Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

1. Masalah Utama
Perilaku Kekerasan

2. Proses Terjadinya Masalah


A. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan di mana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1995).
Carpenito 2000, Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu
beresiko menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang lain.
Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat membahayakan
klien sendiri, lingkungan, termasuk orang lain dan barang-barang (Maramis, 2004).
B. Faktor Predisposisi
Menurut Townsend (1996) terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan
tentang faktor predisposisi perilaku kekerasan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Teori Biologik
a. Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem neurologis mempunyai
implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat implus agresif. Sistem limbik
sangat terlibat dalam memnstimulus timbulnya perilaku bermusuhan dan
respons agresif.
b. Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996) menyatakan
bahwa berbagai neurtransmiter (epinefrin, norepinefrin, dopamine,
asetilkolon, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi dan
menghambat implus agresif. Peningkatan hormon androgen dan norepinefrin
serta penurunan serotonin dan GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal
merupakan faktor predisposisi penting yang menyebabkan timbulnya perilaku
agresif pada seseorang.

1
c. Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku termasuk sangat erat kaitannya
dengan genetik termasuk genetik tipe karotipe XYY, yang umumnya dimiliki
oleh penghuni penjara perilaku tindakan kriminal (narapidana).
d. Gangguan otak, sindrom otak organik berhubungan dengan berbagai gangguan
serebral, tumor otak (khususnya pada limbik dan lobus temporal), trauma otak,
penyakit ensefalitis, epilepsi lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2. Teori Psikologik
a. Teori psikoanalatik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhina kepuasan
dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri yang rendah.
b. Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang dipelajari,
individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku kekerasan lebih
cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh peran eksternal dibandingkan anak-
anak tanpa faktor predisposisi biologik.
3. Teori Sosialkultural
Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku
kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan faktor
predisposisi terjadinya perilaku kekerasan.
C. Faktor Prestisipasi
1. Internal adalah semua faktor yang dapat menimbulkan kelemahan, menurunnya
percaya diri, rasa takut sakit, hilang kontrol, dan lain-lain
2. Eksternal adalah penganiayaan fisik, kehilangan orang yang dicintai, krisis, dan
lain-lain.
D. Rentang Respons Marah
Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang
dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk
komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang yang mengalami
kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia “tidak setuju,
tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti atau diremehkan”. Rentang

2
respons kemarahan individu dimulai dari respons normal (asertif) sampaipada respons
sangat tidak normal (maladaptif).

Respons Adatif Respons Maladatif


Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan
Klien Klien gagal Klien merasa Klien Perasaan
mengungkap mencapai tidak dapat mengekspresi- marah dan
kan marah tujuan mengungkapkan kan secara bermusuhanya
tanpa kepuasan/saat perasaannya, fisik, tapi ng kuat dan
menyalahkan marah tidak tidak berdaya masih hilang kontrol,
orang lain dapat dan menyerah terkontrol, disertai amuk,
dan menemukan mendorong merusak
memberikan alternatif orang lain lingkungan
kelegaan dengan
ancaman

E. Tanda dan Gejala


1. Fisik: mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal rahan mengatup, wajah
memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal: mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada
keras, kasar dan ketus.
3. Perilaku: menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif.
4. Emosi: tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan,
dan menuntut.
5. Intelektual: mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual: menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.
7. Perhatian: bolos, menarik diri, dan melakukan penyimpangan seksual.

3. Masalah keperawatan
3
Masalah yang mungkin muncul:
a. Perilaku kekerasan
b. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
c. Perubahan persepsi sensori: halusinasi
d. Harga diri rendah kronis
e. Isolasi sosial
f. Berduka disfungsional
g. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif
h. Koping keluarga inefektif
4. Data Yang Perlu Dikaji
Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji
Perilaku kekerasan Subjektif
 Klien mengancam
 Klien mengumpat dengan kata-kata kotor
 Klien mengatakan dendam dan jengkel
 Klien mengatakan ingin berkelahi
 Klien menyalahkan dan menuntut
 Klien meremehkan
Objektif
 Mata melotot/pandangan tajam
 Tangan mengepal
 Rahang mengatup
 Wajah memerah dan tegang
 Postur tubuh kaku
 Suara keras

5. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan
6. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Rencana tindakan keperawatan untuk klien
Strategi pelaksanaan 1 (SP.1) untuk klien

4
a. Mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan serta akibat
perilaku kekerasan
b. Latihan cara fisik I
c. Tarik nafas dalm
d. Masukan dalam jadwal harian pasien
Strategi pelaksanaan 2 (SP.2) untuk klien
a. Evalusi kegiatan yang lalu (SP.1)
b. Latihan cara fisik II
c. Pukul kasur/bantal
d. Masukan dalam jadwal harian pasien
Strategi pelaksanaan 3 (SP.3) untuk klien
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP.1,2)
b. Latih secara sosial/verbal
c. Menolak dengan baik
d. Meminta dengan baik
e. Mengungkapkan dengan baik
f. Masukan dalam jadwal harian pasien
Strategi pelaksanaan 4 (SP.4) untuk klien
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP.1,2,3)
b. Latih secara spiritual
- Berdo’a
- Shalat
c. Masukan dalam jadwal harian pasien
Strategi pelaksanaan 5 (SP.5) untuk klien
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP.1,2,3, dan 4)
b. Latih patuh obat
- Minum obat secara tertaur dengan prinsip 5B
- Susun jadwal minum obat secara teratur
c. Masukan dalam jadwal harian pasien
Tindakan keperawatan untuk klien

5
a. Diskusikan bersama klien penyebab perilaku kekerasan yang terjadi di
masa lalu dan saat ini.
b. Diskusikan perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan.
c. Diskusikan bersama klien mengenai tanda dan gejala perilaku kekerasan,
baik kekerasan fisik, psikologis, sosial, spiritual maupun intelektual.
d. Diskusikan bersama klien perilaku secara verbal yang biasa dilakukan
pada saat marah baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
e. Diskusikan bersama klien akibat yang ditimbulkan dari perilaku
marahnya.
f. Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan baik secara
fisik (pukul kasur atau bantal serta tarik napas dalam), obat-obatan, sosial atau
verbal (dengan mengungkapkan kemarahannya secara asertif), ataupun spiritual
(shalat atau berdoa sesuai keyakinan klien).

2. Perilaku tindakan kekerasan keperawatan untuk keluarga


Strategi pelaksanaan 1 (SP.1) untuk keluarga
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala perilaku yang dialami klien beserta
proses terjadinya
c. Menjelaskan cara-cara merawat klien perilaku kekerasan.
Strategi pelaksanaan 2 (SP.2) untuk keluarga
a. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien perilaku kekerasan.
b. Melatih keluarga melakuka cara merawat klien perilaku kekerasan
Strategi pelaksanaan 3 (SP.3) untuk klien
a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat.
b. Menjelaskan follow up klien setelah pulang
Tindakan keperawatan untuk keluarga
a. Diskusikan bersama keluarga masalah yang dirasakan kelurga dalam merawat
klien.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan meliputi penyebab,
tanda dan gejala, perilaku yang muncul, serta akibat dari perilaku tersebut.
6
c. Latih keluarga untuk merawat anggota keluarga dengan perilaku kekerasan.
d. Anjurkan keluarga untuk selalu memotivasi klien agar melakukan tindakan
yang telah diajarkan oleh perawat.
e. Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada klien bila anggota keluarga
dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
f. Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila klien
menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan.
g. Diskusikan bersama keluarga klien kondisi-kondisi klien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain.

7
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

1. Masalah Utama
Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi
2. Proses Terjadinya Masalah
A. Definisi
Menurut Cook dan Fontaine (1987) perubahan persepsi sensori: halusinasi
adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi
sensori, seperti palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau
penghidungan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Selain itu,
perubahan persepsi sensori tentang suatu objek, gambaran, dan pikiran yang sering
terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi semua sistem penginderaan
(pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, atau pengecapan).
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan pada
pola stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara internal dan ekternal) disertai
dengan suatu pengurangan berlebih-lebihan atau kelainan berespons terhadap
stimulus (Towsend, 1998).
Halusinasi merupakan gangguan penyerapan/persepsi panca indra tanpa adanya
rangsangan dari luar. Gangguan ini dapat terjadi pada sistem penginderaan pada saat
kesadaran individu tersebut penuh dan baik. Maksudna rangsangan tersebut dari luar
dan dari individu sendiri. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang
tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Wilson,
1983).
Teori yang menjelaskan halusinasi (Stuart dan Sundeen, 1995)
a. Teori biokimia
Terjadinya sebagai respons metabolisme stres yang mengakibatkan terlepasnya
zat halusinogenik neurotik (buffofenon dan dimethytransferase).
b. Teori psikoanalisis
Merupakan respons pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari luar yang
mengancam dan ditekan untuk muncul dalam alam sadar.
8
Jenis halusinasi serta Data Objektif dan Subjektif
Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi Dengar a. Bicara atau tertawa a. Mendengar suara-suara
(klien mendengar sendiri atau kegaduhan
suara/bunyi yang tidak b. Marah-marah tanpa b. Mendengar suara yang
ada hubungannya sebab mengajak bercakap-
dengan stimulus yang c. Mendekatkan telinga cakap
nyata/lingkungan kearah tertentu c. Mendengar suara
d. Menutup telinga menyuruh melaukan
sesuatu yang berbahaya
Halusinasi a. Menunjuk-nunjuk ke Melihat bayangan, sinar,
Penglihatan arah tertentu bentuk geomentris, kartun,
(Klien melihat b. Ketakutan pada sesuatu melihat hantu, atau monster
gambaran yang yang tidak jelas
jelas/samar terhadap
adanya stimulus yang
nyata dari lingkungan
dan orang lain tidak
melihatnya
Halusinasi a. Mengendus-endus Membaui bau-bauan seperti
Penciuman seperti sedang bau darah, urine, feses, dan
(Klien mencium suatu membaui bau-bauan terkadang bau-bau tersebut
bau yang muncul dari tertentu menyenangkan bagi klien
sumber tertentu tanpa b. Menutup hidung
stimulus yang nyata
Halusinasi a. Sering meludah Merasakan rasa seperti
Pengecapan b. Muntah darah, urine, atau feses
(Klien merasakan
sesuatu yang tidak
nyata, biasanya,
merasakan rasa
makanan yang tidak

9
enak)
Halusinasi perabaan Mengaruk-garuk a. Mengatakan ada
(Klien merasakan permukaan kulit serangga di permukaan
sesuatu pada kulitnya kulit
tanpa ada stimulus b. Merasa seperti tersengat
yang nyata) listrik
Halusinasi Kinestik Memegang kakinya yang Mengatakan bandanya
(Klien merasakan dianggapnya bergerak melayang di udara
dalam suatu ruangan sendiri
atau anggota
badannya bergerak
Halusinasi Viseral Memegang badannya yang Mengatakan perutnya
(Perasaan tertentu dianggapnya berubah mengecil setelah minum
timbul dalam bentuk dan tidak normal soft drink
tubuhnya) seperti biasanya

B. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

 Pikiran logis  Distorsi pikiran  Gangguan


 Presepsi actual  Ilusi proses pikir
 Emosi konsisten  Reaksi emosi  Halusinasi
 Perilaku sosial  Perilaku yang  Perilaku
 Berhubungan tidak biasa organisasi
sosial  Menarik diri  Isolasi sosial

C. Proses Halusinasi
1. Fase Pertama
Pasien merasa senang karena seperti ada yang mengajak bicara atau melihat
sesuatu. Pasien menikmati kondisinya.
2. Fase Kedua

10
Pasien mulai merasa terganggu. Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan.
Pasien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengendalikan jarak
dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda tanda
sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda tanda vital (denyut
jantung, pernafasan dan tekanan darah), kadang menyalahkan orang lain, mulai
merasa cemas.
3. Fase Ketiga
Pasien sulit membedakan yang benar-benar ada dan yang berupa bayangan,
bahkan pasien sudah dikuasai oleh halusinasinya. Pasien berhenti menghentikan
perlawanan terhadap halusinasi danmenyerah pada halusinasi tersebut. Disini
pasien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu
mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat
menegankan terutama jika akan berhubungan ddengan orang lain, pasien mulai
marah-marah.
4. Fase Keempat
Tingkat berat. Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti
perintah halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
D. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber
yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari
klien maupun keluarganya. Faktor predisposisi dapat meliputi:
1. Faktor perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal
terganggu, maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.
2. Faktor Sosialkultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa
disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan yang
membesarkannya.
3. Faktor biokimia

11
Mempunai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang
mengalami stress yang berlebihan, maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu
zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan
dimethtranferase (DMP).
4. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan stress dan
kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi realitas.
5. Faktor Genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini.
E. Faktor prestisipasi
Faktor prestisipasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk menghadapinya.
Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu
lama tidak diajak berkomunikasi objek yang ada dilingkungan, dan juga suasana sepi
terisolasi sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat
meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik.
F. Tanda dan Gejala
1. Bicara, senyum, tertawa sendiri
2. Mengatakan mendengarkan suara, melihat, mengecap, menghirup (mencium) dan
merasa suatu yang tidak nyata.
3. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungannya
4. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata
5. Tidak dapat memusatkan perhatian atau konsentrasi.
6. Sikap curiga dan saling bermusuhan.
7. Pembicaraan kacau kadang tak masuk akal.
8. Menarik diri menghindar dari orang lain.
9. Sulit membuat keputusan.
12
10. Ketakutan.
11. Tidak mau melaksanakan asuhan mandiri: mandi, sikat gigi, ganti pakaian,
berhias yang rapi.
12. Mudah tersinggung, jengkel, marah.
13. Menyalahkan diri atau orang lain.
14. Muka marah kadang pucat.
15. Ekspresi wajah tegang.
16. Tekanan darah meningkat.
17. Nafas terengah-engah.
18. Nadi cepat
19. Banyak keringat.
3. Masalah keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul:
a. Risiko Tinggi perilaku kekerasan
b. Perubahan persepsi sensori: Halusinasi
c. Isolasi sosial
d. Harga Diri Rendah
4. Data yang Perlu Dikaji
Masalah Data yang perlu dikaji
Keperawatan
Perubahan Subjektif
Persepsi  Klien mengatakan mendengar sesuatu
Sensori :  Klien mengatakan melihat bayangan putih
Halusinasi  Klien mengatakan dirinya seperti disengat listrik
 Klien mencium bau-bauan yang tidak sedap, seperti feses
 Klien mengatakan kepalanya melayang diudara
 Klien mengatakan dirinya merasakan ada sesuatu yang berbeda
pada dirinya
Objektif
 Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat dikaji
 Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
 Berhenti bicara di tengah-tengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
 Disorientasi
 Konsentrasi rendah
13
 Pikiran cepat berubah-ubah
 Kekacauan alur pikiran

5. Diagnosa Keperawatan
Perubahan Persepi Sensori : Halusinasi
6. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Rencana Tindakan Keperawatan untuk Klien
 Tujuan/strategi pelaksanaan
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk klien:
a. Mengidentifikasi jenis halusinasi
b. Mengidentifikasi isi halusinasi
c. Mengidentifikasi waktu halusinasi
d. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
e. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
f. Mengidentifikasi respons klien terhadap halusinasi
g. Menganjurkan menghardik halusinasi
h. Menganjurkan klien memasukkan car menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian
Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk klien
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain
c. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
Strategi pelaksanaan 3 (SP 3) untuk klien
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan
(kegiatan yang biasa dilakukan klien dirumah)
c. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
Strategi pelaksanaan 4 (SP 4) untuk klien
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
14
c. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegaiatan harian
 Tindakan keperawatan untuk klien
a. Membantu klien mengenali halusinasi
Diskusi adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membant klien
mengenali halusinasinya. Perawat dapat berdiskusi dengan klien terkait isi
halusinasi (apa ang didengar atau dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi
terjadina halusinasi yang menyebabkan halusinasi muncul (komunikasinya
sama dengan pengkajian diatas).
b. Melatih klien mengontrol halusinasi
Perawat dapat melatih empat cara dalam mengendalikan halusinasi pada klien.
Keempat cara tersebut sudah terbukti mampu mengontrol halusinasi seseorang.
Keempat cara tersebut adalah menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan
orang lain, melakukan aktivitas yang terjadwal, dan mengonsumsi obat secara
teratur.

2. Rencana Tindakan Keperawatan untuk Keluarga Klien


 Tujuan/strategi pelaksanaan
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk keluarga
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi yang dialami klien
beserta proses terjadinya
c. Menjelaskan cara-cara merawat klien halusinasi

Strategi Pelaksanaan 2 (SP 2) untuk keluarga


a. Melatih keluarga mempraktikan cara merawat klien halusinasi
b. Melatih keluarga melakukan cara merawat klien halusinasi
 Tindakan Keperawatan untuk keluarga klien
Pendidikan kesehatan kepada keluarga dapat dilakukan melalui tiga tahap.
Tahap pertama adalah menjelaskan tentang masalah yang dialami oleh klien dan
pentingnya nilai keluarga untuk mendukung klien. Tahap kedua adalah melatih

15
keluarga untuk merawat klien, dan tahap ketiga yaitu melatih keluarga klien untuk
merawat klien secara langsung.
Informasi yang perlu disampaikan kepada keluarga meliputi pengertian
halusinasi, jenis halusinasi yang dialami oleh klien, tanda dan gejala halusinasi,
proses terjadinya halusinasi, cara merawat klien halusinasi (cara bekomunikasi,
pemberian obat, dan pemberian aktivitas kepada klien), serta sumber-sumber
pelayanan kesehatan yang bisa dijangkau.

16
LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO BUNUH DIRI

1. Masalah Utama
Risiko Bunuh Diri
2. Proses Terjadinya Masalah
A. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami risiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa.
Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap
diri sendri yang tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri
yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan
individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan (Struart dan Sundeen,
1995).
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya.Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000), bunuh
diri memiliki 4 pengertian, antara lain:
1. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional.
2. Bunuh diri dilakukan dengan intensi.
3. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri.
4. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif), misalnya
dengan tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau secara sengaja
berada di rel kereta api.
B. Faktor Predisposisi
1. Diagnosa Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri
mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat
individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya risiko bunuh diri
adalah antipatip, implusif, dan depresi.

17
3. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri di antaranya adalah pengalaman
kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup,
penyakit kronis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social
sangat penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih
dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam menghadapi
masalah tersebut, dan lain-lain.
4. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor penting
yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
C. Faktor Prestisipasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan pada stress berlebihan yang dialami oleh
individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan. Faktor lain
yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai
orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang
emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.
D. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Peningkatan Pengambilan Perilaku destruktif- Pencederaan Bunuh diri
diri resiko yang diri tidak langsung diri
meningkatkan
pertumbuhan

E. Tanda dan Gejala


1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.

18
4. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
5. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
6. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosisi
mematikan).
7. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panik, marah, dan
mengasingkan diri).
8. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikososial, dan menyalahgunakan alkohol).
9. Kesehatan fisik ( biasanya pada klien dengan penyakitan kronis atau terminal).
10. Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan).
11. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
12. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
13. Pekerjaan.
14. Konflik interpersonal.
15. Latar belakang keluarga.
16. Orientasi seksual.
17. Sumber-sumber personal.
18. Sumber-sumber sosial.
19. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
3. Masalah keperawatan
Masalah yang mungkin muncul:
a. Risiko bunuh diri.
b. Bunuh diri.
c. Isolasi sosial.
d. Harga diri rendah kronis.
4. Data yang Perlu Dikaji
Masalah Data yang perlu dikaji
keperawatan
Risiko bunuh Subjektif
diri  Mengungkapkan keinginan bunuh diri.
 Mengungkapkan keinginan untuk mati.
 Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.

19
 Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari
keluarga.
 Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat yang
mematikan.
 Mengungkapkan adanya konflik interpersonal.
 Mengungkapkan telah menjadi korban perilaku kekerasan saat
kecil.

Objektif
 Implusif.
 Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya sangat
penuh).
 Ada riwayat penyakit mental (depresi, psikosis, dan
penyalahgunaan alkohol).
 Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit
terminal).
 Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau
kegagalan dalam karir).
 Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
 Status perkawinan yang tidak harmonis.

5. Diagnosa Keperawatan
Risiko bunuh diri.
6. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Rencana tindakan keperawatan untuk klien
Strategi pelaksanaan 1 (SP1) untuk klien
 Identifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien
 Amankan benda-benda yang dapat membahayakn pasien
 Lakukan kontrak treatment
 Ajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
 Latih cara mengendalikan dorongan bunuh diri
Strategi pelaksanaan 2 (SP2) untuk klien
 Identifikasi aspek positif pasien
 Dorong pasien untuk berfikir positif terhadap diri
 Dorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu yang
berharga
20
Strategi pelaksanaan 3 (SP3) untuk klien
 Identifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien
 Nilai pola koping yang biasa dilakukan
 Identifikasi pola koping yang konstruktif
 Dorong pasien memilih pola koping yang konstruktif
 Anjurkan pasien menerapkan pola koping yang konstruktif dalam
kegiatan harian
Strategi pelaksanaan 4 (SP4) untuk klien
 Buat rencana masa depan yang realistis bersama pasien
 Identifikasi cara mencapai rencana masa depan yang realistis
 Beri dorongan pasien yang melakukan kegiatan dalam rangka
meraih masa depan yang realistis
2. Rencana tindakan keperawatan untuk keluarga
Strategi pelaksanaan 1 (SP1) untuk keluarga
 Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
 Jelaskan pengertian, tanda dan gejala resiko bunuh diri dan jenis
perilaku bunuh diri yang dialami pasien beserta proses terjadinya
 Jelaskan cara-cara merawat pasien resiko bunuh diri
Strategi pelaksanaan (SP2) untuk keluarga
 Latih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan resiko
bunuh diri
 Latih keluarga melakukan cara merawaat langsung kepada pasien
resiko bunuh diri
Strategi pelaksanaan 3 (SP3) untuk keluarga
 Bantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk
minum obat
 Jelaskan follow up pasien setelah pulang

21
LAPORAN PENDAHUUAN

WAHAM

1. Masalah Utama
Perubahan Proses Pikir : Waham

2. Proses terjadinya masalah


A. Pengertian
Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara kukuh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita
normal (Stuart dan Sundeen,1998).
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi
dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasal
dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol (Depkes RI, 2000)
Waham adalah menyatakan bahwa suatu keyakinan tentang isi pikir yang tidak
sesuai dengan kenyataan atau tidak cocok dengan intelegensi dan latar belakang
budayanya, keyakinan tersebut dipertahankan secara kokoh dan tidak dapat di ubah.
(Keliat,2000).
B. Faktor predisposisi
1. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal seseorang. Hal
ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakhir dengan gangguan persepsi,
klien menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak
efektif.
2. Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan timbulnya
waham.
3. Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda/bertentangan, dapat menimbulkan
ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan.
4. Faktor biologis

22
Waham diyakini terjadi karena adanya atropi otak, pembesaran ventrikel di otak, atau
perubahan pada sel kortikal dan limbik.
C. Faktor presipitasi
1. Faktor sosial budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang berarti atau
diasingkan dari kelompok.
2. Faktor biokimia
Dopamine, norepineprin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat menjadi penyebab
waham pada seseorang.
3. Faktor psikologis
Kecemasan yang memanjang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi masalah
sehingga klien mengembangkan kopping untuk menghindari kenyataan yang
meneyenangkan.
D. Tanda dan gejala
1) Menolak makan
2) Tidak ada perhatian pada perawatan diri
3) Ekspresi wajah sedih/ gembira/ketakutan
4) Gerakan tidak terkontrol
5) Mudah tersinggung
6) Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan
7) Tidak bisa membedakan antara kenyataan dan bukan kenyataan
8) Menghindar dari orang lain
9) Mendominasi pembicaraan
10) Berbicara kasar
11) Menjalankan kegiatan keagamaan secara berlebihan
E. Rentang Respon

Adaptif maladaptif

23
 Pikiran logis  Pikiran kadang  Gangguan
 Persepsi akurat menyimpang proses pikir:
 Emosi illusi Waham
konsisten  Reaksi  Halusinasi
dengan emosional  Kerusakan
pengalaman berlebihan dan emosi
 Perilaku sosial kurang  Perilaku tidak
 Hubungan  Perilaku tidak sesuai
sosial sesuai  Ketidakteratu-
 Menarik diri ran
 Isolasi sosial

3. Masalah Keperawatan
A. Masalah keperawatan yang mungkin muncul
a. Resiko tinggi perilaku kekerasan
b. Perubahan proses piker : waham
c. Isolasi sosial
d. Harga diri rendah
4. Data Yang Pelu Dikaji

Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji

Perubahan proses pikir : Subjektif :


waham kebesaran  Klien mengatakan bahwa dirinya adalah orang
yang paling hebat
 Klien mengatakan bahwa ia memiliki kebesaran
akau kekuasaan khusus

Objektif :

 Klien terus berbicara tentang kemampuan yang


dimilikinya
 Pembicaraan klien cenderung berulang-ulang
24
 Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan.

5. Diagnosa keperawatan
Perubahan Proses Pikir : Waham
6. Rencana tindakan keperawatan
A. Rencana tindakan keperawatan pada klien
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk klien
SP.1 (Tgl …………………………………………………………….. )
 Identifikasi kebutuhan pasien
 Bicara konteks realita (tidak mendukung atau membantah waham pasien)
 Latih pasien untuk memenuhi kebutuhannya
 Masukan dalam jadwal harian pasien
SP.2 (Tgl …………………………………………………………….. )
 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
 Identifikasi potensi/ kemampuan yang dimiliki
 Pilih & latih potensi kemampuan yang dimiliki
 Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP.3 (Tgl …………………………………………………………….. )
 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 & 2)
 Pilih kemampuan yang dapat dilakukan
 Pilih & latih potensi kemampuan yang dimiliki
 Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
Rencana tindakan pada keluarga
SP.1 (Tgl …………………………………………………………….. )
 Identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien
 Jelaskan proses terjadinya waham
 Jelaskan tentang cara merawat pasien waham
 Latih (simulasi) cara merawat
 RTL keluarga/ jadwal merawat pasien
SP.2 (Tgl …………………………………………………………….. )
 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)

25
 Latih keluarga cara merawat (langsung ke pasien)
 RTL keluarga

SP.3 (Tgl …………………………………………………………….. )


 Evaluasi kemampuan keluarga
 Evaluasi kemampuan pasien
 RTL keluarga :
a. Follow Up
b. Rujukan

26
LAPORAN PENDAHULUAN

HARGA DIRI RENDAH (HDR)

1. Masalah Utama
Harga Diri Rendah

2. Proses Terjadinya Masalah


A. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri
yang berkepanjangan aibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena
tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri (Keliat, 1998). Penilaian negatif
seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung
maupun tidak langsung (Schult dan Videbeck, 1998). Harga diri rendah merupakan
perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk kehilangan rasa percaya diri, tidak
berharga, tidak berguna, tidak berdaya, pesimis, tidak ada harapan dan putus asa
(Depkes RI, 2000).
B. Faktor Predisposisi
1. Penolakan orang tua.
2. Harapan orang tua yang tidak realistis.
3. Kegagalan yang berulang kali.
4. Kurang mempunyai tanggung jawab personal.
5. Ketergantungan pada orang lain.
6. Ideal diri tidak realistis
C. Faktor prestisipasi
Faktor prestisipasi terjadinya harga diri rendah kronis adalah hilangnya
sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami
kegagalan, serta menurunnya produktifitas. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
kronis ini dapat terjadi secara situasional maupun kronik.
Gangguan harga diri rendah dapat terjadi secara :

27
1. Situasional yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu
karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena :
a. Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya: pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perneal).
b. Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena
dirawat/ sakit/ penyakit.
c. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa
persetujuan.
2. Kronik yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit/ dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian
sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respons yang maladaptif.Kondisi ini dapat ditemukan pada klien
gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa. Dalam tinjauan
lifespan history klien, penyebab HDR adalah kegagalan tumbuh kembang,
misalnya sering disalahkan, kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak
diterima dalam kelompok.
D. Tanda dan Gejala
1. Mengkritik diri sendiri
2. Perasaan tidak mampu
3. Pandangan hidup yang pesimistis
4. Tidak menerima pujian
5. Penurunan produktivitas
6. Penolakan terhadap kemampuan diri
7. Kurang memperhatikan perawatan diri
8. Berpakaian tidak rapi
9. Selera makan berkurang
10. Tidak berani menatap lawan bicara
28
11. Lebih banyak menunduk
12. Bicara lambat dengan nada suara lemah
E. Rentang Respon
Respon adaptif Respon maladaptif
Aktualisasi Konsep diri Harga diri Keracunan Depersonalisa-
diri poitif rendah identitas si

3. Masalah keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul:
a. Harga diri rendah kronis
b. Koping individu tidak efektif
c. Isolasi sosial
d. Perubahan persepsi sensori: halusinasi
e. Risiko tinggi perilaku kekerasan
4. Data yang perlu dikaji
Masalah Data yang perlu dikaji
Keperawatan
Harga diri rendah Subjektif
kronis  Mengungkapkan dirinya merasa tidak berguna
 Mengungkapkan dirinya merasa tidak mampu
 Mengungkapkan dirinya tidak semangat untuk
beraktivitas atau bekerja
 Mengungkapkan dirinya malas melakukan perawatan
diri (mandi, berhias, makan atau tolileting)

Objektif
 Mengkritik diri sendiri
 Perasaan tidak mampu
 Pandangan hidup yang pesimistis
 Tidak menerima pujian
 Penurunan produktivitas
 Penolakan terhadap kemampuan diri
29
 Kurang memperhatikan perawatan diri
 Berpakaian tidak rapi
 Berkurang selera makan
 Tidak berani menatap lawan bicara
 Lebih banyak menunduk
 Bicara lambat dengan nada suara lemah

5. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah Kronis
6. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Rencana Tindakan Keperawatan pada klien
 Tujuan/strategi pelaksanaan
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk klien
a. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
b. Membantu klien menilai kemampuan yang masih dapat dilakukan
c. Membantu klien menentukan kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan
kemampuan klien
d. Melatih klien sesuai dengan kemampuan yang dipilih
e. Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan klien
f. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk klien
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Melatih kemampuan kedua
c. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
 Tindakan keperawatan untuk klien
a. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimilikinya
Perawat dapat melakukan hal-hal berikut untuk membantu klien
mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang masih dimilikinya, yaitu:
1) Mendiskusikan bahwa klien masih memiliki sejumlah kemampuan dan
aspek positi seperti kegiatan klien di rumah, adanya keluarga dan
lingkungan terdekat klien

30
2) Beri pujian yang realistis atau nyata dan hindarkan penilaian yang negatif
setiap kali bertemu dengan klien
b. Membantu klien dalam menilai kemampuan yang dapat digunakan. Tindakan
keperawatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Mendiskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan saat
ini setelah mengalami bencana
2) Bantu klien menyebutkanna dan beri penguatan terhadap kemampuan diri
yang berhasil diungkapkan klien
3) Perlihatkan respons yang kondusif dan jadilah pendengar yang aktif
c. Membantu klien agar dapat memilih atau menetapkan kegiatan sesuai dengan
kemampuan. Tindakan keperawatan ang dapat dilakukan adalah:
1) Mendiskusikan dengan klien beberapa aktivitas yang dapat dilakukan dan
dipilih sebagai kegiatan yang akan klien lakukan sehari-hari.
2) Bantu klien menetapkan aktivitas yang dapa dilakukan secara mandiri.
Tentukan aktivitas-aktivitas yang memerlukan bantuan minimal dan
bantuan penuh dari keluarga atau lingkungan terdekat klien.
3) Melatih kegiatan klien yang sudah dipilih sesuai kemampuan
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut
a) Mendiskusikan dengan klien untuk menetapkan urutan kegiatan (ang
sudah dipilih klien) yang akan dilatihkan
b) Bersama klien dan keluarga memperagakan beberapa kegiatan yang
akan dilakukan klien
c) Berikan dukungan dan pujian yang nyata pada setiap kemajuan yang
diperlihatkan klien
4) Membantu klien agar dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuannya
Untuk mencapai tujuan dari tindakan keperawatan tersebut, saudara dapat
melakukan hal-hal berikut
a) Memberi kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
dilatihkan
b) Beri puian atas aktivitas atau kegiatan yang dapat dilakukan setiap hari
31
c) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan
setiap aktivitas
d) Menyusun daftar aktivitas yang sudah dilatihkan bersama klien dan
keluarga
e) Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
setelah melaksanakan kegiatan
f) Yakinkan bahwa keluarga mendukung setiap aktivitas yang dilakukan
klien

2. Rencana Tindakan keperawatan pada keluarga


 Tujuan/strategi pelaksanaan
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk keluarga
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang dialami klien
beserta proses terjadinya
Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk keluarga
a. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien harga diri rendah
b. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien harga diri
rendah
Strategi pelaksanaan 3 (SP 3) untuk keluarga
a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat
b. Menjelaskan follow up klien setelah pulang
 Tindakan keperawatan untuk keluarga
a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat klien
b. Jelaskan kepada keluarga tentang kondisi klien yang mengalami gangguan
konsep diri: harga diri rendah kronis
c. Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang dimiliki klien
d. Jelaskan cara merawat klien dengan gangguan konsep diri: harga diri kronis
e. Demonstrasikan cara merawat klien dengan gangguan konsep diri: harga diri
rendah kronis
f. Bantu keluarga menyusun rencana kegiatan klien rumah
32
33
LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

1. Masalah Utama
Isolasi Sosial

2. Proses Terjadinya Masalah


A. Pengertian
Suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi dengan orang lain.
Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan. Ia
mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang
dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian, dan tidak
sanggup membagi pengamatan dengan orang lain (Balitbang, 2007)
Isolasi sosial merupakan keadaan di mana individu atau kelompok mengalami
atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan
orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito ,L.J, 1998: 381).
Menurut Rawlins, R.P & Heacock, P.E (1988 : 423) isolasi sosial menarik diri
merupakan usaha menghindar dari interaksi dan berhubungan dengan orang lain,
individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam
berfikir, berperasaan, berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.
B. Faktor Predisposisi
1. Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang
harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas-
tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase
perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.
2. Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam
berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasaan (double bind) yaitu suatu

34
keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling
bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam
keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar
keluarga.
3. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu
faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan
oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga di mana setiap anggota kelurga
yang tidak produktif seperti usia lanjut, berpenakit kronis, dan penyandang cacat
diasingkan dari lingkungan sosial.
4. Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan
dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat memengaruhi terjadinya
gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang
mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada
otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbik
dan daerah kortikal.
C. Faktor prestisipasi
Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor internal dan
eksternal seseorang. Faktor sterss prestisipasi dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1. Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh
faktor sosial budaya seperti keluarga.
2. Faktor internal
Contohnya adalah stersor psikologis, yaitu stress terjadi akibat ansietas yang
berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu
untuk mengatasina. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntunan untuk berpisah
dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu.
D. Tanda dan Gejala
1. Kurang spontan
2. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
35
3. Ekspresi wajah kurang berseri
4. Tidak merawat diri dan tidak mempehatikan kebersihan diri
5. Tidak ada atau kurang berkomunikasi verbal
6. Mengisolasi sosial
7. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
8. Asupan makanan dan minuman terganggu
9. Retensi urin dan feses
10. Aktivitas menurun
11. Kurang energi (tenaga)
12. Rendah diri
13. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur)
E. Rentang Respon
Menurut Stuart tentang respons klien ditinjau dari interaksinya dengan
lingkungan sosial merupakan suatu kontinum yang terbentang antara respon adaptif
dengan maladaptif sebagai berikut:

Menyendiri
Otonomi Menarik diri Manipulasi
kebersamaan Kesepian Impulsif
Saling ketergantungan Narkisme
Ketergantungan

Respon Adaptif Ambang Batas Respon Maladaptif

(Stuart. 2006)

Berdasarkan gambar rentang respon sosial di atas, menarik diri termasuk dalam
transisi antara respon adaptif dengan maladaptif sehingga individu cenderung berfikir
kearah negatif.

1. Adaptif

36
Respon adaptif adalah respon yang diterima oleh norma sosial dan kultural
dimana individu tersebut menjelaskan masalah dalam batas normal.
a. Menyendiri
Respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah
dilakukan di lingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara
mengevaluasi diri dan menentukan langkah berikutnya
b. Otonomi
Kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide
pikiran dan perasaan dalam hubungan sosial
c. Kerbersamaan
Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut
mampu untuk saling memberi dan menerima, merupakan kemampuan
individu yang saling membutuhkan satu sama lain
d. Ketergantungan
Kondisi saling tergantung antara individu dengan orang lain dalam
membina hubungan interpersonal
2. Ambang batas
Ambang batas merupakan meningkatnya resiko ambang toleransi terhadap
stress.
a. Kesepian
Kesepian difokuskan pada konteks sosial dimana individu
mengembangkan (atau tidak) hubungan atau jaringan sosial. Keadaan
dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan
secara terbukakepada orang lain.
b. Menarik diri
Seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara
terbuka dengan orang lain, merupakan gangguan yang terjadi apabila
seseorang memutuskan untuk tidak berhubungan dengan orang lain untuk
mencari ketenangan sementara waktu
c. Ketergantungan (Dependen)

37
Terjadi bila individu gagal mengembangkan rasa percaya diri atau
kemampuannya untuk berfungsi secara sukses sehinggan tergantung
dengan orang lain
3. Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan
kebudayaan suatu tempat.
a. Manipulasi
Seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu, hubungan
terpusat pada masalah pengendalian dan berorientasi pada diri sendiri atau
pada tujuan, bukan berorientasi pada orang lain sehingga tidak dapat
membina hubungan sosial secara mendalam
b. Impulsif
Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, tidak dapat diandalkan, mempunyai penilaian yang buruk dan
cenderung memaksakan kehendak
c. Narcissisme
Harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan pujian, memiliki sikap egosentris, pencemburu dan
marah jika orang lain tidak mendukung
F. Masalah keperawatan
Masalah yang mungkin muncul:
a. Isolasi sosial
b. Harga diri rendah kronis
c. Perubahan persepsi sensori: halusinasi
d. Koping individu tidak efektif
e. Koping keluarga tidak efektif
f. Intoleransi aktivitas
g. Defisit perawatan diri
h. Risiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
G. Data yang Perlu Dikaji
38
Masalah Data yang perlu dikaji
keperawatan
Isolasi sosial Subjetif
 Klien mengatakan malas bergaul dengan orang lain
 Klien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perwat
dan meminta untuk sendiri
 Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain
 Tidak mau berkomunikasi
 Data tentang klien biasanya didapat dari keluarga yang
mengetahui keterbatasan klien (suami, istri, anak, ibu,
ayah, atau teman dekat

Objektif
 Kurang spontan
 Apatis (acuh terhadap lingkungan)
 Ekspresi wajah kurang berseri
 Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan
diri
 Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
 Mengisolasi diri
 Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
 Asupan makan dan minuman terganggu
 Retensi urin dam feses
 Aktivitas menurun
 Kurang berenergi atau bertenaga
 Rendah diri
 Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus atau janin
(khususnya pada posisi tidur

H. Diagnosa Keperawatan
Isolasi Sosial
I. Rencana Tindakan Keperawatan
39
1. Rencana Tindakan keperawatan untuk klien
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk klien
a. Identifikasi penyebab
- Siapa yang satu rumah dengan pasien?
- Siapa yang dekat dengan pasien? Apa sebabnya?
- Siapa yang tidak dekat dengan pasien? Apa sebabnya?
b. Tanyakan keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain
- Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang
lain
- Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi dengan
orang lain
- Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman dan bergaul
akrab dengan mereka
- Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul
dengan orang lain
- Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien
c. Latih berkenalan
- Jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain
- Berikan contoh cara berinteraksi dengan orang lain
- Beri kesempatan pasien mempraktekan cara berinteraksi dengan orang lain
yang dilakukan dihadapan perawat.
- Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu teman/ anggota keluarga.
- Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi
dengan 2, 3, 4 orang, dan seterusnya.
- Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh
pasien
- Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan
orang lain, mungkin pasien akan mengungkapkan keberhasilan atau
kegagalannya, beri dorongan terus menerus agar pasien tetap semangat
meningkatkan interaksinya

40
d. Masukan jadwal kegiatan pasien
Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk klien
a. Evaluasi sp 1
b. Latih berhubungan sosial secara bertahap
c. Masukan jadwal kegiatan pasien.
Strategi pelaksanaan 3 (SP 3) untuk klien
a. Evaluasi sp 1 dan 2
b. Latih cara berkenalan dua orang atau lebih
c. Memasukkan jadwal kegiatan harian pasien

2. Rencana tindakan keperawatan untuk keluarga


Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk keluarga
a. Identifikasi masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasienn
b. Penjelasan isolasi sosial
c. Cara merawat pasien isolasi sosia;
d. Latih (simulasi)
e. RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk merawat pasien
Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk keluarga
a. Evaluasi SP 1
b. Latih ( langsung ke pasien)
c. RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk merawat pasien
Strategi pelaksanaan 3 (SP 3) untuk keluarga
a. Evaluasi sp 1dan 2
b. Latih langsung ke pasien
c. RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk merawat pasien
Strategi pelaksanaan 4 (SP 4) untuk keluarga
a. Evaluasi kemampuan keluarga
b. Evaluasi kemampuan pasien
c. Rencana tindak lanjut keluarga
 Rujukan
 Folow up
41
42
LAPORAN PENDAHULUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI (DPD)

1. Masalah Utama
Defisit Perawatan Diri

2. Proses Terjadinya Masalah


A. Pengertian
Defisit Perawatan Diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
hendaya dalam pemenuhan aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi,
berpakaian/berhias, makan dan bab/bak. Defisit perawatan diri adalah kegagalan
kemampuan pada seseorang untuk melaksanakan atau menyelesaikan aktivitas
kebersihan diri (Capernitto).
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya
jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit perawatan diri
adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi,
berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.
Kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan
perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000).

B. Faktor Predisposisi
Perkembangan, keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.Biologis, penyakit kronis yang menyebabkan klien
tidak mampu melakukan perawatan diri.Kemampuan realitas turun, klien dengan
gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidak
pedulian dirinya dan lingkungan yang termasuk perawatan diri. Social, kurang
dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungan, situasi lingkungan
mempengaruhi kemampuan dalam merawat diri.
43
C. Faktor Prestisipasi
Kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemasa, lemah
yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu parawatan diri.

D. Tanda dan gejala


1. Mandi/hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan, memperoleh atau
mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran ai mandi, mendapatkan
perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi.
2. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan
pakaian, menanggalkan pakaian serta memperoleh atau menukar pakaian. Klien
juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih
pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan kaos kaki, mempertahankan
penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian, dan mengenakan
sepatu.
3. Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan
makanan, menangani perkakas, mengunah makanan, menggunakan alat
tambahan, mendapatkan makanan, membuka container, memanipulasi makanan
dalam mulut, mengambil makanan dari wadah lalu memasukkannya ke mulut,
melengkapi makan, mencerna makanan menurut cara yang diterima masyarakat,
mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup makanan dengan aman.
4. BAB/BAK (toileting)
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban
atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian untuk
toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan meniram toilet
atau kamar kecil.
E. Rentang Respon

44
Adaptif Maladaptif

Pola perawatan Kadang perawatan diri Tidak melakukan


diri seimbang tidak seimbang perawatan diri

Penjelasan:
1. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan mampu
untuk berperilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang,
klien masih melakukan perawatan diri
2. Kadang perawatan diri kadang tidak : saat klien mendapatkan stresor
kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya
3. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli dan
tidak bisa melakukan perawatan saat stresor
3. Masalah Keperawatan
Masalah yang mungkin muncul:
1. Defisit perawatan diri
2. Harga diri rendah
3. Risti isolasi social
4. Data yang Perlu Dikaji

Masalah Data yang perlu dikaji


keperawatan

Defisit Perawatan Subjektif


Diri a. Klien mengatakan dirinya malas mandi karena airnya
dingin atau di RS tidak tersedia alat mandi
b. Klien mengatakan dirinya malas berdandan
c. Klien mengatakan ingin disuapi makan
d. Klien mengatakan membersihkan alat kelaminna setelah

45
BAK ataupun BAB

Objektif

a. Ketidakmampuan mandi/membersihkan diri ditandai


dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki, dan
berbau, serta kuku panjang dan kotor.
b. Ketidakmampuan berpakaian/berhias ditandai dengan
rambut acak-acakan, pakaian kotor dan tidak rapi,
pakaian tidak sesuai, tidak bercukur (laki-laki) atau
tidak berdandan (wanita)
c. Ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai
dengan ketidakmampuan mengambil makan sendiri,
makan berceceran, dan makan tidak pada tempatnya
d. Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri ditandai
BAB/BAK tidak pada tempatna, tidak membersihkan
diri dengan baik setelah BAB/BAK

5. Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri
6. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Rencana tindakan keperawatan untuk klien
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1)
a. Identifikasi
 Kebersihan diri
 Berdandan
 Makan
 BAB
 BAK
b. Jelaskan pentingnya kebersihan diri
c. Jelaskan alat dan cara kebersihan diri
d. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
Strategi pelaksanaan 2 (SP2)
a. Evaluasi SP1
46
b. Jelaskan pentingnya berdandan
c. Latih cara berdandan
 Untuk pasien laki-laki meliputi
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Bercukur
 Untuk wanita meliputi
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. berhias
d. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
Strategi pelaksanaan 3 (SP3)
a. Evaluasi kegiatan SP2
b. Jelaskan cara dan alat makan yang benar
 Jelaskan cara mempersiapkan makan
 Jelaskan cara merapihkan alat makan setelah makan
 Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
c. Latih kegiatan makan
d. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
Strategi pelaksanaan 4 (SP4)
a. Evaluasi kemampuan pasien yang lalu SP 1,2 dan 3
b. Latih cara BAB dan BAK yang baik
 Menjelaskan tempat BAB dan BAK yang sesuai
 Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK

2. Rencana tindakan untuk keluarga klien


Strategi pelaksanaan 1 (SP1)
a. Identifikasi masalah dalam merawat pasien
 Kebersihan diri
 Berdandan
 Makan
47
 BAB dan BAK
b. Jelaskan deficit perawatan diri
c. Jelaskan cara merawat
 Kebersihan diri
 Berdandan
 Makan
 BAB dan BAK
d. Bermain peran cara merawat
e. RTL keluarga atau jadwal untuk merawat
Strategi pelaksanaan 2 (SP2)
a. Evaluasi SP1
b. Latih keluarga merawat langsung kepasien, kebersihan diri dan berdandan
c. RTL keluarga atau jadwal untuk merawat
Strategi pelaksanaan 3 (SP3)
a. Evaluasi kemampuan SP2
b. Latih keluarga merawat langsung ke pasien cara makan
c. RTL keluarga atau jadwal untuk merawat
Strategi pelaksanaan 4 (SP4)
a. Evaluasi kemampuan keluarga
b. Evaluasi kemampuan pasien
c. RTL keluarga
 Follow up
 Rujukan

48
LAMPIRAN

49

Anda mungkin juga menyukai