Anda di halaman 1dari 26

1

Skenario
Luka Bakar
Seorang laki-laki 20 tahun dengan berat badan 50 kg, diantar oleh
keluarganya ke puskesmas karena luka bakar. Menurut keluarganya pasien
dikeluarkan dari ruangan berasap di rumahnya yang terbakar, sebelum dibawa ke
puskesmas pasien batuk dengan mengeluarkan ludah bercampur debu arang dan
terasa nyeri pada luka bakarnya. Pada pemeriksaan didapatkan kesadaran somnolen,
nadi teraba cepat lemah, pernapasan cepat, tekanan darah 90/70 mmHg, ditemukan
warna kemerahan, pembengkakan dan bula pada lengan kiri dan paha kiri serta
permukaannya. Kemudian dokter merujuk pasien tersebut ke rumah sakit dengan
pelayanan lengkap terkait penyakitnya.

Step 1
1. Resusitasi cairan : pemberian cairan yang adekuat dalam waktu yang relatif
cepat pada pasien kegewatan akibat kekurangan cairan.
2. Bulla : vesikel yang berukuran lebih dari 0,5 cm
3. Somnolen : penurunan kesadaran, respon psikomotor lambat, mudah tertidur,
tetapi mudah bangun bila diberikan rangsangan. GCS 10-11.

Step 2
1. Apa saja etiologi dan faktor resiko penyakit?
2. Mengapa pasien batuk dan mengeluarkan ludah bercampur arang?
3. Mengapa pasien mengeluhkan gejala seperti dikasus?
4. Berapa luas luka bakar yang dialami pasien?
5. Berapa derajat luka bakar yang dialami pasien?
6. Bagaimana penatalaksanaan awal dan lanjutan pada pasien luka bakar?
7. Apasaja indikasi rujukan pada pasien luka bakar?
8. Bagaimana prognosis pasien pada kasus?
9. Masuk ke dalam kategori kegawatan yang mana pasien tersebut (Triage)?
2

Step 3
1. Etiologi
- Api
- Radiasi
- Sinar UV
- Bahan kimia
- Listrik : petir dan statis
Faktor resiko
- Pekerjaan
- Bahan
- Konsistensi
- Volume
- Besar kecilnya api
- Voltase
- Lama pajanan
2. Batuk : refleks dari bronkus akibat benda asing
Luka pada kerongkongan : dicurigai adanya trauma inhalasi
Ludah bercampur arang :
Akibat asap yang masuk ke traktus respiratorius -> arang menempel pada
mukosa -> merangsang refleks batuk -> ludah keluar bercampur arang
3.

Luka Bakar Abibat Banyak Penurunan


kebakaran menghirup fungsi area Somnolen
CO2 sentral

Sampai
lapisan Merangsang
Hiperventilasi Kompensasi
dermis saraf

Nyeri pada Nadi cepat


Vasodilatasi lemah
luka

Eritema Permeabilitas Cairan


vaskular menuju Bulla
meningkat intersisial
3

4. 18 %
5. Derajat II A
6. Penatalaksanaan
- Menghilangkan penyebab
- Pastikan CAB lancar
- Rendam luka
- Resusitasi cairan
- Berikan O2
- Analgetik
- Antibiotik
- Ditutup kasa steril
7. Indikasi rujukan
- Tekanan darah <90/<60
- Dehidrasi (CRT >2 detik)
- Luka bakar masif derajat III, IV
- Penurunan kesadaran (koma)
- Prognosis buruk
8. Prognosis baik bila segera ditangani
9. Triage merah karena : ada trauma inhalasi, tekanan darah menurun, kesadaran
menurun
4

Step 4
Luas daerah permukaan

Derajat I (superficial burn)


- Terjadi pada permukaan epidermis
- Warna merah
- Ada nyeri
Derajat II A
- Sebagian folikel dan kelenjar keringat
Derajat II B
- Hanya kelenjar keringat yang selamat
Derajat III
- Terjadi pada seluruh dermis
- Warna coklat-hitam
5

- Tidak ada nyeri

Mind map

Tanda dan Gejala Penatalaksanaan

Luka Bakar

Etiologi Luas dan Derajat

Faktor Resiko

Step 5
1. Penilaian pasien luka bakar (grade dan persentase) serta indikator bahaya
2. Penatalaksanaan awal dan lanjutan pada pasien luka bakar
3. Kriteria merujuk pasien dengan luka bakar

Step 6
Belajar Mandiri

Step 7
1. Penilaian pasien luka bakar (grade dan persentase) serta indikator bahaya.
6

Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh
(flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat
sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn).
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung
atau radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 440C
tanpa kerusakan bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk
tiap drajat kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan
struktur yang kurang tahan dengan konduksi panas. Kerusakan pembuluh
darah ini mengakibatkan cairan intravaskuler keluar dari lumen pembuluh
darah, dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi 12 protein plasma dan
elektrolit. Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang
hampir menyelutruh, penimbunan jaringan masif di intersitial menyebabakan
kondisi hipovolemik. Volume cairan iuntravaskuler mengalami defisit, timbul
ketidak mampuan menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan,
kondisiinidikenaldengansyok. (Moenajat, 2009)
Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh
kegagalan organ multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi sistem
yaitu terjadinya kerusakan kulit yang mengakibatkan peningkatan pembuluh
darah kapiler, peningkatan ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit dan protein),
sehingga mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan cairan intraseluler
menurun, apabila hal ini terjadi terus menerus dapat mengakibatkan
hipopolemik dan hemokonsentrasi yang mengakibatkan terjadinya gangguan
perfusi jaringan. Apabila sudah terjadi gangguan perkusi jaringan maka akan
mengakibatkan gangguan sirkulasi makro yang menyuplai sirkulasi orang
organ organ penting seperti : otak, kardiovaskuler, hepar, traktus
gastrointestinal dan neurologi yang dapat mengakibatkan kegagalan organ
multi sistem.
7

Gambar 1.1 Persentase Luka Bakar pada Orang Dewasa Menurut Lund-Browder
8

(Moenadjat Y. 2009)

Area 0-1 thn 1-4 thn 5-9 thn 10-14 thn 15 thn Dewasa
Kepala 19 17 13 11 9 7
Leher 2 2 2 2 2 2
Anterior 13 13 13 13 13 13
tubuh
Posterior 13 13 13 13 13 13
tubuh
Bokong 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
kanan
Bokong 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
kiri
Genitalia 1 1 1 1 1 1
Lengan 4 4 4 4 4 4
atas kanan
Lengan 4 4 4 4 4 4
atas kiri
Lengan 3 3 3 3 3 3
bawah
kanan
Lengan 3 3 3 3 3 3
bawah kiri
Telapak 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
tangan
kanan
Telapak 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
tangan kiri
Paha kanan 5,5 6,5 8 8,5 9 9,5
Paha kiri 5,5 6,5 8 8,5 9 9,5
Kaki kanan 5 5 5,5 6 6,5 7
Kaki kiri 5 5 5,5 6 6,5 7
Telapak 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
kaki kanan
Telapak 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
kaki kiri
Total 100 100 100 100 100 100

Tabel 1.1 Tabel Perhitungan Luas Luka Bakar Menurut Lund dan Browder
(Moenadjat Y. 2009)
9

Gambar 1.2 Persentase Luka Bakar pada Orang Dewasa (Rule of Nine)

(Moenadjat Y. 2009)

Persentase Luka Bakar pada Orang Dewasa:

 Bagian depan dan belakang kepala dan leher setara dengan 9% dari luas
permukaan tubuh.
 Bagian depan dan belakang masing-masing lengan dan tangan setara
dengan 9% dari luas permukaan tubuh.
 Dada setara dengan 9% dan perut setara dengan 9% dari luas permukaan
tubuh.
 Punggung atas setara dengan 9% luas permukaan tubuh dan punggung
bawah setara dengan 9% dari luas permukaan tubuh.
 Bagian depan dan belakang masing-masing kaki dan kaki yang setara
dengan 18% dari luas permukaan tubuh.
 Daerah selangkangan setara dengan 1% dari luas permukaan tubuh.
(Moenadjat Y. 2009)
10

Gambar 1.3 Persentase Luka Bakar Pada Anak

(Moenadjat Y. 2009)

Persentase Luka Bakar Pada Anak:

 Bagian depan dan belakang kepala dan leher setara dengan 21% dari luas
permukaan tubuh.
 Bagian depan dan belakang masing-masing lengan dan tangan setara
dengan 10% dari luas permukaan tubuh.
 Dada dan perut setara dengan 13% dari luas permukaan tubuh.
 Punggung adalah setara dengan 13% dari luas permukaan tubuh.
 Pantat setara dengan 5% dari luas permukaan tubuh.
 Bagian depan dan belakang masing-masing tungkai kaki dan kaki setara
dengan 13,5% dari luas permukaan tubuh.
11

 Daerah selangkangan adalah 1% dari luas permukaan tubuh.

Klasifikasi Luka BakarKlasifikasi luka bakar menurut kedalaman:

a. Luka bakar derajat I

Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit kering


hiperemik, berupa eritema, tidak dijumpai pula nyeri karena ujung –ujung
syaraf sensorik teriritasi, penyembuhannya terjadi secara spontan dalam
waktu 5 -10 hari.

b. Luka bakar derajat II

Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai


lapisan dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai
pula, pembentukan scar, dan nyeri karena ujung –ujung syaraf sensorik
teriritasi. Dasar luka berwarna merah atau pucat. Sering terletak lebih
tinggi diatas kulit normal.

 Derajat II Dangkal (Superficial)


Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.Organ-
organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,kelenjar sebasea
masih utuh. Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah
cedera, danluka bakar pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat
I dan 17 mungkin terdiagnosa sebagai derajat II superficial setelah 12-
24 jam Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah muda
danbasah. Jarang menyebabkan hypertrophic scar.Jika infeksi dicegah
maka penyembuhan akan terjadi secaraspontan kurang dari 3 minggu.
 Derajat II dalam (Deep)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis. Organ-
organ kulit seperti folikel-folikel rambut, kelenjarkeringat,kelenjar
12

sebasea sebagian besar masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama


tergantung biji epitel yang tersisa.Juga dijumpai bula, akan tetapi
permukaan luka biasanya tanpakberwarna merah muda dan putih
segera setelah terjadi cedera karena variasi suplay darah dermis
(daerah yang berwarna putih mengindikasikan aliran darah yang
sedikit atau tidak ada sama sekali, daerah yg berwarna merah muda
mengindikasikan masih ada beberapa aliran darah ) (Moenadjat, 2009)
Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3 -9 minggu.
c. Luka bakar derajat III (Full Thickness burn)

Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan lapisan lebih


dalam, tidak dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang terbakar
berwarna putih dan pucat. Karena kering, letak nya lebih rendah
dibandingkan kulit sekitar. Terjadi koagulasi protein pada epidermis yang
dikenal sebagai scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh
karena ujung –ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan atau kematian.
Penyembuhanterjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari
dasar luka (Moenadjat, 2009).

d. Luka bakar derajat IV


Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
ltulang dengan adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi seluruh
dermis, organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan
kelenjar keringat mengalami kerusakan, tidak dijumpai bula, kulit yang
terbakar berwarna abu-abu dan pucat, terletak lebih rendah dibandingkan
kulit sekitar, terjadi koagulasi protein pada epidemis dan dermis yang
dikenal scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensori karena ujung-
ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan dan kematian.
penyembuhannya terjadi lebih lama karena ada proses
epitelisasispontandan rasa luka. (Cinar, 2015)
2. Penatalaksanaan
13

1) Sebelum di rumah sakit


Perawatan sebelum klien dibawa ke rumah sakit dimulai pada
tempat kejadian luka bakar dan berakhir ketika sampai di institusi
pelayanan emergensi. Pre-hospital care dimulai dengan
memindahkan/menghindarkan klien dari sumber penyebab LB dan atau
menghilangkan sumber panas. (Rahayuningsih, 2012)
A. Jauhkan penderita dari sumber LB
a) Padamkan pakaian yang terbakar
b) Hilangkan zat kimia penyebab LB
c) Siram dengan air sebanyak-banyaknya bila karena zat kimia
d) Matikan listrik atau buang sumber listrik dengan menggunakan
objek yang kering dan tidak menghantarkan arus (nonconductive)
B. Kaji ABC (airway, breathing, circulation):
a) Perhatikan jalan nafas (airway)
b) Pastikan pernafasan (breathibg) adekwat
c) Kaji sirkulasi
C. Kaji trauma yang lain
D. Pertahankan panas tubuh
E. Perhatikan kebutuhan untuk pemberian cairan intravena
F. Transportasi (segera kirim klien ka rumah sakit)
2) Penanganan di rumah sakit
A. Luka bakar ringan
Perawatan klien dengan LB ringan seringkali diberikan dengan
pasien rawat jalan. Dalam membuat keputusan apakah klien dapat
dipulangkan atau tidak adalah dengan memperhatikan antara lain a)
kemampuan klien untuk dapat menjalankan atau mengikuti intruksi-
instruksi dan kemampuan dalam melakukan perawatan secara mandiri
(self care), b) lingkungan rumah. Apabila klien mampu mengikuti
instruksi dan perawatan diri serta lingkungan di rumah mendukung
14

terjadinya pemulihan maka klien dapat dipulangkan. (Rahayuningsih,


2012)
Perawatan di bagian emergensi terhadap luka bakar minor
meliputi: menagemen nyeri, profilaksis tetanus, perawatan luka tahap
awal dan pendidikan kesehatan. (Rahayuningsih, 2012)
a) Managemen nyeri
Managemen nyeri seringkali dilakukan dengan pemberian
dosis ringan morphine atau meperidine dibagian emergensi.
Sedangkan analgetik oral diberikan untuk digunakan oleh pasien
rawat jalan. (Rahayuningsih, 2012)
b) Profilaksis tetanus
Petunjuk untuk pemberian profilaksis tetanus adalah sama
pada penderita LB baik yang ringan maupun tipe injuri lainnya.
Pada klien yang pernah mendapat imunisasi tetanus tetapi tidak
dalam waktu 5 tahun terakhir dapat diberikan boster tetanus
toxoid. Untuk klien yang tidak diimunisasi dengan tetanus human
immune globulin dan karenanya harus diberikan tetanus toxoid
yang pertama dari serangkaian pemberian imunisasi aktif dengan
tetanus toxoid. (Rahayuningsih, 2012)
c) Perawatan luka awal
Perawatan luka untuk LB ringan terdiri dari membersihkan
luka (cleansing) yaitu debridemen jaringan yang mati; membuang
zat-zat yang merusak (zat kimia, tar, dll); dan
pemberian/penggunaan krim atau salep antimikroba topikal dan
balutan secara steril. Selain itu juga perawat bertanggung jawab
memberikan pendidikan tentang perawatan luka di rumah dan
manifestasi klinis dari infeksi agar klien dapat segera mencari
pertolongan. Pendidikan lain yang diperlukan adalah tentang
pentingnya melakukan latihan ROM (range of motion) secara aktif
untuk mempertahankan fungsi sendi agar tetap normal dan untuk
15

menurunkan pembentukan edema dan kemungkinan terbentuknya


scar. Dan perlunya evaluasi atau penanganan follow up juga harus
dibicarakan dengan klien pada waktu itu. (Rahayuningsih, 2012)\

d) Edukasi
Pendidikan tentang perawatan luka, pengobatan,
komplikasi, pencegahan komplikasi, diet, berbagai fasilitas
kesehatan yang ada di masyarakat yang dapat di kunjungi jika
memmerlukan bantuan dan informasi lain yang relevan perlu
dilakukan agar klien dapat menolong dirinya sendiri.
(Rahayuningsih, 2012)
B. Luka Bakar Berat
Untuk klien dengan luka yang luas, maka penanganan pada bagian
emergensi akan meliputi reevaluasi ABC (jalan nafas, kondisi
pernafasan, sirkulasi ) dan trauma lain yang mungkin terjadi; resusitasi
cairan (penggantian cairan yang hilang); pemasangan kateter urine;
pemasangan nasogastric tube (NGT); pemeriksaan vital signs dan
laboratorium; management nyeri; propilaksis tetanus; pengumpulan
data; dan perawatan luka. (Rahayuningsih, 2012)
a) Reevaluasi nafas
Kondisi pernafasan, sirkulasi dan trauma lain yang mungkin
terjadi. Menilai kembali keadaan jalan nafas, kondisi pernafasan,
dan sirkulasi unutk lebih memastikan ada tidaknya kegawatan dan
untuk memastikan penanganan secara dini. Selain itu melakukan
pengkajian ada tidaknya trauma lain yang menyertai cedera luka
bakar seperti patah tulang, adanya perdarahan dan lain-lain perlu
dilakukan agar dapat dengan segera diketahui dan ditangani.
(Rahayuningsih, 2012)
b) Resusitasi cairan
16

Bagi klien dewasa dengan luka bakar lebih dari 15 %, maka


resusitasi cairan intravena umumnya diperlukan. Pemberian
intravena perifer dapat diberikan melaui kulit yang tidak terbakar
pada bagian proximal dari ekstremitas yang terbakar. Sedangkan
untuk klien yang mengalami luka bakar yang cukup luas atau pada
klien dimana tempat – tempat untuk pemberian intravena perifer
terbatas, maka dengan pemasangan kanul (cannulation) pada vena
central (seperti subclavian, jugular internal atau eksternal, atau
femoral) oleh dokter mungkin diperlukan. (Rahayuningsih, 2012)
Luas atau persentasi luka bakar harus ditentukan dan kemudian
dilanjutkan dengan resusitasi cairan. Resusitasi cairan dapat
menggunakan berbagai formula yang telah dikembangkan.
(Rahayuningsih, 2012)
c) Pemasangan kateter
Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengukur produksi
urine setiap jam. Output urine merupakan indikator yang reliable
untuk menentukan keadekuatan dari resusitasi cairan.
(Rahayuningsih, 2012)
d) Pemasangan NGT
Pemasangan NGT bagi klien LB 20 % -25 % atau lebih perlu
dilakukan untuk mencegah emesis dan mengurangi resiko
terjadinya aspirasi. Disfungsi ganstrointestinal akibat dari ileus
dapat terjadi umumnya pada klien tahap dini setelah luka bakar.
Oleh karena itu semua pemberian cairan melalui oral harus dibatasi
pada waktu itu. (Rahayuningsih, 2012)
e) Pemeriksaan vital sign dan laboratorium
Vital signs merupakan informasi yang penting sebagai data
tambahanuntuk menentukan adekuat tidaknya resuscitasi.
Pemeriksaan laboratorium dasar akan meliputi pemeriksaan
gula darah, BUN (blood ures nitrogen), creatini, elektrolit serum,
17

dan kadar hematokrit. Kadar gas darah arteri (analisa gas darah),
COHb juga harus diperiksa, khususnya jika terdapat injuri inhalasi.
Tes-tes laboratorium lainnya adalah pemeriksaan x-ray untuk
mengetahui adanya fraktur atau trauma lainnya mungkin perlu
dilakukan jika dibutuhkan. Monitoring EKG terus menerus
haruslah dilakukan pada semua klien dengan LB berat, khususnya
jika disebabkan oleh karena listrik dengan voltase tinggi, atau pada
klien yang mempunyai riwayat iskemia jantung atau dysrhythmia.
(Rahayuningsih, 2012)
f) Management nyeri
Penanganan nyeri dapat dicapai melalui pemberian obat
narcotik intravena, seperti morphine. Pemberian melalui
intramuskuler atau subcutan tidak dianjurkan karena absorbsi dari
jaringan lunak tidak cukup baik selama periode ini bila
hipovolemia dan perpindahan cairan yang banyak masih terjadi.
Demikian juga pemberian obat-obatan untuk mengatasi secara oral
tidak dianjurkan karena adanya disfungsi gastrointestial.
(Rahayuningsih, 2012)
g) Perawatan luka
Luka yang mengenai sekeliling ekstremitas dan torak dapat
mengganggu sirkulasi dan respirasi, oleh karena itu harus
mendapat perhatian. Komplikasi ini lebih mudah terjadi selama
resusitasi, bila cairan berpindah ke dalam jaringan interstitial
berada pada puncaknya. Pada LB yang mengenai sekeliling
ekstremitas, maka meninggikan bagian ekstremitas diatas jantung
akan membantu menurunkan edema dependen; walaupun demikian
gangguan sirkulasi masih dapat terjadi. Oleh karena pengkajian
yang sering terhadap perfusi ekstremitas bagian distal sangatlah
penting untuk dilakukan. (Rahayuningsih, 2012)
18

Perawatan luka dibagian emergensi terdiri dari penutupan luka


dengan sprei kering, bersih dan baju hangat untuk memelihara
panas tubuh. Klien dengan luka bakar yang mengenai kepala dan
wajah diletakan pada posisi kepala elevasi dan semua ekstremitas
yang terbakar dengan menggunakan bantal sampai diatas
permukaan jantung. Tindakan ini dapat membantu menurunkan
pembentukan edema dependent. Untuk LB ringan kompres dingin
dan steril dapat mengatasi nyeri. Kemudian dibawa menuju
fasilitas kesehatan. (Rahayuningsih, 2012)
Primary Survey :

1) Airway

Sama halnya dengan bantuan hidup lanjut, sebaiknya servikal tetap


dilindungi kecuali yakin tidak terdapat jejas servikal. Inhalasi gas panas dapat
menyebabkan edema pita suara beberapa saat kemudian. Oleh karena itu jaga
jalan napas tetap paten. Bila diperlukan dapat dilakukan intubasi. Tanda-tanda
trauma inhalasi adalah sebagai berikut:

a. Riwayat luka bakar karena api atau luka bakar di ruangan tertutup.
b. Luka bakar yang luas dan dalam di area wajah, leher, atau upper torso.
c. Bulu hidung yang terbakar.
d. Adanya sputum berkarbon atau partikel karbon di orofaring.

Indikasi untuk dilakukan intubasi adalah sebagai berikut:

a. Edema atau eritema area orofaring dari inspeksi langsung dengan


laringoskop
b. Suara yang berubah menjadi kasar atau batuk kasar.
c. Stridor, takipnea, atau dyspnea.

(Tanto, 2014)

2) Breathing
19

a. Luka bakar yang mengelilingi dada, atau sangat luas dan dalam di area
dada, dapat membatasi pergerakan dada dan membuat ventilasi inadekuat.
Dibutuhkan tindakan eskarotomi. (Tanto, 2014)
b. Jejas yang mempenetrasi menyebabkan tension pneumotoraks, kontusio
paru, dan trauma alveolaryang dapat menyebabkan adult respiratory
distress syndrome. (Tanto, 2014)
c. Sekalipun telah dingin, hasil kombusio dapat masuk kedalam paru-paru
dan mengiritasi paru yang menyebabkan inflamasi, bronkospasme, dan
bronkorhoea. Silia pneumosit yang rusak dapat berlanjut menjadi
atelectasis atu pneumonia. Dapat diberikan nebiliser atau ventilasi
tekanan positif dengan positive end-expiratory pressure (PEEP). (Tanto,
2014)
d. Afinitas ikatan karbonmonoksida dengan deoksihemoglobin 40 kali lebih
kuat bila dibandingkan dengan afinitas oksigen. Karbonmonoksida juga
berikatan dengan protein intraseluler terutama melalui jalur sitokrom
oksidase. Kedua proses tersebut menyebabkan hipoksia ekstraseluler dan
intraseluler. Pulse oximetry tidak dapat membedakan keduanya sehingga
dapat menunjukan hasil yang normal. Analisis gas darah dapat
menunjukkan asidosis metabolic dan peningkatan karboksihemoglobi.
Berikan oksigen 100% untuk menggeser kedudukan karbon monoksida
dengat cepat. (Tanto, 2014)
3) Circulation → Buat jalur intravena yang besar segera di area tanpa luka.
(Tanto, 2014)
4) Stabilitas neurologi
Periksa tingkat kesadaran pasien dengan Glasgow Coma Scale.
Penurunan kesadaran dapat terjadi karena hipoksia atau hipovolemi. (Tanto,
2014)
5) Environment
Seluruh permukaan tubuh pasien harus diperiksa termasuk punggung,
untuk mendapatkan estimasi akurat dari area luka bakar dan jejas yang
20

menyertai. Pasien sebaiknya segera dtutupi selimut karena rentan hiportermi,


terutama anak-anak. (Tanto, 2014)
6) Fluid Resuscitation (resusitasi cairan)
Pada luka bakar > 20% diperlukan pemasangan kateter urin untuk
memonitor keluaran urin. Pada nak, bila tidak memungkinkan dengan akses
intravena, dapat menggunakan akses interoseus untuk sementara. Namun,
jalur intravena harus tetap dipasang. Setelah periode 24 jam pemberian
kristaloid, selanjutnya dapat dilanjutkan pemberian koloid, karena dapat
memperbaiki ekspansi volume intravaskuler.

Pada anak-anak ditambahkan cairan dosis pemeliharaan dalam tiap jamnya:

4ml/KgBB untuk 10 Kg pertama berat badan, (ditambah…)

2ml/KgBB untuk 10 Kg kedua berat badan (ditambah..)

1ml/Kg untuk > 20 Kg berat badan

Target pengeluaran urin:

Urine output dewasa 0.5 – 1 ml/Kg/jam

Urine output anak-anak 1-2 ml/Kg/jam

Berikan 0.3-0.5 mL x berat badan (Kg) x % total permukaan area luka


bakar selama 24 jam. Setelahnya, terapi cairannya disesuaikan berdasarkan
keluaran urine (dengan target keluaran urine seperti diatas) dan keadaan klinis
pasien. (Tanto, 2014)

7) Suportif

Berikan analgesic, terutama luka bakar superfisial karena sangat nyeri.


Bila NSAID tidak dapat mengatasi nyeri, dapat diberikan morfin oral (pada
luka bakar kecil) atau intravena. Dengan dosis 2-3 mg setiap kali pemberian
dan dititrasi untuk control. Hati-hati pemberian karena dosis berlebihan dapat
21

menyebabkan pasien tidak bernapas. Jangan berikan lebih dari 0.1 mg/KgBB
dalam periode 1-2 jam. Berlaku pada anak dan dewasa. (Tanto, 2014).

Secondary survey

Secondary survey adalah pemeriksaan teliti dan menyeluruh dari kepala


sampai kaki (head to toe), termasuk reevaluasi tanda vital. Secondary survey baru
dilakukan setelah primary survey selesai, resusitasi dilakukan dan ABC dalam
keadaan stabil.

A. Anamnesis
Pengambilan suatu anamnesis yang menyeluruh merupakan suatu tugas
yang paling penting dan sering kali sulit untuk dilakukan dalam merawat
pasien luka bakar. Petugas pertolongan darurat, pemadam kebakaran, dan
staf unit gawat darurat merupakan sumber informasi yang sangat baik
pada saat pasien datang ke rumah sakit. Dari anamnesis dapat diketahui :
- Bahan yang menyebabkan luka bakar (api, air panas, listrik atau
kimia)
- Bagaimana kontaknya dengan pasien
- Pertolongan pertama yang telah dilakukan dan tata laksana lanjutan
yang telah diberikan
- Adakah kejadian lain yang menyertai (seperti jatuh, tabrakan, atau
ledakan)
- Adakah resiko trauma inhalasi (terutama pada kejadian di dalam
ruangan tertutup)
- Kapan terjadi dan berapa lama pajanannya
- Sudahkah resusitasi cairan dimulai
Mekanisme perlukaan juga sangat menentukan keadaan pasien dan dapat
memprediksi jenis perlukaan yang terjadi. Jenis perlukaan terbagi menjadi
dua, yakni trauma tumpul dan trauma tajam. Pada kasus kecelakaan lalu
lintas, trauma tumpul sering kali terjadi. Keterangan lain yang dibutuhkan
pada kecelakaan lalu lintas ialah pemakaian sabuk pengaman, deformasi
22

kemudi, arah tabrakan, kerusakan kendaraan, dan adanya penumpang


terlempar ke luar. (Schwartz, 2000)
B. Pemeriksaan fisik
Pasien luka bakar merupakan pasien trauma dan evaluasinya perlu
dilakukan secara aman dan tangkas menurut Advanced Trauma Life
Support dari Americam College of Surgeons. Penyebab ketidakstabilan
yang paling dini yang timbul pada pasien luka bakar adalah cedera
inhalasi yang berat, yang menimbulkan kerusakan jalan napas atas dan
obstruksi, atau keracunan karbon monoksida yang mendekati letal.
Pengamatan pertama harus dengan cepat dapat mengenali semua
kesulitan-kesulitan ini. Pada pengamatan kedua yang menyeluruh dapat
dideteksi adanya cedera-cedera lain yang menyertainya. Perubahan status
neurologik dapat menunjukan adanya cedera kepala tertutup. Tanda-tanda
vital dan penilaian denyut perifer memungkinkan interpretasi perubahan-
perubahan selanjutnya, khususnya pada pasien-pasien dengan luka bakar
melingkar pada ekstremitas.
Pemeriksaan secara detail dari kepala sampai kaki hanya dimulai jika
keadaan mengancam jiwa pasien sudah terevaluasi dan tertangani selama
primary survey. (Schwartz, 2000)
Pemeriksaan dimulai dari :
1) Kepala, mata, telinga, hidung, dan tenggorokan
a) Nilai adakah tanda-tanda fraktur basis kranii dengan
mengidentifikasi adanya battle’s sign (adanya ekimosis di daerah
mastoid), raccoon’s eyes (ekimosis di daerah mata), atau
hemotimpanum (kumpulan darah di belakang gendang telinga).
Lihat apakah adanya kebocoran cairan serebrospinal yang ditandai
dengan adanya rhinorrhea atau otorrhea.
b) Nilai apakah adanya depresi fraktur tengkorak dengan palpasi
secara hati-hati. Adanya benda asing atau bagian tulang yang
menusuk tidak boleh dimanipulasi.
23

c) Nilai perlukaan pada wajah dan kestabilannya dengan mempalpasi


tulang wajah. Fraktur fasialis berat dapat berakibat pada gangguan
jalan napas.
d) Nilai laserasi yang perlu ditangani.
e) Nilai ukuran pupil dan fungsinya.
f) Periksa septum hidung untuk memastikan ada atau tidaknya
hematoma
2) Leher
a) Palpasi servikal dan tentukan apakah ada nyeri tekan,
pembengkakan, atau deformitas.
b) Lihat apakah ada emfisema subkutan yang mungkin berkaitan
dengan pneumotoraks atau trauma laringotrakeal
3) Toraks
a) Palpasi daerah sternum, klavikula, dan iga untuk menentukan
adanya nyeri tekan atau krepitasi.
b) Lihat apakah ada memar atau deformitas yang mungkin berkaitan
dengan adanya trauma pada paru

4) Abdomen
a) Nilai apakah ada distensi, dan nyeri tekan. Dua sumber perdarahan
yang paling sering menyebabkan pasien kehilangan banyak darah
ialah hepar dan limpa.
b) Ekimosis pada daerah punggung mungkin berkaitan dengan
adanya perdarahan retroperitoneal.
5) Punggung
a) Pemeriksaan ini dilakukan dengan log-roll pasien dengan dibantu
oleh asisten sambil tetap menjaga servikal tetap stabil. Palpasi
daerah servikal untuk menentukan apakah ada nyeri tekan atau
tidak.
24

b) Nilai luka tersembunyi pada bagian ketiak, dibawah kolar servikal,


dan daerah bokong.
6) Perineum, rectum dan anus
a) Pada perineum, lihat apakah ada ekimosis ,yang mengarahkan
pada adanya fraktur pelvis.
b) Pada uretra, lihat apakah ada akumulasi darah yang menjadi tanda
adanya disrupsi uretra sebelum dilakukan pemasangan kateter
uretra.
c) Pada daerah rektum, periksa apakah adanya letak prostat tinggi
yang mengindikasikan adanya disrupsi pada membran uretra dan
menjadi kontraindikasi pemasangan kateter urin.
7) Ekstremitas
a) Evaluasi kembali status vaskular pasien di setiap ekstremitas,
yaitu pulsasi nadi , warna kulit, capillary refill time, dan suhunya.
b) Inspeksi dan palpasi secara keseluruhan, evaluasi range of motion
dari setiap persendian. Nilai apakah ada deformitas, krepitasi,
nyeri tekan, pembengkakan, dan laserasi. Fraktur femur dapat
menjadi sumber perdarahan tersembunyi. (Schwartz, 2000)
C. Pemeriksaan penunjang
a. Hitung darah lengkap: peningkatan Ht awal menunjukkan
hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan/ kehilangan
cairan.
b. Elektrolit serum: kalium meningkat karena cedera jaringan
/kerusakan SDM dan penurunan fungsi ginjal. Natrium awalnya
menurun pada kehilangan air.
c. Alkalin fosfat: peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan
interstitial/ gangguan pompa natrium.
d. Urine: adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan
kerusakan jaringan dalam dan kehilangan protein.
e. Foto rontgen dada: untuk memastikan cedera inhalasi
25

f. Scan paru: untuk menentukan luasnya cedera inhalasi


g. EKG untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka
bakar listrik.
h. BUN dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
i. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.
j. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
k. Albumin serum dapat menurun karena kehilangan protein pada
edema cairan.
l. Fotografi luka bakar : memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar selanjutnya. (Schwartz, 2000)

3. Kriteria merujuk pasien luka bakar


Kriteria merujuk :
a. Luka bakar derajat 2 > 10 % LPT
b. Luka bakar yang mengenai daerah wajah, tangan, kaki, genitalia,
perineum, dan persediaan utama.
c. Luka bakar derajat 3 pada usia berapapun
d. Luka bakar listrik termasuk sambaran petir
e. Luka bakar akibat zat kimia
f. Terdapat cidera inhalasi
g. Terdapat masalah medis sebelumnya/kondisi komordibitas seperti
hipertensi, diabetes dll. (Moenadjat Y. 2009)
26

DaftarPustaka

Cinar, A.Y dkk. Guideline and Treatment Algorithm for Burn Injuries. Ulus Travma
Acil Cerrahi Derg, March 2015, Vol.21, No. 2 (Diakses pada tanggal 19 Juli
2017).

Moenadjat Y. 2009. Luka bakar masalah dan tatalaksana. Jakarta : Balai penerbit


FKUI.
Rahayuningsih T. 2012. Penatalaksanaan Luka Bakar (Combustio). Sukoharjo:
Poltekkes Bakti Mulia.
Schwartz, S.2000.Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah.Jakarta:EGC

Tanto, C. dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi IV. Jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai