Anda di halaman 1dari 11

TUGAS ONLINE INDIVIDU

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


“DPT”

Ananda Suci Ramadani


N 111 18 060

PEMBIMBING :
Dr. Sumarni, sp.GK

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2020
BAB I

PENDAHULUAN

Imunisasi difteria, pertusis dan


tetanus (DPT) telah lama masuk ke
dalam program
imunisasi nasional di Indonesia
dan telah terbukti menurunkan
angka kejadian maupun
kematian yang disebabkan
penyakit difteria, pertusis dan
tetanus.
Imunisasi difteria, pertusis dan
tetanus (DPT) telah lama masuk ke
dalam program
imunisasi nasional di Indonesia
dan telah terbukti menurunkan
angka kejadian maupun
kematian yang disebabkan
penyakit difteria, pertusis dan
tetanus.
Imunisasi difteria, pertusis dan
tetanus (DPT) telah lama masuk ke
dalam program
imunisasi nasional di Indonesia
dan telah terbukti menurunkan
angka kejadian maupun
kematian yang disebabkan
penyakit difteria, pertusis dan
tetanus.
Imunisasi difteria, pertusis dan
tetanus (DPT) telah lama masuk ke
dalam program
imunisasi nasional di Indonesia
dan telah terbukti menurunkan
angka kejadian maupun
kematian yang disebabkan
penyakit difteria, pertusis dan
tetanus.
Penyakit menular masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat yang menimbulkan
kesakitan, kematian, dan kecatatan yang tinggi sehingga perlu dilakukan penyelenggaraan
penanggulangan melalui upaya preventif, pengendalian, dan pemberantasan yang efektif dan
efisien. Salah satu program pembangunan kesehatan adalah imunisasi. 1 fanny

Imunisasi merupakan salah satu program Pemerintah untuk memberantas Penyakit yang
Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Imunisasi memberikan kontribusi besar dalam
meningkatkan Human Development Index. Upaya preventif untuk menurunkan angka kesakitan,
kecacatan dan kematian akibat beberapa penyakit dapat dicegah dengan imunisasi. Salah satunya
adalah imunisasi Difteri Pertusis Tetanus (DPT). Menurut Kepmenkes No. 1059/
Menkes/SK/IX/2004 imunisasi DPT meliputi imunisasi DPT1 diberikan mulai usia 2 bulan dan
dilanjutkan DPT2, DPT3 dengan selang waktu 4 minggu, sedangkan imunisasi ulangan/booster
2
DPT dilakukan pada usia 18 bulan (booster 1), 6 tahun (booster 2) dan 12 tahun (booster 3).
nailul.

Pada kurun waktu 2011- 2015, Indonesia berada di urutan dua negara dengan kejadian
difteri terbesar di dunia yaitu 3. 203 kasus setelah India (18. 350 kasus). Sejak diperkenalkannya
Imunisasai atau vaksinasi DPT di Amerika Serikat, kejadian tetanus dan difteri menurun sekitar
99% dan pertusis sekitar 80%.3 Sebelum vaksin Difteri ditemukan, diketahui bahwa racun yang
dikeluarkan oleh Corynebacterium diphtheriae pada dampak yang akut dapat menyebabkan
kegagalan sistem pernapasan (respiratory distress) hingga kematian.4 Secara global, difteri
merupakan salah satu penyebab utama kematian anakanak. Sebanyak 40% kasus terjadi pada
anak- anak di bawah 5 tahun dan 70% di bawah 15 tahun. 1

Dengan menurunnya angka kesakitan dan kematian anak pada umumnya, maka kualitas
hidup bangsa diharapkan akan meningkat pula. Pemberian imunisasi pada bayi dan anak tidak
hanya memberikan pencegahan terhadap anak tersebut tetapi akan memberikan dampak yang
jauh lebih luas karena akan mencegah terjadinya penularan yang luas dengan adanya
peningkatan tingkat imunitas secara umum di masyarakat. 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Imunisasi DPT 


Imunisasi DPT adalah upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit
Diferi, Pertusis, Tetanus dengan cara memasukkan kuman difteri, pertusis, tetanus yang
telah dilemahkan dan dimatikan kedalam tubuh sehingga tubuh dapat menghasilkan zat
anti yang pada saatnya nanti digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit ketiga
penyakit tersebut. DPT merupakan singkatan dari Difteri Pertusis Tetanus. 4
Tetanus, difteri dan pertusis adalah penyakit yang sangat serius. Vaksin DPT
dapat melindungi kita dari penyakitpenyakit ini. Dan, vaksin DPT diberikan kepada
wanita hamil agar dapat melindungi bayi baru lahir terhadap pertusis. 4
 TETANUS (Lockjaw) merupakan penyakit langka di Amerika Serikat saat ini.
Tetanus menyebabkan pengetatan otot yang menyakitkan dan kekakuan, biasanya
di seluruh tubuh.
- Hal ini dapat menyebabkan pengetatan otot di kepala dan leher sehingga
Anda tidak dapat membuka mulut, menelan, atau kadang-kadang bahkan
bernapas. Tetanus membunuh sekitar 1 dari 10 orang yang terinfeksi bahkan
setelah mendapatkan perawatan medis terbaik sekalipun.
 DIFTERI merupakan penyakit langka juga di Amerika Serikat saat ini. Difteri
dapat menyebabkan lapisan tebal untuk membentuk di belakang tenggorokan.
- Hal ini dapat menyebabkan masalah pernapasan, gagal jantung, kelumpuhan,
dan kematian.
 PERTUSIS (Batuk Rejan) menyebabkan batuk yang parah, yang dapat
menyebabkan kesulitan bernafas, muntah dan gangguan tidur.
- Hal ini juga dapat menyebabkan penurunan berat badan, inkontinensia, dan
patah tulang rusuk. Sampai dengan 2 di antara 100 remaja dan 5 di antara 100
orang dewasa yang menderita pertusis dirawat di rumah sakit atau mengalami
komplikasi, termasuk pneumonia atau kematian.

2.2 Manfaat dan Efek Samping Imunisasi DPT 


Salah satu upaya agar anak-anak jangan sampai menderita suatu penyakit adalah
dengan jalan memberikan imunisasi. Dengan imunisasi ini tubuh akan membuat zat anti
dalam jumlah banyak, sehingga anak tersebut kebal terhadap penyakit. Jadi tujuan
imunisasi DPT adalah membuat anak kebal terhadap penyakit Difteri, Pertusis, Tetanus.
Selain itu manfaat pemberian imunisasi DPT adalah : 4

 Untuk menimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap penyakit
difteri, pertusis (batuk rejan), tetanus.
 Apabila terjadi penyakit tersebut, akan jauh lebih ringan dibanding terkena penyakit
secara alami. Secara alamiah sampai batas tertentu tubuh juga memiliki cara membuat
kekebalan tubuh sendiri dengan masuknya kuman-kuman kedalam tubuh. Namun bila
jumlah yang masuk cukup banyak dan ganas, bayi akan sakit. Dengan semakin
berkembangnya teknologi dunia kedokteran, sakit berat masih bisa ditanggulangi dengan
obat-obatan. Namun bagaimanapun juga pencegahan adalah jauh lebih baik dari pada
pengobatan. DPT sering menyebakan efek samping yang ringan, seperti demam ringan
atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa hari.

Efek samping tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis di dalam vaksin.
Pada kurang dari 1% penyuntikan, DPT menyebabkan komplikasi berikut: 4

 Demam tinggi (lebih dari 40,5° Celsius)


 Kejang
 Kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami
kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarganya)
 Syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon). Jika anak sedang menderita
sakit yang lebih Serius dari pada flu ringan, imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak
sehat. Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit otak atau perkembangannya
abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya membaik atau kejangnya
bisa dikendalikan.
1-2 hari setelah mendapatkan suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam ringan, nyeri,
kemerahan atau pembengkakan di tempat penyuntikan. Untuk mengatasi nyeri dan
menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen (atau ibuprofen). Untuk mengurangi
nyeri di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering
menggerak-gerakkan lengan maupun tungkai yang bersangkutan.

Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan secara simultan terhadap difteri, pertusis, dan tetanus.
Kontra indikasi:
Gejala- gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala serius
keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi pertusis. Anak-anak yang mengalami
gejala-gejala parah pada dosis pertama, komponen pertusis harus dihindarkan pada dosis
kedua, dan untuk meneruskan imunisasinya dapat diberikan DT. 5

2.3 Jadwal Pemberian Imunisasi DPT


Imunisasi dasar DPT diberikan tiga kali, karena saat imunisasi pertama belum
memiliki kadar antibody protektif terhadap difteri dan akan memiliki kadar antibody
setelah mendapatkan imunisasi 3 kali. Dimulai sejak bayi berumur dua bulan dengan
selang waktu antara dua penyuntikan minimal 4 minggu. 2
Imunisasi DPT tidak boleh diberikan kepada anak yang sakit parah dan anak yang
menderita penyakit kejang demam kompleks. Jiga tidak boleh diberikan pada anak
dengan batuk yang diduga mungkin sedang menderita batuk rejan. Bila pada suntikan
DPT pertama terjadi reaksi yang berat maka sebaiknya suntikan berikut jangan diberikan
DPT lagi melainkan DT saja (tanpa P). DPT biasanya tidak diberikan pada anak usia
kurang dari 6 minggu, disebabkan respon terhadap pertusis dianggap tidak optimal,
sedangkan respon terhadap tetanus dan difteri adalah cukup baik tanpa memperdulikan
adanya antibody maternal. 2
Upaya Departemen Kesehatan melaksanakan Program Eliminasi Tetanus
Neonatorum (ETN) melalui imunisasi DPT, DT atau TT dilaksanakan berdasarkan
perkiraan lama waktu perlindungan sebagai berikut:
a) Imunisasi DPT 3x akan memberikan imunitas 1-3 tahun. Dengan 3 dosis toksoid
tetanus pada bayi dihitung setara dengan 2 dosis pada anak yang lebih besar atau dewasa.
b) Ulangan DPT pada umur 18-24 bulan (DPT 4) akan memperpanjang imunitas 5 tahun
yaitu sampai dengan umur 6-7 tahun. Dengan 4 dosis toksoid tetanus pada bayi dan anak
dihitung setara dengan 3 dosis pada dewasa. 3,5

2.4 Dosis dan cara pemberian

Cara pemberian dan dosis: 6


a) Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi
homogen.
b) Disuntik secara intramuskuler dengan dosis pemberian 0,5 ml sebanyak 3 dosis. Dosis
pertama diberikan pada umur 2 bulan, dosis selanjutnya diberikan dengan interval paling
cepat 4 minggu (1 bulan)
c) Cara memberikan vaksin ini, sebagai barikut:
(1) Letakkan bayi dengan posisi miring diatas pangkuan ibu dengan seluruh kaki terlentang
(2) Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi
(3) Pegang paha dengan ibu jari dan jari telunjuk
(4) Masukkan jarum dengan sudut 90 derajat
(5) Tekan seluruh jarum langsung ke bawah melalui kulit sehingga masuk kedalam otot
2.5 Edukasi

Pendidikan yang dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan sangatlah


berpengaruh pada keberhasilan pelaksanaan imunisasi. Pendidikan kesehatan ini penting
karena ketika pengetahuan mengenai imunisasi ini tidak di pahami seutuhnya oleh
masyarakat menyebabkan terjadinya perbedaan persepsi pihak penyedia pelayanan
kesehatan (puskesmas) dengan masyarakat. Dikhawatirkan pemahaman yang keliru dapat
membentuk sikap negatif terhadap perilaku orang tua dalam membawa anaknya untuk di
imunisasi. 7

Pendidikan kesehatan ini dapat diperoleh dari tenaga kesehatan yang melayani
pasien. secara konsisten menunjukkan bahwa tidak adanya atau lemahnya rekomendasi dari
penyedia layanan kesehatan adalah pendorong utama penyerapan vaksin yang buruk. Oleh
karena itu, penting untuk mengembangkan intervensi yang menargetkan penyedia layanan
kesehatan dan praktiknya, termasuk konseling pasien. Pendidikan orang tua dan pasien yang
diberikan oleh dokter perawatan primer dapat menjadi sangat penting dalam memengaruhi
penyerapan vaksin yang lebih tinggi. 7

1. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan pada Bayi/ Anak Sebelum Imunisasi

Orangtua atau pengantar bayi /  anak dianjurkan dan memberitahukan hal-hal tersebut di
bawah ini secara lisan tentang hal-hal yang berkaitan dengan indikasi kontra atau risiko
kejadian ikutan pasca imunisasi tersebut di bawah ini: 7
 pernah mengalami kejadian ikutan pasca imunisasi yang berat pada imunisasi
sebelumnya,
 alergi terhadap bahan yang juga terdapat di dalam vaksin,
 sedang mendapat pengobatan steroid, radioterapi atau kemoterapi,
 menderita sakit yang menurunkan imunitas (leukimia, kanker, HIV/AIDS),
 tinggal serumah dengan orang lain yang imunitasnya menurun (leukimia, kanker, HIV
/ AIDS),
 tinggal serumah dengan oang lain dalam pengobatan yang menurunkan imunitas
(radioterapi, kemoterapi, atau terapi steroid)
 pada bulan lalu mendapat imunisasi yang berisi vaksin virus hidup (vaksin campak,
poliomielitis, rubela)
 pada 3 bulan yang lalu mendapat imunoglobulin atau transfusi darah

2. Pemberian Parasetamol Sesudah Imunisasi


Untuk mengurangi ketidaknyamanan pasca vaksinasi, dipertimbangkan untuk pemberian
parasetamol 15 mg/kgbb kepada bayi/anak setelah imunisasi, terutama pasca vaksinasi
DPT. Kemudian dilanjutkan setiap 3-4 jam sesuai kebutuhan, maksimal 4 kali dalam 24
jam. Jika keluhan masih berlanjut, diminta segera kembali kepada dokter. 7
3. Reaksi KIPI
Orangtua atau pengantar perlu diberitahu bahwa setelah imunisasi dapat timbul reaksi
lokal di tempat penyuntikan  atau reaksi umum berupa keluhan dan gejala tertentu,
tergantung pada jenis vaksinnya. Reaksi tersebut umumnya ringan, mudah diatasi oleh
orangtua atau pengasuh , dan akan hilang dalam 1 - 2 hari. Di tempat suntikan kadang-
kadang timbul kemerahan, pembekakan, gatal, nyeri selama 1 sampai 2 hari. Kompres
hangat dapat mengurangi keadaan tersebut. Kadang-kadang teraba benjolan kecil yang
agak keras selama beberapa minggu atau lebih, tetapi umunya tidak perlu dilakukan
tindakan apapun. 7
DAFTAR PUSTAKA
1. Nailul I, Lestari D.,Tumaji. Faktor Orang Tua dan Status Imunisasi DPT Anak 12–36 Bulan
di Kecamatan Ketapang dan Kecamatan Sokobanah Kabupaten Sampang. Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan – Vol. 20 No. 2: 43–51. 2017.
2. Website https://www.immunize.org/vis/indonesian_tdap.pdf
3. Fadlyana E., Tanuwidjaja S., Rusmi K et al. Imunogenitas dan Imunogenitas dan Imunogenitas
dan Keamanan eamanan eamanan Vaksin DPT aksin DPT aksin DPT Setelah Imunisasi
munisasi munisasi Dasar. Sari Pediatri, Vol. 4, No. 3, Desember: 129 – 134. 2012.
4. Rahma PF., Surypoutro A.,Fatmasari EY et al. Analisis Pelaksanaan Program Imunisasi DPT-
HB- HIB Pentavalen Booster Pada Baduta di Puskesmas Kota Semarang (Studi Kasus pada
Puskesmas Halmahera). Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal) Volume 7, Nomor 1 (ISSN:
2356-3346). 2019.
5. Permatasari M., Izzah AZ., Herman AP et al. Gambaran Kejadian Ikutan Pasca
Imunisasi pada Anak yang Mendapatkan Imunisasi Difteri Pertusis dan Tetanus di
Puskesmas Seberang Padang Kota Padang. http://jurnal.fk.unand.ac.id. 2018.
6. Triana V. Faktor yang berhubungan dengan pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi
tahun 2015. JKMA. 10(2): 123-35. 2016.
7. Website http://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/penjelasan-kepada-orangtua-
mengenai-imunisasi.

Anda mungkin juga menyukai