Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A.latar belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak
menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara
global, regional, nasional maupun lokal. Salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu
mengalami peningkatan penderita setiap tahun di negara-negara seluruh dunia.
Diabetes merupakan serangkaian gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak
memproduksi cukup insulin, sehingga menyebabkan kekurangan insulin baik absolut
maupun relatif,akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah
(Infodatin, 2014; Sarwono, dkk, 2007).
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan
angka insiden dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai penjuru dunia. Berdasarkan
perolehan data International Diabetes Federation (IDF) tingkat prevalensi global
penderita DM pada tahun 2013 sebesar 382 kasus dan diperkirakan pada tahun 2035
mengalami peningkatan menjadi 55% (592 kasus) diantara usia penderita DM 40-59
tahun (International Diabetes Federation, 2013). Tingginya angka tersebut menjadikan
Indonesia peringkat keempat jumlah pasien DM terbanyak di dunia setelah Amerika
Serikat, India dan China (Suyono, 2006).
World Health Organization (WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah diabetisi
(penderita diabetes) yang cukup besar dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000 menjadi
sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030 dengan pertumbuhan sebesar 152% (WHO,
2006).
Prevalensi diabetes mellitus di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007 sebesar 5,7%. Riskesdas juga melaporkan bahwa penderita
diabetes mellitus di provinsi Riau berada di urutan nomor tiga tertinggi di Indonesia
(Balitbangkes, 2008). Prevalensi DM tertinggi di Kalimantan Barat dan Maluku Utara
yaitu 11,1%, kemudian Riau sekitar 10,4% sedangkan prevalensi terkecil terdapat di
Provinsi Papua sekitar 1,7% (PERKENI, 2011). Soewondo dan Pramono(2011),
melanjutkan penelitian dari Riskesdas, dari 5,7% total penderita diabetes di Indonesia,
sekitar 4,1% kategori diabetes mellitus tidak terdiagnosis dan 1,6% diabetes mellitus.
Jumlah kasus DM yang ditemukan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 sebanyak
209.319 kasus, terdiri atas pasien DM yang tidak tergantung insulin sebanyak 183.172
jiwa dan pasien yang tergantung insulin sebanyak 26.147 jiwa (Dinkes Jateng, 2012).
Menurut Profil Kesehatan Surakarta tahun 2014 jumlah penderita diabetes mellitus
sebanyak 6.105 per 100.000 penduduk. Meningkat signifikan pada tahun 2015 menjadi
8.684 per 100.000 penduduk (Dinkes Surakarta, 2014 dan
2015). Diabetes yang tidak terkontrol, mengacu pada kadar glukosa yang
melebihi batasan target dan mengakibatkan dampak jangka pendek langsung
(dehidrasi, penurunan BB, penglihatan buram, rasa lapar) serta jangka panjang
(kerusakan pembuluh darah mikro dan makro (Mikail, 2012). Menurut PERKENI
(2006), terdapat banyak faktor yang berpengaruh terhadap kejadian Diabetes Mellitus
Tipe 2 diantaranya, riwayat keluarga dengan diabetes, umur, riwayat lahir dengan berat
badan rendah (<2,5 kg). Serta terdapat faktor yang meningkatkan risiko penyakit
Diabetes Mellitus yakni berat badan lebih, kurangnya aktivitas fisik atau gaya hidup,
pola makan, hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat dan stress.
Pada pasien DM tipe-II umumnya bertubuh gemuk dan proses terjadinya lebih
dipengaruhi oleh lingkungan seperti gaya hidup dan pola makan. Karena, sel-sel
sasaran (otot dan lemak tubuh) yang seharusnya mengambil gula dengan adanya
insulin, tidak memberikan respon normal terhadap insulin. Jenis diabetes ini sering
tanpa disertai keluhan, dan jika ada gejalanya lebih ringan daripada DM tipe-I. Karena
itu, DM tipe-II pada usia dewasa seringkali dapat diatasi hanya dengan diet dan
olahraga (Soegondo, dkk, 2005; Hartono, 1995).
Depresi semakin banyak terjadi pada kondisi pasien yang mengalami kondisi kronik
menahun seperti stroke, diabetes, kanker serta gangguan nyeri yang kronis (Andri,
2011). Banyak orang yang memandang diabetes hanya dari segi klinisnya saja.
Diabetes dan depresi4 dapat saling memicu sehingga penderita diabetes memiliki risiko
tinggi mengalami depresi. Depresi dapat mempengaruhi kadar gula dalam darah.
Efek depresi dapat menyebabkan produksi epinefrin naik, memobilisasi glukosa, asam
lemak dan asam nukleat. Naiknya gula darah disebabkan meningkatnya glikogenolisis
dihati oleh peningkatan glukagon terhambatpengambilan glukosa oleh otot dan
berkurangnya pembentukan insulin pankreas (Kadri, 2012). Dampak lain yaitu
insomnia, pergerakan usus (konstipasi dan diare), selain itu juga dapat melepaskan
hormon adrenalin secara berlebihan, yang membuat jantung berdetak cepat sehingga
meningkatkan tekanan darah yang dapat menyebabkan penyakit jantung, stroke
sehingga memperberat penyakit DM tesebut (Azmi, 2013).Depresi disebabkan oleh
kombinasi faktor biologis, psikologis dan sosial. Menurut teori stress-vulnerability model,
terdapat beberapa faktor risiko depresi diantaranya genetika (riwayat penyakit depresi
pada keluarga), kerentanan psikologis (pola pikir negatif, kesepian, pengalaman hidup
yang menekan), lingkungan yang menekan dan kejadian dalam hidup (trauma pada
masa kanak-kanan, perceraian, masalah ekonomi, pekerjaan, kurangnya dukungan
sosial, menderita penyakit berat yang lama dan hidup menderita dalam jangka waktu
yang lama), faktor biologis (depresi pasca melahirkan atau terkena infeksi virus) (Tirto
Jiwo, 2012).
Stress psikologis pada DM dapat timbul pada saat seseorang menerima diagnosa DM.
Hal ini diungkapkan oleh Watkins (2000) yang menyatakan bahwa penderita DM
seringkali mengalami kesulitan untuk menerima diagnosa DM, terutama ketika
mengetahui bahwa hidupnyadiatur oleh diet makanan dan obat-obatan. Biasanya
penderita berada pada tahap kritis yang ditandai oleh ketidakseimbangan fisik, sosial,
dan psikologis. Hal ini berlanjut menjadi perasaan gelisah, takut, cemas dan depresi
yang dialami oleh penderita. Diabetes merupakan penyakit kronik yang tidak bisa
sembuh sempurna, perlu perawatan seumur hidup. Dapat menimbulkan perubahan
psikologik yang mendalam pada pasien, juga pada keluarga dan kelompok sosialnya.
Depresi merupakan kejadian yang umum terjadi pada pasien DM.
NIMH (National Institute of Mental Health) tahun 2011 menyatakan bahwa dari
beberapa penelitian, pasien DM dengan depresi mempunyai gejala DM yang lebih
parah dibanding dengan pasien yang hanya menderita DM tanpa depresi. Penderita
yang sakit kronis cenderung menunjukkan ekspresi emosi yang bersifat negatif
berkenaan dengan kondisi sakitnya. Pasien DM yang mengalami depresi secara
perilaku kebanyakan tidak mampu melakukan hal-hal positif untuk menjaga agar
penyakitnya tidak bertambah parah. Sehingga, penderita membutuhkan dukungan
sosial (Brannon dan Feist, 2007). Seperti dibuktikan oleh Anastasia (2010) pada
penelitiannya tentang hubungan tingkat depresi dengan kecenderungan berperilaku
sehat pada penderita DM yang sudah menderita DM selama sedikitnya 3 tahun,
mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan negatif yang kuat diantara keduanya. Hal
ini berarti 6 bahwa semakin tinggi tingkat depresi akan semakin rendah kecenderungan
berperilaku sehat. Penelitian tentang apakah lama menderita DM berhubungan
dengan tingkat depresi belum banyak berkontribusi memberikan hasil yang konsisten.
Namun demikian beberapa penelitian menemukan adanya hubungan lama menderita
DM dengan kejadian depresi (Shahrakivahed etal, 2012). Studi melaporkan pasien DM
dua kali lebih besar mengalami gejala depresi dibandingkan dengan populasi umum
(Anderson, dkk. 2001;
Egede, dkk, 2002). Hasil penelitian Nurhayati (2013) memaparkan bahwa tingkat
depresi pada DM dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin (p=0,013), dukungan keluarga
(p=0,005). Jenita dkk (2014) juga memaparkan bahwa ada hubungan antara dukungan
sosial dengan kejadian depresi pada DM (CR=-3,77). Penelitian yang sama juga
didapat oleh Kuminingsih dkk (2013) bahwa dukungan emosional keluarga (p=0,006)
berhubungan secara signifikan dengan tingkat depresi pada pasien DM. Diah (2009)
juga mendapatkan hasil yang berhubungan antara dukungan depresi dengan derajat
depresi pada DM (r= -0, 465). Amalia (2013) mendapatkan hasil yang berhubungan
antara lama sakit terhadap tingkat depresi (p=0,002).Hasil ini bertentangan dengan
penelitian Deby dan Sanny (2013) yang menjelaskan bahwa persepsi dukungan sosial
tidak berhubungan dengan penerimaan diri pada pasien DM (r=0,069). Nurhayati
(2013) 7memaparkan bahwa lama sakit tidak berhubungan secara bemakna dengan
depresi (p=1,000). Dukungan sosial sangat berpengaruh bagi individu dalam
beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Dukungan tersebut berkaitan
dengan pembentuk keseimbangan mental dan kepuasan psikologi (Cohen & Syme,
1985, dalam Ika, 2008). Fenomena yang ada saat ini, ternyata masih terdapat
ketidaksesuaian yang menyebabkan depresi pada penderita DM tipe-II dalam bentuk
dukungan keluarga walaupun mereka hidup di tengah-tengah keluarganya. Oleh karena
itu peneliti tertarik untuk meneliti mengenai pengetahuan, dukungan keluarga
serta lama menderita DM tipe-II yang dapat mempengaruhi depresi pada penderita
Diabetes Melitus Tipe-2.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian ringkas diatas, member dasar bagi peneliti
untuk merumuskan pertanyaan penelitian berikut: “Faktor-faktor manakah yang
berhubungan dengan tingkat depresi pada penderita Diabetes Mellitus Tipe-2 di GRHA
Diabetika Surakarta?”
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian
Diabetes Melitus (DM) merupakan keadaan hiperglikemia kronik yang disertai
dengan berbagai kelainan metabolik yang diakibatkan oleh gangguan hormonal yang
menimbulkan berbagai macam komplikasi kronik pada organ mata, ginjal, saraf,
pembuluh darah disertai lesi padda membran basalis dalam dengan menggunakan
pemeriksaan dalam mikroskop (Arief Mansjoer dkk, 2005).
Menurut Arif Mansjoer (2005), klasifikasi pada penyakit diabetes mellitus ada dua
antara lain: Diabetes Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)). Diabetes
tipe ini juga jenis diabetes yang sering disebut DMTI yaitu Diabetes Mellitus Tergantung
Pada Insulin. Pada tipe ini yaitu disebabkan oleh distruksi sel beta pulau langerhans
diakibatkan oleh proses autoimun serta idiopatik.
Diabetes Mellitus Tipe II, diabetes tipe II atau Non Insulin Dependent Diabetes mellitus
(NIDDM) atau jugu DMTTI yaitu Diabetes Mellitus Tak Tergantung Insulin. Diabetes tipe
II ini disebabkan karena adanya kegagalan relativ sel beta dan resistensi insulin.
Resistensi insulinmerupakan turunnya kemampuan insulin dalam merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer, untuk menghambat produksi glukosa oleh
hati. Sel beta tersebut tidak dapat mengimbangi resistensi insulin ini seutuhnya, yang
dapat diartikan terjadi nya defensiensi insulin, adanya ketidakmampuan ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insulin terhadap rangsangan glukosa maupun glukosa bersama
perangsang sekresi insulin yang lain, jadi sel beta pancreas tersebut mengalami
desentisisasi terhadap glukosa. 6 Ulkus diabetik merupakan permasalahan yang sudah
sering muncul sekarang dimana luka pada kaki penderita diabetes melitus
yang diakibatkan karena suatu infeksi yang menyerang sampai ke dalam jaringan
subkutan. Apabila luka ulkus diabetik ini tidak dilakukan perawatan yang baik maka
proses penyembuhan akan lama, dan faktor-faktor resiko infeksi semakin tinggi bahkan
apabila infeksi sudah terlalu parah seperti terjadi neuropati perifer maka dapat juga
dilakukan amputasi guna mencegah adanya pelebaran infeksi ke jaringan yang lain.
adapun tindakan lain seperti debridement, dan nekrotomi. Debridemen merupakan
sebuah tindakan pembedahan lokal yang dilakukan pada penderita ulkus diabetik
dengan cara pengangkatan jaringan mati dari suatu luka, jaringan mati tersebut
dapat dilihat, warna lebih terlihat pucat, cokelat muda bahkan berwarna hitam basah
atau kering.

2. Anatomi fisiologi
Anatomi fisiologi pada pasien dengan post debridement ulkus dm
antara lain dari anatomi fisiologi pankreas dan kulit.
a. Anatomi Fisiologi Pankreas
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5
cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram.
Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung. Pankreas
merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan
maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang
dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang
merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian
ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. 7 Dari segi perkembangan embriologis,
kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk
usus.Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu Asini sekresi getah pencernaan ke
dalam duodenum, pulau Langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi
menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau-pulau Langerhans yang
menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan
berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas.Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan
besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50
m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100-225 m.
Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta.

b. Anatomi Fisiologi Kulit


Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh
lingkungan kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu
15%dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75 m
Rata-rata tebal kulit 1-2 mm. paling tebal (6mm) terdapat di telapak tangan dan kaki
dan yang paling tipis

C. anatomi fisiologi pankreas


(0,5mm) terdapat di penis. Bagian-bagian kulit manusia sebagai
berikut :
1) Epidermis :Epidermis terbagi dalam empat bagian yaitu lapisan basal atau stratum
germinativium, lapisan malphigi atau stratum spinosum, lapisan glanular atau stratum
gronulosum, lapisan tanduk atau stratum korneum. Epidermis mengandung juga:
kelenjar ekrin, kelenjar apokrin, kelenjar sebaseus, rambut dan kuku. Kelenjar keringat
ada dua jenis, ekrin dan apokrin. Fungsinya mengatur suhu, menyebabkan panas
dilepaskan dengan cara penguapan. Kelenjar ekrin terdapat disemua daerah kulit,
tetapi tidak terdapat diselaput lendir. Seluruhnya berjulah antara 2 sampai 5 juta yang
terbanyak
ditelapak tangan. Kelenjar apokrin adalah kelenjar keringat
besar yang bermuara ke folikel rambut, terdapat diketiak,
daerah anogenital. Puting susu dan areola. Kelenjar sebaseus
terdapat diseluruh tubuh, kecuali di telapak tangan, tapak kaki
dan punggung kaki. Terdapat banyak di kulit kepala, muka,
kening, dan dagu. Sekretnya berupa sebum dan mengandung
asam lemak, kolesterol dan zat lain.
2) Dermis : dermis atau korium merupakan lapisan bawah
epidermis dan diatas jaringan sukutan. Dermis terdiri dari
jaringan ikat yang dilapisan atas terjalin rapat (pars papilaris),
sedangkan dibagian bawah terjalin lebih longgar (pars
reticularis). Lapisan pars tetucularis mengandung pembuluh
darah, saraf, rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.
3) Jaringan subkutan, merupakan lapisan yang langsung dibawah
dermis. Batas antara jaringan subkutan dan dermis tidak tegas.
Sel-sel yang terbanyak adalah limposit yang menghasilkan
banyak lemak. Jaringan sebkutan mengandung saraf, pembuluh
darah limfe. Kandungan rambut dan di lapisan atas jaringan 9
subkutan terdapat kelenjar keringan. Fungsi dari jaringan
subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma dan
tempat penumpukan energy.

3. Etiologi
Etiologi atau factor penyebab penyakit Diabetes Melitus bersifat
heterogen, akan tetapi dominan genetik atau keturunan biasanya
menjanai peran utama dalam mayoritas Diabetes Melitus (Riyadi,
2011).
Adapun faktor – factor lain sebagai kemungkinan etiologi
penyakit Diabetus Melitus antara lain :
Gambar 1. 2 Struktur Kulit Manusia
Gambar 1. 3 Ulkus Kaki Diabetik10
a. Kelainan pada sel B pankreas, berkisar dari hilangnya sel B
sampai dengan terjadinya kegagalan pada sel Bmelepas
insulin.
b. Factor lingkungan sekitar yang mampu mengubah fungsi sel
b, antara lain agen yang mampu menimbulkan infeksi, diet
dimana pemasukan karbohidrat serta gula yang diproses
secara berlebih, obesitas dan kehamilan.
c. Adanya gangguan system imunitas pada penderita / gangguan
system imunologi
d. Adanya kelainan insulin
e. Pola hidup yang tidak sehat
4. Patofisiologi
Pada diabetes tipe ini terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin itu sendiri, antara lain: resisten insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin terikat pada reseptor
khususdi permukaan sel. Akibat dari terikatny ainsulin tersebut maka,
akan terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolism glukosa dalam
sel tersebut. Resisstensi glukosa pada diabetes mellitus tipe II ini dapat
disertai adanya penurunan reaksi intra sel atau dalam sel. Dengan hal –
hal tersebut insulin menjadi tidak efektif untuk pengambilan glukosa
oleh jaringan tersebut. Dalam mengatasai resistensi insulin atau untuk
pencegahan terbentuknya glukosa dalam darah, maka harus terdapat
peningkatan jumlah insulin dalam sel untuk disekresikan .
Pada pasien atau penderita yang toleransi glukosa yang
terganggu, keadaan ini diakibatkan karena sekresi insulin yang
berlebihan tersebut, serta kadar glukosa dalam darah akan
dipertahankan dalam angka normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi
hal-hal berikut jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan terhadap insulin maka, kadar glukosa dalam darah akan
otomatis meningkat dan terjadilah Diabetes Melitus Tipe II ini. 11
Walaupun sudah terjadi adanya gangguan sekresi insulin yang
merupakan cirri khas dari diabetes mellitus tipe II ini, namun masih
terdapat insulin dalam sel yang adekuat untuk mencegah terjadinya
pemecahan lemak dan produksi pada badan keton yang menyertainya.
Dan kejadian tersebut disebut ketoadosis diabetikum, akan tetapi hal
initidak terjadi pada penderita diabetes melitus tipe II.
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada tipe I yaitu IDDM antara lain :
a. Polipagia, poliura, berat badan menurun, polidipsia, lemah, dan
somnolen yang berlangsung agak lama, beberapa hari atau
seminggu.
b. Timbulnya ketoadosis dibetikum dan dapat berakibat meninggal
jika tidak segera mendapat penanganan atau tidak diobati segera.
c. Pada diabetes mellitus tipe ini memerlukan adnaya terapi insulin
untuk mengontrol karbohidrat di dalam sel.
Sedangkan manifestasi klinis untuk NIDDM atau diabetes tipe II
antara lain :Jarang adanya gejala klinis yamg muncul, diagnosa
untuk NIDDM ini dibuat setelah adanya pemeriksaan darah serta
tes toleransi glukosa di didalam laboratorium, keadaan
hiperglikemi berat, kemudian timbulnya gejala polidipsia, poliuria,
lemah dan somnolen, ketoadosis jarang menyerang pada penderita
diabetes mellitus tipe II ini.
6. Komplikasi
Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi akut yang terjadi
pada penderita Diabetes Mellitus tapi selain ulkus diabetik antara lain :
a. Komplikasi Akut. Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari
ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah.
Hipoglikemik dan ketoadosis diabetik masuk ke dalam
komplikasi akut. 12
b. Komplikasi kronik. Yang termasuk dalam komplikasi kronik
ini adalah makrovaskuler dimana komplikasi ini menyerang
pembuluh darah besar, kemudian mikrovaskuler yang
menyerang ke pembuuluh darah kecil bisa menyerang mata
(retinopati), dan ginjal. Komplikasi kronik yang ketiga yaitu
neuropati yang mengenai saraf. Dan yang terakhir
menimbulkan gangren.
c. Komplikasi jangka panjang dapat juga terjadi antara lain,
menyebabkan penyakit jantung dan gagal ginjal, impotensi dan
infeksi, gangguan penglihatan (mata kabur bahkan kebutaan),
luka infesi dalam , penyembuhan luka yang jelek.
d. Komplikasi pembedahan, dalam perawatan pasien post
debridement komplikasi dapat terjadi seperti infeksi jika
perawatan luka tidak ditangani dengan prinsip steril.
7. Pathway
Umur 13
8. Pemerikaan Penunjang
Menurut Smelzer dan Bare (2008), adapun pemeriksaan penunjang
untuk penderita diabetes melitus antara lain :
Penurunan
fungsi indra
pengecap
Penurunan
fungsi
pankreas
Konsumsi
makanan
manis berlebih
Penurunan
kualitas dan
kuantitas insulin Gaya Hidup
HIPERGLIKEMIA
Penurunan glukosa
dalam sel
Kerusakan vasskuler
Cadangan
lemak dan
protein turun
BB turun
Neuropati perifer
Resiko
ketidakstabilan
kadar glukosa darah
ULKUS
Kerusakan integritas kulit
Pembedahan ( Debridement )
Nyeri akut
Resiko infeksi
Sumber : (Mutaqqin, 2008)
Gambar 2.1 pathway
Adanya perlukaan pada kaki
Luka insisi tidak terawat
Peningkatan leukosit
Pengeluaran
histamin &
prosglandin
Gangguan mobilitas
fisik14
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : melihat pada daerah kaki bagaimana produksi
keringatnya (menurun atau tidak), kemudian bulu pada
jempol kaki berkurang (-).
2) Palpasi : akral teraba dingin, kulit pecah - -pecah , pucat,
kering yang tidak normal, pada ulkus terbentuk kalus yang
tebal atau bisa jugaterapa lembek.
3) Pemeriksaan pada neuropatik sangat penting untuk
mencegah terjadinya ulkus
b. Pemeriksaan Vaskuler
1) Pemeriksaan Radiologi yang meliputi : gas subkutan,
adanya benda asing, osteomelietus.
2) Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan darah yang meliputi : GDS (Gula Darah
Sewaktu), GDP (Gula Darah Puasa),
b) Pemeriksaan urine , dimana urine diperiksa ada atau
tidaknya kandungan glukosa pada urine tersebut.
Biasanya pemeriksaan dilakukan menggunakan cara
Benedict (reduksi). Setelah pemeriksaan selesai hasil
dapat dilihat dari perubahan warna yang ada : hijau (+),
kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++).
c) Pemeriksaan kultur pus
Bertujuan untuk mengetahui jenis kuman yang terdapat
pada luka dan untuk observasi dilakukan rencana
tindakan selanjutnya.
d) Pemeriksaan Jantung meliputi EKG sebelum dilakukan
tindakan pembedahan
9. Penatalaksanaan Medis 15
Untuk penatalaksanaan pada penderita ulkus DM khususnya
penderita setelah menjalani tindakan operasi debridement yaitu
termasuk tindakan perawatan dalam jangka panjang.
a. Medis
Menurut Sugondo (2009 )penatalaksaan secara medis sebagai
berikut :
1) Obat hiperglikemik Oral
2) Insulin
a) Ada penurunan BB dengan drastis
b) Hiperglikemi berat
c) Munculnya ketoadosis diabetikum
d) Gangguan pada organ ginjal atau hati.
3) Pembedahan
Pada penderita ulkus DM dapat juga dilakukan
pembedahan yang bertujuan untuk mencegah penyebaran
ulkus ke jaringan yang masih sehat, tindakannya antara lain
:
a) Debridement : pengangkatan jaringan mati pada luka
ulkus diabetikum.
b) Neucrotomi
c) Amputasi
b. Keperawatan
Menurut Sugondo (2009), dalam penatalaksaan medis secara
keperawatan yaitu :
a) Diit
Diit harus diperhatikan guna mengontrol peningkatan
glukosa.
b) Latihan 16
Latihan pada penderita dapat dilakukan seperti olahraga
kecil, jalan – jalan sore, senam diabetik untuk mencegah
adanya ulkus.
c) Pemantauan
Penderita ulkus mampu mengontrol kadar gula darahnya
secara mandiri dan optimal.
d) Terapi insulin
Terapi insulin dapat diberikan setiap hari sebanyak 2 kali
sesudah makan dan pada malamhari.
e) Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan dilakukan bertujuan sebagai edukasi
bagi penderita ulkus dm supaya penderita mampu
mengetahui tanda gejala komplikasi pada dirinya dan
mampu menghindarinya.
f) Nutrisi
Nutrisi disini berperan penting untuk penyembuhan luka
debridement, karena asupan nutrisi yang cukup mampu
mengontrol energy yang dikeluarkan.
g) Stress Mekanik
Untuk meminimalkan BB pada ulkus. Modifikasinya
adalah seperti bedrest, dimana semua pasin beraktifitas di
tempat tidur jika diperlukan. Dan setiap hari tumit kaki
harus selalu dilakukan pemeriksaan dan perawatan
(medikasi) untuk mengetahui perkembangan luka dan
mencegah infeksi luka setelah dilakukan operasi
debridement tersebut. (Smelzer & Bare, 2005)
h) Tindakan pembedahan
Fase pembedahan menurut Wagner ada dua klasifikasi
antara lain :
Derajat 0 : perawatan local secara khusus tidak dilakukan
atau tidak ada. 17
Derajad I – IV : dilakukan bedah minor serta pengelolaan
medis, dan dilakukan perawatan dalam jangka panjang
sampai dengan luka terkontrol dengan baik. (Smelzer &
Bare, 2005)
10. Debridement
Debridement merupakan salah satu penatalaksanaan yang
dilakukan pada pasien dengan ulkus kaki diabetik yang sudah
mengalami neuropatik perifer dan luka sudah masuk pada jaringan
subkutan.Operasi debridement merupakan teknik yang dilakukan
untuk pengangkatan jaringan mati pada luka ulkus yang dapat terlihat
dari warna luka tersebut yaitu pucat, bahkan hitam karena jaringan
sudah mati.
Tindakan bedah emergensi yang sering dilakukan untuk mencegah
infeksi biasanya yaitu debridement jaringan nekrotik dan amputasi
yang diindikasikan untuk menghentikan atau menghambat proses
infeksi. Terdapat tindakan bedah untuk insisi ulkus yang sudah
terinfeksi yaitu infeksi yang tidak mengancam tungkai (grade 1 – grade
2 ), sedangkan infeksi yang mengancam tungakai (garde 3 – grade 4)
(Dexa Media, 2007).
Setelah dilakukan debridement, luka harus dilakukan irigasi larutan
garam fisiolofis atau larutan lain dan dilakukan dressing atau juga
disebut dengan kompres dan dibalut sampai luka tertutup untuk
mencegah resiko infeksi setelah pembedahan. (Dexa Media, 2007).
Adapun pilihan dalam tindakan untuk debridement tersebut antara lain
yaitu :
a. Debridement Mekanik 18
Debridement mekanik dilakukan menggunakan irigasi
lukacairan fisiologis, ultrasoniclaser, untuk membersihkan
jaringan nekrotik.
b. Debridement Enzimatik
Pemberian enzim pada permukaan luka guna
menghancurkan residu – residu protein yang terdapat pada luka
tersebut
c. Debridement Autolitik
Tindakan debridement ini secara alami apabila terkena luka.
Proses ini melibatkan enzimproteolitik endogen yang secara
alamiakan meliliskan jaringan nekrotik dan memacu granulasi.
d. Debridement Biologi
Belatung (Lucilla serricatta) yang disterilkan sering
digunakan pada tindakan debridement biologi.Karena belatung ini
menghasilkan enzim yang mampu menghancurkan jaringan
nekrotik padaluka ulkus tersebut.
e. Debridement Bedah
Debridement bedah ini lebih sering dilakukan karena lebih
cepat dan efisien untuk menghambat infeksi, antara lain
tujuannya, mengevakuasi bakteri kontaminasi, mengangkat
jaringan nekrotik, menghilangkan kalus dan menghilangkan
resiko infeksi lokal.
11. Post Debridement 19
a. Definisi
Post debridement merupakan tindakan atau tahapan setelah
dilakukan pembedahan yaitu proses pemulihan pada daerah
kaki.
b. Tujuan perawatan post debridement
Tujuan dari dilakukannya perawatan post debridement yaitu :
1) Mempercepat penyembuhan
2) Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
3) Mengurangi infeksi akibat pembedahan
4) Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin
5) Mempertahankan konsep diri pasien
6) Mempersiapkan pasien pulang
c. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang sering terjadi pada pasien post
debridement yaitu :
1) Nyeri pada kaki akibat insisi pembedahan
2) Perdarahan kecil akibat pembedahan
3) Kelemahan
4) Konstipasi
d. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul pada pasien post debridement
yaitu :
1) Gangguan perfusi jaringan akibat penurunan aliran darah ke
kaki.
a) Infeksi
Infeksi bedah merupakan penyulit pembedahan yang
sering dijumpai pada praktek sehari – hari infeksi dapat
terbatas di tempat pembedahan, luka insisi atau
menyebar secara sistematik (sepsis). Infeksi dapat terjadi 20
apabila dalam perawatanluka post debrid ulkus tidak
dilakukan secara multidisiplin, dan tidak teliti dalam
memberikan antiseptik maupun penggunaab alat
medikasi.
b) Kerusakan integritas kulit akibat pembedahan
Kerusakan intergritas kulit akibat dehisiensi
luka.Dehisiensi luka merupakan luka yang terbuaka di
bagaian tepi – tepi luka. Factor penyebab terjadinya
infeksi karena penutupan luka tidak rapat atau tidak
benar.
e. Perawatan pasca bedah
1) Perawatan post pembedahan
a) Memonitor tanda – tanda vital pasien , kesadaran ,dan
input output pasien.
b) Observasi balutan post operasi pada tungkai kaki.
c) Melakukan perawatan luka dengan prinsip steril
d) Makanan
Setelah dilakukan pembedahan pasien biasanya tidak
diperbolehkan makan terlebih dahulu.Dan setelah
diperbolehkan pasien makan sesuai diit yang telah
diberikan.
2) Mobilisasi
Pasien setelah menjalani operasi biasanya
diposisikan untuk bedrest dan aktivitas di tempat tidur
dengan dibantu keluarga dan perawat.
3) Pemenuhan kebutuhan eliminasi.21
Untuk kebutuhan BAK diperkenankan untuk di
tempat tidur menggunakan pispot jika tidak menggunakan
DC kateter dan dihitung berapa jumlah keluarannya.Begitu
juga untuk BAB dilakukan di atas tempat tidur
menggunakan pispot.
4) Proses penyembuhan luka
Menurut Sjamsuhijajat & Jong (2005) proses penyembuhan
luka dibagi beberapa fase antara lain :
a) Fase inflamasi
Fase ini dihitung dari waktu terjadinya luka sampai
dengan kira-kira hari ke lima. Sel-sel darah baru akan
berkembang dan menjadi melkaukan proses
penyembuhan.
b) Fase proliferasi
Fase ini juga disebut fase fibroplasias dimana
berlangsung pada akhir fase pertama / inflamasi sampai
kira-kira akhir minggu ketiga. Pada fase ini serat akan
terbentuk dan dihancurkan kembali sebagai penyesuaian
diri dengan luka dan biasanya cenderung mengerut.
Biasanya luka kemerahan dan muncul benjolan halus
yang disebut jaringan granulasi.
c) Fase penyudahan
proses pematangan diantaranya penyerapan kembali
jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai gravitasi, dan
jaringan baru mulai terbentuk. Waktu yang diperlukan
pada fase ini bisa berbulan-bulan bahkan bertahuntahun.
f. Kriteria Evaluasi 22
Kriteria evaluasi pada pasien post debridement ulkus ini
diharapkan sebagai berikut :
1. Tidak timbul nyeri selama dilakukan perawatan luka
2. Luka pada insisi tanpa infeksi
3. Tidak timbul komplikasi
4. Kriteria luka bagus
5. Pasien setelah pulang dari rumah sakit diharapkan :
a. Mengetahui tentang pengobatan/perawatan lanjutan
yang harus dijalani
b. Mengetahui jenis diit yang harus dilakukan
c. Mengetahui jenis terapi obat/non obat yang
diberikan.
A. Tinjauan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut NANDA (2013), fase pengkajian merupakan
sebuah komponen utama untuk mengumpulkan informasi, data,
menvalidasi data, mengorganisasikan data, dan
mendokumentasikan data. Pengumpulan data antara lain meliputi :
a. Biodata
1) Identitas Pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, agama, suku, alamat,status, tanggal
masuk, tanggal pengkajian, diagnose medis)
2) Identitas penanggung jawab (nama,umur,pekerjaan, alamat,
hubungan dengan pasien)
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama , biasanya keluhan utama yang dirasakan
pasien saat dilakukan pengkajian. Pada pasien post
debridement ulkus kaki diabetik yaitu nyeri 5 – 6 (skala 0 -
10)
2) Riwayat kesehatan sekarang 23
Data diambil saat pengkajian berisi tentang perjalanan
penyakit pasien dari sebelum dibawa ke IGD sampai
dengan mendapatkan perawatan di bangsal.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Adakah riwayat penyakit terdahulu yang pernah diderita
oleh pasien tersebut, seperti pernah menjalani operasi
berapa kali, dan dirawat di RS berapa kali.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit keluarga , adakah anggota keluarga dari
pasien yang menderita penyakit Diabetes Mellitus karena
DM ini termasuk penyakit yang menurun.
c. Pola Fungsional Gordon
1) Pola persepsi kesehatan: adakah riwayat infeksi
sebelumnya,persepsi pasien dan keluarga mengenai
pentingnya kesehatan bagi anggota keluarganya.
2) Pola nutrisi dan cairan : pola makan dan minum sehari –
hari, jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi, jeni
makanan dan minuman, waktu berapa kali sehari, nafsu
makan menurun / tidak, jenis makanan yang disukai,
penurunan berat badan.
3) Pola eliminasi : mengkaji pola BAB dan BAK sebelum dan
selama sakit , mencatat konsistensi,warna, bau, dan berapa
kali sehari, konstipasi, beser.
4) Pola aktivitas dan latihan : reaksi setelah beraktivitas
(muncul keringat dingin, kelelahat/ keletihan), perubahan
pola nafas setelah aktifitas, kemampuan pasien dalam
aktivitas secara mandiri.
5) Pola tidur dan istirahat : berapa jam sehari, terbiasa tidur
siang, gangguan selama tidur (sering terbangun), nyenyak,
nyaman.24
6) Pola persepsi kognitif : konsentrasi, daya ingat, dan
kemampuan mengetahui tentang penyakitnya
7) Pola persepsi dan konsep diri : adakah perasaan terisolasi
diri atau perasaan tidak percaya diri karena sakitnya.
8) Pola reproduksi dan seksual
9) Pola mekanisme dan koping : emosi, ketakutan terhadap
penyakitnya, kecemasan yang muncul tanpa alasan yang
jelas.
10) Pola hubungan : hubungan antar keluarga harmonis,
interaksi , komunikasi, car berkomunikasi
11) Pola keyakinan dan spiritual : agama pasien, gangguan
beribadah selama sakit, ketaatan dalam berdo’a dan
beribadah.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Penderita post debridement ulkus dm biasanya timbul nyeri
akibat pembedahanskala nyeri (0 - 10), luka kemungkinan
rembes pada balutan. Tanda-tanda vital pasien (peningkatan
suhu, takikardi), kelemahan akibat sisa reaksi obat anestesi.
2) Sistem pernapasan
Ada gangguan dalam pola napas pasien, biasanya pada
pasien post pembedahan pola pernafasannya sedikit
terganggu akibat pengaruh obat anesthesia yang diberikan
di ruang bedah dan pasien diposisikan semi fowler untuk
mengurangi atau menghilangkan sesak napas.
3) Sistem kardiovaskuler
Denyut jantung, pemeriksaan meliputi inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi pada permukaan jantung, tekanan
darah dan nadi meningkat. 25
4) Sistem pencernaan
Pada penderita post pembedahan biasanya ada rasa mual
akibat sisa bius, setelahnya normal dan dilakukan
pengkajian tentang nafsu makan, bising usus, berat badan.
5) Sistem musculoskeletal
Pada penderita ulkus diabetic biasanya ada masalah pada
sistem ini karena pada bagian kaki biasannya jika sudah
mencapai stadium 3 – 4 dapat menyerang sampai otot. Dan
adanya penurunan aktivitas pada bagian kaki yang terkena
ulkus karena nyeri post pembedahan.
6) Sistem intregumen
Turgor kulit biasanya normal atau menurun akibat input
dan output yang tidak seimbang. Pada luka post
debridement kulit dikelupas untuk membuka jaringan mati
yang tersembunyi di bawah kulit tersebut.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Nanda, (2013), diagnosa keperawatan yang muncul antara
lain :
a. Nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post
operasi debridement
c. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post
debridement
d. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri akut
e. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
penurunan berat badan26
3. Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa I : Nyeri akut berhubungan dengan insisi
pembedahan
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 x 24 jam maslaah nyeri berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :
a. skala nyeri berkurang (0-10) menjadi 4
b. pasien terlihat rileks atau nyaman
c. pasien mampu mengontrol nyeri
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring dan posisi yang nyaman
Rasional : dengan adanya tirah baring akan mengurangi
nyeri
b. Kaji nyeri menggunakan metode (PQRST) meliputi skala,
frekuensi nyeri, dll
Rasional : pengkajian dari frekuensi, skala, waktu, dapat
dipertimbangkan untuk tindakan selanjutnya.
c. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
Rasional : teknik relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri dan
membuat relaks
d. Monitor Tanda – tanda vital
Rasional : mengetahui perkembangan kesehatan pasien
e. Kolaborasi untuk pemberian analgetik
Rasional : pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri
yang dirasakan pasien
b. Diagnosa II : kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan luka akibat post operasi debridement 27
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 x 24 jam diharapkan masalah gangguan integritas
kulit dapat teratasi
Kriteria Hasil :
a. Integritas kulit yang baik dapat dipertahankan
b. Luka sembuh sesuai kriteria
c. Tidak ada luka atau lesi
d. Perfusi jaringan baik
e. Menunjukkan proses penyembuhan luka
Intervensi :
a. Anjurkan pasien memakai pakaian yang longgar
Rasional : udara tidak lembab jadi tidak menyebabkan
kuman tumbuh
b. Hindari dari kerutan tempat tidur
Rasional : meminimalkan perlukaan, atau nyeri tekan
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Rasional : mencegah kuman maupun bakteri berkembang di
sekitar lingkungan
d. Mobilisasi pasien (ubah posisi), miring kanan, miring kiri
setiap 2 jam
Rasional : menghindari adanya tekanan dalam waktu yang
lama
e. Monitor perkembangan kulit pada luka post debridement
setiap hari.
Rasional : perkembangan pada kulit / luka lebih baik
f. Mengobservasi luka : perkembangan, tanda – tanda infeksi,
kemerahan,perdarahan, jaringan nekrotik, jaringan
granulasi.28
Rasional : proses penyembuhan luka terkontrol
g. Lakukan teknik perawatan luka dengan prinsip steril
Rasional : luka terkontrol dari infeksi.
h. Kolaborasi pemberian diit kepada penderita ulkus dm.
Rasional : glukosa darah pasien terkontrol
c. Diagnosa III : Resiko infeksi berhubungan dengan adanya
luka post debridement
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 x 24 jam diharapkan resiko infeksi dpat dicegah dan
teratasi.
Kriteria Hasil :
a. Pasien bebas dari tanda gejala infeksi
b. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya
infeksi
c. Jumlah lekosit dlam batas normal
d. Menunjukkan perilaku hidup sehat
Intervensi :
a. Pertahankan teknik aseptif
Rasional : mencegah terjadinya infeksi
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
Rasional : mencegahterjadinya infeksi
c. Monitor tanda dan gejala infeksi
Rasional : merencanakan tindakan untuk menghambat
tanda gejala infeksi
d. Meningkatkan intake nutrisi
Rasional : mecegah terjadinya kelemahan/ kelelahan pada
pasien
e. Berikan perawatan luka pada area epiderma29
Rasional : membersihkan luka, mencegah resiko infeksi
f. Observasi kulit, membrane mukosa terhadap kemerahan,
panas , drainase
Rasional : mengetahui perkembangan penyembuhan luka
g. Inspeksi kondisi luka/insisi bedah
Rasional : mengetahui kondisi luka
h. Kolaborasi pemberian antibiotik.
Rasional : merencanakan pencegahan bakteri patologi /
anaerob menyerang pada insisi pembedahan
d. Diagnosa IV : Gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan nyeri akut pada kaki.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 x 24 jam diharapkan gangguan perfusi jaringan dapat
diatasi.
Kriteria Hasil :
a. Nyeri berkurang atau hilang
b. Pergerakan / aktivitas pasien bertambah dan tidak terbatasi
c. Pasien mampu memenuhi kebutuhan secara mandiri
Intervensi :
a. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi setiap hari
Rasional : mengetahui kemampuan pasien dalam
aktivitasnya sehari – hari
b. Monitoring tanda – tanda vital pasien sebelum dan sesudah
latihan
Rasional : mencegah penurunan status kesehatan pasien 30
c. Bantu klien menggunakan tongkat saat berjalandan cegah
terhadap cidera
Rasional : mencegah cidera
d. Damping dan bantu pasien dalam pemenuhan ADLs
Rasional : kebutuhan ADLs pasien terpenuhi
e. Mendekatkan alat / barang yang dibutuhkan pasien
Rasional : pasien tidak kesulitan dalam kebutuhan
fasilitasnya
f. Kolaborasi dengan keluarga untuk pemenuhan ADLs
paisen
Rasional : memaksimalkan nafsu makan, dan kebutuhan
ADLs yang lainnya
e. Diagnosa V : Ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah
berhubungan dengan hiperglikemia
Tujuan : setelah dilakukan tindkan keperawatan
selama 3 x 24 jam kadar glukosa dalam dara darah stabil
Kriteria Hasil :
a. Kadar glukosa dalam darah normal (80 – 100 mg/dL)
b. Berat badan ideal atau tidak mengalami penurunan
Intervensi :
Menurut Nanda NIC NOC (2013), intervensi yang muncul
yaitu :
a. Kaji faktor yang menjadi penyebab ketidakstabilan glukosa31
Rasional : untuk mengetahui tanda gejala ketidakstabilan
glukosa
b. Pantau keton urine
Rasional : terjadi atau tidak komplikasi ketoadosis diabetik
c. Gambarkan mengenai proses perjalanan penyakit
Rasional : memberikan sebuah gambaran tetang masalah
yang dialami pasien
d. Pantau tanda gejala terjadinya hipoglikemi dan
hiperglikemi
Rasional : upaya untuk mengontrol kadar glukosa dalam
darah
e. Memberikan penyuluhan mengenai penyakit ulkus diabetik,
diit, obat, resep
Rasional : merencanakan, melakukan program penyuluhan,
pasin melaksanakan program diet, dan menerima obat resep
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian
tindakan yang dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis
lain untuk membantu pasien dalam proses penyembuhan dan
perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang
sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan (Nursallam,
2011).
5. Evaluasi
Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri
dari dua jenis yaitu :
a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi
berjalan dimana evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan
tercapai
b. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam
metode evaluasi ini menggunakan SOAP.

Anda mungkin juga menyukai