NPM :
Kelas :
no 1
1.) Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukosa transparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata bagian dalam (konjungtiva palpebralis) pada
bagian tarsal atau palpebral dan pada permukaan anterior sklera (konjungtiva
bulbaris). Konjungtiva juga berbatasan dengan kulit pada tepi palpebral dan dengan
epitel kornea limbus. Konjungtiva berfungsi untuk melindungi dan membuat
pergerakan mata lebih mudah atau fleksibel. Konjungtiva palpebralis terletak dari
bagian mukokutaneus pada batas kelopak mata hingga tarsal, sedangkan
konjungtiva bulbar melapisi bagian permukaan anterior bola mata dengan struktur
melekat longgar oada kapsul tenon dan sklera dibawahnya, kecuali limbus.
2.) Sklera
Sklera berupa jaringan ikat longgar yang lentur dan memberikan bentuk pada mata,
dimana bagian terluarnya berfungsi untuk melindungi bola mata. Bagian terdepan
sklera disebut kornea, bentuknya transparan yang memudahkan sinar masuk ke
dalam bola mata
3.) Kornea
Kornea merupakan selaput bening yang menutup bagian depan dari bola mata.
Pembiasan sinar terkuat yang dapat dilakukan oleh kornea sekitar 40 dioptri.
memiliki ketebalan 550 μm pada kornea dewasa, dengan diameter horizontal 11,75
mm dan vertikalnya 10,6 mm. kornea disisipkanke dalam skelra pada limbus,
lekukan tersebut disebut sulcus scleralis. Secara histologis kornea terdiri dari:
a. Epitel
Epitel merupakan lapisan anterior kornea yang ditutupi epitel, memiliki ketebalan 50
μm. Epitel terdiri dari lima lapis sel tak bertanduk yang terdiri dari sel basal, sel
polygonal dan sel gepeng.
b. Membrane Bowman
Membrane Bowman ini terletak berada di bawah membran basal epitel kornea yang
merupakan kolagen yang tidak teratur dan berasal dari bagian depan stroma.
Membrane Bowman ini tidak dapat beregenerasi.
c. Stroma
Stroma terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu sama
lain dan membentuk lapisan-lapisan. Stroma terdiri dari berkas serat kolagen parallel
yang membentuk lapisan-lapisan filbroblas gepeng dan bercabang
d. Membrane Descemet
Membrane Descemet merupakan batas belakang dari stroma kornea, tipis namun
lentur, memiliki resistensi tinggi, dan ketebalan 40 μm.
e. Endotel
Lapisan endotel memiliki ukuran sekitar 20-40 μm. Endotel berasal dari mesotelium,
berlapis satu, dan berbentuk heksagonal. Lapisan ini berfungsi untuk
mempertahakan deturgesensi stroma kornea.
1.) Uvea
Uvea merupakan lapisan vascular di dalam bola mata yang
dilindungi oleh kornea dan sklera ini terdiri dari 3 bagian:
a. Iris
Iris adalah perpanjangan badan siliar ke anterior yang memiliki
permukaan relatif datar dengan celah berbentuk bulat di
terngahnya.
Iris dapat membentuk pupil berubah ukurannya dengan kerja otot
sfingter dan dilator untuk mengontrol jumlah cahaya yang masuk ke
mata. Iris memiliki lapisan batas anterior dari fibroblast dan kolagen
serta stroma selular dimana otot sfingster terletak didalam yang
tersarafi oleh sistem saraf parasimpatis (James et al, 2006). Oleh
karena itu, iris memiliki kemampuan untuk mengatur banyaknya
cahaya yang masuk ke dalam bola dengan cara mengecilkan
(miosis) dan/atau melebarkan (midriasis) pupil.
b. Badan siliar (Korpus siliar)
Badan siliar berfungsi untuk menghasilkan cairan yang dapat
mengisi balik mata. Badan siliar adalah susunan otot melingkar
yang berfungsi untuk mengubah tegangan kapsul lensa sehingga
lensa dapat focus untuk objek dekat maupun jauh. Badansiliar
terdiri atas zona anterior yang berombak-ombak, pars plicata (2
mm) yang merupakan pembentuk aqueous humor, dan zona
posterior yang datar, pars plana (4 mm).
c. Koroid
Berkebalikan dengan siliar, koroid merupakan lapisan yang banyak
mengandung pembuluh darah untuk memberi nutrisi pada mata
(Gul,2007). Koroid dibentuk oleh arteriol, venula dan anyaman
kapiler padat. Koroid merupakan segmen posterior uvea yang
terletak diantara retina dan sklera yang berisi pembuluh darah,
yang berfungsi untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar
yang terletak dibawahnya.
2.) Lensa
Lensa memiiki struktur bikonveks, avascular, tidak berwarna
dan hamper transparan sempurna. Lensa memiliki ketebalan sekitar 4
mm dan diameter 9 mm. lensa terletak berada di sebelah anterior
lensa dimana terdapat aqueous humor sedangkan diposteriornya
terdapat vitreous humor.
Lensa dapat bertahan ditempatnya disebabkan oleh ligamentum
suspensorium yang dikenal sebagai zonula Zinii, yang tersusun dari
banyak fibril yang berasal dari permukaan badan siliar dan menyisip
kedalam ekuator lensa.
5.) Retina
Retina merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsangan cahaya. Lapisan ini peka terhadap
cahaya, dimana kepekaannya terhadap cahaya merupakan sebuah
mekanisme persarafan penglihatan.
Fisiologi
Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina, harus
dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kemampuan
menyesuaikan kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat maupun jauh
dapat difokuskan di retina dikenal sebagai akomodasi. Kekuatan lensa bergantung
pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris. Pada mata normal, otot siliaris
melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot tersebut
berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan lebih kuat
untuk penglihatan dekat. Serat-serat saraf simpatis menginduksi relaksasi otot
siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem saraf parasimpatis menyebabkan
kontraksi otot untuk penglihatan dekat (Sherwood, 2001).
Cahaya yang melewati kornea akan diteruskan melalui pupil, kemudian
difokuskan oleh lensa ke bagian belakang mata(retina). Fotoreseptor pada retina
mengumpulkan informasi yang ditangkap mata, kemudian mengirimkan sinyal ke
otak melalui saraf optik. Semua bagian tersebut harus bekerja simultan untuk dapat
melihat suatu objek. Berkas cahaya akan berbelok/ berbias (mengalami refraksi)
apabila berjalan dari satu medium ke medium lain yang memiliki kepadatan berbeda
kecuali apabila berkas cahaya tersebut jatuh tegak lurus di permukaan.
Bola mata memiliki empat media refrakta, yaitu media yang dapat
membiaskan cahaya yang masuk ke mata. Media refrakta mata terdiri dari kornea,
aqueous humor, lensa, dan vitreous humor. Agar bayangan dapat jatuh tepat di
retina, cahaya yang masuk harus mengalamai refraksi melalui media-media
tersebut. Jika terdapat kelainan pada media refrakta, cahaya mungkin tidak jatuh
tepat pada retina.
Selain faktor media refrakta, faktor panjangnya sumbu optik bola mata juga
berpengaruh terhadap jatuh tepat atau tidaknya cahaya pada retina. Misalnya, pada
miopia aksial fokus akan terletak di depan retina karena bola mata lebih panjang.
Farmakokinetika Umum
1. Absorpsi
Absorpsi atau penyerapan merupakan tahap awal dari proses farmakokinetika
obat. Berdasarkan rute khusus yang telah disebutkan di atas, kecepatan
penyerapannya pun juga berbeda.
a. Injeksi Intrevitreal: pemberian obat disuntikan di tengah cairan vitreus,
absorpsi berlangsung secara cepat.
b. Injeksi Intracameral: obat disuntikkan ke dalam rongga mata (camerae),
absorpsi berlangsung lama.
2. Distribusi
Distribusi obat yang diberikan secara intraokular dipengaruhi oleh beberapa
factor, antara lain:
1) Berat Molekul
Obat dengan berat molekul yang rendah dapat berdifusi tanpa dipengaruhi
oleh struktur vitreous humorkarena tidak terjadi interaksi. Sedangkan obat
dengan berat molekul yang tinggi, kemampuan difusinya dibatasi oleh struktur
vitreous humor-nya. Hal ini dapat terjadi karena adanya interaksi dengan
komponen vitreous humortersebut.
2) Kondisi Fisiologis dan Patofisiologis
Vitreous humor terdapat dalam bentuk cair dan gel. Semakin bertambah usia
(penuaan), cairan vitreous humorakan meningkat sedangkan gel berkurang
akibat peningkatan kemampuan difusi obat. Peningkatan kemampuan difusi
obat ini juga menyebabkan peningkatan eliminasi obat, karena vitreous
humoryang cair tersebut.
3) Interaksi Obat dengan Komponen Vitreous Humor
Obat berikatan dengan protein dalam vitreous humor, sehingga menyebabkan
kemampuan difusi obat menurun.
3. Metabolisme
Obat dimetabolisme ketika sudah dieliminasi dari rongga vitreous. Enzim-enzim
yang berperan di dalam metabolisme obat, diantaranya CYP450, CYP2A6,
CYP2C8, dan CYP2E1, dapat ditemukan di retina. Enzim lainnya yang dapat
ditemukan seperti esterase atau peptidase pada vitreous humor.
4. Eliminasi
Obat harus dibuang, karena obat merupakan za tasing bagi tubuh. Pada obat mata,
terdapat dua jalur eliminasi obat, yakni secara posterior dan anterior. Sebagian
besar dosis obat dapat dihilangkan dari rute anterior.
1) Rute posterior: melintasi sawar retina darah, untuk obat berukuran molekul
kecil.
2) Rute anterior: melewati aliran aqueous humor, untuk obat berukuran
molekul besar.
No. 3 - Mekanisme Obat yang digunakan untuk dilatasi dan kontraksi Pupil
● Dilatasi Pupil
Midriasis adalah dilatasi pupil, dapat terjadi karena faktor fisiologis dan
nonfisiologis. Penyebab midriasis non fisiologis adalah suatu penyakit, trauma atau
penggunaan obat-obatan. Terdapat 2 jenis otot yang mengatur perubahan ukuran
dari iris yaitu sfingter iris dan iris dilator. Sfingter iris dipersarafi oleh parasimpatis
dan iris dilator dipersarafi oleh sistem saraf simpatis. Stimulasi simpatis dari reseptor
adernergik menyebabkan kontraksi otot radial sehingga pupil menjadi dilatasi.
Stimulasi parasimpatis menyebabkan kontraksi otot sirkular (melingkar) sehingga
pupil konstriksi (menyempit). (Shirzadi K, Amirdehi R.A., Makateb A., Sharaki K.,
Khosravifard K., 2015)
Midriatik adalah obat yang dapat meningkatkan ukuran pupil dan kovergensi
akomodatif serta penurunan ketajaman penglihatan dan amplitudo akomodasi.
Midriasis dapat dihasilkan dari peningkatan aktivitas sepanjang jalur simpatik dan
penurunan aktivitas sepanjang jalur parasimpatis.
Obat yang dapat digunakan untuk dilatasi pupil atau midriasis adalah
golongan antagonis kolinergik / antikolinergik. Antikolinergik adalah zat yang
menghalangi neurotransmitter asetilkolin di pusat dan sistem saraf perifer.
Antikolinergik dibagi menjadi tiga kategori sesuai target kerjanya, yaitu
antimuskarinik, ganglionic blocker dan neuromuscular blocker. Antikolinergik
menghambat impuls saraf parasimpatis dimana terjadi pengikatan neurotransmitter
asetilkolin di reseptor sel-sel saraf. Pemberian antikolinergik pada mata dapat
memberikan efek midriasis. (Shirzadi K., Amirdehi R.A., Makateb A., Sharaki K.,
Khosravifard K., 2015)
Atropin
Sebagai agen antimuskarinik, dimana atropin akan memblok asetilkolin untuk
berikatan dengan reseptor muskarinik (antagonis kompetitif). Pada mata, atropin ini
menghambat M. constrictor pupillae dan M. ciliaris pada lensa mata, sehingga
menyebabkan midriasis. Atropin merupakan obat antikolinergik yang dapat juga
meningkatkan denyut jantung (pengobatan brakikardia), mengeringkan sekret, dan
mengatasi keracunan organofosfat.
Agen Simpatomimetik
Fenilefrin
Tropikamid
● Kontaksi Pupil
Semua efek ini dapat dicegah atau dibalikkan oleh obat penghambat
muskarinik. Otot konstriktor pupil bergantung pada pengaktifan kolinergik
muskarinik. Pengaktifan ini dihambat oleh atropin topikal dan obat
antimuskarinik tersier lainnya dan menyebabkan aktivitas dilato simpatis tidak
terimbangi dan midriasis.Efek mata kedua terpenting dari obat antimuskarinik
adalah pelemahan kontraksi otot siliaris, atau sikloplegia. Sikloplegia
menyebabkan hilangnya kemampuan mata berakomodasi; mata yang telah
mengalami atropinisasi penuh tidak dapat berfokus untuk penglihatan
dekat.Baik midriasis maupun sikloplegia bermanfaat dalam oftalmologi.
Keduanya juga berpotensi membahayakan, karena dapat timbul glaukoma
akut pada pasien dengan sudut kamera anterior yang sempit.
\
no 4.
Glaukoma adalah penyakit mata yang melibatkan perubahan khas pada saraf optik. Hal ini
ditandai dengan kelainan fungsional dan struktural pada mata yang dapat menyebabkan
kerusakan saraf optik, dalam kondisi parah dapat menyebabkan kehilangan penglihatan
permanen. Glaukoma paling sering dikaitkan dengan peningkatan tekanan di dalam mata.
Dimana, biasanya cairan yang disebut aqueous humor (sebagian besar terdiri dari air,
ditambah sedikit nutrisi untuk memberi makan kornea dan lensa) mengalir di sekitar mata.
Setelah mengaliri mata, cairan ini akan mengalir melalui area yang disebut trabecular
meshwork (sudut tempat kornea dan iris bertemu). Pada pasien penderita glaukoma, cairan
yang dihasilkan terlalu banyak atau tidak mengalir secara efisien. Cairan menumpuk inilah
yang menyebabkan tekanan intraokuler(TIO) di dalam mata meningkat, sehingga
menyebabkan kerusakan saraf optik. Tekanan intraokuler pada bola mata normal yaitu 10-22
mmHg. Sedangkan tekanan intraokuler pada penderita glaukoma (akut) dapat mencapai 60-
80 mmHg, sehingga dapat menimbulkan kerusakan iskemik akut pada iris yang disertai
dengan edema kornea dan kerusakan nervus optikus. Patofisiologis lainnya pada penderita
glaukoma yaitu menurunnya daya penglihatan akibat dari adanya apoptosis pada sel ganglion
retina yang menyebabkan terjadinya penipisan pada lapisan saraf dan lapisan inti dalam retina
serta berkurangnya akson di nervus optikus.
Diagnosa glaukoma dapat dilakukan dengan tonometry. Dalam praktek sehari - hari
menggunakan tonometri indirect dimana tonometri ini dibagi menjadi 2 kelompok besar
yakni indentasi dan applanasi. Pengukuran tekanan intraokuler pada tonometri indentasi
didasarkan pada besarnya deformasi terhadap bola mata. Prototipe yang digunakan yaitu
tonometer Schiotz. Sedangkan untuk tonometri applanasi Goldmann menggunakan hukum
Imbert-Fick dimana besar TIO sama dengan jumlah energi yang digunakan untuk
mendatarkan permukaan sferik(bundar) dibagi dengan area yang terdatarkan (applanasi).
Salah satu jenisnya yaitu tonometer applanation Goldmann yang merupakan perangkat yang
paling akurat secara klinis dan digunakan sebagai dasar standar dalam diagnosis glaukoma.
alat:
- slit lap dengan sinar berwarna biru
- tonometer applanasi
- fluorisen strip
- obat tetes anetesi lokal
Glaukoma sudut terbuka dapat diatasi dengan prostaglandin analog, dimana analog
prostaglandin digunakan sebagai pilihan pertama karena dapat menurunkan TIO sehingga
dapat mengurangi efek kerusakan pada saraf. Namun, pada pasien yang tidak cocok dengan
prostaglandin analog atau memiliki efek samping, mash dapat menggunakan sediaan tetes
mata seperti penghambat anhidrase karbonat, penghambat α1, simpatomimetik nonselektif,
dan parasimpatomimetik sebagai pilihan obat. Mekanisme dari prostaglandin analog pada
penderita glaukoma yaitu mengikat prostaglandin F reseptor (FP receptor) yang terdapat pada
cilliary muscle cells. Dimana, FP receptor tersebut akan mengubah tegangan pada otot siliaris
sehingga trabecular meshwork terbuka lebar dan dapat menambah outflow dari aqueous
humor.
Contoh - contoh senyawa dari prostaglandin analog yaitu bimatoprost dengan indikasi
peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma sudut terbuka dan hipertensi okular, yang
tidak diatasi atau tidak respon secara baik terhadap obat
penurun tekanan intraokular lainnya. selain itu ada juga
latanoprost dengan indikasi yaitu peningkatan tekanan
intraokular pada glaukoma sudut terbuka (open-angle),
dan travopros dengan indikasi sebagai penurunan
tekanan intraokular pada pasien dengan glaukoma sudut
terbuka.
Tetrasiklin dan Minosiklin merupakan obat terapi sistemik yang digunakan pada
pengobatan infeksi mata. Penggunaan sistemik tetrasiklin dan minosiklin jarang
menyebabkan efek samping okular yang signifikan
ROTD :
● Pseudotumor cerebri
Peningkatan tekanan intrakranial tidak berhubungan dengan dosis dan akan hilang
setelah obat dihentikan. Pseudotumor cerebri dapat terjadi paling cepat 4 jam
setelah minum tetrasiklin ataupun setelah bertahun-tahun.
ROTD Eritromisin
Eritromisin merupakan terapi obat sistemik untuk pengobatan infeksi mata akibat
bakteri. Eritromisin jarang menyebabkan efek samping okular dan hanya terjadi pada
individu yang rentan.
ROTD :
● Reaksi alergi okular
● Dermatitis periokular
● Ditandai dengan papula bersisik merah kecil dan pustula yang terletak di sekitar
mata
ROTD Kloramfenikol
Kloramfenikol adalah obat yang digunakan dalam pengobatan infeksi mata.
● Aplastik anemia
● Anemia yang disebabkan oleh kegagalan sumsum tulang dalam memproduksi sel
darah merah
● Agranulositosis
● Kelainan darah langka yang diinduksi obat yang ditandai dengan berkurangnya
jumlah sel darah putih (granulosit) dalam sistem peredaran darah
● Peripheric neuropathy
● Kerusakan saraf perifer yang menyebabkan kelemahan, mati rasa, dan nyeri
biasanya di tangan dan kaki
ROTD Acetazolamide
Acetazolamide merupakan obat golongan diuretik yang digunakan untuk mengobati
glaukoma dan epilepsi, selain itu juga dapat digunakan untuk meringankan gejala
penyakit ketinggian.
ROTD Obat :
● Sensitif terhadap sinar matahari
● Lemas dan mengantuk
● Reaksi dengan aspirin (hepatotoksik)
● Reaksi dengan obat derivat sulfonamida
● Dapat menyebabkan toxic epidermal necrolysis
referensi:
Frederick W. Fraunfelder, MD, Larry F. Rich, MD. (2013). Possible Adverse Effects
of Drugs Used in Refractive Surgery. Retrieved 3 December 2020 from
https://www.jcrsjournal.org/article/S0886-3350(02)01836-9/pdf
Nationwide Children’s. Intracranial Hypertension (Pseudotumor Cerebri). Retrieved 3
December 2020 from
https://www.nationwidechildrens.org/conditions/intracranial-hypertension-
pseudotumor-cerebri
Harini R. Bala, Jennifer Kahil, Rosemary L. Nixon. (2016). Periocular Dermatitis.
Retrieved 3 December 2020 from https://dermnetnz.org/topics/periocular-
dermatitis/
Mayo Clinic. Perinpheyral Neuro pathy. Retrieved 3 December 2020 from
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/peripheral-
neuropathy/symptoms-causes/syc-20352061
Rare Disease Database. Agranulocytosis, Acquired. Retrieved 3 December 2020
from https://rarediseases.org/rare-diseases/agranulocytosis-acquired/
Anu Vaajanen, Heikki Vapaatalo. (2017). A Single Drop in the Eye – Effects on the
Whole Body?. Retrieved 23 November 2019 from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5725525/
Reference.medscape.com. 2020. Diamox Sequels (Acetazolamide) Dosing,
Indications, Interactions, Adverse Effects, And More. Retrieved 3 December
2020 from <https://reference.medscape.com/drug/diamox-acetazolamide-
342809#5>
Brunton, L., Knollmann, B., Hilal-Dandan, R., & Goodman, L. Goodman & Gilman's
the pharmacological basis of therapeutics.
ATROPINE. (2020). Retrieved 2 December 2020, from
https://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/2018/212319s000lbl.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/65962/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y