Anda di halaman 1dari 15

SEKOLAH BERBASIS Du/Di SIMBOL SMK “BISA”

Oleh : Mukhtarom,S.T.

A. Pengantar
SMK “BISA” adalah kalimat yang sering kali terucap apabila
disebut nama SMK, Jargon BISA ini merupakan simbol SMK Bisa
menghasilkan karya layak jual,Bisa poduksi,Bisa Kerja ( Tidak
Menganggur ). Maka selayaknya Jargon BISA ini terealisasi.
Pendidikan keterampilan atau yang disebut pula sebagai
pendidikan vokasional, saat ini diyakini mampu menjadi solusi dalam
mengurangi angka pengangguran. Hal itu disebabkan, konsep
pendidikannya lebih mengandalkan skill atau keterampilan dan
bertujuan melahirkan sumber daya manusia SDM yang berkualitas,
terampil, memiliki disiplin tinggi, dan berjiwa kewirausahawan.
Untuk menghasilkan kulitas , peserta didik dibekali dengan
kemampuan vokasional, selain dibekali pengetahuan teori peserta
dibekali kemampuan praktik lebih komprehensif guna bersaing dalam
pasar kerja, memiliki kompetensi vokasi dan spesialisasi keahlian.
Kalangan akademisi mengungkapkan bahwa kondisi tersebut
menuntut kehadiran sumber daya manusia dengan muatan
pengetahuan dan ketrampilan yang memadai agar mampu bertahan
sekaligus mengantisipasi perubahan yang terjadi di tengah ketatnya
persaingan. Pendidikan vokasi yang diarahkan pada penguasaan
keahlian terapan tertentu pun akhirnya menjadi pilihan.
Seiring dengan adanya Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016
tentangRevitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan Dalam Rangka

Artikel Simposium 2016 – Mukhtarom,S.T. Halaman 1


PeningkatanKualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia
Indonesia,yang kemudianditeruskan melalui Surat Sekretariat Kabinet
nomor: B.722/PMK/9/2016tentang salinan Intruksi Presiden kepada
sejumlah Menteri Kabinet Kerja ,Kepala Lembaga Pemerintah Non
Kementrian, dan Para Gubernur. Maka secara umum
bertujuan untuk : mengambil langkah-langkah yang diperlukan
sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk
merevitalisasi SMK guna meningkatkan kualitas dan daya saing
sumberdaya manusia Indonesia, sertamenyusun peta kebutuhan
tenaga kerja bagilulusan SMK sesuai dengan tugas, fungsi, dan
kewenangan masingmasing berpedoman pada peta jalan
pengembangan SMK.
Salah satu Instruksi Presiden kepada Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan adalah untuk : (1)membuat peta pengembangan
SMK;(2) menyempurnakan dan menyelaraskan kurikulum SMK
dengankompetensi sesuai kebutuhan pengguna lulusan (link and
macth);(3) meningkatkan jumlah kompetensi bagi pendidik dan
tenagakependidikan SMK; (4) meningkatkan kerja sama dengan
kementerian/lembaga,Pemerintah Daerah, dan dunia usaha/dunia
industri;(5) meningkatkan akses sertifikasi lulusan SMK dan akreditasi
SMK;dan (6) membentuk kelompok kerja pengembangan SMK.

B. Permasalahan
Dengan perubahan kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan yang
semakin menjauhkan dari tujuan utama pendidikan vokasi ini, perlu
adanya solusi yang tajam dalam memecahkan masalah
pengangguran.
Sekolah Menengah Kejuraun (SMK) Di Indonesia perlu memilki
ciri khusus yang bisa memberikan solusi dalam mengurangi angka
penganguran di Indonesia .

Artikel Simposium 2016 – Mukhtarom,S.T. Halaman 2


Satu permasalahan utama negara ini salah satunya adalah
Pengangguran, Sehingga konsep pendidikan Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) harus jelas dan terarah dalam upaya mengatasi
permasalahan tersebut , yaitu dengan memperbaiki kurikulum,
memperbaiki system kegiatan belajar mengajar , memperbaiki
paradigma guru dalam mendidik, mengajar dan melatih, khususnya
guru kejuruan yang di istilahkan dengan Guru Produktif.
Kata kunci Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah Lulus
Tidak Menganggur . Oleh karena itu praktek terbaik pendidikan
kejuruan di Indonesia adalah dengan meminta bantuan Dunia usaha
dan Dunia Industri (Du/Di) untuk turut serta dalam menyusun
kurikulum , mengembangkan system Kegiatan Belajar Mengajar
(KBM), mulai dari Pelaksanaan KBM disekolah,Praktek Kerja Industri,
Magang Kerja dan Keterserapan lulusan dalam menentukan langkah
berwirausaha atau bekerja di Industri.
Pertanyaannya : Praktek Pendidikankejuruan yang tepat di
Indonesia itu seperti apa? Bagaimana konspenya ?, bagaimana
Impelementasinya ? supaya bisa memecahkan masalah
pengangguran tersebut ?

C. Pembahasan dan Solusi


Dari pertanyaan tersebut akan terjawab setelah kita benar-benar
sudah menganalisis model Link and Match antara Du/Di (Dunia Usaha
dan Dunia Industri) dengan sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Sebagaimana ditegaskan dalampenjelasan Pasal 15 Undang-
Undang Sistem Pendidikan NasionalNomor 20 Tahun 2003, bahwa
tujuan khusus, penyelenggaraan pendidikan SMK, yaitu : (1)
menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia yang produktif,
mampu bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada di
dunia usaha dan dunia industri sebagai tenagakerja tingkat
menengah, sesuai dengan kompetensi dalam programkeahlian

Artikel Simposium 2016 – Mukhtarom,S.T. Halaman 3


yangdipilihnya; (2) menyiapkan peserta didik agar mampu memilih
karir, ulet dan gigih dalam berkompetisi, beradaptasi di lingkungan
kerja, dan mengembangkan sikap professional dalam bidang yang
diminatinya; (3) membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni, maupun melalui jenjang yang lebih tinggi; dan (4)
membekali peserta didik dengan kompetensi - kompetensi sesuai
dengan program keahlian yang dipilih.
Model sekolah menengah kejuruan (SMK) yang tepat adalah
manakala kurikulumnya disusun bersama dengan Institusi Pasangan
Dunia Usaha/Dunia Industri (Du/Di) masing-masing sekolah.
Semakin banyak Dunia Usaha/Dunia Industri (Du/Di) atau Institusi
pasangan dalam menyusun dan mengembangkan kurikulum, maka
akan semakin baik hasilnya dalam menyusun kurikulum SMK.
Gambaran Model SMK Industri adalah demikian :
1. Kurikulum disusun dan dikembangkan bersama Dunia Usaha
dan Dunia Industri (DU/Di) sesuai program Keahlian dan
Kompetensi yang dibutuhkan Industri.
Sebagai contoh sekolah dengan kompetensi keahlian Teknik
Pemesinan. Kurikulum kompetensi ini disusun bersama Institusi
pasangannya yaitu INDUSTRI . Kurikulum tersebut secara teknis
termuat Peta kompetensi dan muatan-muatan lokal yang
mendukung implementasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Berbasis Industri. Gambaran Peta Kompetensinya adalah sebagai
berikut :
a. Kelas X : Dipetakan kompetensi yang kuat dibidang
pelaksanaan budaya Kerja Industri (5S atau 5R) yaitu :
 Seiri ( Ringkas) dengan cara Memilah
 Seiton ( Rapi ) Dengan cara menempatkan
 Seiso ( Resik ) Dengan cara Membersihkan
 Seiketsu ( Rawat ) Dengan cara Memelihara
 Shitsuke ( Rajin ) Dengan cara Disiplin

Artikel Simposium 2016 – Mukhtarom,S.T. Halaman 4


b. Kelas XI : Dipetakan kompetensi yang kuat dibidang
Keterampilan untuk pelaksanaan Praktek Kerja Industri Selama
6 Bulan ( Waktu 6 bulan ini adalah sebagai contoh waktu yang
sudah adanya sinkronisasi kurikulum Berbasis Industri ) .
c. Kelas XII : Dipetakan kompetensi yang kuat dibidang
Keterampilan untuk Magang Industri / Magang Kerja yang
berorientasi ke Recruitmen Tenaga Kerja.

Peta kompetensi ini dicantumkan secara tertulis dan


sistematis di dalam Kurikulum yang sudah berorientasi ke
penempatan tenaga kerja sesuai dengan kompetensi keahlian dan
kebutuhan Industri atau Institusi pasangan SMK Tersebut.

2. Penerapan Pembelajaran System BLOK khususnya Mata


Pelajaran Produktif.
Model pembelajaran yang tepat untuk mata pelajaran produktif
adalah dengan system blok yaitu siswa diberi pendidikan dan
pelatihan secara terus menerus tidak terputus-putus selama target
kompetensinya tercapai (Mastrey Learning).
Pembelajaran tuntas (mastery learning) dalam proses
pembelajaran berbasis kompetensi dimaksudkan adalah
pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan peserta
didik menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun
kompetensi dasar mata pelajaran tertentu. Dalam model yang
paling sederhana, dikemukakan bahwa jika setiap peserta didik
diberikan waktu sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai
suatu tingkat penguasaan, dan jika dia menghabiskan waktu yang
diperlukan, maka besar kemungkinan peserta didik akan mencapai
tingkat penguasaan kompetensi. Tetapi jika peserta didik tidak
diberi cukup waktu atau dia tidak dapat menggunakan waktu yang

Artikel Simposium 2016 – Mukhtarom,S.T. Halaman 5


diperlukan secara penuh, maka tingkat penguasaan kompetensi
peserta didik tersebut belum optimal.
Contoh Model pembelajaran dengan system blok pada mata
pelajaran mengoperasikan mesin Frais untuk kompetensi keahlian
Teknik Pemesinan.Kompetensi Mengoperasikan mesin frais bisa
tercapai selama 48 Jam pelajaran.Pelakasanaan 48 Jam ini terus
menerus tanpa jeda hari dan seterusnya, apabila dalam 1 hari
terhitung 8 jam Pelajaran ( 45 Menit ) maka pelaksanaanya adalah
48/8 x Hari = 6 Hari.Jadi pelajaran praktek untuk kompetensi
mengoperasikan mesin Frais adalah 6 Hari penuh tanpa Jeda.
Begitu pula untuk kompetensi yang lain pelaksanaannya seperti
contoh tadi dengan melihat tingkatan kompetensinya yaitu secara
Berjenjang.

3. Budaya Kerja Industri yaitu 5S atau 5R dimasukan kedalam


kurikulum dalam upaya mendidik etos kerja siswa yang
mantap.
Budaya Kerja (5S atau 5R) yaitu :
 Seiri ( Ringkas) dengan cara Memilah
 Seiton ( Rapi ) Dengan cara menempatkan
 Seiso ( Resik ) Dengan cara Membersihkan
 Seiketsu ( Rawat ) Dengan cara Memelihara
 Shitsuke ( Rajin ) Dengan cara Disiplin
Budaya kerja ini tidak hanya tertulis di silabus tetapi
diimplementasikan secara langsung di lapangan yaitu ketika siswa
praktek dibengkel,laboratorium dan lingkungan sekolah.

4. Praktek Kerja Industri minimal 6 bulan.


Praktek kerja Industri dengan waktu 6 bulan adalah upaya
pendekatan kurikulum sekolah dengan pelaksanaan lapangan
sesungguhnya.

Artikel Simposium 2016 – Mukhtarom,S.T. Halaman 6


Siswa selama 6 bulan belajar dengan situasi dan kompetensi
sesungguhnya yaitu di Industri selama waktu tersebut siswa
mampu menerapkan hard skill maupun soft skill yang dipelajari
selama ini di sekolah.

5. Penerapan Teaching Factory


Dalam konsep sederhana Teaching factory merupakan
pengembangan dari unit produksi dan pendidikan sistem ganda
yang sudah dilaksanakan di SMK – SMK.
Konsep teaching factory merupakan salah satu bentuk
pengembangan dari sekolahkejuruan menjadi model sekolah
produksi. Hal ini sesuai dengan pernyataan yangdisampaikan oleh
Triatmoko (2009: 35) bahwa SMK masih kesulitan untuk
menerapkanpendidikan berbasis produksi (production based
education and training) sebagaimana yang dilaksanakan di ATMI
(Akademi Teknik Mesin Indonesia).
Oleh karena itu dimunculkan istilah teaching factory yang
mengharuskan SMK yang melaksanakannya.untuk memiliki sebuah
unit usaha atau unit produksi sebagai tempat untuk pembelajaran
siswa.
Dalam unit usaha atau produksi tersebut, siswa secara
langsung melakukan praktik dengan memproduksi barang atau jasa
yang mampu dijual ke konsumen.
Pelaksanaan teaching factory untuk pembelajaran dengan
mendirikan unit usaha atau produksi di sekolah berkebalikan
dengan proses pembelajaran yang terjadi di Jerman.
Menurut Moerwismadhi (2009), kegiatan praktik siswa sekolah
kejuruan di Jerman dilakukan di dalam sebuah pabrik atau
perusahaan, sedangkan pemerintah mengajarkan materi-materi
teoritik di sekolah selama satu sampai dua hari per minggu.
Dengan demikian, teaching factory adalah kegiatan pembelajaran

Artikel Simposium 2016 – Mukhtarom,S.T. Halaman 7


dimana siswa secara langsung melakukan kegiatan produksi baik
berupa barang atau jasa di dalamlingkungan pendidikan sekolah.
Barang atau jasa yang dihasilkan memiliki kualitas sehingga
layak jual dan diterima oleh masyarakat atau konsumen.
Teaching factorysebagai salah satu strategi pembelajaran
memiliki beberapa tujuan. Dalam makalah yang dipublikasikan
American Society for Engineering Education Annual Conference
and Exposition,Alptekin, et al (2001: 1) menyatakan bahwa tujuan
teaching factoryialah: menghasilkan lulusan yang professional di
bidangnya, mengembangkan kurikulum yang fokus pada konsep
modern, mendemonstrasikan solusi yang tepat untuk tantangan
yang dihadapi dunia industri, serta transfer teknologi dari industri
yang menjadi partner dengan siswa dan institusi pendidikan.
Sementara pengembangan teaching factory di Penn State
Univesity, The University of Puerto Rico-Mayagues, The University
of Washington,dan Sandia Natinal Labs bertujuan untuk
memberikan pengalaman nyata dalam desain, manufaktur, dan
realisasi produk yang dirancang serta mengembangkan sebuah
kurikulum yang memiliki keseimbangan antara pengetahuan teori
dan analisis dengan manufaktur, perancangan, kegiatan bisnis, dan
ketrampilan yang professional (Jorgensen, et al. 2995: 2).
Sedangkan dalamroadmap pengembangan SMK 2010-2014
(Direktorat PSMK: 2009), teaching factory digunakan sebagai salah
satu model untuk memberdayakan SMK dalam menciptakan
lulusan yang berjiwa wirausaha dan memiliki kompetensi keahlian
melalui pengembangan kerjasama dengan industri dan entitas
bisnis yang relevan.
Selain itu teaching factory bertujuan untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran melalui wahana belajar sambil berbuat
(learning by doing). Pembelajaran dengan pendekatan seperti ini,
akan menumbuhkan jiwa entrepreneurshipbagi siswa.

Artikel Simposium 2016 – Mukhtarom,S.T. Halaman 8


Teaching factorymemiliki beberapa tujuan, yaitu:
a. Meningkatkan kompetensi lulusan SMK.
b. Meningkatkan jiwa entepreneurshiplulusan SMK.
c. Menghasilkan produk berupa barang atau jasa yang memiliki
nilai tambah.
d. Meningkatkan sumber pendapatan sekolah.
e. Meningkatkan kerja sama dengan industri atau entitas bisnis
yang relevan.

6. Menajamkan MOU dan MOA


Memorandum of Understanding (MOU) adalah salah satu hal
prinsip yang harus dilakukan oleh SMK dengan Du/Di secara kuat
dan erat, dari sinilah kebijakan – kebijakan akan muncul baik
Kurikulum, Kegiatan Praktek Kerja Industri , Kegiatan Magang
Kerja.
Selain Diperkuat Memorandum of Understanding
(MOU),Memorandum Of Agreement (MOA)juga harus dimantapkan
karena berkaitan erat tentang proses recruitmen Tenaga kerja dan
hal-hal teknis tentang hak dan Kewajiban Tenaga Kerja yang
keseluruhan termuat dalam Undang-undang Tenaga Kerja.
Memorandum of Understanding (MOU) dan Memorandum Of
Agreement (MOA)harus beriringan erat, karena menentukan Laku
dan Tidaknya Calon Tenaga Kerja dari SMK.

7. Adanya kelas Industri dalam upaya persiapan Magang kerja


Fokus dalam perencaanaan kelas industri ini
adalahkekhususan pada peningkatan kompetensi kejuruan siswa.
Tamatan dalam kelaskhusus ini diharapkan memiliki kompetensi
yang siap kerja dan sesuai kebutuhan industri. Semua kegiatan
yang akan dilaksanakan dalam kelas industri diatur dalamnota
kesepahaman antara sekolah dengan industri mitra.

Artikel Simposium 2016 – Mukhtarom,S.T. Halaman 9


Pengelolaan Sekolah Menengah Kejuruan diperlukan
kerjasama sinergisdengan dunia usaha/ dunia industri yang relevan
guna peningkatan mutu dan kesesuaian tamatan dengan
kebutuhan industri. Sekolah menerapkan standarisasi yang
ditetapkan oleh industri mitra yang meliputi standar kurikulum atau
materiajar, standar sarana dan prasarana, standar pendidik,
standar prosespembelajaran serta standar penilaian. Implementasi
standar industri pada kelasindustri ini dilaksanakan dengan
penggabungan antara standar industri dan standar nasional
pendidikan. Perencanaan kelas industri dilaksanakan oleh sekolah
bersama dengandunia industri secara aktif. Semua tahapan
perencanaan dimaksud dilaksanakan berdasarkan pada prosedur
sebagaimana diatur dalam standar nasional pendidikan dan
dilengkapi dengan prosedur sesuai ketentuan yang diterapkan oleh
industri mitra kompetensi keahlian. Pengelolaan pelaksanaan kelas
industri meliputi pelaksanaan pembelajaran teori, pelaksanaan
pembelajaran praktik di sekolah, pelaksanaan pembelajaran praktik
di industri (on the job training), pembelajaran teachingfactory, dan
pelaksanaan budaya industri dalam budaya sekolah. Pengawasan
juga dilaksanakan oleh pihak industri mitra guna
menjaminketerlaksanaan program sesuai dengan ketentuan yang
disepakati antara sekolahdan dunia industri. Penilaian pelaksanaan
kelas industri dilakukan dalam bentukakreditasi guna perbaikan
program selanjutnya. Penilaian terhadap kompetensi siswa
dilakukan dengan sertifikasi dari industri mitra sebagai sebuah skill
pasportuntuk masuk ke dunia kerja.

D. Kesimpulan dan Harapan Penulis


Kata kunci Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah Lulus
Tidak Menganggur . Oleh karena itu praktek terbaik pendidikan
kejuruan di Indonesia adalah dengan meminta bantuan Dunia

Artikel Simposium 2016 – Mukhtarom,S.T. Halaman 10


usaha dan Dunia Industri (Du/Di) untuk turut serta dalam menyusun
kurikulum , mengembangkan system Kegiatan Belajar Mengajar
(KBM), mulai dari Pelaksanaan KBM disekolah,Praktek Kerja
Industri, Magang Kerja dan Keterserapan lulusan dalam
menentukan langkah berwirausaha atau bekerja di Industri.
Model sekolah menengah kejuruan (SMK) yang tepat adalah
manakala kurikulumnya disusun bersama dengan Institusi
Pasangan Dunia Usaha/Dunia Industri (Du/Di) masing-masing
sekolah.
Gambaran Model SMK Industri adalah Sebagai berikut :
1. Kurikulum disusun dan dikembangkan bersama Dunia Usaha
dan Dunia Industri (DU/Di) sesuai program Keahlian dan
Kompetensi yang dibutuhkan Industri.
2. Penerapan Pembelajaran System BLOK khususnya Mata
Pelajaran Produktif.
3. Budaya Kerja Industri yaitu 5S atau 5R dimasukan kedalam
kurikulum dalam upaya mendidik etos kerja siswa yang
mantap.
4. Praktek Kerja Industri minimal 6 bulan.
5. Penerapan Teaching Factory.
6. Menajamkan MOU dan MOA.
7. Adanya kelas Industri dalam upaya persiapan Magang kerja.

Dari Model SMK Industri diatas apabila diterapkan sistem Kegiatan


Pembelajaran yang melibatkan Du/Di, harapannya Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) akan lebih dipercaya oleh Du/Di
dikarenakan 100% SMK disiapkan untuk Kebutuhan Du/Di.

Artikel Simposium 2016 – Mukhtarom,S.T. Halaman 11


DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional, 2003. Undang-undang Nomor 20


Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta :
Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. 2009. Peraturan Menteri Pendidikan


Nasional Nomor 63 Tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu
Pendidikan.Jakarta.Depdiknas

Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. 2016. Perihal


PenyampaianInstruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 Tentang
Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan Dalam Rangka Peningkatan
Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia. Jakarta:
SekretariatKabinet Republik Indonesia.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2016. Peta Jalan kebekerjaan


SMK. Jakarta : Direktorat Pembinaan SMK.

Sudrajat, Akhmad.2009 Pembelajaran Tuntas ( Mastery Learning )


https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/11/02/pembelajaran-
tuntas-mastery-learning-dalam-ktsp/ , diakses pada hari Rabu, 9
September 2016

Arikunto, Suharsimi & Yuliana, Lia. 2008. Manajemen Pendidikan.


Yogyakarta:Aditya Media.

Kinchelo, Joe L. 2014. Guru Sebagai Peneliti. Yogyakarta : IRCiSoD

Artikel Simposium 2016 – Mukhtarom,S.T. Halaman 12


BIODATA PENULIS

Nama : Mukhtarom,S.T.
NIP/NRK : 1979 0604 200801 1012
NUPTK/NIK : 4936757658200002 / 3303140406790002
NPWP : 89.194.450.6-529.000
No. Registrasi Guru : 134241888002
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/tgl lahir : Purbalingga / 4 Juni 1979
Pangkat/Golongan : Penata / III c
Pendidikan Terakhir : S-1
Jabatan Saat Ini : Guru SMK Negeri 3 Purbalingga
Terhitung Sejak : 13 Juli 2013
Alamat Pekerjaan : Jl.Let.Jend Sudani – Perempatan Gemuruh
Kelurahan : Purbalingga Lor
Kecamatan : Purbalingga
Kab./Kota : Purbalingga
Propinsi : Jawa Tengah
Telp./Fax : 02816580035
Email : smk3pbg@gmail.com
Alamat Rumah : Bojongsari RT.02/RW.05
Kecamatan : Bojongsari
Kab./Kota : Purbalingga
Propinsi : Jawa Tengah
Email/HP : mukhtarom79@gmail.com
,bkksmk3pbg@gmail.com / 081391659802

Artikel Simposium 2016 – Mukhtarom,S.T. Halaman 13


Artikel Simposium 2016 – Mukhtarom,S.T. Halaman 14
Artikel Simposium 2016 – Mukhtarom,S.T. Halaman 1

Anda mungkin juga menyukai