Perancangan Perlakuan:
Percobaan Faktorial Lengkap
1 2 3
berturut-turut 8, 20, 18, dan 14. Simple effect faktor A pada level/aras B ke j dinotasikan
dalam bentuk µ[ABj ]. Dengan demikian, sebagai contoh, µ[AB1 ] merupakan besarnya
simple effect protein pada kalori tinggi dengan nilai 10. Simple effect ini mengukur
perbedaan selisih bobot protein tinggi dan protein rendah ketika yang digunakan
kalori tinggi dan rerata selisih bobot dengan protein rendah lebih tinggi daripada protein
tinggi ketika yang digunakan kalori tinggi. Begitu pula besarnya simple effect protein pada
kalori rendah adalah -6. Artinya, dan rerata selisih bobot dengan protein tinggi lebih
tinggi daripada protein rendah ketika yang digunakan kalori rendah. Coba simpulkan
simple effect untuk kalori.
Efek interaksi dihitung dari selisih dua simple effects (simple effects protein atau simple
effects kalori). Ketika efek interaksi bernilai nol, maka tidak ada interaksi pada faktor-faktor
yang digunakan. Pada contoh di atas efek interaksi bisa dihitung dengan menghitung selisih
simple effects protein ataupun simple effects kalori. Dengan perhitungan tersebut, maka
terdapat interaksi antara protein dan kalori karena selisih dua simple effects, dalam hal ini
Main effects atau efek utama adalah rerata dari dua simple effects. Sebagai contoh, main
effects protein adalah rerata dari dua simple effects protein, yaitu Artinya,
besarnya perubahan rerata selisih bobot ketika aras protein berubah dari tinggi rendah
adalah 4. Begitu pula dengan kalori, besarnya perubahan rerata selisih bobot ketika
A1 10 18 14 A1 14 10 12
A2 12 20 16 A2 10 14 12
Rerata B 11 19 Rerata B 12 12
A1 10 16 13 A1 13 14 13.5
A2 11 15 13 A2 18 12 15
yaitu [(10 − 12) − (18 − 20)] = −2 − (−2) = 0. Selain itu, kedua garis tersebut paralel yang
jelas mengindikasikan tidak ada interaksi. Namun, terdapat signifikansi pada efek utama B
karena selisih rerata antar aras faktor B cukup besar yaitu 8. Efek utama A tidak signifikan
karena selisih reratanya cukup kecil, yaitu 2.
Pada Skenario (2), terdapat interaksi karena rerata selisih simple effects tidak 0, melainkan
4. Namun, tidak ada efek utama yang signifikan karena baik rerata faktor dan faktor B yang
mengakibatkan selisihnya 0.
Pada Skenario (3), terdapat interaksi karena rerata selisih simple effects bernilai 1. Efek utama
yang signifikan hanyalah faktor B karena selisih rerata antar aras faktor B adalah 5. Sedangkan,
selisih antar aras faktor A adalah 0.
Pada Skenario (4), terdapat interaksi dan kedua efek utama yang signifikan. Efek interaksi
bernilai 3,5. Selisih antar aras faktor A adalah 2. Begitu juga untuk faktor B. Dengan demikian,
pada skenario ini baik efek interaksi dan efek utama signifikan.
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis untuk percobaan faktorial dapat dilihat sebagai kombinasi dua faktor
yang lengkap berpasangan aras-arasnya: A1B1, A1B2, A2B1, dan A2B2. Jika empat kombinasi
Namun demikian, struktur faktorial yang dibuat membuat kita dapat menggali informasi
lebih jauh mengenai
i. H0: ½ (μA1B1 – μA2B2) = ½ (μA1B1 – μA2B1)= μ (hipotesis nol mengenai A*B, yaitu
Dalam praktik, orang jauh lebih banyak menggunakan struktur tersilang karena informasi
yang tersedia lebih banyak, sehingga inilah yang akan kita bahas.
ANOVA Faktorial Menggunakan Kontras
Analisis varians bagi struktur tersilang dapat mendeteksi keberadaan interaksi, selain
pengaruh utama. Dalam contoh kita, pengaruh utama protein, kalori dan interaksi pengaruh
protein-kalori dapat diuji dengan hipotesis-hipotesis nol berikut:
utama protein sesungguhnya adalah Kontras1, pengaruh utama kalori sesungguhnya adalah
Kontras2, dan pengaruh interaksi adalah Kontras3. Jadi, rancangan faktorial tersilang tidak lain
adalah suatu struktur perlakuan yang menerapkan set kontras orthogonal (Cek di Kalori.txt).
Pendekatan kontras dapat dilakukan untuk menganalisis struktur faktorial tersilang ini.
Sebagai latihan, lakukanlah analisis kontras ortogonal untuk contoh data di atas! Mulailah
dengan membuat seri kontras ortogonal (ada tiga kontras, sebut saja kontras1, kontras2, dan
kontras3) sesuai dengan tiga hipotesis formal di atas. Bukalah file R untuk acara ini.
Model linear rancangan faktorial apabila menggunakan rancangan lingkungan CRD adalah:
𝑌𝑖𝑗𝑘=𝜇+𝐴̂𝑖+𝐵̂𝑗+(𝐴̂𝐵̂)𝑖𝑗+𝜀𝑖𝑗𝑘
Untuk RCBD dan LS Design perlu tambahan komponen mengenai blok pada model.
Keuntungan menggunakan model adalah kita dapat secara langsung menggunakan
perintah lm/aov pada R. Dengan model linear matematis seperti di atas, baris perintah R yang
bersesuaian adalah:
> lm(hasil~protein*kalori)
Jika hipotesis nol mengenai tidak ada pengaruh interaksi (Protein*Kalori) tidak
ditolak, analisis lanjutan setelah anova dilakukan terhadap pengaruh utama (main effects),
berupa pembandingan rerata (Acara 5 & Acara 7) aras-aras faktor utama yang nyata jika
faktornya tidak berstruktur, atau kontras ortogonal aras-aras faktor utama jika faktornya ber-
struktur (Ingat: Protein maupun Kalori di sini merupakan faktor kualitatif!).
Pada acara 6 ini kita juga pelajari kasus faktorial yang kedua faktornya merupakan
perlakuan kualitatif tidak berstruktur lewat hasil percobaan faktorial yang dilakukan dengan
menggunakan CRD dengan tiga ulangan, dengan data produksi sbb. Faktor-faktornya adalah
kultivar (3 aras) dan jenis tanah (2 aras).
Ulangan
Kultivar Jenis
1 2 3
tanah
Cisadane Latosol 8 3 4
Grumusol 7 8 12
IR-36 Latosol 16 14 12
Grumusol 10 8 12
IR-64 Latosol 16 11 15
Grumusol 10 5 9
Data pada tabel di atas dapat dibuat grafik seperti di bawah ini (didapat setelah pengujian
menggunakan R).
Kultivar
Dosis
IR8 IR127 IR305 IR400 IR665 Peta
0 2373 4007 2620 2726 4447 2572
0 3958 5795 4508 5630 3276 3724
0 4384 5001 5621 3821 4582 3326
60 4076 5630 4676 4838 5549 3896
60 6431 7334 6672 7007 5340 2822
60 4889 7177 7019 4816 6011 4425
120 7254 7053 7666 6881 6880 1556
120 6808 8284 7328 7735 5080 2706
120 8582 6297 8611 6667 6076 3214
Perhatikan tabel di atas. Terdapat enam aras faktor kualitatif dan tiga aras faktor kuantitatif.
Cara menganalisis data di atas bisa dilakukan dengan polinom ortogonal karena pada Acara 5
sudah diajarkan salah satu cara menganalisis ketika perlakuan berupa faktor kuantiatif adalah
dengan cara membuat ANOVA dengan koefisien polinomial ortogonal. Cara lain yang
sebenarnya lebih tepat adalah dengan melakukan regresi masing-masing faktor kualitatif (dalam
hal ini Kultivar) karena jika diperhatikan dengan seksama, hubungan antara Hasil sebagai
variabel Y dan Anakan sebagai variabel X adalah regresi linear sederhana. Dengan demikian,
dengan adanya tiga kultivar, maka sebenarnya analisis untuk rancangan perlakuan kualitatif-
kuantitatif adalah regresi linear dengan lebih dari satu garis atau membandingkan garis
regresi satu dengan yang lain (comparison of regression lines). Yang akan dibandingkan
adalah slope dan intercept setiap garis regresi, dalam hal ini slope dan intercept ketiga garis
regresi kultivar. Di praktikum ini cara regresi hanya akan diberikan sebagai pengayaan.
Pendekatan polinom ortogonal memang lebih sederhana dibandingkan regresi banyak garis
karena hanya menyertakan koefisien polinom ortogonal pada dataset kemudian dilakukan
ANOVA (buka kembali Acara 5).
Pada data di atas yang memerlukan koefisien polinom ortogonal adalah dosis nitrogen
karena merupakan faktor kuantitatif. Dikarenakan terdapat tiga aras pada faktor nitrogen, maka
koefisiennya adalah linear dan kuadratik. Koefisien ini dapat dicari pada buku-buku statistik
seperti Gomez dan Gomez (1984).
Bentuk tabel ANOVAnya akan seperti berikut.
Sumber ragam db JK KT F
Varietas a-1
Nitrogen b-1
Dosis linear 1
Dosis kuadratik 1
Varietas × Dosis (a-1)*(b-1)
Varietas × Dosis linear (a-1)*1
Varietas × Dosis kuadratik (b-1)*1
Error ab(r-1)
Pada tabel ANOVA di atas terlihat bahwa bagian Nitrogen dipecah menjadi dosis linear dan
kuadratik beserta interaksinya. Dengan demikian, pada pendekatan ini yang menjadi minat
adalah apakah interaksi Kultivar dan Dosis Nitrogen berpola linear atau kuadratik. Namun,
yang menjadi kekurangan pada pendekatan ini adalah kita tidak bisa mendapat nilai slope
regresi per kultivar. Kita hanya bisa mengetahui ada interaksi yang linear atau kuadratik antara
Kultivar dengan Dosis tersebut karena dosis hanya tiga level. Ketika interaksi Kultivar dan Dosis
linear signifikan, maka kesimpulannya adalah efek Dosis terhadap Kultivar tidak sama
kecenderungannya (slopenya berbeda) dan tidak ada titik optimal jadi penambahan dosis pupuk
efeknya masih linear (meningkat terus atau menurun terus). Namun, jika interaksi yang
siginifikan adalah yang kuadratik, maka ada titik optimal (titik maksimum) sehingga peningkatan
Dosis pada suatu titik akan mengalami penurunan.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, analisis yang dilakukan adalah regresi setiap varietas
(enam garis regresi). Hasil regresi diberikan pada Grafik 3. Pada grafik ini disertakan persamaan
regresinya. Agar persamaan regresi tiap varietas mudah dilihat, maka grafik dipecah menjadi per
kultivar.
Dari kedua grafik tersebut jelas bahwa ketika perlakuan faktorial terdiri atas faktor kualitatif-
kuantitatif, penyajian data menggunakan scatter plot dan analisis yang digunakan adalah regresi
linear. Data dengan rancangan perlakuan faktorial kualitatif-kuantitatif tidak dianalisis
menggunakan simple effects maupun uji posthoc. Pada Praktikum ini, data di atas akan dianalisis
untuk mengetahui apakah intercept dan slope tiap kultivar sama atau berbeda. Untuk memahami
analisis faktorial kualitatif-kuantitatif, analisislah data tersebut dengan menjalankan file R untuk
faktorial kualitatif-kuantitatif.
Kualitatif-Kualitatif
Jika main effect nyata
Rancangan perlakuan faktorial
Perbandingan garis
regresi
Kualitatif-Kuantitatif Interaksi nyata
Polinom ortogonal
Jika main effect nyata
uji posthoc untuk faktor
Interaksi tidak nyata
kualitatif atau regresi
untuk faktor kuantitatif