Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

OLEH :

Pahira Seprilia Antika (1950002)


Poppy Permata Sari (1950008)
Syariffan (1950006)

DOSEN PEMBIMBING :
Suci Wulandari, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN ADZKIA
PADANG
2020/2021

2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah dengan judul
“Hakekat Matematika dan Pembelajaran Matematika”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Strategi Pembelajaran Matematika

Matematika merupakan mata pelajaran yang ada diberbagai tingkat sekolah


dari Sekolah Dasar sanpai Perguruan Tinggi. Matematika juga bisa menyelesaikan
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, kebanyakan masyarakat
bahkan hampir semua kalangan masyarakat menganggap bahwa matematika adalah
salah satu mata pelajaran yang sangat sulit. Untuk menghilangkan paradigma
tersebut, maka kami menyusun makalah ini yang membahas tentang Hakekat
Matematika.

Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini banyak


mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terima kasih banyak- banyak. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca umumnya. Kami menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah
SWT. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun tetap kami nantikan demi
kemajuan penulisan makalah berikutnya.

Padang, 9 Maret 2021

i
penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................................i

BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN........................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................................................1

BAB II........................................................................................................................................2

PEMBAHASAN..........................................................................................................................2

A. Menganalisis Teori Pembelajaran Behavioristik...............................................................2

B. Menganalisis Teori Pembelajaran Konstruktivisme..........................................................5

BAB III.......................................................................................................................................7

PENUTUP..................................................................................................................................7

A. Kesimpulan.......................................................................................................................7

B. Saran................................................................................................................................7

DAFTAR RUJUKAN....................................................................................................................8

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam proses pembelajaran, terdapat beberapa komponen, dua diantaranya
adalah guru dan siswa. Agar proses pembelajaran berhasil, guru harus aktif
diantaranya dalam hal mendorong siswa untuk aktif belajar dan memberikan
pengalaman belajar yang memadai kepada siswa.

Untuk mampu melakukan proses pembelajaran ini guru harus mampu


menyiapkan proses pembelajarannya. Proses pembelajaran yang akan disiapkan oleh
seorang guru hendaknya terlebih dahulu harus memperhatikan teori - teori yang
melandasinya karena suatu profesi itu harus mempunyai landasan yang menunjang
praktek. Teori belajar secara arti merupakan suatu teori yang memfokuskan kepada
penerangan dan penjelasan bagaimana proses pembelajaran itu berlaku di dalam diri
seseorang. Dengan memahami pentingnya teori belajar dengan proses pembelajaran
itu sendiri bagi para pendidik khususnya akan menghasilkan output pembelajaran
yang berkualitas

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu teori Behavioristik dalam pembelajran?

2. Apa itu teori Konstruktivisme dalam pembelajaran?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Menganalisis teori Pebelajaran Behavioristik
2. Menganalisis teori Pembelajran Konstruktivisme

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Menganalisis Teori Pembelajaran Behavioristik


Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku
yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui
rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon)
berdasarkan hukum – hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan
belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar.
Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap
stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan
perilaku S – R (stimulus – respon).

Ada beberapa teori yang termasuk ke dalam teori behavioristik, yaitu :

1. Teori Belajar Koneksionisme dikemukakan oleh Thorndike


Ada tiga hukum yang dikemukakan oleh Thorndike :
1) Hukum kesiapan ( Law of readiness )
Hubungan antara stimulus dan respons ini akan mudah
terbentuk manakalaada kesiapan dalam diri individu.
2) Hukum Latihan ( Law of exercise )
Kemungkinan kuat dan lemahnya hubungan stimulus dan
respons. Hubungan atau koneksi antara kondisi dan tindakan akan
menjadi lebih kuat karena tindakan dan koneksi – koneksi itu akan
menjadi lemah karena latihan tidak dilanjutkan.
3) Hukum Akibat (Law of effect)
Hukum ini menunjuk kepada kuat atau lemahnya hubungan
stimulus dan respons tergantung kepada akibat yang ditimbulkannya.

2
Apabila respons seseorang yang diberikan mendatangkan
kesenangan,maka respon tersebut akan dipertahankan atau diulang dan
sebaliknya apabila responsseseorang yang diberikan tidak
mengenakkan maka respons tersebut akan dihentikan.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing
menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1) Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang
dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang
salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus
lainnya akan meningkat.
2) Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang
dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent
conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer,
maka kekuatannya akan menurun.
3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan
selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya :
1) Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi
dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan
meningkat.
2) Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah
diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan
musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud


dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama

3
terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa
didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh
reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang
meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun
tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti
dalam classical conditi.

Analisis Teori Bevarioristik

Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan


tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk
merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan
kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi
pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan
tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang
sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).

Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik.
Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya
terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran
seperti teaching machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program
pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta
mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program
pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.

Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu


menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang
berkaitan dengan pendidikan atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar
hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.

4
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi
tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang
sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai
kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya
terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat
kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon
yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau
perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.

Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berpikir


linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar
merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau
mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan
berimajinasi. Padahal banyak faktor yang memengaruhi proses belajar, proses belajar
tidak sekedar pembentukan atau shaping.

Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak


menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa
yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung
membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi. Menurut Guthrie, hukuman
memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan
mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:

- Pengaruh hukuman terhadap adanya perubahan tingkah laku sangat bersifat


sementara.
- Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari
jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
- Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun
salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman

5
dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih
buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.

Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif.
Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila
hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda
dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus
dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar
perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja
melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak
mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah
ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki
kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan
negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk
memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan
penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.

B. Menganalisis Teori Pembelajaran Konstruktivisme


Menurut faham konstruktivis, pengetahuan bukanlah suatu imitasi dan
gambaran umum belaka dari suatu realitas (kenyataan). Pengetahuan selalu
merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif dari realitas yang terjadi melalui
serangkaian aktivitas peserta didik. Dasar itu, konstruktivisme menyatakan bahwa
siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan pesan maupun fakta,
menangkap serta mengkaji informasi baru dengan klausul lama dan merevisinya
apabila klausul itu tidak relevan lagi. Bagi peserta didik, untuk bisa mendapatkan
pengetahuan yang mendasar serta konfrehensif, mereka harus terlibat secara intensif
dalam memecahkan masalah, membentuk sendiri pengalamannya, menemukan segala
sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan ekstra menggunakan ide-ide untuk
kepentingan konstruksi tersebut. Siswa memiliki koneksi langsung (direct conection)

6
terhadap media, sumber dan instrumen informasi yang dapat digunakannya untuk
belajar.

Karenanya, pembelajaran yang beraliran pada konstruktivisme menegaskan


bahwa proses pembelajaran tidak disandarkan kepada satu-satunya sumber dan media
yang paling benar. Pembelajaran adalah proses negosiasi makna, proses asimilasi
antara konsep yang baru ke dalam skema pengetahuan yang dimiliki peserta didik.
Dengan demikian, makna tidaklah absolut, makna dapat berubah-ubah tergantung
dari sisi mana seseorang mengkonstruksinya. Dengan tidak adanya satu otoritas
sumber, dengan terbukanya akses terhadap beragam sumber dan media informasi, dan
dengan bebasnya peserta didik memilih informasi yang dipelajarinya, maka hanya
satu jawaban yang benar menjadi tidak ada lagi. Akan banyak lagi alternatif jawaban
terhadap satu masalah yang kompleks. Pemilihan alternatif jawaban, sekali lagi selalu
dilakukan dengan mempertimbangkan konteks, tempat, permasalahan, waktu, bidang
dan lain-lain.

Pendidikan dengan pendekatan konstruktivisme memungkinkan siswa


mencapai potensi yang maksimal, karena siswa mendapatkan pengalaman secara
langsung dalam pembelajaran, sehingga perkembangan kognitif dapat melibatkan
secara langsung siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahamannya sendiri
dari pengalaman mereka. Secara general konsep konstruktivisme terbagi dua, yaitu
individual cognitive constructivist dan sosiocultural constructivist, dua aspek tersebut
sama-sama mempelajari proses belajar individu yang di latar belakangi dari proses
pembentukan kognitif individu itu sendiri dan juga pembentukan kognitif yang
dipengaruhi lingkungan sosial. Keduanya menjadi sinergi jika diterapkan dalam
proses pembelajaran, yaitu membantu siswa membangun potensi kognitif melalui
potensi diri dan pengalaman, serta lingkungan sehat yang mendukung. Pendidikan
konstruktivisme tidak hanya membantu meningkatkan perkembangan kognitif siswa,
tetapi juga dapat meningkatkan kemandiriannya dalam proses perkembangan
tersebut.

7
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Fungsi dari pada sebuah teori, diantaranya yaitu : pertama memberikan


penemuan-penemuan menjadi sistematis. Kedua melahirkan hipotesis, maksudnya
setiap penelitian membutuhkan hipotesis, sebab tanpa sebuah hipotesis maka
penelitiannya itu kurang baik, sebab hipotesis mempunyai fungsi tersendiri dalam
setiap penelitian. ketiga membuat prediksi, maksudnya yaitu sebuah terori harus bisa
melahirkan sebuah prediksi-prediksi sementara dari pada anggapan-anggapan
kitasebagai peneliti, untuk membuktikannya tersebut maka dibutuhkanlah sebuah
teori untuk memberikan atau membuktikannya apakah benar tidak atau sesuai dengan
pemikiran peneliti, dan yang terakhir memberi penjelasan.

B. Saran
Dari penejelasan diatas di atas, maka dapat disampaikan saran berupa
pentingnya bagi penyelenggara pendidikan di sekolah dan penrguruan tinggi untuk
tetap menjadikan pendidikan lingkungan sebagai materi penting dalam kurikulum

8
pembelajaran, baik secara monolitik maupun melalui program yang terintegrasi
dalam berbagai mata pelajaran. Sedangkan bagi peneliti, dapat dilakukan pengkajian
lebih lanjut mengenai berbagai model pembelajaran lainnya yang dapat digunakan
untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran pendidikan lingkungan
di Sekolah.

DAFTAR RUJUKAN

Saleh Marwadi (2016). Kontruksivsme: Sebuah Anlisis Perspektif Pembelajran


volume 2; 1

Suparlan (2019). Jurnal Keislaman dan Ilmu Pendidikan Teori Kontruktivisme dalam
Pembelajaran volume 1 jilid 2; 78-79

Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:


KANISIUS.

Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai