DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 3
A Latar Belakang.......................................................................... 3
B Tujuan Pedoman....................................................................... 3
C Sasaran Pedoman.................................................................... 3
D Ruang Lingkup Pedoman............................................................. 3
E Batasan Operasional................................................................. 4
BAB II STANDAR KETENAGAAN........................................................... 4
A Kualifikasi Sumber Daya Manusia.............................................. 4
B Jadwal Kegiatan........................................................................ 4
BAB III STANDAR FASILITAS................................................................ 4
A Denah Ruang............................................................................. 4
B Standar Fasilitas....................................................................... 4
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN.................................................... 6
A Lingkup Kegiatan...................................................................... 6
B Metode.................................................................................... 6
C Langkah Kegiatan...................................................................... 7
BAB V LOGISTISK................................................................................. 11
BAB VI KESELAMATAN PASIEN............................................................ 11
BAB VII KESELAMATAN KERJA........................................................... 12
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU.............................................................. 12
BAB IX PENUTUP................................................................................. 12
Referensi.............................................................................................. 13
Lampiran.............................................................................................. 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Berikut pernyataan berbagai lembaga dunia tersebut tentang pentingnya kualitas pelayanan
menuju UHC 2030, antara lain:
Berikut ini berbagai informasi yang menggambarkan kondisi global maupun lokal Indonesia
sendiri berkaitan dengan pelayanan yang tidak berkualitas termasuk dalam penerapan Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi (PPI), sbb:
Data di Dunia:
Angka kejadian HAIs (Healthcare Associated Infections):: rata-rata 1 dari 10 pasien terkena
HAIs (Setiap 100 pasien ditemukan 7 kasus di negara maju dan 15 kasus di negara berkembang).
HAIs di ICU di negara maju mencapai angka 30% pasien sementara di negara berkembang bisa
lebih tinggi 2-3 kalinya. Tercatat 4-6% kematian neonatal yang dirawat di rumah sakit berkaitan
dengan HAIs.
Penggunaan alat suntik ulang: terdapat sekitar 16 milliar injeksi yang diberikan setiap tahun
diseluruh dunia, 70% diantaranya merupakan penggunaan ulang alat suntik di negera
berkembang yang sangat berisiko terhadap HAIs.
Hand Hygine: secara global, rata-rata 61% petugas kesehatan tidak mematuhi praktek kebersihan
tangan yang direkomendasikan.
Persalinan dan Tenaga Kesehatan Terlatih: walaupun angka kehadiran tenaga kesehatan
terlatih dalam persalinan meningkat dari 58% pada tahun 1990 menjadi 73% pada tahun 2013,
terutama disebabkan oleh bertambahnya jumlah persalinan di fasilitas kesehatan, masih ada ibu
dan bayi, yang bahkan setelah tiba di fasilitas kesehatan, meninggal atau mengalami kecacatan
seumur hidup akibat rendahnya mutu layanan kesehatan. World Health Organization (WHO)
memperkirakan bahwa sekitar 303.000 ibu dan 2.7 juta bayi meninggal tiap tahun karena terkait
mutu layanan saat persalinan dan lebih banyak lagi akibat penyakit yang seharusnya dapat
dicegah. Bahkan, 2.6 juta bayi terlahir dalam keadaan meninggal tiap tahunnya.
Dampak Luka Operasi pada kesehatan wanita: di Afrika, 20% wanita mendapatkan infeksi
luka pasca operasi caesar, yang selanjutnya berdampak pada kesehatan dan kemampuan mereka
untuk merawat bayinya.
Resistensi anti-mikroba: pasien yang terinfeksi Staphylococcus Aureus (MRSA) yang resistan
terhadap metisilin meninggal 50% lebih tinggi jika dibandingkan dengan mereka yang terinfeksi
dengan jenis yang tidak resisten.
Data di Indonesia:
Kejadian HAIs: kejadian HAIs mencapai 15,74% jauh lebih tinggi diatas negara maju yang
berkisar 4,8 – 15,5%. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah salah satu kejadian infeksi yang paling
sering terjadi yakni sekitar 40% dari seluruh kejadian infeksi yang terjadi dirumah sakit setiap
tahunnya (Arisandy, 2013).
Penggunaan abtibiotik: kasus HAIs diperburuk oleh Peresepan antibiotik di Indonesia yang
cukup tinggi dan kurang bijak terutama pada ISPA dan Diare. Berbagai penelitian menunjukkan
bahwa telah muncul mikroba yang resisten untuk Methicillin Resitant Staphylococcus Aureus
(MRSA), resisten multi obat pada penyakit tuberculosis (MDR- TB) dan lain-lain. Dampak dari
resisten obat adalah meningkatnya morbiditas, mortalitas dan biaya kesehatan termasuk saat
dirawat di fasilitas kesehatan yang pada akhirnya akan menjadi ancaman nasional bagi kesehatan,
Germas: Riskesdas 2018 menunjukkan indikator Germas (aktifitas fisik, makan buah, sayur,
tidak merokok) tidak menunjukkan pebaikan sejak 5 tahun lalu. Proporsi perilaku cuci tangan
dengan sabun di masyarakat secara nasional 49, 5%. Sementara itu, hasil penelitian di RSUD
Badung – Bali, tahun 2013 menunjukkan bahwa tenaga kesehatan yang memiliki disiplin baik
dalam mencuci tangan sebanyak 58,1%.
Oleh karena itu pada tahun 2017 telah disusun Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
selanjutnya di singkat PPI di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, kemudian ditetapkan sebagai
Peraturan Menteri Kesehatan No. 27/2017. Pedoman ini ditujukan untuk seluruh fasilitas
kesehatan baik pelayanan dasar (FKTP) maupun untuk rumah sakit (FKTL), tanpa
kecuali milik pemerintah maupun swasta. Peraturan Menteri tersebut sekaligus merupakan revisi
dari peraturan sebelumnya yang hanya berfokus di rumah sakit. Sebagaimana diketahui bahwa
penerapan PPI di rumah sakit bukanlah sesuatu hal baru karena sudah dilakukan sejak beberapa
tahun sebelumnya. Namun untuk pelayanan dasar, penerapan PPI dimaksud masih relatif baru
atau belum dilakukan.
Selanjutnya dalam pasal 3 ayat 4 Permenkes tersebut, disebutkan bahwa Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi mencakup infeksi terkait pelayanan kesehatan (HAIs) dan infeksi yang
bersumber dari masyarakat. Penjelasan tentang PPI terkait HAIs cukup detail meskipun belum
dibedakan antara RS dan FKTP. Sementara itu, PPI yang bersumber dari masyarakat belum
tersedia pembahasannya.
Seperti diketahui bahwa, prinsif penerapan PPI di fasiltas kesehatan berlaku sama, namun karena
adanya perbedaan ketersediaan sumber daya manusia, kompetensi dan kewenangan, ketersediaan
alat kesehatan, sarana, prasarana, lingkungan, sasaran maupun tempat pelaksanaan kegiatan maka
penatalaksanaannya perlu penyesuaian. Oleh karena itu dalam Pedoman Teknis PPI ini, aspek
tersebut akan dibahas secara detail agar dapat menjadi acuan bagi FKTP, khususnya puskesmas
yang pelayanannya bukan hanya di fasiltas kesehatan (dalam Gedung) tetapi juga memberikan
pelayanan diluar fasilitas kesehatan (luar Gedung) atau langsung di masyarakat yang dikenal
sebagai Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM).
Atas dasar berbagai pertimbangan tersebut diatas maka Direktorat Mutu Pelayanan Kesehatan
Kementerian Kesehatan memfasilitasi penyusunan Pedoman Teknis Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di FKTP bersama lintas program terkait di Kementerian Kesehatan dan
institusi terkait. Oleh karena itu pedoman teknis ini diharapkan menjadi acuan bagi semua FKTP
dalam memberikan pelayanan yang bermutu, sesuai standar, mengutamakan keselamatan pasien,
petugas dan masyarakat menuju terwujudnya UHC yang berkualitas di 2030 sebagaimana yang
diharapkan oleh WHO.
Akreditasi FKTP adalah salah satu pendekatan untuk mengukur sejauh mana setiap fasilitas
kesehatan melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan, pedoman, panduan dan standar yang
berlaku di Indonesia. Dengan disusunnya Pedoman Teknis Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di FKTP ini yang merupakan penjabaran secara teknis dari Permenkes 27/2017 Tentang PPI di
Fasilitas Kesehatan, Permenkes 43/2019 tentang Puskesmas, serta Permenkes lainnya yang
relevan dengan PPI, maka dengan sendirinya akan menjadi salah satu dasar dalam persiapan,
perencanaan, pelaksanaan dan penilaian mutu layanan di FKTP.
1.2 Tujuan
Khusus: Mengetahui konsep dasar, pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) Memahami dan
mampu melaksanakan PPI sesuai standar termasuk edukasi ke pengguna layanan atau masyarakat
di FKTP.
Tersedianya kebijakan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk penerapan PPI di FKTP.
Terlaksananya pencatatan, pelaporan, monitoring, audit atau evaluasi, pengembangan serta
tindaklanjut yang dibutuhkan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan dasar di FKTP.
1.3 Sasaran
Sasaran Pedoman Teknis Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di FKTP ini, adalah para pelaku
kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama, yakni:
b. Klinik pratama.
Ruang lingkup Pedoman Teknis Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di FKTP ini meliputi :
f. Surveilans
Materi-materi tersebut merupakan pengetahuan dasar yang harus dipahami oleh pengelola
maupun petugas sebelum menerapkan PPI di FKTP. Mengingat disparitas kemampuan setiap
FKTP cukup beragam maka dalam pedoman ini juga diuraikan secara detail bagaimana
penerapan PPI di setiap unit pelayanan yang disediakan oleh FKTP termasuk pada kondisi
minimal. Sebagaimana disebutkan dalam Permenkes 27/2017 bahwa PPI mencakup Infeksi yang
berkaitan dengan pelayanan kesehatan (HAIs) serta infeksi yang bersumber dari masyarakat. Di
puskesmas, pelayanan yang diberikan tidak hanya mencakup pelayanan Perseorangan (UKP)
yang disediakan difasilitas kesehatan namun terdapat banyak kegiatan atau pelayanan yang
langsung di masyarakat atau diluar fasilitas kesehatan yang selama ini dikenal sebagai Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM).
Untuk mencegah atau memutus mata rantai penularan suatu penyakit infeksi tidak cukup hanya
dari sisi petugas, tetapi harus melibatkan pasien atau masyarakat yang dilayani. Masyarakat atau
sasaran pelayanan perlu diberikan edukasi tentang apa yang harus dilakukan sebelum atau saat
bertemu dengan petugas kesehatan baik di fasilitas kesehatan maupun saat dilapangan termasuk
saat kembali ke rumah.
Penerapan PPI di FKTP harus mampu laksana oleh sebab itu dibutuhkan perencanaan berkaitan
dengan penyediaan sumber daya (SDM, Sarpras, Alat dan biaya) yang tentu sangat membutuhkan
dukungan dari stakeholders terkait seperti Pemerinrah Daerah, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
atau pemilik FKTP, dll.
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang selanjutnya disingkat PPI adalah upaya untuk
mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung, dan
masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah sarana (tempat dan/atau alat) yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
a. Bundles adalah merupakan sekumpulan praktik berbasis bukti sahih yang menghasilkan
perbaikan keluaran poses pelayanan kesehatan bila dilakukan secara kolektif dan
konsisten.
b. Kolonisasi adalah suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi, dimana organisme
tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak tetapi tanpa disertai adanya respon imun
atau gejala klinik.
c. Infeksi adalah suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme) terdapat
respon imun tetapi tidak disertai gejala klinik. Penyakit infeksi adalah suatu keadaan
ditemukan adanya agen infeksi yang disertai adanya respons imun dan gejala klinik.
d. Penyakit menular adalah penyakit (infeksi) tertentu yang dapat berpindah dari satu orang
ke orang lain baik langsung maupun tidak langsung.
e. Disinfektan adalah senyawa kimia yang bersifat toksik dan memiliki kemampuan
membunuh mikroorganisme yang terpapar secara langsung namun tidak memiliki
penetrasi sehingga tidak mampu membunuh mirkoorganisme yang terdapat di dalam
celah atau cemaran mineral.
f. Antiseptik adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan yang hidup seperti pada permukaan kulit dan
membran mukosa.
g. Surveilans adalah Suatu proses pelaksanaan kegiatan yang dilakukan secara terus
menerus, komprehensif dan dinamis berupa perencanaan, pengumpulan data, analisis,
interprestasi, komunikasi dan evaluasi dari data kejadian infeksi yang dilaporkan secara
berkala kepada pihak yang berkepentingan berfokus pada strategi pencegahan &
pengendalian infeksi
h. Infection Control Risk Assesment (ICRA) adalah Penilaian Risiko Pengendalian Infeksi
adalah proses multidisiplin yang berfokus pada pengurangan risiko dari infeksi ke pasien,
dg perencanaan fasilitas, desain, dan konstruksi kegiatan
i. Audit adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengumpulkan data,
informasi secara objektive terhadap suatu masalah.
j. Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) adalah berbagai upaya pelayanan kesehatan yang
diberikan secara Perseorangan yang pada umunnya bersifat kuratif.
k. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) adalah berbagai upaya pelayanan kesehatan yang
diberikan di masyarakat yang pada umumnya bersifat promotif dan preventif.
BAB II
KONSEP DASAR PPI
Penyakit infeksi yang didapat di rumah sakit sebelumnya disebut sebagai Infeksi
Nosokomial (Hospital Acquired Infection), selanjutnya dalam PMK 27/2017 diubah menjadi
Infeksi Terkait Layanan Kesehatan atau Healthcare Associated Infections (HAIs) dengan
pengertian yang lebih luas, yaitu kejadian infeksi tidak hanya berasal dari rumah sakit, tetapi juga
yang diperoleh di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Tidak terbatas infeksi kepada pasien
namun dapat juga kepada petugas kesehatan dan pengunjung yang tertular pada saat berada di
dalam lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan.
Dalam Permenkes tersebut Infeksi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang disebabkan oleh
mikroorganisme patogen, dengan/tanpa disertai gejala klinik. Infeksi yang terkait pelayanan
kesehatan atau Healthcare Associated Infections selanjutnya disIngkat HAIs merupakan infeksi
yang terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya dimana
ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah
sakit tetapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit
dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan difasilitas pelayanan. Sumber infeksi
dapat berasal dari masyarakat/komunitas (Community Acquired Infection) atau dari
fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan kesehatan Lainnya termasuk di FKTP. Untuk
memahami bagaimana infeksi terkait layanan kesehatan (HAIs) terjadi serta mampu menyusun
strategi pencegahan dan pengendalian infeksi dibutuhkan pengetahuan yang baik bagi petugas
mulai penyebab infeksi, rantai penularan penyakit infeksi, faktor risiko dan dampaknya.
1. Infeksi Virus
Virus adalah merupakan salah satu penyebab penyakit infeksi yang paling sering ditemui.
Virus tIdak dapat diamati dengan mikroskop biasa karena ukurannya yang sangat kecil (+1/50
bakteri). Virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA atau RNA) tetapi tidak
kombinasi keduanya. Virus diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas protein,
lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Virus bersifat parasit obligat, hal tersebut
disebabkan karena virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi
dan memanfaatkan sel makhluk hidup. Dengan kata lain Virus tidak bisa hidup di alam bebas,
hanya bisa hidup sebagai parasit dalam inangnya baik hewan, tumbuhan, atau manusia.
Namun tiap-tiap virus hanya menyerang sel-sel tertentu dari inangnya. Jika tubuh inang tidak
mampu mengatasi atau mengendalikannya maka sel inang akan rusak atau sakit. Virus
berkembangbiak dalam sel inangnya dengan cara memasukkan asam nukleat ke inti sel inang.
Replikasi terjadi melalui penggandaan materi genetik sel inang dan mengambil alih
metabolisme sel inang untuk membentuk materi genetik virus itu sendiri. Itulah sebabnya virus
dapat berkembang biak dengan sangat cepat menjadi epidemi bahkan pandemi.
Beberapa penyakit akibat infeksi virus yang banyak ditemukan di Indonesia, antara lain:
a. Influenza
b. Campak
c. Hepatitis
e. HIV/AIDS
2. Infeksi Bakteri
Bakteri adalah kelompok mikroorganisme yang tidak memiliki membran inti sel, dan berukuran
sangat kecil, namun lebih besar dari virus. Bakteri memiliki peran besar dalam kehidupan
manusia karena dapat memberikan manfaat dibidang pangan, pengobatan, dan industri.
Namun kelompok bakteri yang patogen justru sangat merugikan manusia. Bakteri dapat
ditemukan di hampir semua tempat: di tanah, air, udara, dalam simbiosis dengan organisme
lain maupun sebagai agen parasit (patogen), bahkan dalam tubuh manusia. Pada umumnya,
bakteri berukuran 0,5-5 μm, tetapi ada bakteri tertentu yang dapat berdiameter hingga 700 μm
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri pathogen yang banyak ditemukan di Indonesia,
adalah sbb:
a. Demam Tifoid
b. Tuberkulosis (TB)
c. Pneumonia
3. Infeksi Jamur
Di Indonesia, Jamur merupakan salah satu penyebab infeksi yang cukup banyak. Jamur mudah
tumbuh di daerah beriklim tropis, hangat, kelembaban tinggi, dan tidak higianes. Jamur adalah
organisme yang dapat hidup secara alami di tanah atau tumbuhan. Bahkan jamur bisa hidup di
kulit manusia. Meskipun normalnya tidak berbahaya, namun beberapa jamur dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan serius.
4. Infeksi parasit
Parasit adalah organisme yang hidup pada atau di dalam makhluk hidup lain (inang) dengan
menyerap nutrisi, tanpa memberi bantuan atau manfaat lain padanya.
Parasit dapat menyerang manusia dan hewan. Parasit penyebab infeksi yang banyak ditemui,
antara lain:
a. Cacing
b. Amuba
c. Malaria
d. Giardiasis
e. Amebiasis
f. Toksoplasmosis, dll.
2.1.2 Rantai Penularan Penyakit Infeksi
Rantai Infeksi (chain of infection) merupakan rangkaian yang dibutuhkan untuk terjadinya
infeksi. Dalam melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi dengan efektif, perlu
dipahami secara cermat rantai infeksi. Kejadian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan dapat
disebabkan oleh 6 komponen rantai penularan, apabila satu mata rantai diputus atau dihilangkan,
maka penularan infeksi dapat dicegah atau dihentikan.
Gambar 1. Enam komponen rantai penularan infeksi Berdasarkan gambar diatas, rantai penularan
infeksi dapat dijelaskan sbb:
b. Reservoir atau wadah tempat/sumber agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak
dan siap ditularkan kepada pejamu atau manusia. Berdasarkan penelitian, reservoir
terbanyak adalah pada manusia, alat medis, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air,
lingkungan dan bahan-bahan organik lainnya. Dapat juga ditemui pada orang sehat,
permukaan kulit, selaput lendir mulut, saluran napas atas, usus dan vagina juga
merupakan reservoir.
c. Tempat keluar (portal of exit): adalah tempat agen infeksi meninggalkan reservoir
misalnya melalui saluran napas, saluran cerna, kemih, luka pada kulit atau transplasenta.
d. Cara penularan: Cara penularan atau metode transmisi adalah metode transport
mikroorganisme dari wadah/reservoir ke pejamu yang rentan melaui kontak (langsung
dan tidak langsung), droplet, airborne, melalui vehikulum (makanan, air/minuman, darah)
dan melalui vektor (biasanya serangga dan binatang pengerat).
e. Tempat masuk (portal of entry): adalah tempat agen infeksi memasuki host, misalnya
saluran napas, saluran cerna, kemih, mata, kelamin atau kulit yang tidak utuh.
f. Pejamu rentan : adalah seseorang dengan kekebalan tubuh menurun sehingga tidak
mampu melawan agen infeksi. Faktor yang dapat mempengaruhi kekebalan adalah umur,
status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma, pasca
pembedahan dan pengobatan dengan imunosupresan.
Pencegahan suatu penyakit infeksi adalah dengan menghilangkan atau memutus salah satu
komponen diatas. Keberhasilan fasilitas kesehatan memutus rantai infeksi tersebut sangat
bergantung kepada ketaatan petugas dalam melaksanakan standar prosedur yang telah ditetapkan
baik saat memberikan pelayanan dalam fasiltas kesehatan maupun diluar fasilitas kesehatan
(dilapangan). Selain itu perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pengguna layanan dan
masyarakat juga sangat berpengaruh terhadap kejadian infeksi khususnya yang bersumber dari
masyarakat.
Tindakan pencegahan ini dalam PPI dikenal sebagai Kewaspadaan Isolasi atau Isolation
Precautions yang terdiri dari dua pilar, tingkatan atau lapis yaitu Kewaspadaan Standar
(Standard Precautions) dan Kewaspadaan Transmisi (Transmission based Precautions) yang
merupakan prinsip dalam Pencegahan dan pengendalian infeksi. Tindakan Kewaspadaan Isolasi
dimaksud akan menjadi pokok bahasan pedoman teknis PPI ini pada bab berikutnya.
Infeksi yang didapat di fasilitas pelayanan kesehatan dapat berkembang dan menciptakan
serangkaian masalah baru bagi pasien sehingga menjadi risiko dan ancaman pada kelangsungan
hidup mereka. Menurut CDC, sekitar satu dari 25 pasien memiliki infeksi yang didapat di
peayanan kesehatan. Ada berbagai jenis infeksi yang berhubungan dengan fasilitas pelayanan
kesehatan, seperti infeksi aliran darah akibat pemasangan intra vena kateter, infeksi saluran
kemih terkait pemasangan urine kateter, infeksi di lokasi pembedahan dan infeksi pneumonia
terkait pemasangan ventilator. Di FKTP (Puskesmas, klinik, praktek pratama), tindakan
medis/invasif sederhana biasa dilakukan kepada pasien sebagai salah satu bentuk pelayanan
kesehatan yang tentunya akan berisiko terjadinya infeksi jika standar prosedur pelayanan
kesehatan diabaikan. Dalam beberapa kasus infeksi dapat ditularkan dari pasien ke pasien atau
dari petugas ke pasien atau sebaliknya pada saat pelayanan umum berjalan disebabkan antrian
yang panjang karena menunggu pelayanan atau pada saat tindakan pelayanan persalinan serta
tindakan medis sederhana lainnya.
Beberapa dampak terjadinya infeksi pada pelayanan kesehatan yang dilaksanakan tidak sesuai
standar antara lain:
a. Meningkatkan morbiditas: lama hari rawat meningkat pada orang yang mengalami HAIs.
Masa tinggal yang lebih lama menyebabkan potensi tertular dan menularkan lebih tinggi,
serta mengurangi hak pengguna lain.
b. Meningkatkan motalitas: dalam beberapa kasus, infeksi yang didapat di fasilitas kesehatan
bisa berakibat fatal menyebabkan komplikasi dan kematian.
1. Tujuan PPI
Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi bertujuan untuk melindungi pasien, petugas
kesehatan, pengunjung yang menerima pelayanan kesehatan termasuk masyarakat dalam
lingkungannya dengan cara memutus mata rantai penularan penyakit infeksi melalui
penerapan PPI yang meliputi kewaspadaan Isolasi, pencegahan dan pengendalian infeksi
dengan bundles, pendidikan dan pelatihan, surveilans HAIs, dan penggunaan anti mikroba
yang bijak.
2. Manfaat PPI
Mencegah dan melindungi pasien, petugas, pengunjung serta masyarakat sekitar fasilitas
pelayanan kesehatan dapat terhindar dari risiko dan paparan terjadinya penularan infeksi baik
yang terjadi saat pelayanan di fasilitas kesehatan (dalam Gedung) maupun pelayanan di
masayarakat diluar fasilitas kesehatan.
Penerapan PPI di FKTP diharapkan mampu laksana, efesien, efektif namun harus tetap
mengikuti kebijakan dan standar yang sudah ditetapkan. Untuk itu setiap FKTP perlu
menerapkan strategi berikut ini:
Merencanakan dan memenuhi sarana, prasarana dan anggaran untuk pelaksanaan PPI di
lapangan sesuai kemampuan dan skala prioritas yang ditetapkan oleh FKTP.
Menerapkan PPI secara konsisten dan berkelanjutan dalam pelayanan kesehatan di FKTP baik
didalam fasilitas kesehatan maupun yang dilaksanakan diluar fasilitas kesehatan (luar gedung)
yang tercermin dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pengawasan, evaluasi dan
pembinaan. Pelaporan kejadian infeksi, melakukan Infection Control Risk Assessment (ICRA)
sebagai bentuk tindak lanjut perbaikan mutu pelayanan yang berkesinambungan
BAB III
Fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, klinik kesehatan menjadi
salah satu sumber infeksi terbesar dalam dunia kesehatan, dimana infeksi dapat berasal dari
pasien, petugas, maupun pengunjung melalui obyek yang terkontaminasi berupa darah, saliva,
sputum, cairan nasal, cairan dari luka, urin dan eksresi lainnya.
PPI di FKTP harus dapat mencakup pencegahan dan pengendalian infeksi yang terjadi berkaitan
dengan pelayanan yang diberikan didalam fasilitas kesehatan (HAIs), maupun infeksi yang
bersumber dari masyarakat melalui pelayanan yang diberikan diluar fasilitas kesehatan. Infeksi
terkait pelayanan di fasilitas kesehatan (HAIs) relatif lebih mudah diidentifikasi sumber
penularannya sehingga pencegahan dan pengendaliannya juga relatif lebih mudah dibandingkan
dengan infeksi yang bersumber dari masyarakat.
Upaya pencegahan dan pemutusan rantai penularan penyakit infeksi, baik untuk pelayanan yang
diberikan didalam fasilitas kesehatan maupun diluar fasilitas kesehatan seharusnya dilakukan
secara parallel. Penyesuaian mungkin diperlukan karena pelayanan yang dilaksanakan diluar
fasilitas kesehatan pada umumnya terkendala oleh ketesediaan sarana, prasarana, alat kesehatan,
obat dan sumberdaya lainnya yang terbatas namun harus tetap memenuhi prinsif dasar PPI
(secara detail akan dibahas pada Bab IV).
Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di FKTP meliputi penerapan Kewaspadaan Isolasi
(kewaspadaan standar dan transmisi), sistem bundles, pendidikan dan pelatihan, penggunaan
Antimikroba yang bijak, surveilance serta monitoring dan evaluasi.
Kewaspadaan isolasi adalah tindakan pencegahan atau pengendalian infeksi yang harus
diterapkan difasilitas pelayanan kesehatan, dimaksudkan untuk menurunkan risiko trasmisi
penyakit dari pasien ke pasien lain, pasien ke petugas kesehatan/pengunjung/masyarakat atau
sebaliknya. Kewaspadaan isolasi dibagi menjadi dua (2) pilar atau tingkatan, yaitu Kewaspadaan
Standar (Standard precautions) dan Kewaspadaan Transmisi atau berdasarkan cara penularan
(Transmission based precautions)
1. Kewaspadaan Standar (standard precautions)
Pengertian: kewaspadaan Standar adalah praktek pencegahan infeksi minimum yang berlaku
untuk semua prosedur atau perawatan pasien, terlepas dari status infeksi pasien yang dicurigai
atau konfirmasi yang dilaksanakan dalam standar apapun perawatan kesehatan diberikan.
Kewaspadaan standar harus dilaksanakan secara rutin dan berkelanjutan di semua fasilitas
pelayanan kesehatan terutama saat memberikan pelayanan kepada pasien atau di masyarakat.
Kewaspadaan Standar yang merupakan dasar PPI sangat penting dalam pencegahan penularan
infeksi kepada pasien, petugas, atau pengguna layanan. Bila dilakukan dengan benar, akan
mencegah risiko kontaminasi melalui cairan tubuh, darah, sekret, ekskresi, kulit yang tidak utuh.
a. Pengertian
Kebersihan tangan adalah cara membersihkan tangan dengan menggunakan sabun dan air
mengalir bila tangan terlihat kotor atau terkena cairan tubuh, atau menggunakan cairan
yang berbasis alkohol (alcohol – base handrubs) bila tangan tidak tampak kotor.
Kebersihan tangan dianggap sebagai salah satu elemen terpenting dari PPI. Infeksi
sebagian besar dapat dicegah melalui kebersihan tangan dengan cara yang benar dan
dengan waktu yang tepat (WHO, 2019). Sebagaimana diketahui bahwa tangan petugas
kesehatan sering terpapar dengan bakteri patogen dari pasien dan permukaan lingkungan
kerja. Bakteri patogen dipindahkan dari tangan petugas ke pasien, atau sebaliknya atau
dari lingkungan yang terkontaminasi. Tangan yang terkontaminasi merupakan salah satu
media penyebab penularan infeksi di fasiltas pelayanan kesehatan.
b. Tujuan untuk mencegah terjadi kontaminasi silang dari tangan petugas saat melakukan
tindakan aseptik atau saat memberikan pelayanan kesehatan.
c. Manfaat mencegah agar tidak terjadi infeksi, kolonisasi pada pasien dan mencegah
kontaminasi dari pasien ke lingkungan kerja petugas.
d. Prinsip Kebersihan Tangan
1) Pastikan semua petugas kesehatan sudah memahami 5 momen (waktu) serta 6 (enam)
langkah kebersihan tangan dan melaksanakan dengan benar, melakukan cuci tangan
dengan air mengalir dan sabun jika tangan kotor serta menggunakan cairan berbasis
alkohol jika tangan tampak bersih.
Ratakan cairan Gosok pungung tangan Gosok telapak tangan dan sela
dikedua telapak sela jari
dan sela sela jari kiri
tangan dan Gosok ujung jari jari dengan
2) Kebersihan tangan dilakukan pada 5 (lima) momen yaitu sebelum menyentuh pasien,
setelah menyentuh pasien, sebelum tindakan aseptik, setelah terkontaminasi cairan tubuh
pasien atau benda yang sudah terkontaminasi atau kotor.
Gambar.3 Lima momen untuk kebersihan tangan (Sumber, WHO 2009)
3) Mematuhi langkah langkah kebersihan tangan secara berurutan dengan baik dan benar.
4) Tersedia sarana kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun serta cairan berbasis
alkohol dalam dispenser tertutup.
5) Dilakukan audit kepatuhan kebersihan tangan secara berkala serta upaya peningkatan
kepatuhan dalam memenuhi target pencapaian kepatuhan petugas.
7) Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir bila jelas terlihat kotor atau terkontaminasi
oleh bahan yang mengandung protein dan lemak.
8) Bebaskan area tangan sampai pergelangan tangan jika menggunakan baju lengan Panjang
(digulung keatas).
9) Gunakan bahan yang mengandung alkohol untuk mendekontaminasi tangan secara rutin,
bila tangan TIDAK jelas terlihat kotor.
10) JANGAN gunakan antiseptik berbasis alkohol bila tangan jelas terlihat kotor.
11) Sabun cair dianjurkan didalam botol ber dispenser, jika menggunakan sabun batangan
maka sabun di potong kecil untuk sekali pakai.
12) Kertas tisu sekali pakai sebagai pengering tangan, jika tidak memungkinkan dapat
menggunakan handuk sekali pakai lalu dicuci kembali.
Indikasi: Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir harus dilakukan ketika tangan
terlihat kotor atau ketika akan menggunakan sarung tangan yang dipakai dalam
perawatan pasien.
Prosedur: Pastikan semua assesoris yang menempel di tangan (Cincin, jam tangan)
tidak terpakai dan kuku harus pendek serta tidak menngunakan pewarna kuku (Kuteks
dll).
Jika lengan baju sampai ke pergelangan tangan maka sisihkan terlebih dahulu dengan
menaikan lengan baju sampai ke 2/3 tangan ke arah siku tangan.
Wastafel dengan air mengalir menggunakan keran bertangkai, sabun cair dalam dispenser,
pengering tangan (tisu atau handuk sekali pakai) dan tempat sampah non infeksius atau
Penampung air (ember) yang diberi keran air dan penampung air limbah cuci tangan sabun dalam
dispenser, tisu atau handuk sekali pakai, tempat limbah non infeksius.
Handrub kemasan pabrik yang banyak tersedia dalam produk siap pakai pakai (jika
demikian, ikuti instruksi pabrik untuk digunakan) atau siapkan alkohol tangan dengan
mencampurkan 97 ml alkohol 70% dalam 3 ml gliserin. Ini dapat disiapkan secara massal (tidak
lebih dari 50 Liter dibuat sekali waktu
1) Pengertian: Alat pelindung diri (APD) adalah perangkat alat yang dirancang sebagai
penghalang terhadap penetrasi zat, partikel padat, cair, atau udara untuk melindungi
pemakainya dari cedera atau penyebaran infeksi atau penyakit. Apabila digunakan dengan
benar, APD bertindak sebagai penghalang antara bahan infeksius (misalnya virus dan
bakteri) dan kulit, mulut, hidung, atau mata (selaput lendir) tenaga kesehatan dan pasien.
Penghalang memiliki potensi untuk memblokir penularan kontaminan dari darah, cairan
tubuh, atau sekresi pernapasan. Penggunaan APD yang efektif perlu mengidentifikasi
potensial paparan penularan yang ditimbulkan serta memahami dasar kerja setiap jenis
APD yang akan digunakan di tempat kerja dimana potensial bahaya tersebut mengancam
pada petugas kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan, dan semua APD yang digunakan
harus mengikuti standar konsensus yang berlaku.
a) Alat Pelindung Diri (APD) harus digunakan sesuai dengan risikonya paparan. Petugas
kesehatan harus menilai apakah mereka benar atau tidak berisiko terkena darah, cairan
tubuh, ekskresi atau sekresi dan gunakan alat pelindung diri sesuai dengan risiko.
b) Hindari kontak antara APD yang terkontaminasi (bekas) dan permukaan, pakaian atau
lingkungan pelayanan kesehatan. Buang APD bekas pakai yang sesuai tempat limbah,
dan standar yang ditetapkan.
e) Cuci tangan setiap kali melepas APD ketika meninggalkan pasien untuk merawat
pasien lain atau tugas lain.
Tujuan: sebagai pelindung kepala dan rambut tenaga kesehatan dari percikan cairan
infeksius pasien selama melakukan perawatan, terbuat dari bahan tahan cairan, tidak
mudah robek dan ukuran nya pas di kepala tenaga kesehatan. Penutup kepala ini
digunakan sekali pakai dan yang terbuat dari bahan kain dapat dilakukan pencucian
Apabila petugas menggunakan hijab pada prosedur medis maka gunakan jilbab yang
menutupi kepala dan dimasukan kedalam baju kerja atau diikat kebagian belakang
leher dan jika jilbab akan digunakan pada prosedur berikutnya maka jilbab ditutup
Tindakan operasi
Intubasi Trachea
Tujuan: untuk melindungi selaput mukosa mata, hidung, atau mulut petugas
kesehatan dari risiko kontak dengan sekret pernapasan atau percikan darah, cairan
tubuh, sekresi, atau ekskresi pasien. Pelindung wajah dapat dipergunakan sebagai
masker bedah bila ketersediaan masker bedah kurang.
Indikasi: Pelindung wajah (masker bedah dan pelindung mata) harus digunakan oleh
petugas kesehatan sesuai dengan indikasi bila kegiatan yang dilakukan dapat
menimbulkan percikan atau semburan darah, cairan tubuh, sekret, dan ekskresi ke
mukosa mata, hidung, atau mulut. Transmisi airborne misalnya pada tindakan :
tindakan gigi (scaler ultrasonic dan high speed air driven), swab hidung/tenggorakan,
RJP, intubasi ETT, ventilasi , trakeostomi, pada saat tindakan operasi, tindakan
persalinan, pencampuran B 3 cair, pemulasaraan jenazah, penanganan linen
terkontaminasi di laundry, di ruang dekontaminasi atau CSSD.
Deskripsi:
Indikasi:
Deskripsi:
Indikasi:
Deskripsi:
Indikasi:
c) Masker
Tujuan: untuk melindungi wajah dan membrane mukosa mulut dan hidung dari
cipratan darah dan cairan tubuh dari pasien atau permukaan lingkungan yang kotor
dan melindungi pasien atau permukaan lingkungan udara dari petugas pada saat batuk
atau bersin, masker yang digunakan harus menutupi hidung dan mulut serta
penggunaan masker N95 harus dilakukan Fit Test (penekanan di bagian hidung dan
penilaian kerapatan penggunaan masker).
Indikasi: Kenakan masker untuk melindungi selaput lendir mulut dan hidung saat
melakukan prosedur yang cenderung menghasilkan cipratan darah, tubuh cairan,
sekresi atau ekskresi atau jika petugas berisiko menghasilkan cipratan cairah dari
selaput lendir mulut dan hidung. Masker N95 digunakan pada risiko paparan
penularan infeksi melalui udara (airborne disease) dan diganti setiap 8 jam supaya
fungsinya tetap effektif dan aman dan dapat didaur ulang sesuai ketentuan.
Transmisi droplet dan kontak, transmisi airborne pada tindakan yang menghasilkan
aerosol.
KEGUNAAN
Pelindung pernapasan
yang dirancang dengan
segel ketat di sekitar
hidung dan mulut untuk
menyaring hampir 95 %
partikel yang lebih kecil <
0,3 mikron dan
kontaminasi melalui
airborne.
dengan kontaminan
potensial (percikan atau
droplet selaput mukosa
mulut dan
Masker Bedah
d) Gaun
Tujuan: untuk melindungi baju petugas dari kemungkinan paparan atau percikan
darah atau cairan tubuh, sekresi, eksresi atau melindungi pasien dari paparan pakian
petugas pada tindakan steril.
Indikasi :Transmisi kontak misal saat adanya wabah dan transmisi droplet, saat
pencegahan infeksi sebelum operasi atau pra bedah.
Membersihkan luka, tindakan drainase, menuangkan cairan kontaminasi ke
pembuangan atau WC/toilet.
e) Sarung tangan
Tujuan: melindungi tangan dari paparan cairan tubuh, darah, sekresi, eksresi dan
bahan infeksius lainya. Menggunakan sarung tangan sesuai dengan ukuran tangan dan
digunakan di kedua belah tangan dan hanya digunakan untuk satu kali prosedur pada
satu pasien, jika rusak atau robek maka mengganti dengan sarung tangan yang baru.
Indikasi Digunakan pada saat tindakan aseptik, tindakan steril untuk mencegah
Risiko penularan mikroorganisme (tindakan bedah)
Tabel 4. Macam dan indikasi sarung tangan
/penggunaan
kembali
f) Sepatu
Tujuan: sepatu untuk melindungi kaki petugas dari tumpahan/percikan darah atau
cairan tubuh lainnya dan mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau
kejatuhan alat kesehatan yang berisiko melukai kulit . Sepatu atau sendal yang
dipergunakan harus tertutup dan tahan air serta tahan tusukan. Segera lepaskan sepatu
jika terkontaminisasi darah atau cairan tubuh untuk dilakukan proses
pembersihan/dekontaminasi sesuai ketentuan dan ersihkan dan disinfeksi sepatu bot
yang dapat digunakan kembali.
Indikasi
Penganganan limbah
Tindakan operasi
Penanganan linen
a) Alat pelindung diri adalah pakaian khusus atau peralatan yang di pakai petugas untuk
memproteksi diri dari bahaya fisik, kimia, biologi/bahan infeksius. APD terdiri dari
sarung tangan, masker/Respirator Partikulat, pelindung mata (goggle), perisai/pelindung
wajah, kap penutup kepala, gaun pelindung/apron, sandal/sepatu tertutup (Sepatu Boot).
b) Tujuan Pemakaian APD adalah melindungi kulit dan membran mukosa dari risiko
pajanan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir dari
pasien ke petugas dan sebaliknya.
c) Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang memungkinkan tubuh
atau membran mukosa terkena atau terpercik darah atau cairan tubuh atau kemungkinan
pasien terkontaminasi dari petugas.
e) Tidak dibenarkan menggantung masker di leher, memakai sarung tangan sambil menulis
dan menyentuh permukaan lingkungan.
f) Dalam Matriks berikut ini diuraikan penggunaan APD di unit pelayanan dalam keadaan
normal (tidak ada outbreak), sbb: Lihat lampiran (Tabel 7. Jenis APD untk setiap unit
pelayanan)
sebuah bundel D E
Pengendalian lingkungan adalah upaya perbaikan kualitas air, udara dan permukaan
lingkungan, serta desain dan konstruksi bangunan dilakukan untuk mencegah transmisi
mikroorganisme kepada pasien, petugas dan pengunjung.
1) Air
Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan sumber air
bersih dan sistem pengalirannya.
Sumber air bersih dapat diperoleh langsung dari sumber air berlangganan dan/atau sumber
air lainnya dengan baku mutu yang memenuhi dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Memiliki risiko tinggi terjadinya pencemaran/ kontaminasi, meliputi: tangki utama, kamar
bersalin, dapur gizi, laundry, laboratorium, poliklinik gigi.
Sistem air bersih untuk keperluan fasilitas pelayanan kesehatan dapat diperoleh dari
Perusahaan air minum, sumber air tanah, air hujan atau sumber lain yang telah diolah
sehingga memenuhi persyaratan kesehatan.
Memenuhi persyaratan kualitas air bersih, memenuhi syarat fisik, kimia, bakteriologis
yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sumber air bersih dan sarana distribusinya harus bebas dari pencemaran fisik, kimia dan
bakteriologis.
Saluran air limbah harus kedap air, bersih dari sampah dan dilengkapi penutup dengan
bak kontrol untuk menjaga kemiringan saluran minimal 1%.
Di dalam sistem penyaluran air kotor dan/atau air limbah dari ruang penyelenggaraan
makanan disediakan penangkap lemak untuk memisahkan dan/atau menyaring
kotoran/lemak.
Sistem penyaluran air kotor dan/atau air limbah dari pengelolaan sterilisasi termasuk linen
harus memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
2) Ventilasi Ruangan
Sistem ventilasi. Sistem ventilasi di puskesmas harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Bangunan fasilitas pelayanan Kesehatan (fasilitas pelayanan kesehatan) harus mempunyai
ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/buatan yang optimal apabila diperlukan.
Sistem ventilasi alami adalah yang mengandalkan pada pintu dan jendela terbuka, serta
skylight (bagian atas ruangan yang bisa dibuka/terbuka) untuk mengalirkan udara dari luar
kedalam gedung dan sebaliknya. Sebaiknya menggunakan ventilasi alami dengan
menciptakan aliran udara silang (cross ventilation) dan perlu dipastikan arah angin yang
tidak membahayakan petugas/pasien lain . ventilasi alami yang effektif antara lain.
Ventilasi gabungan memadukan penggunaan ventilasi mekanis dan alami. Jenis ventilasi
ini dibuat dengan pemasangan exhaust fan untuk meningkatkan tingkat pergantian udara
di dalam kamar.
b) Bangunan Fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai pintu bukaan permanen, kisi-
kisi pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk
kepentingan ventilasi alami. Bukaan minimal 15% dari luas total lantai.
Ventilasi Ruang pada bangunan di fasilitas pelayanan kesehatan, dapat berupa ventilasi
alami dan/atau ventilasi mekanis. Jumlah bukaan ventilasi alami tidak kurang dari 15%
terhadap luas lantai ruang yang membutuhkan ventilasi.
3) Penataan Lingkungan
a) Pastikan semua benda atau barang tertata dengan baik dan tersimpan pada tempatnya.
b) Penyimpanan barang atau benda tersusun sesuai jenis barang misalnya susunan linen,
penyimpanan alkes, peyimpanan dokumen dan tidak menempatkan barang steril bersatu
dengan barang kotor dalam satu area
c) Berikan jarak antara tempat tempat tidur atau tempat pemeriksaan pasien lebih dari satu
orang dalam waktu bersamaan minimal < 1 meter misalnya: penempatan Kursi
pemeriksaan di Poli Gigi, dll.
d) Tidak menempelkan benda yang dapat menjadi tempat akumulasi debu di dinding dan
jika diperlukan sebagai bahan edukasi atau informasi maka sebaiknya dilapisi bahan yang
mudah dibersihkan misal nya dilapisi kaca
e) Pastikan bahwa area bersih dan area kotor terpisah dan berbatas tegas sehingga tidak
menimbulkan kontaminasi dan ketidak nyamanan atau Risiko kecelakaan kerja.
f) Penempatan tempat limbah di ruangan pelayanan pasien pada tempat yang aman dan tidak
berada di dekat pasien atau dibawah meja tindakan atau tempat tidur pasien kecuali pada
tindakan sedang berlangsung (selesai tindakan segera dibersihkan).
g) Tidak dianjurkan menggunakan karpet atau menempatkan bunga hidup atau bunga plastik
atau aquarium di ruang pelayanan pasien kecuali mampu membersihkan nya setiap hari
untuk menghidari akumulasi debu atau penyebab kontaminasi lingkungan.
h) Penggunaan tirai atau hordeng pembatas pasien atau penutup jendela disarankan
menggunakan bahan yang kuat dan tidak tembus air,
j) Pastikan tidak ada tempat masuk atau kumpulan dari binatang, binatang pengerat atau
serangga berada di ruangan pelayanan pasien.
k) Petugas kesehatan yang tinggal dlingkungan fasilitas kesehatan agar tidak memelihara
hewan peliharaan, untuk menghindari masuk ke fasilitas kesehatan.
4) Pembersihan Lingkungan
a) Pastikan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan membuat dan melaksanakan prosedur rutin
untuk pembersihan, disinfeksi permukaan lingkungan, tempat tidur, peralatan disamping
tempat tidur dan pinggirannya, permukaan yang sering tersentuh dan pastikan kegiatan ini
dimonitor (kategori IB).
c) Cairan disinfektan adalah senyawa kimia yang bersifat toksik dan memiliki kemampuan
membunuh mikroorganisme yang terpapar secara langsung pada benda mati (dinding,
lantai, permukaan meja dll) misalnya Klorin 0,5
d) % untuk pembersihan tumpahan darah atau cairan tubuh atau klorin pengenceran 0.05 %
untuk pembersihan rutin permukaan, Detergent atau cairan pemutih (1:99 cc Air) atau
Hidrogen peroksida 8 % untuk pembersihan rutin.
Semua kain lap yang digunakan harus dibasahi sebelum digunakan untuk
membersihkan debu jangan menggunakan kain kering atau dengan sapu dapat
menimbulkan aerosolisasi debu dan harus dihindari dan larutan, kain lap, dan kain pel
harus diganti secara berkala atau jika kotor.
Pengunjung yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan dengan sepatu atau sendal
nya kotor (bercampur tanah atau lumpur) harus membersihkan terlebih dahulu sebelum
masuk.
Kain pel yang dapat digunakan kembali harus dicuci dan dikeringkan setelah
digunakan dan sebelum disimpan.
Tempat-tempat di sekitar pasien harus bersih dari peralatan serta perlengkapan yang
tidak perlu, sehingga memudahkan pembersihan menyeluruh setiap hari.
Meja pemeriksaan dan peralatan di sekitarnya yang telah digunakan pasien yang
diketahui atau suspek terinfeksi ISPA yang dapat menimbulkan kekhawatiran harus
dibersihkan dengan disinfektan segera setelah digunakan.
Jika ada cairan tubuh, darah, muntahan, percikan ludah, darah atau eksudat Iuka pada
permukaan (lantai, dinding atau tirai pembatas) dibersihkan menggunakan spill kit, isinya
sbb:
Spiil Kit Infekisus (Topi, sarung tangan, kacamata, masker, sepatu boot, serok dan
sapu kecil, cairan detergent, cairan klorin 0,5 % dan kain perca/tisu/koran bekas),
plastik warna kuning.
Spill Kit B3 (Topi, sarung tangan, kacamata, masker, sepatu boot, gaun, serok dan
sapu kecil, detergent, larutan tertentu berdasarkan bahan kimianya, dan kain
perca/tisu/koran bekas), plastik warna coklat.
Serap cairan yang tumpah dengan kain perca/handuk/tisu/koran bekas penyerap bersih
yang dapat menyerap sampai bersih kemudian buang ke kantong warna kuning,
Lanjutkan dengan cairan klorin 0.5 % kemudian serap dan buang ke kantong warna
kuning kategori II.
Tumpahan bahan kimia: tuangkan air bersih pada tumpahan, lalu keringkan dengan
kertas/koran/kain perca kemudian masukan ke kantong warna coklat, tuangkan
detergent dan serap/keringkan dengan kertas/koran/kain perca buang ke kantong
warna coklat. Berikan label B3 pada plastik warna coklat tumpahan kimia.
k) Dekontaminasi Ambulans
Ambulans dibersihkan dan didesinfeksi seluruh permukaannya secara berkala dan
setiap setelah digunakan.
Pintu harus tetap terbuka saat proses pembersihan dengan bahan kimia untuk
memberikan ventilasi yang cukup.
Perhatikan pembersihan pada area yang bersentuhan dengan pasien, semua benda/alat
yang terkontaminasi selama membawa pasien seperti: stretcher, rails, dinding, lantai
& alat lainnya.
a) Berdasarkan jenisnya, limbah di fasilitas pelayanan kesehatan dibagi atas limbah padat
domestik, limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), limbah cair, dan limbah gas.
b) Limbah B3 pelayanan medis dan penunjang medis terdiri atas iimbah infeksius dan benda
tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis dan limbah bahan kimia.
c) Limbah infeksius adalah limbah yang dihasilkan dari pelayanan pasien yang
terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi dan eksresi pasien atau limbah yang berasal
dari ruang isolasi pasien dengan penyakit.
d) Limbah non infeksius adalah semua limbah yang tidak terkontaminasi darah, cairan
tubuh, sekresi dan eksresi. Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong
dan plastik yang tidak berkontak dengan cairan tubuh atau bahan infeksius.
e) Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau
bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum suntik,
perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah.
Limbah infeksius dimasukan kedalam wadah yang kuat, tahan air dan mudah
dibersihkan dengan kode infeksius/medis dengan didalamnya terdapat kantong
berwarna kuning atau jika tidak memungkin maka diberi label infeksius
Penempatan limbah infeksius diletakan dekat dengan area tindakan atau prosedur
tindakan yang akan dikerjakan.
Limbah infeksius jika sudah menempati ¾ kantong sampah segera diangkat dan diikat
kuat agar tidak dibongkar untuk mengeluarkan isinya untuk menghindari risiko
penularan infeksi, selanjutnya dibawah ke tempat penampungan sementara. Tempat
limbah dibersihkan dan dipasangi kembali kantong plastik yang baru.
Limbah infeksius, patologis, benda tajam harus disimpan pada TPS dengan suhu dan
lama penyimpanan, sbb:
Pada suhu lebih kecil atau sama dengan 0 °C (nol derajat celsius) dalam waktu
sampai dengan 90 (sembilan puluh) hari.
Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan agen infeksius dari
laboratorium harus disterilisasi dengan pengolahan panas dan basah seperti dalam
Auntoclave sebelum dilakukan pengolahan.
Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada distributor,
sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan tidak memungkinkan dikembalikan, dapat
dimusnahkan menggunakan insenerator atau dikelola oleh perusahaan pengolahan
limbah B3.
Limbah sitotoksis sangat berbahaya dan dilarang dibuang dengan cara penimbunan
(landfill) atau dibuang ke saluran limbah umum. Pengolahan dilaksanakan dengan cara
dikembalikan keperusahaan atau distributornya, atau dilakukan pengolahan dengan
insinerator pada suhu tinggi 1.000 oC s/d 1.200 °C untuk menghancurkan semua bahan
sitotoksiknya.
Pengolahan limbah kimia biasa dalam jumlah kecil maupun besar harus diolah ke
perusahaan pengolahan limbah B3. Bahan kimia dalam bentuk cair sebaiknya tidak
dibuang ke jaringan pipa pembuangan air limbah, karena sifat toksiknya dapat
mengganggu proses biologi yang ada dalam unit pengolah air limbah (IPAL).
Limbah non infeksius (Medis) di tempatkan dalam wadah yang kuat, mudah
dibersihkan pada tempat sampah berlabel limbah non infeksius.
Tempatkan kantong plastik berwarna hitam atau kantong plastik dengan lebel non
infeksius.
Limbah non infeksius harus diangkat dan dikosongkan setelah ¾ kantong kemudian
diikat untuk dibawa ke tempat penampungan sementara dan tempat limbah tersebut
dibersihkan dan dipasangkan kantong palstik yang baru.
Limbah non infekisus seperti botol botol obat dapat dilakukan recycle dengan
melakukan pembersihan untuk dipergunakan kembali atau dilakukan kerjasama dengan
pihak ketiga secara resmi dari fasilitas pelayanan kesehatan dalam bentuk kerjasama.
Pembuangan akhir limbah non infeksius dibuang di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
yang sudah ditentukan oleh pihak pemerintah daerah setempat.
Semua limbah benda tajam dimasukan kedalam kotak benda tajam (safety box) yang
kuat, tahan air, tahan tusukan, berwarna kuning atau kotak benda tajam yang diberi
label limbah benda tajam.
Persyaratan penempatan safety box ditempatkan pada area yang aman dan mudah
dijangkau atau pada trolly tindakan dengan digantung atau ditempatkan dengan aman
(tidak menempatkan safety box di lantai).
Pembuangan safety box setelah kotak terisi 2/3 dengan menutup rapat permukaan
lobang box sehingga jarum tidak dapat keluar, jika pembuangannya memerlukan waktu
yang lama makan pertimbangkan penggunaan safety box sesuai ukuran atau membuat
kebijakan tersendiri waktu pembuangan berdasarkan peraturan perundang undangan.
Limbah cair yang berasal dari seluruh sumber bangunan atau kegiatan fasilitas
pelayanan kesehatan harus diolah melalui Unit Pengolah Limbah Cair (IPAL). Kualitas
limbah cair efluennya harus memenuhi baku mutu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan sebelum dibuang ke perairan umum.
Limbah cair seperti feces, urin, darah dibuang atau ditampung pada pembuangan/pojok
limbah (spoelhoek).
1) Tahapan Pengelolan: pemrosesan alat dimulai dari pre cleaning di point of use
dengan flushing/penyemprotan menggunakan air mengalir atau direndam dengan
larutan detergen, dilanjutkan cleaning/pembersihan dan pengeringan, secara rinci
dijelaskan sbb:
Pre-Cleanning
Pengertian: tindakan pada pengelolaan alat medis habis pakai pertama kali
dilakukan pembersihan awal (pre-cleaning) yaitu proses yang membuat benda mati
lebih aman untuk ditangani oleh petugas sebelum di bersihkan tujuannya untuk
menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV dan mengurangi risiko, akan tetapi tidak
menghilangkan. Mikroorganisme yang mengkontaminasi alat medis dapat
dihilangkan dengan melakukan perendaman, termasuk pada alat medis bekas pakai
untuk menghilangkan noda darah, cairan tubuh. dan Perendaman menggunakan
enzyimatik atau detergen dilakukan dengan merendam semua peralatan sampai
seluruh permukaan alat.
Pembersihan/pencucian
Pengertian: suatu proses yang secara fisik membuang semua kotoran, darah, atau
cairan tubuh lainnya dari permukaan benda mati ataupun membuang
mikroorganisme untuk mengurangi risiko infeksi bagi mereka yang tersentuh
kulitnya atau saat menangani objek tersebut. Proses pencucian dengan sabun atau
detergen dan air atau menggunakan enzim, membilas dengan air bersih, dan
mengeringkan.
Proses Pengemasan
Pengertian: pengemasan yang dimaksud dalam hal ini mencakup semua peralatan
yang tersedia difasilitas kesehatan mulai dari membungkus, mengemas dan
menampung alat-alat yang akan dipakai ulang untuk tujuan sterilisasi, penyimpaan
atau pemakaian kembali.
Tujuan: untuk menjaga keamanan, sterilitas dan ketersediaan alat saat akan
digunakan kembali. Proses pengemasan merupakan tanggungjawab bagian
sterilisasi.
2) Tujuan: menyiapkan peralatan perawatan dan kedokteran dalam keadaan siap pakai,
mencegah peralatan cepat rusak, mencegah terjadinya infeksi silang, menjamin
kebersihan alat untuk dapat dipergunakan kembali, menetapkan produk akhir
dinyatakan sudah steril dan aman digunakan pasien.
3) Indikasi: semua Peralatan bekas pakai perawatan yang terkontaminasi darah atau
cairan tubuh dilakukan pre cleaning, disinfeksi, dan sterilisasi sesuai SOP.
4) Manfaat :
Menetapkan produk akhir dinyatakan sudah steril dan aman digunakan pasien.
5) Hal Yang Perlu Diperhatikan Pada Pengelolaan Alat Medis Yang Telah di
Pergunakan, sbb:
Pastikan petugas kesehatan pada saat mengelola peralatan kesehatan bekas pakai
menggunakan APD yang terdiri topi, gaun/apron, masker dan sarung tangan rumah
tangga serta sepatu tertutup (boot) saat bekerja.
Faktor-faktor yang memperngaruhi proses cleaning antara lain bahan kimia (jenis
detergen) yang digunakan, waktu dan suhu perendaman serta air yang digunakan
(idealnya air dengan kandungan mineral rendah 70-150 mg/L/soft water).
Tersedia ruangan khusus pengelolaan alat medis setelah digunakan dengan tenaga
kesehatan yang ditunjuk dan terlatih dalam pengelolaan dekontaminasi peralatan.
Disain konsep ruangan terdiri dari :
Ruang kotor (Unclean area) adalah daerah untuk menerima barang kotor, ruang
tersendiri, lantai mudah dibersihkan, tersedia bak untuk desinfeksi. Tekanan
udara negatif.
Ruang bersih (Clean area) untuk mempersiapkan barang yang akan disetting,
packing dan disterilkan, ruang udara berttekanan seimbang.
Ruang steril (Sterille Area) untuk menyimpan alat atau barang yang sudah
steril, ruang udara bertekanan positif.
Zona Bersih
a) Peralatan kritis adalah alat yang masuk ke dalam pembuluh darah atau jaringan
mulut. Semua peralatan kritis wajib dilakukan sterilisasi dengan menggunakan panas.
Sebagai contoh peralatan yang dimasukkan dalam kategori kritis adalah semua
instrumen bedah, periodontal scalier, bur tulang, dll.
b) Peralatan semi kritis adalah alat yang masuk ke dalam rongga mulut tetapi tidak
masuk ke dalam jaringan mulut. Semua peralatan semi kritis wajib dilakukan minimal
desinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau apabila terdapat alat yang dapat bertoleransi
terhadap panas, maka dapat dilakukan sterilisasi dengan menggunakan panas. Sebagai
contoh peralatan yang dimasukkan dalam kategori semi kritis adalah ambu bag, ETT,
handpiece, dll.
c) Peralatan non kritis adalah alat yang tidak masuk ke dalam rongga mulut dan dapat
dilakukan dengan menggunakan disinfektan tingkat rendah. Sebagai contoh peralatan
yang dimasukkan dalam kategori nonkritis adalah tensimeter, stetoscope,
a) Pre cleaning : perendaman dengan enzymatik 0,8 % atau detergen atau glutaradehida
2 %bahan kimia (jenis detergen) atau enzymatik, air yang digunakan (idealnya air
dengan kandungan mineral rendah 70-150 mg/L/soft water) dan wadah untuk
perendaman (ember):
Pembersihan manual dengan sabun atau detergen dan air atau menggunakan enzim
atau air deionisasi atau air sulingan, sikat, wadah untuk membilas dan mengeringkan.
c) Pengemasan: bahan pengemasan tersedia dari bahan kertas, film plastic dan kain
linen).
Gambar 27.
Penggunaan APD saat pengelolaan peralatan
b) Lakukan pre-cleaning: untuk semua peralatan atau alat medis yang telah
dipergunakan, pertama kali dilakukan pembersihan awal (pre-cleaning) dengan
merendam seluruh permukaan peralatan kesehatan menggunakan enzymatik 0,8 %
atau detergent atau glutaradehida 2 %, atau sesuai instruksi pabrikan selama 10 –
15 menit untuk menghilangkan noda darah, cairan tubuh.
Kemasan harus mudah dibuka dan isinya mudah diambil tampa menyebabkan
kontaminasi.
Merupakan metode sterilisasi yang paling umum dan dapat diandalkan pengaturan
perawatan kesehatan, karena uap di bawah tekanan telah terbukti menghancurkan
bahkan bakteri yang paling resisten termasuk spora secara efektif. Autoclave
digunakan untuk sterilisasi peralatan tahan panas, dgn catatan sbb:
Jika menggunakan proses sterilisasi panas kering (dry heat sterilization) pastikan
penggunaan sterilisasi pemanasan kering dengan temperatur 340oF (170*C) dalam
waktu 1 jam atau temperatur 320oF (160*C) dalam waktu 2 jam.
30 menit harus dihitung setelah suhu mencapai 121*C, bukan dari mulai
pengoperasian mesin autoclaving.
Semua instrumen dengan engsel dan kunci harus tetap terbuka dan tidak terkunci
selama autoclaving.
`
Gambar 28. Contoh Autoklaf
Proses DTT dengan cara perebusan setelah dilakukan proses pre cleaning dan
pembersihan kemudian dilakukan perebusan dengan waktu dihitung sejak 20
menit setelah air mendidih atau terbentuknya uap yang diakibatkan oleh air
yang mendidih. Tidak diperkenankan menambah air atau apapun apabila proses
perebusan atau pengukusan belum selesai. Ingat: uap air panas pada 100 C,
membunuh semua bakteri, virus, parasit, dan jamur dalam 20 menit.
Prosedur Pengelolaan
DTT
DTR
Sterilisasi
Pre claning
Pembersihan
Pengemasan
Pengelolaan Linen
2) Tujuan: untuk mencegah infeksi silang bagi pasien dan petugas, menjaga
ketersediaan bahan linen dan kualitas linen, mengelola sumber daya agar mampu
menyediakan linen sesuai kebutuhan dan harapan pasien dengan memperhatikan
proses pembiayaan dan meningkatkan kepuasan pasien.
3) Manfaat: pengelolaan linen yang baik akan mencegah potensi penularan penyakit
bagi pasien, staf dan pengguna linen lainnya serta gangguan pada lingkungan.
Linen bersih adalah linen yang sudah dilakukan proses pencucian dan siap
untuk pemakaian non steril.
Linen kotor adalah linen yang sudah dipakai oleh pasien/keluarga/ pegawai.
Sedangkan linen infeksius adalah linen yang sudah terkontaminasi darah, cairan
tubuh, sekresi dan eksresi.
c) Linen dari ruang isolasi diperlakukan sebagai linen infeksius, kantong ganda
(double) tidak diperlukan kecuali jika kantong utama rusak atau bocor
d) Pencucian linen bersih, steril dan kotor dilakukan terpisah melalui pintu masuk
yang berbeda atau satu arah, jika memungkinkan menggunakan mesin cuci yang
berbeda atau waktu pencucian yang berbeda.
e) Area pencucian linen kotor dan penempatan linen bersih berada pada tempat
dengan pintu yang berbeda atau satu arah.
5) Sarana Prasarana
d) Kereta dorong.
b) Jangan menarik dan meletakan linen yang kotor di lantai, kumpulkan linen kotor
sedemikian rupa untuk mencegah kontaminasi lingkungan.
c) Pastikan troli linen yang digunakan berbeda antara troli linen kotor, linen infeksius
atau linen bersih namun jika tidak memungkinkan cuci atau disinfeksi troli
tersebut sebelum digunakan untuk mengangkut linen bersih.
Tersedia air bersih mengalir dan jika memungkinkan ada air panas untuk
pencucian dengan suhu 70°C dalam waktu 25 menit atau 95°C dalam waktu 10
menit dengan menggunakan detergen.
Jika tidak tersedia air panas maka pencucian linen infeksius dapat
menggunakan detergen dengan penambahan cairan disinfektan (bleaching atau
pemutih dengan pengenceran 1 : 99 cc air), namun perlu diperhatikan waktu
perendaman tidak lebih dari 10 -15 menit (jika lebih merusak struktu kain
linen).
Proses pengeringan dilakukan dengan peralatan mesin cuci (dry cleanning) jika
akan dilakukan proses pengeringan manual maka menjemur cucian harus
ditempat tertutup untuk menghindari kontaminasi debu atau kotoran.
e) Pelipatan hasil cucian jika dilakukan secara manual maka dilakukan di meja
khusus pelipatan dan jangan melakukan di lantai atau permukaan yang dapat
mengkontaminasi linen bersih.
f) Penyimpanan linen bersih atau linen steril harus disimpan di lemari (kering dan
bersih) dan sebagian bisa langsung dipergunakan. Lemari penyimpanan tidak
boleh tercampur dengan linen kotor untuk menghindari kontaminasi.
g) Tempatkan linen bersih pada lemari tertutup dan tidak tercampur dengan peralatan
atau benda lainnya.
h) Peyimpanan linen steril harus memenuhi ketentuan: diruangan khusus dengan suhu
22-24 ᴼC dan kelembaban 40 -60 %, lantai terbuat dari bahan yang rata tidak
bersudut (menggunakan vinyl).
i) Pengangkutan linen: saat dilakukan pengangkutan linen bersih dan kotor tidak
boleh dilakukan bersamaan.
j) Alur denah ruangan penerimaan linen kotor dan linen bersih berbeda dengan
prinsip pintu penerimaan dan pengeluaran satu arah.
R.KotorR.Simpan R.Bersih
Pintu masuk
Pintu keluar linen
Linen kotor
Gambar. 31 Denah Pintu masuk linen kotor dan pintu keluar linen bersih
g) Penyuntikan Yang Aman
2) Tujuan:
a) Tidak terjadi penyebaran penyakit infeksi pada pasien maupun petugas kesehatan.
Trolly tindakan yang berisi cairan handrubs, safety box, bak instrumen bersih,
bengkok penampung limbah sementara, boks berisi gunting, plester , tournique,
transparan dressing atau kasa steril pada tempatnya dan alkohol swab sekali
pakai.
Nampan untuk menempatkan bak instrumen berisi obat suntik yang sudah
disiapkan, kasa steril dan alkohol swab sekali pakai , plester dan gunting yang
ditempatkan dalam bengkok bersih.
Tidak menggunakan spuit yang sama untuk penyuntikan lebih dari satu pasien
walaupun jarum suntiknya diganti.
Semua alat suntik yang dipergunakan harus satu kali pakai untuk satu pasien
dan satu prosedur.
Gunakan cairan pelarut atau flushing hanya untuk satu kali pemberian (NaCL,
WFI), Jangan menggunakan plabot cairan infus atau botol larutan intravena
sebagai sumber cairan pelarut obat yang akan digunakan untuk banyak pasien.
Tidak memberikan obat obat single dose kepada lebih dari satu pasien atau
mencapur obat obat sisa dari vial atau ampul untuk pemberian berikutnya.
Gunakan sarung tangan bersih jika akan berisiko terpapar darah atau produk
darah, gunakan satu sarung tangan untuk satu pasien.
4) Sarana
Untuk terlaksanannya penyuntikan yang aman diperlukan tempat penyediaan alat dan
bahan seperti Troli, bak instrumen, swab alkohol, botol dispenser, kapas dan troly.
Minimal tersedia nampan khusus untuk menempatkan bak instrumen berisi obat suntik,
kasa steril dan alkohol swab sekali pakai, plester, gunting, dll.
1) Pengertian: etika batuk adalah tata cara batuk yang baik dan benar dengan cara
menutup hidung dan mulut dengan tissue atau lengan baju, sehingga bakteri tidak
menyebar ke udara dan tidak menular ke orang lain.
2) Tujuan: mencegah penyebaran bakteri atau virus secara luas melalui udara bebas
(Droplets) dan membuat kenyamanan pada orang di sekitarnya
Pastikan dan ajarkan petugas, pasien dan pengunjung melakukan etika batuk dan
kebersihan pernapasan apabila mengalami gangguan pernapasan, batuk, flu atau
bersin.
Lakukan prosedur etika batuk saat anda flu atau batuk, gunakan masker dengan
baik dan benar agar orang lain tidak tertular.
Tidak mengantungkan masker bekas dipakai pada leher karena bisa menyebar
kembali virus dan bakteri ketika digunakan kembali.
Bila tidak tersedia masker bedah, gunakan metode lain untuk pengendalian sumber
patogen (misalnya, sapu tangan, tisu, atau tangan) saat batuk dan bersin
Praktekkan atau lakukan langkah etika batuk yang baik dan benar sesuai gambar
berikut ini:
i) Penempatan Pasien
1) Pengertian: adalah menempatkan pasien pada suatu tempat yang telah ditentukan
untuk memudahkan pelayanan dengan mempertimbangkan aspek keamanan serta
keselamatan pasien maupun petugas. Untuk pasien penyakit menular maka
penempatannya dilakukan disuatu tempat atau ruangan tersendiri (isolasi).
2) Jika tidak tersedia maka dapat ditempatkan dalam satu ruangan dengan pengaturan
jarak antara tempat tidur minimal 2 meter serta diberi penghalang fisik atau tirai,
namun perlu dilakukan pemisahan antara pasien terkonfirmasi dan yang belum.
4) Manfaat: pelayanan dapat berjalan efektif dan efisien serta melindungi dari aspek
keamanan serta terjadinya infeksi silang.
c) Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi dibuang keluar dengan exhaust
e) Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airborne luas,
misalnya pada pasien dengan varicella.
f) Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan (anak, gangguan
mental).
Penempatan pasien di ruang triase harus dipertahankannya jarak minimal 1 meter antara pasien.
Ruangan pemeriksaan yang digunakan untuk memeriksa pasien harus berventilasi baik dengan
sirkulasi udara minimal 12 Air Change Hour (ACH)/pertukaran udara per jam.
Bila tidak tersedia ruang tersendiri, dibolehkan dirawat bersama pasien lain yang jenis infeksinya
sama dengan menerapkan sistem cohorting (penggabungan). Untuk menentukan pasien dapat
disatukan dalam satu ruangan, perlu dikonsultasikan terlebih dahulu kepada tim PPI atau
penanggung jawab PPI.
Semua ruangan terkait cohorting harus diberi tanda kewaspadaan berdasarkan jenis transmisinya
(kontak,droplet, airborne). Penggabungan pasien dalam satu ruangan sebagai tempat pasien yang
diisolasi maka harus memperhatikan:
Jarak antara pasien minimal 1 meter harus dipertahankan. Ini sangat penting karena pasien
mungkin mengalami penyakit menular lainnya selain infeksi yang sudah dipastikan.
Staf yang sudah ditentukan tidak boleh ditugaskan memberi pelayanan kepada pasien lain yang
tidak digabungkan.
Jumlah orang yang diizinkan untuk memasuki tempat penggabungan atau isolasi harus dibatasi
seminimal mungkin.
Pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri atau lingkungannya seyogyanya dipisahkan
tersendiri.
Mobilisasi pasien infeksius yang jenis transmisinya melalui udara (airborne) agar dibatasi di
lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan untuk menghindari terjadinya transmisi penyakit yang
tidak perlu kepada yang lain.
Pasien HIV tidak diperkenankan dirawat bersama dengan pasien TB dalam satu ruangan tetapi
pasien TB-HIV dapat dirawat dengan sesama pasien TB.
Hindari penggunaan peralatan yang sama untuk beberapa pasien, tapi bila tak dapat dihindarkan,
pastikan bahwa peralatan yang digunakan kembali didisinfeksi dengan benar sebelum digunakan
pada pasien lain.
Lakukan pembersihan berkala dan disinfeksi yang benar di tempat-tempat umum dan
membersihkan tangan yang memadai oleh pasien, pengunjung, dan perawat
Tujuan: melindungi kesehatan dan keselamatan petugas baik tenaga medis, perawat maupun
staff penunjang sebagai orang yang paling berisiko terpapar penyakit infeksi, karena berhadapan
langsung dengan pasien penderita penyakit menular setiap saat atau akibat terpapar dari
lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak terkelola sesuai standar.
Manfaat: menjaga kesehatan dan keselamatan petugas sehingga pelayanan dan pengelolaan yang
disediakan oleh FKTP dapat tetap terlaksana dengan baik.
Prosedur:
Semua petugas kesehatan menggunakan APD saat memberi pelayanan yang berisiko terjadi
paparan darah, produk darah, cairan tubuh, bahan infeksius atau bahan berbahaya lainnya.
Semua petugas kesehatan saat melaksanakan tugas, menggunakan baju kerja dan tidak
menggunakan baju kerja yang dipakai dari rumah maupun saat kembali kerumah (dianjurkan baju
kerja ganti di fasilitas kesehatan).
Dilakukan pemeriksaan berkala terhadap semua petugas kesehatan terutama pada area risiko
tinggi (misalnya: ruang TB, ruang VCT, dll) yang dapat terpapar penyakit menular infeksi
sehingga perlu diberikan immunisasi sesuai risiko paparan kinerja petugas yang dihadapi dan
hasil konsultasi professional kesehatan misalnya immunisasi Hepatitis B.
Tersedia kebijakan penatalaksanaan akibat tusukan jarum/benda tajam bekas pakai pasien:
Sistem pendokumentasian.
Jangan panik.
Bersihkan area luka dengan air mengalir tanpa melakukan pemijatan untuk mengeluarkan darah
(biarkan darah keluar secara pasif) kemudian cuci dengan sabun dan air mengalir.
Bila percikan mengenai mulut segera ludahkan dan kumur kumur dengan air bersih berulang kali.
Bila terpercik mengenai mata maka cuci mata dengan air mengalir (irigasi) dengan posisi kepala
miring kearah area mata yang terkena percikan.
Bila terkena hidung segera hembuskan keluar dan bersihkan dengan air mengalir.
Laporkan pada atasan langsung untuk proses tindak lanjut sesuai ketentuan yang berlaku.
Tersedia sistem atau skema pembiayaan yang disediakan oelh FKTP bagi petugas kesehatan yang
memerlukan perawatan kesehatan.
Gambar 35. Contoh PPP pada pajanan HIV
KEWASPADAAN TRANSMISI
Kewaspadaan transmisi merupakan lapis kedua dari kewaspadaan standar, yaitu tindakan
pencegahan atau pengendalian infeksi yang dilakukan baik yang belum atau yang sudah
terdiagnosa penyakit infeksinya. Kewaspadaan ini diterapkan untuk mencegah dan memutus
rantai penularan penyakit lewat kontak, droplet, dan udara, Transmisi penyakit infeksi dapat
terjadi melalui satu cara atau lebih.
Pengertian: tindakan kewaspadaan yang dirancang untuk mencegah terjadinya infeksi yang
ditularkan melalui kontak langsung (menyentuh kulit, lesi, sekresi atau cairan tubuh yang
terineksi) atau kontak tidak langsung (melalui tangan petugas atau orang lain saat menyentuh
peralatan, air, makanan atau sarana lain). Penyakit yang dapat ditularkan melalui transmisi kontak
antara lain HIV/AIDS, Hepatitis B, Diiare, Scabies, dll.
Tujuan: untuk memutus mata rantai penularan mikroorganisme penyebab infeksi, yang terjadi
melalui transmisi kontak.
Prinsip:
Pastikan semua petugas mematuhi prosedur kewaspadaan standar yang telah ditetapkan.
Tidak menyentuh atau menghindari memegang sesuatu secara langsung tanpa memperhatikan
prinsip dan kriteria atau SOP penggunaan APD (lihat pembahasan APD).
Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kontak langsung dan tidak langsung yang semestinya
tidak perlu terjadi, tempatkan pasien sesuai kategori penyakitnya (isolasi atau cohorting).
Jika tidak memungkinkan penyediaan ruang isolasi yang cukup maka dilakukan pengelompokan
(lebih dari satu orang dalam ruangan yang sama dengan jenis penyakit atau bakteri yang sama
atau kohort sistem) dengan menempatkan pasien dengan jarak ≥ 1 meter antar tempat tidur,
pastikan pintu selalu tertutup setiap saat.
Segera lakukan pembersihan setiap menemukan sumber penularan (alat bekas pakai, makanan,
minuman, darah, sekresi, cairan tubuh, kotoran, dll.
Jika terjadi wabah, pehatikan petujuk, aturan, pedoman atau ketetapan berkaitan dengan
penanggunalangan wabah yang dikeluarkan pemerintah atau gugus tugas yang ditetapkan.
Prosedur PPI:
Lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan sekitar
pasien atau sesuai dengan lima momen kebersihan tangan dengan menggunakan sabun dan air
dan cairan handrub berbasis alkohol.
Jika diperlukan minta pasien atau pengguna layanan melakukan kebersihan tangan sebelum
dilayani atau mendapatkan pelayanan.
Batasi orang yang berada didalam kamar dan hindari kontaminasi penggunan peralatan, jika
memungkinkan satu peralatan satu pasien, dan dilakukan disinfeksi terlebih dahulu sebelum
dipakai pasien yang lain.
Kenakan celemek plastik sekali pakai saat memberikan perawatan langsung kepada pengguna
layanan. Lepaskan tanpa menyentuh area yang terkontaminasi. Buang limbah klinis sesuai
prosedur yang telah ditetapkan.
Kenakan sarung tangan sekali pakai saat memberikan perawatan langsung kepada pengguna
layanan. Hapus tanpa menyentuh area yang terkontaminasi. Buang sebagai limbah klinis.
Peralatan perawatan pasien harus dijaga agar tetap bersih dan kering serta didekontaminasi antara
setiap penggunaan peralatan pasien,
Pada kondisi wabah atau outbreak terapkan jaga jarak (fisical distancing) baik antara petugas
dengan pasien maupun diantara pengguna layanan.
Pengguna layanan pada tindakan pencegahan kontak untuk organisme seperti Norovirus harus
ditempatkan di kamar tersendiri. (APIC, 2013). Jika terjadi wabah, jika tidak memungkinkan
dapat dilakukan mengelompokkan lebih dari satu orang dalam ruangan yang sama dengan jenis
penyakit atau bakteri yang sama (kohort sistem). Bila cohorting maka tempatkan pasien dengan
jarak ≥ 1 meter antar Tempat Tidur, pastikan pintu selalu tertutup setiap saat.
Tindakan Pencegahan
Pasien dengan penularan melalui kontak ditempatkan dalam ruangan tersendiri, jika tidak
memungkinkan dapat dilakukan mengelompokkan lebih dari satu orang dalam ruangan yang
sama dengan jenis penyakit atau bakteri yang sama (kohort sistem) dengan jarak ≥ 1 meter antar
tempat tidur, pastikan pintu selalu tertutup setiap saat.
Lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan sekitar
pasien dengan menggunakan sabun dan air dan cairan handrub berbasis alkohol.
Batasi orang yang berada didalam kamar dan hindari kontaminasi penggunan peralatan, jika
memungkinkan satu peralatan satu pasien, dan dilakukan disinfeksi terlebih dahulu sebelum
dipakai pasien yang lain.
Gunakan sarung tangan jika akan terpapar darah, cairan tubuh, sekresi atau eksresi saat
memberikan pelayanan dan segera lepaskan tanpa menyentuh area yang terkontaminasi,
selanjutnya buang sebagai limbah klinis.
Peralatan perawatan pasien harus dijaga agar tetap bersih dan kering serta didekontaminasi antara
setiap penggunaan peralatan pasien.
Tujuan: untuk memutus mata rantai penularan mikroorganisme penyebab infeksi, yang mungkin
terjadi melalui transmisi droplet.
Pastikan semua petugas mematuhi prosedur kewaspadaan standar yang telah ditetapkan saat akan
memberikan pelayanan.
Petugas tidak memberikan pelayanan saat sedang sakit (batuk, flu, dll) atau perhatikan prinsip
dan kriteria atau SOP penggunaan APD (lihat pembahasan APD).
Pasien dengan penularan melalui kontak ditempatkan dalam ruangan tersendiri, jika tidak
memungkinkan dapat dilakukan mengelompokkan lebih dari satu orang dalam ruangan yang
sama dengan jenis penyakit atau bakteri yang sama (kohort sistem) dengan jarak ≥ 1 meter antar
Tempat Tidur, pastikan pintu selalu tertutup setiap saat.
Pasien, pengunjung, keluarga dan petugas kesehatan harus dididik tentang tindakan pencegahan
yang digunakan, durasi tindakan pencegahan, serta
pencegahan penularan penyakit pada orang lain dengan fokus khusus pada kebersihan tangan dan
etika pernapasan.
Prosedur PPI :
Lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan sekitar
pasien dengan menggunakan sabun dan air dan cairan handrub berbasis alkohol.
Gunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai jenis paparan dan indikasi:
Gunakan masker bedah dan yakin penggunaannya tertutup rapat (fit test), lepaskan tanpa
menyentuh area yang terkontaminasi setelah keluar dari kamar perawatan atau pelayanan, buang
ke limbah infeksius dan segera lakukan kebersihan tangan dengan air dan sabun.
Pertimbangkan untuk menggunakan masker N95 pada tindakan yang menghasilkan aerosol pada
pasien dengan gangguan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), misalnya pada tindakan
Intubasi, Bronchoscopy, Nebulizer, dll.
Lakukan penilaian risiko paparan dan gunakan APD sesuai indikasi paparan seperti yang
dipersyaratkan dalam tindakan pencegahan standar.
Pengertian: adalah tindakan pencegahan yang dirancang untuk mencegah penyebaran infeksi
yang ditularkan melalui udara dengan menghirup atau mengeluarkan mikroorganisme dari
saluran napas. Secara teroritis partikel yang mengandung berukuran < 5 µm dikeluarkan dari
saluran pernapasan dan dapat tetap melayang di udara untuk beberapa waktu. Sumber penularan
juga dapat dihasilkan dari tindakan yang menghasilkan aerosol, pengisapan cairan, induksi dahak
atau endoskopi.
Penyakit infeksi yang bisa ditularkan melalu udara antara lian TB, virus (Afian flu, Corona virus,
SARS, Varicella zoster dan Campak, dll).
Tujuan: untuk mencegah penularan infeksi akibat penularan mikroorganisme sebagai partikel
yang beradar di udara, yang dapat bertahan lebih lama serta dapat melayang keluar area dengan
jarak lebih jauh yang memungkin terhirup atau mencemari jaringan dan selaput lendir bagi yang
terpapar.
Sarana: untuk ruang perawatan diperlukan ruangan isolasi dengan ventilasi tekanan negatif
untuk kondisi penularan infeksi yang ditransmisikan melalui rute udara serta ketersediaan APD
yang memenuhi syarat kualitas maupun kuantitas.
Prosedur:
Lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan sekitar
pasien dengan menggunakan sabun dan air dan cairan handrub berbasis alkohol.
Gunakan bedah atau masker N95 (respiratorik) dan yakinkan penggunaannya tertutup rapat (fit
test) serta Lepaskan tanpa menyentuh area yang terkontaminasi setelah keluar dari kamar.
Gunakan kacamata/pelindung wajah (face shiled) sesuai jenis risiko paparan droplet (percikan).
Gunakan gaun jika akan terjadi risiko paparan kontaminasi pada tubuh atau pakaian petugas.
Ruangan dengan ventilasi tekanan negatif, jika tidak memungkinkan dapat menggunakan
ventilasi tekanan mekanik atau ventilasi natural dan pintu harus selalu tertutup.
Lakukan penilaian risiko paparan dan gunakan APD sesuai indikasi paparan seperti yang
dipersyaratkan dalam tindakan pencegahan standar.
Perlu edukasi oleh petugas kepada pendamping keluarga agar menjaga kebersihan tangan dan
menjalankan kewaspadaan isolasi untuk mencegah penyebaran infeksi kepada mereka sendiri
ataupun kepada pasien lain. Kewaspadaan yang dijalankan seperti yang dijalankan oleh petugas
kecuali pemakaian sarung tangan.
Upaya pencegahan infeksi harus tetap dilakukan sampai batas waktu masa penularan.
Bila dipulangkan sebelum masa isolasi berakhir, pasien yang dicurigai terkena penyakit menular
melalui udara / airborne harus diisolasi di dalam rumah selama pasien tersebut mengalami gejala
sampai batas waktu penularan atau sampai diagnosis alternatif dibuat atau hasil uji diagnosa
menunjukkan bahwa pasien tidak terinfeksi dengan penyakit tersebut.
Edukasi Keluarga harus diajarkan cara menjaga kebersihan diri, pencegahan dan pengendalian
infeksi serta perlindungan diri.
Pembersihan dan disinfeksi ruangan yang benar perlu dilakukan setelah pemulangan pasien.
Bundles merupakan sekumpulan praktik berbasis bukti sahih yang menghasilkan perbaikan
keluaran proses pelayanan kesehatan bila dilakukan secara kolektif dan konsisten (Permenkes 27,
2017). Menurut Camporota, 2011 dan beberapa penelitian lain, penerapan Bundle dapat
menurunkan angka HAIs, kematian, biaya perawatan dan lama hari rawat jika dilaksanakan
dengan konsisten. Penerapan Bundle ini harus didukung oleh kompetensi petugas pelayanan
kesehatan baik pengetahuan, sikap dan keterampilannya (Sadli, 2017). Pembahasan tentang
penerapan Bundle hanya difokuskan tindakan atau pelayanan yang tersedia atau sering dilakukan
di FKTP meliput :
Bundle HAIs : CAUTI/ISK, Infeksi aliran darah akibat pemasangan perifer Line (PLABSI),
Infeksi Daerah Operasi (IDO).
PPI pada penggunaan peralatan peralatan kesehatan lainnya seperti penggunaan alat bantu
pernapasan, terapi inhalasi, penggunaan infus, penggunaan kateter urine dan perawatan luka.
Bundle Chateter Associated Urinary Tract Infections (CAUTI) atau Infeksi Saluran Kemih (ISK).
Pengertian: Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau CAUTI adalah infeksi terkait pemasangan urine
menetap yang terjadi pada sistim saluran kemih setelah pemasangan kateter urine > 2 (dua) hari.
Tujuan: untuk mencegah terjadinya infeksi saluran kemih atau komplikasi lain pada pasien yang
terpasang urine kateter menetap.
Kateter urin menetap yang telah terpasang selama lebih dari 2 hari berturut- turut di lokasi rawat
inap pada tanggal kejadian.
Urgensi kemih
Frekuensi kencing
Disuria
Hasil kultur urin dengan tidak lebih dari dua spesies organisme yang teridentifikasi, setidaknya
salah satunya adalah bakteri ≥105 CFU / ml.
Bundle Insersi
Kaji kebutuhan: pemasangan kateter hanya jika betul- betul diperlukan seperti pada retensi urine,
obstruksi kemih, kandung kemih neurogenik, pasca bedah urologi, untuk memonitor output yang
ketat Indikasi pemasangan kateter urine menetap, bukan untuk kenyamanan petugas, jika
memungkinkan pakai kondom kateter untuk pasien laki-laki
Ukuran kateter sekecil mungkin dengan aliran adekuat untuk mengurangi trauma urethra.
Setelah terpasang harus difiksasi untuk mencegah pergerakan dan traksi urethra
Kebersihan Tangan
Tehnik steril
Bundle maintenans
Kebersihan Tangan: lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah memanipulasi kateter urine
atau perangkatnya.
Perawatan kateter, sbb:
“Catheter-meatal junction” harus dibersihkan tiap hari dengan sabun dan air bersih, tidak perlu
dibalut.
Tidak menggunakan antibiotik/antiseptik topikal karena akan beresiko terjadi koloni patogen
resisten (pseudomonas spp).
Tidak dianjurkan melakukan irigasi buli-buli, kecuali bila ada sumbatan bekuan darah, misalnya
pasca “TUR” prostat tetap pertahankan tehnik aseptik dan antiseptik, gunakan spuit steril ukuran
besar dan larutan saline steril. Bila penyebab sumbatan berasal dari kateter, segera ganti kateter.
Pemeliharaan kateter
Kantong urin harus dikosongkan secara teratur dengan penampung berbeda untuk setiap pasien.
Pakailah sarung tangan bersih, jika memanipulasi kateter atau pengosongan urine bag.
Urine bag harus selalu lebih rendah dari kandung kemih dan tidak boleh menyentuh lantai atau
roda tempat tidur
Bersihkan daerah genital dan kateter dengan menggunakan sabun dan dibilas dengan air
mengalir/shower.
Jangan gunakan antibiotik/antiseptik topikal untuk mencegah resistensi antibiotika dan tidak
boleh dibalut untuk mencegah kolonisasi.
Penggantian Kateter, hanya bila terjadi infeksi ,tidak ada jadwal rutin penggantian kateter urine.
Letakan urine bag lebih rendah dari kandung kemih dan buang urine setiap 8 jam atau jika penuh.
Kaji Indikasi pemasangan kateter urine menetap, dan segera lepas jika tidak dibutuhkan lagi atau
tidak ada Indikasi.
Bundles PLABSI (Peripheral Line Associated Blood Stream Infection)
Pengertian: PLABSI adalah infeksi yang terjadi pada sistem aliran darah, dimana tidak ada
infeksi di daerah lain, setelah dua hari kalender pemasangan Peripheral Vena Line.
Tujuan: untuk mencegah terjadinya infeksi aliran darah pada pasien yang terpasang Pheriperal
Vena Line
Pasien dengan bakteri patogen yang diidentifikasi dari 1 atau lebih spesimen kultur darah yang
dilakukan untuk tujuan diagnosis klinis atau pengobatan dan organisme yang teridentifikasi
dalam darah tidak terkait dengan infeksi di tempat lain.
Pasien memiliki setidaknya 1 dari tanda atau gejala berikut: demam (> 38.0
° C), menggigil, atau hipotensi dan organisme yang diidentifikasi dari darah tidak terkait dengan
infeksi di tempat lain dan komensal umum yang sama diidentifikasi dari dua atau lebih spesimen
darah yang diambil kultur pada tempat yang berbeda untuk tujuan diagnosis atau pengobatan
klinis.
Bundle inserdi
Kebersihan tangan: lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah insersi, perawatan, dan
melepaskan kateter intra vena perifer.
Sebelum melakukan insersi pada area pemasangan intra vena kateter maka lakukan antisepsis
area insersi dan pasang konektor (sambungan IV kateter) tampa jarum.
Pemilihan area /lokasi insersi dilakukan dengan mempertimbangkan resiko paling rendah akibat
dari pemasangan IV kateter.
Lakukan penutupan area insersi intra vena kateter menggunakan kasa atau penutup transparan
steril (dressing steril).
Perhatikan penggunaan slang kateter yang elastis sehingga dapat terlipat dengan baik dan tidak
mudah terlipat dan rusak (kingking).
Pastikan perangkat infus (administrasi set) dalam kondisi tertutup tertutup dan diberi label
tanggal pemasangan.
Bundle maintenans
Lakukan kebersihan tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan perawatan atau memanipulasi
kateter intra vena perifer.
Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan.
Kaji kebutuhan IV kateter setiap hari untuk memastikan apakah IV kateter perifer masih
diperlukan atau sudah dapat dilakukan pelepasan segera jika tidak ada indikasi lagi.
Gunakan balutan steril (dressing steril) dengan pemasangan yang aman dan nyaman buat pasien.
Pastikan perangkat infus (administrasi set) dalam kondisi tertutup tertutup dan diberi label
tanggal pemasangan.
Penggantian administrasi set setiap 96 jam atau sesuai standar yang ditetapkan.
Pengertian: IDO adalah infeksi pada daerah operasi atau organ atau ruang yang terjadi dalam
30 hari pasca operasi atau dalam kurun 1 tahun apabila terdapat implant (Hidajat, 2012). Infeksi
luka operasi merupakan infeksi insisi ataupun organ/ruang yang terjadi dalam 30 hari setelah
operasi atau dalam kurun 1 tahun apabila terdapat implant yang melibatkan kulit dan jaringan
lunak yang lebih dalam (Tietjen, Bossemeyer & Noel, 2011).
Tujuan: penatalaksanaan Infeksi daerah operasi (IDO) agar sesuai dengan prinsif PPI untuk
mencegah terjadinya infeksi.
Kriteria: untuk menentukan jenis IDO menurut National Nosocomial Infection Surveilance
(NNIS), sbb:
Superficial Incision SSI (ITP Superfisial) merupakan infeksi yang terjadi paska operasi dalam
kurun waktu 30 hari dan infeksi tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan pada
tempat insisi dengan setidaknya ditemukan salah satu tanda sebagai berikut :
Gejala Infeksi: kemerahan, panas, bengkak, nyeri, fungsi laesa terganggu (Septiari, 2012).
Cairan purulent.
Deep Insicional SSI (ITP Dalam) merupakan infeksi yang terjadi paska operasi dalam kurun
waktu 30 hari paska jika tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika
terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan insisi dan melibatkan
jaringan yang
lebih dalam misalnya jaringan otot atau fasia pada tempat insisi dengan setidaknya terdapat salah
satu tanda berikut :
Dehidensi dari fasia atau dibuka oleh ahli bedah karena ada tanda inflamasi.
Organ/Space SSI merupakan infeksi yang terjadi pasca operasi dalam kurun waktu 30 hari atau
1 tahun dengan penggunaan implant yang melibatkan suatu bagian anotomi tertentu contoh organ
atau ruang pada tempat insisi yang dibuka atau 14 dimanipulasi pada saat operasi dengan
setidaknya terdapat salah satu tanda berikut :
Ditemukan abses.
Pasien yang akan menjalani pembedahan disarankan untuk mandi sebelum tindakan operasi maka
disarankan bagi pasien yang akan menjalani pembedahan untuk melakukan mandi sebelum
operasi setidaknya 1 kali dengan menggunakan sabun (sabun antimikroba atau non-antimikroba).
Pencukuran rambut harus dihindari kecuali jika rambut dapat mengganggu prosedur operasi dan
penggunaan pisau cukur harus dihindari dan sebaliknya gunakan Surgical Electrical Clipper.
Pembersihan usus pasien dengan persiapan puasa dan pemberian pencahar lambung (jika
diperlukan).
Petugas tidak menggunakan assesoris di tangan (cincin, jam tangan, gelang, cat kuku atau
berkuku panjang).
Sebelum tindakan pembedahan harus melakukan kebersihan tangan (cuci tangan pembedahan)
menggunakan sabun anti septik.
Alat pelindung diri (APD) (sarung tangan, baju, masker, kaca mata pelindung) tersedia dan harus
dikenakan sesuai dengan pedoman
fasilitas dan Semua baju bedah yang dapat dipakai kembali harus dicuci sesuai standar
pengelolaan linen di fasilitas pelayanan kesehatan.
Profilaksis pembedahan maka pemberian antimikroba profilaksis hanya boleh dilakukan jika
memang diindikasikan.dan diberikan 1 jam sebelum insisi.
Dianjurkan untuk mempertahankan kadar glukosa darah antara 140-200 mg/dL (7,8-11,1
mmol/L) pada pasien yang menderita maupun tidak menderita diabetes yang hendak menjalani
pembedahan.
Batasi jumlah orang di dalam ruang OK (kamar Tindakan) untuk memastikan ketersediaan ruang
yang memadai untuk menjalankan prosedur Tindakan secara aman.
%/iodine tincture 2 % atau clorhexidine 2-4 %. Manfaat iodin atau clorheksidin dan larutan
alkohol adalah untuk memperpanjang aktivitas bakterisidal.
Lingkungan area operasi (OK): tekanan positif, sirkulasi uadara 15 kali/jam, temperatur 19 –
24’C dengan kelembaban 40 – 60 % dan dibersihkan setiap selesai tindakan dan secara periodik
(jika tidak memungkinkan maka kendalikan lingkungan tempat akan dilakukan tindakan dibuat
sedemikian rupa untuk mencengah kontaminasi lingkungan terhadap resiko infeksi ).
Pertahankan suhu tubuh pasien normothermia perioperasi dengan menggunakan alat penghangat
jika diperlukan.
Hindari penggunaan agen antimikroba untuk mengirigasi luka insisi sebelum penutupan untuk
menekan risiko IDO karena Tidak terdapat cukup bukti untuk menganjurkan penggunaan atau
tidak menggunakan irigasi larutan garam steril atau anti septik terhadap luka insisi sebelum
penutupan untuk tujuan pencegahan IDO.
Jangan mengaplikasikan bubuk vankomisin( anti mikroba) ke daerah sayatan pembedahan untuk
mencegah infeksi daerah operasi.
Gunakan baju bedah, drape (linen operasi) yang bersih atau dan steril.
Peralatan dipergunakan sesuai dengan kriteria alat kritikal, semi kritikal atau non kritikal.
Manajemen luka paska-operasi
Lakukan teknik aseptik saat melakukan pemasangan dressing dan penatalaksanaan luka.
Melepaskan dressing (penutup luka) lebih awal (< 48 jam) untuk mempercepat proses
oksigenisasi untuk penyembuhan luka, jika diperlukan gunakan dressing yang tipis
Pilih dressing (penutup luka) berdasarkan kebutuhan pasien da kondisi luka, misalnya tingkat
eksudat, kedalaman luka, kebutuhan akan kenyamanan, efikasi antimikroba, pengendalian bau,
kemudahan melepaskan, keselamatan dan kenyamanan pasien.
Pengertian: Pemberian oksigen secara kontinyu menggunakan slang oksigen dengan kecepatan
aliran 1–6 liter/menit serta konsentrasi 21–44%, dengan cara memasukkan selang yang terbuat
dari plastik ke dalam hidung dan mengaitkannya di belakang telinga
Tujuan: mengelola pemberian asupan tambahan oksigen melalui hidung dengan alat bantu
kanula yang diberikan pada pasien yang bernapas spontan dengan sesak atau tidak sesak agar
sesuai dengan prinsif PPI.
Hidupkan tabung oksigen dan atur posisi semifowler atau posisi yang telah disesuaikan dengan
kondisi pasien berikan oksigen melalui kanula atau masker dengan aliran oksigen sesuaikan
dengan kondisi pasien, hindari risiko iritasi pada selaput mukosa hidung.
Pastikan slang oksigen tidak terkontaminasi dengan lingkungan benda infeksius sebelum dipakai
oleh pasien karena akan terjadi risiko infeksi saluran pernapasan.
Slang oksigen/oksigen mask yang yang tidak terpakai, dan jika akan dipergunakan lagi lakukan
disinfeksi keringkan dan simpan/ bungkus dalam tempat bersih dan kering untuk dipergunakan
oleh pasien yang sama.
Slang oksigen/oksigen mask adalah single use, namun pada kondisi tertentu dapat dilakukan
dekontaminasi sesuai peralatan semikritikal yang ditetapkan
Slang oksigen/oksigen mask yang sudah tidak terpakai lagi buang ke limbah infeksius (sebaiknya
dirusak terlebih dahulu sebelum dibuang).
Pastikan slang oksigen/oksigen mask yang sudah tidak dipergunakan lagi tidak berada atau
tergantung pada flow meter oksigen (segera dilepas)
Pastikan tabung humidifier segera dibersihkan setelah dipakai oleh pasien dan selalu dalam
kondisi kosong dan bersih sebelum dipergunakan oleh pasien lain.
Pengertian: terapi inhalasi adalah pemberian obat yang dilakukan secara hirup/inhalasi dalam
bentuk aerosol ke dalam saluran napas dengan alat nebulizer yang berfungsi mengubah obat yang
berbentuk larutan menjadi aerosol sehingga dapat dihirup penderita dengan menggunakan
mouthpiece atau masker. Dengan nebulizer dapat dihasilkan partikel aerosol berukuran antara 2-
5 µ.
Tujuan: mencegah terjadinya transmisi penularan penyakit melalui tatalaksana pemberian terapi
Inhalasi yang substandar dan tidak sesuai prinsip PPI.
Sarana atau peralatan: berupa alat nebulizer yang terdiri dari beberapa bagian yang terpisah
yang terdiri dari generator aerosol, alat bantu inhalasi (kanul nasal, masker, mouthpiece) dan cup
(tempat obat cair).
Gambar 37 Peralatan Nebulizer
Pastikan peralatan nebulizer dalam kondisi siap pakai dan bersih dan dilakukan test kelayakan
penggunaan.
Lakukan kebersihan tangan sebelum menyiapkan /menyentuh peralatan dan pasien dan petugas
menggunakan masker jika diperlukan.
Slang oksigen dan masker dan nebulizer kit adalah alat kesehatan sekali pakai kecuali dipakai
oleh orang yang sama.
jika tidak memungkinkan untuk peralatan sekali pakai dan akan dipergunakan ulang maka
lakukan dekontaminasi dengan pembersihan dan perendaman cairan ezymatik 0,8 % atau
detergent selama 10-15 menit keringkan kemudian bungkus dengan plastic transparan simpan di
tempat kering dan tertutup dan swab alkohol 70 % sebelum dipakai oleh pasien.
Gunakan mouth piece atau masker tersendiri untuk satu pasien satu jika tidak memungkinkan
maka lakukan pembersihan setiap selesai dipakai dekontaminasi dengan cairan disinfektan 0.5
%/detergent atau alcohol 70 %.
Semua peralatan yang sudah dibersihkan disimpat di tempat yang kering, bersih dan tidak
menempatkan di lantai atau permukaan yang kotor
Penggunakan cairan dan obat campuran sekali pakai, buang setelah selesai dipergunakan dan jika
berbagi untuk pasien yang berbeda maka lakukan tehnik aseptik dengan waktu yang sama (tidak
menyimpan sisa obat dan cairan sisa kecuali direkomendasikan pabrik)
Semua limbah yang dihasilkan setelah pemakaian dianggap sebagai limbah infeksius.
PPI Pada Penggunaan Kateter Intravena (Infus)
Pengertian Infus cairan intravena adalah pemberian sejumlah cairan kedalam tubuh melalui
sebuah jarum kedalam pembuluh vena untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat
makanan dari tubuh atau memberikan terapi melalui cairan infus yang diberikan secara langsung
ke dalam pembuluh darah.
Tujuan: mencegah terjadinya transmisi penularan penyakit melalui penngunaan kateter intravena
yang tidak sesuai prinsip PPI.
Petugas mematuhi terhadap tehnik aseptic dan kebersihan tangan yang tepat dan benar.
Gunakan troly tindakan sebagai tempat peralatan yang akan digunakan (bak instrument bersih
yang telah di swab alcohol 70 % untuk menempatkan peralatan steril dan bengkok untuk
menempatkan sampah hasil kegiatan).
Lakukan kebersihan tangan untuk mengurangi mikrooragnisme pada tangan petugas sebelum
memegang peralatan invasive yang akan digunakan, sbb:
Sebelum kontak dengan bagian manapun dari sistem IV selama perawatan kateter.
Gunakan sarung tangan bersih saat melakukan pemasangan dan perawatan infus dan hindari
kontaminasi dengan lingkungan misalnya memegan tempat tidur, meja, dll.
Lakukan disinfeksi permukaan kulit dengan alcohol 70 % atau chlorhexidine 2 % pada neonates
chlorxidine 0,5 % (jika pasien alergi alcohol 70 %) dan tunggu mengering sebelum dilakukan
insersi.
Pemasangan Infus dilakukan dengan tehnik tidak menyentuh area insersi ketika menganti kolf
infus atau memasang sambungan (hub) atau port infus, jika tersentuh lakukan disinfeksi dengan
swab alcohol 70 %.
Tutup area insersi dengan transparan dressing atau kasa steril dan lakukan fixasi dengan baik.
Tidak melakukan penusukan pada plastic kolf infus sebagai cara memasukan obat.
Perangkat infus harus digantung dengan aman ditempat yang bersih dan hindari pemindahan
yang akan membawa mikroba oragnisme dari kulit ke dalam aliran darah misalnya : infus
diletakan di tempat tidur atau di meja,
Dekontaminasi semua permukaan area insersi saat akan mengakses atau menyetuh peralatan infus
Gunakan penutup area insersi dengan transparan dressing dan diganti setiap 7 hari jika tidak
memungkinkan gunakan kassa steril yang dilakukan dressing care setiap hari jika kotor atau
terlepas.
Pertimbangkan penngunaan kasa steril yang ditutup dengan transparent dressing pada pasien
yang berkeringat banyak atau terjadi perdarahan pada area insersi dan lakukan penggantian setiap
24 jam atau lebih cepat jika kotor atau terlepas.
Setiap akan mengakses (membuka atau menutup) sambungan infus (hub) maka lakukan
disinfeksi dengan alcohol 70 %.
Profilaksis anti mikroba tidak boleh digunakan secara rutim untuk mencegah infeksi.
Secara umum admisitrasi set infus yang digunakan secara terus menerus diganti 3 – 7 Hari
kecuali terlepas atau ditemukan tanda tanda infeksi
Perangkat adminsitrasi untuk darah (transfuse set) dan komponen darah harus diganti setiap 24
jam keculi ditemukan tanda tanda bekuan yang tidak jalan
Perangkat administrasi set untuk infus nutrisi perentral harus diganti setiap 24 jam dan jika
penggunaannya hanya mengandung glukosa
(dextrose) secara terus menerus maka tidak perlu diganti lebih sering dari 72 jam.
Dengan tetap mempertahankan abbocath (alat insersi) dalam kondisi baik dan bersihkan dengan
alcohol di sekitar area insersi.
Pengertian: perawatan luka adalah suatu tehnik aseptik yang bertujuan membersihkan luka dari
debris untuk mempercepat proses penyembuhan luka
Tujuan: adalah untuk menghentikan perdarahan, mencegah infeksi, menilai kerusakan yang
terjadi pada struktur yang terkena dan untuk menyembuhkan luka.
Jangan pernah menutup luka yang terinfeksi, luka yang terkontaminasi dan luka bersih yang
berumur lebih dari enam jam.
Biarkan terjadi oksigenisasi dan terjadi sirkulasi darah sesegera mungkin setelah Cedera
pada area luka.
Luka yang lebih dari 12 jam (luka ini biasanya telah terinfeksi).
Luka tembus ke dalam jaringan (vulnus pungtum), harus disayat/dilebarkan untuk membunuh
bakteri anaerob.
Lakukan pembersihan luka dan debridemen sesegera mungkin (dalam 8 jam jika
memungkinkan).
Berikan antibiotik profilaksis kepada korban dengan luka yang dalam dan lainnya sesuai indikasi.
Penggunaan antibiotik topikal dan mencuci luka dengan larutan antibiotik tidak dianjurkan.
PPI pada perawatan luka
Lakukan teknik aseptik dan gunakan peralatan steril ketika melakukan perawatan luka.
Lakukan kebersihan tangan dan gunakan sarung tangan atau APD lainnya sesuai indikasi, contoh:
gunakan gaun jika akan mencuci luka atau gunakan masker/pelindung wajah jika luka berisiko
terjadi cipratan ke muka.
Untuk tehnik pembersihan luka lakukan pembersihan dari bagian atas kebawah atau dari bagian
tengah keluar.
Pada luka yang terkontaminasi, bersihkan mulai dari daerah perifer ke tengah (gerakan memutar
untuk membersihkan luka melingkar)
Gunakan satu kapas usap/kasa untuk satu kali usapan, buang setiap kapas/kasa ke dalam kantung
plastik setelah mengusap. Jangan menyentuh kantung plastik dengan forsep.
Bila ada sekret, bersihkan sekitarnya, mulai dari bagian tengah mengarah keluar dengan gerakan
melingkar dan hati hati untuk tidak merusak granulasi yang baru tumbuh pada area luka.
Gunakan penutup luka (kasa) steril dan tipis dengan tujuan terjadinya oksigenisasi luka dan ganti
jika basah kotor atau lepas.
Profilaksis tetanus
Jika belum divaksinasi tetanus, beri ATS dan TT. Pemberian ATS efektif bila diberikan sebelum
24 jam luka
Menutup luka
Jika luka terjadi kurang dari sehari dan telah dibersihkan dengan seksama, luka dapat benar-benar
ditutup/dijahit (penutupan luka primer).
Luka tidak boleh ditutup bila: telah lebih dari 24 jam, luka sangat kotor atau terdapat benda asing,
atau luka akibat gigitan binatang.
Luka bernanah tidak boleh dijahit, tutup ringan menggunakan kasa lembab.
Luka yang tidak ditutup dengan penutupan primer, harus tetap ditutup ringan dengan kasa
lembab. Jika luka bersih dalam waktu 48 jam berikutnya, luka dapat benar-benar ditutup
(penutupan luka primer yang tertunda).
Jika luka terinfeksi, tutup ringan luka dan biarkan sembuh dengan sendirinya
PENGGUNAAN ANTIMIKROBA YANG BIJAK DAN RASIONAL
Penggunaan antibiotik bijak yaitu penggunaan antibiotik dengan spektrum sempit, pada indikasi
yang ketat dengan dosis yang adekuat, interval dan lama pemberian yang tepat.
Indikasi ketat penggunaan antibiotik dimulai dengan menegakkan diagnosis penyakit infeksi,
menggunakan informasi klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium seperti mikrobiologi, serologi,
dan penunjang lainnya. Antibiotik tidak diberikan pada penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus atau penyakit yang dapat sembuh sendiri (self- limited) contoh ISPA atau diare nonspesifik.
Melakukan de-eskalasi setelah mempertimbangkan hasil mikrobiologi dan keadaan klinis pasien
serta ketersediaan obat.
Cost effective: obat dipilih atas dasar yang paling cost effective dan aman.
Antibiotik Terapi
Pemberian antibiotik terapi meliputi antibiotik empiris dan antibiotik definitif. Prinsip
penggunaan antibiotik untuk Terapi Empiris dan Definitif, sbb:
Pengertian: penggunaan antibiotik untuk terapi empiris adalah penggunaan antibiotik pada kasus
infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya.
Tujuan pemberian antibiotik untuk terapi empiris adalah eradikasi atau penghambatan
pertumbuhan bakteri yang diduga menjadi penyebab infeksi, sebelum diperoleh hasil
pemeriksaan mikrobiologi.
Indikasi: ditemukan sindrom klinis yang mengarah pada keterlibatan bakteri tertentu yang paling
sering menjadi penyebab infeksi
Data epidemiologi dan pola resistensi bakteri yang tersedia di komunitas atau fasilitas pelayanan
kesehatan setempat.
Ketersediaan antibiotik.
Untuk infeksi berat yang diduga disebabkan oleh polimikroba dapat digunakan antibiotik
kombinasi.
Rute pemberian: antibiotik oral seharusnya menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi. Pada
infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan menggunakan antibiotik parenteral.
Lama pemberian: antibiotik empiris diberikan untuk jangka waktu 48- 72 jam. Selanjutnya harus
dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang
lainnya.
Antibiotik untuk Terapi Definitif
Pengertian: penggunaan antibiotik untuk terapi definitif adalah penggunaan antibiotik pada
kasus infeksi yang sudah diketahui jenis bakteri penyebab dan pola resistensinya.
Tujuan pemberian antibiotik untuk terapi definitif adalah eradikasi atau penghambatan
pertumbuhan bakteri yang menjadi penyebab infeksi, berdasarkan hasil pemeriksaan
mikrobiologi.
Sensitivitas.
Biaya.
Ketersediaan antibiotik (sesuai formularium nasional sebagai acuan FKTP dalam Menyusun
formulariumnya).
Rute pemberian: antibiotik oral seharusnya menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi. Pada
infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan menggunakan antibiotik parenteral. Jika
kondisi pasien memungkinkan, pemberian antibiotik parenteral harus segera diganti dengan
antibiotik per oral.
Lama pemberian antibiotik definitif berdasarkan pada efikasi klinis untuk eradikasi bakteri
sesuai diagnosis awal yang telah dikonfirmasi. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan
data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lain.
Antibiotik Profilaksis
Antibiotika yang dapat digunakan sebagai antibiotik profilaksis adalah antibiotika untuk
mencegah infeksi kuman gram positif dari kulit meliputi antibiotik sefalosporin generasi pertama
dan kedua diberikan dalam dosis tunggal, 30-60 menit sebelum tindakan insisi.
Meningkatkan pemahaman dan ketaatan tenaga kesehatan dalam penggunaan antibiotik secara
bijak.
Implementasi penggunaan antibiotik secara rasional yang meliputi antibiotik profilaksis dan
antibiotikterapi
Pengertian: adalah pendidikan dan pelatihan yang berkiatan dengan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI) baik untuk tenaga dokter/medis mauoun untuk perawat dan tenaga
kesehatan lainnya yang diadakan oleh Kementerian Kesehatan, pemerintah daerah, organisasi
profesi atau organisasi lainnya sesuai dengan ketentuan perundang- undangan yang berlaku.
Pernyaratan bagi pengelola PPI: untuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi
dibutuhkan pendidikan dan pelatihan bagi pengelola PPI. Pengelola PPI di fasilitas pelayanan
kesehatan harus memiliki kompetensi di bidang PPI, terutama Tim PPi atau Penanggung Jawab
PPI. Pendidikan dan pelatihan bagi Tim PPi atau Penanggung Jawab PPI dengan ketentuan, sbb:
Wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar dan pengembangan pengetahuan PPI lainnya.
Memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga pelatihan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Semua staf pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan harus mengetahui prinsip-
prinsip PPI antara lain melalui Pelatihan internal/workshop/bimbingan teknis/sosialisasi PPI .
Semua staf non pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan harus dilatih dan mampu melakukan
upaya pencegahan infeksi meliputi hand hygiene, etika batuk, penanganan limbah, APD (masker
dan sarung tangan) yang sesuai.
Kewaspadaan isolasi (secara garis besar), simulai kebersihan tangan, etika batuk, penggunaan
APD untuk masyarakat, pembuangan limbah dan penegndalian lingkungan.
Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Germas.
SURVEILANS
Pengertian : Surveilance adalah suatu proses yang dinamis, sistematis, terus-menerus, dalam
pengumpulan, identifikasi, analisis dan interpretasi dari data kesehatan yang penting pada suatu
populasi spesifik yang didiseminasikan secara berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan
untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan dan evaluasi suatu tindakan yang berhubungan
dengan kesehatan dalam upaya penilaian risiko Healthcare Assosiated infections (HAIS)
Pada sistem pencatatan dan pelaporan, pengumpulan data berjalan vertikal, sedangkan sistem
surveilans membentuk suatu siklus. Siklus dimulai dari pengumpulan, pengolahan, analisis,
interpretasi data hingga menjadi informasi. Dengan dilakukan diseminasi informasi diharapkan
menghasilkan suatu rekomendasi dapat dilakukan sebagai bahan masukan dalam melakukan
aksi/intervensi. Aksi atau intervensi ini merupakan salah satu yang membedakan antara sistem
pencatatan dan pelaporan dengan surveilans, selain alur sistem yang berbeda. Dengan adanya
aksi/intervensi ini, permasalahan kesehatan dapat segera ditanggulangi. Sistem pencatatan dan
pelaporan merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan dan merupakan sumber data yang
paling sering dimanfaatkan dalam sistem surveilans dibandingkan sumber data lainnya (seperti:
data statistik vital, data survei dan data laboratorium). Sistem pencatatan dan pelaporan biasanya
dilaksanakan secara rutin dan berjenjang mulai dari pelayanan kesehatan terdepan ke sistem
pelayanan kesehatan diatasnya
Tujuan Surveilans adalah mendapatkan data dasar Infeksi di pelayanan FKTP, untuk
menurunkan laju Infeksi yang terjadi di FKTP, Identifikasi dini Kejadian Luar Biasa (KLB)
Infeksi di FKTP, meyakinkan para tenaga kesehatan tentang adanya masalah yang memerlukan
penanggulangan, mengukur dan menilai keberhasilan suatu program PPI, memenuhi standar
mutu pelayanan medis dan keperawatan, dan salah satu unsur pendukung untuk memenuhi
standar penilaian akreditasi di fasilitas pelayanan kesehatan.
Sasaran surveilans difokuskan pada kejadian Healtcare Associated Infection (HAIs) yang
terfokus pada kejadian infeksi yang berhubungan erat dengan proses pelayanan medis dan
keperawatan yang dilaksanakan di FKTP berdasarkan definisi, sbb:
Infeksi Saluran Kemih (ISK) yaitu infeksi yang terjadi akibat penggunaan indwelling kateter
dalam kurun waktu 2 x 24 jam ditemukan tanda tanda infeksi : demam (> 38’C), Disuria, nyeri
supra pubik, urine berubah warna dan pada anak anak (hipotermia < 37Ç, bradikardia, apneu)
serta test konfirmasii laboratorium positif bakteri.
Infeksi Daerah Operas(IDO) adalah suatu tindakan insisi pada permukaan jaringan kulit sampai
ke organ tubuh yang terjadi dalam kurun waktu 30 -90 hari (pada tindakan operasi atau tindakan
insisi pada permukaan jaringan kulit dan pembuluh darah) dengan gejala rasa nyeri,
pembebangkakan yang terlokalisir, kemerahan atau hangat pada perabaan, drainase bahan
purulent dari insisi superfisial. serta hasil biakan laboratorium positif bakteri.
Plebitis adalah inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Tanda klinis
adanya daerah yang merah pada sekitar insisi, nyeri dan pembengkakan di daerah penusukan atau
sepanjang pembuluh darah vena.
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) dalam hal ini akibat kesalahan proses imunisasi
adalah salah satu reaksi tubuh pasien yang tidak diinginkan yang muncul setelah pemberian
vaksin. KIPI dapat terjadi dengan tanda atau kondisi yang berbeda-beda. Mulai dari gejala efek
samping ringan hingga reaksi tubuh yang serius seperti anafilaktik shok terhadap kandungan
vaksin.
Abses gigi adalah terbentuknya kantung atau benjolan berisi nanah pada gigi. Abses gigi disebabkan
oleh infeksi bakteri. Kondisi ini bisa muncul di sekitar akar gigi maupun di gusi ditandai dengan
demam, gusi bengkak, rasa sakit saat mengunyah dan mengigit, sakit gigi yang menyebar ke
telinga, rahang, dan leher, bau mulut, kemerahan dan pembengkakan pada wajah. Abses gigi
menjadi indikator surveilans pada kasus sesuai kriteria HAIs (tindakan pelayanan gigi
sebelumnya tidak ditemukan tanda tanda abses).
Numerator adalah jumlah kejadian infeksi dalam kurun waktu tertentu.(bulan, tri wulan,
semester dan tahunan), sbb:
Jumlah pasien yang terjadi infeksi (abses) setelah dilakukan tindakan pelayanan gigi (yang
sebelumnya tidak ada tanda tanda Infeksi) di pelayanan UKP dan UKM.
Jumlah pasien terjadi infeksi (KIPI) pada area suntikan immunisasi di UKP dan UKM.
Jumlah pasien yang dilakukan pelayanan gigi tanpa tanda tanda infeksi di UKP dan UKM
Tahapan Surveilan
Perencanaan
Persiapan: tetapkan panduan, SOP, metode, buat formulir dan waktu pelaksanaan surveilan.
Tentukan populasi pasien yang akan dilakukan survei apakah semua pasien/sekelompok
pasien/pasien yang berisiko tinggi saja.
Gunakan definisi infeksi yang mudah dipahami dan mudah diaplikasikan, Nosocomial Infection
Surveillance System (NISS) misalnya menggunakan National Health Safety Network (NHSN),
Center for Disease Control (CDC) atau Kementerian Kesehatan.
Pengumpulan data
Lakukan pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung dilapangan oleh Ketua TIM
PPI/Penanggung jawab atau orang yang ditunjukan sebagai pengumpul data (Metode observasi
langsung merupakan gold standard):
Berdasarkan sumber data dari : Sistem Pencatatan dan Pelaporan unit kerja, Sistem Pencatatan
dan Pelaporan Terpadu, pencatatan pelaporan kesakitan dan kematian
Catatan medical record pasien/ catatan dokter atau tenaga medis lainnya (bidan/perawat)
Data demografik: nama, tanggal lahir, jenis kelamin, nomor catatan medik, tanggal masuk FKTP.
Data Infeksi: tanggalinfeksi muncul, lokasi infeksi,ruang pelayanan/perawatan
saat infeksi muncul pertama kali.
Faktor risiko: alat, prosedur, faktor lain yang berhubungan dengan Tindakan medis, data
laboratorium: jenis mikroba (jika ada).
Formulir Suveilans pengumpulan data
30…
Jumlah
Tabel 13. Contoh form surveilans tindakan rawat jalan dan UKM
Tanggal Keterangan
Imunisasi Gigi KB KIPI Abses Plebitis
suntik
Jumlah
Analisis
Analisis data dilihat dari data yang dicatat secara manual dalam formulir surveilan atau jika
memungkinkan dicatat dalam sistem sistim komputer fasilitas pelayanan kesehatan (SIMPUS)
Numerator Denomintar
Ket. Jika menggunakan lama hari penggunaan alat digunakan per-1000 Jika menggunakan
jumlah tindakan maka dipakai persentase 100
X 1000 = ….. ‰
dibuat dalam bentuk tabel, grafik , pie dll yang dapat memberikan gambaran angka kejadian
infeksi.
penyajian data harus jelas, sederhana, mudah dipahami yang memperlihatkan pola kejadian
infeksi dan perubahan yang terjadi (trend).
Bandingkan dengan target angka kejadian infeksi yang ditetapkan oleh Fasilitas pelayanan
kesehatan. Bandingkan kecenderungan menurut jenis infeksi, ruang perawatan, lakukan analisa
kecenderungan dan jelaskan sebab-sebab peningkatan atau penurunan angka infeksi selanjutnya
buat rekomendasi.
Laporan dan rekomendasi hasil surveilans oleh Ketua Tim PPI/Penanggung jawab PPI kepada
pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan secara periodik tergantung fasilitas pelayanan kesehatan
setiap bulan, triwulan , tahunan untuk dilakukan tindak lanjut hasil persetujuan.
Hasil laporan data surveilan di disseminasi dan komunikasikan kepada unit atau terkait yang
berkepentingan untuk dilakukan langkah tindak lanjut atau perbaikan.
Urgensi kemih
Frekuensi kencing
Disuria
Kriteria Eksklusi:
X 1000 = … ‰
urine kateter
Desain Concurrent (Survei harian)
Pengumpulan Data
Sumber Data Sumber data primer yaitu melalui observasi
Frekuensi Harian
Pengumpulan Data
Periode Pelaporan Bulanan
Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data Tabel
indikasi.
PLABSI adalah infeksi yang terjadi akibat penggunaan
intra vena perifer line > 2 hari ditemukan tanda tanda
Infeksi, sbb:
Kriteria Eksklusi:
X 1000 = … ‰
Indikator Uraian
Kriteria Eksklusi:
Kriteria Eksklusi:
Kriteria Eksklusi:
(penyebut)
Target Pencapaian 100%
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula
Laporan kegiatan PPI di FKTP dibuat secara konprehensif dan berkesinambungan untuk
mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan program PPI di lapangan.
Laporan dibuat secara periodik, tergantung fasilitas pelayanan kesehatan bisa setiap triwulan,
semester, tahunan atau sewaktu-waktu jika diperlukan.
AUDIT, MONITORING DAN ICRA
Audit
Pengertian: adalah proses pengumpulan, mengolah dan menganalisa data untuk menilai kondisi
yang ada dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan.
Menilai adanya gap atau tingkat kepatuhan petugas kesehatan dibandingkan dengan standar yang
sudah ditetapkan oleh FKTP.
Sasaran audit PPI : semua petugas kesehatan yang melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan,
berkaitan dengan sarana, prasarana pelayanan kesehatan di FKTP.
Menyiapkan tolls audit berdasarkan pedoman audit sesuai standar/peraturan, review alur,
protokol dan kebijakan, persediaan dan peralatan.
Lakukan pengumpulan data, observasi, wawancara, dll pada kegiatan, sarana, prasarana yang
akan di audit.
76 – 84 % : Kepatuhan Intermediate
Nilai kepatuhan jumlah total ya dibagi jumlah total ya dan tidak dikali 100
%.
Berikut beberapa contoh instrumen penilaian kepatuhan terhasap SOP yang ada di FKTP, sbb:
Contoh 1: Kepatuhan kebersihan tangan untuk 5 momen Tabel 21. Instrumen penilaian
kebersihan tangan lima momen
Total 4 1
Maka sesuai contoh penilaian diatas maka hasil perhitungan tingkat kepatuhan kebersihan tangan
sesuai dengan 5 moment penting adalah
X 100 = 80 %
1 Topi √
2 Masker √
3 Apron √
4 Googles/pelindung wajah √
5 Sarung tangan √
6 Sepatu √
Jumlah 4 2
Maka sesuai contoh penilaian diatas maka hasil perhitungan tingkat kepatuhan kebersihan tangan
sesuai dengan 5 moment penting adalah
Pengertian: Monitoring pelaksanaan atau penerapan PPI di FKTP dilaksanakan mengikuti siklus
manajemen di FKTP melalu Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian Kinerja (P3). Monitoring
harusnya dialkukan secara rutin dan berkelanjutan dalam rangka perbaikan kinerja fasilitas
kesehatan termasuk PPI.
Tujuan dilakukannya monitroing adalah untuk mengetahui apakah rencana maupun pelaksanaan
kegiatan yang telah dibuat dapat terlaksana dengan baik. Jika tidak terlaksana dengan baik maka
harus segera dicari penyebab masalahnya dengan demikian tindak lanjut pemecahan masalah
dapat dialkukan secara dini. Sehingga kinerja PPI dapat tercapai sesuai target yang sudah
direncakan sebelumnya.
Proses monitoring dapat dilakukan sejak Penggerakan dan Pelkasanaan (P2). FKTP atau Tim
PPI dapat mengembangkan alat bantu monitoring berupa ceklist atau daftar tilik monitoring
pelaksanaan program PPI yang diadaptasi dari matriks perencanaan PPI yang sudah dibuat
sebelumnya.
Tabel 23. Contoh tabel rencana dan monitoring program PPI di FKTP
PENYEBAB
WAKTU
VOLUME
RTL
PIC
STATUS
PELAKSAN
NO KEGIATAN
AAN
YA TDK
1 Pelatihan Dasar 2 orang Maret dr.Anita 1…….. 1. ,,,,,,,,
PPI 2021 2…….. 3… 2……..
dst 3…dst
2 Sosialisasi PPI2 kaliJuni –Bidan
kepada pertemu Juli Yunita
petugas an 2021
3 Penyiapan
Kebijakan (SK
Tim, Pedoman,
SOP, dll)
4 Penerapan PPI
5 Surveilan
6 Audit
7 Pelaporan
8 Dst……
Peningkatan Mutu PPI Melalui Penilaian Risiko Pengendalian Infeksi (ICRA: Infection
Control Risk Assessment)
Pengertian: Infection Control Risk Assessment (ICRA) adalah proses multi disiplin yang
berfokus pada pengurangan infeksi, pendokumentasian dengan mempertimbangkan populasi
pasien, fasilitas dan program. ICRA merupakan kegiatan dalam rangka peningkatan mutu
pelayanan kesehatan untuk menilai dan mengontrol risiko infeksi baik itu dilakukan per unit
bagian/instalasi maupun dapat dilakukan secara keseluruhan. ICRA sebagai sistem pengontrolan
pengendalian infeksi yang terukur dengan melihat kontinuitas dan probabilitas aplikasi
pengendalian infeksi di lapangan berbasiskan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan,
Tercapainya perlindungan terhadap pasien, petugas dan pengunjung dari risiko infeksi.
Tersedianya rencana program pencegahan dan pengendalian risiko infeksi di seluruh area FKTP.
Pembagian ICRA: penilian risiko infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan menurut PMK
27/2017 terdiri atas:
ICRA external: meliputi penilaian risiko infeksi pada KLB di komunitas (covid), kontaminasi
pada makanan (salmonella), bencana alam, kecelakaan massal, dll
Identifikasi risiko yaitu melihat seberapa beratnya dampak potensial dan kemungkinan seberapa
sering frekuensi munculnya risiko, identifikasi aktifitas yang dilakukan pada risiko dan cara
transmisinya.
Analisa risiko yaitu mengapa terjadi, seberapa sering terjadi, siapa yang berkontribusi, dimana
kejadinnya dan apa dampak serta biaya untuk mencegahnya.
Kontrol risiko dengan melakukan strategi mengurangi atau mengeliminasi kemungkinan risiko
yang menjadi masalah.
Monitoring risiko dengan memastikan rencana pengurangan risiko dilaksanakan dan dapat
menjadi umpan balik perbaikan.
Tahap kedua adalah proses penilaian perencanaan penilaian risiko, standar, laporan program PPI
dan pengetahuan saat ini yang terkait dengan isu pengendalian infeksi.
Tahap ketiga adalah melaksanakan pertemuan untuk mengukuhkan komitmen dan partisipasi,
saat pelaksanaan diskusi, prioritas risiko, dan merencanakan kontrol infeksi, dan komitmen
kultural dalam meningkatkan mutu pelayanan melalui proses pelatihan dan pendidikan bahkan
learning by doing.
Peniliaian risiko infeksi di FKTP: untuk memudahkan pengkajian risiko infeksi di fasilitas
kesehatan tngkat pertama maka pembahasan akan difokuskan pada penilaian risiko infeksi yang
berkaitan dengan program pengendalian infeksi seperti kepatuhan cuci tangan, pencegahan
penyebaran infeksi, manajemen kewaspadaan kontak, dan pengelolaan resistensi antibiotik
(ICRA Program) serta penilaian risiko infeksi terkait fasiitas kesehatan: perencanaan, design,
kontruksi, renovasi dan pemeliharaan fasilitas (ICRA Konstruksi), dijelaskan sbb:
Pengertian: adalah pengkajian risiko infeksi terkait pelaksanaan program pencegahan dan
pengendalian infeksi atau pelayanan yang diberikan oleh FKTP. Pengkajian risiko sebaiknya
dilakukan setiap awal tahun sebelum memulai program dan dapat setiap saat ketika dibutuhkan
dengan melakukan penilaian.
Penilaian dampak yaitu penilian terhadap risiko keparahan akibat kejadian yang terjadi.
RISIKO
1 Minimal Klinis Tidak ada Cedera.
2 Moderate klinis Cedera ringan, misalnya lecet, dapat
perawatan
Kehilangan fungsi Cedera luas/berat (cacat atau lumpuh),
tubuh sementara kehilangan fungsi motorik/sensorik/
4
psikologis atau intelektual ) tidak
perjalanan penyakit
Penilaian tingkat risiko terhadap sistem yang ada yaitu penilian terhadap adanya peraturan,
pelaksanaan dan ketersediaan fasilitas.
Tabel 26. Deskripsi tingkat risiko terhadap sistem, peraturan dan pelaksanaannya
RISIKO PELAKSANAAN
1 Solid Peraturan Ada, Fasilititas Ada, Dilaksanakan
2 Good Peraturan Ada, Fasilititas Ada, Tidak Selalu
Dilaksanakan
3 Fair Peraturan Ada, Fasilititas Ada, Tidak
Dilaksanakan
4 Poor Peraturan Ada, Fasilititas Tidak Ada, Tidak
Dilaksanakan
5 None Tidak Ada Peraturan
Setelah didapatkan angka perkalian maka dilakukan sistim perioritas dengan melakukan grading
nilai tertinggi atau kasus yang berdampak paling berisiko
Selanjutnya lakukan langkah perbaikan untuk meningkatkan mutu dalam program PPI dengan
menggunakan fish borne atau sistim perbaikan mutu yang lain.
risiko
No Uraian 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1 Plebitis 5 2 2 20 I
2 ISK 2 3 3 18 II
3 PLABSI 3 5 1 15 III
Keterangan:
Uraian adalah masalah yang ada dan terjadi di lapangan berdasarkan data hasil laporan
bulanan
Probability adalah nilai sering nya kejadian muncul atau ditemukan di lapangan
Dampak adalah akibat yang kemungkinan akan terjadi akibat masalah yang ada
Sistim adalah peraturan atau kebijakan yang ada, fasilitas yang ada dan pelaksanaan di
lapangan
Score risiko adalah nilai akhir dari perkalian antara probability, dampak dan sistim yang ada
Rangking score adalah urutan nilai tertinggi dari score Risiko untuk dijadikan masalah prioritas
Penilaian Risiko Infeksi Pada Fasilitas dan Bangunan (ICRA Konstruksi)
Pengertian: adalah pengkajian risiko infeksi terkait fasilitas pelayanan kesehatan khususnya
bangunan baik untuk konstruksi baru ataupun renovasi, dll.
Tujuan: mengurangi dampak infeksi spesifik atau masalah yang muncul selama konstruksi,
renovasi, dll dilakukan.
Tim PPI harus terlibat atau dilibatkan dalam pertemuan perencanaan baik gedung baru atau
renovasi, berkaitan hal-hal sbb::
Apa standar dan pedoman dari badan arsitektur dan teknik, departemen pemerintah dan lembaga
akreditasi?
Produk atau desain mana yang paling menyeimbangkan persyaratan pengendalian infeksi
keselamatan dan kepuasan karyawan dan pasien, serta kendala biaya?
Langkah Penilaian Risko Infeksi Kontruksi (ICRA Konstruksi) Penilaian risiko dan
pencegahan infeksi berkaitan dengan fasilitas bangunan, dilakukan dengan mempertimbangkan
langkah-langkah. sbb:
Type B: kegiatan renovasi skala kecil, durasi pendek dengan risiko debu minimal misalnya
pemotongan dinding plafon dimana penyebaran debu dapat dikontrol.
Type C: kegiatan pembongkaran gedung dan renovasi gedung yang menghasilkan debu yang
banyak dan tinggi misalnya konstruksi pembongkaran dan pembangunan dinding baru.
Type D: kegiatan pembangunan proyek konstruksi dan pembongkaran gedung dengan skala besar
misal konstruksi baru atau pembangunan gedung baru.
Melakukan Identifikasi area dan pengelompokan pasien berdasarkan tingkat risiko, sbb:
Risiko tinggi: pada pelayanan pasien kondisi rentan misalnya: poli bedah, ruang perawatan
pasien.
Risiko sangat tinggi: area pelayanan pasien dengan imunitas rentan misalnya ruang operasi, ICU
dan unit luka bakar.
Menentukan kelas kewaspadaan dan intervensi PPI Tabel 28. Risiko berdasarkan type konstruksi
Tarik garis lurus sesuai tingkat risiko pasien ke arah type kontruksi yang sesuai, kolom dimana
ketemu kedua garis menunjukkan kelas intervensi.
Jika ketemu pada kolom kelas yang terdapat dua nilai maka diambil yang tertinggi.
Kelas 1, sbb:
Memberikan kabut air pada permukaan lingkungan kerja untuk menghalangi dan mengendalikan
debu selama proyek konstruksi berlangsung
Kelas 3, sbb:
Membuat penghalang debu dengan menutup area masuknya debu (melakban pintu)
Limbah konstruksi ditempatkan dalam wadah tertutup rapat dan segera dibuang dan dilakukan
pembersihan
Kelas 4, sbb:
Buat pembatas area kerja harus dipasang sampai proyek selesai dan dibersihkan
Menutup jendela di area yang menampung pasien yang dinilai rentan untuk diminimalkan
masuknya spora jamur yang dihasilkan oleh pekerjaan bangunan di dekatnya.
Jika penyedot debu digunakan, pastikan mereka memiliki filter efisiensi tinggi pada udara yang
habis.
Mengisolasikan sistem HVAC di area kerja untuk mencegah kontaminasi sistem saluran
Mengangkut puing-puing dalam kantong atau wadah tertutup dengan tutup yang rapat, atau
menutupi puing dengan kain basah.
Jangan mengangkut puing-puing melalui area perawatan pasien tetapi melalui pintu keluar yang
berbeda.
BAB IV
Pengertian: penerapan PPI di unit pelayanan FKTP dimaksudkan bahwa semua FKTP dalam
memberikan pelayanan disetiap unit, program atau kegiatan harus mengikuti kaidah, langkah,
standar dan prosedur PPI sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III.
Tujuan: pengelolaan pelayanan di FKTP yang sesuai dengan pedoman PPI agar petugas, pasien
dan masyarakat terlindungi dari penyakit infeksi akibat pelayanan yang tidak bermutu.
Prinsif: secara garis besar konsep dan prinsip pelaksanaan PPI di setiap unit pelayanan yang
tersedia di FKTP adalah berlaku sama, tanpa pengecualian dengan merujuk pada materi bahasan
PPI di Bab III. Mutu pelayanan di FKTP sangat ditentukan oleh kepatuhan petugas terhadap
kebijakan, pedoman, standar operasional prosedur yang telah ditetapkan oleh masing-masing
FKTP dengan mengacu pada peraturan perundang undangan yang berlaku termasuk yang
dikeluarkan oleh masing-masing Pemerintah Daerah dan para penanggunjawab program di
Kementerian Kesehatan RI.
Lingkup penerapan PPI di unit pelayanan FKTP: khususnya Puskesmas, pelayanan yang
diberikan mencakup Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) yang kegiatannya banyak
dilaksanakan didalam fasilitas kesehatan. Meski demikian saat pelayanan kesehatan perseorangan
diberikan seringkali juga diikuti pelayanan yang bersifat promotif dan preventif. Demikian
halnya Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yang bersifat promosif dan preventif terutama
dilakukan diluar fasilitas kesehatan, meski demikian kegiatannya juga banyak mengandung
pelayanan perseorangan. Oleh karena itulah maka upaya pelayanan perseorangan dan upaya
pelayanan masyarakat merupakan pelayanan yang terintegrasi dan tidak dapat dipisahkan satu
sama laiinya.
Tantangan Pelayanan Kesehatan diluar fasilitas: penerapan PPI untuk pelayanan kesehatan
perseorangan relatif lebih mudah terutama jika kegiatannya dilakukan di dalam fasilitas
kesehatan, selain karena semua sumber daya yang digunakan berada dalam kendali petugas.
Selain itu sumber penularan penyakit lebih mudah diidentifikasi sehingga pencegahan dan
pengendalian penyakit infeksinya juga diharapkan dapat dikelola dengan lebih baik.
Hal sebaliknya, jika pelayanan tersebut diberikan diluar fasilitas kesehatan, akan mempunyai
konsekwensi yang berbeda disebabkan hal-hal, sbb:
Sasaran pelayanan: yang dilayani pada umumnya orang sehat, sehingga aspek keselamatan
kurang diperhatikan padahal kegiatannya juga banya yang berupa pelayanan perseorangan seperti
pemberian imunisasi, pemeriksaan bumil (ANC), PNC (maternal dan neonatal), pemeriksanaan
lansia (Posbindu) pemeriksanaan kesehatan anak sekolah (UKG/UKGS), pemberian Fe, Vit.A,
Obat Cacing, dll,
Tempat pelayanan: pelayanan diberikan pada tempat, lingkungan, sarana prasarana seadanya
tidak dipersiapkan khusus sebagai tempat pelayanan kesehatan, termasuk aspek keamanan dan
keselamatan petugas. Misalnya di posyandu (Balita, Posbindu, dll), sekolah, pesantren, balai
desa, rumah penduduk, stadion, tempat pengungsian, perkebunan, dll.
Keterbatasan Alat, obat dan sumber daya lain: misalnya alat kesehatan yang tersedia atau
yang dapat dibawa oleh petugas sangat terbatas, sehingga perlu disertai catatan khusus dalam
pengelolaan dan penggunaannya. Peralatan lapangan yang dikenal saat ini antara lain: bidan kit,
alat imunisasi, gizi kit, termasuk Puskesmas Keliling (Pusling), dll.
Keterbatasan Petugas terlatih: jika terjadi kasus emergensi atau Kejadian Tidak Diharapkan
(KTD), penangannnya relatif lebih sulit karena berkaitan dengan tindakan emergenci dan bantuan
tenaga kesehatan lainnya.
Pada asus abah (outbreak): batas antara yang sehat dan yang sakit sering sulit dibedakan
sehingga potensi penularan penyakit antara petugas dan masyarakat atau seblaiknya menjadi
lebih besar, dll.
Edukasi PPI pada pengguna dan sasasar layanan: pembahasan penerapan PPI pada bab ini
dimaksudkan untuk memberikan penekanan dan catatan lainnya untuk penyesuaian tentang
penerapan Kewaspadaan Standar dan Kewaspadaan Transmisi khususnya terhadap
pelayanan yang diberikan diluar fasilitas kesehatan. Selain itu, petugas kesehatan diharapkan juga
dapat secara rutin memberikan pesan pesan edukasi tentang Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
atau Gerakan Masyarakat Sehat (Germas), dengan demikian pemutusan mata rantai penularan
penyakit infeksi dapat secara dini dilakukan di masyarakat.
Pembagian unit pelayanan penerapan PPI di FKTP: untuk memudahkan pembahasan maka
penerapan PPI untuk Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) akan diuraikan berdasarkan
pelayanan, tidak diurai berdasarkan ruangan dengan asumsi bahwa persyaratan ruangan, tempat
dan sarana lainnya sudah melekat pada setiap jenis
pelayanan yang diberikan oelh FKTP. Selain itu, kemampuan penyediaan ruangan di masing-
masing FKTP disetiap daerah sangat bervariasi.
Untuk penerapan PPI pada Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), mengingat banyaknya jenis
kegiatan baik untuk pelayanan esensial maupun pengembangan maka dilakukan penyederhanaan
dengan menggabungkan kedalam kelompok kegiatan yang memiliki kesamaan atau jenis
kegiatannya, metode pelaksanaan, sasaran maupun penggunaan sarana penunjang kegiatan yang
dibutuhkan.
Berikut ini nama upaya dan jenis pelayanannya yang telah disesuaikan dengan istilah dalam PMK
43/2019 Tentang Puskesmas, baik pada yang berkaitan dengan bab pelayanan maupun
penanggungjawab program. Selain itu ditambahkan pelayanan lain yang dianggap berpotensi
sebagai sumber penularan dan belum termasuk dalam UKP dan UKM.
Pelayanan Laboratorium
Pelayanan Kefarmasian
Tujuan: mengelola pelayanan di pemeriksaan umum agar sesuai dengan prinsip PPI untuk
mencegah atau memutus terjadinya infeksi.
Prinsip umum:
Penerapan PPI, mengikuti pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi sebagaimana telah
dijelaskan pada Bab III.
Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan terhadap tingkat
kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah dibuat.
Penerapan PPI di Pelayanan Pemeriksanaan Umum, dapat dlihat dalam matriks, sbb:
karyawan
Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √
PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √ Sesuai indikasi
2 Infus √ Tindakan aseptic,
3 Kateter Urine √ gunakan troly
4 Perawatan Luka √ tindakan.
PENGGUNAAN √
ANTIMIKROBA YG
BIJAK
DIKLAT PPI √ Semua staff
sudah
tersosialisasi PPI
SURVEILANS √
MONEV √ Nilai CR SOP
secara periodik
Saat d Rumah/keluarga.
Terapkan PHBS
Laksanakan Germas
Kunjungan ulang sesuai saran petugas, atau bila ada keluhan lain sebelum waktu
kunjungan segera memeriksakan kembali.
Catatan: Penerapan Standar PPI:
Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur sama dengan penjelasan
PPI di Bab III.
Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan kondisi di FKTP
masing-masing.
PPI DI PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT
Pengertian: pelayanan kesehatan gigi dan mulut adalah semua tindakan atau manipulasi yang
berkaitan dengan kesehatan gigi dan mulut yang diberikan oleh FKTP.
Tujuan: Mengelola unit pelayanan gigi dan mulut agar sesuai dengan prinsip, teknis dan
prosedur PPI untuk mencegah atau memutus terjadinya infeksi.
Prinsip umum:
Setiap FKTP harus dudah membuat SOP penerapan PPI di pelayanan kesehatan gigi dan mulut.
Penerapan PPI, mengikuti pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi sebagaimana telah
dijelaskan pada Bab III.
Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan terhadap tingkat
kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah dibuat.
Penerapan PPI di Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut, dapat dlihat dalam matriks, sbb:
dll pakai
3 Pengendalian √ Desinfeksi rutin
Lingkungan
4 Pengelolaan Limbah dan √ Tersedia tempat
Benda Tajam limbah Infeksius,
Non Infeksi dan
safety box
5 Pengelolaan Alat Medis √ Dekontaminasi
peralatan sesuai
jenis alat
kesehatan
6 Pengelolaan Linen √ Linen bekas
pakai pasien
kategori
infekius
7 Penyuntikan Yang √ Satu spuit, satu
Aman obat satu pasien
dan jarum suntik
segera
dimasukan dalam
safety box
8 Kebersihan Pernapasan √ Tersedia KIE
dan Etika Batuk etika batuk
9 Penempatan pasien √ Jaga jarak bagi
pasien terduga
sakit infeksi
10 Perlindungan kesehatan √ Kebijakan
karyawan standar imunisasi
petugas
Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √ Pengaturan
2 Droplet √ sirkulasi udara
3 Udara √ minimal 6 -12
kali pertukaran
ANTIMIKROBA YG
BIJAK
DIKLAT PPI √ Semua staff Gilut
sudah
tersosialisasi PPI
SURVEILANS √ Angka kejadian
Abses setelah
ekstraksi gigi
MONEV √ Nilai CR SOP
secara periodik
EDUKASI PPI PADA PENGGUNA LAYANAN
Saat d Rumah/keluarga.
Terapkan PHBS
Laksanakan Germas
Minum/gunakan obat sesuai aturan pakai, antibiotik harus dihabiskan dan waspada
efek samping
Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur sama dengan penjelasan
PPI di Bab III.
Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan kondisi di FKTP
masing-masing.
PPI DI PELAYANAN GAWAT DARURAT
Pengertian: Pelayanan Kesehatan yang dilakukan di unit gawat darurat untuk penyelamatan
nyawa pasien, mencakup pra-fasilitas, triase, resusitasi, stabilisasi awal dan evaluasi.
Tujuan: mengelola pelayanan kesehatan di unit gawat darurat FKTP agar sesuai dengan prinsip,
teknis dan prosedur PPI untuk mencegah atau memutus terjadinya infeksi.
Prinsip umum:
Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI pelayanan gawat darurat mencakup pra-fasilitas,
penanganan di fasilitas hingga rujukan.
Penerapan PPI di unit gawat darurat mengikuti teknis dan prosedur pencegahan dan pengendalian
infeksi sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III.
Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan terhadap tingkat
kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah dibuat.
Penerapan PPI di Pelayanan Gawat Darurat, dapat dlihat dalam matriks, sbb: Tabel 31
Penerapan PPI pada Pelayanan Gawat Darurat
batuk dan
kebersihan
tangan
9 Penempatan pasien √ Jaga jarak bagi
pasien terduga
sakit
infeksi
10 Perlindungan kesehatan √ Kebijakan
karyawan standar imunisasi
petugas
Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √ Kebersihan
tangan
dan sarung
tangan jika perlu
2 Droplet √ Masker medis
3 Udara √ Penempatan
pasien
dan gunakan
masker
bedah/N95
PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
PENGGUNAAN √
ANTIMIKROBA BIJAK
DIKLAT PPI √ Semua staff
Gadar sudah
tersosialisasi
PPI
SURVEILANS √
MONEV √ Nilai CR SOP
secara periodik
EDUKASI PPI PADA PENGGUNA LAYANAN
Jika pasien mengeluarkan cairan tubuh, darah, kotoran dianjurkan dibuang ditempat
infeksius.
Saat d Rumah/keluarga.
Terapkan PHBS
Laksanakan Germas
Minum/gunakan obat sesuai aturan pakai, antibiotik harus dihabiskan dan waspada
efek samping.
Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur sama dengan penjelasan
PPI di Bab III.
Tidak artinya tidak diperlukan
Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan kondisi di FKTP
masing-masing.
PPI DI PELAYANAN KESEHATAN KELUARGA PERSEORANGAN (BERSIFAT UKP)
Tujuan: Mengelola pelayanan kesehatan keluarga bersifat UKP di FKTP agar sesuai dengan
prinsip, pengelolaan dan prosedur PPI untuk mencegah atau memutus terjadinya infeksi.
Prinsip umum:
Setiap FKTP sudah membuat SOP penerapan PPI di pelayanan kesehatan keluarga perseorangan
sesuai dengan kelompok pelayanan.
Penerapan PPI dalam pengelolaan pelayanan kesehatan keluarga harus mengikuti pedoman dan
prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III.
Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan terhadap tingkat
kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah dibuat.
Penerapan PPI di Pelayanan Kesehatan Keluarga Perseorangan (bersifat UKP), dapat dlihat
dalam matriks, sbb:
jarum suntik
segera
Penjaringan kesehatan diamsukan dalam
anak sekolah safety box
8 Kebersihan Pernapasan √ Tersedia KIE
Pemantauan kesehatan
dan Etika Batuk etika
berkala
batuk dan
PKPR
kebersihan
Kuratif (masuk ke poli
tangan
anak)
9 Penempatan pasien √ Jaga jarak bagi
UKS/UKGS
pasien terduga
Wanita usia sakit infeksi
reproduksi: 10 Perlindungan kesehatan √ Kebijakan
Nilai CR SOP
secara periodik
EDUKASI PPI BAGI PENGUNA LAYANAN
Saat d Rumah/keluarga.
Terapkan PHBS
Laksanakan Germas
Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur sama dengan penjelasan
PPI di Bab III.
Tujuan: mengelola pelayanan persalinan normal dan kegawatdauratan maternal di FKTP agar
sesuai dengan prinsip, pengelolaan dan prosedur PPI untuk mencegah atau memutus terjadinya
infeksi.
Prinsip umum:
Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI di pelayanan persalinan normal dan kegawatdaruratan
maternal.
Penerapan PPI dalam pelayanan persalinan normal dan kegawatdaruratan maternal harus
mengikuti pedoman dan prosedur (SOP) pencegahan dan pengendalian infeksi sebagaimana telah
dijelaskan pada Bab III.
Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan terhadap tingkat
kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah dibuat.
Gunakan APD (topi, gaun, masker, sarung tangan dan pelindung wajah sat menolong persalinan)
atau sesuai dengan indikasi.
Semua peralatan antenatal dipertahankan dalam kondisi bersih dan atau steril sesuai
kegunaannya.
Pergunakan peralatan antenatal sesuai jenis dan indikasinya: Alat steril, alat bersih, jika
terkontaminasi atau kotor segera ganti dengan yang baru.
Tempatkan peralatan yang digunakan pada permukaan yang bersih dan kering, jika
memungkinkan buat paket peralatan untuk antenatal dalam box tertutup.
Siapkan peralatan menggunakan trolly tindakan dan berada disebelah kanan petugas.
Jika pemerikaan antenatal selesai maka tempatkan peralatan habis pakai pada tempat yang sesuai:
Infeksius atau kotor dan segera kirim ke unit pengelola alat medis habis pakai untuk dilakukan
proses dekontaminasi dengan kode/label kantong yang sesuai.
Gunakan tirai pembatas/gordyn terbuat dari bahan yang tidak menyerap air dan lakukan
disinfeksi jika terkena percikan darah atau cairan tubuh.
Bersihkan semua permukaan (dinding, tempat tidur, meja dan benda yang berada disekitar
pasien) dengan cairan disinfektan.
Kosongkan meja atau trolly kemudian bersihkan dengan cairan disinfektan jika pelayanan
antenatal sudah selesai.
Semua limbah yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh ke dalam limbah infeksius.
spoll hock.
Jaga kebersihan diri (mandi, gosok gigi), alat kelahiran (vulva), cara cebok yang benar dengan
menggunakan sabun termasuk saat akan dialkukan pemeriksaan oleh petugas (PNC).
Perawatan bayi baru lahir seperti cara memandikan bayi, merawat tali pusat, membedong bayi
dan memberikan ASI merupakan perawatan bayi baru lahir yang sebaiknya dilakukan oleh ibu
secara mandiri dengan memperhatikan kebersihan peralatan
Gunakan masker dan jaga jarak dari orang yang batuk, ISPA, dll
Laksanakan Germas.
Penerapan PPI pada Pelayanan Persalinan Normal dan Kegawatdaruratan Maternal, dapat
dlihat dalam matriks, sbb:
Tabel 33. Penerapan PPI pada Pelayanan Persalinan Normal dan Gadar
linen
7 Penyuntikan Yang Satu spuit, satu
Aman obat satu pasien
√
dan jarum suntik
segera
diamsukan dalam
safety box
8 Kebersihan Pernapasan √ Tersedia KIE
dan Etika Batuk etika batuk dan
kebersihan
tangan
9 Penempatan pasien √ Jaga jarak
minimal 1 meter
10 Perlindungan kesehatan √ Kebijakan
karyawan standar imunisasi
petugas
Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √ Kebersihan
tangan dan
sarung tangan
jika perlu
2 Droplet √ Masker medis
3 Udara √ Penempatan
pasien dan
gunakan masker
bedah/N95
PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
Sesuai indikasi
4 Perawatan Luka √
PENGGUNAAN ANTI √
MIKROBA YG
BIJAK
DIKLAT PPI √ Semua staff KIA
sudah
tersosialisasi PPI
SURVEILANS √
MONEV √ Nilai CR SOP
secara periodik
EDUKASI PPI BAGI PENGUNA LAYANAN
Saat d Rumah/keluarga.
Terapkan PHBS
Laksanakan Germas
Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur sama dengan penjelasan
PPI di Bab III.
Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan kondisi di FKTP
masing-masing.
PPI DI PELAYANAN GIZI PERSEORANGAN (BERSIFAT UKP)
Pengertian: Pelayanan gizi bersifat UKP dimaksudkan adalah pelayanan gizi yang bersifat
perseorangan di FKTP, antara lain layanan gizi pada pasien rawat inap. Penerapan PPI pada
pelayanan gizi mencakup aspek fisik, hygine penjamah makanan, sistem pengolahan, dan
kelengkapan fasilitas sanitasi. Pelayanan gizi yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat
menjadi tempat penularan penyakit infeksi. Higiene dan sanitasi makanan merupakan upaya
untuk mengendalikan factor-faktor yang dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan
berkaitan dengan makanan, orang, tempat, dan perlengkapannya (peralatan).
Tujuan: mengelola pelayanan kesehatan gizi yang bersifat UKP di FKTP agar sesuai dengan
prinsip, pengelolaan dan prosedur PPI untuk mencegah atau memutus terjadinya infeksi.
Prinsip umum:
Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI tentang pelayanan gizi perseorangan (pelayanan di
UKP).
Penerapan PPI dalam pengelolaan pelayanan gizi harus mengikuti pedoman dan prosedur
pencegahan dan pengendalian infeksi sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III.
Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan terhadap tingkat
kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah dibuat.
Penerapan PPI di Pelayanan Gizi Perseorangan (bersifat UKP), dapat dlihat dalam matriks,
sbb:
Pengemasan Lingkungan
4 Pengelolaan Limbah dan √ Limbah non
Pengiriman dan
Benda Tajam medis (dapur)
transfortasi.
5 Pengelolaan Alat Medis √
Kebersihan penjamah 6 Pengelolaan Linen √
makanan 7 Penyuntikan Yang √
Aman
8 Kebersihan Pernapasan √
dan Etika Batuk
9 Penempatan pasien √ Jaga jarak bagi
pasien terduga
sakit infeksi
10 Perlindungan kesehatan √ Pemerikasaan
karyawan pembiakan
tinja
untuk kuman
kuman interik
seperti
salmonela
dan
parasit
Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √
PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
PENGGUNAAN ANTI √
MIKROBA YG BIJAK
DIKLAT PPI √ Semua staff Gizi
sudah
tersosialisasi PPI
SURVEILANS √
MONEV √ Nilai CR SOP
secara periodik
EDUKASI PPI BAGI PENJAMAH MAKANAN DAN PENGGUNA
LAYANAN
Patuhi kebersihatan Tangan; kuku tidak boleh panjang, tidak menggunakan assesoris
di tangan.
Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan dan tempat sampah harus selalu
tertutup.
Saat di Rumah/keluarga.
Terapkan PHBS
Laksanakan Germas
Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan kondisi di FKTP
masing-masing.
Pengertian:: adalah semua pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit (P2P) yang bersifat
perseorangan yang diberikan oleh FKTP. Tatalaksana P2P perseorangan dimaksudkan untuk
melindungi manusia (klien/masyarakat) dari ancaman kesehatan potensial, dengan mencegah,
mengekang perkembangan penyakit, memperlambat kemajuan penyakit untuk selajutnya
dikendalikan serta melindungi tubuh manusia dari berlanjutnya pengaruh yang membahayakan.
Tujuan: mengelola pelayanan P2P yang bersifat perseorangan agar sesuai dengan prinsip,
pengelolaan dan prosedur PPI untuk mencegah atau memutus terjadinya infeksi.
Prinsip umum:
Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI pada pelayanan P2P yang bersifat perseorangan di
FKTP.
Penerapan PPI dalam pengelolaan pelayanan P2P bersifat perseorangan harus mengikuti
pedoman dan prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi sebagaimana telah dijelaskan pada
Bab III.
Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan terhadap tingkat
kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah dibuat.
Penerapan PPI di Pada Pelayanan P2P Perseorangan (bersifat UKP), dapat dlihat dalam
matriksi, sbb:
Jaga jarak dengan orang lain (pasien dengan gangguan saluran napas/ISPA)
Saat d Rumah/keluarga.
Terapkan PHBS
Laksanakan Germas
Minum/gunakan obat sesuai aturan pakai, antibiotik harus dihabiskan dan waspada
efek samping atau sesuai aturan minum obat bagi obat program.
Catatan: Penerapan Standar PPI:
Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur sama dengan penjelasan
PPI di Bab III.
Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan kondisi di FKTP
masing-masing.
a. Pengertian: adalah suatu pelayanan langsung bertanggung jawab kepada pasien yang
berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
mutu kehidupan pasien (PP No.51/2009) Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan
farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dan pelayanan farmasi klinik. Pelayanan
kefarmasian mencakup penyediaan, pengemasan, pelabelan serta penyerahan kepada pasien yang
berkaitan dengan sediaan farmasi yang tuliskan oleh dokter/drg atau petugas saat mendatangi
FKTP.
Tujuan: mengelola pelayanan kesehatan kefarmasian di FKTP agar sesuai dengan prinsip,
pengelolaan dan prosedur PPI untuk mencegah atau memutus terjadinya infeksi.
Prinsip umum:
Penerapan PPI dalam pengelolaan pelayanan kefarmasian harus mengikuti pedoman dan prosedur
pencegahan dan pengendalian infeksi sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III.
Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan terhadap tingkat
kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah dibuat.
Penerapan PPI di Pelayanan Kefarmasian, dapat dlihat dalam matriks, sbb: Tabel 36.
Penerapan PPI pada Pelayanan Kefarmasian
ANTIMIKROBA YG √
BIJAK
DIKLAT PPI √ Semua pengelola
farmasi
tersosialisasi PPI
SURVEILANS √
MONEV √ Nilai CR SOP
secara periodik
EDUKASI PPI BAGI PENGGUNA LAYANAN
Kebersihatan Tangan:
Jaga jarak dan hindari kerumunan saat menunggu obat (saat antrian)
Saat d Rumah/keluarga.
Terapkan PHBS
Laksanakan Germas
Pertahankan kondisi obat dalam kemasan yang selalu bersih dan tertutup
Minum/gunakan obat sesuai aturan pakai, cara menyimpan obat yang benar, cara
membuang obat yang benar dan waspada efek samping.
Catatan: Penerapan Standar PPI:
Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur sama dengan penjelasan
PPI di Bab III.
Pengertian: Pelayanan laboratorium yang dimaksud dalam hal ini adalah laboratorium klinik
yang ada di FKTP yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen klinik untuk
mendapatkan informasi tentang kesehatan sesorang terutama untuk menunjang upaya diagnosis
penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan.
Tujuan: mengelola pelayanan laboratorium di FKTP agar sesuai dengan prinsip, pengelolaan
dan prosedur PPI untuk mencegah atau memutus terjadinya infeksi.
Prinsip umum:
Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI tentang pelayanan laboratorium di FKTP.
Penerapan PPI dalam pengelolaan pelayanan laboratorium harus mengikuti pedoman dan
prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III.
Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan terhadap tingkat
kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah dibuat.
Persyaratan laboratorium baik untuk puskesmas maupun untuk klinik harus mengacu pada
ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan
baik dari aspek ketenagaan, bangunan, prasarana, perlengkapan dan peralatan. (PMK Nomor 43
Tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat dan PMK No. 441/2010 Tentang Laboratorium
Klinik).
Penerapan PPI di Pelayanan Laboratorium, dapat dlihat dalam matriks, sbb: Tabel 37.
Penerapan PPI pada Pelayanan Laboratorium
PPI
SURVEILANS √ Kejadian
tertusuk benda
tajam pada
petugas, paparan
cairan tubuh
pasien,
paparan B3
MONEV √ Nilai CR SOP
secara periodik
EDUKASI PPI BAGI PENGGUNA LAYANAN
Saat d Rumah/keluarga.
Terapkan PHBS
Laksanakan Germas
Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur sama dengan penjelasan
PPI di Bab III.
Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan kondisi di FKTP
masing-masing.
Pengertian: adalah proses menginapkan (rawat tinggal) pasien difasilitas kesehatan dalam
rangka mendapatkan perawatan akibat suatu penyakit yang dideritanya.
Tujuan: mengelola pelayanan rawat inap di FKTP agar sesuai dengan prinsip, pengelolaan dan
prosedur PPI untuk mencegah atau memutus terjadinya infeksi atau HAIs.
Prinsip umum:
Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI pada pelayanan rawat inap di FKTP.
Penerapan PPI dalam pengelolaan pelayanan rawat inap harus mengikuti pedoman dan prosedur
pencegahan dan pengendalian infeksi sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III.
Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan terhadap tingkat
kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah dibuat.
Penerapan PPI di Pelayanan Rawat Inap, dapat dlihat dalam matriks sbb: Tabel 38. Penerapan
PPI pada Pelayanan Rawat Inap
Jaga jarak dengan orang lain (pasien dengan gangguan saluran napas/ISPA)
Saat di Rumah/keluarga.
Terapkan PHBS
Laksanakan Germas
Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur sama dengan penjelasan
PPI di Bab III.
Khusus untuk Puskesmas pelayanan yang diberikan bukan hanya yang bersifat kesehatan
perseorangan, tetapi juga mencakup Upaya Kesehatan Masyarakat yang pada umumnya
dilakukan diluar fasilitas kesehatan (di masyarakat). Karena banyak dan beragamnya jenis
kegiatan UKM, maka untuk memudahkan pembahasan bagaimana menerapkan PPI untuk setiap
program maka dilakukan pengelompokan kegiatan berdasarkan kesamaan bentuk maupun proses
pelaksanaannya dilapangan serta berdasarkan siklus pengelolaan program sejak P1
(Perencanaan), P2 (Pelaksanaan dan Pengorganisasian) dan P3 (Pengawasan, Pengendalian dan
Penilaian).
Semua program UKM baik esensial maupun pengembangan mengandung kegiatan yang bersifat
P1, P2 dan P3.
Kegiatan UKM yang memiliki kesamaan atau kemiripan bentuk kegiatan dengan asumsi baik
metode, cara, sasaran, tempat, waktu, maupun penggunaan sumber daya maka penerapan PPI
dapat digolongkan pada kelompok yang sama.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka kegiatan UKM baik Esensial maupun Pengembangan
dapat dibagi setidaknya kedalam 7 kelompok kegiatan, sbb:
Pengertian: kegiatan pendataan UKM yang dimaksud dalam hal ini adalah semua kegiatan yang
berkaitan dengan proses mengumpulkan dan mengelola data untuk kepentingan pengelolaan
program Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), esensial maupun pengembangan. Misalnya
pengumpulan data sasaran (kependudukan), geografis, sosial kemasyarakatan maupun cakupan
program atau informasi lainnya yang diperoleh baik secara primer dan sekunder. Data yang
dikumpulkan dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif.
Tujuan: mengelola semua jenis pendataan yang berkaitan UKM agar sesuai dengan prinsip PPI
untuk mencegah atau memutus terjadinya infeksi secara dini.
Prinsip umum:
Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI yang berkaitan dengan pendataan dan program UKM
baik esensial maupun pengembangan.
Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan terhadap tingkat
kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah dibuat.
Penerapan PPI, mengikuti tatacara pencegahan dan pengendalian infeksi sebagaimana telah
dijelaskan pada Bab III, dengan memperhatikan catatan- catatan yang dibuat secara khusus pada
kolom catatan tabel penerapan PPI di UKM.
tersosialisasi PPI
E. SURVEILANS √
F. MONEV √ Nilai CR SOP PPI
Pendataan secara periodik
PESAN EDUKASI PPI BAGI SASARAN ATAU MASYARAKAT
Kebersihan Tangan: biasakan mencuci tangan (sebelum dan sesudah makan, sesudah
BAB, sesudah menyentuh sesuatu yang kotor atau sumber penularan penyakit, dll
Jaga jarak dengan orang lain (pasien dengan gangguan saluran napas/ISPA)
Saat di Rumah/keluarga.
Terapkan PHBS
Laksanakan Germas
Catatan: Penerapan Standar PPI:
Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur sama dengan penjelasan
PPI di Bab III.
Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan kondisi di FKTP
masing-masing.
PPI Pada Kegiatan Penjaringan atau Penapisan (Screening)
Pengertian: Kegiatan penjaringan atau penapisan (screening) yang dimaksudkan dalam hal ini
adalah semua kegiatan penemuan kasus baik secara aktif (active case finding) maupun secara
pasif yang dilakukan oleh petugas UKM kepada sasaran atau masyarakat sebagai bagian dari
program UKM.
Tujuan: mengelola kegiatan penjaringan yang dilakukan oleh Program UKM agar dilaksanakan
sesuai dengan prinsip PPI untuk mencegah atau memutus terjadinya infeksi secara dini.
Prinsip umum:
Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI untuk kegiatan penjaringan program UKM.
Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan terhadap tingkat
kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah dibuat.
Penerapan PPI, mengikuti tatacara pencegahan dan pengendalian infeksi sebagaimana telah
dijelaskan pada Bab III, dengan memperhatikan catatan- catatan yang dibuat secara khusus.
Penerapan PPI Pada Kegiatan Penjaringan Program UKM, dapat dlihat dalam matriks
berikut ini:
Pelayanan KIA : Pelayanan Ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui dan bayi, balita
serat anak pra sekolah,lansia (posyandu lansia atau posbindu PTM)
dll
PENERAPAN STANDAR PPI BAGI PETUGAS
A. KEWASPADAAN ISOLASI
Kewaspadaan Standar YA TDK CATATAN
1 Kebersihan Tangan √
2 Penggunaan APD √ Gunakan sesuai indikasi
dan jenis paparan
3 Pengendalian Lingkungan √ Lingkungan tempat
kegiatan
4 Pengelolaan Limbah dan Benda Tajam √ Contoh benda tanjam :
Needle dan sarung tangan
untuk pengembilan sample
darah
5 Pengelolaan Alat Medis √ Peralatan medis dengan
Densifeksi Tingkat Tinggi
(DTT)
6 Pengelolaan Linen √
7 Penyuntikan Yang Aman √ Contoh kegiatan pada saat
pencabutan gigi di sekolah,
dll
8 Kebersihan Pernapasan dan Etika √
Batuk
9 Penempatan pasien √ Jaga jarak
10 Perlindungan kesehatan karyawan √
Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √
B. PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
C. PENGGUNAAN ANTIMIKROBA √
YG BIJAK
D. DIKLAT PPI √ Semua Staff UKM sudah
tersosialisasi PPI
E. SURVEILANS √ Contoh abses untuk post
ekstraksi gigi
F. MONEV √ Nilai CR SOP PPI Pada
Kegiatan Penjaringan
secara periodik
PESAN EDUKASI PPI BAGI SASARAN ATAU MASYARAKAT
Kebersihan Tangan: biasakan mencuci tangan (sebelum dan sesudah makan, sesudah
BAB, sesudah menyentuh sesuatu yang kotor atau sumber penularan penyakit, dll
Tidak membuang dahak disembarang tempat.
Jaga jarak dengan orang lain (pasien dengan gangguan saluran napas/ISPA)
Kebersihan lingkungan dan buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.
Saat di Rumah/keluarga.
Terapkan PHBS
Laksanakan Germas
Catatan: Penerapan Standar PPI:
Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur sama dengan penjelasan
PPI di Bab III.
Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan kondisi di FKTP
masing-masing.
PPI pada Kunjungan Rumah Pada Program UKM
Pengertian: Kunjungan rumah adalah semua kegiatan yang dilakukan dengan mengunjungi
rumah atau tempat tinggal sasaran dalam rangka pelaksanaan program UKM baik esensial
maupun pengembangan termasuk kegiatan UKM yang bersifat UKP.
Tujuan: mengelola kegiatan kunjungan rumah agar sesuai dengan prinsip PPI untuk mencegah
atau memutus terjadinya infeksi secara dini.
Prinsip umum:
Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI yang berkaitan dengan kunjungan rumah untuk
masing-masing program UKM baik esensial maupun pengembangan.
Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan terhadap tingkat
kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah dibuat.
Penerapan PPI, mengikuti tatacara pencegahan dan pengendalian infeksi sebagaimana telah
dijelaskan pada Bab III, dengan memperhatikan catatan- catatan yang dibuat secara khusus.
Penerapan PPI Pada Kegiatan Kunjungan Rumah Program UKM, dapat dlihat dalam
matriks berikut ini:
Tabel 41. Penerapan PPI pada kegiatan kunjungan rumah Program UKM
Kunjungan Rumah sasaran pelayanan P2P TB, P2P HIV AIDS, P2P PTM, P2P
Kusta dll.
Kegiatan kunjungan rumah lainnya yang bersifat inovasi daerah : Ketuk Pintu Layani
Dengan Hati (KPLDH) di DKI, dll
tersosialisasi PPI
E. SURVEILANS √
F. MONEV √ Nilai CR SOP PPI
Kunjungan rumah secara
periodik
PESAN EDUKASI PPI BAGI SASARAN ATAU MASYARAKAT
Kebersihan Tangan: biasakan mencuci tangan terutama sebelum dan sesudah makan,
sesudah BAB, sesudah menyentuh sesuatu yang kotor atau sumber penularan
penyakit, dll
Jaga jarak dengan orang lain (pasien dengan gangguan saluran napas/ISPA)
Saat di Rumah/keluarga.
Terapkan PHBS
Laksanakan Germas
Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur sama dengan penjelasan
PPI di Bab III.
Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan kondisi di FKTP
masing-masing.
PPI Pada Distribusi atau Pemberian Obat Pada Program UKM.
Pengertian: adalah semua kegiatan distribusi atau pemberian obat berkaitan dengan program
UKM antara lain: Vitamin A, Tablet FE, obat cacing, atau program UKM lainnya.
Tujuan: mengelola proses distribusi atau pemberian obat Program UKM dilaksanakan sesuai
dengan prinsip PPI untuk mencegah atau memutus terjadinya infeksi secara dini.
Prinsip umum:
Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI yang berkaitan dengan distribusi atau pemberian obat
masing-masing program UKM baik esensial maupun pengembangan.
Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan terhadap tingkat
kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah dibuat.
Penerapan PPI, mengikuti tatacara pencegahan dan pengendalian infeksi sebagaimana telah
dijelaskan pada Bab III, dengan memperhatikan catatan- catatan yang dibuat secara khusus.
Penerapan PPI Pada Kegiatan Distribusi atau Pemberian Obat Pada Program UKM, dapat
dlihat dalam matriks berikut ini:
Tabel 42. Penerapan PPI pada kegiatan distribusi obat Program UKM
Kelompok Kegiatan Distribusi atau pemberian Obat Pada Program UKM, sbb:
Program P2PPL: Pemantuan Minum Obat (PMO) pada sasaran penderita TB, dan
HIV/AIDS, Distribusi Obat Cacing (Filariasis, Obat cacing di sekolah, pesantren,
dll).
tersosialisasi PPI
E. SURVEILANS √
F. MONEV √ Nilai CR SOP PPI
Distribusi obat secara
periodik
PESAN EDUKASI PPI BAGI SASARAN ATAU MASYARAKAT
Kebersihan Tangan: biasakan mencuci tangan (sebelum dan sesudah makan, sesudah
BAB, sesudah menyentuh sesuatu yang kotor atau sumber penularan penyakit, dll
Jaga jarak dengan orang lain (pasien dengan gangguan saluran napas/ISPA)
Saat di Rumah/keluarga.
Terapkan PHBS
Laksanakan Germas
Catatan: Penerapan Standar PPI:
Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur sama dengan penjelasan
PPI di Bab III.
Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan kondisi di FKTP
masing-masing.
Distribusi atau Pemberian Makanan Tambahan.
Pengertian: adalah semua kegiatan distribusi atau pemberian makanan tambahan yang dilakukan
oleh program UKM kepada sasaran.
Tujuan: mengelola proses penyediaan, pendistribusian atau pemberian makanan tambahan atau
sejenisnya oleh Program UKM dilaksanakan sesuai dengan prinsip PPI untuk mencegah atau
memutus terjadinya infeksi secara dini.
Prinsip umum:
Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI yang berkaitan penyiapan, pendistribusian dan
pemberian makanan tambahan kepada sasaran.
Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan terhadap tingkat
kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah dibuat.
Penerapan PPI, mengikuti tatacara pencegahan dan pengendalian infeksi sebagaimana telah
dijelaskan pada Bab III, dengan memperhatikan catatan- catatan yang dibuat secara khusus.
Penerapan PPI Pada Kegiatan Distribusi atau Pemberian Makanan Tambahan, dapat dlihat
dalam matriks berikut ini:
cemek
3 Pengendalian Lingkungan √ Sampah PMT
4 Pengelolaan Limbah dan Benda Tajam √
5 Pengelolaan Alat Medis √
6 Pengelolaan Linen √
7 Penyuntikan Yang Aman √
8 Kebersihan Pernapasan dan Etika √
Batuk
9 Penempatan pasien √
10 Perlindungan kesehatan karyawan √
Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √
B. PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
C. PENGGUNAAN ANTIMIKROBA √
YG BIJAK
D. DIKLAT PPI √ Semua Staff UKM sudah
tersosialisasi PPI
E. SURVEILANS √
F. MONEV √ Nilai CR SOP PPI
Distribusi & pemberian
PMT secara periodik
PESAN EDUKASI PPI BAGI SASARAN ATAU MASYARAKAT
Kebersihan Tangan: biasakan mencuci tangan (sebelum dan sesudah makan, sesudah
BAB, sesudah menyentuh sesuatu yang kotor atau sumber penularan penyakit, dll
Jaga jarak dengan orang lain (pasien dengan gangguan saluran napas/ISPA)
Saat di Rumah/keluarga.
Terapkan PHBS
Laksanakan Germas
Catatan: Penerapan Standar PPI:
Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur sama dengan penjelasan
PPI di Bab III.
Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan kondisi di FKTP
masing-masing.
PPI Pada Kegiatan Pelatihan, Penyuluhan dan Konseling
Pengertian: adalah semua kegiatan pelatihan, penyuluhan dan konseling yang dilakukan oleh
petugas dalam rangka sosialisasi, penyebaran informasi baik secara massal maupun perseorangan
(konseling) yang dilakukan oleh program UKM kepada sasaran termasuk kegiatan untuk
peningkatan pengetahuan.
Tujuan: menjamin proses pelatihan, penyuluhan baik massal maupun per-individu oleh Program
UKM dilaksanakan sesuai dengan prinsip PPI untuk mencegah atau memutus terjadinya infeksi
secara dini.
Prinsip umum:
Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI yang berkaitan pelatihan, penyuluhan secara massal
maupun konseling kepada sasaran.
Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan terhadap tingkat
kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah dibuat.
Penerapan PPI, mengikuti tatacara pencegahan dan pengendalian infeksi sebagaimana telah
dijelaskan pada Bab III, dengan memperhatikan catatan- catatan yang dibuat secara khusus.
Penerapan PPI Pada Kegiatan Pelatihan, Penyuluhan (massal dan konseling), dapat dlihat
dalam matriks berikut ini:
Tabel 44. Penerapan PPI pada kegiatan pelatihan, penyuluhan & konseling.
Program KIA: Kelas ibu Hamil, konseling bagi Catin/PUS, Konseling penggunaan
KB termasuk paska salin, IVA Test, dll.
Program P2PL: Pelatihan Kader Jumatik, TB/MDR, HIV/AIDS, Rabies, Malaria, dll
Program lain: Pelatihan dokter kecil (UKS/UKGS).
dll
PENERAPAN STANDAR PPI BAGI PETUGAS
A. KEWASPADAAN ISOLASI
Kewaspadaan Standar YA TDK CATATAN
1 Kebersihan Tangan √
2 Penggunaan APD √ Gunakan Masker jika ada
indikasi.
3 Pengendalian Lingkungan √
4 Pengelolaan Limbah dan Benda Tajam √
5 Pengelolaan Alat Medis √
6 Pengelolaan Linen √
7 Penyuntikan Yang Aman √
8 Kebersihan Pernapasan dan Etika √
Batuk
9 Penempatan pasien √
10 Perlindungan kesehatan karyawan √
Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √
B. PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
C. PENGGUNAAN ANTIMIKROBA √
YG BIJAK
D. DIKLAT PPI √ Semua Staff UKM sudah
tersosialisasi PPI
E. SURVEILANS √
F. MONEV √ Nilai CR SOP PPI Pada
Pelatihan, Penyuluhan dan
Konseling secara periodik
PESAN EDUKASI PPI BAGI SASARAN ATAU MASYARAKAT
Kebersihan Tangan: biasakan mencuci tangan (sebelum dan sesudah makan, sesudah
BAB, sesudah menyentuh sesuatu yang kotor atau sumber penularan penyakit, dll
Jaga jarak dengan orang lain (pasien dengan gangguan saluran napas/ISPA)
Saat di Rumah/keluarga.
Terapkan PHBS
Laksanakan Germas
Catatan: Penerapan Standar PPI:
Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur sama dengan penjelasan
PPI di Bab III.
Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan kondisi di FKTP
masing-masing.
Kegiatan Pemantauan, Pembinaan dan Pemberdayaan (UKBM).
Pengertian: adalah semua kegiatan pemantauan, pembinaan dan pemberdayaan yang dilakukan
oleh petugas UKM kepada sasaran, keluarga, kelompok atau masyarakat dalam rangka
pelaksanaan program UKM.
Tujuan: mengelola kegiatan pemantauan, pembinaan dan pemberdayaan yang dilakukan oleh
Program UKM dilaksanakan sesuai dengan prinsip PPI untuk mencegah atau memutus terjadinya
infeksi secara dini.
Prinsip umum:
Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI untuk kegiatan pemantauan, pembinaan dan
pemberdayaan kepada sasaran, kelompok atau masyarakat.
Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan berkesinambungan terhadap tingkat
kepatuhan petugas pada protap atau SOP yang telah dibuat.
Penerapan PPI, mengikuti tatacara pencegahan dan pengendalian infeksi sebagaimana telah
dijelaskan pada Bab III, dengan memperhatikan catatan- catatan yang dibuat secara khusus.
Penerapan PPI Pada Kegiatan Pemantauan, Pembinaan dan Pemberdayaan Pada Program
UKM (UKBM), dapat dlihat dalam matriks berikut ini:
Tabel 45. Penerapan PPI pada kegiatan pemantauan pembinaan dan pemberdayaan UKM
dll
PENERAPAN STANDAR PPI BAGI PETUGAS
A. KEWASPADAAN ISOLASI
Kewaspadaan Standar YA TDK CATATAN
1 Kebersihan Tangan √
2 Penggunaan APD √ Gunakan Masker jika ada
indikasi.
3 Pengendalian Lingkungan √
4 Pengelolaan Limbah dan Benda Tajam √
5 Pengelolaan Alat Medis √
6 Pengelolaan Linen √
7 Penyuntikan Yang Aman √
8 Kebersihan Pernapasan dan Etika √
Batuk
9 Penempatan pasien √
10 Perlindungan kesehatan karyawan √
Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √
B. PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
C. PENGGUNAAN ANTIMIKROBA √
YG BIJAK
D. DIKLAT PPI √ Semua Staff UKM sudah
tersosialisasi PPI
E. SURVEILANS √
F. MONEV √ Nilai CR SOP PPI Pada
Kegiatan Pembinaan dan
pemberdayaan
masyarakat (UKBM)
PESAN EDUKASI PPI BAGI SASARAN ATAU MASYARAKAT
Kebersihan Tangan: biasakan mencuci tangan (sebelum dan sesudah makan, sesudah
BAB, sesudah menyentuh sesuatu yang kotor atau sumber penularan penyakit, dll
Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi pandemi
maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol kesehatan yang sudah
ditentukan (memakai masker, menjaga jarak, melakukan kebersihan tanganPerhatikan
etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit
Saat di Rumah/keluarga.
Terapkan PHBS
Laksanakan Germas
Catatan: Penerapan Standar PPI:
Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur sama dengan penjelasan
PPI di Bab III.
Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian dengan kondisi di FKTP
masing-masing.
BAB V
Pengertian: Penyakit Infeksi Emerging (Emerging Infection Diseases) adalah penyakit yang
muncul dan menyerang suatu populasi untuk pertama kalinya, atau telah ada sebelumnya namun
meningkat dengan sangat cepat, baik dalam hal jumlah kasus baru didalam suatu populasi, atau
penyebaranya ke daerah geografis yang baru disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit. Penyakit
yang pernah terjadi di suatu daerah di masa lalu, kemudian menurun atau telah dikendalikan,
namun kemudian dilaporkan lagi dalam jumlah yang meningkat, juga digolong sebagai penyakit
emerging, bahkan kadang- kadang sebuah penyakit lama muncul dalam bentuk klinis baru, yang
bisa jadi lebih parah atau fatal.
Tujuan: penerapan PPI pada penyakit infeksi emerging bertujuan untuk membantasi,
meminimalisir atau memutus rantai penularan penyakit agar terkendali dan tidak meluas menjadi
KLB atau pandemi.
New emerging infection disease adalah penyakit menular yang baru muncul dalam suatu
populasi atau yang telah dikenal selama beberapa waktu tetapi dengan cepat meningkat dalam
kejadian atau rentang geografis. Contohya : Ebola virus, HIV/AIDS dan COVID-19 dimana
bahwa penyakit ini:
Belum pernah terjadi pada manusia sebelumnya (jenis kemunculan ini sulit ditegakkan dan
mungkin jarang);
Telah terjadi sebelumnya tetapi hanya mempengaruhi sejumlah kecil orang di tempat-tempat
terpencil (AIDS dan demam berdarah Ebola adalah contoh); atau
Telah terjadi sepanjang sejarah manusia tetapi hanya baru-baru ini diakui sebagai penyakit yang
berbeda karena agen infeksi.
Re-emerging disease adalah penyakit infeksi yang ada di suatu daerah yang kasusnya sudah
sangat menurun atau terkontrol, tapi kemudian meningkat lagi kejadiannya, kadang dalam bentuk
klinis lebih berat atau fatal. Perilaku manusia mempengaruhi kemunculan kembali. Misalnya,
terlalu sering menggunakan antibiotik sehingga menyebabkan organisme penyebab penyakit
kebal terhadap
obat-obatan. Penyakit yang muncul kembali (re-emerging) termasuk malaria, TBC, kolera,
pertusis, influenza, penyakit radang paru-paru, dan gonore.
Sumber penularan: sekitar 75% penyakit infeksi emerging yang menyerang manusia merupakan
zoonosis yaitu penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia. Sebagian besar akibat
meningkatnya interaksi antara manusia, binatang dan lingkungan. Beberapa merupakan hasil dari
proses alami seperti evolusi patogen, tetapi banyak yang merupakan hasil dari perilaku manusia.
Perkembangan bagaimana interaksi antara manusia dan lingkungan kita telah banyak berubah.
Faktor penyebab kemunculan penyakit baru: ada banyak faktor yang mempercepat
kemunculan kemudahan penyakit baru yang menyebabkan agen infeksi berkembang menjadi
bentuk ekologis baru, agar dapat menjangkau dan beradaptasi dengan inang yang baru, dan agar
dapat menyebar lebih mudah diantar inang-inang baru.
Perang
Perubahan ekologis dan ekosistem (penngunaan lahan, penghancuran habitat asli, yang
menyebabkan hewan dan manusia hidup dalam jarak dekat)
Perubahan dalam populasi inang reservoir atau vektor serangga perantara, dll.
Sebagaimana diketahui, penyakit infeksi emerging dalam kurun waktu tiga dasa warsa terakhir
terus menjadi ancaman bagi keamanan kesehatan global, karena dapat menimbulkan Kejadian
Luar Biasa (KLB) yang tidak hanya menyebabkan kesakitan dan kematian yang banyak tapi juga
menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar.
Berbagai penyakit infeksi emerging telah mengakibatkan berbagai KLB, atau dideklarasikan oleh
WHO sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC)/Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD) hingga menjadi pandemi, antara lain
adalah:
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) pada tahun 2002-2003;
Pada akhir 2019 dunia dikejutkan dengan adanya kasus klaster pneumonia yang tidak diketahui
penyebabnya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Kasus ini kemudian dikenal sebagai
COVID-19 )*.
Catatan)*: Covid-19 dinyatakan sebagai PHEIC oleh WHO pada 30 Januari 2019. Pemerintah
Indonesia kemudian menetapkan sebagai pandemic pada 11 Maret 2020. Hingga penulisan
pedoman ini selesai dibuat, data menujukkan per 30 September 2020 telah tercatat 33.249.565
kasus konfirmasi diseluruh dunia, dengan jumlah 1.000.040 kematian (3,0% angka kematian).
Sementara di Indonesia terdapat 287.008 kasus konfirmasi dengan 10.740 kematian (3.7% angka
kematian (sumber: https://infeksiemerging.kemkes.go.id/)
Dampak yang ditimbulkan dari sebuah penyakit baru sulit diprediksi namun diketahui bisa sangat
bermakna, karena pada saat penyakit baru itu menyerang manusia, mungkin hanya sedikit
kekebalan yang dimiliki manusia atau bahkan tidak ada sama sekali.
Penyakit infeksi emerging adalah penyakit infeksi yang memerlukan penelaahan risiko karena
dapat menimbulkan risiko kepedulian dan kedarutan kesehatan masyarakat dan/atau keresahan
masyarakat, menyebar secara cepat lintas wilayah maupun lintas negara, berpotensi dipergunakan
sebagai senjata biologi dan mampu memberikan dampak besar ekonomi bagi negara dan
masyarakat, sehingga memerlukan tanggap nasional secara terkoordinasi (lihat: Permenkes RI
No.658/MENKES/PER/VIII/2009).
Penerapan PPI pada saat terjadi penyakit Infeksi emerging oleh petugas kesehatan, secara garis
besar, sbb:
Menerapkan dan mematuhi kebersihan tangan dengan 5 momen dan 6 langkah kebersihan tangan.
Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai indikasi dengan mempertimbangkan risiko
paparan pada tindakan atau prosedur yang akan dilakukan.
Melakukan tindakan kebersihan pernapasan dengan tepat dan benar.
Menjaga jarak < 1 meter (Physical distancing).
Melakukan pengelolaan limbah sesuai kriteria infeksius, non infeksius dan benda tajam yang
merujuk pada Pedoman Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Rujukan, Rumah Sakit Darurat dan
Puskesmas yang menangani penyakit infeksi emerging yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal
Kesehatan Masyarakat yang sudah ada atau yang diterbitkan saat pandemi terjadi.
Melakukan dan mengawasi prosedur desinfeksi peralatan perawatan pasien berdasarkan kriteria
peralatan kritikal, semi kritikal dan non kritikal.
Pengendalian Administratif.
Membuat pedoman/panduan dan prosedur–prosedur dan kebijakan semua aspek kesehatan kerja
dengan penekanan pencegahan Penyakit Infeksi Emerging.
Identifikasi dini pasien dengan kasus Penyakit Infeksi Emerging baik ringan maupun berat,
diikuti dengan penerapan tindakan pencegahan yang cepat dan tepat, serta pelaksanaan
pengendalian sumber infeksi dengan menempatkan di area terpisah dari pasien lain, dan segera
lakukan kewaspadaan tambahan. Aspek klinis dan epidemiologi pasien harus segera dievaluasi
dan penyelidikan harus dilengkapi dengan evaluasi laboratorium.
Berikan pendidikan pelatihan kepada seluruh staf fasilitas pelayanan kesehatan tentang Penyakit
Infeksi Emerging yang terkait kondisi yang terjadi dengan materi:
Mikrobiologi dasar.
Program PPI : Kewaspadaan Isolasi, Bundles, Surveilans HAIs, Penggunaan Anti Mikroba yang
bijak..
Membersihkan tangan secara teratur dengan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir selama 40-
60 detik atau menggunakan cairan antiseptik berbasis alkohol (handsanitizer) minimal 20 – 30
detik. Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang tidak bersih.
Menggunakan alat pelindung diri berupa masker yang menutupi hidung dan mulut jika harus
keluar rumah atau berinteraksi dengan orang lain yang tidak diketahui status kesehatannya (yang
mungkin dapat menularkan mikroorganisme).
Menjaga jarak minimal 1 meter dengan orang lain untuk menghindari terkena droplet dari orang
yang yang batuk atau bersin. Jika tidak memungkin melakukan jaga jarak maka dapat dilakukan
dengan berbagai rekayasa administrasi dan teknis lainnya.
Membatasi diri terhadap interaksi/kontak dengan orang lain yang tidak diketahui status
kesehatannya.
Saat tiba di rumah setelah bepergian, segera mandi dan berganti pakaian sebelum kontak dengan
anggota keluarga di rumah.
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) seperti
konsumsi gizi seimbang,
Kegiatan promosi kesehatan (promote) dilakukan melalui sosialisasi, edukasi, dan penggunaan
berbagai media informasi untuk memberikan pengertian dan pemahaman bagi semua orang, serta
keteladanan dari pimpinan, tokoh masyarakat, dan melalui media mainstream.
Kegiatan perlindungan (protect) antara lain dilakukan melalui penyediaan sarana cuci tangan
pakai sabun yang mudah diakses dan memenuhi standar atau penyediaan handsanitizer, upaya
penapisan kesehatan orang yang akan bepergian.
Kegiatan promosi kesehatan (promote) dilakukan melalui sosialisasi, edukasi, dan penggunaan
berbagai media informasi untuk memberikan pengertian dan pemahaman bagi semua orang, serta
keteladanan dari pimpinan, tokoh masyarakat, dan melalui media mainstream.
Deteksi dini untuk mengantisipasi penyebaran kasus infeksi dapat dilakukan semua unsur dan
kelompok masyarakat melalui koordinasi dengan dinas kesehatan setempat atau fasilitas
pelayanan kesehatan.
Melakukan pemantauan kondisi kesehatan (gejala penyakit yang muncul) terhadap semua orang
yang berada di lokasi kegiatan tertentu seperti tempat kerja, tempat dan fasilitas umum atau
kegiatan lainnya.
Melakukan penanganan untuk mencegah terjadinya penyebaran yang lebih luas, antara lain
berkoordinasi dengan dinas kesehatan setempat atau fasilitas pelayanan kesehatan untuk
melakukan pelacakan kontak erat, pemeriksaan laboratorium serta penanganan lain sesuai
kebutuhan.
Pada kejadian Penyakit Infeksi Emerging, maka penerapan adaptasi kebiasaan baru diartikan
sebagai perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal. Sebagai contoh kasus:
penerapan AKB dimasa pandemik Covid-19, masa adaptasi kebiasaan baru dapat didefinisikan
sebagai suatu tatanan baru yang memungkinkan masyarakat hidup “berdampingan” dengan
Covid-19, yakni masyarakat dapat
melakukan kegiatan seperti biasa namun dengan mengikuti protokol kesehatan yang ada
(menerapkan pola hidup bersih sehat, menjaga jarak dan mengurangi kontak fisik dengan orang
lain, dan lainnya) atau mengikuti kebijakan dan pedoman yang dikeluarkan terkait pandemi untuk
menghindari penularan dan penyebaran virus.
Jaga kebersihan tangan yaitu bersihkan tangan dengan sabun dan air mengalir jika tangan kotor
atau handsanitizer jika tangan tampak bersih sesuai standar yaitu melalui 6 langkah kebersihan
tangan.
Jangan menyentuh wajah dalam kondisi tangan yang belum bersih sebisa mungkin hindari
menyentuh area wajah khususnya mata, hidung dan mulut.
Terapkan etika batuk dan bersin dengan menutup mulut dan hidung menggunakan lengan atas
bagian dalam ketika batuk atau bersin, selain dengan lengan bisa juga menutup mulut dan hidung
menggunakan tisu yang setelahnya harus langsung dibuang ke tempat sampah.
Pakai masker bagi yang memiliki gejala gangguan pernapasan , kenakanlah masker medis
kemanapun anda pergi keluar rumah atau berintekaksi dengan orang lain dan jika anda yang tidak
memiliki gejala apapun cukup gunakan masker kain karena masker medis terbatas dan
diprioritaskan untuk mereka yang membutuhkan misalnya : tenaga kesehatan.
Jaga jarak untuk menghindari terjadinya paparan virus dari orang ke orang lain kita harus
senantiasa menjaga jarak dengan orang lain minimal 1 meter. Menjaga jarak juga dikenal dengan
isitilah physical distancing, kita dilarang mendatangi kerumunan, meminimalisir kontak fisik
dengan orang lain dan tidak mengadakan acara yang mengundang banyak orang.
Isolasi mandiri bagi yang merasa tidak sehat seperti mengalami deman, batuk/pilek/nyeri
tenggorokan/sesak napas diminta secara sadar dan sukarela melakukan isolasi mandiri di dalam
rumah.
Jaga kesehatan dengan memastikan kesehatan fisik tetap terjaga dengan berjemur sinar matahari
pagi selama beberapa menit, mengkonsumsi makanan bergizi seimbang, melakukan olahraga
ringan dan istirahat yang cukup.
Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan, patuhi cara penggunaan dengan benar,
pelepasan dengan benar dan disposal (pembuangan) dengan benar.
Lakukan etika batuk dan kebersihan pernapasan dengan menggunakan masker, face shield dan
membatasi menggunakan barier jika memungkinkan dan diperlukan.
Memastikan melakukan pengelolaan peralatan kesehatan sesuai kategori alat kesehatan kritikal,
semi kritikal dan non kritikal.
Memastikan lingkungan dengan sirkulasi udara yang baik, tidak pengab dan panas dengan aliran
udara 12 kali per menit, bersih dan tertata dengan baik.
Melakukan penyuntikan yang aman dengan mematuhi prinsip satu spuit, satu pasien, satu waktu.
Menempatkan pasien dengan risiko penularan kontak, droplet dan airborne sesuai indikasi risiko
penulan penyakit dalam ruangan tersendiri atau menggunakan sistim kohort.
Membuang limbah sisa pelayanan sesuai kategori limbah infeksius, non infeksius dan benda
tajam dkedalam tempat limbah yang sesuai.
Mendapatkan pelayanan perlindungan petugas dari risiko penularan penyakit infeksi dan penyakit
akibat kerja,
Lakukan isolasi mandiri jika dirasakan ada keluhan demam, batuk, flu atau filek.
Pasien, sbb:
Setelah tiba di Fasilitas pelayanan kesehatan segera lakukan kebersihan tangan dengan air
mengalir dan sabun atau menggunakan handsanitizer.
Jaga jarak saat berada di antrian minimal 1 meter.
Gunakan masker jika mengalami gejala saluran pernapasan akut (batuk, filek atau bersin).
Jaga jarak dengan pasien lain minimal 1 meter terutama dengan pasien dengan gejala ISPA.
Petugas, sbb:
Patuhi kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun atau menggunakan handsanitizer sesuai
standar yang sudah disiapkan saat akan ke masyarakat.
Gunakan APD sesuai risiko dan jenis paparan yang akan ditemukan.
Jaga jarak minimal 1 meter dan gunakan masker jika berhadapan dengan pasien atau anggota
masyarakat dengan gejala saluran pernapasan akut (batuk, filek atau bersin).
Pastikan lingkungan dan sirkulasi udara tempat lokasi pertemuan/pemeriksaan dalam kondisi
baik tidak panas, pengab dengan sirkulasi udara minimal 12 kali perputaran per jam.
Persiapkan dan bawa peralatan kesehatan yang akan dipergunakan sesuai jenis kritikal, semi
kritikal dan non kritikal dalam kondisi aman dan tidak terkontaminasi (dalam box tertutup).
Melakukan penyuntikan yang aman (immunisasi atau pengobatann) dengan mematuhi prinsip
satu spuit, satu pasien, satu waktu dengan membawa bak spuit, kapas alkohol, safety box dan
bengkok dan vaksin dalam tempatnya.
Mengumpulkan limbah infeksius dalam kantong infeksius dan benda tajam dalam safety box
untuk di proses insenerator di fasilitas pelayanan kesehatan.
Klien/masyarakat, sbb:
Menyediakan sarana kebersihan tangan air mengalir dan sabun atau handsanitiser.
Bila merasakan gangguan Infeksi Saluran Pernasan Akut (ISPA) segera memberi tahu kepada
petugas.
Menjaga jarak tempat duduk antar individu dengan jarak minimal 1 meter dan tidak berkerumun.
Menjaga lingkungan tempat kegiatan dalam kondisi bersih, sirkulasi udara tidak panas, pengab
dengan perputaran udara baik.
Gunakan masker jika mengalami gejala saluran pernapasan akut (batuk, filek atau bersin).
Pembahasan tentang penanggulangan KLB dalam pedoman ini hanya dikaji secara singkat karena
keterkaitannya yang erat dengan Penyakit Infeksi Emerging. Pedoman Penanggulangan KLB dan
penyelenggaraan kewaspadaan dini, secara rinci dapat dilihat pada Permenkes
949/MENKES/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini dan
Kejadian Luar Biasa. Rujukan lainnya tentang ketentuan teknis penanggulangan KLB terutama
pada penyakit infeksi emerging adalah pedoman penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan
KLB yang dikeluakan oleh Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan, Kementerian
Kesehatan.
Beberapa jenis penyakit infeksi emerging yang ada di Indonesia, seperti penyakit infeksi yang
bestatus endemis bisa berubah menjadi kejadian luar biasa (KLB), demikian pula ancaman
munculnya penyakit baru yang selama ini hanya terjadi penularan antar binatang namun
kemudian bisa menular dan mewabah antar manusia. Kondisi ini menuntut perlunya suatu sistem
kewaspadaan dini, untuk merespon KLB yang dapat terjadi setiap saat. Sistem kewaspadaan
yang terencana, terprogram dan akurat sehingga proses penanggulangannya juga dapat lebih
cepat, cepat dan akurat pula.
Penanggulangan KLB merupakan kegiatan yang dilakukan secara terpadu oleh pemerintah pusat,
daerah dan masyarakat. Kegiatan penanggulangan KLB secara garis besar meliputi meliputi:
penyelidikan epidemiologi, penatalaksanaan penderita, yang mencakup kegiatan pemeriksaan,
pengobatan, perawatan dan isolasi penderita, termasuk tindakan karantina, pemusnahan penyebab
penyakit dan pencegahan dan pengebalan termasuk PPI.
Pengertian kejadian luar biasa (KLB) atau Wabah (outbreak) ditandai dengan:
Peningkatan jumlah kasus yang cukup bermakna dari yang diharapkan/tingkat endemisitas pada
kurun waktu tertentu
Munculnya kasus yang sebelumnya belum pernah ada atau muncul kembali
Sumber terjadinya KLB
Proporsional rate (PR) penderita baru dari periode tertentu menunjukkan kenaikan 2 kali lipat
atau lebih dibandingkan periode yang sama dalam kurun waktu/tahun sebelumnya.
Penetapan Diagnosis KLB
Outbreak confirm
Profilaksis
Etiologi agent
Isolasi
Modus penularan
Peringatan publik
Cara penularan
Tindakan higiene
Sumber kontaminasi
Populasi berisiko
Sumber paparan
Manajemen Investigasi
Pengumpulan data kasus: data Mikrobiologi, Data Surveilans HAIs. Dan hasil diskusi dengan
para klinisi.
Persiapan Lapangan
Memastikan KLB
Verifikasi DX
Evaluasi hasil
Kasus Dihentikan
Klinis
Faktor Risiko
Pelapor
Staff Screening
Komunikasi
Sumber
Transmisi
Kewaspadaan isolasi
Isolasi
Imunisasi
Struktur bangunan
Ruangan tersendiri
Alat kesehatan
SPO
Berakhirnya KLB
Adanya kebijakan
Evaluasi kinerja
BAB VI MANAJEMEN DAN SUMBER DAYA
PPI DI FKTP
Kebijakan
Peraturan Menteri Kesehatan no. 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Pasal 3 menyebutkan bahwa setiap
Fasilitas Ksehatan harus melaksanakan PPI. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dimaksud
terkait HAIs dan infeksi yang bersumber dari masyarakat. Selanjutnya pada Pasal 5 disebutkan
bahwa pelaksanaan PPI di fasilitas kesehatan dilaksanakan melalui pembentukan Tim PPI. PPI di
FKTP dilaksanakan dengan tujuan melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan
lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan dari risiko infeksi.
Untuk memastikan program tersebut dapat berjalan, perlu diatur dan dicamtumkan dalam
Peraturan Internal FKTP yang mencakup Manajemen Mutu, Manajemen Risiko dan Keselamatan
Pasien, dll yang dibuat dengan mengacu pada peraturan-peraturan eksternal baik tingkat pusat
maupun daerah masing-masing, antara lain, sbb:
Peraturan Internal PPI mencakup program PPI dan pengorganisasiannya (diadoptasi dari
Pedoman Teknis ini, PMK 27/2017, dll)
Agar program PPI dapat berjalan sesuai dengan tujuan maka perlu ditetapkan tim atau penangung
jawab PPI yang merupakan bagian dari struktur organisasi di FKTP dengan tugas dan peran yang
harus tercantum dengan jelas. Pembentukan organisasi disesuaikan dengan kebutuhan, beban
kerja dan/atau klasifikasi FKTP. Jika pertimbangan ketersediaan sumber daya yang terbatas di
FKTP maka berikut contoh struktur yang dapat diadopsi untuk tim PPI atau penanggung jawab
PPI yaitu
KA. PUSKESMAS
KA. TU
KA. PUSKESMAS
KA. TU
PJ UKM & PERKESMAS PJ UKP, FARMASI & LABPJ JARINGAN & JEJARING
PJ BANGUNAN, PRASARANA & ALAT
PJ MUTU
TIM PPI
/ PJ PPI
Contoh 3 : Struktur Organisasi PPI di Klinik
KA. KLINIK
KA. KLINIK
Tim atau penangung jawab PPI yang telah ditetapkan memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai
berikut:
Indikator PPI digunakan sebagai tolok ukur untuk menilai pelaksanaan PPI dengan menggunakan
standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Indikator PPI yang ditetapkan harus memenuhi prinsip
SMART, dimana indicator harus (lihat Bab III), sbb:
Spesifik,
Terukur,
Dapat tercapai,
Sesuai,
Berikut ini tahapan yang dapat dilakukan Tim PPI dalam membuat rencana Kerja, sbb:
Kebutuhan sumber daya program PPI terintergrasi dalam perencanaan tingkat FKTP sehingga
perlu dilakukan persiapan oleh tim atau penanggung jawab PPI. Untuk Puskesmas dengan
mempelajari rencana lima tahunan dinas kesehatan kab/ kota, SPM Kab/ Kota, target yang
disepakati dengan Dinas Kesehatan Kab/ Kota serta pedoman danregulasi lain yang berlaku.
Untuk klinik mempelajari kebijakan dan target dari pemilik FKTP.
Tim atau penanggung jawab PPI melakukan analisa situasi untuk mengidentifikasi dan
memperoleh informasi mengenai masalah kesehatan yang ada di FKTP sehingga dapat
dirumuskan kebutuhan pelayanan sesuai dengan kondisi wilayah kerja. Selanjutnya maka tim
atau penanggung jawab PPI dapat mengetahui kebutuhan program PPI dalam mengurangi risiko
infeksi pada pelayanan kesehatan. Mulai dari kebutuhan akan instalasi air bersih bagi pelayanan,
instalasi listrik, sistem pencahayaan, ketersediaan bahan habis pakai untuk hand hygiene,
disinfeksi, APD dan lain-lain.
Berdasarkan hasil analisa situasi maka dilakukan perumusan masalah oleh tim atau penanggung
jawab PPI melalui identifikasi masalah berdasarkan prinsip 5W 1H. Kemudian akan ditentukan
prioritas masalah, mencari akar penyebab masalah dan cara pemecahan masalah.
Perencanaan SDM:
Hitung kebutuhan tenaga (Tim PPI) berdasarkan beban kerja untuk melaksanakan program kerja
yang telah dibuat.
Jika ketersediaan tenaga terbatas maka FKTP dapat mendayagunakan staff yang ada maka
duplikasi tugas tidak dapat dihindari apabila ketersediaan tenaga tidak mencukupi.
Identifikasi kebutuhan dari masing-masing unit; yang belum tersedia, tersedia namun perlu
perbaikan, dll berkaitan dengan sarana, prasarana dan alkes untuk pelaksanaan kewaspadaan
standar, kewaspadaan transmisi, bundles dan PPI di unit pelayanan FKTP.
Tuangkan dalam format perencanaan, pengusulan pengadaan atau pemeliharaan yang sudah
berlaku di disetiap FKTP.
Semua kebutuhan sumber daya (SDM, Sarpras dan Alkes) berkaitan dengan penerapan PPI di
FKTP dapat dituangkan dalam matriks perencanaan yang mencakup nama kegiatan, volume,
jadwal pelaksanaan, penanggungjawab, besar anggaran yang dibutuhkan serta sumber
pembiayaanya.
Pembiayaan dapat bersumber dari mana saja dengan tetap mengikuti kebijakan, peraturan dan
perundangan yang berlaku di masing -masing FKTP atau dukungan pemerintah kabupaten/kota
misalnya APBD, APBN (DAK fisik dan non-fisik), JKN, BLN, Donasi, dll.
Jika sumber pembiayaan tidak tersedia atau terbatas maka FKTP dapat membuat skala prioritas.
Tabel 46. Contoh matriks perencanaan PPI
Dari perencanaan 5 tahunan dan tahunan yang telah dibuat oleh FKTP, maka diharapkan dapat
ditindaklanjuti oleh pemilik baik itu terkait kebutuhan sumber daya sesuai dengan usulan yang
disampaikan, usulan kegiatan dan pencairan pembiayaan untuk sarana prasarana dan alat
kesehatan program PPI serta mengawasi dan mengendalikan program PPI sesuai dengan
indikator yang ditentukan.
PELAKSANAAN PPI
Setelah setiap FKTP sudah memiliki rencana 5 tahunan dan rencana tahunan, maka selanjutnya
bagaimana agar Program PPI tersebut dapat berjalan dengan baik. Dalam pelaksanaan kegiatan PPI di
FKTP diperlukan sumber daya meliputi sumber daya manusia, sarana, prasarana, alat dan pembiayaan
didukung sistem informasi.
Pada Permenkes Nomor 27 Tahun 2017 pasal 6 ayat (2) pembentukan komite atau Tim PPI disesuaikan
dengan jenis kebutuhan, beban kerja dan/ atau klasifikasi fasilitas pelayanan kesehatan.
Tujuan tim PPI dan Penanggung Jawab PPI adalah u ntuk memastikan agar PPI dapat dikelola dengan
baik dan konsisten sesuai dengan visi, misi, tujuan dan tata nilai Fasilitas pelayanan kesehatan agar mutu
pelayanan medis serta keselamatan pasien dan pekerja di FKTP terjamin dan terlindungi.
Untuk kriteria tim PPI atau penanggung jawab PPI di FKTP adalah sebagai berikut :
Ketersediaan sarana, parasana dan alat kesehatan dalam mendukung pelaksanaan program PPI
disesuaikan dengan kebijakan FKTP dan pelayanan yang tersedia dengan mengacu pada peraturan dan
pedoman yang berlaku.
Pembiayaan
Pelaksanaan kegiatan PPI perlu didukung dengan ketersediaan pembiayaan yang cukup untuk
mendukung rencana yang telah dibuat atau setidaknya memenuhi standar minimal serta digunakan
secara efektif dan efisien. Anggaran dapat berasal dari sumber- sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dalam pengelolaannya harus dipantau dan dievaluasi oleh Kepala FKTP.
Sistim Informasi
Pelaksanaan PPI harus dimonitoring, dievaluasi dan dilaporkan secara berkala. Hal ini dilakukan karena
informasi yang didapat dapat digunakan sebagai dasar tindakan korektif dan preventif dalam kegiatan
perencanaan dan pengambilan keputusan baik oleh pimpinan dan tim PPI atau penanggung jawab PPI.
Untuk mempermudah proses ini diperlukan dukungan sistem informasi baik yang sederhana maupun
melalui aplikasi khusus yang terintegrasi.
PEMANTAUAN, PELAPORAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PPI
Pemantauan pelaksanaan PPI di FKTP dilakukan oleh Tim PPI/ Penanggung Jawab PPI secara periodik.
Pemantauan dilakukan mulai dari kegiatan pengumpulan data, monitoring, pencatatan dan pelaporan
kegiatan PPI dari unit pelayanan.
Pengumpulan data
Pengumpulan data kejadian infeksi dilakukan menggunakan sistim manual atau menggunanan sistim
informasi tehnologi (IT) dengan mencatat data :
Data pasien : nama , tanggal lahir, nomor medikal record (MR),jenis kelamin
Data tindakan pelayanan : unit kerja, jenis tindakan, tanggal tindakan, Tanggal infeksi muncul, lokasi
infeksi serta jenis anti mikroba yang diberikan
Pendataan dan pengumpulan data dilakukan setiap hari dan rekapitulasi per periode bulanan
Pengumpulan data kejadian infeksi dilakukan oleh orang yang terlatih, berpegalaman yang dilakukan
oleh Penanggung Jawab PPI atau orang yang ditunjuk
Pengumpulan data dilakukan melalui hasil pengamatan, wawancara dan catatan status pasien dan
sumber data yang tepat.
Evaluasi dapat dialkukan berdasarkan data yang telah dikumpulkan baik terhadap pelaksanaan secara
manajerial PPI, data hasil monitoring, data hasil pencatatan dan pelaporan, data hasil audit PPI. Selain
itu evaluasi terhadap kejadian HAIs dapat dinilai dengan membandingkan terhadap indikator penilaian
risiko infeksi.
Laporan kegiatan PPI di fasilitas pelayanan kesehatan dibuat secara terintegrasi dengan system
pelaporan yang berlaku selama ini. Untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan program PPI di
lapangan, laporan harus dibuat secara periodik, tergantung kebijakan yang berlaku dimasing-masing
daerah bisa setiap triwulan, semester, tahunan atau sewaktu-waktu jika diperlukan. Laporan dilengkapi
dengan rekomendasi tindak lanjut bagi pihak terkait dengan peningkatan infeksi dan hasil laporan
didesiminasikan kepada pihak-pihak terkait agar dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk
menetapkan strategi pengendalian infeksi di FKTP.
Bentuk laporan
Laporan dilakukan dengan pengumpulan data menggunakan form manual atau sistim IT yang
dimiliki dengan contoh sebagai berikut :
Keterangan
Unit pelayanan adalah unit yang akan dilakukan penilaian angka kejadian infeksi
% target adalah target yang ditetapkan dalam mencapaian tujuan kinerja bidang PPI dari unit
yang ditetapkan
Infeksi post partum adalah infeksi yang terjadi pada pasien post partum
Abses gigi adalah pasien yang mengalami abses pada area gigi yang dilakukan tindakan
perawatan gigi dimana pada saat datang tidak ditemukan tanda tanda infeksi
Infeksi paska imunisasi adalah pasien yang dilakukan imunisasi mendapatkan tanda tanda
infeksi panas, sakit, merah dan bengkak
Periode pelaporan
Pelaporan kejadian infeksi dilakukan per periode satu bulan
Laporan disampaikan ke pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan oleh Ketuan Tim PPI atau
Penanggung jawab PPI untuk dilakukan tindak lanjut dan perbaikan
BAB IV. TATA LAKSANA PELAYANAN
A. Lingkup Kegiatan
Ketentuan umum :
- Setiap pasien yang terdaftar berhak memiliki satu berkas Rekam Medis yang
disimpan dalam satu map
- Rekam Medis tersedia setiap kali kunjungan pasien
- Rekam Medis dibuat secara tertulis
- Berkas Rekam Medis menjadi milik Puskesmas sedangkan isi Rekam Medis dan
lampiran dokumen menjadi milik pasien
- Berkas Rekam Medis dan lampiran dokumen di dalamnya disatukan sedemikian rupa
sehingga tidak mudah hilang dan tercecer.
B. METODE
- Identifikasi pasien di Puskesmas Pasongsongan menggunakan identitas/tanda
pengenal diri berupa KTP/Kartu Rawat Jalan atau identitas lain serta kartu Jaminan
Kesehatan (BPJS) apabila memiliki.
- Setiap pasien yang telah mendaftar, mendapatkan nomor Rekam Medis sesuai dengan
urutan atau sesuai dengan penomoran yang dicatat dalam Kartu Kunjungan Berobat
yang diberikan kepada pasien
- Satu pasien mempunyai satu nomor Rekam Medis
- Nomor Rekam Medis digunakan untuk pencarian dokumen, pencatatan dan identitas
pasien Puskesmas.
C. LANGKAH KEGIATAN
277
Adapun langkah langkah kegiatan yang dilakukan adalah dimulai dari :
Pengkodeaan Penomoran Rekam Medis
Cara pengkodean selama ini menggunakan nomor urut kunjungan pada saat pasien
berkunjung.
Contoh : tanggal 1 januari 2016 ada pasien x datang ke Puskesmas Pasongsongan
sebaagai pasien baru, maka penomorannya adalah 000001.
Pengisian Rekam Medis
Rekam Medis di Puskesmas Pasongsongan berisi data-data sebagai berikut:
1. Identitas pasien (nama, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat dan pekerjaan). Ditulis
dengan menggunakan huruf besar sehingga mudah terbaca.
2. Apabila pasien tidak membawa kartu rawat jalan ,maka petugas menanyakan KTP
untuk dilihat NIK ,karena NIK adalah merupakan data base untuk penentuan nomor
rekam medis.
3. Tanggal pemeriksaan.
4. Hasil anamnesa, mencakup sekurang-kurangnya keluhan utama dan riwayat penyakit
sekarang (RPS).
5. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik apabila dilakukan.
6. Dokumentasi hasil pemeriksaan penunjang apabila dilakukan.
7. Diagnosis penyakit.
8. Rencana penatalaksanaan.
9. Pengobatan dan/atau tindakan medik.
10. Identitas dan tanda tangan/paraf dari dokter yang menangani.
11. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
12. Persetujuan/penolakan tindakan medik bila diperlukan.
278
UGD telah memiliki daftar Kode ICD X. Daftar Kode Diagnostik Puskesmas dapat
ditambahkan jika ada jenis penyakit pasien yang belum ada dalam daftar.
279
- Kelengkapan pengisian Rekam Medis menjadi tanggung jawab pemberi pelayanan
- Rekam Medis harus diisi lengkap sebelum dikembalikan kepada petugas
penyimpanan Rekam Medis. Khusus untuk pelayanan pasien observasi UGD harus
dilengkapi dalam waktu 1x24 jam setelah pemberian pelayanan.
280
- Permintaan, pemanfaatan, informasi dan penjelasan Rekam Medis hanya dapat
dilakukan atas persetujuan Kepala Puskesmas atas indikasi dan keperluan sesuai
dengan peraturan-perundangan yang berlaku.
BAB V. LOGISTIK
Petugas penanggung jawab pengelolaan Rekam Medis wajib memastikan logistik Rekam
Medis terpenuhi dengan cara melakukan perencanaan kebutuhan, melakukan pengecekan secara
berkala dan segera membuat permintaan kebutuhan logistik yang diperlukan.
281
Kemungkinan kesalahan pencatatan Rekam Medis
Kemungkinan adanya sistem penyimpanan yang tidak aman atau terdapat gangguan
Hasil temuan audit internal oleh auditor internal
Untuk mencegah terhadap potensi yang mungkin terjadi seperti yang telah disebutkan di
atas maka dilakukan :
- Pelaksanaan prosedur identifikasi dan kesesuaian dengan identitas pasien
- Umpan balik dari unit pelayanan tentang kesesuaian identifikasi pasien dengan Rekam
Medis
- Monitoring secara berkala oleh tim mutu Puskesmas Pasongsongan
Adapun untuk Penanganan/ tindak lanjut Hasil identifikasi, temuan audit internal,
pelaporan dan keluhan atau pengaduan dibahas dan ditindak lanjuti oleh Tim Mutu dalam Rapat
Tim Mutu atau Rapat Tinjauan Manajemen. Dan hasil rapat dilakukan umpan balik kepada
penanggung jawab Rekam Medis
282
BAB. VIII. PENUTUP
Pengelolaan Rekam Medis yang baik merupakan salah satu tolak ukur kinerja Puskesmas
dan diperlukan untuk peningkatan mutu pelayanan Puskesmas Pasongsongan.
REFERENSI
283
LAMPIRAN
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
HT : Hipertensi
DM : Diabetes Melitus
CC : Common Cold
ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Akut
DA : Dermatitis Alergika
DKI : Dermatitis Kontak Iritant
DKA : Dermatitis Kontak Alergika
Asma : Asthma Bronchiale
Bapil : Batuk pilek
D : Dextra (Kanan)
S : Sinistra (Kiri)
OD : Occuli Dextra
OS : Occuli Sinistra
CKD : Chronic Kidney Diseases
GGK : Gagal Ginjal Kronik
GGA : Gagal Ginjal Akut
COPD : Cronic Obstruktif Pulmonary Disease
PPOK : Penyakit Paru Obstruksi Kronis
284