Artikel Sejarah
Artikel Sejarah
Pelaksanaan sistem ekonomi perang dimulai pada 1942. Pada saat itu panglima
Angkatan Darat ke-16 mengeluarkan Undang-Undang Nomor 322/1942 yang
menyatakan bahwa perkebunan kopi, karet, dan teh ditempatkan di bawah
pengawasan langsung gunseikan. Untuk meringankan tugas gunseikan dalam
mengawasi perkebunan, Jepang membentuk badan yang bernama Saibi Kigyo
Kanrikodan (SKK). Badan ini selain bertindak sebagai pengawas, juga bertindak
sebagai pelaksana pembelian dan penentuan harga penjualan hasil perkebunan
serta memberikan kredit kepada perkebunan yang akan direhabilitasi.
Pada masa pendudukannya Jepang juga merehabilitasi perkebunan kina dan tebu.
Jepang memanfaatkan biji tanaman kina sebagai obat malaria. Untuk
memaksimalkan produksi tanaman kina, Jepang mengoperasikan kembali
Bandungsche Kinie Fabriek peninggalan pemerintah kolonial Belanda dan
diteruskan oleh perusahaan swasta Jepang, Takaco. Seiring perkembangan
industri gula, Jepang mulai mengembangkan perkebunan tebu. Meskipun
sebagian pabrik gula telah dibumihanguskan Belanda, industri gula tetap
diteruskan dengan modal swasta Jepang. Untuk mengawasi industri gula,
Jepang membentuk sebuah badan yang bernama Togyo Rengokai (Persatuan
Perusahaan Gula). Memasuki 1944 pemerintah Jepang menganggap kebutuhan
gula di Jawa telah mencukupi. Oleh karena itu, gunseikan mengeluarkan
peraturan yang melarang rakyat menanam tebu dan memproduksi gula.
Dampak lain dari sistem ekonomi perang adalah setiap wilayah di Indonesia
harus melaksanakan sistem autarki. Dalam sistem autarki setiap daerah harus
memenuhi kebutuhannya sendiri dan harus dapat memenuhi kebutuhan
perang. Selanjutnya, Jepang membagi Pulau Jawa menjadi 17 autarki,
Sumatra 3 autarki, dan 3 autarki di lingkungan minseifu (wilayah yang
diperintah Angkatan Laut). Sistem ekonomi tersebut menyebabkan keadaan
ekonomi semakin parah. Bahkan, pada 1944 kekurangan sandang dan pangan
terjadi di beberapa tempat.
SMA N 1 KLATEN
Pemerintah Jepang berusaha mengatasi masalah tersebut dengan membuka lahan
baru. Rakyat juga diminta menebang tanaman kopi dan teh serta mengganti
dengan tanaman pangan seperti padi dan jagung. Pada perkembangannya
pemerintah Jepang membuka sekira 500.000 hektare hutan di Pulau Jawa dan
10.000 hektare di Sumatra Timur. Pembukaan hutan secara besar-besaran
tersebut ternyata berdampak buruk bagi lingkungan karena menimbulkan erosi
dan banjir. Dalam perkembangannya, pemerintah Jepang menentukan kuota
beras yang harus diserahkan sebagai setoran wajib melalui Beikoku Seimeigyo
Kumiai (Kumiai penggilingan padi).
SMA N 1 KLATEN
1. Mengubah kantor Voor Islamistische Zaken pada masa kolonial Belanda
yang dipimpin kaum orientalis menjadi Sumubi yang dipimpin tokoh-tokoh
Islam, yakni K.H. Hasyim Asy’ari. Kantor ini memiliki cabang di daerah
dengan nama Sumuka.
2. Memberikan bantuan dan mengadakan kunjungan ke pondok pesantren.
3. Mengizinkan pembentukan barisan Hizbullah yang mengajarkan latihan
dasar seni kemiliteran bagi pemuda Islam di bawah pimpinan K.H. Zainal
Arifin.
4. Mengizinkan berdirinya sekolah tinggi Islam di Jakarta di bawah asuhan
K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir, dan Moh. Hatta.
Salah satu dampak positif perkembangan pendidikan pada masa Jepang adalah
perkembangan bahasa Indonesia. Kondisi tersebut disebabkan bahasa Indonesia
menjadi bahasa pengantar di seluruh sekolah dari tingkat dasar hingga perguruan
tinggi. Mata pelajaran bahasa Indonesia diajarkan mulai kelas tiga sekolah rakyat.
Penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah pada awalnya
mengalami kendala. Kendala tersebut muncul karena sebagian besar guru terbiasa
menggunakan bahasa Belanda. Akan tetapi, dalam waktu singkat kondisi tersebut
berubah karena guru-guru tersebut mampu menyesuaikan diri dengan cepat.
c. Pengerahan Romusa
Pengerahan Romusa merupakan bentuk mobilisasi tenaga kerja pada masa
pendudukan Jepang. Romusa dipekerjakan untuk membangun prasarana perang
seperti kubu-kubu pertahanan, jalan raya, dan lapangan udara.
Peraturan mengenai romusa dikeluarkan oleh Naiimubu (Departemen
Urusan Umum). Naimubu menetapkan romusa harus berusia 16-45 tahun.
Pulau Jawa menjadi tempat utama untuk mengerahkan tenaga kerja paksa
secara besar-besaran. Pada awalnya para romusa bekerja secara sukarela karena
mereka masih terpengaruh propaganda "kemakrnuran bersarna Asia Timur Raya".
Pada September 1944 sekira lima ratus romusa dengan sukarela bekerja. Romusa
ini terdiri atas para pegawai tinggı. pegawai menengah, serta golongan
terpelajar di bawah pimpinan Soekarno. Para pekerja itu menyebut pekerjaan
mereka sebagai "Pekan Perjuangan Mati-matian”.
Dalam perkembangannya. romusa djperlakukan secara buruk Untuk
melenyapkan ketakutan penduduk, sejak 1943 Jepang melancarkan kampanye
sebagai usaha pengerahan romusa yang semakin sulit. Dalam kampanye itu. para
pekerja romusa mendapat julukan "Prajurit Ekonomi" atau "Pahlawan Pekerja”
yang dıgambarkan sebagai orang-orang yang sedang menunaıkan tugas suci
memenangi Perang Asıa Timur Raya.
Pada masa itü pemerintah Jepang mengambil hampır semua laki-laki di
perdesaan yang tidak cacat fisik untuk dijadikan romusa. Akibatnya. di desa.desa
hanya kaum perempuan, anakanak, dan lelaki yang kurang sehat. Kondisi
dd•rrııkian berdampak negatif bagi perekonornıan masyarakat perdesaan.
SMA N 1 KLATEN
Masa pendudukan Jepang di Indonesia tidak membawa perubahan positif
bagi bangsa Indonesia. Bahkan, kondisi bangsa Indonesia justru lebih buruk
daripada di bawah masa pemerintahan Hindia Belanda, Kondisi ini menunjukkan
janji manis Jepang pada awal kedatangannya tidak dltepati. Jepang hanya
mengutamakan kepentingannya untuk memenangı Perang Asia Timur Raya.
Kondısi ini pula lah yang menyebabkan kekecewaan bangsa Indonesia terhadap
Jepang.
Selain perlawanan Teungku Abdul Jalil, pada November 1944 muncul perlawanan
pasukan giyugun yang dipimpin oleh Teuku Hamid. Perlawanan ini terjadi
karena Teuku Hamid tidak setuju terhadap praktik eksploitasi Jepang terhadap
tanah pertanian rakyat dan pengerahan romusa. Dalam menghadapi perlawanan
Teuku Hamid, pemerintah Jepang mengancam akan membunuh para keluarga
pemberontak jika tidak bersedia menyerah. Ancaman tersebut memaksa sebagian
pasukan giyugun menyerah sehingga perlawanan tersebut dapat ditumpas.
SMA N 1 KLATEN
salat Jumat terjadi pertempuran sengit antara pengikut K.H. Zainal Mustafa
dengan pasukan Jepang. Meskipun berbagai upaya perlawanan telah dilakukan,
K.H. Zainal Mustafa berhasil ditangkap dan dibawa ke Tasikmalaya. Selanjutnya,
K.H. Zainal Mustafa dibawa ke Jakarta untuk menerima hukuman mati.
SMA N 1 KLATEN
bertahan menghadapi kegigihan para pejuang Papua. Pasukan Jepang pun memilih
meninggalkan Biak. Oleh karena itu, Pulau Biak dikenal sebagai daerah pertama di
Indonesia yang bebas dari pendudukan Jepang.
Perlawanan rakyat Biak meluas di berbagai daerah di Papua bagian selatan, salah
satunya di wilayah Yapen Selatan. Perlawanan di Yapen Selatan dipimpin Oleh
Silas Papare. Perlawanan rakyat Yapen Selatan berlangsung cukup sengit. Rakyat
Papua memiliki kegigihan dalam menghadapi kekuatan Jepang. Berbekal kegigihan
ini pula, rakyat Papua berhasil mengusir Jepang dari wilayah Papua.
SMA N 1 KLATEN