BAB II
LANDASAN TEORI
pada wadah dan pasir silika dimasukkan di sekeliling pola. Pasir yang menimbun pola
dipadatkan dengan cara digetarkan pada frekuensi dan amplitudo tertentu. Pasir yang
dipadatkan dengan penggetaran densitas pasir meningkat 12,5% dibandingkan tanpa
digetarkan (Butler, 1964 dalam Sutiyoko 2011). Pasir dengan ukuran AFS (Average
Fineness Number) grain fineness number tertentu akan mengisi bagian-bagian yang
kosong dari cluster dan akan menahan cluster saat pengisian logam cair. Pola tersebut
dapat dibungkus/ dikapsul dengan dua lapis plastik dan pasirnya divakum. Vakum akan
mengeraskan cetakan dan kekerasan cetakan diatas 85 dapat tercapai (Kumar,dkk., 2007
dalam Sutiyoko 2011). Logam cair dimasukkan melalui saluran tuang dan pola akan
terurai karena panas logam cair saat masuk ke pola. Hasil uraian pola akan melewati
lapisan dan keluar melalui pasir. Setelah cukup dingin, benda cor diambil dan dilakukan
perlakuan panas jika diperlukan (Matson,dkk., 2007 dalam Sutiyoko 2011).
Perkembangan penggunaan metode pengecoran lost foam mengalami peningkatan cukup
besar sejak tahun 1990. Pada tahun 1997 sebanyak 140.700 ton aluminium, besi cor dan
baja sudah diproduksi dengan proses pengecoran lost foam (Hunter, 1998 dalam
Sutiyoko 2011).
foam lebih rendah dibanding pada pengecoran tembaga dan pengecoran tembaga
memerlukan massa jenis polystyrene foam lebih rendah dibanding pada aluminium
(Kumar,dkk., 2007 dalam Sutiyoko 2011). Perbandingan luas permukaan dan volume
pola harus diperhatikan. Gas yang terbentuk harus keluar melalui coating dipermukaan
pola. Ukuran butir polystyrene foam yang lebih kecil akan meningkatkan kehalusan pola
dan mampu untuk mengisi tempat-tempat yang sempit dari pola (Sikora, 1978 dalam
Sutiyoko 2011). Massa jenis polystyrene foam secara umum berbanding terbalik dengan
massa jenis hasil benda cor. Hal ini berarti jika pengecoran menggunakan dengan massa
jenis polystyrene foam lebih rendah maka massa jenis benda cor akan lebih tinggi (Kim
dan Lee, 2007 dalam Sutiyoko 2011).
memiliki faktor dominan dalam menentukan nilai tegangan tarik dan elongasi benda cor
(Kumar,dkk., 2008 dalam Sutiyoko 2011). Pemilihan jenis pasir cetak dan metode
pemadatan sangat penting untuk mendapatkan permeabilitas yang tepat dan mencegah
deformasi pola. Ukuran butir pasir yang dipilih tergantung pada kualitas dan ketebalan
lapisan coating. Ukuran butir pasir AFS 30-45 menjamin permeabilitas yang baik untuk
pola yang terdekomposisi menjadi gas dan cairan (Acimovic, 1991 dalam Sutiyoko
2011).
2.1.3 Alumunium
Aluminium adalah salah satu logam ringan (light metal) dan mempunyai sifat-sifat
fisis dan mekanis yang baik, misal kekuatan tarik cukup tinggi, ringan, tahan korosi,
formability yang baik dan sebagai penghantar panas/listrik yang baik sehingga banyak
digunakan di bidang teknik misal bahan pada struktur pesawat. Aluminium menempati
urutan ke-3 dari unsur unsur dalam kerak bumi (crustal abundance) setelah oksigen dan
silikon. (Durika,2013)
Sifat Fisik
Wujud Padat
Massa jenis 2,70 gram/cm3
Massa jenis wujud cair 2,373 gram/cm3
9
2.1.4 Penuangan
Suhu penuangan paduan Al-7%Si yang lebih tinggi akan meningkatkan kekasaran
permukaan benda cor. Superheat (suhu diatas temperatur cair) yang lebih tinggi akan
menurunkan tegangan permukaan cairan logam, Hal ini akan menjadikan cairan logam
mudah terserap ke celah-celah diantara pasir yang menyebabkan kekasaran benda cor
meningkat (Kumar,dkk.,2007 dalam Sutiyoko 2011). Temperatur tuang memiliki faktor
dominan dalam menentukan nilai tegangan tarik dan elongasi benda cor (Kumar,dkk.,
2008 dalam Sutiyoko 2011). Kecepatan penuangan logam cair memiliki pengaruh besar
terhadap kualitas benda cor. Kecepatan penuangan aluminium cair berkisar 0,015-0,02
m/s untuk mendapatkan jumlah dan jenis cacat pada benda cor yang minimal
(Bates,dkk., 2001 dalam Sutiyoko 2011). Kecepatan pengisian logam dan keluarnya
hasil dekomposisi polystyrene foam tergantung pada banyak faktor diantaranya massa
jenis foam, ikatan foam, ketebalan coating, temperatur logam dan kecepatan bagian
depan logam cair (Bates,dkk., 1995 dalam Sutiyoko 2011). Kecepatan aliran logam
meningkat dengan bertambahnya temperatur tuang. Gas tidak terdeteksi sampai pada
suhu 525 oC, terdeteksi sepanjang 5 mm pada suhu 750 oC dan lebih panjang dari 2 cm
pada suhu 1050 oC (Shivkumar,dkk., 1995 dalam Sutiyoko 2011). Gas yang terbentuk
meningkat 230% pada temperatur 750 – 1300 oC (Yao,dkk., 1997 dalam Sutiyoko
2011).
2.1.5 Diagran Fase Paduan Alumunium Silikon
Pola dan sistem saluran dilakukan pelapisan (coating) dengan cara dimasukkan ke
larutan pelapis dari bahan tahan panas (refractory) atau larutan refractory tersebut
langsung dicatkan pada pola dan sistem saluran lalu dikeringkan. Penambah, pengalir
dan saluran masuk ditempatkan pada tempat yang diperlukan (Butler, 1964 dalam
Sutiyoko 2011). Cluster yang telah kering diletakkan pada wadah dan pasir silika
dimasukkan di sekeliling pola. Pasir yang menimbun pola dipadatkan dengan cara
digetarkan pada frekuensi dan amplitudo tertentu. Pasir yang dipadatkan dengan
penggetaran densitas pasir meningkat 12,5% dibandingkan tanpa digetarkan (Butler,
1964 dalam Sutiyoko 2011). Pasir dengan ukuran AFS (Average Fineness Number)
grain fineness number tertentu akan mengisi bagian-bagian yang kosong dari cluster dan
akan menahan cluster saat pengisian logam cair. Pola tersebut dapat dibungkus/ dikapsul
dengan dua lapis plastik dan pasirnya divakum. Vakum akan mengeraskan cetakan dan
kekerasan cetakan diatas 85 dapat tercapai (Kumar, dkk., 2007 dalam Sutiyoko 2011).
Logam cair dimasukkan melalui saluran tuang dan pola akan terurai karena panas logam
cair saat masuk ke pola. Hasil uraian pola akan melewati lapisan dan keluar melalui
pasir. Setelah cukup dingin, benda cor diambil dan dilakukan perlakuan panas jika
diperlukan (Matson, dkk., 2007 dalam Sutiyoko 2011). Perkembangan penggunaan
metode pengecoran lost foam mengalami peningkatan cukup besar sejak tahun 1990
(Gambar 2). Pada tahun 1997 sebanyak 140.700 ton aluminium, besi cor dan baja sudah
diproduksi dengan proses pengecoran lost foam (Hunter, 1998 dalam Sutiyoko 2011).
13
Dimana,
P = gaya yang diberikan pada benda uji (N)
AO = luas penampang awal benda uji (mm2)
Regangan yang didapatkan adalah regangan linear rata-rata, yang diperoleh dengan cara
membagi perpanjangan (gage length) benda uji, dengan panjang awal.
( Salindeho,dkk.,2011.)
L L1 LO
.................(2.2)
LO LO
Dimana,
L = Pertambahan panjang (mm)
L0 = Panjang awal (mm)
L1 = Panjang akhir (mm)
Menarik suatu benda uji secara terus menerus sampai putus, akan mendapatkan
profil tarikan yang lengkap yang berupa kurva seperti digambarkan pada Gambar 2.2.
Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang.
Profil ini sangat diperlukan dalam desain yang memakai bahan tersebut.
Memudahkan pembahasan, Gambar 2.1 dimodifikasi dari hubungan antara gaya tarikan
dan pertambahan panjang menjadi hubungan antara tegangan mekanik dan regangan
(stress vs strain), ( Salindeho,dkk.,2011.)
15
(1 ), ( N )....................(2.3)
mm2
1n(1 ), ( o o ).............................(2.4)
Dimana :
tegangan sejati (N/mm2)
regangan sejati (%)
17
Gambar 2.4 Perbandingan antara kurva tegangan regangan teknik Dengan kurva tegangan
regangan sejati ( Sumber : fhianunikoe.blogspot.com)
Gambar 2.5.Tipe strukturmikro hypoeutektik, eutektik, dan hypereutektik aluminium silikon. (a).
Komposisi hypoeutektik paduanA319 ,(b). Komposisi eutektik paduan A339. (c). Komposisi
hypereutektik paduan A390
(Sumber : ASM Handbook vol.9 2004 dalam Ivan dan Suyitno,2009).
Daerah didekat komposisi eutektik pada 577°C, 11.7%Si bila dituang dan
didinginkan akan didapat serpih Si dalam matriks Al. Eutektik yang terbentuk pada
larutan padat 1%Si merupakan silikon murni. Proses pembekuan yang lama pada paduan
Al-Si menghasilkan strukturmikro yang sangat kasar dan eutektik terdiri dari Silikon
yang berbentuk pelat dengan jumlah yang cukup banyak (ASM Handbook vol.9 2004
dalam Ivan dan Suyitno,2009).
Paduan yang memiliki eutektik kasar menunjukkan keliatan yang rendah karena
struktur pelat silikon bersifat rapuh. Kandungan silikon yang tinggi memberikan struktur
hipereutektik pada Al-Si, namun pada proses pemesinan akan mengalami kesulitan
karena pada strukturmikro mengandung partikel silikon yang keras. (Ivan dan
Suyitno,2009)
Struktur mikro paduan aluminium 356.1 diamati pada temperatur tuang 680,
710, dan 740oC serta pada kerapatan polystyrene foam 0,0077 g/cm3 saja serta pada
ukuran mesh pasir (Gambar 2.6). (Ivan dan Suyitno,2009)
a b
c d
e f
a
19
Gambar 2.6.Struktur mikro A356 pada temperatur tuang. (a. b.)Temperatur tuang 680 oC (c.
d.)Temperatur tuang 710oC (e. f.)Temperatur tuang 740oC
(Sumber : ASM Handbook vol.9 2004 dalam Ivan dan Suyitno,2009).
struktur yang dihasilkan berbentuk serpihan panjang dan tebal. β-eutektik silikon pada
temperatur tuang 710oC memiliki waktu pembekuan yang agak panjang sehingga
membentuk struktur mikro berupa serpihan yang mulai mengecil dan lebih pendek. β-
eutektik silikon pada temperatur pembekuan 740oC mempunyai waktu pembekuan yang
lebih lama sehingga membentuk struktur mikro yang lebih pendek dan lebih halus.
Perubahan bentuk ini akibat adanya perbedaan kecepatan pembekuan seperti
yang diutarakan oleh Venkataramani dkk, (1999) kecepatan pembekuan berkurang
dengan meningkatnya temperatur penuangan pada cetakan pasir dan metode pengecoran
evaporative. Efek dari perubahan laju pembekuan yang lambat menyebabkan struktur
mikro menjadi lebih halus sehingga ketahanan coran untuk menahan beban deformasi
semakin berkurang. (Ivan dan Suyitno,2009)