Anda di halaman 1dari 7

A.

Definisi Dahak
Dahak (sputum) adalah bahan yang dikeluarkan dari paru dan trakea melalui mulut,
biasanya juga disebut dengan ecpectoratorium (Dorland, 1992). Sputum yang dikeluarkan
oleh seorang pasien hendaknya dapat dievaluasi sumber, warna, volume dan konsistensinya
karena kondisi sputum biasanya memperlihatkan secara spesifik proses kejadian patologik
pada pembentukan sputum itu sendiri. Pemeriksaan sputum diperlukan jika diduga terdapat
penyakit paru-paru. Membran mukosa saluran pernapasan berespons terhadap inflamasi
dengan meningkatkan kelauran sekresi yang sering mengandung mikroorganisme penyebab
penyakit.
Sputum berbeda dengan sputum yang bercampur dengan air liur. Cairan sputum lebih
kental dan tidak terdapat gelembung busa diatasnya. Sputum diambil dari saluran nafas
bagian bawah sedangkan sputum yang bercampur air liur diambil dari tenggorokan. Menurut
(Hidayat, 2006), gangguan pada sistem pernapasan menyebabkan terjadinya penurunan
kemampuan klien untuk batuk produktif, sehingga penyebaran mukus dalam bronkus
meningkat terutama pada posisi terlentang, akibat hal ini terjadilah penumpukan sputum di
saluran pernapasan. Untuk mengurangi penumpukan sputum, salah satunya dengan
mereposisikan paru yang menggantung. Maka dari itu perlu dilakukan mobilisasi untuk
mencegah terjadinya penumpukan sputum.
Penumpukan sputum tersebut kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya; infeksi pada saluran pernapasan, asap rokok dan debu, kondisi mukosa, tingkat
cedera kepala dan ketidakmampuan untuk melakukan mobilisasi (Perry and Potter, 2005).
Infeksi pada saluran napas, biasanya disebabkan oleh virus dan bakteri, penyakit sistem
pernapasan akibat virus dan bakteri dibedakan menjadi penyakit saluran napas atas dan
penyakit saluran napas bawah (Willson and Sylvia, 2005). Faktor asap rokok dan debu,
merupakan penyebab paling sering batuk,perokok seringkali menderita batuk kronis karena
terus menerus mengisap benda asing (asap) dan saluran napasnya seringkali mengalami
peradangan kronik (Doenges, Frances and Geissier, 1999; Carpenito, 2011).
Penumpukan sputum pada klien dapat dicegah dengan mempertahankan kepatenan jalan
napas, diantaranya dengan meminta klien melakukan napas dalam dan membatukan sputum
tiap 1 sampai 2 jam, dengan cara menginstruksikan klien melakukan napas dalam sebanyak 3
kali dan membatukan pada saat mengeluarkan napas yang ketiga (Pahria, 2009). Dapat pula
dengan melakukan mobilisasi atau perubahan posisi untuk mengurangi penumpukan sputum.
Untuk menjamin keadekuatan mobilisasi maka perawat dapat mengajarkan klien latihan
ROM, apabila klien tidak mempunyai kontrol motorik volunter maka dapat dilakukan latihan
rentang gerak pasif (Perry and Potter, 2005).
B. Proses Terbentuknya Sputum
Orang dewasa normal bisa memproduksi mukus sejumlah 100 ml dalam saluran napas
setiap hari. Mukus ini digiring ke faring dengan mekanisme pembersihan silia dari epitel
yang melapisi saluran pernapasan. Keadaan abnormal produksi mukus yang berlebihan
(karena gangguan fisik, kimiawi atau infeksi yang terjadi pada membran mukosa),
menyebabkan proses pembersihan tidak berjalan secara normal sehingga mukus ini banyak
tertimbun. Bila hal ini terjadi membran mukosa akan terangsang dan mukus akan dikeluarkan
dengan tekanan intra thorakal dan intra abdominal yang tinggi, dibatukkan udara keluar
dengan akselerasi yang cepat beserta membawa sekret mukus yang tertimbun tadi. Mukus
tersebut akan keluar sebagai sputum. Sputum yang dikeluarkan oleh seorang pasien
hendaknya dapat dievaluasi sumber, warna, volume dan konsistensinya, kondisi sputum
biasanya memperlihatkan secara spesifik proses kejadian patologik pada pembentukan
sputum itu sendiri.

C. Klasifikasi Sputum
1) Sputum yang dihasilkan sewaktu membersihkan tenggorokan kemungkinan
berasal dari sinus atau saluran hidung bukan berasal dari saluran napas bagian
bawah.
2) Sputum banyak sekali dan purulen kemungkinan proses supuratif.
3) Sputum yg terbentuk perlahan dan terus meningkat kemungkinan tanda
bronchitis/bronkhiektasis.
4) Sputum kekuning-kuningan kemungkinan proses infeksi.
5) Sputum hijau kemungkinan proses penimbunan nanah, warna hijau ini dikarenakan
adanya verdoperoksidase, sputum hijau ini sering ditemukan pada penderita
ronkhiektasis karena penimbunan sputum dalam bronkus yang melebar dan
terinfeksi.
6) Sputum merah muda dan berbusa kemungkinan tanda edema paru akut.
7) Sputum berlendir, lekat, abu-abu/putih kemungkinan tanda bronkitis kronik.
8) Sputum berbau busuk kemungkinan tanda abses paru/bronkhiektasis.
9) Berdarah atau hemoptisis sering ditemukan pada Tuberculosis.
10) Berwarna-biasanya disebabkan oleh pneumokokus bakteri (dalam pneumonia).
11) Bernanah mengandung nanah, warna dapat memberikan petunjuk untuk
pengobatan yang efektif pada pasien bronkitis kronis
12) Warna (mukopurulen) berwarna kuning-kehijauan menunjukkan bahwa pengobatan
dengan antibiotik dapat mengurangi gejala.
13) Warna hijau disebabkan oleh Neutrofil myeloperoxidase
14) Berlendir putih susu atau buram sering berarti bahwa antibiotik tidak akan efektif
dalam mengobati gejala. Informasi ini dapat berhubungan dengan adanya infeksi
bakteri atau virus meskipun penelitian saat ini tidak mendukung generalisasi itu.
15) Berbusa putih-mungkin berasal dari obstruksi atau bahkan edema.

D. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Dalam Sputum


1) Suplai Nutrisi
Mikroba sama dengan makhluk hidup lainnya, memerlukan suplai nutrisi sebagai
sumber energi dan pertumbuhan selnya. Unsur-unsur dasar tersebut adalah karbon,
nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya.
Ketiadaan atau kekurangan sumber-sumber nutrisi ini dapat mempengaruhi
pertumbuhan mikroba hingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian. Kondisi
tidak bersih dan higinis pada lingkungan adalah kondisi yang menyediakan sumber
nutrisi bagi pertumbuhan mikroba sehingga mikroba dapat tumbuh berkembang di
lingkungan seperti ini. Oleh karena itu prinsip dari pada menciptakan lingkungan bersih
dan higinis adalah untuk meminimalisir sumber nutrisi bagi mikroba agar
pertumbuhannya terkendali.
2) Suhu Temperatur
Suhu merupakan salah satu faktor penting di dalam mempengaruhi dan pertumbuhan
mikroorganisme. Suhu dapat mempengaruhi mikroba dalam dua cara yang berlawanan:
1) Apabila suhu naik maka kecepatan metabolisme naik dan pertumbuhan dipercepat,
sebaliknya apabila suhu turun maka kecepatan metabolism akan menurun dan
pertumbuhan diperlambat.
2) Apabila suhu naik atau turun secara drastis tingkat pertumbuhan akan terhenti
kompenen sel menjadi tidak aktif dan rusak, sehingga sel-sel menjadi mati.
Berdasarkan hal di atas maka suhu yang berkaitan dengan pertumbuhan
mikroorganisme digolongkan menjadi tiga yaitu:
 Suhu minimum yaitu suhu yang apabila berada di bawahnya maka pertumbuhan
terhenti.
 Suhu optimum yaitu suhu dimana pertumbuhan berlangsung paling cepat dan
optimum (disebut juga suhu inkubasi)
 Suhu maksimum yaitu suhu yang apabila berada di atasnya maka pertumbuhan
tidak terjadi, sehubungan dengan penggolongan suhu di atas maka mikroba
digolongkan berdasarkan ketahanan panas, mikroba dikelompokkan menjadi tiga
macam yaitu :
1) Peka terhadap panas apabila semua sel rusak dipanaskan pada suhu 60oC
selama 10-20 menit.

2) Tahan terhadap panas apabila dibutuhkan suhu 100oC selama 10 menit untuk
mematikan sel.

3) Thermodurik dimana dibutuhkan suhu lebih dari 60oC selama 10-20 menit tapi
kurang dari 100oC selama 10 menit untuk mematikan sel.
3) Keasaman atau Kebasaan (pH)
Setiap organisme memiliki kisaran pH masing-masing dan memiliki pH optimum yang
berbeda-beda. Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran ph 8,0– 8,0 dan
nilai pH di luar kisaran 2,0 sampai 10,0 biasanya bersifat merusak.
4) Ketersediaan Oksigen
Mikroorganisme memiliki karakteristik sendiri-sendiri di dalam kebutuhannya akan
oksigen. Mikroorganisme dalam hal ini digolongkan menjadi:
1) Aerobik: hanya dapat tumbuh apabila ada oksigen bebas.
2) Anaerob: hanya dapat tumbuh apabila tidak ada oksigen bebas.
3) Anaerob fakultatif: dapat tumbuh baik dengan atau tanpa oksigen bebas.
4) Mikroaerofilik: dapat tumbuh apabila ada oksigen dalam jumlah kecil.

E. Penatalaksananaan (Cara Penanganan) Untuk Mengeluarkan Sputum


Penatalaksanaan bertujuan untuk mengupayakan pengeluaran dan mengurangi sekresi
dahak dengan cara drainase postural serta mencegah terjadinya infeksi. Upaya drainase
dahak tergantung pada jumlah dahak yang diproduksi, namun sebaiknya dilakukan paling
tidak dua kali sehari, yaitu pada saat bangun tidur di pagi hari dan pada saat akan tidur
malam. Sering kali diperlukan penggetaran dinding dada agar dahak mudah keluar, yaitu
dengan cara memukul punggung atau fisioterapi dada
1. Fisioterapi Dada
Fisioterapi dada adalah salah satu perawatan fisioterapi yang terdiri dari beberapa teknik
yang digunakan untuk membebaskan atau membersihkan jalan nafas dari sekret untuk
meningkatkan fungsi pernafasan. Fisioterapi dada ini dapat digunakan untuk pengobatan
dan pencegahan pada penyakit paru obstruktif menahun, serta penyakit paru karena
kelainan otot syaraf dan kelainan parenkim paru.
Tujuan diberikannya fisioterapi dada untuk :
1) Mencegah terjadinya penumpukan sekret
2) Membuang sekret dari jalan nafas atau sistem pernafasan sehingga sekret dapat
dikeluarkan denan cara batuk atau suction
3) Memperbaiki, memelihara dan memperkuat otot-otot pernafasan
4) Meningkatkan efisiensi pernafasan
5) Meningkatkan ekspansi paru-paru
6) Mencegah paru-paru kolaps
7) Membantu pasien untuk dapat bernafas dengan leluasa sehingga kebutuhan oksigen
dalam tubuh terpenuhi
Berikut teknik-teknik yang digunakan dalam melakukan fisioterapi dada, antara lain :
a. Teknik Clapping/ Perkusi
Clapping atau perkusi adalah tepukan atau pukulan ringan pada dinding dada klien
menggunakan telapak tangan yang dibentuk seperti mangkuk, tepukan tangan secara
berirama dan sistematis dari arah atas menuju kebawah. Tepukan pada dada
bertujuan untuk menggerakkan/melepaskan sekret yang terakumulasi dan tertahan
didinding saluran pernafasan sehingga sekret dapat terurai dan bergerak dari cabang
saluran pernafasan ke saluran pernafasan uatama.
Prosedur :
- Posisikan pasien
- Tutup area yang akan diperkusi dengan handuk atau pakaian untuk
mengurangi rasa sakit
- Membentuk telapak tangan menjadi seperti bentuk mangkuk atau cup. Antara
satu jari dengan yang lainnya harus rapat
- Anjurkan tarik nafas dalam dan lembut untuk menigkatkan relaksasi perkusi
pada setiap segmen paru selama 1- 2 menit.
- Tepuk area dada atau punggung pasien yang dicurigai terdapat penumpukan
sekret dengan kekuatan sedang dan irama yang stabil. Lakukan clapping
selama 3-5 menit.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan clapping atau perkusi antara lain :
 Selama melakukan clapping lihat ekspresi pasien untuk melihat tanda-tanda
nyeri. Clapping yang dilakukan dengan bernar tidak akan menimbulkan rasa
nyeri.
 Lakukan clapping dengan lengan yang rileks agar tidak terjadi kelelahan.
Gerakan yang ditimbulkan saat melakukan tindakan cukup dengan gerakan
pergelangan tangan
 Setiap ketukan harus memiliki suara hampa
 Clapping atau perkusi tidak boleh dilakukan pada daerah dengan struktur
yang mudah terjadi cidera seperti mammae, sterum dan ginjal perut, tulang
rusuk, dan punggung bawah bagian bawah untuk menghindari kemungkinan
terjadinya cedera pada limfa, hati atau ginjal.
 Hentikan clapping apabila pasien batuk
b. Teknik Vibrasi
Vibrasi adalah penekanan dan getaran kuat secara terus-menerus oleh tangan yang
diletakkan secara datar pada dinding dada pasien selama fase ekshalasi pernafasan.
Vibrasi dilakukan setelah clapping dan bertujuan untuk meningkatkan turbelensi
udara ekspirasi dan melepaskan mucus yang kental.
Prosedur :
 Letakkan telapak tangan menghadap ke bawah di area dada yang akan di
drainage, satu tangan diatas tangan yang lain dengan jari–jari menempel
bersama dan ekstensi cara lain tangan bisa diletakkan bersebelahan.
 Anjurkan pasien menarik nafas dalam melalui hidung dan menghembuskan
nafas secara lamban lewat mulut atau purs lips.
 Selama masa ekspresi tegangkan seluruh otot tangan dan lengan dan gunakan
hampir semua tumit tangan, getarkan tangan, gerakan tangan kearah kebawah
hentikan gerakan jika pasien melakukan inspirasi. Lakukan selama 3-4 menit
atau 5 kali siklus pernafasan.
 Tiap kali vibrasi, anjurkan pasien batuk dan keluarkan secret ke tempat
sputum, bila sputum juga tidak bisa didahakkan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan vibrasi :
 Lihat ekspresi pasien untuk menilai status atau tanda nyeri
 Saat melakukan vibrasi, usahakan lengan dan tangan kaku
 Hentikan vibrasi apabila pasien batuk
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. (2011) Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Darmanto and Djojodibroto (2009) Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.

Doenges, M. E., Frances, M. and Geissier (1999) Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Dorland, W. A. . (1992) Kamus Kedokteran Dorland. 1st edn. Edited by T. H. Hartanto. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.

Hidayat, A. A. A. (2006) Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.

Hudoyo, A. (2009) Tuberkulosis Mudah Diobati. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Ikhfah and Sriami (2014) ‘Pengaruh range of motion pasif terhadap penumpukan sputum pada
pasien cedera kepala ringan di ruang bougenvile dan teratai rsud dr. Soegiri lamongan’,
03(XIX), pp. 1–10.

Pahria, T. (2009) Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Persyarafan. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.

Perry and Potter (2005) Fundamental of Nursing. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Willson and Sylvia (2005) Patofisiologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai