumah sakit dengan sikap dan kemampuannya. Untuk itu,
perlu dikembangkan pengertian praktik keperawatan
rumah sakit dan lingkup cakupannya sebagai bentuk
praktik keperawatan profesional, seperti proses dan
prosedur registrasi dan legislasi keperawatan.
2) Praktik Keperawatan Rumah
Bentuk praktik keperawatan rumah diletakkan pada
pelaksanaan pelayanan/asuhan keperawatan sebagai
lanjutan dari pelayanan rumah sakit. Kegiatan ini
dilakukan oleh perawat profesional rumah sakit, atau
melalui pengikutsertaan perawat professional yang
melakukan praktik keperawatan berkelompok
3) Praktik Keperawatan Berkelompok
Beberapa perawat profesinal membuka praktik
keperawatan selama 24 jam kepada masyarakat yang
memerlukan asuhan keperawatan dengan pola yang
diuraikan dalam pendekatan dan pelaksanaan praktik
keperawatan rumah sakit dan rumah. Bentuk praktik
keperawatan ini dihadapi oleh masyarakat dan dipandang
perlu dimasa depan. Lama rawat pasien dirumah sakit
perlu dipersingkat karena biaya perawatan dirumah sakit
diperkirakan akan terus meningkat.
4) Praktik Keperawatan Individual
Pola pendekatan dan pelaksanaan sama seperti yang
diuraikan untuk praktik keperawatan rumah sakit.
Perawat profesional senior dan berpengalaman secara
sendiri/perorangan membuka praktik keperawatan dalam
jam praktik tertentu untuk memberikan asuhan
keperawatan, khususnya konsultasi dalam keperawatan
bagi masyarakat yang memerlukan. Praktik keperawatan
ini sangat diperlukan oleh kelompok/golongan
66

masyarakat yang tinggal jauh terpencil dari fasilitas


pelayanan kesehatan, khususnya yang dikembangkan
pemerintah.

2.3.1.2 Metode Pengelolaan Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan


Profesional
Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada pasien sangat
ditentukan oleh pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan
professional. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat
akan pelayanan keperawatan dan tuntutan perkembangan iptek,
maka metode pemberian asuhan keperawatan harus efektif dan
efesien.
Ada beberapa metode system pemberian asuhan keperawatan
kepada pasien. Mc Laughhin, Thomas dan Bartern (1995)
mengidentifikasi 8 model asuhan keperawatan, tetapi model yang
umum digunakan di rumah sakit adalah asuhan keperawatan total,
keperawatan tim dan keperawatan primer.
Dari beberapa metode yang ada, institusi pelayanan perlu
mempertimbangkan kesesuian metode tersebut untuk diterapkan.
Tetapi, setiap unit keperawatan mempunyai upaya untuk
menyeleksi model untuk mengelola asuhan keperawatan
berdasarkan kesesuaian antara ketenagaan,sarana dan prasarana, dan
kebijakan rumah sakit. Terdapat enam unsurr yang utama dalam
penentuan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan
(Marquis & Huston, 1998: 143).
a. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Metode Asuhan
Keperawatan (MAKP)
1) Sesuai dengan visi dan misi institusi.
Dasar utama penentuan model pemberian asuhan keperawatan
harus didasarkan pada visi dan misi rumah sakit.
2) Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam asuhan
keperawatan.
Proses keperawatan merupakan unsur penting terhadap
kesinambungan asuhan keperawatan pada pasien.
Keberhasilan dalam asuhan keperawatan sangat ditentukan
oleh pendekatan proses keperawatan.
3) Efisien dan efektif dalam penggunaan biaya.
67

Setiap suatu perubahan, harus selalu mempertimbangkan


biaya dan efektivitas dalam kelancaran pelaksanaannya.
Bagaimana pun baiknya suatu model, tanpa di tunjang biaya
memadai, maka tidak akan dapat hasil yang sempurna.
4) Terpenuhi kepuasaan pasien, keluarga dan masyarakat.
Tujuan akhir asuhan keperawatan adalah kepuasaan
pelanggan atau pasien trehadap asuhan keperawatan dan di
berikan oleh perawat. Oleh karena itu model yang baik adalah
model asuhan keperawatan yang dapat menunjang kepuasaan
pelanggan.
5) Kepuasaan dan kinerja perawat.
Kelancaran pelaksaan suatu model sangat di tentukan oleh
motivasi dan kinerja perawat. Model di pilihan harus
meningkatkan kepuasaan perawat, bukan justru menambah
beban kerja dan frustasi dalam pelaksanaannya.
6) Terlaksana komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim
kesehatan lainnya.
Komunikasi secara professional sesuai dengan lingkup
tanggung jawab merupakan pertimbangan penentuan model
asuhan keperawatan di harapkan akan dapat meningkatkan
hubungan interpersonal yang baik antara perawat dan tenaga
kesehatan yang lainnya.
b. Metode Asuhan Keperawatan (MAKP) Tim
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang
berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap
sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup
yang terdiri atas tenaga kerja professional, teknikal, dan pembantu
dalam ssatu kelompok kecil yang saling membantu.
Kelebihan :
1) Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh
2) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan
3) Memungkinkan komunikasi antar tim, sehingga konflik
mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim
Kelemahan :
Komunikasi antaranggota tim terbentuk terutama dalam bentuk
konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit
untuk dilaksanakan pada waktu-waktu yang sibuk.
68

Konsep metode Tim :


1) Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu
menggunakan berbagai teknik kepemimpinan.
2) Pentingkan komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana
keperawatan terjamin
3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim
4) Peran kepala ruang penting dalam model tim, model tim akan
berhasil bila didukung oleh kepala ruang.
Tanggung jawab anggota Tim :
1) Memberikan asuhan keperawatan pada pasien di bawah
tanggung jawabnya
2) Kerja sama dengan anggota tim dan antartim
3) Memberikan laporan
Tanggung jawab ketua tim :
1) Membuat perencanaan
2) Membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi
3) Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat
kebutuhan pasien
4) Mengembangkan kemampuan anggota
5) Menyelenggarakan konferensi
Tanggung jawab kepala ruang :
1) Perencanaan
a) Menunjuk ketua tim yang akan bertugas di ruangan masing-
masing
b) Mengikuti serah terima pasien pada shif sebelumnya
c) Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien :
gawat,transisi dan persiapan pulang, bersama ketua tim
d) Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan
berdasarkan aktivitas dan kebutuhan pasien bersama ketua
tim, mengatur penugasan/penjadwalan
e) Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan
f) Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi,
patofisiologi, tindakan medis yang dilakukan, program
pengobatan dan mendiskusikan dengan dokter tindakan yang
akan dilakukan terhadap pasien
g) Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan,
termasuk kegiatan membimbing pelaksanaan asuhan
69

keperawatan, membimbing penerapan proses keperawatan


dan menilai asuhan keperawatan, mengadakan diskusi untuk
pemecahan masalah serta memberikan informasi kepada
pasien atau keluarga yang baru masuk
h) Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri
i) Membantu membimbing peserta didik keperawatan
j) Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah
sakit
2) Pengorganisasian
a) Merumuskan metode penugasan yang digunakan
b) Merumuskan tujuan metode penugasan
c) Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara
jelas
d) Membuat rentang kendali, kepala ruangan membawahi 2
ketua tim dan ketua tim membawahi 2-3 perawat
e) Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan :
membuat proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap
hari, dan lain-lain
f) Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan
g) Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik
h) Mendelegasikan tugas, saat kepala ruangan tidak berada di
tempat kepada ketua tim
i) Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus
administrasi pasien
j) Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya
k) Identifikasi masalah dan cara penanganannya
3) Pengarahan
a) Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim
b) Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan
tugas dengan baik
c) Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan,
keterampilan dan sikap
d) Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan
berhubungan dengan askep pasien
e) Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan
f) Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam
melaksanakan tugasnya
70

g) Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.


4) Pengawasan
a) Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi
langsung dengan ketua tim maupun pelaksana mengenai
asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien
b) Melalui supervisi:
o Pengawasan langsung dilakukan dengan cara inspeksi,
mengamati sendiri dan melalui laporan langsung secara
lisan dan memperbaiki/mengawasi kelemahan-kelemahan
yang ada saat itu juga
o Pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar hadir
ketua tim: membaca dan memeriksa rencana keperawatan
serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses
keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan),
mendengar laporan ketua tim tentang pelaksanaan tugas
o Evaluasi, mengevaluasi upaya pelaksanaan dan
membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah
disusun bersama ketua tim

Audit keperawatan
Kepala Ruangan

Ketua Tim Ketua Tim Ketua Tim

Anggota Anggota Anggota

Pasien/Klien Pasien/Klien Pasien/Klien

Sistem pemberian asuhan keperawatan “Team Nursing” (Marquis &


Huston, 1998 : 138).

2.3.2 Model Praktik Keperawatan Profesional ( MPKP )


2.3.2.1 Pengertian MPKP
Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) adalah suatu
sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional) yang
memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan
71

keperawatan termasuk lingkungan, yang dapat menopang


pemberian asuhan tersebut (Hoffart & Woods, 1996).
2.3.2.2 Tujuan dari MPKP
a. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
b. Mengurangi konflik, tumpang tindih, dan kekosongan
pelaksanaan asuhan keperawatan oleh tim keperawatan
c. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan
keperawatan
d. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan
keputusan
e. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan
keperawatan bagi setiap tim keperawatan.
2.3.2.3 Macam-macam Metode Penugasan MPKP dalam Keperawatan
a. Metode Kasus
Metode kasus merupakan metode pemberian asuhan yang
pertama kali digunakan. Sampai perang dunia II metode tersebut
merupakan metode pemberian asuhan keperawatan yang paling
banyak digunakan. Pada metode ini satu perawat akan
memberikan asuhan keperawatan kepada seorang klien secara
total dalam satu periode dinas. Jumlah klien yang dirawat oleh
satu perawat bergantung pada kemampuan perawat tersebut dan
kompleksnya kebutuhan klien. (Sitorus, 2006).
Setelah perang dunia II, jumlah pendidikan keperawatan dari
berbagai jenis program meningkat dan banyak lulusan bekerja di
rumah sakit. Agar pemanfaatan tenaga yang bervariasi tersebut
dapat maksimal dan juga tuntutan peran yang diharapkan dari
perawat sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran,
kemudian dikembangkan metode fungsional. (Sitorus, 2006).
b. Metode Fungsional
Pada metode fungsional, pemberian asuhan keperawatan
ditekankan pada penyelesaian tugas atau prosedur. Setiap
perawat diberi satu atau beberapa tugas untuk dilaksanakan
kepada semua klien di satu ruangan. (Sitorus, 2006).
Pada metode ini, kepala ruang menentukan tugas setiap perawat
dalam satu ruangan. Perawat akan melaporkan tugas yang
dikerjakannya kepada kepala ruangan dan kepala ruangan
tersebut bertanggung jawab dalam pembuatan laporan klien.
72

Metode fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas-


tugas apabila jumlah perawat sedikit, tetapi klien tidak
mendapatkan kepuasan asuhan yang diterimanya. (Sitorus,
2006).
Metode ini kurang efektif karena (Sitorus, 2006) :
1) Proritas utama yang dikerjakan adalah kebutuhan fisik dan
kurang menekankan pada pemenuhan kebutuhan holistik
2) Mutu asuhan keperawatan sering terabaikan karena pemberian
asuhan keperawatan terfragmentasi
3) Komunikasi antar perawat sangat terbatas sehingga tidak ada
satu perawat yang mengetahui tentang satu klien secara
komprehensif, kecuali mungkin kepala ruangan.
4) Keterbatasan itu sering menyebabkan klien merasa kurang
puas terhadap pelayanan atau asuhan yang diberikan karena
seringkali klien tidak mendapat jawaban yang tepat tentang
hal-hal yang ditanyakan.
5) Klien kurang merasakan adanya hubungan saling percaya
dengan perawat.
Selama beberapa tahun menggunakan metode fungsional
beberapa perawat pemimpin (nurse leader) mulai
mempertanyakan keefektifan metode tersebut dalam memberikan
asuhan keperawatan profesional kemudian pada tahun 1950
metode tim digunakan untuk menjawab hal tersebut. (Sitorus,
2006).
c. Metode tim
Metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan,
yaitu seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif
(Douglas, 1992). Metode tim didasarkan pada keyakinan bahwa
setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam
merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga
menimbulkan rasa tanggung jawab yang tinggi (Sitorus, 2006).
Pelaksanaan metode tim berlandaskan konsep berikut (Sitorus,
2006) :
1) Ketua tim, sebagai perawat profesional harus mampu
menggunakan berbagai teknik kepemimpinan. Ketua tim
73

harus dapat membuat keputusan tentang prioritas


perencanaan, supervisi, dan evaluasi asuhan keperawatan.
Tanggung jawab ketua tim adalah :
a) Mengkaji setiap klien dan menetapkan renpra
b) Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis
c) Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap
anggota kelompok dan memberikan bimbingan melalui
konferensi
d) Mengevaluasi pemberian askep dan hasil yang dicapai
serta mendokumentasikannya
2) Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas renpra
terjamin. Komunikasi yang terbuka dapat dilakukan melalui
berbagai cara, terutama melalui renpra tertulis yang
merupakan pedoman pelaksanaan asuhan, supervisi, dan
evaluasi.
3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
4) Peran kepala ruangan penting dalam metode tim. Metode tim
akan berhasil baik apabila didukung oleh kepala ruang untuk
itu kepala ruang diharapkan telah :
a) Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf
b) Membantu staf menetapkan sasaran dari unit/ruangan
c) Memberi kesempatan pada ketua tim untuk pengembangan
kepemimpinan
d) Mengorientasikan tenaga yang baru tentang fungsi metode
tim keperawatan
e) Menjadi narasumber bagi ketua tim
f) Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui
riset keperawatan
g) Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka.
Hasil penelitian Lambertson dalam Douglas (1992)
menunjukkan bahwa metode tim jika dilakukan dengan benar
adalah metode pemberian asuhan yang tepat untuk meningkatkan
kemanfaatan tenaga keperawatan yang bervariasi
kemampuannya. (Sitorus, 2006).
74

Kekurangan metode ini, kesinambungan asuhan keperawatan


belum optimal sehingga pakar menge mbangkan metode
keperawatan primer. (Sitorus, 2006).
d. Metode perawatan primer
Menurrut Gillies (1989) “Keperawatan primer merupakan suatu
metode pemberian asuhan keperawatan, dimana terdapat
hubungan yang dekat dan berkesinambungan antara klien dan
seorang perawat tertentu yang bertanggungjawab dalam
perencanaan, pemberian, dan koordinasi asuha keperawatan
klien, selama klien dirawat.” (Sitorus, 2006).
Pada metode keperawatan primer perawat yang bertanggung
jawab terhadap pemberian asuhan keperawatan disebut perawat
primer (primary nurse) disingkat dengan PP. (Sitorus, 2006).
Metode keperawatan primer dikenal dengan ciri yaitu
akuntabilitas, otonomi, otoritas, advokasi, ketegasan, dan 5K
yaitu kontinuitas, komunikasi, kolaborasi, koordinasi, dan
komitmen. (Sitorus, 2006).
Setiap PP biasanya merawat 4 sampai 6 klien dan
bertanggungjawab selama 24 jam selama klien tersebut dirawat
dirumah sakit atau di suatu unit. Perawat akan melakukan
wawancara mengkaji secara komprehensif, dan merencanakan
asuhan keperawatan. Perawat yang peling mengetahui keadaaan
klien. Jika PP tidak sedang bertugas, kelanjutan asuhan akan di
delegasikan kepada perawat lain (associated nurse). PP
bertanggungjawab terhadap asuhan keperawatan klien dan
menginformasikan keadaan klien kepada kepala ruangan, dokter,
dan staff keperawatan. (Sitorus, 2006).
Seorang PP bukan hanya mempunyai kewenangan untuk
memberikan asuhan keperawatan, tetapi juga mempunyai
kewengangan untuk melakukan rujukan kepada pekerja sosial,
kontrak dengan lembaga sosial di masyarakat, membuat jadwal
perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah dan lain lain.
Dengan diberikannya kewenangan, dituntut akuntabilitas
perawat yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan.
Metode keperawatan primer memberikan beberapa keuntungan
terhadap klien, perawat, dokter, dan rumah sakit (Gillies, 1989).
(Sitorus, 2006).
75

Keuntungan yang dirasakan klien ialah mereka merasa lebih


dihargai sebagai manusia karena terpenuhi kebutuhannya secara
individu, asuhan keperawatan yang bermutu tinggi dan
tercapainya layanan yang efektif terhadap pengobatan,
dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi. Metode itu dapat
meningkatkan mutu asuhan keperawatan karena (Sitorus, 2006):
a) Hanya ada 1 perawat yang bertanggung jawab dalam
perencanaan dan koordinasi asuhan keperawatan
b) Jangkauan observasi setiap perawat hanya 4-6 klien
c) PP bertanggung jawab selama 24 jam
d) Rencana pulang klien dapat diberikan lebih awal
e) Rencana asuhan keperawatan dan rencana medik dapat
berjalan paralel.
Keuntungan yang dirasakan oleh PP adalah memungkinkan bagi
PP untuk pengembangan diri melalui implementasi ilmu
pengetahuan. Hal ini dimungkinkan karena adanya otonomi
dalam membuat keputusan tentang asuhan keperawatan klien.
Staf medis juga merasakan kepuasannya dengan metode ini
karena senantiasa mendapat informasi tentang kondisi klien yang
mutakhir dan komprehensif. (Sitorus, 2006).
Informasi dapat diperoleh dari satu perawat yang benar-benar
mengetahui keadaan klien. Keuntungan yang diperoleh oleh
rumah sakit adalah rumah sakit tidak harus memperkerjakan
terlalu banyak tenaga keperawatan, tetapi harus merupakan
perawat yang bermutu tinggi. (Sitorus, 2006).
Huber (1996) menjelaskan bahwa pada keperawatan primer
dengan asuhan berfoukus pada kebutuhan klien, terdapat
otonomi perawat dan kesinambungan asuhan yang tinggi. Hasil
penelitian Gardner (1991) dan Lee (1993) dalam Huber (1996)
mengatakan bahwa mutu asuhan keperawatan lebih tinggi
dengan keperawatan primer daripada dengan metode tim. Dalam
menetapkan seseorang menjadi PP perlu berhati-hati karena
memerlukan beberapa kriteria, yaitu perawat yang menunjukkan
kemampuan asertif, perawat yang mandiri, kemampuan
mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klini,
akuntabel, bertanggung jawab serta mampu berkolaborasi
dengan baik dengan berbagai disiplin. Di negara maju pada
76

umumnya perawat yang ditunjuk sebagai PP adalah seorang


spesialis perawat klinis (clinical nurse specialist) dengan
kualifikasi master keperawatan. Menurut Ellis dan Hartley
(1995), Kozier et al (1997) seorang PP bertanggung jawab untuk
membuat keputusan yang terkait dengan asuhan keperawatan
klien oleh karena itu kualifikasi kemampuan PP minimal adalah
sarjana keperawatan/Ners. (Sitorus, 2006).
e. Differentiated practice
National League for Nursing (NLN) dalam kozier et al (1995)
menjelaskan baha differentiated practice adalah suatu
pendekatan yang bertujuan menjamin mutu asuhan melalui
pemanfaatan sumber-sumber keperawatan yang tepat. Terdapat
dua model yaitu model kompetensi dan model pendidikan. Pada
model kompetensi, perawat terdaftar (registered nurse) diberi
tugas berdasarkan tanggung jawab dan struktur peran yang
sesuai dengan kemampuannya. Pada model pendidikan,
penetapan tugas keperawatan didasarkan pada tingkat
pendidikan. Bedasarkan pendidikan, perawat akan ditetapkan apa
yang menjadi tnggung jawab setiap perawat dan bagaimana
hubungan antar tenaga tersebut diatur (Sitorus, 2006).
f. Manajemen kasus
Manajemen kasus merupakan system pemberian asuhan
kesehatan secara multi disiplin yang bertujuan meningkatkan
pemanfaatan fungsi berbagai anggota tim kesehatan dan sumber-
sumber yang ada sehingga dapat dicapai hasil akhir asuhan
kesehatan yang optimal. ANA dalam Marquis dan Hutson (2000)
mengatakan bahwa manajemen kasus merupakan proses
pemberian asuhan kesehatan yang bertujuan mengurangi
fragmentasi, meningkatkan kualitas hidup, dan efisiensi
pembiayaan. Focus pertama manajemen kasus adalah integrasi,
koordinasi dan advokasi klien, keluarga serta masyarakat yang
memerlukan pelayanan yang ektensif. Metode manajemen kasus
meliputi beberapa elemen utama yaitu, pendekatan berfokus
pada klien, koordinasi asuhan dan pelayanan antar institusi,
berorientasi pada hasil, efisiensi sumber dan kolaborasi (Sitorus,
2006).
77

2.3.2.4 Komponen dari MPKP


Berdasarkan MPKP ysng sudah dikembangkan diberbagai rumah
sakit Hoffart dan Woods menyimpulkan bahwa MPKP terdiri dari
lima komponen, yakni:
a. Nilai-nilai profesional
Nilai-nilai profesional menjadi komponen utama pada suatu
praktik keperawatan profesional. Nilai-nilai profesional ini
merupakan inti dari MPKP. Nilai-nilai seperti penghargaan atas
otonomi klien, menghargai klien, dan melakukan yang terbaik
untuk klien harus tetap ditingkatkan dalam suatu proses
keperawatan.
b. Pendekatan manajemen
Dalam melakukan asuhan keperawatan adalah untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia, yang bilamana ingin memenuhi
kebutuhan dasar tersebut seorang perawat harus melakukan
pendekatan penyelesaian masalah, sehingga dapat diidentifikasi
masalah klien, dan nantinya dapat diterapkan terapi keperawatan
yang tepat untuk masalah klien.
c. Metode pemberian asuhan keperawatan
Dalam perkembangan keperawatan menuju layanan yang
profesional, digunakan beberapa metode pemberian asuhan
keperawatan, misalnya metode kasus, fungsional, tim, dan
keperawatan primer, serta manajemen kasus. Dalam praktik
keperawatan profesional, metode yang paling memungkinkan
pemberian asuhan keperawatan profesional adalah metode yang
menggunakan the breath of keperawatan primer.
d. Hubungan profesional
Pemberian asuhan kesehatan kepada klien diberikan oleh
beberapa anggota tim kesehatan. Namun, fokus pemberian
asuhan kesehatan adalah klien. Karena banyaknya anggota tim
kesehatan yang terlibat, maka dari itu perlu kesepakatan tentang
cara melakukan hubungan kolaborasi tersebut.
e. Sistem kompensasi dan penghargaan
Pada suatu layanan profesional, seorang profesional mempunyai
hak atas kompensasi dan penghargaan. Pada suatu profesi,
kompensasi yang didapat merupakan imbalan dan kewajiban
profesi yang terlebih dahulu dipenuhi. Kompensasi dan
78

penghargaan yang diberikan pada MPKP dapat disepakati di


setiap institusi dengan mengacu pada kesepakatan bahwa
layanan keperawatan adalah pelayanan profesional.

2.3.2.5 Karakteristik MPKP


a. Penetapan jumlah tenaga keperawatan. Penetapan jumlah tenaga
keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai dengan derajat
ketergantungan klien.
b. Penetapan jenis tenaga keperawatan. Pada suatu ruang rawat
MPKP, terdapat beberapa jenis tenaga yang memberikan asuhan
keperawatan yaitu Clinical Care Manager (CCM), Perawat
Primer (PP), dan Perawat Asosiet (PA). Selain jenis tenaga
tersebut terdapat juga seorang kepala ruang rawat yang
bertanggung jawab terhadap manajemen pelayanan keperawatan
di ruang rawat tersebut. Peran dan fungsi masing-masing tenaga
sesuai dengan kemampuannya dan terdapat tanggungjawab yang
jelas dalam sistem pemberian asuhan keperawatan.
c. Penetapan standar rencana asuhan keperawatan (renpra). Standar
renpra perlu ditetapkan, karena berdasarkan hasil obsevasi,
penulisan renpra sangat menyita waktu karena fenomena
keperawatan mencakup 14 kebutuhan dasar manusia (Potter &
Perry, 1997).
d. Penggunaan metode modifikasi keperwatan primer. Pada MPKP
digunakan metode modifikasi keperawatn primer, sehingga
terdapat satu orang perawat profesional yang disebut perawat
primer yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas
asuhan keperawatan yang diberikan. Disamping itu, terdapat
Clinical Care Manager (CCM) yang mengarahkan dan
membimbing PP dalam memberikan asuhan keperawatan. CCM
diharapkan akan menjadi peran ners spesialis pada masa yang
akan datang.

2.3.2.6 Langkah-langkah dalam MPKP


a. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan penerapan MPKP ini ada beberapa hal
yang harus dilakukan, yaitu (Sitorus, 2006).:
1) Pembentukan Tim
79

Jika MPKP akan diimplementasikan di rumah sakit yang


digunakan sebagai tempat proses belajar bagi mahasiswa
keperawatan, sebaiknya kelompok kerja ini melibatkan staf
dari institusi yang berkaitan. Sehingga kegiatan ini merupakan
kegiatan kolaborasi antara pelayanan/rumah saklit dan
institusi pendidikan. Tim ini bisa terdiri dari seorang
koordinator departemen, seorang penyelia, dan kepala ruang
rawat serta tenaga dari institusi pendidikan. (Sitorus, 2006).
2) Rancangan Penilaian Mutu
Penilaian mutu asuhan keperawatan meliputi kepuasan
klien/keluarga kepatuhan perawat terhadap standar yang
diniali dari dokumentasi keperawatan, lama hari rawat dan
angka infeksi noksomial. (Sitorus, 2006).
3) Presentasi MPKP
Selanjutnya dilakukan presentasi tentang MPKP dan hasil
penilaian mutu asuhan kepada pimpinan rumah sakit,
departemen,staf keperawtan, dan staf lain yang terlibat. Pada
presentasi ini juga, sudah dapat ditetapkan ruang rawat tempat
implementasi MPKP akan dilaksanakan. (Sitorus, 2006).
4) Penempatan Tempat Implementasi MPKP
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penempatan
tempat implementasi MPKP, antara lain (Sitorus, 2006) :
a) Mayoritas tenaga perawat merupakan staf baru di ruang
tersebut. Hal ini diperlukan sehingga dari awal tenaga
perawat tersebut akan mendapat pembinaan tentang
kerangka kerja MPKP
b) Bila terdapat ruang rawat, sebaiknya ruang rawat tersebut
terdiri dari 1 swasta dan 1 ruang rawat yang nantinya akan
dikembangkan sebagai pusat pelatihan bagi perawat dari
ruang rawat lain.
5) Penetapan Tenaga Keperawatan
Pada MPKP, jumlah tenaga keperawatan di suatu ruang rawat
ditetapkan dari klasifikasi klien berdasarkan derajat
ketergantungan. Untuk menetapkan jumlah tenaga keperawtan
di suatu ruangrawat didahului dengan menghitung jumlah
klien derdasarkan derajat ketergantungan dalam waktu
tertentu, minimal selama 7 hari berturut-turut. (Sitorus, 2006).
80

6) Penetapan Jenis Tenaga


Pada MPKP metode pemberian asuhan keperawatan yang
digunakan adalah metode modifikasi keperawatan primer.
Dengan demikian, dalam suatu ruang rawat terdapat beberapa
jenis tenaga, meliputi (Sitorus, 2006).:
a) Kepala ruang rawat
b) Clinical care manager
c) Perawat primer
d) Perawat asosiet
7) Pengembangan Standar rencana asuhan Keperawatan
Pengembangan standar renpra bertujuan untuk mengurangi
waktu perawat menulis, sehingga waktu yang tersedia lebih
banyak dilakukan untuk melakukan tindakan sesuai
kebutuhan klien. Adanya standar renpra menunjukan asuhan
keperawtan yang diberikan berdasarkan konsep dan teori
keperwatan yang kukuh, yang merupakan salah satu
karakteristik pelayanan professional. Format standar renpra
yang digunakan biasanya terdiri dari bagian-bagian tindakan
keperawatan: diagnose keperawatan dan data penunjang,
tujuan, tindakan keperawatan dan kolom keterangan. (Sitorus,
2006).
8) Penetapan Format Dokumentasi Keperawatan
Selain standar renpra, format dokumentasi keperawatan lain
yang diperlukan adalah (Sitorus, 2006) :
a) Format pengkajian awal keperawatan
b) Format implementasi tindakan keperawatan
c) Format kardex
d) Format catatan perkembangan
e) Format daftar infuse termasuk instruksi atau pesanan
dokter
f) Format laporan pergantian shif
g) Resume perawatan
9) Identifikasi Fasilitas
Fasilitas minimal yang dibutuhkan pada suatu ruang MPKP
sama dengan fasilitas yang dibutuhkan pada suatu ruang
rawat. Adapun fasilitas tambahan yang di perlukan adalah
(Sitorus, 2006) :
81

a) Badge atau kartu nama tim


Badge atau kartu nama tim merupakan kartu identitas tim
yang berisi nama PP dan PA dalam tim tersebut. Kartu ini
digunakan pertama kali sat melakukan kontrak dengan
klien/keluarga.
b) Papan MPKP
Papan MPKP berisi darfat nama-nama klien, PP, PA, dan
timnya serta dokter yang merawat klien.
b. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan MPKP dilakukan langkah-langkah
berikut ini (Sitorus, 2006) :
1) Pelatihan tentang MPKP
Pelatihan MPKP diberikan kepada semua perawat yang
terlibat di ruang yang sudah ditentukan.
2) Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam
melakukan konferensi.
Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap
hari. Konferensi dilakukan setelah melaukan operan dinas,
sore atau malam sesuai dengan jadwal dinas PP. Konferensi
sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri sehingga dapat
mengurangi gangguan dari luar. (Sitorus, 2006).
3) Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam
melakukan ronde dengan porawat asosiet (PA).
Ronde keperawatan bersama dengan PA sebaiknya juga
dilakukan setiap hari. Ronde ini penting selain untuk supervisi
kegiatan PA, juga sarana bagi PP untuk memperoleh
tambahan data tentang kondisi klien. (Sitorus, 2006).
4) Memberi bimbingan kepada PP dalam memanfaatkan standar
renpra.
Standar renpra merupakan acuan bagi tim dalam
melaksanakan asuhan keperawatan. Semua masalah dan
tindakan yang direncenakan mengacu pada standar tersebut.
(Sitorus, 2006).
5) Memberi bimbingan kepada PP dalam membuat
kontrak/orientasi dengan klien/keluarga.
Kontrak antara perawat dan klien/keuarga merupakan
kesepakatan antara perawat dan klien/keluarganya dalam
82

pemberian asuhan keperawatan. Kontrak ini diperlukan agar


hubungan saling percaya antara perawat dan klien dapat
terbina. Kontrak diawali dengan pemberian orientasibagi
klien dan keluarganya. (Sitorus, 2006).
6) Memberi bimbingan kepada PP dalam melakukan presentasi
kasus dalam tim.
PP secara teratur diharapkan dapat mempresentasikan kasus-
kasus klien yang dirawatnya. Melalui kasus ini PP dan PA
dapat lebih mempelajari kasus yang ditanganinya secara
mendalam. (Sitorus, 2006).
7) Memberi bimbingan kepada Critical Care Manager (CCM)
dalam membimbing PP dan PA.
Bimbingan CCM terhadap PP dan PA dalam melakukan
implementasi MPKP dilakukan melalui supervisi secara
berkala. Agar terdapat kesinambungan bimbingan, diperlukan
buku komunikasi CCM. Buku ini menjadi sangat diperlukan
karena CCM terdiri dari beberapa orang yaitu anggota
tim/panitia yang diatur gilirannya untuk memberikan
bimbingan kepada PP dan PA. Bila sudah ada CCM tertentu
untuk setiap ruangan, buku komunikasi CCM tidak diperlukan
lagi. (Sitorus, 2006).
8) Memberi bimbingan kepada tim tentang dokumentasi
keperawatan.
Dokumentasi keperawatan menjadi bukti tanggung jawab
perawat kepada klien. Oleh karena itu, pengisisan
dokumentasi secara tepat menjadi penting.
c. Tahap Evaluasi
Evaluasi proses dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen
evsluasi MPKP oleh CCM. Evaluasi prses dilakukan oleh CCM
dua kali dalam seminggu. Evaluasi ini bertujuan untuk
mengidentifikasi secara dini maslah-masalah yang ditemukan
dan dapat segera diberi umpan balik atau bimbingan. Evluasi
hasil (outcome) dapat dilakukan dengan (Sitorus, 2006) :
1) Memberika instrumen evaluasi kepuasan klien/keluarga untuk
setiap klien pulang.
2) Mengevaluasi kepatuhan perawat terhadap standar yang
dinilai berdasarkan dokumentasi.
83

3) Penilaian infeksi nosokomial (biasanya ditetapkan per ruang


rawat).
4) Penilaian rata-rata lama hari rawat.
d. Tahap Lanjut
MPKP merupakan penataan struktur dan proses (sistem)
pemberian asuhan keperawatan. Agar implementasi MPKP
memberikan dampak yang lebih optimal, perlu disertai dengan
implementasi substansi keilmuan keperawatan. Pada ruang
MPKP diuji coba ilmu dan teknologi keperawatan karena sudah
ada sistem yang tepat untuk menerapkannya. (Sitorus, 2006).
1) MPKP pemula ditingkatkan menjadi MPKP tingkat I. Pada
tingkat ini, PP pemula diberi kesempatan meningkatkan
pendidikan sehingga mempunyai kemampuan sebagai
SKp/Ners. Setelah mendapatkan pendidikan tambahan
tersebut berperan sebagai PP (bukan PP pemula). (Sitorus,
2006).
2) MPKP tingkat I ditingkatkan menjadi MPKP tingkat II. Pada
MPKP tingkat I, PP adalah SKp/Ners. Agar PP dapat
memberikan asuhan keperawatan berdasarkan ilmu dan
teknologi mutakhir, diperlukan kemampuan seorang Ners
sepeialis yang akan berperan sebagai CCM. Oleh karena itu,
kemampuan perawat SKp/ Ners ditingkatkan menjadi ners
spesialis. (Sitorus, 2006).
3) MPKP tingkat II ditingkatkan menjadi MPKP tingkat III.
Pada tingkat ini perawat denga kemampuan sebagai ners
spesialis ditingkatkan menjadi doktor keperawatan. Perawat
diharapkan lebih banyak melakukan penelitian keperawatan
eksperimen yang dapat meningkatkan asuhan keperwatan
sekaligus mengembangkan ilmu keperawatan. (Sitorus, 2006).

2.3.2.7 Tingkatan MPKP Menurut Sudarsono (2000), berdasarkan


pengalaman mengembangkan model PKP dan masukan dari
berbagai pihak perlu dipikirkan untuk mengembangkan suatu model
PKP yang disebut Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula
(PKPP). Ada beberapa jenis model PKP yaitu:
a) Model Praktek Keperawatan Profesional III Melalui
pengembangan model PKP III dapat berikan asuhan keperawatan
84

profesional tingkat III. Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat


dengan kemampuan doktor dalam keperawatan klinik yang
berfungsi untuk melakukan riset dan membimbing para perawat
melakukan riset sera memanfaatkan hasil-hasil riset dalam
memberikan asuhan keperawatan.
b) Model Praktek Keperawatan Profesional II Pada model ini akan
mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat II.
Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan
spesialis keperawatan yang spesifik untuk cabang ilmu tertentu.
Perawat spesialis berfungsi untuk memberikan konsultasi tentang
asuhan keperawatan kepada perawat primer pada area
spesialisnya. Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan
hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan. Jumlah
perawat spesialis direncanakan satu orang untuk 10 perawat
primer pada area spesialisnya. Disamping itu melakukan riset
dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan
keperawatan. Jumlah perawat spesialis direncanakan satu orang
untuk 10 perawat primer (1:10).
c) Model Praktek Keperawatan Profesional I. Pada model ini
perawat mampu memberikan asuhan keperawatan profesional
tingkat I dan untuk itu diperlukan penataan 3 komponen utama
yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian asuhan
keperawatan yang digunakan pada model ini adalah kombinasi
metode keperawatan primer dan metode tim disebut tim primer.
d. Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula Model
Praktek Keperawatan Profesional Pemula (MPKPP) merupakan
tahap awal untuk menuju model PKP. Model ini mampu
memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat pemula.
Pada model ini terdapat 3 komponen utama yaitu: ketenagaan
keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan dan
dokumentasi asuhan keperawatan.

2.3.2.7 Pilar-pilar MPKP


a) Pilar 1: Pendekatan manajemen keperawatan
Terdiri dari :
1) Perencanaan dengan kegiatan perencanaan yang dipakai di
ruang MPKP meliputi ( perumusan visi, misi, filosofi,
85

kebijakan dan rencana jangka pendek, harian, bulanan dan


tahunan).
2) Pengorganisasian dengan menyusun struktur organisasi,
jadwal dinas, dan daftar alokasi pasien.
3) Pengarahan
Terdapat kegiatan delegasi, supervisi, menciptakan iklim
motivasi, manajemen waktu, komunikasi efektif yang
mencakup pre dan post conference, dan manajemen konflik.
b) Pilar 2: Sistem penghargaan
Manajemen sumber daya manusia diruang MPKP berfokus pada
proses rekruitmen, seleksi kerja orientasi, penilaian kerja, staf
perawat. Proses ini selalu dilakukan sebelum membuka ruang
MPKP dan setiap ada penambahan perawatan baru.
c) Pilar 3: Hubungan profesional
Hubungan profesional dalam pemberian pelayanan keperawatan
(tim kesehatan) dalam penerimaan pelayanan keperawatan (klien
dan keluarga). Pada pelaksanaannya hubungan profesional secara
internal artinya hubungan yang terjadi antara pembentuk
pelayanan kesehatan misalnya perawat dengan perawat, perawat
dengan tim kesehatan lain, sedangkan hubungan profesional
secara eksternal adalah hubungan antara pemberi dan penerima
pelayanan kesehatan.
d) Pilar 4: Manajemen asuhan keperawatan
Manajemen asuhan keperawatan yang diterapkan di MPKP
adalah asuhan keperawatan dengan menerapkan proses
keperawatan.

2.3.3 SP2KP (Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Professional)


2.3.3.1 Pengertian SP2KP
SP2KP adalah Sistem Pemberian Pelayanan Keperawtan
Professional. SP2KP adalah system pemberian pelayanan
keperawatan professional yang merupakan pengembangan dari
MPKP (Model praktek Keperawatan Profesional) dimana dalam
SP2KP ini terjadi kerjasama professional antara perawat primer
(PP) dan perawat asosiet (PA) serta tenaga kesehatan lainnya.
2.3.3.2 Kelebihan SP2KP
86

Kelebihan dari SP2KP adalah pelayanan keperawatan kepada


pasien lebih terstruktur dan kinerja perawat lebih professional.
2.3.3.3 Mana yang Lebih Baik SP2KP atau MPKP
Lebih terstruktur, terorganisir SP2KP karena SP2KP merupakan
bantuk pengembangan dari MPKP yang lebih profesional dan
lebih baik dalam memberikan tingkat pelayanan asuhan
keperawatan terhadap klien
2.3.3.4 Perbedaan MPKP dan SP2KP
Dalam model MPKP tidak terdapat PP (perawat primer), jika di
SP2KP mengenal mengenai PP dan PA (perawat associate).
2.3.3.5 Hambatan dalam penerapan SP2KP dan MPKP
Adapun hambatan dalam penerapan MPKP dan SP2KP adalah
kurangnya sumber daya manusia yang kompeten
2.3.3.6 MPKP (model keperawatan tim) diubah menjadi SP2KP (model
keperawatan profesional)
a) Pada metode keperawatan primer, pemberian asuhan
keperawatan dilakukan psecara berkesinambungan sehingga
memungkinkan adanya tanggung jawab dan tanggung gugat
yang merupakan esensi dari suatu layanan profesional
b) Terdapat satu orang perawat professional yang disebut PP,
yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan
keperawatan yang diberikan. Pada MPKP , perawat primer
adalah perawat lulusan sarjana keperawatan/Ners.
c) Pada metode keperawataan primer, hubungan professional
dapat ditingkatkan terutama dengan profesi lain.
2.3.3.7 Kinerja Perawat Setelah Penerapan SP2KP
Lebih bertanggung jawab kepada klien, lebih profesional dari pada
sebelumnya.
2.3.3.8 Peran PP dalam SP2KP
Dalam pengembangan konsep SP2KP, perawat PP berugas dalam
menjalankan komunikasi dengan tenaga kesehatan lain seperti
dokterm, ahli gizi, farkamasi, dll. Dalam hal ini, perawat PP
bertugas untuk memberikan hasil pemeriksaannya berdasarkan
hasil pengkajiannya dan yang berhubungan dengan perawatannya
pasien, sehingga dapat membantu dalam memutuskan tindakan
medis nantinya.
2.3.3.9 Perkembangan SP2KP di rumah sakt di sekitar Semarang
87

Menurut sumber yang kami dapatkan bahwa Rumah Sakit di


sekitar Semarang yang sudah berhasil menerapkan MPKP dan
SP2KP adalah Rumah Sakit Kariadi. Karena RS Kariadi
merupakan Rumah Sakit Pusat di Semarang dan mempunyai
banyak sumber daya manusia yang unggul.
2.3.3.10 Perbedaan dampak bagi pasien setelah penerapan SP2KP
Setelah diterapkannya SP2KP di rumah sakit memberikan dampak
tersendiri bagi pasien. Pasien di rumah sakit menjadi merasa lebih
diperhatikan karena rumah sakit tekah menggunakan metode yang
lebih professional yakni metode moduler.
2.3.3.11 Renpra
Rencana asuhan keperawatan ( renpra ) selain berfungsi sebagai :
a. Pedoman bagi PP-PA
b. Landasan profesional bahwa asuhan keperawatan diberikan
berdasarkan ilmu pengetahuan
Kerjasama profesional PP-PA, renpra selain berfungsi sebagai
penunjuk perencanaan asuhan yang diberikan juga berfungsi
sebagai media komunikasi PP pada PA. Berdasarkan renpra ini,
PP mendelegasikan PA untuk melakukan sebagian tindakan
keperawatan yang telah direncanakan oleh PP. Oleh sebab itu,
sangat sulit untuk tim PP-PA dapat bekerjasama secara efektif jika
PP tidak membuat perencanaan asuhan keperawatan ( renpra ).
Hal ini menunjukan bahwa renpra sesungguhnya dibuat bukan
sekedar memenuhi ketentuan ( biasanya ketentuan dalam
menentukan akreditasi rumah sakit ).
2.3.3.12 Fungsi Perawat Melakukan Konferen
Konferensi adalah pertemuan yang direncanakan antara PP dan
PA untuk membahas kondisi pasien dan rencana asuhan yang
dilakukan setiap hari. Konferensi biasanya merupakan kelanjutan
dari serah terima shift. Hal-hal yang ingin dibicarakan lebih rinci
dan sensitif dibicarakan didekat pasien dapat dibahas lebih jauh
didalam konferensi. Konferensi akan efektif jika PP telah
membuat renpra dan membuat rencana apa yang akan dibicarakan
dalam konferensi. Konferensi ini lebih bersifat 2 arah dalam
diskusi antara PP–PA tentang rencana asuhan keperawatan dari
dan klarifikasi pada PA dan hal lain yang terkait. Ketika PP
melakukan konferensi, biasanya melalui tahap pre konferen,
88

konferen, dan post konferen. Pada saat konferen PP akan


menjelaskan mengenai renpra yang telah dibuat, dan untuk
menyatukan pendapat antara perawat PP dan PA

Anda mungkin juga menyukai