LITERASI IPA
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
NAMA NPM
1. MONICA CORETA : 5017044
2. ADETIA PRATIWI : 5017119
3. SHINTA ASTIJA : 5017144
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga makalah ini dapat diselesaikan, untuk memenuhi tugas mata kuliah
pembelajaran IPA SD dengan Judul Tema “Literasi Ipa”. Penulisan makalah ini dapat
terlaksana atas dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu atas segala bentuk
bantuannya, disampaikan terima kasih kepada yang terhormat :
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................3
C. Tujuan Penulisan........................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Literasi Sains Dalam PISA.........................................................................4
B. Literasi Sains..............................................................................................9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abad 21 ditandai oleh pesatnya perkembangan sains dan teknologi dalam bidang
kehidupan di masyarakat, terutama teknologi informasi dan komunikasi. Mengacu pada
pernyataan tersebut mengisyaratkan bahwa pendidikan dihadapkan pada tantangan yang
semakin berat, salah satunya tantangan tersebut adalah bahwa pendidikan hendaknya
mampu menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan utuh dalam
menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan.
Bertemali dengan karakteristik abad ke-21 tersebut berbagai kompetensi utama
yang harus dimiliki oleh peserta didik diantaranya yaitu keterampilan belajar dan
berinovasi, menguasai media dan informasi, dan kemampuan kehidupan dan berkarier
(Abidin, 2014: 9-11). Pertama keterampilan belajar dan berinovasi, maksudnya bahwa
peserta didik diharapkan memiliki kemampuan berpikir kreatif dan memecahkan
masalah, kemampuan berkomunikasi dan berkolaborasi, dan kemampuan untuk
berkreativitas dan berinovasi. Kedua, maksudnya peserta didik diharuskan melek TIK
yaitu memiliki kemampuan dalam menguasai media, informasi dan tekhnologi.
Sedangkan kompetensi selanjutnya yang menjadi fokus kompetesi abad 21 adalah
keterampilan kehidupan dan berkarier, maksudnya bahwa peserta didik diharapkan
memiliki kemampuan secara fleksibel dan adaptif, berinisiatif dan mandiri, mampu
berinteraksi sosial, produktif dan akuntabel, serta memiliki jiwa kepimpinan dan
tanggung jawab.
Megacu pada begitu kompleksnya kompetensi yang harus dimiliki siswa, maka
pada pembelajaran abad 21 ini terjadi perubahan paradigma belajar yaitu, dari
paradigma teaching menjadi paradigma learning. Artinya bahwa sebelumnya
pembelajaran hanya berpusat pada guru sedangkan saat ini pembelajaran berpusat pada
peserta didik, dalam hal ini guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber belajar
melainkan lebih banyak mengarah sebagai fasilitator dalam proses belajar. Adapun visi
pendidikan abad 21 yang lebih berdasarkan pada paradigma learning adalah belajar
berpikir yang berorientasi pada pengetahuan logis dan rasional, belajar berbuat yang
1
berorientasi pada bagaimana mengatasi masalah, belajar menjadi mandiri yang
berorientasi pada pembentukan karakter, dan belajar hidup bersama yang berorientasi
untuk bersikap toleran dan siap bekerjasama.
Pada tingkat sekolah dasar Ilmu Pengetahuan Alam atau sains merupakan salah
satu mata pelajaran yang menduduki peranan penting dalam pendidikan hal ini
dikarenakan sains dapat menjadi bekal bagi peserta didik dalam menghadapi berbagai
tantangan di era global. Oleh karena itu, diperlukan cara pembelajaran yang dapat
menyiapkan peserta didik untuk memiliki kompetensi yang baik dan melek sains serta
teknologi, mampu berpikir logis, kritis, kreatif, berargumentasi secara benar, dapat
berkomunikasi serta berkolaborasi. Melek sains dapat diistilahkan sebagai kemampuan
literasi sains yaitu kemampuan untuk memahami sains, mengkomunikasikan sains (lisan
maupun tulisan), serta menerapkan kemampuan sains untuk memecahkan masalah
sehingga memiliki sikap dan kepekaan yang tinggi terhadap diri dan lingkungannya
dalam mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sains.
Berdasarkan data PISA (Programe for International Student Assessment)
kemampuan literasi sains peserta didik Indonesia masih dibawah rata-rata jika
dibandingkan dengan rerata skor internasional dan secara umum berada pada tahapan
pengukuran terendah PISA (Toharudin, et. all, 2011: 19). Sebagaimana dikutip dari The
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) peringkat
Indonesia di PISA pada tahun 2009 yaitu ke-57 dari 65 dengan perolehan skor 383.
Pada tahun 2012 Indonesia menduduki peringkat ke-64 dari total 65 negara dengan
perolehan nilai saat itu yaitu 382. Selanjutnya, pada tahun 2015 Indonesia berada pada
peringkat ke-64 dari 72 negara yang ikut serta, dengan perolehan skor yaitu 403.
Berdasarkan hasil tiga kali survey tersebut skor siswa Indonesia pada kemampuan
literasi sains masih jauh dibawah skor standar internasional yang ditetapkan oleh
lembaga OECD. Rendahnya hasil belajar sains ditengarai berhubungan dengan proses
pembelajaran sains yang belum memberikan peluang bagi peserta didik untuk
mengembangkan kemampuan bernalar secara kritis. Berikut merupakan beberapa
penelitian yang menunjukan bahwa masih lemahnya kemampuan guru dalam
mengimplementasikan proses dan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan hakikat
sains. Pembelajaran sains masih bercirikan transfer sains sebagai produk (fakta, hukum,
dan teori) yang harus dihafalkan sehingga aspek sains sebagai proses dan sikap benar-
2
benar terabaikan (Istyadji, 2007: 2). Pada penelitiannya Suroso (2012) menyimpulkan
bahwa pembelajaran tidak dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, pembelajaran
jarang dimulai dari masalah-masalah aktual, pembelajaran sains di sekolah dasar
cenderung bertolak dari materi pelajaran bukan dari tujuan pokok pembelajaran sains
dan kebutuhan peserta didik, dan tindak pembelajaran sains cenderung hanya
mengantisipasi ujian.
Berbagai temuan empiris yang telah dipaparkan sebelumnya merupakan indikasi
bahwa pembelajaran sains yang terlaksana selama ini cenderung merupakan aktivitas
konvensional yang berdampak pada rendahnya hasil belajar peserta didik. Kondisi ini
menuntut adanya pembenahan dalam pembelajaran sains untuk mewujudkan
pembelajaran yang lebih efektif terutama pada tingkat sekolah dasar supaya pada
prosesnya lebih menekankan pada ketercapaian produk, proses, dan sikap ilmiah. Hal
ini sangat penting, karena penilaian literasi sains menurut PISA bukan hanya pada
konten tetapi meliputi context, knowledge (knowledge of science and knowledge about
science), serta attitudes (PISA, 2006). Dalam hal ini guru memiliki peranan yang sangat
vital dalam menentukan keberhasilan peserta didik. Oleh karena itu guru hendaknya
memiliki kemampuan yang mumpuni dalam merencanakan dan melaksakan
pembelajaran. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan dalam rangka menyelesaikan
permasalahan di atas adalah dengan menerapkan pembelajaran sains yang tidak hanya
menekankan pada penguasasan konsep tetapi juga memperhatikan aspek lainnya.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini ialah :
1. Apa yang dimaksud literasi sains dalam PISA ?
2. Jelaskan apa yang dimaksud literasi sains?
3. Apa yang dimaksud penilaian proses sains?
C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari makalah ini ialah antara lain sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud literasi sains dalam PISA.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud literasi sains
3. Untuk mengetahui bagaimana cara penilaian proses sains
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
membaca dan menulis. Literasi dalam PISA diukur secara kontinum, bukan sekedar
sesuatu yang dimiliki atau tidak dimiliki seseorang. Dalam arti luas literasi dimaknai
sebagai kemampuan siswa yang kontium. Seorang yang “literate” memiliki suatu
rentang kompetensi, dan tidak ada pembatas yang nyata antara seseorang yang “fully
literate” dengan yang tidak.
Pengenalan dan penguasaan literasi merupakan suatu proses sepanjang hayat,
yang terjadi bukan hanya di sekolah atau melaui pendidikan formal, tetapi juha melalui
interaksi dengan kelompoknya (perrs). Keloga dan komunitas yang lebih luas. Generasi
muda berusia 15 tahun tidak dapat diharapkan telah belajar semua hal yang akan mereka
perlukan sebagai orang dewasa, tetapi mereka seyogianyamemiliki dasar pengetahuan
yang mantap dalam area tertentu seperti membaca, matematika, dan sains. Mereka juga
perlu memahami prinsip-prinsip dan proses-proses mendasar dan untuk menerapkannya
secara fleksibel pada situasi yang berbeda.
Asesmen dalam PISA tidak dibatasi pada disiplin atau mata pelajaran tertentu,
tetapi mempertimbangkan keterampilan dan karakteristik siswa yang lebih luas. PISA
2000 memulai dengan menanyakan siswa tentang motivasi dan aspek sikap lainnya
terhadap belajar, pengenalan dengan komputer dan belajar mandiri (self-regulated
learning), aspek-aspek strategi mereka untuk mengelola dan memantau cara belajar
mereka sendiri. Dalam PISA 2003, unsur-unsur tersebut dikembangkan lebih jauh dan
dilengkapi dengan sesuatu asesmen tentang pengetahuan dan keterampilan memecahkan
masalah (problem solving knowledge and skills). Dalam survei PISA. Kompetensi-
kompetensi lintas kurikulum hingga penggunaan teknologi informasi akan berperan
secara berharap.
PISA merupakan program internasional yang paling komprehensif untuk
mengukur performansi siswa dan mengumpulkan data tentang faktor siswa, keluarga,
dan lembaga yang dapat menjelaskan perbedaan kinerja. Keputusan tentang ruang
lingkup, dan hakikat asesmen dan latar belakang informasi yang perlu dikumpulkan
ditentukan oleh para pakar terkemuka di negara –negara peserta, dan dipimpin oleh
pemerintah masing-masing negara berdasarkan tukar pengalaman dan interes pengambil
kebijakan. Mekanisme penjaminan mutu diterapkan terutama pada penerjemahan,
pengambilan sampel dan pengumpulan data.
5
Media pembelajaran IPA berbasis literasi sains yang dikembangkan mengacu
pada dua teori, yaitu teori kognitivisme dan teori konstruktivisme. Teori kognitivisme
berasaskan proses pemikiran disebalik tingkah laku. Perubahan tingkah laku digunakan
sebagai petunjuk terhadap proses yang berlaku dalam fikiran pelajar (wicaksono, et al
2015). Media pembelajaran IPA berbasis literasi sains dapat membuat siswa
memperoleh pengetahuan baru melalui proses yang akan dilakukan oleh siswa itu
sendiri, sedangkan pengetahuan lama atau pengetahuan yang telah ada sebelumnya
diperoleh siswa berdasarkan hasil belajarnya sebelum menggunakan media
pembelajaran ini. Pengetahuan diperoleh siswa pada saat belajar menggunakan media
pembelajaran IPA berbasis literasi adalah tentang benda dan sifatnya. Selain
memperoleh pengetahuan, siswa memperoleh pengalaman langsung cara melakukan
penyelidikan atau investigasi, dan mengasah keterampilan berfikir, serta dapat
mengaitkan hubungan antara apa yang telah dipelajari disekolah dengan lingkungan
disekitarnya. Sebagaimana Nasrul (2014) mengemukakan bahwa, pembelajaran
kontekstual memiliki efek pada kemampuan berpikir kritis siswa. Selanjutnya muatan
isi, materi, dan rancangan proses penerapan media pembelajaran hasil pengembangan
mengacu pada teori konstruktivisme.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI (2007) mengemukakan bahwa teori
konstruktivisme mendasarkan pada pengalaman langsung, belajar mengajar secara aktif,
melihat siswa sebagai pihak yang aktif yang harus dikembangkan peluangnya dalam
mengkonstruksi bidang pemikiran, serta siswa
belajar bagaimana ia membentuk pemahaman mengenai dunia disekitarnya.
Media pembelajaran yang telah dikembangkan menuntut siswa untuk mandiri dalam
belajar, dimana pembelajaran dimulai dengan praktikum terlebih dahulu. Hal ini
dilakukan agar siswa dapat merasakan langsung pengalaman belajar kontekstual.
Sebagaimana menurut Glynn (2004), terdapat empat aspek yang dapat mendorong
pembelajaran kontekstual, yaitu: 1) interaksi kolaboratif dengan siswa, 2) tingkat
aktivitas yang tinggi dalam pembelajaran, 3) konteks berkaitan dengan dunia nyata, dan
4) integrasi konten sains dengan konten yang lainnya. Pada akhir pembelajaran,
penjelasan dilakukan oleh guru dengan memberikan penguatan dan klarifikasi apabilah
ditemukan konsep yang kurang tepat.
6
1. Cakupan PISA Menurut Fokus Dalam Siklus
Materi dalam PISA dirancang untuk mengakses siswa masing-masing dalam tiga
domain. Perolehan pemahaman yang lebih mendalam pada masing-masing domain,
dilakukan fokus secara terencana dalam survei yang dirancang setiap tiga tahun. Ketiga
domain yang di maksud adalah literasi membaca, literasi matematika, dan literasi sains.
Apabila salah satu domain menjadi fokus asasmen, maka dua domain lainnya menjadi
pendamping. Fokus tersebut dilakukan secara bergiliran, mulai dengan literasi
membaca, literasi matematika dan terakhir literasi literasi sains. Selain ketiga domain
utama tersebut, bersama domain yang menjadi fokus tersebut ditambahkan kompetensi
yang lebih luas, baik lintas kurikulum, maupun intas disiplin hasil PISA 2000
digunakan sebagai baseline dan setiap tiga tahun negar-negara akan dapat melihat
kemajuan yang telah di capainya.
Fokus dalam PISA dintetukan per tiga tahunan. Fokus tahun 2000 adalah literasi
membaca (reading literacy), sedangkan fokus tahun 2003 adalah literasi matematika
dan pemecahan masalah atau problem solving. Fokus untuk tiga tahun mendatang dan
tiga tahun berikutnya tentunya dapat diperkirakan. PISA tahun 2006 mempunyai fokus
pada lieterasi sains dan teknologi kmputer (ICT).
Instrumen asesmen dalam PISA 2000 dan 2003 dikembangkan berdasarkna unit-
unit asesmen, yaitu satu seri texs diikuti dengan sejumlah pertanyaan, pada berbagai
aspek masing-masing teks, bertujuan untuk membuat tugas sedekat mungkin dekat
dengan dunia nyata. Siswa harus membaca teks dan mejawab pertanyaan tentang isi
yang terdapat di dalamnya. Dalam banyak kasus, respons dinyatakan dengan kata-kata
sendiri yang memerlukan ketelitian dan sering kali memberi angka yang majemuk.
7
Semakin banyak pekerjaan yang menuntut keterampilan-keterampilan tingkat tnggi,
memerlukan orang-orang yang mampu belajar, bernalar, berpikir kreatif, membuat
keputusan, dan memecahkan masalah. Suatu pemahaman IPA dan prosesnya
berkontribusi secara istimewa berkenaan dengan keterampilan-keterampilan tersebut.
Negara-negara lain telah melakukan investasi besar-besar untuk menciptakan dorongan
bekerja yang “literate” secara ilmiah dan secara teknologi. Untuk bertahan di pasar
global, setiap negara perlu memiliki warga negara yang memiliki kapabilitas yang
sama.
Setiap warga negara pada berbagai jenjang pendidikan perlu memiliki
pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan yang scinetific inquiry dan merupakan
keutuhan. Siswa-siswi tidak dapat mencapai performance yang tinggi tampa bimbingan
guru yang terampil dan profesional, waktu belajar yang cukup, ruang gerak, dan sumber
baelajar di sekelilingnya. Semua ini tidak terlepas dari dukungan sistem pendidikan
IPA. Belajar dengan penekanan pada proses sains dipandang lebih memberi bekal
kemampuan pada para siswa seperti melakukan pengamatan (observasi), inferensi,
bereksperimen, inkuiri merupakan pusat atau inti pembelajaran IPA, dengan berinkuiri
para siswa mendeskripsikan objek dan peristiwa, mengajukan pertanyaan, membangun
penjelasan, menguji penjelasannya terhadap pengetahuan ilmiah mutakhir, dan
mengomunikasikan gagasannya kepada yang lain. Merka mengidentfikasi asumsi-
asumsi mereka, menggunakan pemikiran kritis dan logis, dan mempertimbangkan
penjelasan alternatif. Dangan cara ini para siswa aktif mengembangkan pemahaman
IPA mereka dangan mengombinasikan pengetahuan mereka dangan keterampilan
bernalar dan berpikirnya.
Mengapa literasi sains begitu penting? Pertama, pemahaman IPA menawarkan
pemenuhan personal dan kegembiraan, keuntugan bagi untuk dibagi dengan siapa pun.
Kedua, negara-negaradihadapkan padapertanyaan-pertanyaan dalam kehidupannya yang
memerlukan informasi ilmiah dan cara berpikir ilmiah untuk mengambil keputusan
untuk kepentingan orang banyak yang perlu diinformasikan seperti udara, air, dan
hutan. Pemahaman IPA dan kemampuan dalam IPA juga akan meningkatkan
kapabilitas siswa untuk memegang pekerjaan penting dan produktif di masa depan.
Masyarakat bisnis memerlukan pekerja pemula yang siap belajar dengan kemampuan
8
bernalar dan berpikir kreatif. Membuat keputusan, dan memecahkan masalah untuk
dapat menghadapi pasaing-pesaingan
B. LITERASI SAINS
1. Pengertian Literasi Sains (Scientific Literacy)
Literasi sains adalah pengetahuan dan pemahaman konsep dan proses ilmiah
yang diperlukan untuk pengambilan keputusan personal, partisipasi dalam kegiatan
publik dan budaya, dan produktivitas ekonomi. Dengan literasi sains dimaksudkan
bahwa seorang dapat bertanya, menemukan, atau menentukan jawaban terhadap
pertanyaan yang di turunkan dari rasa ingin tahu tentang pengalaman sehari-hari. Hal itu
berarti bahwa seorang memiliki kemampuan untuk memerikan (describe), menjelaskan,
dan memprediksi fenomena alam. Memilki literasi sains berarti mampu membaca
dengan paham artikel-artikel tentang IPA (sains).
Literasi sains atau Scientific Literacy didefinisikan PISA sebagai kepastian
untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasikan pertanyaan-pertanyaan
dan untuk menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti agar dapat memahami dan
membantu keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan nya karena aktifitas
manusia. Literasi sains dianggap suatu hasil belajar kunci dalam pendidikan pada usia
15 tahun bagi semua siswa, apakah meneruskan mempelajari sains atau tidak setelah itu.
Berpikir ilmiah merupakan tuntutan warga negara, bukan hanya ilmuan. Keinklusifan
literasi sains sebagai suatu kompetensi umum bagi kehidupan ilmiah dan teknologis.
Definisi yang digunakan dalam PISA tidak termasuk bahwa orang-orang dewas di masa
yang akan datang akan memerlukan cadangan pengetahuan ilmiah yang banyak. Yang
penting adalah siswa dapat berpikir secara ilmiah tentang bukti yang akan mereka
hadapi. PISA (2000, 2003, 2006) mengembangkan tiga dimensi literasi sins, yaitu
konsep ilmiah (Scientific concepts), proses ilmiah (scientific proces), serta situasi ilmiah
dan area aplikasi (scientific context and areas of aplication).
PISA merupakan tiga dimensi besar literasi sains dalam pengukurannya. Yakni
konten sains, proses sains, dan konteks aplikasi sains.
9
a. “Content” literasi sains
Pada dimensi konsep ilmiah atau scientific concepts siswa perlu menangkap
sejumlah konsep kunci atau esensial untuk dapat memahami fenomena alam tertentu
dan perubahan-perubahan yang terjadi akibat kegiatan manusia. Hal tersebut merupakan
gagasan besar pemersatu yang membantu menjelaskan aspek-aspek lingkungan fisik.
PISA mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mempersatukan konsep-konsep fisika,
kimia biologi, ilmu bumi dan antariksa.
Proses sains merujuk pada proses mental yang terlibat ketika menjawab suatu
pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti mengidentifikasi dan menginterpretasi
bukti serta menerangkan kesimpulan. Termasuk dalam proses sains adalah mengenal
jenis pertanyaan yang dapat dan tidak dapat dijawab oleh sanis, mengenal bukti apa
yang diperlukan dalam suatu penyelidikan sains, serta mengenal kesimpulan yang
sesuai dengan bukti yang ada.
Konteks literasi sains dalam PISA lebih ditekankan pada kehidupan sehari-hari
dari pada kelas atau laboratorium. Sebagaimana dengan bentuk-bentuk literasi lainnya,
konteks melibatkan isu-isu yang penting dalam kehidupan secara umum seperti juga
terhadap kepedulian pribadi. Definisi modern tentang literasi sains (Rustaman, et al.,
2004) menekankan pentingnnya mengenal dan memahami konteks aplikasi sains, serta
mampu mengaplikasikan sains dalam memecahkan masalah nyata yang dihadapinya,
baik yang terkait diri pribadi anak (contohnya nutrisi), komunitas lokal tempat anak
berada (contohnya pasokan air), maupun kehidupan di muka bumi secara lebih global
(contohnya perubahan iklim).
10
PISA membagi bidang aplikasi sains ke dalam tiga kelompok, yakni kehidupan
dan kesehatan, bumi dan lingkungan, serta teknologi. Masalah dan isu sains dalam
bidang tersebut dapat terkait pada anak sebagai individu (seperti makanan dan
penggunaan energi), bagian dari masyarakat (seperti pembangkit listrik), dan warga
dunia (seperti pemanasan global). Situasi nyata yang menjadi aplikasi sains dalam PISA
tidak secara khusus diangkat dari materi IPA yang dipelajari di sekolah, melainkan
diangkat dari kehidupan sehari-hari (Lihat Tabel 1.3).
Tabel 1.3.
Konteks sains banyak jenisnya, sehingga tidak mungkin semua konteks sains
dapat digunakan melatih siswa meningkatkan kompetensinya. PISA nasional 2006
membagi bidang aplikasi sains ke dalam lima kelompok, yakni kesehatan, sumber daya
alam, lingkungan, bahaya, dan penemuan baru (Lihat Tabel 1.4). Bidang-bidang
tersebut dalam literasi sains mempunyai nilai penting bagi individu dan masyarakat
dalam peningkatan kualitas hidup secara berkelanjutan, serta dalam pengembangan
kebijakan publik (Firman, 2007).
11
Tabel 1.4.
Literasi sains dapat dikembangkan melalui wacana (bacaan) dalam buku teks
atau buku pelajaran sains. Dalam contoh –contoh soal yang diberikan pada salah satu
bagian dari buku teks atau buku pelajaran dapat diketahui dimensi yang diukur dalam
soal – soal yang menyertai teks dan kegiatan pembelajarannya. Khusus literasi sains
dalam PISA dengan tiga dimensinya sesungguhnya memiliki tuntutan tinggi dalam soal
– soalnya. Setiap soal mewakili ketiga dimensi. (content-process-centext).
Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam menilai tingkat literasi sains
siswa. Pertama, penilaian literasi sains siswa tidak ditujukan untuk membedakan
12
seseorang literat atau tidak. Kedua, pencapaian literasi sains merupakan proses yang
kontinu dan terus menerus berkembang sepanjang hidup manusia. Jadi, penilaian literasi
sains selama pembelajaran di sekolah hanya melihat adanya “benih –benih literasi”
dalam diri siswa, bukan mengukur secara mutlak tingkat literasi sains dan teknologi
siswa (Scwartz, 2006).
Lebih rinci dalam penilaian literasi sains dibedakan beberapa tingkatan dalam
literasi sains yang lebih cocok dinilai dan diterapkan pada tujuan intruksional. Beberapa
tingkatan intruksional yang dimaksud adalah (a) scientific literacy, (b) nominal
scientific literacy; (c) functional scientific literacy; (d) conceptual scientific literacy; €
multidimensional scientific literacy. Dapat tidaknya siswa mencapai tingkat tertinggi
literasi sains bergantung pada topic yang menarik interes mereka. Aspek sikap
ditambahkan ke dalam domain literasi sains, serta disarankan perlunya mengukur
kemampuan sains dalam menganalisis teks atau artikel.
Cakupan area asesmen dalam Literasi Sains yang diselenggarakan PISA pada
tahun 2000 dan 2003 tidak terlalu jauh berbeda, bahkan ada beberapa soal yang
“overlap”. Perbandingannya secara garis besar dapat dilihat pada Tabel 1.5.
Melalui contoh – contoh soal literasi sains yang tercantum dalam PISA kita
dapat mengenali cakupan dan karakteristik alat ukurnya. Banyak di antara soal –
soalnya menunjukkan kesamaan dengan soal – soal keterampilan proses sains, bahkan
di antaranya ada yang lebih kompleks, misalnya membandingkan dua atau lebih grafik
dipadukan dengan pernyataan seseorang, peserta tes diminta memberikan fakta mana
dalam grafik yang menunjang pernyataan orang tersebut; atau peserta tes diminta
13
memberikan penilaian hipotesis yang diajukan seseorang apakah sesuai dengan
kecenderungan data dalam table atau dalam grafik.
Berbeda dengan soal – soal yang bisa kita temukan dalam buku – buku teks
sains, soal – soal Literasi Sains dalam PISA memiliki beberapa karakteristik tertentu.
Pertama, soal – soal yang mengandung konsep tidak langsung terkait dengan konsep –
konsep dalam kurikulum manapun, tetapi lebih diperluas. Kedua, soal – soal literasi
sains dalam PISA menyediakan sejumlah informasi atau data dalam berbagai bentuk
penyajian untuk diolah oleh siswa yang akan menjawabnya. Ketiga, soal – soal literasi
14
sains dalam PISA meminta siswa mengolah (menghubung – hubungkan) informasi
dalam soal. Keempat, pernyataan yang menyertai pertanyaan dalam soal perlu dianalisis
dan diberi alas an saat menjawabnya. Kelima, soal – soal tersebut disajikan dalam
bentuk yang bervariasi, bentuk pilihan ganda, isian singkat, atau esai. Keenam, soal
PISA mencakup konteks aplikasi (personal-komunitas-global, kehidupan-kesehatan-
bumi & lingkungan-teknologi) yang kaya.
Karena keterbatasan waktu asesmen untuk PISA 2003, maka tidaklah mungkin
untuk mengukur semua area pengetahuan ilmiah. Oleh karena itu dilakukan sampling
konsep yang diukur dari bidang displin utama sains (Fisika, Biologi, Kimia, IPBA)
berdasarkan sejumlah prinsip. Pertama, pengetahuan yang diukur perlu relevan dengan
situasi kehidupan sehari-hari. Kedua, pengetahuan yang diukur harus memiliki tenggang
relevansi minimal 10 tahun ke depan. Ketiga, pengetahuan yang diperlukan untuk dapat
menjawab butir soal PISA seyogianya terkait dengan proses sains yang penting, bukan
yang terisolir berupa hafalan.
a. Tes pilihan ganda dalam bentuk standar (terdiri dari 4 atau 5 pilihan),
mengharuskan siswa untuk melingkari huruf untuk mengindikasikan satu
pilihan di antara empat atau lima alternative.
b. Tes pilihan ganda dalam bentuk kompleks, yang menyajikan beberapa
pernyataan dan siswa membuat serangkaian pilihan, biasanya biner. Kemudian
siswa , mengindikasi jawaban mereka dengan melingkaru kata atau frasa
pendek (misalnya: ya atau tidak) untuk setiap poin dan siswa diharuskan
memberikan satu respons yang mungkin.
c. Tes respons tertutup: soal-soal ini mengharuskan siswa untuk membangun
responsnya sendiri da nada keterbatasan jawaban-jawaban yang dapat
diterima.
d. Tes respons pendek: siswa memberikan jawaban singkat, tetapi banyak
jawaban yang mungkin.
15
e. Tes respons terbuka yang mengharuskan penulisan yang lebih luas yang
memungkinkan respons yang beragam berdasarkan titik pandang yang
berbeda melalui penjelasan atau pembenaran atau perhitungan, yang
memungkinkan respons-respons tersebut dapat diterima. Tes ini biasanya
meminta siswa untuk menghubungkan informasi atau gagasan dalam teks,
stimulus untuk pengalaman mereka sendiri atau opini. Pemberian nilainya
lebih kompleks.
16
pengambil keputusan yang alergi dengan istilah atau label keterampilan proses.
Diangkatnya keterampilan proses sains dalam bekerja ilmiah sebagai lingkup
pembelajaran atau materi pokok memperjelas perlunya keterampilan proses sainsa
dikembangkan dan diukur keberhasilannya. Pengukuran tersebut dapat dilakukan oleh
guru dikelas (tertulis atau kinerja) ataupun pada tingkat kecamatan (tertulis).
Kesesuaian antara tujuan, materi dan metode serta pengalaman belajar jelas
menjadi dambaan para pengembang waban berupa kurikulum maupun guru dalam
perencanaan pengajaran. Sangat tidak adil apabila siswa dituntut untuk kreatif melalui
pengalaman belajar yang pasif dalam mempelajari konsep tertentu.
17
pembelajarannya, kurang baik, maka guru langsung mengadakan perbaikan hingga
akhirnya hasil evaluasi proses pembelajaran menjadi baik.
Butir 1, 2, dan 2 di ats diperoleh dengan membuat perencanaan yang baik yaitu
yang dikembangkan berdasarkan KISI-KISI tes. Bukankah dalm kisi-kisi telah
dicantumkan nama pokok bahasan/sub-pokok bahasan yang pernah dilaksanakan dalam
pembelajaran mungkin selama 2 minggu, satu bulan, 6 minggu, satu cawu, satu tahun,
dan dalam satu jenjang pendidikan. Dengan demikian butir soal yang akan dibuat sesuai
dengan materi yang telah dibicarakan. Juga dengan adanya kisi-kisi pertanyaan dibuat
berimbang sesuai dengan pentingnya materi. Selanjutnya melalui kisi-kisi diupayakan
daya pembeda yang minimal cukup karena jumlah butir soal yang mudah, sedang dan
sukar dibuat berimbang misalnya 25:50:25 atau 30:50:20. Dengan kata lain secara
keseluruhan tingkat kesulitan soal adalah sedang. Untuk membuat objektivitas yang
tinggi pertanyaan dibuat seluruhnya atau sebagaian dalam bentuk tes objektif, sebagian
yang lain dalm uraian terbatas (uraian tertutup = uraian objektif). Untuk mendapatkan
butir soal yang memiliki ketetapan yang tinggi biasanya butir soal tersebut diuji
cobakan. Butir yang kecil/rendah ketetapannya tidak digunakan. Namun menurut
pengalaman, para guru yang berpengalaman dan sudah biasa mebuat butir soal
mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menulis tes yang memiliki ketetapan yang di
atas cukup.
18
Lampiran
Bahan Ajar
Kelas : IV
Standar Kompetensi :
6. Memahami hubungan sesame makhluk hidup dan antara makhluk hidup dengan
lingkungannya
KompetensiDasar :
1. Mengidentifikasi beberapa jenis hubungan khas (simbiosis) dan hubungan
“makan dan dimakan” antara makhluk hidup (rantai makanan)
Rantai Makanan
19
Di jejang paling atas dan berada di trofik tertinggi adalah konsumen puncak
yang tidak punya predator yang memakan dirinya, seperti manusia, beruang, buaya,
singa, atau paus pembunuh. Terdapat juga tingkatan lain seperti detrivor atau species
pengurai seperti cacing tanah serta decomposer yang juga pengurai seperti jamur dan
bakteri.
Terdapat tiga macam rantai dalam rantai makanan: rantai pemangsa, rantai
parasite, dan rantai saprofit.
1. Rantai makanan tipe pemangsa: rantai makanan yang terjadi ketika hewan
pemakan tumbuhan dimakan oleh hewan pemakan daging. Contoh: kelinci-
ular-elang
2. Rantai makanan tipesaprofit: rantai makanan yang terjadi untuk mengurai
organisme yang mati. Rantai ini muncul karena adanya decomposer. Contoh:
elangmati-bakteri
3. Rantai makanan tipe parasite: rantai makanan yang terjadi karena terdapat
organisme yang dirugikan. Contoh: pohon besar-benalu-manusia-kutu
20
1. Rantai Makanan di sawah
21
Kebun merupakan ekosistem buatan, yang menyebabkan rantai makanan di
dalamnya cukup rendah karena jumlah makhluk hidup yang juga rendah. Berikut
contohnya.
Energi matahari – Tumbuhan sayur – Ulat – Burung – Kucing – Pengurai
22
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dilihat dari begitu pentingnya untuk dikuasai dan dimiliki oleh peserta didik
memberikan sebuah gambaran betapa kemampuan literasi sains ini merupakan sesuatu
yang sangat mendasar terutama bagi seluruh stakeholder yang terkait dalam pendidikan
sains. Dalam membangun dan mengembangkan kemampuan literasi sains guru dapat
pengimplementasikan pembelajaran yang berorientasi pada siswa aktif dalam
memahami dan mengaplikasikan konsep yang telah dipelajari untuk menyelesaikan
permasalahan yang dialami peserta didik pada kehidupan sehari-hari
B. SARAN
Dalam makalah ini, penulis menyadari penuh masih banyak kekurangan dalam
ketepatan pembahasan dan struktur kepenulisanya oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan keritikan yang sifatnya membangun agar kedepanya bisa lebih
baik lagi.
23
Daftar Pustaka
Rustaman, N. Y., Firman,H., & Kardiawarman (2004). Kemampuan Literasi Sains Anak
Indonesia.Makalah dipresentasikan pada Seminar nasional Pusat Penilaian
Pendidikan Depdiknas di Jakarta.
Sapriati, Amalia. Dkk. (2014). Pembelajaran IPA di SD. Tangerang Selatan.
Universitas Terbuka.
24