MAKALAH I
FARMAKOTERAPI INFEKSI SALURAN GASTROINTESTINAL
OLEH:
KELOMPOK 1
1
pemberian oralit dan zinc. Pemerintah mengharuskan 100% balita penderita diare
mendapatkan oralit dan zinc selama 10 hari. Data RISKESDAS tahun 2018 mencatat bahwa
hanya 92,24% kasus yang mendapat penanganan oralit dan hanya 93,23% kasus yang
mendapatkan zinc (Kementrian Kesehatan RI, 2019).
2
Tabel 1. Kriteria Klinis Yang Umum Digunakan untuk Mengklasifikasikan Keparahan
Dehidrasi (Pujiarto, 2014).
3
Apabila kadar lemak dalam feses > 14 g/24 jam menunjukan adanya maldigesti atau
malabsorbsi sedangkan apabila konsentrasi lemak dalam feses melebihi 8 % menyokong
adanya insufisiensi pancreas.
(Tjokroprawiro dkk., 2015).
4
V. PANDUAN TERAPI
5.1 Terapi Non Farmakologi
Minum banyak cairan (air, sari buah, sup bening). Hindari alkohol, kopi/teh, susu.
Teruskan pemberian air susu ibu pada bayi, tetapi pada pemberian susu pengganti ASI
encerkan sampai dua kali.
Hindari makanan padat atau makanlah makanan yang tidak berasa (bubur, roti, pisang)
selama 1 – 2 hari.
Minum cairan rehidrasi oral-oralit/larutan gula garam.
Cucilah tangan dengan baik setiap habis buang air besar dan sebelum menyiapkan
makanan. (Diare karena infeksi bakteri/virus bisa menular ).
Tutuplah makanan untuk mencegah kontaminasi dari lalat, kecoa dan tikus.
Simpanlah secara terpisah makanan mentah dan yang matang, simpanlah sisa
makanan di dalam kulkas.
Gunakan air bersih untuk memasak.
Air minum harus direbus terlebih dahulu.
Buang air besar pada jamban.
Jaga kebersihan lingkungan.
Bila diare berlanjut lebih dari dua hari, bila terjadi dehidrasi, kotoran berdarah, atau
terus-menerus kejang perut periksakan ke dokter (diare pada anak-anak/bayi sebaiknya
segera dibawa ke dokter).
(Depkes RI, 2006)
5.2 Terapi Farmakologi
5.2.1 Terapi Farmakologi pada Anak
a. Cegah Dehidrasi dan Pertahankan Kecukupan Gizi
- ASI diteruskan dan diselingi dengan cariran rehidrasi oral (CRO).
- Berikan minum yang banyak.
o Bila anak tidak mengkonsumsi ASI, pemberian susu formula tidak perlu
diganti atau diencerkan. Pemberikan makanan diteruskan dan tidak ada
pembatasan jenis makanan ketika terjadi dehidrasi ringan-sedang. Pemberian
makan dihentikan jika dehidrasi berat.
- Anak harus diperiksa kembali kedokter ketika diare cair semakin sering, darah pada
tinja, muntah terus menerus, demam, nyeri perut hebat, terdapat tanda-tanda dehidrasi
sedang.
5
Gambar 1. Clinical Pathway Evaluation dan Manajemen Dehidrasi akibat GEA
pada anak lebih 3 bulan.
6
- Jika anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian lanjutkan dengan
pemberian secara perlahan.
- Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.
2. Beri tablet zinc.
Pada anak berusia > 2 bulan, beri tablet Zinc selama 10 hari dengan dosis :
< 6 bulan : ½ tablet (10mg) per hari
> 6 bulan : 1 tablet (20mg) per hari
3. Lanjutkan pemberian makan/ASI.
4. Kapan harus kembali.
- Rencana Terapi B : Penanganan Dehidrasi Sedang/Ringan dengan Oralit
1. Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama :
Umur Berat Badan Jumlah Cairan (mL)
7
- Ulangi penilaian dan klaisifikasi kembali derajat dehidrasinya.
- Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.
4. Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai :
- Tunjukkan cara menyiapkan oralit di rumah.
- Tunjukkan berapa banyak larutan oralit yang harus diberikan dirumah
untuk menyelesaikan 3 jam pengobatan.
- Beri bungkus oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan menambahkan 6
bungkus lagi sesuai yang dianjurkan dalam rencana terapi A.
- Jelaskan 4 aturan perawatan di rumah (rencana A).
- Rencana Terapi C : Penanganan Dehidrasi Berat dengan Cepat
Beri cairan intravena (IV) secepatnya, Jika anak dapat minum, beri oralit
melalui mulut, sementara infus disiapkan. Beri 100 mg/kg BB cairan
Ringer Laktat atau Ringer Asetat (atau jika tidak tersedia gunakan larutan
NaCl) yang dibagi sebagai berikut :
Umur Pemberian I 30 mL/kg Pemberian berikutnya
BB selama : 70 mL/kg BB selama :
Ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tidak teraba
Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika status hidrasi belum
membaik, beri tetesan IV lebih cepat.
Beri oralit (+ 5 mL/kg/jam) segera setelah anak mau minum. Biasanya
setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri anak tablet Zinc sesuai
dosis dan jadwal yang dianjurkan.
Periksa kembali bayi setelah 6 jam atau anak setelah 3 jam. Klasifikasikan
dehidrasi. Kemudian pilih rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C) untuk
melanjutkan penangan.
Rujuk segera untuk pengobatan intravena.
Jika anak bias minu, beri larutan oralit atau tujukkan cara meminumkan
pada anak sedikit demi sedikit selama perjalanan.
8
Mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa nasogastric atau
mulut: beri 20 mL/kg/jam selama 6 jam (total 120 mL/kg).
o Periksa kembali anak setiap 1-2 jam :
- Jika anak muntah terus menerus atau perut makin kembung, beri
cairan lebih lambat.
- Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk anak
untuk pengobatan intravena.
Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasikan dehidrasi. Kemudian
tentukan rencana terapi yang sesuai (A, B atau C) untuk melanjutkan
penanganan.
Catatan :
- Jika mungkin, amati anak sekurang-kurangnya 6 jam rehidrasi untuk
meyakinkan bahwa ibu dapat mempertahankan hidrasi dengan pemberian
cairan oralit per oral.
b. Zinc
Suplementasi Zinc pada GEA telah terbukti mengurangi durasi dan beratnya
episode GEA, serta berhasil menurunkan insiden diare dalam waktu 2 – 3 minggu ke
depan. Oleh karena itu, semua pasien diare sebaiknya diberi Zinc segera seketia anak
mengalami diare.
- Dosis :
Anak < 6 bulan : ½ tablet (10 mg), 1 x sehari selama 10 – 14 hari
Anak > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) sehari selama 10 – 14 hari
- Cara Pemberian :
Bayi : larutkan tablet dengan sedikit (5 mL) ASI perah, CRO atau air minum
bersih di sendok kecil
Anak : tablet dikunyah atau dilarutkan dengan sedikit air di sendok
- Durasi :
Orang tua harus diberi penjelasan perihal pentingnya untuk memberikan Zinc
selama 10 – 14 hari meski diarenya sudah sembuh sebelum durasi tersebut.
Terangkan pula bahwa Zinc akan memperbaiki kesehatan secara menyeluruh,
pertumbuhannya dan nafsu makannya.
c. Terapi Lain pada GEA
Anti Diare
9
- Obat-obatan anti diare tidak memiliki manfaat dan tidak pernah disarankan
untuk pengobatan diare akut, terutama pada anak. Obat-obatan tersebut tidak
mencegah dehidrasi atau memperbaiki status nutrisi, yang merupakan tujuan
pengobatan diare. Beberapa di antara obat-obatan tersebut berbahaya karena
risiko efek samping yang berat
- Garam bismuth umumnya disediakan dalam bentuk peptobismol. Penelitian
menunjukkan risiko terjadinya sindrom reye pada bayi dan anak.
- Adsorben
Yang termasuk adsorben adalah kaolin-pektin. Senyawa antidiare seperti kaolin-
pektin digunakan sebagai terapi simptomatik bekerja dengan mengadsorbsi
toksin bakteri dan mengikat air untuk mengurangi banyaknya gerakan usus dan
mengingkatkan konsistensi feses
Anti Motilitas (Tinktur Opium atau Loperamid)
Obat-obatan jenis ini berbahaya, terutama untuk anak-anak < 5 tahun. Untuk
sementara obat ini akan mengurangi kram dan nyeri tetapi obat ini menunda
dibuangnya organisme penyebab diare dan memperpanjang penyakitnya. Obat-
obatan ini berbahaya dan berakibatkan fatal bila diberikan pada bayi
Antimetik (Ondansetron)
Adanya kecenderungan pemberian ondansetron yang sangat tinggi saat ini untuk
kasus-kasus mual/muntah, baik pada kehamilan maupun pada kasus GEA.
Sampai saat ini, ondansetron terregistrasi hanya diindikasikan untuk kasus
mual/muntah pada kemoterapi, radioterapi, dan pasca operasi (tidak rutin).
Antimikroba
- Antibiotik tidak efektif terhadap sebagian besar organisme penyebab diare.
Selain karena tidak banyak membantu, pemberian antibiotic dapat menyebabkan
penyakit pasien menjadi lebih lama. Hal ini disebabkan karena penggunaan yang
pemberian antibiotic yang tidak tepat sehingga meningkatkan resistensi bakteri
terhadap antibiotic. Pemberian antibiotic dapat menyebabkan colitis
pseudomembranosa yaitu suatu kondisi dimana usus besar dilapisi suatu selaput
akibat meningkatnya kuman (yang sebenarnya bukan kuman jahat) sehingga
proses penyerapan air di usus besar terganggu dan terjadilah diare
berkepanjangan.
- Anti jamur dalam keadaan normal, di dalam usus kita banyak sekali terdapat
jamur. Keberadaan jamur ini tidak membahayakan bahkan kita butuhkan antara
10
lain untuk memproses sisa mkanan yang akan dibuang. Pada saat kita
mengalami kelainan system imun misalnya pasca transplantasi organ atau
memperoleh steroid jangka Panjang, maka tubuh menjadi potensial rentan
terhadap infeksi jamur. Diare pada orang normal tidak memerlukan anti jamur,
karena pemberian obat anti jamur malah dapat menyebabkan gangguan
pencernaan karena obat tersebut membunuh jamur “baik yang ada di dalam usus
kita.
(Pujiarto, 2014).
5.2.2 Terapi Farmakologi pada Dewasa
Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas: rehidrasi
sebagai prioritas utama pengobatan, memberikan terapi simptomatik, dan memberikan terapi
definitif.
1. Terapi Rehidrasi
Langkah pertama dalam menterapi diare adalah dengan rehidrasi, dimana lebih disarankan
dengan rehidrasi oral. Akumulasi kehilangan cairan (dengan penghitungan secara kasar
dengan perhitungan berat badan normal pasien dan berat badan saat pasien diare) harus
ditangani pertama. Selanjutnya, tangani kehilangan cairan dan cairan untuk pemeliharaan. Hal
yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu:
a. Jenis cairan
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup banyak
di pasaran, meskipun jumlah kaliumnya lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar Kalium
cairan tinja. Apabila tidak tersedia cairan ini, boleh diberikan cairan NaCl isotonik. Sebaiknya
ditambahkan satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap satu liter infus NaCl isotonik.
Asidosis akan dapat diatasi dalam 1-4 jam. Pada keadaan diare akut awal yang ringan,
tersedia di pasaran cairan/bubuk oralit, yang dapat diminum sebagai usaha awal agar tidak
terjadi dehidrasi dengan berbagai akibatnya. Rehidrasi oral (oralit) harus mengandung garam
dan glukosa yang dikombinasikan dengan air (Amin L.Z., 2015).
b. Jumlah Cairan
Pada prinsipnya jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang
keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai Metode
Daldiyono berdasarkan keadaan klinis dengan skor. Rehidrasi cairan dapat diberikan dalam 1-
2 jam untuk mencapai kondisi rehidrasi (Amin L.Z., 2015).
11
Tabel. Skor Daldiyono
Rasa haus / muntah 1
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2
Frekuensi nadi > 120 x/menit 1
Kesadaran apatis 1
Kesadaran somnolen, spoor, koma 2
Frekuensi napas > 30 x/menit 1
Facies cholerica 2
Vox cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
Washer’s woman’s hand 1
Sianosis 2
Umur 50-60 tahun -1
Umur > 60 tahun -2
12
3. Terapi Antibiotik
Pemberian antibiotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,
karena 40% kasus diare sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian antibiotik. Antibiotik
diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi, seperti demam, feses
berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten
atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong dan pasien
immunocompromised. Pemberian antibiotic dapat secara empiris, tetapi antibiotic spesifik
diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman (Amin L.Z., 2015).
14
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, S.M., Hall, A.J., Robinson, A. E., Verhoef, L., Premkumar, P., Parshar, U. D.,
Koopmans, M., Lopman, B. A. 2014, Global Prevalence of Norovirus in Cases of
Gastroenteritis: A Systematic Review and Meta-analysis, The Lancet Infectious
Diseases, 14:725-730.
Anggraeni, N. D. dan Sibuea, F. 2011, Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan:
Situasi Diare di Indonesia, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Amin L. Z., 2015. Tatalaksana Diare Akut, Continuing Medical Education, 42:504-508.
Ariani, P., 2016, Diare Pencegahan dan Pengobatan, Nuha Medika, Yogyakarta.
Barr, W. and SMITH. 2014, Acute Diarrhea in Adults, American Family Physician, 89:181-
189.
Black, R. E., Morris, S. S., and Bryce, J. 2003, Where and why are 10 million children dying
every year?, Lancet, 361: 2226-2234.
Bresee, J., Bulens, S., Beard, R., Dauphin, L., Slutsker, L., Bopp, C., Eberhard, M., Hall, A.,
Vinje, J., Monroe, S. and Glass, R. 2012, The Etiology of Severe 50 Acute
Gastroenteritis Among Adults Visiting Emergency Departments in the United States,
Journal of Infectious Diseases, 205:1374-1381.
Chan, R., Brooks, R., Erlich, J., Gallagher, M., Snelling, P., Chow, J., et al. 2010, Studying
Psychososial Adaptation To End Stage Renal Disease: The Proximal-Distal Model Of
Health-Related Outcomes as a Base Model, Journal Of Psycosomatic Research,
70:455-464.
Departemen Kesehatan RI, 2011, Buku Saku Petugas Kesehatan: LINTAS DIARE,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Fine, K. and L. Schiller, 1999, AGA Technical Review on the Evaluation and Management of
Chronic Diarrhea, Gastroenterology, Vol. 116 : 1464 – 1486.
Kementrian Kesehatan RI, 2019, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018, Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
15
NSW Health. 2007, Viral Gastroenteritis, Diakses pada 5 September 2019,
<https://www.health.nsw.gov.au//>.
Pujiarto, P.S., 2014, Gastrorenteritis Akut (GEA) Pada Anak, In Health Gazette, pp. 1-8.
World Health Organization, 2005, The Treatment of Diarrhoea: A manual for physicians and
other senior health workers, WHO Press, Geneva.
World Health Organization Indonesia, 2009, Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit:
Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota, WHO
Indonesia, Jakarta.
16