Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH BIOMEDIK

“FARMAKOLOGI PENYAKIT YANG

DISEBABKAN OLEH VIRUS”

KELOMPOK 12

EMILIUS KEFLI JUSMAI GANGGUT

(1807010308)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2019
SARS

Pengertian Sars

SARS (Severe Acute Respiratoty Syndrome) adalah suatu jenis penyakit pernapasan
akibat virus yang pertama kali terjadi di beberapa negara Asia. Penyakit ini kemudian menyebar
ke Amerika dan Eropa. Virusnya bernama SARS-CoV (SARS Coronavirus) yang menyerang
saluran pernapasan bagian atas. Para ahli percaya, SARS pertama kali berkembang di dalam
tubuh binatang. Hal ini berdasarkan temuan mereka akan virus yang sama di dalam tubuh
musang. Musang ini di Cina dikonsumsi sebagai makanan saat keadaan terdesak.

Gejala
Mula-mula gejalanya mirip seperti flu dan bisa mencakup : demam , myalgia , lethargy ,
gejala gastrointestinal , batuk , radang tenggorokan , dan gejala non-spesifik lainnya. Satu-
satunya gejala yang sering dialami seluruh pasien adalah demam di atas 38 °C (100.4 °F). Sesak
napasbisaterjadikemudian.
Gejala tersebut biasanya muncul 2–10 hari setelah terekspos, tetapi sampai 13 hari juga
pernah dilaporkan terjadi. Pada kebanyakan kasus gejala biasanya muncul antara 2–3 hari.
Sekitar 10–20% kasus membutuhkan ventilasi mekanis.orang itu bisa disebut probable SARS
atau bisa diduga terkena SARS. Gejala lainnya sakit kepala, otot terasa kaku, diare yang tak
kunjung henti, timbul bintik-bintik merah pada kulit, dan badan lemas beberapa hari. Ini semua
adalah gejala yang kasat mata bisa dirasakan langsung oleh orang yang diduga menderita SARS
itu.

Tapi gejala itu tidak cukup kuat jika belum ada kontak langsung dengan pasien. Tetap
diperlukan pemeriksaan medis sebelum seseorang disimpulkan terkena penyakit ini. Paru-
parunya mengalami radang, limfositnya menurun, trombositnya mungkin juga menurun. Kalau
sudah berat, oksigen dalam darah menurun dan enzim hati akan meningkat. Ini semua gejala
yang bisa dilihat dengan alat medis. Tapi semua gejala itu masih bisa berubah. Penelitian terus
dilangsungkan sampai sekarang.
Tanda-tanda penderita Sars diantaranya:
a. Selama satu minggu pertama, pasien akan mengalami gejala prodromal mirip influenza seperti
demam, malaise, mialgia, sakit kepala, dan limfopenia.
b. Batuk kering,dispnea,dan diare dalam volume besar dapat terjadi selama dua minggu pertama.
c. Penyebaran terjadi selama minggu kedua
d. Pada kasus yang berat, gawat napas berkembang dengan cepat dan terjadi desaturasi oksigen,
sekitar 20% memerlukan perawatan intensif.

Tanda fisik
Awalnya tanda jasmani tidak begitu kelihatan dan mungkin tidak ada. Beberapa pasien
akan mengalami tachypnea dan crackle pada auscultation. Kemudian, tachypnea dan lethargy
kelihatan jelas.
Investigasi
Kemunculan SARS pada Sinar X di dada (CXR) bermacam-macam bentuknya.
Kemunculan patognomonic SARS tidak kelihatan tetapi biasanya dapat dirasakan dengan
munculnya lubang di beberapa bagian di paru-paru. Hasil CXR awalnya mungkin lebih
kelihatan. Jumlah Sel darah putih dan platelet cenderung rendah. Laporan awal mengindikasikan
jumlah neutrophilia dan lymphopenia yang cenderung relatif — disebut demikian karena angka
total sel darah putih cenderung rendah. Hasil laboaratorium lainnya seperti naiknya kadar lactate
dehydrogenase, creatinine kinase dan C-Reactive protein.

Diagnosis
Proses indentifikasi dan sequencing’ DNA coronavirus pada 12 April 2003 berhasil
memproduksi beberapa alat tes diagnosis yang sekarang sedang diuji untuk kelayakan pakai.
Tiga kemungkinan tes diagnosis telah tersedia, masing-masing dengan kelemahannya. Yang
pertama, sebuah tes ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) mendeteksi antibodi SARS
dengan baik namun hanya dapat dilakaukan setelah 21 hari dari kemunculan gejala. Yang kedua
berupa immunofluorescence assay yang dapat mendeteksi antibodi 10 hari setelah kemunculan
gejala namun memakan waktu dan tenaga karena membutuhkan mikroskop immunofluorescence
dan operator yang pengalaman. Yang terakhir adalah tes PCR (polymerase chain reaction) yang
bisa mendeteksi materi genetik virus SARS di darah, sputum, sampel tisu dan stool. Tes PCR
hingga kini sangat spesifik namun sangat tidak sensitif. Artinya sebuah tes positif PCR sangat
mengindikasikan si pasien terinfeksi SARS; hasil negatif tidak berarti si pasien tidak mengidap
SARS. WHO telah mempublikasikan petunjuk menggunakan tes diagnosis tersebut. Hingga kini
belum ada tes pemeriksaan SARS yang cepat dan penelitian masih berjalan.

Diagnosis
Sebuah kasus SARS yang mencurigakan adalah seorang pasien yang mengalami:
a. salah satu dari gejala-gejala termasuk demam dengan suhu 38 °C atau lebih DAN
b. pernah mengalami
c. kontak dengan seseorang yang didiagnosis mengidap SARS pada kurun waktu 10 hari terakhir
Pencegahan SARS

Pengobatan
Pengobatan ara penderita SARS biasanya dilakukan dengan perawatan intensif di rumah
sakit, terutama jika terjadi sesak napas. Penderita akan ditempatkan di ruang isolasi agar tidak
menyebarkan virus ke mana-mana. Obat yang dipakai biasanya adalah obat yang mengandung
kortikosoid dan antivirus ribavirin. Walaupun demikian, obat ini belum 100% efektif mengobati
SARS. Dan sampai saat ini belum ada satu pun obat yang efektif dalam mengobati SARS.

Herpes Zoster
Herpes zoster umumnya dialami para manula, terutama yang berusia di atas 50 tahun.
Penyakit yang juga dikenal dengan istilah cacar api atau cacar ular ini disebabkan oleh virus
yang sama dengan virus penyebab cacar air, yaitu varisela zoster. Virus varisela yang menetap di
dalam tubuh bahkan setelah cacar air sembuh, dapat kembali aktif di kemudian hari dan
menyebabkan herpes zoster.Penyakit ini umumnya tidak mengancam jiwa, tapi dapat
menyebabkan rasa sakit yang parah. Herpes zooster merupakan penyakit akibat infeksi virus
varicella zooster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang
terjadi setelah infeksi primer.
Pemeriksaan
Pada pemeriksaan percobaan Tzanck dapat ditemukan sel datia berinti banyak. Virus bisa
diisolasi dari lesi herpes,CNS, basuhan tenggokan selama infeksi akut dan reaktivasi tanpa
gejala. Isolasi di dalam jaringan kultur akan dilanjutkan dengan tes netralisasi atau pewarnaan
immunofluorescence dengan antibodi spesifik. Diagnosis banding untuk penyakit ini adalah
herpes simplex. Selain itu, rasa nyeri yang merupakan gejala prodromal lokal sering salah
diagnosis dengan penyakit rematik maupun angina pectoris.

Pencegahan
Penularan herpes zooster sukar untuk dicegah karena infeksi menular selama 24-48 jam
sebelum ruam muncul. Penderita bisa diisolasi dalam udara dengan sisten udara tersaring.
Pekerja kesehatan yang rentan yang telah mengalami pajanan yang dekat dengan varisela tidak
boleh merawat penderita resiko tinggi selama masa inkubasi.

Petugas kesehatan harus memakai sarung tangan ketika bekerja dengan cairan tubuh yang
berpotensi terinfeksi, mencuci tangan dengan sabun. Kemudian,pasien dengan riwayat herpes
genital diharuskan menahan diri dari seksual  saat memiliki gejala prodromal atau luka. Selain
itu, Ibu hamil dengan herpes genital aktif harus dilahirkan cesar. Profilaksis globulin imun
varicella zooster (GIVZ) dianjurkan untuk anak yang terganggu sistem imunnya, wanita hamil,
dan bayi baru lahir yang terpajan terhadap varisela ibu.

Pengobatan
Terapi sistemik umumnya bersifat simptomatik, untuk nyerinya diberikan analgesik.
Apabila terjadi infeksi sekunder, dapat diberikan antibiotik.Indikasi pemberian antiviral ialah
herpes zooster oftalmikus dan pasien dengan defisiensi imunitas mengingat komplikasinya. Obat
yang biasa digunakan adalah asklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir. Selain itu,
antivirus yang bisa untuk herpes zooster adalah Amantidin, Vidarabin, Idoksuridin. Asiklovir
merupakan derivat guanin dengan spesifitas yang tinggi terhadap herpes simpleks dan zooster.
Obat ini dikonversi menjadi aminofosfat oleh timidin kinase dari virus, yang ternyata lebih
mudah melakukan fosforilasi timidin kinase sel pejamu yang tidak terinfeksi virus. Jadi obat
hanya diaktifkan dalam sel yang terinfeksi oleh virus. Obat itu nantinya akan menghambat DNA
polimerase virus dengan derajat yang lebih besar daripada terhadap enzim hospes. 1

Obat yang lebih baru ialah famsiklovir dan pensiklovir yang memiliki paruh eliminasi
lebih lama sehingga cukup diberikan 3x250mg sehari. Obat-obatan tersebut diberikan tiga hari
sejak lesi pertama kali muncul.Dosis asiklovir yang dianjurkan adalah 5×800 mg sehari dan
biasanya diberikan 7 hari. Valasiklovir cukup 3x1000mg sehari karena konsentrasi dalam plasma
lebih tinggi. Jika lesi tetap timbul, obat-obatan masih dapat diteruskan dan dihentikan sesudah 2
hari sejak lesi baru tidak timbul lagi.

Menurut FDA, obat untuk nyeri neuropatik pada neuropati perifer diabetik dan
neuroplagia pasca herpetik adalah pregabalin. Dosis awalnya adalah 2x75mg sehari, setelah 3-
7hari dapat dinaikan jadi 2x150mg sehari jika respon dianggap kurang. Dosis maksimum adalah
600mg sehari. Efek samping ringan berupa dizziness dan somnolen yang akan menghilang
sendiri. Obat lain yang dapat digunakan adalah antidepresi trisiklik (misalnya nortriptilin dan
amitriptilin) yang menghilangkan nyeri pada 44-67% kasus. Efek sampingnya antara lain
gangguan jantung, sedasi, dan hipotensi. Dosis awal amitriptilin adalah 75mg sehari kemudian
ditinggikan sampai timbul efek terapeutik, bisa sampai 150-300mg sehari. Dosis notriptilin ialah
50-150mg sehari.
Indikasi pemberian kortikosteroid adalah pada syndrom Ramsay Hunt. Pemberian sedini
mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Prednison merupakan obat yang sering diberikan
dengan dosis 3x20mg sehari. Setelah seminggu, dosis diturunkan secara bertahap. Dikatakan
bahwa kegunaannya untuk mencegah fibrosis. Pengobatan topikal diberikan sesuai stadiumnya.
Jika masih stadium vesikel, diberikan bedak untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi
infeksi sekunder. Bila erosif, diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi, dapat diberikan
salap antibiotik.

VARISELA
Merupakan infeksi akut primer oleh virus varisela zooster yang menyerang kulit dan
mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian
sentral tubuh.

Pemeriksaan
Pemeriksaan laboratorium untuk varisela tidak begitu diperlukan karena secara klinis
sudah nampak. Sebagian besar anak dengan varicella telah leukopenia dalam 3 hari pertama,
diikuti dengan leukositosis. Leukositosis mungkin menandakan adanya infeksi bakteri sekunder
tetapi bukan merupakan suatu pasti.
Diagnosis dapat juga dilakukan dengan percobaan Tzanck dengan membuat sediaan apus
yang diwarnai dengan Giemsa. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel dan akan didapati sel
datia berinti banyak. Percobaan ini belum bisa membedakan virus varicella zooster dengan
herpes simpleks virus. Untuk membedakan kedua virus itu, biasanya digunakan Direct
Fluorescent Assay (DFA).

Kemudian, jika dilakukan biopsi kulit, tampak vesikel intraepidermal dengan degenerasi
sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis atas dijumpai lymphocytic infiltrate. Uji serologi
bisa digunakan untuk mengkonfirmasi infeksi masa lalu untuk menilai status kerentanan pasien.
Ini akan membantu menentukan pencegahan yang diperlukan untuk remaja dewasa atau yang
telah terekspos varicella. Secara komersial, tes latex agglutination (LA) dan enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA) cukup sensitif. PCR juga dapat digunakan. 
Varisela harus dibedakan dengan variola, penyakit ini lebih berat, memberi gambaran
monomorf dan penyebarannya dimulai dari bagian akral tubuh, yakni telapak tangan dan telapak
kaki. Selain itu, diagnosis banding untuk penyakit ini adalah dermatitis kontak, Enteroviral
Infections, Herpes Simplex Virus Infection, Impetigo dan Urtikaria. Anak-anak dengan suhu
tinggi dan tanda-tanda pernafasan harus mendapatkan radiografi dada untuk mengkonfirmasi ada
tidaknya pneumonia.
Pencegahan
Vaksin varisela dapat diberikan untuk mencegah penyakit ini. Diberikan pada yang
berumur 12 bulan atau lebih. Lama proteksi belum pasti, tapi vaksin ulangan dapat diberikan
setelah 4-6tahun. Pemberian dilakukan secara subkutan, 0.5ml pada anak berusia 12bulan sampai
12tahun. Untuk usia di atas 12 tahun juga diberikan 0.5ml, tapi setelah 4-8minggu diulangi
dengan dosis yang sama

Pengobatan
 Antivirus
Anak-anak yang immunocompromised, orang berisiko penyakit parah, dan memiliki
penyakit parah, memerlukan perawatan khusus.Dapat pula diberikan obat-obatan antivirus
seperti pada herpes zooster. Acyclovir merupakan obat pilihan. Obat lain misalnya famciclovir
(tidak disetujui untuk anak-anak) dan foskarnet.VZIG (varicella zooster immunoglobuline) dapat
mencegah atau meringankan varisela, diberikan intramuskular dalam 4 hari setelah terpajan.
Penelitian pada hewan menunjukan adanya resiko untuk fetus pada pemberian acyklovir
(Zovirax) sehingga sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil. Tidak boleh juga diberikan
pada penderita gagal ginjal atau saat menggunakan obat nefrotoxic. Obat ini juga menyebabkan
malaise, gangguan gastrointestinal, dan ruam. Bioavailabilitas buruk, sehingga pemberian IV
sangat penting pada varisela yang parah dan pasien yang immunocompromised.

 Antipiretik
Agen ini menghambat pusat sintesis dan pelepasan prostaglandin yang memediasi
endogeneous pirogen di hipotalamus, sehingga menormalkan kembali suhu. Demam biasanya
rendah tetapi mungkin meningkat. Acetaminophen mungkin adalah obat paling aman untuk
digunakan untuk tujuan ini. Selain itu, juga bisa diberikan Ibuprofen (Motrin dan Ibuprin). Obat
ini menghambat sintesis prostaglandin, serta bersikap seperti Hepatotoksisitas mungkin terjadi
pada orang dengan alkoholisme kronis berikut berbagai tingkat dosis; sakit parah atau berulang
atau demam tinggi atau demam lanjutan mungkin menunjukkan penyakit yang serius.  Mungkin
juga terdapat dosis acetaminophen kumulatif melebihi dosis maksimum yang disarankan.

 Antihistamin
Agen-agen ini tersebut dapat mengontrol pruritus dengan menghalangi efek pelepasan
histamin endogen. Pruritus mungkin parah pada varicella, mencegah tidur dan mungkin
menyebabkan infeksi jaringan parut atau sekunder.

 VARIOLA
Variola atau yang sering disebut cacar atau small pox merupakan penyakit virus yang
disertai keadaan umum yang buruk, dapat menyebabkan kematian. Efloresensinya bersifat
monomorf terutama terdapat di perifer tubuh.

 Pemeriksaan
Pembantu diagnosis terdiri atas inokulasi pada korioalantoik, pemeriksaan virus dengan
mikroskop elektron dan deteksi antigen virus pada agar sel. Pemeriksaan histopatologik dan
serologik juga dapat dilakukan.

 Pencegahan
Vaksinasi dengan metode multiple puncture merupakan teknik yang dianggap
terbaik.NHMRC menganjurkan satu dosis tunggal vaksin variola diberikan kepada semua anak
yang berumur 18 bulan kecuali yang sudah pernah terkena cacar air. Pada waktu pemberian
vaksin, tempat tersebut tidak perlu diberikan alkohol, cukup dengan eter atau aseton. Vaksinasi
tidak boleh diberikan jika atopi, penderita sedang mendapatkan kortikosteroid dan defisiensi
imunologik.
 Pengobatan
Pasien harus dikarantina. Pengobatan secara sistemik bisa dilakukan dengan pemberian
obat antiviral seperti isoprinosin dan interferon, bisa juga dengan globulin gama. Kecuali itu,
diberikan juga obat yang bersifat simptomatik, misalnya analgetik/antipiretik. Harus diperhatikan
juga kemungkinan munculnya infeksi sekunder maupun infeksi nosokomial, serta cairan tubuh
dan elektrolit. Jika masih ada lesi di mulut, diberikan makanan lunak. Pengobatan topikal bersifat
penunjang, misalnya kompres dengan antiseptik atau salap antibiotik.

Poliomyelitis
Sebagian besar penderita polio adalah balita, terutama yang belum menjalani imunisasi
polio. Namun, polio dapat dialami oleh siapa saja tanpa batasan usia. Selain kelumpuhan
permanen, polio juga dapat menyebabkan gangguan pada saraf pernapasan sehingga
penderitanya kesulitan bernapas.

Penyebab
Polio disebabkan oleh virus polio. Tanda-tanda klinis Penyakit ini terutama berdampak
pada anak-anak. Polio menyebabkan demam, sakit kepala, muntah, sakit perut, nyeri otot, leher
dan punggung kaku, serta kelumpuhan. Sebagian besar pasien akan pulih, tapi pada kasus yang
parah, polio dapat menyebabkan cacat permanen dan kematian. Cara penularan Penyakit ini
sangat mudah menular. Polio disebarkan dari orang ke orang, terutama melalui jalur feses ke
mulut. Virus masuk ke dalam tubuh melalui jalur oral sampai akhirnya menyerang sistem saraf
pusat.
Masa inkubasi Masa inkubasi polio biasanya 7 – 14 hari, dengan rentang waktu 3 – 35
hari. Penanganan Orang yang diduga terinfeksi harus dirujuk ke rumah sakit untuk penanganan
lebih lanjut dan isolasi. Saat ini, tidak ada perawatan kuratif bagi penyakit ini. Karena kotoran
pasien dapat mengandung virus, perawat harus melakukan tindakan pencegahan ekstra dalam hal
praktik kebersihan saat merawat penderita.
Pencegahan
Vaksinasi merupakan tindakan yang paling efektif dalam mencegah polio. Ada dua jenis
vaksin polio: Vaksin Polio Oral yang dimasukkan melalui mulut dan Vaksin Polio Inaktif (IPV)
yang diberikan melalui suntikan
Pengobatan

Tidak ada obat untuk polio, yang ada hanya perawatan untuk meringankan gejala. terapi
fisik digunakan untuk merangsang otot dan obat antispasmodic diberikan untuk mengendurkan
otot-otot dan meningkatkan mobilitas. Meskipun ini dapat meningkatkan mobilitas, tapi tidak
dapat mengobati kelumpuhan polio permanen.

Apabila sudah terkena Polio, tindakan yang dilakukan yaitu tatalaksana kasus lebih
ditekankan pada tindakan suportif dan pencegahan terjadinya cacat, sehingga anggota gerak
diusahakan kembali berfungsi senormal mungkin dan penderita dirawat inap selama minimal 7
hari atau sampai penderita melampaui masa akut.
HIV/AIDS

HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang merusak sistem kekebalan
tubuh, dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Semakin banyak sel CD4 yang
dihancurkan, kekebalan tubuh akan semakin lemah, sehingga rentan diserang berbagai penyakit.
nfeksi HIV yang tidak segera ditangani akan berkembang menjadi kondisi serius yang disebut
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). AIDS adalah stadium akhir dari infeksi virus
HIV. Pada tahap ini, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi sudah hilang sepenuhnya.

Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu


virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan
menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun
penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini
belum benar-benar bisa disembuhkan. HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan
melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan
cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal,
dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal,
ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi
selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan
tubuh tersebut.

Pengobatan

Meskipun sampai saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan HIV, namun ada jenis
obat yang dapat memperlambat perkembangan virus. Jenis obat ini disebut antiretroviral (ARV).
ARV bekerja dengan menghilangkan unsur yang dibutuhkan virus HIV untuk menggandakan
diri, dan mencegah virus HIV menghancurkan sel CD4. Beberapa jenis obat ARV, antara lain:

 Efavirenz
 Etravirine
 Nevirapine
 Lamivudin
 Zidovudin

Selama mengonsumsi obat antiretroviral, dokter akan memonitor jumlah virus dan sel
CD4 untuk menilai respons pasien terhadap pengobatan. Hitung sel CD4 akan dilakukan tiap 3-6
bulan. Sedangkan pemeriksaan HIV RNA dilakukan sejak awal pengobatan, dilanjutkan tiap 3-4
bulan selama masa pengobatan.

Pasien harus segera mengonsumsi ARV begitu didiagnosis menderita HIV, agar
perkembangan virus HIV dapat dikendalikan. Menunda pengobatan hanya akan membuat virus
terus merusak sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko penderita HIV terserang AIDS.
Selain itu, penting bagi pasien untuk mengonsumsi ARV sesuai petunjuk dokter. Melewatkan
konsumsi obat akan membuat virus HIV berkembang lebih cepat dan memperburuk kondisi
pasien.

Bila pasien melewatkan jadwal konsumsi obat, segera minum begitu ingat, dan tetap ikuti
jadwal berikutnya. Namun bila dosis yang terlewat cukup banyak, segera bicarakan dengan
dokter. Dokter dapat mengganti resep atau dosis obat sesuai kondisi pasien saat itu.

Pasien HIV juga dapat mengonsumsi lebih dari 1 obat ARV dalam sehari. Karena itu,
pasien perlu mengetahui efek samping yang timbul akibat konsumsi obat ini, di antaranya:

 Diare.
 Mual dan muntah.
 Mulut kering.
 Kerapuhan tulang.
 Kadar gula darah tinggi.
 Kadar kolesterol abnormal.
 Kerusakan jaringan otot (rhabdomyolysis).
 Penyakit jantung.
 Pusing.
 Sakit kepala.
 Sulit tidur.
 Tubuh terasa lelah.

Selain itu terdapat obat lain seperti post-exposure prophylaxis (PEP).PEP memiliki


jadwal empat minggu takaran yang menuntut banyak waktu. PEP juga memiliki efek
samping yang tidak menyenangkan seperti diare, tidak enak badan, mual, dan lelah.

Anda mungkin juga menyukai