Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan kebutuhan mendasar dari setiap manusia untuk dapat
hidup layak, produktif, serta mampu bersaing untuk meningkatkan taraf hidupnya.
Perkembangan teknologi dalam bidang kesehatan berjalan dengan pesat dalam abad
terakhir ini, yang manfaatnya dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Namun demikian
jangkauan pelayanan kesehatan ini masih terbatas; artinya masih banyak masyarakat
yang belum mampu menikmati pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal ini sangat
ditentukan oleh sistem pelayanan kesehatan yang berlaku di suatu negara.
Badan Kesehatan Dunia WHO (World Health Organitation) untuk pertama kalinya telah
mengadakan analisis terhadap sistim kesehatan di 191 negara di dunia, yang hasilnya
telah dipublikasikan pada tanggal 21 Juni 2000 pada "The World Health Report 2000 -
Health Systems Improfing performance". Analisis yang dilaksanakan dengan
menggunakan 5 performance indecator ini, menunjukkan bahwa Perancis mempunyai
sistem kesehatan yang baik, diikuti oleh Italia, Spanyol, Oman, Austria, dan Jepang.
USA yang proporsi biaya pelayanan kesehatan terhadap GDP-nya tinggi (dibanding
negara lain) hanya menduduki rangking ke 37, sedangkan biaya kesehatannya hanya 6
persen dari GDP, menduduki rangking ke 18.
Hal ini menunjukkan bahwa mutu sistem pelayanan kesehatan tidak semata- mata
ditentukan oleh besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pembiayaan kesehatan tersebut.
Director General WHO Dr Gro Harlem Brundtland menyatakan, pesan utama dari
laporan ini adalah bahwa kesehatan dan kesejahteraan masyarakat dunia sangat
tergantung pada sistem kesehatan yang diberlakukan bagi masyarakat. Walaupun
perkembangan telah terjadi dengan pesat dalam dekade terakhir ini, namun hampir di
semua negara terjadi underutilisasi dari resoucrces yang ada. Dampak dari sistem
kesehatan yang tidak tepat paling dirasakan oleh masyarakat miskin, yang akan semakin
terdorong kepada kemiskinan akibat tidak adanya perlindungan finansial terhadap
kesehatan.
Salah satu rekomendasi kunci dari laporan tersebut adalah agar negara- negara
mengembangkan asuransi kesehatan dengan cakupan populasi yang luas. Agar dapat
mempunyai cakupan populasi yang luas, maka sistem kesehatan dalam suatu negara
harus disusun dalam suatu tatanan yang terintegrasi antara sistem pelayanan itu sendiri
dengan sistem pembiayaan.

1.2 Tujuan
Mahasiswi diharapkan dapat mengerti dan memahami teori yang telah didapat selama
proses belajar mengajar sehingga dapat menerapkan secara nyata sesuai tugas dan
wewenang Bidan tentang penatalaksanaan masalah yg didapat sehingga dapat dijadikan
bekal dalam memberi wawasan yang bermanfaat kemudian hari.

Page | 1
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Tentang Pembiayaan Kesehatan

Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang


peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka
mencapai berbagai tujuan penting dari pembangunan kesehatan di suatu negara
diantaranya adalah pemerataan pelayanankesehatan dan akses (equitable access to
health care) dan pelayanan yang berkualitas (assured quality) . Oleh karena itu
reformasi kebijakan kesehatan di suatu negara indonesia memberikan fokus penting
kepada kebijakan pembiayaan kesehatan untuk menjamin terselenggaranya
kecukupan (adequacy), pemerataan (equity), efisiensi (efficiency) dan efektifitas
(effectiveness) dari pembiayaan kesehatan itu sendiri. Perencanaan dan pengaturan
pembiayaan kesehatan yang memadai (health care financing) akan menolong
pemerintah di suatu negara untuk dapat memobilisasi sumber-sumber pembiayaan
kesehatan, mengalokasikannya secara rasional serta menggunakannya secara efisien
dan efektif. Kebijakan pembiayaan kesehatan yang mengutamakan pemerataan serta
berpihak kepada masyarakat miskin (equitable and pro poor health policy) akan
mendorong tercapainya akses yang universal. Pada aspek yang lebih luas diyakini
bahwa pembiayaan kesehatan mempunyai kontribusi pada perkembangan sosial dan
ekonomi. Pelayanan kesehatan itu sendiri pada akhir-akhir ini menjadi amat mahal
baik pada negara maju maupun pada negara berkembang. Penggunaan yang
berlebihan dari pelayanan kesehatan dengan teknologi tinggi adalah salah satu
penyebab utamanya. Penyebab yang lain adalah dominasi pembiayaan pelayanan
kesehatan dengan mekanisme pembayaran tunai (fee for service) dan lemahnya
kemampuan dalam penatalaksanaan sumber-sumber dan pelayanan itu sendiri (poor
management of resources and services).
Meskipun tiap-tiap negara mempunyai perbedaan dalam reformasi pembiayaan
kesehatannya bergantung dari isu-isu dan tantangannya sendiri, akan tetapi pada
dasarnya dalam banyak hal karakteristiknya sama karena kesemua hal itu diarahkan
untuk mendukung pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional, regional dan
internasional. Organisasi kesehatan se-dunia (WHO) sendiri memberi fokus strategi
pembiayaan kesehatan yang memuat isu-isu pokok, tantangan, tujuan utama
kebijakan dan program aksi itu pada umumnya adalah dalam area sebagai berikut:

1. meningkatkan investasi dan pembelanjaan publik dalam bidang kesehatan,


2. mengupayakan pencapaian kepesertaan semesta dan penguatan permeliharaan
kesehatan masyarakat miskin,
3. pengembangan skema pembiayaan praupaya termasuk didalamnya asuransi
kesehatan sosial (SHI),
4. penggalian dukungan nasional dan internasional,

Page | 2
5. penguatan kerangka regulasi dan intervensi fungsional,
6. pengembangan kebijakan pembiayaan kesehatan yang didasarkan pada data
dan fakta ilmiah, serta
7. pemantauan dan evaluasi.

Implementasi strategi pembiayaan kesehatan di suatu negara diarahkan kepada


beberapa hal pokok yakni; kesinambungan pembiayaan program kesehatan prioritas,
reduksi pembiayaan kesehatan secara tunai perorangan (out of pocket funding),
menghilangkan hambatan biaya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan,
pemerataan dalam akses pelayanan, peningkatan efisiensi dan efektifitas alokasi
sumber daya (resources) serta kualitas pelayanan yang memadai dan dapat diterima
pengguna jasa.
Sejalan dengan itu, dalam rencana strategik Depkes 2005-2009 secara jelas
disebutkan bahwa meningkatkan pembiayaan kesehatan merupakan salah satu dari
empat strategi utama departemen kesehatan disamping menggerakkan dan
memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan akses masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas serta meningkatkan sistem
surveilans, moitoring dan informasi kesehatan. Strategi utama itu dijabarkan dalam
17 sasaran pembangunan. Selanjutnya sasaran dari strategi utama meningkatkan
pembiayaan kesehatan itu adalah; 1) pembangunan kesehatan mendapatkan
penganggaran yang memadai oleh pemerintah pusat dan daerah (sararan 15), 2)
anggaran kesehatan pemerintah lebih diutamakan untuk pencegahan dan promosi
kesehatan (sasaran 16) dan 3) terciptanya sistem jaminan pembiayaan kesehatan
terutama bagi masyarakat miskin (sasaran 17).
Tujuan pembiayaan kesehatan adalah tersedianya pembiayaan kesehatan dengan
jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil-
guna dan berdaya-guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan
guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

2.2 Mencari Model Sistem Pembiayaan Kesehatan

INDONESIA adalah salah satu negara dari sedikit negara-negara di dunia, yang
belum memiliki sistem pembiayaan kesehatan yang mantap. Padahal kita telah
merdeka lebih dari 50 tahun. Banyak negara yang lebih muda, yang merdeka setelah
Indonesia, justru telah memiliki sistem pembiayaan kesehatan yang lebih mantap,
yang menjadi “model” dan berlaku secara nasional. Dampaknya, jelas terkait dengan
kemampuan menyediakan dana kesehatan bagi seluruh rakyat. Ini terlepas, status
kesehatan rakyat tidak semata-mata tergantung besarnya biaya yang dikeluarkan.
Menurut survei PriceWaterhouse Coopers (1999), sebelum krisis ekonomi (1997),
Indonesia membelanjakan 19,1 dollar AS per kapita per tahun untuk pemeliharaan
kesehatan, atau sekitar 1,7 persen GDP. Bandingkan dengan Malaysia (97,3 dollar
AS atau 2,4 persen GDP), Thailand (108,5 dollar AS atau 4,3 persen GDP),
Singapura (667 dollar AS atau 3,5 persen GDP), Taiwan (623,8 dollar AS atau 4,8

Page | 3
persen GDP). Pada waktu itu, GDP per kapita Indonesia diperhitungkan sebesar
1.080 dollar AS.
Laporan itu juga mengatakan, harapan untuk hidup (life expectancy) Indonesia
adalah terendah dibanding negara-negara itu, yaitu 68 tahun. Ratio tempat tidur
dibanding jumlah penduduk juga terendah, yaitu 0,6 per 1000. Penyebab kematian,
di Indonesia ternyata justru penyakit-penyakit yang sebenarnya telah diketahui cara
diagnosa dan terapinya, yaitu infeksi alat pernafasan (15,15 persen) dan TBC (11,5
persen). Sedangkan di negara-negara tetangga kita, penyebab kematian utama adalah
kanker atau cardio vaskuler, yang merupakan penyakit-penyakit yang lebih sulit
pengobatannya.
Juga dilaporkan, cakupan kepesertaan penduduk Indonesia dalam program jaminan
sosial sektor kesehatan (compulsory coverage, semacam asuransi kesehatan
wajib/sosial) juga terendah, yaitu sekitar 15 persen. Bandingkan dengan Thailand,
yang telah mencapai 56 persen dan Taiwan 96 persen. Rendahnya cakupan
kepesertaan dalam program asuransi kesehatan, ternyata juga menyebabkan
inefisiensi dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Meski Indonesia hanya membelanjakan sekitar 10 dollar AS per kapita per tahun
untuk obat-obatan, sedangkan Taiwan membelanjakan sekitar 83 dollar AS per
kapita per tahun, pemakaian obat generik di Indonesia hanya mencapai sekitar 10
persen, sedangkan di Taiwan, pemekaian obat generik mencapai sekitar 70 persen.
Sebabnya, dengan kepesertaan sekitar 96 persen penduduk dalam program asuransi
kesehatan (sosial) Taiwan dapat menyelenggarakan standardisasi pelayanan,
termasuk obat, sehingga dana yang tersedia dapat dimanfaatkan lebih efisien.
Itulah sedikit gambaran, mengapa belanja kesehatan Indonesia adalah yang
terendah. Dampaknya, ada keterbatasan membangun sarana kesehatan bagi rakyat
dan sudah tentu berpengaruh pada status kesehatan rakyat. Meski status kesehatan
tidak semata-mata ditentukan kemampuan dana, masalah mobilisasi dana untuk
pembiayaan kesehatan (di Indonesia) pada hemat saya, semakin mendesak.

2.3 Berbagai pilihan

Dengan memperhatikan model-model yang dianut banyak negara, misalnya,


model asuransi kesehatan komersil (AS) atau National Health Service/NHS model
Inggris, Indonesia sebenarnya pernah menetapkan pilihan, yaitu ketika tahun 1968
melancarkan program asuransi kesehatan bagi pegawai negeri dan penerima
pensiun, diprakarsai Menteri Kesehatan saat itu – Prof GA Siwabessi- melalui
Keputusan Presiden No 230/1968 itu (nantinya) diharapkan menjadi “embrio”
asuransi kesehatan semesta/nasional yang diberlakukan bagi seluruh penduduk.
Model ini mirip “Bismarek model”, diberlakukan di Jerman tahun 1882, yang di
dalam khasanah ekonomi kesehatan dikenal sebagai asuransi kesehatan sosial.
Namun, setelah itu, sampai sekarang, perkembangannya sangat lamban. Berbagai
upaya, dengan memperkenalkan berbagai konsep untuk memperluas cakupan
program, sejauh ini belum menampakkan hasil yang menggembirakan, baik dalam

Page | 4
bentuk konsep Dana Upaya Kesehatan Masyarakat (DUKM) atau Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang diprakarsai Departemen Kesehatan ataupun
Jaminan Pemeliharaan Tenaga Kerja (JPTK) yang merupakan bagian program
Jamsostek. Cakupan seluruh program itu, baru mencapai sekitar 13 persen
penduduk, dimana peserta yang terbesar adalah peserta PT Askes Indonesia (sekitar
14 juta orang)%0.
Kini, dengan semakin meningkatnya biaya pelayanan kesehatan, ada kebutuhan
makin mendesak, untuk segera memiliki suatu sistem jaminan pemeliharaan
kesehatan, yang dapat mencakup seluruh penduduk Indonesia, meski
pelaksanaannya harus bertahap. Hal ini perlu guna mengantisipasi era globalisasi, di
mana keterbukaan kita atas pasar komoditas kesehatan juga makin terbuka, sehingga
ada kebutuhan untuk melindungi rakyat dari praktik kedokteran yang mungkin
hanya akan mengeruk kantung kita. Model apa yang layak dan dapat mempercepat
cakupan program jaminan pemeliharaan kesehatan-kesehatan?

Dari berbagai model yang telah dikembangkan di berbagai negara, “Bismarek”


model (asuransi kesehatan sosial), agaknya lebih mendekati kebutuhan untuk
mengejar ketertinggalan kita di bidang ini, karena model ini ternyata mampu
mencapai cakupan 100 persen penduduk di banyak negara. Hal ini juga
mempertimbangkan kelayakan model ini, yang ternyata telah diberlakukan di
banyak negara, khususnya di Eropa (selain Inggris), Asia (Jepang, Korea, Taiwan,
dan lain sebagainya). Dalam kaitan ini, ada prinsip-prinsip universal yang perlu
memperoleh perhatian.

2.4 Prinsip - Prinsip Universal

Prinsip-prinsip Universal itu adalah :


1) kepesertaan bersifat wajib, terhadap penduduk sesuai perundangan. Jerman dan
Jepang memulai dari kelompok tenaga kerja tertentu, untuk kemudian
berkembang ke kelompok-kelompok lain sampai tenaga kerja nonformal dan
mencapai 100 persen penduduk. Korea Selatan memulai dari sektor formal
dengan jumlah tenaga kerja yang besar (500 tenaga kerja) untuk secara bertahap
menurun, 400, 300, 200, 100 dan kahirnya mencakup kelompok nonformal.
Korea mencapai cakupan kepesertaan 100 persen penduduk hanya dalam waktu
beberapa tahun, karena kuatnya political will dari pemerintah (Dekrit Presiden,
1976).
2) iuran ditanggung bersama, ditetapkan secara proporsional, sesuai tingkat
pendapatan, antara pemberi kerja dan penerima kerja. Pendekatan seperti ini,
sebenarnya mengantisipasi perkembangan masa-depan, di mana biaya
pelayanan kesehatan akan menjadi amat mahal, sehingga tidak mampu
ditanggung penerima kerja (sendiri) atau pemberi kerja (sendiri). “Kekeliruan”
dalam sistem pembiayaan yang telah kita laksanakan adalah, di dalam
pembiayaan kesehatan Askes seluruh iuran ditanggung penerima kerja, sedang

Page | 5
pada Jamsostek seluruhnya ditanggung pemberi kerja. Untuk Askes, telah
dilakukan perubahan, di mana pemberi kerja (pemerintah) harus ikut memberi
iuran dan subsidi, namun belum terlaksana (UU No 43/1999)
3) jenis santunan/benefit package berupa pelayanan kesehatan, sesuai kebutuhan
medis. Ruang lingkupnya ditetapkan berdasar peraturan (pemerintah). Badan
penyelenggara akan membangun sebuah sistem pembiayaan dan pelayanan
kesehatan, untuk dapat memperoleh tingkat efisiensi yang tinggi, yang kini
sering dikenal sebagai Managed healtheare concept.
4) kegotongroyongan di antara peserta, dengan demikian amat lengkap. Antara
kaya miskin, tua muda, sehat sakit, bahkan yang memiliki resiko sakit tinggi
dan rendah. Kegotongroyongan seperti ini sesuai dengan sifat pelayanan
kesehatan itu sendiri, yang selayaknya bobot wajah sosial masih dapat
dipertahankan.
5) Kelima, berdasar studi perbandingan di banyak negara, negara-negara yang
menganut prinsip ini, ternyata juga membelanjakan biaya kesehatan yang lebih
rendah dibanding negara yang menganut prinsip asuransi kesehatan komersial.
Jepang hanya membelanjakan sekitar 50 persen biaya kesehatan dibanding AS.
Demikian juga peningkatan pembiayaan kesehatan setiap tahunnya, AS lebih
tinggi dibanding Jepang.
6) badan penyelenggara juga harus bersifat not for profit, sehingga lebih
menguntungkan peserta. Sisa hasil usaha diperuntukkan bagi peningkatan
pelayanan kesehatan, misalnya, pembangunan sarana kesehatan. Dengan
luasnya kepesertaan dalam sisetm ini, badan penyelenggara juga memperoleh
peluang menikmati harga komoditas kesehatan, misalnya obat-obatan dengan
harga lebih murah. Dampaknya, tentu amat luas pada ekonomi kesehatan.
Demikianlah, prinsip-prinsip universal dalam asuransi kesehatan sosial yang
banyak dianut. Satu hal yang perlu ditegaskan, dalam prinsip asuransi sosial,
sudah tentu pemerintah banyak berperanan, khususnya di dalam regulasi dan
dorongan politis.

2.5 Pembiayaan Kesehatan Melalui Asuransi Kesehatan Sosial

Pembiayaan kesehatan semakin meningkat dari waktu ke waktu dan


dirasakan berat baik oleh pemerintah, dunia usaha terlebih-lebih masyarakat
pada umumnya. Untuk itu berbagai Negara memilih model sistem
pembiayaan kesehatan bagi rakyatnya, yang diberlakukan secara nasional.
Berbagai model yang dominan yang implementasinya disesuaikan dengan
keadaan di Negara masing-masing.
Beberapa model yang dominan adalah:
1) Model asuransi kesehatan sosial (Social Health Insurance). Model ini
dirintis sejak Jerman dibawah Bismarck pada tahun 1882. Model
inilah yang berkembang di beberapa Negara Eropa, Jepang (sejak
1922) dan kemudian ke Negara-negara Asia lainnya yakni Philipina,

Page | 6
Korea, Taiwan dll. Kelebihan sistem ini memungkinkan cakupan
100% penduduk dan relatif rendahnya peningkatan biaya pelayanan
kesehatan.
2) Model asuransi kesehatan komersial (Commercial/Private Health
Insurance). Model ini berkembang di AS. Namun sistem ini gagal
mencapai cakupan 100% penduduk. Sekitar 38% penduduk tidak
tercakup dalam sistem. Selain itu terjadi peningkatan biaya yang amat
besar karena terbukanya peluang moral hazard. Sejak tahun 1993;
oleh Bank Dunia direkomendasikan pengembangan model Regulated
Health Insurance dimana kepesertaan berdasarkan kelompok dengan
syarat jumlah minimal tertentu sehingga mengurangi peluang moral
hazard
3) Model NHS (National Health Services) yang dirintis pemerintah
Inggris sejak usai perang dunia kedua. Model ini juga membuka
peluang cakupan 100% penduduk. Namun pembiayaan kesehatan
yang dijamin melalui anggaran pemerintah akan menjadi beban yang
berat.

2.6 Asuransi Kesehatan

Resiko sakit perorangan Kelompok


The law of lsrge number
Ketidakpastian Pasti
Prinsip :
1. Membayar Premi/Iuran(Kecil) Benefit/ santunan yang besar
2. Melindungi Peserta dari resiko (ekonomi)
Diantara berbagai model itu, asuransi kesehatan sosial menjadi pilihan di banyak
Negara. Penggunaan istilah asuransi dalam program ini adalah karena adanya aspek
pengalihan resiko (ekonomi) karena sakit dan syarat hukum the law of the large
number. Kecenderungan (universal) dari implementasi asuransi kesehatan sosial
adalah:
1) Bahwa program asuransi kesehatan sosial dimulai dari kelompok formal,
tenaga kerja, untuk kemudian berkembang pada kelompok non-formal dan
self employed. Program bagi masyarakat miskin seringkali dikembangkan
menjadi bagian dari kelompok non formal, atau dikembangkan secara
tersendiri bergantung kepada kebijakan negara. Program asuransi kesehatan
sosial di berbagai negara menunjukkan terjadinya peningkatan akses seluruh
penduduk ke fasilitas kesehatan serta terjadinya pengendalian biaya.
2) Di berbagai negara, program ini dimulai dengan beberapa badan
penyelenggara akan tetapi jumlah tersebut semakin menurun. Dimulai
dengan kerjasama/koordinasi diantara berbagai badan penyelenggara,
selanjutnya terjadi merger sehingga akhirnya menjadi satu badan
penyelenggara yang menyelenggarakan program secara nasional (contoh;

Page | 7
Taiwan, Korea Selatan). Dengan demikian bargaining power badan
penyelengara semakin besar, sementara
3) hukum the law of the large number juga semakin besar.
4) Perkembangan asuransi kesehatan sosial di berbagai Negara telah mengubah
konsep asuransi kesehatan tradisional dimana selanjutnya asuransi kesehatan
sosial tidak hanya dianggap sebagai sistem pembiayaan tetapi juga sistem
pemeliharaan kesehatan. Karena itu, dalam konsep asuransi kesehatan sosial
modern, program asuransi kesehatan mendasarkan kerjanya pada dua hal
penting yakni; integrasi sistem pembiayaan (financing of healthcare) dan
sistem pelayanan (delivery of healthcare) yang efisien dan efektif.
5) Perbandingan Berbagai Model Asuransi Kesehatan
Aspek A suransi Kesehatan Sosial
(Social Health Insurance) Asuransi Kesehatan Komersial
(Commercial/ Private Health Insurance) Asuransi Kesehatan Komersial
dengan regulasi
(Regulated Health Insurance)
1. Kepesertaan wajib /pokok Sukarela/ Perorangan/ kelompok Sukarela/
kelompok
2. Perhitungan premi group rating/ community rating Rating by class, sex,
age dll Community rating
3.Santunan / Benefit Menyeluruh/ komprehensif Sesuai kontrak Sesuai
kontrak
4. Premi/ iuran Persentasi gaji Angka absolute Angka absolut
5. Kegotong-royongan (solidaritas sosial) - Kaya - miskin
- Sehat - sakit
- Tua - muda
- High risk - low risk Sehat - sakit - Sehat - sakit
- High risk - low risk
- Tua - muda
6. Kenaikan biaya + +++ ++
7. Peran pemerintah +++ + ++
8. Pengelolaan Not for profit / nirlaba For profit / laba For profit /laba
6) Konsep asuransi dalam pembiayaan kesehatan telah berkembang melalui
berbagai
7) pendekatan yakni sosial (social health insurance) dan komersial
(commercial health insurance). Dantara keduanya berkembang regulated
Health Insurance yang dalam laporan Bank Dunia ( 1993) disarankan untuk
dilaksanakan sebagai pengganti prinsip Commercial/ Private Helath
Insurance
8) Di Indonesia pengembangan asuransi kesehatan sosial (Jaminan
Kesehatan/JK) diatur dalam UU No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial (SJSN) yang merupakan salah satu program bersama program
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan
Kematian (JKM) dan Jaminan Pensiun (JP). Program JK diselenggarakan

Page | 8
secara nasional, berdasar prinsip asuransi sosial dan ekuitas. Tujuannya
adalah untuk memberikan manfaat pemeliharaan kesehatran dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan
9) Prinsip asuransi sosial program JK dalam SJSN meliputi kepesertaan yang
bersifat wajib dan non diskriminatif bagi kelompok formal, iuran berdasar
persentase pendapatan menjadi beban bersama antara pemberi dan penerima
kerja sampai batas tertentu, sehingga ada kegotong-royongan antara yang
kaya-miskin, resiko sakit tinggi-rendah, tua-muda dengan manfaat pelayanan
medik yang sama (prinsip ekuitas), dan pelayanan dapat diakses secara
nasional (portabilitas), bersifat komprehensif, dengan manfaat pelayanan
kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk obat dan
bahan medis habis pakai. Pengelolaannya dilakukan dengan prinsip kehati-
hatian, nirlaba, transparansi dan akuntabilitas yang tinggi. Dana program
merupakan dana amanat yang digunakan sebesar-besarnya untuk
kepentingan peserta.
10) Kekhususan program JK dalam SJSN adalah bahwa Badan Penyelenggara
harus mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu
pelayanan dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan
efisiensi jaminan kesehatan. Penyelenggaraan jaminan kesehatan
menerapkan prinsip-prinsip managed healthcare concept, misalnya
penerapan konsep dokter keluarga, konsep rujukan, konsep wilayah serta
pembayaran prospektif (Prospective Payment System) misalnya kapitasi,
tariff paket, dan DRG’s (Diagnosis Related Groups). Pelayanan obat
diberikan sesuai dengan daftar dan harga tertinggi obat-obatan, serta bahan
medis habis pakai yang ditetapkan.

Page | 9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dengan prinsip-prinsip universal dari konsep asuransi kesehatan sosial


sebagaimana dikemukakan di atas, prinsip-prinsip itu juga sesuai falsafah kita
berbangsa dan bernegara. Prinsip-prinsip yang universal itu, tetap menampakkan
pelayanan kesehatan sebagai berwajah sosial, tanpa menghilangkan aspek ekonomi
komoditas kesehatan sebagai barang dan jasa yang harus diproduksi dengan
memperhatikan kaidah-kaidah ekonomi. Prinsip-prinsip itu, memberi peluang
seluruh rakyat memperoleh hak dan kewajiban yang sama, tanpa membedakan
status sosialnya. Semoga saran ini memperoleh perhatian berbagai kalangan, para
decision makers di negeri ini dalam waktu sesingkat mungkin, mengingat kita
sudah jauh tertinggal dengan negara lainnya di sektor pembiayaan kesehatan ini.
Tuntutan terhadap pelayanan yang berkualitas baik terhadap penyelenggara
asuransi kesehatan maupun penyelenggaraa pelayanan kesehatan akan semakin
meningkat, demikian pula dalam kerjasama bisnisnya, keduanya mempunyai
keterikatan dan ketergantungan yang tinggi, maka keduanya harus senantiasa
meningkatkan performansinya secara terus menerus, terlebih lagi dalam rangka
menghadapi pesaing dari luar.
Upaya peningkatan yang berkesinambungan tidak hanya menjadi tanggung jawab
pemberi pelayanan kesehatan saja tetapi juga bagi penyelenggara asuransi. Dan
benchmarking sebagai salah satu metoda untuk peningkatannya perlu pula
dilaksanakan oleh perusahaan asuransi.

3.2 Kritik dan Saran

Penulis mohon maaf bila pada penulisan makalah ini masih sangat jauh
dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis mohon kritik dan saran dari pembaca
guna untuk membangun kesempurnaan makalah ini.

Page | 10
DAFTAR PUSTAKA

http://www.jpkmonline.net/index.php?
option=com_content&task=view&id=22&Itemid=612002© Direktori -
Departemen Kesehatan RI. Dikelola oleh Pusat Pembiayaan dan Jaminan
Kesehatan Website oleh Penta Software Indonesia
www.google.com Sistem Pembiayaan Kesehatan
http://pdfdatabase.com/index.php?q=definisi+pembiayaan+kesehatan
http://www.kebijakankesehatan.co.cc/2008/09/definisi-puskesmas.html Kebijakan
Pembiayaan Kesehatan Indonesia.

http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1005534630,79955,model-
model Sistem Pembiayaan Kesehatan

Page | 11

Anda mungkin juga menyukai