Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

“KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI DAN


KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA”

DOSEN PEMBIMBING
Dr. Drs. Djasly By., MS

OLEH :

KELOMPOK 11

AHMAD AGRIANSYAH 195020200111044

LARISSA APSARINI MEIRINTA 195020200111074

JURUSAN/PROGRAM STUDI: MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

TAHUN 2020
A. PENGERTIAN KONSEPTUAL KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
Secara sederhana, jika ada dua orang atau lebih dalam organisasi dengan sendirinya
akan berlangsung komunikasi. Organisasi merupakan “wadah kegiatan” orang- orang yang
melakukan berbagai tugas untuk mencapai tujuan bersama (common goals). Mereka
bekerja dalam struktur hubungan yang dibatasi oleh peran tugasnya. Dinamika perilaku
yang ditampilkannya diisi oleh posisi “tawar menawar” antara “needed accomplishment"
dan “lask accomplishment” yang mewarnai produktivitas kelompok maupun perorangan
(Satoro, 2002- 2003:1). Sedangkan Daryanto (1996:3), mengungkapkan bahwa:
“Organisasi adalah sistem kerjasama antara dua orang atau lebih yang secara sadar
dimaksudkan untuk mencapai tujuan”.
Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa setiap kelompok orang yang
bekerjasama akan terjadi suatu komunikasi atau hubungan sesuai dengan tugas yang
diembannya, sehingga menampilkan perilaku yang mendorong timbulnya kesadaran dalam
berkomunikasi untuk mencapai tujuan organi-sasi yang telah ditentukan. Myers & Myers
(1987: 21) menekankan bahwa komunikasi itu penting dan merupakan sentral dari
kehidupan organisasi, tetapi menganggapnya hanya sebagai salah satu dari sejumlah proses
yang berlangsung dalam organisasi. Berbagai pandangan kaum ilmuwan dalam bidang
komunikasi menganggap komunikasi sebagai kekuatan dominan dalam kehidupan
organisasi. Karena itu komunikasi merupakan inti organisasi, tanpa komunikasi tidak akan
terdapat akativitas organisasi.

B. POLA KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI


 Komunikasi antar Karyawan
Pola komunikasi ini merupakan pola komunikasi formal dalam organisai.
Polanya adalah komunikasi secara horizontal dimana seorang karyawan
berkomunikasi dengan karyawan lainnya. Tujuannya adalah untuk mendiskusikan
permasalahan seputar dunia pekerjaan dan mencari solusinya. Pola komunikasi
formal yang dimaksud adalah karyawan memiliki komunikasi secara terstruktur
karena direncanakan dan terarah karena memiliki tujuan yang telah ditetapkan.
(Baca juga: Konsep Komunikasi dalam Organisasi)

 Komunikasi antar Manager


Komunikasi yang dilakukan antara manager dengan manager adalah salah
satu pola komunikasi formal dalam organisasi. Pola komunikasi ini mengandalkan
seorang manager yang bertugas memanage pekerjaan terhadap karyawannya.
Seorang manager memiliki tugas untuk mengatur strategi dalam suatu organisasi
untuk mencapai kesuksesan bersama. Seorang manager akan diminta pertanggung
jawabannya atas segala pekerjaan yang dilakukan oleh dirinya maupun
bawahannya (karyawannya). Manager berkewajiban untuk membuat perencanaan
kerja yang kemudian akan dijalankan oleh karyawannya. Pola komunkasi formal
dalam organisasi ini sangat penting untuk mengawasi kinerja kerja karyawannya
agar mencapai tujuan dengan kerja yang maksimal. (Baca juga: Saluran
Komunikasi dalam Organisasi)

 Komunikasi antara Karyawan dengan Manager


Komunikasi selanjutnya adalah komunikasi antara karyawan dengan manager.
Komunikasi ini dapat terjadi dalam diskusi organisasi. Selain itu, komunikasi
formal ini juga dapat dilakukan ketika manager meminta karyawannya untuk
bertanggungjawab atas pekerjaan yang belum terselesaikan dengan baik.
Komunikasi formal ini dilakukan dengan bahasa yang baik. (Baca juga: Hambatan
Komunikasi Organisasi)

 Komunikasi antara Sekretaris kepada Direktur


Komunikasi antara sekertaris kepada direktur merupakan pola komunikasi
vertikal dimana kedudukan keduanya berbeda. Sekertaris memiliki kedudukan
dibawah direktur dan direktur memiliki kedudukan tertinggi. Komunikasi formal
antara sekretaris dan direktur ini sering terjadi mengingat peran sekretaris sebagai
asisten seorang direktur. Pola komunikasi formal dalam organisasi ini dilakukan
sekretaris untuk meminta persetujuan direktur apabila sekretaris sudah membuat
agenda-agenda untuk organisasi. (Baca juga: Pendekatan Sistem dalam
Komunikasi Organisasi)

 Komunikasi antar Direktur


Komunikasi antar direktur sebagai pola komunikasi formal secara
horizontal dimana direktur dengan direktur memiliki kedudukan yang sama.
Direktur bertugas untuk membuat peraturan dalam sebuah organisasi, prosedur
pekerjaan, dan lain sebagainya. Peraturan tersebut sebelumnya akan dibahas pada
suatu rapat bersama dengan direktur lainnya. Kemudian peraturan yang telah
ditetapkan akan disampaikan kepada semua anggota organisasi dan harus dipatuhi.
(Baca juga: Tujuan Penerapan Komunikasi dalam Organisasi)

 Komunikasi antar Divisi


Setiap perusahaan memiliki divisi yang terdiri atas beberapa bagian. Setiap
divisi memiliki kepala bagian yang bertugas untuk mempertanggungjawabkan
pekerjaannya kepada atasan. Dengan adanya divisi yang banyak dari berbagai
bidang maka organisasi tersebut membutuhkan diskusi atau rapat terhadap setiap
kepala divisi untuk memberikan motivasi kerjasama kepada bawahannya atau
karyawannya agar mencapai tujuan secara maksimal. (Baca juga: Fungsi Persuasif
dalam Komunikasi Organisasi)

C. PENGERTIAN DAN ARTI PENTING KOMUNIKASI ANTAR/LINTAS


BUDAYA
Komunikasi lintas budaya adalah salah satu pelajaran yang sangat penting bagi
seseorang karena jika komunikasi seseorang kurang maka bagaimana seseorang bisa
mengetahui cara berinteraksi dengan orang lain , bagaimana kebudayaan mereka dan adat
istiadat mereka dan seseorang juga dapat belajar bagaiamana berinteraksi atau
berkomunikasi dengan orang lain lebih baik, mengingat kembali esensi komunikasi
manusia komunikasi itu proses dinamika, komunikasi itu symbol, komunikasi juga bagian
dari sebuah sistem besar seperti setting,lokasi,acara,waktu dan jumlah yang terlibat.
Komunikasi juga dapat meningkatkan pembuatan/pengertian rujukan pelakunya,
komunikasi juga sebagai refleksi ,selalu mempunyai konsekuensi dan kompleks.
Alasan mempelajari komunikasi lintas budaya menurut Litvin (1977), Litvin
menjelaskan bahwa dunia sedang menyusut dan kapasitas untuk memahami
keanekaragaman budaya sangat diperlukan , semua budaya berfungsi dan penting bagi
pengalaman anggota-anggota budaya tersebut meskipun nilai-nilainya berbeda, niali-nilai
setiap masyarakat se”baik” nilai-nilai masyarakata lainnya, setiap individu dan/atau
budaya berhak menggunakan nilainya sendiri, pemahaman atas nilai-nilai budaya sendiri
merupakan prasyarat untuk mengidentifikasi dan memahami nilai-nilai budaya lain dengan
mengatasi hambatan-hambatan budaya untuk berhubungan dengan orang lain, memperoleh
pemahaman dan penghargaan bagi kebutuhan, aspirasi, perasaan, dan masalah manusia.
Pemahaman atas orang lain secara lintas budaya dan antar pribadi adalah suatu
usaha yang memerlukan keberanian dan kepekaan. Keterampilan-keterampilan komunikasi
yang diperoleh memudahkan perpindahan seseorang dari pandangan yang monokultural
terhadap interaksi manusia kepandang monikultural. Perbedaa-perbedaan budaya
menandakan kebutuhan akan penerimaan dalam komunikasi, namun perbedaan-perbedaan
tersebut arbitrer tidaklah menyusahkan atau memudahkan, situasi-situasi komunikasi
antarbudaya tidaklah statik dan buka pula stereotip.
Karena, seorang komunikator tidak dapat dilatih untuk mengatasi situasi dalam
konteks ini kepekaan, pengetahuan dan keterampilannya bisa membuat siap untuk
berperan serta dalam menciptakan lingkungan komunikasi yang efektif dan saling
memuaskan. Itulah mengapa komunikasi lintas budaya sangat penting bagi seseorang
untuk membantu mengetahui apa yang tidak pernah mereka ketahui. karena, tanpa adanya
pengetahuan tentang komunikasi lintas budaya seseorang sangat sulit berinteraksi dan
bekerjasama memahami apa keinginan dan maksud tujuan orang lain.

D. MEMAHAMI BUDAYA DAN PERBEDAANNYA


Budaya menurut buku “Cultures and Organizations: Software of the Mind”
karangan Greet H. Hofstede terdapat dua macam, yaitu budaya organisasi dan budaya
bangsa yang memiliki perbedaan dalam tataran nilai serta praktis. Nilai diperoleh dari
pengalaman kehidupan seperti keluarga dan sekolah di awal kehidupan seseorang.
Sedangkan praktis diperoleh dari pengalaman sosial misalnya bekerja. Dalam tingkatan
organisasi, perbedaan budaya tampil sebagian besar dalam tataran praktis dibandingkan
dengan nilai.
Untuk memahami perbedaan budaya, berikut ulasan singkat mengenai budaya
konteks tinggi dan budaya konteks rendah, konsep wajah, serta dimensi-dimensi budaya:
 Budaya Konteks Tinggi dan Budaya Konteks Rendah
Satu konsep yang sangat berguna untuk memahami perbedaan budaya
dalam komunikasi bisnis adalah dengan konsep yang membedakan budaya konteks
rendah dengan budaya konteks tinggi. Budaya dengan makna lebih kecil ditentukan
oleh konteks karena sebagian besar pesan di-encode dalam bahasa sendiri
dinamakan konteks rendah. Dalam budaya konteks rendah pesan-pesan verbal
dinilai tinggi serta memiliki spesifikasi yang tinggi serta rinci.
Sementara itu, budaya dengan lebih sedikit dikatakan atau ditulis karena
banyaknya makan dalam sebuah lingkungan atau telah dibagikan oleh orang
dinamakan dengan konteks tinggi. Dalam budaya konteks tinggi, sangat sedikit
pesan-pesan yang dikode secara eksplisit. Budaya konteks tinggi lebih sensitif
terhadap pesan-pesan nonverbal dan lebih seperti menyajikan sebuah konteks dan
latar belakang. Dalam budaya konteks tinggi, orang membawa lebih dekat dengan
pentingnya konteks yang dibagi. Pesan bisa jadi hilang dalam budaya konteks
rendah.

 Konsep Wajah
Terkait dengan konsep budaya konteks tinggi dan budaya konteks rendah
adalah konsep wajah. Wajah dapat dipahami dalam dua cara. Pertama, wajah
merujuk pada rasa percaya diri terhadap orang lain dalam hal karakter moral. Dan
kedua, wajah merujuk pada prestise atau reputasi seseorang yang dicapai dalam
hidup. Dalam budaya konteks tinggi seperti China, komunikasi terjalin secara tidak
langsung atau implisit dan lebih seperti menggunakan perantara karena harmoni
sosial dan pengelolaan wajah adalah krusial.
Komunikasi yang dilakukan melalui perantara dapat mengeliminasi
terjadinya konfrontasi tatap muka dan mengurangi resiko kehilangan muka.
Terdapat lebih dari negosiasi wajah dan kesamaan wajah atau pengelolaan wajah
lainnya. Dalam konteks budaya rendah seperti Amerika Serikat, terdapat lebih dari
negosiasi wajah secara langsung dan lebih mengelola wajah sendiri.
 Dimensi-Dimensi Budaya
Dimensi lintas budaya telah menjadi salah satu faktor penting untuk
memahami berbagai macam lingkungan ekomoni dan bisnis. Geert
Hofstede (1980) mempublikasikan hasil studinya mengenai berbagai macam
dimensi budaya yaitu individualisme, maskulinitas, kekuatan jarak, dan
penghindaran ketidakpastian. Konsep ini telah diterapkan ke berbagai macam
bidang seperti psikologi lintas budaya, manajemen internasional dan
bisnis, komunikasi lintas budaya, dan lain-lain.
 Individualisme dan Kolektivisme
Dimensi ini merujuk pada bagaimana individu memandang atau
mendefinisikan dirinya sendiri dan hubungannya dengan orang lain dari
strukturnya longgar hingga yang terintegrasi dengan kuat. Dalam budaya
individualis, minat individu berada di atas minat kolompok. Budaya individualis
menekankan pada arahan diri dan pencapaian diri, misalnya adalah Negara Kanada.
Sedangkan, dalam budaya kolektif, minat kelompok berada di atas
minat individu. Budaya kolektif menekankan pada kesetiaan pada kelompok dan
konformitas, misalnya adalah Indonesia. Dimensi individualisme dan kolektivisme
adalah dimensi budaya yang umumnya digunakan sebagai landasan teori dalam
berbagai penelitian komunikasi lintas budaya dalam bidang komunikasi, psikologi,
dan antropologi
 Maskulinitas dan Feminitas
Hofstede memberikan label sebagai budaya maskulin untuk
menggambarkan perbedaan maksimal antara pria dan wanita. Budaya yang
menempatkan nilai tinggi pada maskulin memberlakukan tekanan pada
keasertifitas, kompetisi, dan sukses materi, misalnya adalah Negara Jepang.
Sedangkan label budaya feminin merujuk pada adanya tumpang tindih peran sosial
yang dialami oleh wanita. Budaya yang menempatkan nilai tinggi terhadap feminin
memberlakukan tekanan pada kualitas hidup, hubungan interpersonal, dan lebih
memperhatikan kelemahan, misalnya adalah Negara Norwegia.
 Kekuatan Jarak
Kekuatan jarak mengindikasikan tingkat dimana kekuatan didistribusikan
secara seimbang dalam sebuah masyarakat dan derajat penerimaan masyarakat
terhadap distribusi tersebut. Budaya dengan kekuatan jarak yang tinggi dan
pengaruh terkonsentrasi pada beberapa orang dibandingkan dengan seluruh
polpulasi. Negara dengan kekuatan jarak yang tinggi cenderung otoriter dan
berkomunikasi dengan interaksi yang terbatas dan penguatan perbedaan diantara
orang-orang. Negara dengan kekuatan jarak tinggi misalnya Malaysia, sedangkan
Negara dengan kekuatan jarak rendah misalnya Israel.
 Penghindaran Ketidakpastian
Penghindaran ketidakpastian adalah tingkat dimana orang dalam suatu
budaya merasa terancam oleh situasi yang tidak dikenal dan diketahui dan merasa
membutuhkan aturan yang tertulis maupun tidak tertulis. Dalam dunia bisnis, hal
ini membuat orang membutuhkan kerja keras karena aturan, presisi, dan puntualitas
dinilai. Negara dengan tingkat penghindaran ketidakpastian tinggi misalnya Yunani
dan negara dengan tingkat penghindaran ketidakpastian rendah misalnya
Singapura.
 Orientasi Jangka Panjang dan Orientasi Jangka Pendek
Hofstede berpendapat bahwa dimensi-dimensi budaya dapat digambarkan
sebagai pentingnya hubungan dengan masa depan dibandingkan dengan masa lalu
dan masa kini. Orientasi jangka panjang merujuk pada individu-individu yang
berdedikasi, termotivasi, bertanggung jawab, dan berpendidikan dengan sebuah
rasa komitmen dan kesetiaan terhadap identitas organisasi.
Pada orientasi jangka panjang, konsisten dengan penghematan, ketekunan
pada hasil, dan keinginan untuk berada pada sisi sub-ordinat bagi sebuah tujuan.
Sedangkan dalam orientasi jangka pendek, konsisten dengan pemborosan dan
ketekunan pada hasil yang cepat. Negara dengan tingkat orientasi jangka panjang
yang tinggi misalnya Tiongkok. Sedangkan, Negara dengan tingkat orientasi
jangka pendek misalnya Inggris Raya.

E. KIAT BERKOMUNIKASI DENGAN BUDAYA LAIN


Menurut buku “Komunikasi Bisnis” karangan Djoko Purwanto, dengan
mempelajari keterampilan komunikasi lintas budaya pada umumnya akan membantu
pelaku komunikasi dapat beradaptasi dengan setiap budaya yang dihadapinya, khususnya
jika seseorang berhubungan dengan orang atau pihak-pihak yang memiliki budaya
berbeda. Berikut adalah beberapa tips yang akan diperlukan seseorang ketika berhubungan
dengan orang lain yang memiliki budaya berbeda:
 Asumsikan bahwa lawan bicara memiliki perbedaan dengan kita hingga suatu
persamaan telah terbukti. Jangan berasumsi bahwa orang lain memiliki pandangan
sama dengan kita sampai kesamaan tersebut menjadi kenyataan.
 Berani mengambil risiko dan bertanggungjawab saat berkomunikasi. Jangan
berasumsi bahwa ini adalah tugas orang lain untuk berkomunikasi dengan lawan
bicara, tetapi anggap ini sebagai tugas kita agar kita dapat melakukan yang terbaik
bagi lawan bicara.
 Tidak gegabah dalam memberi pendapat. Belajarlah mendengar suatu cerita yang
utuh terlebih dahulu dan terimalah perbedaan yang dimiliki oleh lawan bicara tanpa
memberikan pendapat atau penilaian yang dapat melukai perasaan mereka.
 Tunjukkan suatu penghargaan. Belajar bagaimana suatu penghargaan itu
dikomunikasikan melalui suatu gerak isyarat tubuh, seperti kontak mata, gerak
tangan, anggukan, dan sejenisnya dalam berbagai budaya yang berbeda.
 Kenali bias budaya anda sendiri. Belajar untuk mengidentifikasi suatu masalah
ketika asumsi kita berbeda dengan orang lain.
 Menahan sikap ambiguitas/mendua. Belajar untuk mengendalikan perasaan kecewa
pada situasi yang membingungkan dan menghindari percakapan yang memiliki
makna ganda.
 Empati. Sebelum menyampaikan suatu pesan terhadap lawan bicara, cobalah untuk
membayangkan bagaimana perasaan dan keadaannya, lalu cobalah untuk
membangun suasana nyaman dalam komunikasi tersebut.
 Jangan melihat sesuatu yang superfisial. Usahakan untuk tidak mudah merasa
terganggu dengan sesuatu hal yang tidak ada hubungannya dengan bisnis
perusahaan, seperti pakaian dan penampilan lawan bicara atau ketidaknyamanan
lingkungan.
 Sabar dan tekun. Ketika berkomunikasi dengan orang lain yang memiliki budaya
berbeda, maka jangan mudah menyerah untuk berkomunikasi orang tersebut.
 Fleksibel/luwes. Siap mengubah serta menyesuaikan kebiasaan atau sikap pribadi
ketika berkomunikasi dengan orang yang memiliki budaya berbeda.
 Tekankan hal-hal yang biasa. Carilah suatu kesamaan dengan lawan bicara untuk
mempermudah kerja sama dengan lawan bicara.
 Belajar secara langsung. Berusaha untuk selalu menginvestigasi setiap budaya,
sehingga kita mengetahui kapan harus mengirim suatu pesan secara langsung
ataupun tidak langsung terhadap orang lain.
 Mengirim pesan dengan jelas. Membuat suatu sinyal baik secara verbal maupun
nonverbal dengan jelas, konsisten dan mudah untuk dipahami.
 Tingkatkan kepekaan budaya yang dimiliki oleh diri sendiri. Memperbanyak
pengetahuan tentang berbagai kebiasaan dan praktik, sehingga seseorang perlu
waspada terhadap potensi munculnya komunikasi yang salah.
 Memperlakukan tafsiran sebagai hipotesis kerja. Saat memahami budaya asing,
berhati-hatilah terhadap umpan balik yang dilakukan oleh penerima pesan.
REFERENSI

[1] Taylor, Shirley. 2000. Communication for Bussines, Third Edition. New York:
Pearson Education Inc
[2] Lewis, Richard D. 2015. Komunikasi Bisnis Lintas Budaya. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
[3] Hofstede, Geert H. 1997. Cultures and Organizations: Software of the Mind. New
York: McGraw-Hill
[4] Purwanto, Djoko. 2006. Komunikasi Bisnis. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai