Anda di halaman 1dari 82

KINERJA USAHATANI DAN MOTIVASI PETANI DALAM

PENERAPAN INOVASI BENIH JAGUNG HIBRIDA PADA


LAHAN KERING DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR

NI MADE NIKE ZEAMITA WIDIYANTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kinerja Usahatani dan
Motivasi Petani dalam Penerapan Inovasi Benih Jagung Hibrida pada Lahan
Kering di Kabupaten Lombok Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Ni Made Nike Zeamita Widiyanti


NIM H351130161
RINGKASAN

NI MADE NIKE ZEAMITA WIDIYANTI. Kinerja Usahatani dan Motivasi


Petani dalam Penerapan Inovasi Benih Jagung Hibrida pada Lahan Kering di
Kabupaten Lombok Timur. Dibimbing oleh LUKMAN MOHAMMAD BAGA
dan HENY KUSWANTI SUWARSINAH.

Indonesia mengalami peningkatan impor jagung pada tahun 2014 dari 3.255
menjadi 4 juta ton. Upaya meningkatkan produksi jagung untuk memenuhi
kebutuhan pasar nasional dilakukan dengan cara pengembangan jagung dengan
memanfaatkan lahan pertanian yang berpotensi, seperti lahan kering. Kabupaten
Lombok Timur Provinsi NTB merupakan sentra tanaman jagung dan 71.73 persen
lahannya merupakan lahan kering. Salah satu keterbatasan petani pada lahan
kering adalah ketersediaan air, pendidikan dan pendapatan yang rendah. Namun,
keterbatasan tersebut tidak menghilangkan keinginan petani untuk mengadopsi
inovasi benih jagung hibrida. Salah satu aspek yang ikut menentukan keberhasilan
dalam menerapkan sebuah inovasi adalah motivasi. Motivasi petani merupakan
salah satu aspek penting untuk dikaji, karena motivasi terkait pada tindakan yang
dapat menentukan prestasi kerja petani dalam berusahatani.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis kinerja usahatani jagung
dalam penerapan inovasi benih hibrida pada lahan kering di Kabupaten Lombok
Timur, (2) menganalisis tingkat motivasi petani dalam penerapan inovasi benih
hibrida pada lahan kering di Kabupaten Lombok Timur, dan (3) menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi petani dalam penerapan inovasi benih
hibrida pada lahan kering di Kabupaten Lombok Timur.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2015 di Kecamatan
Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur. Jumlah petani hibrida 80 responden dan
petani non-hibrida 20 responden. Analisis data menggunakan metode analisis
usahatani, skala likert, uji beda (t-test dan chi-square), dan uji korelasi rank
spearman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat perbedaan antara
produktivitas dan pendapatan petani hibrida dengan non-hibrida, dimana
produktivitas dan pendapatan petani hibrida lebih tinggi dibandingkan dengan
petani non-hibrida, namun untuk variabel harga tidak terdapat perbedaan antara
kedua katagori petani. (2) Terdapat perbedaan tingkat motivasi petani early
majority dan late majority, dimana motivasi late majority lebih tinggi
dibandingkan dengan early majority. (3) Faktor-faktor yang mempengaruhi
motivasi petani dalam penerapan inovasi benih jagung hibrida yaitu pengalaman
berusahatani, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan garapan, sifat kosmopolit
dan ketersediaan modal. Sedangkan faktor-faktor yang tidak berpengaruh yaitu
umur, pendidikan, ketersediaan sarana dan prasarana serta intensitas penyuluhan.

Kata kunci : kinerja usahatani, jagung hibrida, motivasi, inovasi.


SUMMARY

NI MADE NIKE ZEAMITA WIDIYANTI. Farming Performance and Farmer’s


Motivation in The Application of Hybrid Corn Seed Innovation on Dryland in
Eastern Lombok District. Supervised by LUKMAN MOHAMMAD BAGA and
HENY KUSWANTI SUWARSINAH.

Indonesia’s corn import increasing from 3.255 milion to 4 milion tons in


2014. Dry land could be utilize in order to increase the corn production which
later would contribute to national market. East Lombok which is located in NTB
province is a central of corn and 71.73 persen are dry land. The limitations of
farmers in dry land are water availability, education and low level of income.
However, those limitations do not dismiss the disire of farmers to adopt the hybrid
corn seed innovation. Motivation is a driven factor which influence the adoption
of innovation. Farmer’s motivation is necessary to be discused since motivation is
acociated on the action which finally affect the working achievement.
This research attempt (1) to analyze the differences between the
performance of hybrid and non-hybrid farmers, (2) to analyze the level of
motivation in implementing the innovation of hybrid corn seed, and (3) to
analyze the factors that influence the motivation of farmers in the application of
hybrid corn seed innovation.
This study was conducted in May-June 2015 in the District Pringgabaya,
East Lombok. The sample are 80 respondents of hybrid farmers and 20 respondent
of non-hybrid farmers. Analysis methods which used were farm analysis, likert
scale, different test (t-test and chi-square), and rank spearman correlation test.
The findings of the study are (1) there is a significant difference between the
performance of hybrid and non-hybrid farmers. In which the income and the
production of the hybrid farmers are higher than non-hybrid farmers. However,
there is no significant different of the price between hybrid farmers and non-
hybrid farmers. (2) There is a significant difference between the level of
motivation of early majority and late majority farmers. In which the level of
motivation of early majority farmers are higher than late majority farmers. (3) The
factors that influence the farmer’s motivation in the application of hybrid corn
seed innovation are experience on farming, the number of independents, size of
farmland, cosmopolitan nature, and the availability of capital. In the other hand,
the factors which are not statistically significant are age, education, the
availability of supporting facilities, and the intensity of agriculture extension.

Keywords : farming performance, hybrid corn, innovation, motivation


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
KINERJA USAHATANI DAN MOTIVASI PETANI DALAM
PENERAPAN INOVASI BENIH JAGUNG HIBRIDA PADA
LAHAN KERING DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR

NI MADE NIKE ZEAMITA WIDIYANTI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Burhanuddin, MM
>*>5B,;1;B B 17,:3"B ;%"=71B *"7B 8<1?";1B ,<$71B *"5"6B ,7,:"9'B 78?";1B
,710B ".>7.B 2(:1*"B 9"+"B "0"7B ,:17.B *1B "(>9"<,7B 86(84B
16>:B
"6"B B 1B"*,B14,B !,"61<"B 1*1@"7<1B
B B  B

1;,<>3>1B 85,0B

A861;1B ,6(16(17.B

:B:B >46"7BB )B


,<>"B

14,<"0>1B85,0B

,<>"B :8.:&B <>*1B


.:1(1;71;B

:8-B:B:B1<"B>:6"517"B B :B:B"0:>5B@"0B).:B

"7.."5B31#7 B 
B"7>$:1B B "7.."5B>5>; B
   
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei sampai Juni 2015 ini ialah
kewirausahaan, dengan judul Kinerja Usahatani dan Motivasi Petani dalam
Penerapan Inovasi Benih Jagung Hibrida pada Lahan Kering di Kabupaten
Lombok Timur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Lukman Mohammad
Baga dan Ibu Dr Ir Heny Kuswanti Suwarsinah selaku pembimbing yang telah
mengarahkan penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr Ir Burhanuddin, MM selaku dosen
evaluator dan penguji luar komisi serta Bapak Dr Ir Suharno, MAdev selaku
dosen penguji perwakilan program studi yang telah memberikan banyak saran
dalam menyempurnakan karya ilmiah ini. Di samping itu penulis juga berterima
kasih kepada kepada Ibu Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program
Studi Agribisnis, Bagian Sekretariat Program Studi Agribisnis, serta Bagian
Akademik yang telah membimbing dan membantu selama dalam proses akademik.
Ungkapan terima kasih penulis berikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi yang telah memberikan bantuan dana pendidikan pada Program Beasiswa
Fresh Graduate sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan menghasilkan
karya ilmiah ini. Kepada Dinas Pertanian Kabupaten Lombok Timur, Penyuluh
Kecamatan Pringgabaya, bapak dan ibu petani jagung Kecamatan Pringgabaya
yang telah membantu selama pengumpulan data, penulis ucapkan terima kasih
Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada Ayahanda I Wayan Sudika,
Ibunda Ni Luh Suweni Bagiada, saudara-saudara penulis yaitu I Gde Nike
Widyananta dan I Nyoman Nike Maha Deri Widyananda serta seluruh keluarga
dan teman-teman atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016

Ni Made Nike Zeamita Widiyanti


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii


DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 4
Ruang Lingkup Penelitian 4
2 TINJAUAN PUSTAKA 5
Kinerja Usahatani 5
Inovasi 6
Adopsi Inovasi 7
Motivasi 8
3 KERANGKA PEMIKIRAN TEORI 10
Kerangka Konseptual 10
Kerangka Penelitian 20
Hipotesis Penelitian 22
4 METODE PENELITIAN 22
Metode Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian 22
Metode Penentuan Responden 23
Jenis dan Sumber Data 24
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 25
Uji Validitas dan Reabilitas 27
Analisis Data 28
5 KONDISI UMUM USAHATANI JAGUNG DI KECAMATAN
PRINGGABAYA 32
Karakteristik Responden 33
6 KINERJA USAHATANI JAGUNG 42
Pendapatan 42
Produktivitas 46
Harga 47
7 MOTIVASI PETANI DALAM PENERAPAN INOVASI BENIH
JAGUNG HIBRIDA 48
8 FAKTOR-FAKTOR YANG BERKORELASI DENGAN MOTIVASI
PETANI 50
9 SIMPULAN DAN SARAN 57
Simpulan 57
Saran 58
DAFTAR PUSTAKA 59
LAMPIRAN 64
RIWAYAT HIDUP 68

DAFTAR TABEL
1 Luas panen dan produksi jagung per Kecamatan Lombok Timur tahun
2011-2013 23
2 Alat analisis, jenis, dan sumber data yang digunakan berdasarkan tujuan
penelitian 25
3 Definisi operasional dan indikator pengukuran kinerja usahatani dalam
menerapkan inovasi benih jagung hibrida 25
4 Definisi operasional dan indikator pengukuran motivasi petani dalam
penerapan inovasi benih jagung hibrida 26
5 Definisi operasional dan indikator pengukuran faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi petani 27
6 Sebaran responden petani jagung non-hibrida dan hibrida berdasarkan
umur di Kecamatan Pringgabaya 34
7 Sebaran responden petani jagung non-hibrida dan hibrida berdasarkan
pendidikan di Kecamatan Pringgabaya 35
8 Sebaran responden petani jagung non-hibrida dan hibrida berdasarkan
pengalaman berusahatani jagung di Kecamatan Pringgabaya 35
9 Sebaran responden petani jagung non-hibrida dan hibrida berdasarkan
jumlah tanggungan keluarga di Kecamatan Pringgabaya 36
10 Sebaran responden petani jagung non-hibrida dan hibrida berdasarkan
luas lahan garapan dan status kepemilikan lahan di Kecamatan
Pringgabaya 37
11 Sebaran responden petani jagung hibrida berdasarkan kekosmopolitan
di Kecamatan Pringgabaya 38
12 Sebaran responden petani jagung hibrida berdasarkan ketersediaan
sarana dan prasarana di Kecamatan Pringgabaya 40
13 Sebaran responden petani hibrida berdasarkan intensitas penyuluhan di
Kecamatan Pringgabaya 42
14 Hasil uji beda (Uji-T) pada variabel kinerja usahatani 42
15 Perbandingan biaya usahatani yang dikeluarkan petani jagung non-
hibrida dan hibrida di Kecamatan Pringgabaya 43
16 Sebaran jumlah penggunaan dan harga pupuk responden petani jagung
non-hibrida dan hibrida di Kecamatan Pringgabaya 43
17 Sebaran jumlah penggunaan dan harga obat-obatan responden petani
jagung non-hibrida dan hibrida di Kecamatan Pringgabaya 44
18 Rata-rata penggunaan dan harga benih pada masing-masing kategori
petani di Kecamatan Pringgabaya 44
19 Pendapatan usahatani jagung non-hibrida dan hibrida di Kecamatan
Pringgabaya 45
20 Produktivitas usahatani jagung non-hibrida dan hibrida di Kecamatan
Pringgabaya 46
21 Sebaran harga jagung non-hibrida dan hibrida berdasarkan bentuk
jagung di Kecamatan Pringgabaya 47
22 Sebaran responden petani jagung hibrida berdasarkan tingkat motivasi
dalam menerapkan inovasi benih jagung hibrida 48
23 Hasil analisis rank spearman faktor-faktor yang berkorelasi dengan
motivasi petani dalam menerapkan inovasi benih jagung hibrida 51

DAFTAR GAMBAR
1 Kelompok adopter inovasi dalam sistem sosial 16
2 Kerangka konseptual faktor-Faktor yang mempengaruhi motivasi 17
3 Kerangka penelitian 21
4 Kerangka sampel penelitian 24
5 Kepemilikan modal petani responden 41

DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta wilayah Kecamatan Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur 65
2 Uji validitas dan reliabilitas kuisioner 65
3 Uji beda (Uji-T) pada variabel motivasi, produktivitas, dan pendapatan 66
4 Hasil analisis chi-square pada variabel tingkat motivasi petani hibrida
pada kategori early majority dan late majority 67
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman pangan merupakan komoditas yang sangat penting dan strategis


dalam upaya pembangunan pertanian di Indonesia karena tanaman pangan
merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Jagung merupakan
salah satu tanaman pangan penting di Indonesia. Jagung tidak hanya bermanfaat
bagi ketahanan pangan di Indonesia, namun juga dalam menggerakkan
perekonomian negara. Jagung di Indonesia digunakan sebagai bahan pangan dan
bahan pakan ternak. Hampir 50 persen kebutuhan jagung nasional digunakan
untuk industri ternak.
Permintaan jagung dari tahun ke tahun semakin meningkat, namun produksi
jagung nasional belum dapat memenuhi permintaan pasar. Berdasarkan data BPS
pada tahun 2015 Indonesia memproduksi jagung sebanyak 19.03 juta ton dalam
bentuk pipilan kering pada tahun 2014. Jumlah produksi ini mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya sebanyak 0.52 juta ton. Sumbangan
peningkatan produksi tersebut diperoleh dari pula Jawa sebanyak 0.66 juta ton,
sedangkan sisanya 0.46 juta ton dari luar pulau Jawa. Peningkatan jumlah
produksi lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan permintaan jagung. Hal
ini terlihat pada tahun 2013 Indonesia mengimpor jagung sebanyak 3.255 juta ton
dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2014 hingga 4 juta ton. Oleh karena
itu, jagung dianggap salah satu tanaman pangan yang penting bagi Indonesia.
Daerah sentra produksi jagung di Indonesia, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah,
Lampung, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo dan Nusa Tenggara Timur.
Namun daerah-daerah tersebut belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan jagung
nasional. Laju peningkatan permintaan jagung lebih tinggi dibandingkan dengan
laju produksi jagung, sehingga Indonesia masih mengimpor jagung.
Upaya dalam meningkatkan produksi dan menekan impor jagung
pemerintah perlu memanfaatkan lahan-lahan pertanian yang berpotensi untuk
pengembangan di Indonesia. Salah satu lahan pertanian yang berpotensi dan
masih belum banyak dimanfaatkan adalah lahan kering. Lahan kering merupakan
lahan yang sumber airnya bergantung pada curah hujan. Lahan kering pertanian di
Indonesia mencapai 86.24 persen dari total luas lahan pertanian di Indonesia1.
Persentase luas lahan kering pertanian yang tinggi merupakan peluang bagi
daerah-daerah potensial lahan kering lainnya di luar sentra produksi untuk
mengembangkan komoditas jagung, sehingga dapat berkontribusi dalam
pemenuhan kebutuhan pasar. Salah satu daerah yang berpotensi dalam
mengembangkan jagung pada lahan kering adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Daerah ini sangat cocok untuk pengembangan jagung ditinjau dari agroklimat,
yaitu iklim tropis, tanah gromosol, serta memiliki topografi landai hingga
gelombang dan hal ini sangat mendukung untuk pengembangan jagung (Tajidan
2013).
Provinsi NTB merupakan daerah yang sangat berpotensi bagi
pengembangan jagung pada lahan kering karena 1.8 juta hektar atau 84 persen
1
Setyobudi. 2013. Manajemen Agroekosistem. [Internet]. [diakses pada tanggal 6 Januari 2015].
Tersedia pada: http://lsetyobudi.lecture.ub.ac.id/lecture-2/lecture-2013/maes/
2

lahannya merupakan lahan kering 2. Program pengembangan jagung pada lahan


kering merupakan program yang dibuat oleh pemerintah NTB dalam upaya
pelaksaan program PIJAR (sapi, jagung, dan rumput laut) sebagai komoditas
unggulan NTB. Salah satu daerah NTB yang memiliki lahan kering dan sebagai
sentra tanaman jagung adalah Kabupaten Lombok Timur. Luas lahan kering di
Lombok Timur mencapai 115 161 hektar atau sekitar 71.73 persen dari luas lahan
yang ada. Sebanyak 49.50 persen penduduknya bekerja sebagai petani (BPS
Lombok Timur 2011). Petani jagung pada lahan kering di Kabupaten Lombok
Timur umumnya menanam jagung pada musim hujan.
Perlunya pemanfaatan lahan kering untuk kegiatan pertanian karena potensi
pengembangan pertanian pada lahan kering lebih besar dari pada lahan sawah. Hal
itu disebabkan karena: (1) sangat dimungkinkan untuk pengembangan berbagai
macam komoditas pertanian, (2) dimungkinkan pengembangan pertanian terpadu
antar ternak dan tanaman perkebunan/kehutanan serta tanaman pangan, (3)
membuka peluang kerja yang lebih besar dengan investasi yang relatif lebih kecil
dibandingkan dengan membangun fasilitas irigasi untuk lahan sawah, dan (4)
mengentaskan kemiskinan dan keterbelakangan sebagian besar penduduk yang
saat ini tinggal di lahan kering 3 . Oleh karenanya diperlukan peningkatan
pemanfaatan lahan kering pada daerah Kabupaten Lombok Timur.
Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang dapat mencerminkan
interaksi antara sikap , kebutuhan, persepsi, dan keptusan yang terjadi pada diri
seseorang (Wahjosumidjo 1984). Kekuatan motivasi dapat digambarkan melalui
motif, harapan, dan insentif (Atkinson 1964). Motif merupakan faktor pendorong
seseorang untuk melakukan tindakan. Menurut Gerungan (2004) motif merupakan
seluruh penggerak, alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia
yang dapat menyebabkan melakukan suatu tindakan.
Usahatani jagung hibrida yang dilakukan petani bertujuan untuk
meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani. Adanya tujuan ini petani
dapat terdorong untuk melakukan suatu tindakan. Munculnya dorongan tersebut
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berasal dari dalam maupun luar diri
petani (Wahjo 1984, Handoko 1992, Winardi 2002). Faktor-faktor yang berasal
dari diri petani dapat berupa umur, pendidikan, luas lahan garapan, jumlah
tanggungan keluarga, sifat kosmopolit petani dan pengalam berusahatani.
Sedangkan faktor-faktor yang berasal dari luar diri petani dapat berupa
ketersediaan modal, sarana dan prasarana, serta penyuluhan.

2
Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. 2012. Lahan Kering NTB Potensial untuk
Produksi Benih Kedelai. [internet]. [diakses pada 28 februari 2015]. Tersedia pada:
http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/kilas-litbang/1007-lahan-kering-ntb-potensial-untuk-
produksi-benih-kedelai.html
3
Suwardji dan Tejowulan. Pertanian lahan kering di Provinsi NTB: Potensi , Prospek dan Kendala
Pengembangannya. Makalah Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian.
[Internet]. [diakses pada tanggal 26 Februari 2015]. Tersedia pada:
http://ntb.litbang.pertanian.go.id/ind/2004/MU/mencariskenario.doc.
3

Rumusan Masalah Penelitian

Masalah utama petani pada lahan kering adalah keterbatasan dalam


penyediaan air sebagai salah satu faktor penting dalam kegiatan pertanian.
Kondisi tanah pada lahan kering sangat peka terhadap erosi pada musim hujan,
meskipun intensitas hujannya tidak berlangsung lama (Suriadi 2012). Umunya
petani pada lahan kering di Kabupaten Lombok Timur tergolong miskin dan
memiliki pendidikan yang rendah karena pendapatan petani yang dimiliki masih
rendah sehingga akses untuk mendapatkan pendidikan masih sulit (BPS 2013).
Karakteristik petani pada lahan kering diduga dapat mempengaruhi perilaku
dalam pelaksanaan proses produksi pada usahataninya.
Rendahnya pendapatan petani jagung umumnya disebabkan karena
produktivitas usahatani yang belum maksimal. Produktivitas jagung di Kabupaten
Lombok Timur mencapai 5.94 ton per hektar (BPS 2014). Produktivitas ini dapat
di tingkatkan lagi dengan memanfaatkan inovasi-inovasi yang telah dibuat oleh
pemerintah, salah satunya dengan penggunaan benih jagung hibrida. Varietas
jagung hibrida telah banyak dikembangkan dari tahun ke tahun dan memiliki
berbagai macam jenis jagung hibrida. Rata-rata produktivitas jagung hibrida
mencapai 9.0-13.0 ton per hektar pipilan kering (Santoso et al. 2006).
Salah satu kendala dalam upaya untuk meningkatkan kinerja jagung adalah
tingkat adopsi petani yang rendah dalam penggunaan varietas unggul. Hal serupa
juga dikatakan oleh Suriadi (2012), bahwa kendala dalam peningkatan
produktivitas salah satunya rendahnya adopsi petani terhadap inovasi. Pada
umumnya petani di Kabupaten Lombok Timur yang telah menerapkan inovasi
benih jagung hibrida. Kegiatan usahatani dengan inovasi benih hibrida masih
banyak digunakan oleh petani hingga saat ini, walaupun kendala masih banyak
ditemui, terutama pada penyediaan pupuk organik yang membantu pada
pengikatan air di dalam tanah. Selain itu, harga benih hibrida juga cukup mahal
bagi petani miskin. Harga benih hibrida di tingkat petani berkisar antara Rp50
000-Rp70 000 per kilogram (Suriadi 2012).
Berdasarkan survei awal penelitian, petani jagung di Kabupaten Lombok
Timur telah menerapkan inovasi benih jagung hibrida, namun masih terdapat pula
petani yang belum menerapkan inovasi tersebut. Kondisi ini diduga karena
motivasi petani yang masih rendah untuk mau menerapkan inovasi benih jagung
hibrida. Munculnya motivasi atau dorongan petani untuk mau menerapkan inovasi
dapat berasal dari lingkunga internal maupun eksternal (Rukka 2003). Lingkungan
internal merupakan motivasi yang berasal dari diri petani, sedangkan lingkungan
eksternal berasal dari keluarga, teman, penyuluh, serta pemerintah terkait.
Menerapkan atau tidaknya inovasi diduga berhubugan dengan faktor internal
maupun eksternal petani. Petani jagung dalam menerapkan inovasi benih jagung
hibrida dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya motivasi (Saleh 2010).
Sehubungan dengan uraian di atas, maka pertanyaan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana kinerja usahatani jagung dalam penerapan inovasi benih hibrida di
Kabupaten Lombok Timur?
2. Sejauh mana motivasi petani jagung dalam menerapkan inovasi benih hibrida
pada lahan kering di Kabupaten Lombok Timur?
3. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan motivasi petani dalam menerapkan
inovasi benih jagung hibrida pada lahan kering di Kabupaten Lombok Timur?
4

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini untuk :


1. Mengganalisis kinerja usahatani jagung pada penerapan inovasi benih hibrida
pada lahan kering di Kabupaten Lombok Timur.
2. Menganalisis tingkat motivasi petani jagung dalam penerapan inovasi benih
hibrida pada lahan kering di Kabupaten Lombok Timur; dan
3. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi petani dalam
menerapkan inovasi benih hibrida pada lahan kering di Kabupaten Lombok
Timur.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :


1. Manfaat Praktis
a. Sebagai evaluasi mengenai motivasi petani dan kinerja usahatani jagung
dalam penerapan inovasi hibrida yang ada selama ini di Kabupaten
Lombok Timur;
b. Menyajikan gambaran mengenai perilaku kewirausahaan dalam kaitannya
dengan motivasi petani dalam pada penerapan inovasi benih hibrida, yang
digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh pihak yang terkait dalam
usaha meningkatkan penerapan inovasi benih unggul hibrida pada petani;
c. Sebagai bahan acuan bagi pemerintah daerah dan petani dalam membuat
kebijakan dalam upaya peningkatan kesejahteraan petani jagung di
Kabupaten Lombok Timur.
2. Manfaat Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan
a. Memperkaya model teoritis mengenai motivasi petani dalam menerapkan
suatu inovasi;
b. Menjadi referensi ilmiah mengenai karakteristik petani secara internal
maupun eksternal yang berhungan dengan motivasi petani dalam penerapan
inovasi.

Ruang Lingkup Penelitian

Pada penulisan penelitian ini terdapat keterbatasan waktu, tenaga,


pengalaman, dan pengetahuan, maka penulis membuat batasan ruang lingkup
penelitian, sebagai berikut :
1. Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Lombok Timur sebagai salah
satu daerah lahan kering dan sentra produksi tanaman jagung di NTB.
2. Responden yang dipilih adalah petani jagung yang menerapkan inovasi benih
jagung hibrida dan non-hibrida di Kabupaten Lombok Timur. Pemilihannya
didasari bahwa para petani jagung sebagai pemilik usahatani jagung dan
pengambil kepusan utama dalam usahatani jagung.
3. Penelitian ini hanya membahas mengenai perbedaan kinerja usahatani petani
hibrida dan non-hibrida, perbedaan tingkat motivasi early majority dan late
majority, serta faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi petani yang
berhubungan penerapan inovasi benih jagung hibrida. Penelitian ini dibatasi
5

oleh lokasi, responden, dan kajian, sehingga tidak dapat menyimpulkan kondisi
di wilayah lain.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Kinerja Usahatani

Pada sektor pertanian terdapat tiga jenis kinerja, yaitu : kinerja sumber daya
manusia, kinerja usahatani, dan kinerja lembaga pertanian. Kinerja sumber daya
manusia dapat dikembangkan melalui motivasi (Hartati et al. 2007). Peningkatan
kinerja petani karena motivasi yang tinggi tentu saja akan meningkatkan kinerja
usahatani itu sendiri. Salah satu alat motivasi terkuat bagi seorang pekerja adalah
uang atau pendapatan. Motivasi keberhasilan petani mempunyai hubungan positif
dengan produktivitas petani (Iskandar 2002). Semakin kuat motivasi keberhasilan
petani maka semakin tinggi pula produktivitas petani dalam menggarap lahan
pertaniannya. Selain motivasi, hal yang sapat menentukan kinerja usahatani
adalah penerapan inovasi. Hal ini juga dikemukakan oleh Falo et al. (2011),
bahwa penerapan inovasi berhubungan nyata dengan kinerja usahatani.
Penerapan inovasi benih jagung hibrida tentunya dilakukan salah satunya
dalam upaya peningkatan pendapatan petani. Pada penelitian yang dilakukan
Antara (2010) menemukan bahwa benih jagung hibrida memberikan pengaruh
terhadap produksi jagung. Pendapatan usahatani jagung hibrida (Rp4 882 225.75
per hektar) lebih tinggi dibandingkan dengan jagung non-hibrida (Rp2 691
452.10). Sehingga dengan adanya penggunaan benih hibrida dapat meningkatkan
produksi jagung. Hal serupa juga ditemukan oleh Musseng (2003) bahwa
menggunakan benih jagung hibrida dapat memberikan keuntungan lebih tinggi
dibandingkan dengan non-hibrida. Jika ditinjau dari produktivitas dan harganya,
jagung hibrida mempunyai daya saing terhadap jagung non-hirida (komposit)
Hendrawanto et al. (2012).
Pemilihan usahatani yang efisien diperlukan berbagai informasi baik
bersumber dari penelitian maupun dari pemerintah yang digunakan sebagai
pedoman dalam membangun usahatani tersebut (Soekartawi et al. 1984). Sumber
daya yang terbatas memaksa petani untuk menjalankan usahatani secara efisien
dengan memanfaatkan modal, lahan, tenaga kerja serta pemilihan waktu dengan
sebaik-baiknya. Menurut Sarasutha (2002) mengatakan bahwa pengelolaan
usahatani di Indonesia masih tergolong semikomersial. Produk yang dihasilkan
oleh petani sebagian besar masih dimanfaatkan sebagai bahan untuk memenuhi
kebutuhan pangan sehari-hari. Keputusan petani untuk menjalankan usahatani
ditentukan oleh keunggulan ekonomi dari komoditas itu sendiri, penggunaan
sumber daya lahan, dan tenaga kerja. Keunggulan komoditas tersebut perlu
didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana produksi (input) dan
keterjangkauan daya beli petani terhadap input, karena hal tersebut dapat
mempengaruhi kinerja usahatani yang dikelola oleh petani (Indraningsih 2013).
6

Inovasi

Ketika seorang wirausaha menjalankan sebuah usahanya, salah satu yang


perlu diperhatikan dalam menjaga keberlanjutan usahanya adalah inovasi-inovasi
yang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Inovasi dipandang
sebagai sebuah ide, prektek atau objek yang dianggap baru oleh seorang inidividu
atau unit pengguna lainnya (Hills 2008). Kemampuan berinovasi merupakan salah
satu karakter yang dimiliki seorang wirausaha. Inovasi merupakan sebagai
karakter kunci yang dapat mempengaruhi kinerja dari suatu bisnis. Alasan
pentingnya suatu inovasi diungkapkan oleh Keeh et al. (2007) sebagai berikut:
1. Perubahan teknologi yang sangat cepat seiring dengan adanya produk baru,
proses dan layanan baru dari para pesaing, mendorong usaha entrepreneurial
untuk bersaing dan mencapai kesuksesan. Sehingga yang harusnya dilakukan
adalah menyesuaikan diri terhadap perubahan inovasi teknologi baru.
2. Adanya efek perubahan lingkungan terhadap siklus hidup produk semakin
pendek, yang bererti bahwa layanan atau produk yang sudah lama harus
digantikan dengan yang baru dalam waktu cepat, dan ini dapat terjadi karena
adanya pemikiran kreatif yang menimbulkan inovasi.
3. Saat ini konsumen lebih pintar dan menuntut lebih dalam kualitas, pembaruan,
dan harga pada produk atau layanan yang ditawarkan. Sehingga sikap inovatif
sangat dibutuhkan untuk memuaskan kebutuhan konsumen sekaligus
mempertahankan mereka.
4. Keadaan pasar dan teknologi yang berubah sangat cepat, ide yang bagus
semakin mudah untuk ditiru, hal ini membutuhkan metode penggunaan produk,
proses yang baru dan lebih baik, serta layanan yang lebih cepat secara
berkelanjutan.
5. Inovasi dapat menghasilkan pertumbuhan lebih cepat, meningkatkan segmen
pasar, dan menciptakan posisi korporat yang lebih baik.
Dalam era globalisasi saat ini, kemajuan dalam pembangunan ekonomi
sangat pesat. Berbagai peluang yang ada secepat mungkin dimanfaatkan oleh para
wirausahawan untuk memperoleh keuntungan. Kebutuhan konsumen akan suatu
produk atau jasa dari waktu ke waktu tentunya mengalami perubahan. Daya saing
yang semakin tinggi juga mengharuskan para petani jagung sebagai wirausaha
untuk dapat menerapkan inovasi-inovasi baru pada kegiatan usahtaninya. Menurut
Iskandar (2002) sikap inovatif petani mempengaruhi produktivitas petani dalam
menggarap lahan pertaniannya. Hubungan inovasi dan kinerja suatu usaha
dijelaskan oleh Tidd dan Bessant (2009), bahwa tujuan dari adanya penerapan
inovasi adalah untuk memanfaatkan peluang yang ada dan mengambil keuntungan
melalui peningkatan kinerja usaha sehingga usaha dapat terus berjalan.
Perkembangan teknologi dalam pembangunan di sektor pertanian menjadi
sangat penting karena dengan adanya sebuah inovasi baru dapat membantu
mengatasi permasalahan sektor pertanian. Mosher (1987) menyatakan bahwa
salah satu ciri pertanian maju yaitu teknologi dan efisiensi usahatani secara
berkelanjutan terus diperbaiki guna memperbaiki tingkat hidup petani beserta
keluarganya dan untuk meningkatkan pendapatan dari sektor pertanian. Manfaat
inovasi tersebut juga yang diperoleh petani jagung hibrida di Kabupaten Lombok
Timur. Daerah Kabupaten Lombok Timur menjadi daerah tanaman setra jagung,
sehingga untuk mendukung hal tersebut petani menanam jagung dengan inovasi
7

benih jagung hibrida dalam upaya peningkatan pendapatan dan produktivitas


usahatani.

Adopsi Inovasi

Perbaikan kualitas hidup yang terdiri dari berbagai macam aspek dapat
terwujud apabila petani sebagai masyarakat mau untuk melakukan perubahan
perilaku dalam upaya pembangunan pertanian. Penyuluh sebagai mediator antara
inovasi dengan petani diharapkan mampu mendorong atau mengakibatkan
terjadinya perubahan-perubahan yang memiliki sifat pembaharuan (Mardikanto
2002). Salah satu bentuk pembaharuan tersebut adalah inovasi teknologi dalam
bidang pertanian yang dapat dimanfaatkan oleh petani dalam upaya peningkatan
kinerja usahataninya.
Inovasi tidak sekedar sebagai sesuatu yang baru, tetapi lebih luas dari itu,
yakni sesuatu yang dinilai baru atau dapat mendorong terjadinya pembaharuan
dalam masyarakat atau pada lokalitas tertentu (Mardikanto 1996). Munculnya
inovasi tidak selalu diterapkan secara langsung oleh masyarakat. Inovasi yang
telah diketahui oleh masyarakat beberapa waktu yang lalu memungkinkan ada
masyarakaat yang belum mengembangkan sikap suka atau tidak suka terhadap
inovasi tersebut, apakah inovasi diterima atau ditolak (Rogers dan Shoemaker
1987). Beberapa hal yang memungkinkan petani memilih suatu inovasi
(Musyafak dan Tatang 2005), yaitu:
1. Inovasi dirasakan sebagai kebutuhan oleh kebanyakan petani
Kebanyakan inovasi-inovasi yang diciptakan lebih banyak bersifat daftar
keinginan dari pihak luar, bukan sesuai dengan kebutuhan petani itu sendiri.
Kondisi ini menyebabkan tidak diadopsinya inovasi oleh petani. Jika suatu
inovasi diharapkan diterapkan oleh para petani, maka harus dapat meyakinkan
petani bahwa inovasi tersebut memenuhi suatu kebutuhan yang benar-benar
dirasakan (Bunch 2001).
2. Inovasi harus memberikan keuntungan secara konkrit bagi petani
Peningkatan pendapatan merupakan faktor tunggal yang dapat
menimbulkan semangat petani akan suatu inovasi (Bunch 2001). Suatu inovasi
akan diterapkan apabila dapat memberikan keuntungan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan inovasi lainnya yang sudah ada.
3. Inovasi harus mempunyai kompabilitas/keselarasan
Kompabilitas/keselarasan inovasi merupakan kesesuaian/keselarasan
anatara inovasi dengan (a) teknologi yang telah ada sebelumnya, (b) pola
pertanian yang berlaku, (c) nilai sosial, budaya, kepercayaan petani, (d)
gagasan yang dikenalkan sebelumnya, dan (e) keperluan yang dirasakan oleh
petani. inovasi yang memiliki kompabiltas yang tinggi akan lebih cepat untuk
diadopsi oleh petani.
4. Inovasi harus dapat mengatasi faktor-faktor pembatas
Inovasi diharapkan dapat meningkatkan produktivitas suatu sistem
pertanian setempat, sehingga inovasi tersebut dapat mengatasi faktor-faktor
pembatas yang ada dalam sistem tersebut. Faktor pembatas merupakan keadaan
atau prasyaratyang paling tidak memadai di suatu wilayah. Sebagai contoh
dalam penelitian ini faktor pembatas yang ada pada lokasi penelitian salah
satunya keterbatasan air, karena wilayah penelitian merupakan lahan kering.
8

5. Inovasi harus mendayagunakan yang sudah ada


Teknologi untuk para petani harus menggunakan sumberdaya yang sudah
mereka miliki. Jika sumberdaya dari luar mutlak diperlukan, kita harus
memastikan bahwa sumberdaya itu murah, dapat diperoleh secara teratur
dengan mudah dari suatu sumber tetap yang dapat diandalkan (Bunch 2001).
6. Inovasi harus terjangkau oleh kemampuan finansial petani
Salah satu kendala adopsi inovasi adalah inovasi/teknologi yang dirasa
mahal sehingga tidak terjangkau secara finansial oleh para petani (Musyafik et
al. 2002). Sebaik apapun teknologi, jika tidak terjangkau oleh petani sebagai
pengguna, maka akan susah diadopsi.
7. Inovasi harus sederhana, tidak rumit, dan mudah dicoba
Semakin mudah inovasi dapat dipraktekkan, maka semakin cepat pula
proses adopsi inovasi petani. oleh sebab itu, penyajian inovasi harus lebih
sederhana (Soekartawi 1988).
8. Inovasi harus mudah untuk diamati
Inovasi yang mudah untuk diamati akan memudahkan petani untuk meniru
tanpa harus bertanya kepada pihak terkait. Agar inovasi mudah diamati, maka
pada tahap awal dilakukan percontohan atau demonstrasi teknologi yang
dilakukan di tempat yang mudah diamati, melakukan kunjungan lapang,
didiskusikan inovasi yang ada di lapangan secara langsung.
Penerapan inovasi tidak hanya didorong dari keinginan petani itu sendiri,
tetapi dapat pula melalui peran kelompok tani. Menurut Nuryanti dan Nuryanti
dan Dewa (2011) mengatakan bahwa kelompok tani tidak hanya sebagai media
untuk menyalurkan bantuan-bantuan pemerintah, tetapi juga sebagai agen
penerapan inovasi. Pada umumnya program-program bantuan pemerintah
disalurkan melalui kelompok tani atau gabungan kelompok tani (Gapoktan).
Petani yang ingin mendapatkan inovasi dan berbagai program yang diberikan
pemerintah harus termasuk dalam salah satu kelompok tani yang berada pada
wilayahnya.

Motivasi

Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang timbul akibat adanya


faktor-faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam maupun dari luar seorang
individu (Ngadimin 1998). Motivasi tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor
yang timbul dari dalam diri seseorang tersebut. Faktor tersebut dapat berupa
kepribadian, sikap, pengalaman, pendidikan, harapan, dan cita-cita. Sedangkan
faktor eksternal merupakan faktor yang timbul dari luar, seperti pengaruh dari
pemimpin atau tokoh masyarakat. Para tokoh masyarakat, yang terutama terdapat
di desa-desa pengaruhnya sangat besar bagi masyarakatnya. Dalam melakukan
sesuatu, pendapat yang disarankan oleh tokoh masyarakat sangat mempengaruhi
pengambilan keputusan petani (Wahjo 1984). Hal serupa juga dijelaskan
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan motivasi pada setiap
individu oleh Winardi (2002), yaitu: umur, pendidikan, dan latar belakang
keluarga.
Pada motivasi seorang wirausaha terdapat faktor pendorong dan penarik
motivasi. Faktor pendorong seseorang untuk berwirausaha salah satunya adalah
9

kebutuhan. Salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi adalah kebutuhan pokok
seperti sandang, pangan, dan papan. Upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut
dapat dipenuhi apabila seseorang telah memiliki pendapatan. Pendapatan yang
rendah akan dapat menimbulkan ketidakpuasaan pada diri seseorang. Adanya
ketidakpuasan dalam pendapatan atau posisi yang diperoleh mendorong seseorang
untuk menciptakan usaha (Amit dan Muller 1994). Selain tuntutan kebutuhan,
yang menjadi pendorong seseorang untuk berwirausaha adalah kesulitan dalam
memperoleh pekerjaan. Handayaningrat (1989) mengatakan bahwa motivasi
menyangkut reaksi yang berantai. Hal tersebut dimulai dari kebutuhan yang
dirasakan, kemudian timbul keinginan untuk mencapai tujuannya, lalu akan
memicu dilakukannya usaha-usaha dalam mencapai sasarannya, yang pada
akhirnya memberikan kepuasan.
Motivasi merupakan salah satu faktor internal yang menentukan
keberhasilan sebuah usaha (Clelland 1995). Motivasi akan mempengaruhi
perilaku-perilaku seseorang yang ditandai melalui aktivitas yang dilakukan.
Rukka (2003) menemukan adanya pengaruh faktor internal terhadap motivasi
petani, faktor tersebut yaitu: pendidikan, pengalaman berusahatani, dan sifat
kosmopolit. Keberhasilan kerja membutuhkan motif-motif untuk mendorong atau
memberi semangat dalam berwirausaha. Motif itu meliputi motif kreatif dan motif
inovatif yang dapat mendorong seseorang untuk mengeluarkan pemikiran-
pemikiran dalam menghadapi perubahan dengan memberikan alternatif-alternatif
berbeda dengan yang lain. Selain itu terdapat pula motif untuk bekerja yang ada
pada diri seseorang untuk memiliki semangat atau minat dalam memenuhi
kebutuhan serta menjalankan tugas dalam usahanya. Pemenuhan kebutuhan
keluarga semakin hari semakin meningkat seiring dengan berkembangnya
keadaan ekonomi disertai dengan peningkatan jumlah anggota keluarga. Upaya
petani untuk memenuhinya melaui peningkatan pendapatannya. Keinginan untuk
meningkatkan pendapatan petani akan medorong petani untuk memanfaatkan
lahannya dalam berusahatani dengan baik.
Faktor internal tidak sepenuhnya mempengaruhi motivasi dalam
berusahatani. Namun juga faktor eksternal juga sangat berpengaruh dalam upaya
mendorong petani untuk menerapkan inovasi. Rukka (2003) menemukan beberapa
faktor eksternal yang mempengaruhi petani dalam penerapan inovasi, yaitu:
ketersediaan sarana dan prasaran, ketersediaan modal, peluang pasar, dan sifat
inovasi. Sedangkan untuk intensitas penyuluhan tidak ditemukan hubungan yang
nyata dengan motivasi petani. Hal tersebut disebabkan oleh ketidaksesuaian
materi yang diperlukan oleh petani dan tidak adanya media atau alat peraga dalam
kegiatan penyuluhan. Metode penyuluhan dengan cara ceramah atau memberikan
informasi saja tanpa mempraktekan langsung membuat petani sehingga adanya
penyuluhan yang dilakukan tidak mempengaruhi motivasi petani untuk
berusahatani.
Dorongan dalam memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh seorang
individu akan dapat menimbulkan motivasi dalam diri seseorang untuk melakukan
sesuatu dalam usaha pemenuhan kebutuhannya. Perilaku yang ditunjukan tersebut
selalu berorientasi pada tujuan yang ingin dicapai dalam mencapai suatu kepuasan.
Iskandar (2002) mengatakan bahwa motivasi keberhasilan muncul dengan adanya
kebutuhan dan keinginan. Kedua hal tersebut mempengaruhi perilaku sehingga
10

timbul dorongan-dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-


aktivitas sebagai upaya untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.
Motivasi petani dalam penerapan inovasi tidak hanya dipengaruhi oleh
kebutuhan ekonomi atau keuangannya saja. Namun, faktor-faktor yang lebih luas
seperti ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, psikologi dan psikologi sosial petani itu
sendiri untuk menjelaskan dorongan petani dalam pengambilan keputusan
(Garforth 2010). Hal tersebut didukung oleh Maslow (1994) yang
mengungkapkan bahwa motivasi seseorang tidak terlepas dari lingkungan
sekitarnya.
Faktor sosial tersebut merupakan pengaruh dari lingkungan sekitar petani
baik berupa situasi maupun keberadaan orang lain. Kondisi sosial ekonomi seperti
kesejateraan, teknologi dan harga produk di pasaran juga akan mempengaruhi
kegiatan usahatani petani yang pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatannya
(Reidsma 2007). Sedangkan Obaniyi et al. (2014) melihat faktor-faktor sosial
dapat mempengaruhi tingkat motivasi petani. Faktor-faktor tersebut yaitu : luas
lahan, status kepemilikan, tingkat kesadaran petani, kontak dengan penyuluh, dan
sumber-sumber informasi. Mengukur motivasi pada umumnya melalui dua cara,
yaitu: (1) mengukur faktor-faktor luar tertentu, yang diduga menimbulkan
dorongan dalam diri seseorang, dan (2) mengukur aspek tingkah laku tertentu
yang mungkin menjadi ungkapan dan motif tertentu (Scott 1971).

3 KERANGKA PEMIKIRAN TEORI

Kerangka Konseptual

Inovasi Benih Jagung Hibrida


Jagung yang memiliki nama ilmiah zea mays merupakan tanaman yang
berasal dari keluarga (family) rumput-rumputan (Graminaeae). Sistem perakaran
jagung terdiri dari akar primer, akar lateral, akar horizontal, dan akar udara.
Batang jagung padat tidak berlubang dan batangnya berisi berkas-berkas
pembuluh sehingga tanaman dapat tumbuh tegak. Selain itu, jagung memiliki
jaringan kulit yang keras dan tipis. Dalam sistermatika (taksonomi) tumbuhan,
kedudukan tanaman jagung diklasifikasikan sebagai berikut (Rukmana 1997).
Kingdom = Plantae
Divisio = Spermatophyta
Subdivisio = Angiospermae
Kelas = Monocotyledoneae
Ordo = Poales
Family = Poaceae (Graminae)
Genus = Zea
Spesies = Zea mays L.
Pada umumnya jagung dapat tumbuh diberbagai jenis tanah. Tanaman ini
dapat tumbuh dengan baik apabila ditanam pada tanah yang gembur, kaya akan
humus, dan subur. Jagung dapat tumbuh pada daerah yang memiliki iklim
subtropis atau tropis yang basah. Di Indonesia jagung dapat ditanam di daratan
11

rendah hingga tinggi yang memiliki ketinggian antara 1000-1500 meter di atas
permukaan laut.
Varietas jagung hibrida merupakan varietas generasi pertama hasil
persilangan antara tetua berupa galur inbrida. Varietas hibrida dapat dibentuk pada
tanaman yang menyerbuk sendiri maupun menyerbuk silang (Takdir et al. 2007).
Jagung merupakan tanaman pertama yang dibentuk dalam menghasilkan varietas
hibrida secara komersil, dan berkembang di Amerika sejak tahun 1930an
(Hallauer and Miranda 1987). Saat ini benih jagung hibrida telah banyak ditanam
di beberapa negara di dunia, salah satunya adalah Indonesia.
Jagung hibrida di Indonesia mulai di teliti pada sekitar tahun 1913, dan
kemudian dilanjutkan pada tahun 1950an. Varietas jagung Hibrida yang pertama
kali dilepas di Indonesia pada tahun 1983 yang dihasilkan oleh PT BISI, yaitu
varietas C-1 yang merupakan hibrida silang puncak (topcross hybrid), yaitu
persilangan antara populasi bersari bebas dengan silang tunggal dari Cargil.
Hingga tahun 1980an telah diciptakan beberapa benih hibrida oleh PT BSI dan
IPB, seperti: hibrida P-1, P-2, dan IPB-4. Beberapa jagung hibrida yang telah
dikembangkan dapat menghasilkan 6-7 ton per hektar pipilan kering. Hal ini
berarti peningkatan produksi jagung di Indonesia lebih banyak ditentukan oleh
produktivitas dari pada perluasan areal tanam jagung (Takdir et al. 2007).
Seiring berjalannya waktu, perkembangan varietas jagung hibrida sangat
pesat sejak tahun 1995. Hingga tahun 2006 terdapat enam perusahaan benih
jagung hibrida swasta dan BUMN, yaitu: PT Sang Hyang Seri (BUMN), PT
Pertani, PT BISI, PT Pioneer, PT Monargo Kimia, dan Syndenta. Badan Litbang
Pertanian maupun perusahaan benih swasta telah melepas varietas jagung hibrida
dengan potensi hasil 9-10 ton per hektar. Sedangkan pada tahun 2007 telah dilepas
dua varietas jagung hibrida silang tunggal, yaitu Bima-2 Batimurung dan Bima-3
Batimurung, yang masing-masing mampu berproduksi 11 ton per hektar dan 10
ton per hektar pipilan kering, toleran terhadap penyakit bulai, dan dapat
beradaptasi pada lahan optimal dan suboptimal (Deptan 2007).
Permintaan jagung yang semakin meningkat dari tahun ke tahun
menyebabkan peningkatan perkembangan adopsi inovasi pada benih jagung
hibrida. Peningkatan penerapan adopsi inovasi ini dilakukan dalam upaya
peningkatan jumalah produksi untuk memeneuhi permintaan pasar. Permintaan
yang meningkat dimanfaatkan oleh sebagian besar petani dengan menanam
jagung hbrida. Hasil petani jagung hibrida sangat berbeda dengan petani yang
menggunakan jagung komposit. Namun, biaya produksi jagung hibrida lebih
tinggi dibandingkan ddengan non hibrida, tetapi keuntungan bersih yang diperoleh
petani hibrida lebih besar (Sumaryanto 2006).
Penerapan inovasi benih jagung hibrida akan menghasilkan produktivitas
yang tinggi apabila dilakukan sesuai dengan anjuran. Berikut merupakan teknik-
teknik penanaman jagung hibrida (Rahmi et al. 2009), yaitu:
1. Penyiapan lahan
Tanah dibajak, digemburkan dan ratakan, atau tanpa pengolahan jika tanah
sudah gembur atau ringan. Besihkan lahan dari sisa-sisa tanaman dan
tumbuhan pengganggu.
2. Penanaman
Buat lubang tanam dengan tugal sedalam 5 centimeter. Jarak tanam 75
centimeter x 40 centimeter (2 tanaman per rumpun) atau 75 cm x 20 cm (1
12

tanaman per rumpun). Masukkan benih dalam lubang tanam dan tutup dengan
tanah atau pupuk kandang.
3. Pemupukan
Takaran pupuk ±450 kg urea per hektar ditambah 100-150 kg SP36 per
hektar dan 50-100 kg KCl per hektar. Pupuk diberikan dua kali, pertama: 7-10
setelah tanam (150 kg urea per hektar + 100-150 kg SP36 per hektar + 50-100
kg KCl per hektar) dan 30-35 hari setelah tanam (300 kg urea per hektar).
Pupuk diberikan dalam lubang atau larikan ±10 cm di samping tanaman dan
ditutup dengan tanah.
4. Penyiangan
Penyiangan pertama pada umur 15 hari setelah tanam. Penyiangan kedua
pada umur 28-30 hari setelah tanam, dilakukan sebelum pemupukan kedua.
5. Pengendalian hama dan penyakit tanaman
Pengendalian penyakit bulai dengan perlakuan benih, 1 kg benih dicampur
dengan 2 g Ridomil atau Saromil yang dilarutkan dalam 7.5-10.0 ml air. Hama
penggerek dikendalikan dengan pemberian insektisida Furadan 3G melalui
pucuk tanaman (± 3-4 butir per tanaman).
6. Pemberian air (khusus pada musim kering atau kemarau)
Pada saat sebelum tanam,15 hari setelah tanam (hst), 30 hst, 45 hst, 60 hst,
dan 75 hst (6 kali pemberian air). Sumber air dapat berasal dari irigasi
permukaan atau tanah dangkal (sumur) dengan pompa.
7. Panen
Jagung sudah siap dipanen jika klobot sudah mengering dan berwarna
coklat muda, biji mengkilap, dan bila ditekan dengan kuku akan mengeluarkan
air.

Kinerja Usahatani
Umumnya orang memahami pertanian sebagai suatu kegiatan menanam
berbagai jenis tanaman baik tanaman musiman atau tahunan dan tanaman pangan
ataupun non pangan dengan membuka lahan. Pengertian tersebut hanya
merupakan pengertian yang sederhana. Seiring dengan perkembangan waktu,
pertanian kini telah mengalami banyak perubahan. Pertanian kini dijadikan suatu
kegiatan dalam usaha untuk memperoleh suatu keuntungan (komersil). Pertanian
tersebut merupakan kegiatan yang dilakukan oleh manusia pada suatu lahan
tertentu, dalam hubungan tertentu antara manusia dengan lahannya yang disertai
berbagai pertimbangan tertentu pula. Ilmu usahatani adalah ilmu yang
mempelajari bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor
produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan
manfaat yang sebaik-baiknya (Suratiyah 2011).
Kinerja merupakan sebuah hasil atau output dari suatu proses (Smith 1982).
Kinerja dapat dijadikan sebagai ukuran tingkat keberhasilan dalam melakukan
suatu usaha untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai, salah satunya dalam
kegiatan usahatani. Tingkat kesejahteraan pada petani secara langsung dapat
dipengaruhi oleh kinerja usahataninya (Tajidan 2013). Pengelolaan usahatani
dengan memperhatikan kemampuan sumber daya yang dikuasai dapat
memberikan dampak bagi tingkat kinerja usahatani (Sarasutha 2002). Sumber
daya tersebut meliputi, lahan, tenaga kerja, modal, dan waktu. Kinerja yang baik
merupakan kinerja yang sukses mencapai tujuan dengan baik.
13

Umunya kinerja usahatani diukur melalui produktivitas, harga, dan


pendapatan (Suratiyah 2011; Sadjudi 2009). Petani sebagai pelaksana
mengharapkan produksi yang tinggi sehingga memperoleh pendapatan yang tinggi
pula. Oleh karena itu, petani memanfaatkan seluruh sumber daya (tenaga, modal,
sarana dan prasarana) untuk kegiatan produksi sebagai syarat untuk mendapatkan
produksi yang diharapkan petani (Suratiyah 2011).
Perhitungan pendapatan dalam usahatani salah satunya dapat menggunakan
pendekatan nominal. Pendekatan nominal merupakan perhitungan pendapatan
tanpa memperhitungkan nilai uang yang berlaku, sehingga dapat secara langsung
dihitung jumlah pengeluaran dan jumlah penerimaan dalam suatu periode proses
produksi. Tinggi rendahnya pendapatan dapat dipengaruhi oleh dua golongan
faktor (suratiyah 2011), yaitu:
1. Faktor Internal dan eksternal
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari diri petani, seperti: umur,
pendidikan, pengetahuan, pengalaman, keterampilan, jumlah tenagakerja dalam
keluarga, luas lahan, serta modal yang dimiliki petani. Sedangkan faktor
eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar individu petani, seperti:
ketersediaan dan harga input produksi, serta permintaan dan harga output atau
hasil produksi.
2. Faktor Manajemen
Petani sebagai manajer harus dapat mengambil keputusan dengan berbagai
pertimbangan ekonomis sehingga diperoleh hasil yang memberikan pendapatan
yang maksimal. Petani harus dapat mengelola usahataninya dengan baik
dengan penggunaan faktor-faktor produksi dan tenaga kerja secara efisien
sehingga memperoleh manfaat dengan maksimal. Pada pelaksanaannya petani
sangat memerlukan informasi melalui berbagai sumber untuk meminimalkan
pengambilan keputusan yang salah.

Teori Motivasi
Vroom (1964) mengemukakan teori motivasinya yang disebut Teori
Harapan. Pada teori ini, motivasi dipandang sebagai akibat dari hasil yang ingin
dicapai oleh seseorang dan memiliki perkiraan bahwa tindakan yang dilakukan
akan membawa mereka mengarah pada hasil yang ingin dicapainya. Jika
seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu
cukup besar, maka yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh
hal yang diinginkannya.
Suwanto (2011) mengemukakan beberapa teori dari beberapa ahli mengenai
motivasi, salah satunya teori kaitan antara imbalan dengan prestasi. Semakin
tinggi imbalan yang diperoleh maka akan semakin terdorong seseorang untuk
meningkatkan prestasinya. Pada model motivasi ini, setiap individu dapat
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, baik faktor dari individu itu sendiri
maupun faktor dari lingkungannya. Faktor-faktor tesebut yaitu: kebutuhan,
harapan pribadi, kepuasan, prestasi, pandangan orang lain mengenai dirinya,
oraganisasi tempat bekerja, situasi lingkungan, kelompok kerja, serta sistem
imbalan dan cara penerapannya.
Seseorang memiliki cadangan energi potensial. Energi tersebut dilepaskan
dan digunakan tergantung pada kekuatan dengan dorongan motivasi seseorang
dan situasi serta peluang yang tersedia. Energi tersebut dapat didorong melalui
14

motif, harapan, dan insentif. Sehingga kekuatan motivasi dapat digambarkan dari
fungsi motif, harapan dan insentif (Atkinson 1964). Kekuatan motivasi seseorang
dalam upaya melakukan suatu tindakan merupakan fungsi dari berbagai faktor,
antara lain:
1. Kekuatan yang menjadi alasan untuk bertindak merupakan terdapat dalam diri
seseorang, tingkat alasan atau motif-motif tersebut yang menggerakkan
seseorang untuk memenuhi kepentingannya;
2. Harapan merupakan kemungkinan atau keyakinan perbuatan seseorang akan
mencapai tujuannya; dan
3. Insentif merupakan nilai imbalan yang diharapkan demi tercapainya tujuan.
Fungsi dari kekuatan motivasi dapat dilihat pada gambaran fungsi dibawah ini.

𝑀𝑜𝑡𝑖𝑣𝑎𝑠𝑖 = 𝑓(𝑚𝑜𝑡𝑖𝑓 + ℎ𝑎𝑟𝑎𝑝𝑎𝑛 + 𝑖𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑖𝑓)

Teori Inovasi
Menurut Rogers (2003), inovasi merupakan suatu ide, penerpan, atau
praktek teknologi atau sumber yang dianggap baru oleh seseorang. Inovasi tidak
hanya berkaitan dengan pengetahuan baru dan cara-cara baru, tetapi juga dengan
nilai-nilai. Oleh karenanya sebuah inovasi harus dapat menciptakan hasil yang
lebih baik dari sebelumnya, jadi selain melibatkan iptek baru, inovasi juga
melibatkan cara pandang dan perubahan sosial.
Ada beberapa manfaat yang dihasilkan dengan adanya inovasi, yaitu: (1)
peningkatan kualitas hidup manusia melalui penemuan-penemuan baru yang
membantu dalam proses pemenuhan kebutuhan hidup manusia, (2)
memungkinkan suatu perusahaan untuk meningkatan penjual dan keuntungan
yang dapat diperolehnya, (3) adanya peningkatan dalam kemampuan
mendistribusikan kreativitas ke dalam wadah penciptaan sesuatu hal yang baru,
dan (4) adanya keanekaragaman produk dan jenisnya di dalam pasar. Inovasi
dapat ditunjang oleh beberapa faktor pendukung, seperti: (1) adanya keinginan
untuk merubah diri, dari tidak bisa menjadi bisa dan dari tahu menjadi tahu, (2)
adanya kebebasan untuk berekspresi, (3) adanya pembimbing yang berwawasan
luas dan kreatif, (4) tersedianya sarana dan prasarana, dan (5) kondisi lingkungan
yang harmonis, baik lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitar.
Inovasi sebagai sebagai suatu yang dianggap bari oleh seorang individu
maupun kelompok masyarakat dikomunikasikan melalui saluran-saluran tertentu
dalam suatu sistem sosial pada jangka waktu tertentu. Hal tersebut menurut
Rogers (1983) disebut dengan difusi inovasi. Pada proses difusi inovasi terdapat
empat elemen yang pokok (Rogers 1983), yaitu:
1. Inovasi (produk, gagasan, tindakan) yang dianggap baru dan diukur secara
subjektif menurut sudut pandang individu atau kelompok masyarakat yang
menerimanya.
2. Saluran komunikasi merupakan media yang digunakan untuk menyampaikan
pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Saluran-saluran tersebut
dapat seperti saluran interpesonal dan saluran melalui media massa.
3. Jangka waktu merupakan proses keputusan inovasi dari seseorang mengetahui
hingga memutuskan untuk menerima atau menolak suatu inovasi.
15

4. Sistem sosial merupakan sekumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan
terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah sehingga dapat mencapai
tujuan bersama.
Pada kegiatan penyuluhan, adopsi dapat diartikan sebagai perubahan
perilaku-perilaku seorang individu, perubahan itu mencakup sikap, pengetahuan,
serta keterampilan. Menurut Mardikanto (1996) penerimaan inovasi biasanya
dapat diamati dengan adanya perubahan sikap pengetahuan dan atau keterampilan
secara langsung maupun tidak langsung. Penerimaan tersebut ditandai dengan
melaksanakan atau menerapkannya dengan benar.
Adopsi merupakan proses penerimaan sesuatu yang baru (inovasi) yang
ditawarkan dan diupayakan oleh pihak lain. Ada pun beberapa tahapan adopsi
inovasi sebelum masyarakat mau menerima atau menerapkannya, yaitu:
1. Awareness (kesadaran), yaitu sasaran yang mulai sadar mengenai adanya
inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh.
2. Interest (tertarik), yaitu tumbuhnya minat yang ditandai oleh keinginan untuk
bertanya atau mengetahui lebih banyak mengenai segala sesuatu yang
berkaitan dengan inovasi.
3. Evaluation (evaluasi), yaitu penilaian baik/buruk atau manfaat inovasi yang
telah diketahui informasinya secara lebih lengkap.
4. Trail (mencoba), yaitu sasaran mulai mencoba dalam skala kecil untuk lebih
meyakinkan penilaiannya, sebelum menerapkannya dengan skala yang lebih
besar.
5. Adoption (adopsi), yaitu menerima atau menerapkan dengan penuh keyakinan
berdasarkan penilaian dan uji coba yang telah dilakukan/diamati sendiri.
Ketika seseorang atau kelompok masyarakat menerima suatu inovasi,
terdapat 5 tipologi (Gambar 1) penerima adopsi yang ideal menurut Rogers (1983),
yaitu:
1. Inovator adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba hal-hal
baru. Orang-orang ini biasanya memiliki gaya hidup yang dinamis diperkotaan
dan memiliki banyak teman atau relasi. Kelompok ini keberadaannya sekitar 2
samapi 3 persen saja dalam populasi.
2. Pengguna awal (early adopter) dicirka selalu mencari informasi mengenai
inovasi dan kategori adopter ini menghasilkan lebih banyak opini dibandingkan
kategori lainnya. Keberadaan kelompok ini berkisar 14 persen dari populasi.
3. Mayoritas awal (early majority) dicirkan berkompromi secara hati-hati
sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam
kurun waktu yang lama. Orang-orang ini seperti menjalankan fungsi penting
untuk menunjukkan kepada seluruh komunitasnya bahwa sebuah inovasi layak
untuk digunakan atau bermanfaat. Keberadaan kelompok ini dalam populasi
sebanyak 34 persen.
4. Mayoritas akhir (late majority) dicirikan pada kelompok individu yang lebih
berhati-hati mengenai fungsi dari sebuah inovasi. Mereka akan menunggu
hingga banyak orang yang menggunakan inovasi tersebut sebelum mereka
mengambil sebuah keputusan. Keberadaan kelompok ini dalam suatu populasi
sebanyak 34 persen.
5. Kaum lamban (laggard) dicirikan pada kelompok orang yang terakhir
melakukan inovasi. Umunya mereka masih bersifat tradisional dan segan
menerima atau mencoba hal-hal yang baru. Saat kelompok ini menerima
16

inovasi, maka kebanyakn orang lain justru sudah mengadopsi inovasi lainnya.
Keberadaan kelompok ini dalam suatu populasi sebanyak 16 persen.

Gambar 1 Kelompok adopter inovasi dalam sistem sosial


Sumber: Rogers (1983)

Keterkaitan Antara Kinerja Usahatani, Adopsi Inovasi, dan Motivasi


Upaya dalam meningkatkan kinerja usahatani bagi petani merupakan
keharusan atau tidak adanya pilihan lain dalam upaya mengembangkan
usahataninya ( Moniaga et al. 2012). Hubungan antara kinerja usahatani dengan
motivasi tidak dapat dilihat dihubungkan secara langsung, namun ada variabel
penghubungnya. Salah satu variabel tersebut adalah adopsi inovasi. Penggunaan
inovasi tentunya akan memberikan pengaruh terhadap hasil usahatani. Hasil
usahatani yang lebih baik akan mendorong petani untuk termotivasi dalam
penerapan sebuah inovasi.
Petani yang memiliki usahatani tentunya juga memiliki harapan mengenai
tujuan yang ingin dicapainya dari kegiatannya tersebut, salah satu cara
mencapainya melalui penerapan sebuah inovasi. Upaya petani dalam penerapan
inovasi pada usahataninya pada dasarnya dapat didorong dari adanya manfaat-
manfaat inovasi tersebut yang ingin dicapai petani. Beberapa manfaat yang dapat
diperoleh dari adanya inovasi, yaitu peningkatan dalam kemampuan menyalurkan
kreativitas dan peningkatan kualitas hidup melalui peningkatan kinerja dalam
usahataninya. Salah satu dorongan petani untuk menerapkan suatu inovasi karena
ingin meningkatkan pendapatannya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Rogers (1971) bahwa motivasi dapat disebut sebagai dorongan,
hasrat atau kebutuhan manusia dalam melakukan kegiatan tertentu.
Motivasi diukur berdasarkan tiga komponen yang menyusunnya,yaitu: motif,
pengharapan, dan insentif (Moniaga et al. 2012). Dorongan yang ada pada diri
seseorang dalam upaya mencapai tujuan yang diinginkan disebut dengan motivasi.
Dorogan tersebut dapat menjadi alasan-alasan yang menjadi dasar seseorang
untuk bertindak atau melakukan suatu usaha. Keyakinan pada diri seseorang untuk
mencapai keberhasilan yang diharapkan merupakan pengharapan dari seorang
individu melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Teori pengharapan
mengenai motivasi salah satunya juga dikemukakan oleh Vroom (1964). Berbagai
usaha yang dilakukan tersebut diharapkan adanya jaminan masa depan,
kesejahteraan, serta perlingdungan.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi


Pada penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
motivasi digunakan sebanyak 9 variabel indikator. Variabel-variabel ini dipilih
17

dengan pertimbangan bahwa adanya kecocokan dengan karakteristik petani yang


terdapat pada lokasi penelitian, berdasarkan penelitian-penelitian yang terkait
sebelumnya, serta sesuai dengan model analisis regresi berganda yang akan
digunakan. Variabel-variabel tersebut terdiri dari: umur (X1), pendidikan (X2),
pengalaman berusahatani (X3), jumlah tanggungan keluarga (X4), luas lahan
garapan (X5), kekosmopolitan (X6), ketersediaan sarana dan prasarana (X7),
ketersediaan modal (X8), dan intensitas penyuluh (X9). Berikut merupakan
kerangka konseptual faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi petani.

(X1) Umur (X6) Kekomopolitan

(X2) Pendidikan
(X7) Ketersediaan sarana
(Y) dan prasarana
(X3) Pengalaman Motivasi
berusahatani Petani
(X8) Ketersediaan modal
(X4) Jumlah tanggungan
keluarga (X9) Intensitas penyuluh

(X5) Luas lahan garapan

Gambar 2 Kerangka konseptual faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi

Umur
Umur merupakan faktor psikologis karena semakin tinggi umur seseorang
maka semakin menurun kerja otot seingga terkait dengan kerja indera yang
seluruhnya mempengaruhi daya belajar. Pada masa remajamenjelang kedewasaan,
perkembangan jauh lebih maju (Padmowihardjo 1994). Umur produktif untuk
bekerja pada negara-negara berkembang umumnya adalah 15-55 tahun (Bakir dan
Manning 1984). Petani-petani yang lebih tua tampaknya kurang termotivasi
menerima hal-hal baru dari pada mereka yang umurnya relatif muda. Petani yang
berumur lebih muda biasanya memiliki semangat yang lebih tinggi dibandingkan
petani yang lebih tua (Soekartawi 1988).

Pendidikan
Pendidikan formal ataupun nonformal sangat mempengaruhi pengetahuan,
keterampilan dan sikap seseorang. Kualitas sumber daya manusia salah satunya
ditentukan oleh pendidikannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
maka kualitas kerjanya semakin meningkat pula (Syahyuti 2006). Pendidikan
membuka wawasan dan pikiran seseoran untuk menerima sesuatu yang baru dan
berpikir secara ilmiah, begitu pula dengan petani. Petani yang memiliki
pendidikan yang lebih tinggi, pandai, dan memiliki pengetahuan yang luas
cenderung ralatif lebih cepat dalam menerima sesuatu yang baru (Wiriaatmadja
1977). Pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara dan pola pikr petani.
pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang muda menyebabkan petani lebih
dinamis. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin efisien dia
bekerja dan semakin banyak juga mengetahu serta mengikuti cara-cara
18

berusahatani yang lebih produktif dan lebih menguntungkan (Soeharjo dan Patong
1973).

Pengalaman Berusahatani
Pengalaman merupakan kepemilikan pengetahuan yang dialami seseorang
dalam kurun waktu tertentu sebagai hasil belajar selama hidupnya
(Padmowihardjo 1994). Pengalaman yang baik cenderung akan mendorong
seseorang untuk menerapkan perilaku yang sama untuk situasi berikutnya.
Melalui pengalaman seseorang akan menghubung-hubungkan hal-hal yang terjadi
pada sebelumnya dalam proses belajar untuk dijadikan pedoman pada situasi
selanjutnya. Hal serupa juga diungkapkan oleh van den Ban dan Hawkins (1999),
yang menyatakan bahwa melalui pengalaman seseorang dapat memperbaiki
kemampuannya untuk melakukan suatu pola sikap. Pengalaman berusahatani yang
lebi lama akan membuat petani lebih selektif dan tepat dalam upaya penerapan
inovasi dibandingkan dengan pengalaman yang lebih sedikit.
Mosher (1987) menyatakan bahwa pengalaman usahatani merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi aktivitas petani dalam usahataninya, dimana cita-
cita petani berdasarkan pengalaman yang baik mengenai cara bercocok tanam
yang baik dan menguntungkan akan mempengaruhi terlaksananya pembangunan
pertanian. Berdasarkan pengalaman yang sudah dilalui oleh petani, maka mereka
dapat belajar dan memperbaiki hal-hal yang dianggap tidak efisien dalam
usahataninya sehingga dapat memperbaiki aktivitas usahatani yang tidak efissien.

Jumlah Tanggungan Keluarga


Menurut Batoa (2007) tanggungan keluarga merupakan orang yang tinggal
dalam satu keluarga dan secara langsung menjadi tanggungan kepala kelurga
ataupun yang berada di luar rumah namun kehidupannya masih ditanggung oleh
kepala keluarga. Jumlah tanggungan keluarga akan mempengaruhi jumlah
kebutuhan yang harus dipenuhi. Semakin banyak anggota keluarga maka semakin
banyka pula kebutuhan yang harus dipenuhi oleh kepala keluarga. Menurut
Soekartawi et al. (1986), jumlah tanggungan keluarga yang semakin besar
menyebabkan seseorang memerlukan tambahan pengeluaran, atau kebutuhan
penghasilan yang lebih tinggi untuk membiayai anggota keluarganya.
Jumlah keluarga yang semakin besar akan memotivasi sebuah rumah tangga
untuk mencari penghasilan yang lebih banyak lagi untuk memenuhi kebutuhan
mereka (Gohong 1993). Termotivasinya petani dapat mendorong mereka untuk
menerapkan sebuah inovasi. Peningkatan pendapatan dapat dicapai dengan
penggunaan inovasi. Jumlah anggota keluarga yang banyak namun pendapatan
masih rendah akan berakibat pada rendahnya tingkat konsumsi. Hal ini berdampak
pada produktivitas petani dalam bekerja, kecerdasan dan menurunnya kemampuan
berinvestasi (Hernanto 1993).

Luas Lahan Garapan


Lahan merupakan lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,
dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap
penggunaan lahan (Pujiharti 2007). Lahan merupakan salah satu faktor yang
menunjang berlangsungnya kegiatan pertanian. Keterbatasan lahan yang dimiliki
19

petani akan memberikaan pengaruh pada efisiensi pengelolaan pertanian


(Lionberger dan Gwin 1982). Salah satu faktor yang mempengaruhi kegairahan
petani untuk meningkatkan produktivitas lahannya adalah status dan luas
penguasaan lahan pertanian, serta luas lahan garapan juga mempengaruhi
kecepatan petani mengadopsi teknologi baru (Sinaga dan Kasryno 1980).
Luas lahan usahatani dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu: (1)
lahan sempit dengan luas lahan <0.5 hektar, (2) lahan sedang dengan luas lahan
antara 0.5-2.0 hektar, dan (3) lahan luas dengan luas lahan >2 hektar (Hernanto
1989). Petani yang memiliki tanah usaha yang luas mempunyai sifat dan
kegemaran untuk mencoba teknologi baru dan akan selalu berusaha sendiri
mencari informasi yang diperlukan (Wiriaatmadja 1977). Daniel (2004)
mengatakan bahwa pembangunan pertanian akan sulit dilakukan apabila
kepemilikan lahan lebih banyak secara kotak-kotak dengan luas penguasaan lahan
yang sempit, karena petani cenderung bertindak sendiri-sendiri dan memotivasi
untuk bekerja sama dan menantang resiko menjadi rendah.

Kekosmopolitan
Sifat kosmopolitan pada suatu individu dapat dicirikan oleh beberapa atribut
yang membedakanya dengan orang lain pada komunitasnya, yaitu: (1) individu
tersebut memiliki status sosial-ekonomi yang lebih tinggi, (2) partisipasi sosial
yang lebih tinggi, (3) lebih banyak berhubungan dengan pihak luar, (4) lebih
banyak menggunakan media massa, dan (5) memiliki lebih banyak hubungan
dengan orang lain maupun lembaga di luar komunitasnya (Rogers 1983). Petani
yang memiliki sifat kosmopolitan cenderung akan lebih terbuka terhadap suatu
inovasi. Hal ini disebabkan karena sifat kosmopolitan memungkinkan petani
untuk meningkatkan wawasannya dan sekaligus belajar atas keberhasilan orang
lain yang berada di luar daerahnya. Kondisi tersebut akan mendorong petani untuk
tanggap terhadap peluang-peluang yang berpotensi menghasilkan pendapatan
yang lebih tinggi (Wiriaatmadja 1983).

Ketersediaan Sarana dan Prasarana Produksi


Sarana produksi dalam kegiatan usahatani merupakan salah satu syarat
mutlak dalam memperlancar kegiatan tersebut. Sarana dan prasarana adalah
faktor-faktor yang dibutuhkan dalam proses produksi, misalkan bibit, pupuk,
pestisida, lahan, tenaga kerja, serta akses transportasi. Rukka (2003) menyatakan
bahwa sarana yang tersedia dalam jumlah, mutu, harga, dan waktu yang tepat
akan sangat menunjang keberhasilan usahatani, serta adanya lembaga keuangan
dapat memberikan pelayanan terhadap petani terkait dengan akses modal. Hal
tersebut akan menimbulkan persepsi yang positif dari para petani sehingga
mendorong mereka untuk menerapkan inovasi. Mosher (1987) menyatakan bahwa
pembangunan pertanian menghendaki ketersediaan sarana produksi bagi petani
dengan lokasi yang dapat dijangkau petani tanpa mengeluarkan biaya yang
banyak, seperti harga yang terjangkau, mutu yang baik, dan selalu tersedia saat
dibutuhkan.
20

Kepemilikan Modal
Modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor
produksi lainnya menghasilkan produk baru (Hernanto 1969). Modal dapat
berasal dari petani ataupun luar petani (pinjaman melalui lembaga perkreditan).
Tersedianya kredit (modal) ini dangat dibutuhkan oleh petani, yang merupakan
kekuatan yang sangat menentukan kecepatan dan keberhasilan suatu penyuluhan
(Mardikanto 1993). Modal yang dimiliki petani digunakan untuk pengadaan
sarana produksi, seperti: benih, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja. Keberadaan
modal tersebut sangat menentukan tingkat atau jenis teknologi yang akan
diterapkan oleh petani.

Intensitas Penyuluhan
Penyuluhan pertanian yang diberikan kepada para petani merupakan salah
satu pendidikan nonformal dibidang pertanian. Kegiatan tersebut dilakukan
dengan harapan petani dapat memperluas pengetahuannya, mengembangkan
sumberdaya manusia yang dimilikinya, serta memperbaiki kehidupan diri dan
keluarganya secara mandiri sehingga dapat berkontribusi dalam kegiatan
pembangunan pertanian. Peranan penyuluh adalah untuk menyadarkan petani
mengenai suatu inovasi dan memberikan dorongan untuk melakukan usahtani
dengan lebih baik dan efisien. Penyuluh dinilai berhasil apabila mampu
menimbulkan perubahan dalam aspek perilaku petani yang mengarah pada
perbaikan taraf kehidupan (Mosher 1987).
Kinerja penyuluh yang baik akan mempengaruhi perilaku petani dengan
meningkatkan kompetensi dan partisipasi petani (Bahua 2010). Para penyuluh
akan menyebarkan segala informasi yang berkaitan dengan usahatani petani
termasuk menyampaikan inovasi kepada petani. Informasi yang melimpah sangat
diperlukan petani dalam menjalankan usahanya dengan berbagai metode dan
media agar dapat diterima dengan baik dan akan membuat perubahan perilaku
pada petani.

Kerangka Penelitian

Keadaan pertanian pada lahan kering cukup menyulitkan petani untuk


berusahatani jagung di Kabupaten Lombok Timur, hal ini disebabkan karena ciri
lahan kering terletak pada keterbatasan sumber air, dan kondisi tanah yang kurang
subur. Namun, keadaan ini tidak menyurutkan para petani jagung untuk terus
berupaya menjalankan usahataninya. Para petani jagung di Lombok Timur justru
menerapkan inovasi benih unggul yang memiliki tingkat harga benih yang cukup
tinggi per kilogramnya. Namun pada kondisi lapangan, tidak seluruhnya petani
mau menerapkan inovasi benih jagung hibrida. Pada kondisi ini, maka sangat
menarik untuk dikaji mengenai motivasi petani dalam penerapan inovasi benih
hibrida. Secara sistematis kerang penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
Penelitian ini akan menjelaskan tiga tujuan yang telah dibuat. Tujuan
pertama, menganalisis perbedaan kinerja usahtani jagung antara petani hibrida dan
non-hibrida. Peningkatan kinerja usahatani tidak terlepas dari hasil penerapan
inovasi benih hibrida yang dapat meningkatkan produktivitas usahatani. Pada
21

tujuan ini diharapkan dapat memperlihatkan manfaat dari adanya inovasi benih
jagung hibrida untuk meningkatkan produktivitas usahatani.

- Penerapan inovasi benih jagung hibrida dapat meningkatkan


produktivitas usahatani.
- Tidak seluruh petani Kabupaten Lombok Timur mau menerapkan
inovasi benih jagung hibrida

Kinerja Usahatani: Motivasi


1. Produktivitas
2. Pendapatan
3. Harga
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
motivasi
Tingkat
Non Adopter Motivasi
Adopter

(X1) Umur
(X2) Pendidikan
(X3) pengalaman berusahatani
(X4) Jumlah tanggungan
keluarga
Early Late (X5) Luas lahan garapan
majority majority (X6) Kekosmopolitan
(X7) Ketersediaan sarana dan
prasaran
(X8) Ketersediaan modal
(X9) Intensitas penyuluhan

Implikasi Kebijakan
Keterangan :
Uji beda
Uji korelasi

Gambar 3 Kerangka penelitian


Tujuan kedua dalam penelitian ini untuk mengetahui tingkat motivasi petani
yang menerapkan inovasi benih jagung hibrida akan dibedakan menjadi dua
kelompok sampel. Pemilihan adopter inovasi ini didasarkan pada teori yang
diungkapkan oleh Rogers (1983), dengan membedakan lima jenis tipologi
penerima adopsi inovasi. Pada penelitian ini hanya digunakan dua jenis adopter
yakni early majority dan late majority. Pada tujuan ini akan dilihat perbedaan
tingkat motivasi antara early majority dan late majority, dengan menggunakan uji
22

beda dua sampel tidak berhubungan (chi-square). Tingkat motivasi petani diukur
menggunakan dua indikator yaitu, sumber motivasi dan motivasi berinovasi.
Motivasi petani untuk menerapakan inovasi dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, baik dari petani itu sendiri maupun kondisi lingkungan sekitarnya
(Winardi 2002). Oleh karenanya tujuan ketiga dalam penelitian ini menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi petani dalam menerapkan inovasi
benih jagung hibrida. Beberapa penelitian menyebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi dalam penerapan inovasi berasal dari internal petani dan
lngkungan eksternal petani (Rukka 2003, Listiana 2012, dan Satriani et al. 2013).
Berdasarkan konsep teori dan berbagai penelitian mengenai motivasi, maka dalam
penelitian ini digunakan sebanyak sembilan variabel yang dapat mempengaruhi
motivasi petani dalam penerapan inovasi benih jagung hibrida tersebut. Variabel-
variabel tersebut terdiri dari: umur (X1), pendidikan (X2), pengalaman
berusahatani (X3), jumlah tanggungan keluarga (X4), luas lahan garapan (X5),
kekosmopolitan (X6), ketersediaan sarana dan prasarana (X7), ketersediaan modal
(X8), dan intensitas penyuluhan (X9). Secara skematis, kerangka penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 3.

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang ada, maka hipotesis dalam penelitian


ini, yaitu:
H1 : terdapat perbedaan kinerja usahatani antara petani hibrida dan non-hibrida
di Kabupaten Lombok Timur.
H2 : terdapat perbedaan tingkat motivasi petani antara early majority dan late
majority.
H3 : semua variabel independen (pendidikan, pengalaman berusahatani, jumlah
tanggungan keluarga, luas lahan garapan, kekosmopolitan, ketersediaan
sarana dan prasarana, ketersediaan modal, dan intensitas penyuluhan)
berpengaruh terhadap motivasi petani (variabel dependen)

4 METODE PENELITIAN

Metode Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten


Lombok Timur. Pemilihan tempat ini dilakukan secara purposive, berdasarkan
pertimbangan bahwa Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu sentra
produksi jagung di Nusa Tenggara Barat dan jagung merupakan salah satu
komoditas unggulan Kabupaten Lombok Timur, hal ini dapat terlihat pada
sebagian besar petani mengusahakan jagung.
Pemilihan Kecamatan Pringgabaya didasarkan bahwa kecamatan yang
merupakan sentra tanaman jagung, serta memiliki luas panen dan produksi
tertinggi di Kabupaten Lombok Timur. Waktu penelitian akan dilakukan pada
bulan Mei-Juni 2015. Data lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Pada
Kecamatan Pringgabaya dipilih sebanyak 2 desa yang merupakan daerah lahan
23

kering, yakni desa Gunung Malang dan Seruni Mumbul. Selain itu dasar
pemilihan kedua desa karena menurut keterangan dari UPP Kecamatan
Pringgabaya, masih ada petani pada kedua desa ini yang tidak menanam jagung
hibrida.

Tabel 1 Luas panen dan produksi jagung per kecamatan di Kabupaten Lombok
Timur Tahun 2011-2013
Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)
No. Kecamatan
2011 2012 2013 2011 2012 2013
1 Keruak 24 174 15 111 796 71
2 Jerowaru 1041 2581 2246 4823 14146 12886
3 Sakra 84 117 33 404 579 172
4 Sakra barat 176 19 55 927 89 262
5 Sakra timur 14 97 16 76 478 84
6 Terara 432 339 25 2331 1831 142
7 Montong gading 13 36 12 65 170 60
8 Sikur 201 21 18 993 97 85
9 Masbagik 64 44 40 308 210 201
10 Pringgasela 20 25 30 98 113 143
11 Sukamulia 0 2 0 0 8 -
12 Suralaga 13 - 3 68 - 16
13 Selong 79 82 129 379 414 683
14 Labuhan haji 710 838 658 3690 4643 3816
15 Pringgabaya 5475 4085 4036 29462 23838 24659
16 Suela 822 1346 1281 4529 7800 7772
17 Aikmel 1734 1181 850 8579 6998 5273
18 Wanasaba 2858 2363 2027 15390 13856 12442
19 Sembalun 217 118 234 1150 592 1228
20 Sambelia 1607 1695 2122 8899 9293 12178
Jumlah/total 15584 15163 13830 82282 85960 82173
Sumber : Katalog Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Timur (Lombok Timur dalam Angka
2014.

Penentuan Responden

Populasi pada penelitian ini adalah petani jagung yang menerapkan inovasi
benih jagung hibrida dan yang tidak menggunakan di Kabupaten Lombok Timur.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah petani jagung yang menjadi pengambil
keputusan utama dalam usahataninya. Metode penentuan sampel dilakukan secara
purposive sampling, karena data mengenai jumlah populasi petani yang
menggunakan dan yang tidak menggunakan benih jagung hibrida tidak tersedia.
Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 100 responden, yang dimana 100
responden ini akan dibagi menjadi beberapa sub populasi sesuai dengan tujuan
penelitian.
Pada tujuan pertama untuk menganalisis kinerja usahatani, sampel dibagi
menjadi dua sub populasi, yakni petani yang tidak menerapkan inovasi (20
responden) dan petani yang menerapkan inovasi (80 responden). Menjawab tujuan
kedua mengenai tingkat motivasi hanya digunakan sub populasi petani yang
menerapkan inovasi sebanyak 80 responden. Kemudian dari sub populasi ini
dibagi lagi menjadi dua kategori sub populasi, yakni early majority dan late
majority masing-masing sebanyak 40 responden. Pemilihan kedua kategori
adopter ini atas pertimbangan bahwa kedua kategori ini persentase keberadaannya
24

dalam pupolasi paling tinggi, masing-masing sebesar 34 persen (Rogers 1983).


Berdasarkan Menjawab tujuan ketiga untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi petani digunakn sub populasi petani yang menggunakan
inovasi sebanyak 80 responden. Pembagian sampel ke dalam sub-sub populasi
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.

Total sampel penelitian (n = 100)

Tidak
menerapkan
Kinerja inovasi (20)
Usahatani
Menerapkan
inovasi (80)

Early majority Late majority


(29) (26)

Faktor-faktor yang mempengaruhi


motivasi petani (80)

Gambar 4 Kerangka sampel penelitian


Pada katagori petani early majority dan late majority pembagiannya
berdasarkan tahun petani mulai menerapkan inovasi benih jagung hibrida. Petani
jagung di Kabupaten Lombok Timur mulai menerapkan inovasi benih jagung
hibrida pada tahun 1982 dengan populasi petani jagung berada di Kecamatan
Sambelia. Sedangkan petani yang tergolong early majority dan late majority
berada pada Kecamatan Pringgabaya. Pada penelitian ini akan dibagi petani early
majority dengan awal menerapkan inovasi benih jagung hibrida pada tahun 1985
hingga 2000, sedangkan petani late majority pada tahun 2000 hingga 2014. Petani
non-hibrida pada penelitian ini diasumsikan sebagai kaum laggard.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data primer dan
sekunder. Jenis data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari petani
jagung sebagai responden dalam penelitian ini dan dikumpulkan secara khusus
untuk tujuan penelitian yang sedang dilakukan. Data yang akan diperoleh dari
petani berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari petani
yang kemudian diskor dan disusun menjadi data interval. Data-data tersebut
seperti: kinerja usahatani, tingkat motivasi petani jagung, dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan motivasi. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2. Sedangkan
jenis data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dari pihak-pihak terkait
25

dalam menjawab tujuan penelitian ini, baik melalui bahan acuan yang telah
dipublikasikan maupun dari pihak-pihak terkait seperti, lembaga-lembaga
pemerintahan yang menyediakan data guna melengkapi penelitian ini. Data-data
sekunder ini seperti: data produksi jagung, luas panen jagung, teori-teori yang
berkaitan dengan penelitian ini, yang disediakan oleh BPS dan pihak-pihak yang
terkai lainnya.

Tabel 2 Alat analisis, jenis, dan sumber data yang digunakan berdasarkan tujuan
penelitian
Tujuan Penelitian Jenis dan Sumber Data Alat Analisis
1. Kinerja usahatani dan - Jenis data: kuantitatif - Analisis usahatani
perbedaan kinerja usahatani (pendapatan) - Uji beda (t-test)
- Sumber data: petani
2. Tingkat motivasi dan - Jenis data: kuantitatif - Skala likert
perbedaan tingkat motivasi (data ordinal) - Uji beda (chi-
- Sumber data: petani square)

3. Faktor-faktor yang - Jenis data: kuantitatif - Rank spearman


berhubungan dengan (data ordinal)
motivasi - Sumber data: petani

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan
variabel terikat. Pengukuran variabel-variabel tersebut didasarkan pada konsep
teori yang terbukti secara empiris, sehingga dapat digunakan di lapangan dan
mampu diukur sebagaimana seharusnya. Pada penelitian ini akan mengukur 3
variabel utama, yaitu: kinerja usahatani dengan 3 variabel indikator, tingkat
motivasi dengan 2 variabel indikator, dan faktor-faktor yang berkorelasi dengan
motivasi petani dalam menerapkan inovasi benih jagung hibrida dengan
menggunakan 9 variabel indikator. Masing-masing indikator dan definisi
operasional dapat dilihat pada Tabel 3, Tabel 4 dan Tabel 5.

Kinerja Usahatani
Mengukur kinerja usahatani digunakan 3 variabel indikator, yaitu:
produktivitas, harga, dan pendapatan yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.
Pemilihan variabel didasarkan pada teori dan penelitian sebelumnya yang
dilakukan Sadjudi (2009), Darmawan et al. (2013), dan Suratiyah (2011).

Tabel 3 Definisi operasional dan indikator pengukuran kinerja usahatani dalam


menerapkan inovasi benih hibrida
Ukuran/indikator Definisi operasional
Produktivitas (ton/ha) Jumlah hasil produksi per satuan lahan dari penerapan inovasi benih
jagung hibrida
Harga (Rp/kg) Harga jagung yang didapatkan petani berdasarkan kualitas jagung yang
dihasilkan
Pendapatan (Rp/ha) Melakukan analisis usahatani yang didapat melalui data mengenai
penerimaan dan biaya produksi.
26

Tingkat Motivasi (Y)


Pada penelitian ini yang dimaksud dengan motivasi adalah dorongan yang
berasal dari dalam diri maupun luar diri seseorang yang mendorong mereka untuk
melakukan suatu kegiatan demi mencapai tujuan yang diinginkan, yang dalam
penelitian ini dorongan dalam menerapkan inovasi benih jagung hibrida. Motivasi
dalam penelitian ini pengukurannya dengan cara mengetahui nilai skor pada
masing-masing alat pengukurannya. Ada beberapa indikator yang dijadikan
sebagai ukuran motivasi petani dalam menerapkan inovasi, meliputi: (1) sumber
dorongan, (2) motivasi berinovasi, (3) penegasan dari kedua indikator sebelumnya.
Indikator sumber dorongan dan alasan atau latar belakang menerapkan inovasi
benih jagung hibrida, masing-masing terdiri dari satu pertanyaan dengan tiga
alternatif jawaban dengan skor berkisar satu sampai tiga. Jawaban dengan skor
tiga mengarah pada tingkat motivasi petani yang tinggi, sedangkan untuk skor
satu mengarah pada tingkat motivasi petani yang rendah. Indikator penegas dari
dorongan dan alasan berusahatani terdiri dari beberapa pertanyaan dan kemudian
di skor kembali.

Tabel 4 Definisi operasional dan indikator pengukuran motivasi petani dalam


menerapkan inovasi benih jagung hibrida
Ukuran/indikator Definisi operasinal
Sumber Sumber dorongan petani dalam menerapkan inovasi benih jagung
motivasi hibrida
- Lingkungan internal: diri sendiri
- Lingkungan eksternal: keluarga, teman, tetangga, penyuluh,
dan pemerintah
Motivasi Alasan atau latar belakang petani menerapkan inovasi benih
berinovasi jagung hibrida
- Motif: kekuatan yang menjadi alasan untuk bertindak
(keterampilan dan pengetahuan)
- Harapan: kemungkinan atau keyakinan perbuatan seseorang
akan mencapai tujuannya (kualitas dan kuantitas hasil)
- Insentif: nilai imbalan yang diharapkan demi tercapainya
tujuan (pendapatan)

Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi petani


Tujuan ketiga pada penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi motivasi petani dalam penerapan inovasi benih jagung
hibrida. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ini terdiri dari 9 variabel yaitu
umur (X1), pendidikan (X2), pengalaman berusahatani (X3), jumlah tanggungan
keluarga (X4), luas lahan garapan (X5), kekosmopolitan (X6), ketersediaan sarana
dan prasarana (X7), ketersidiaan modal (X8), dan intensitas penyuluhan (X9).
Definisi dan pengukuran masing-masing variabel dapat dilihat pada Tabel 5.
Penentuan variabel tersebut berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Rukka (2003), Satriani et al. (2013), dan Listiana (2012).
27

Tabel 5 Definisi operasional dan indikator pengukuran faktor-faktor yang


memepengaruhi motivasi petani
Nama
Definisi Operasional Ukuran/indikator
Variabel
Umur (X1) Usia responden yang dihitung sejak Tahun
dilahirkan sampai dengan saat
wawancara dilakukan
Pendidikan (X2) Lamanya responden menempuh  Tidak sekolah
pendidikan formal dan non formal  SD/sederajat
 SMP/sederajat
 SMA/sederajat
 PT/akademi
 Kursus
Di ukur dalam tahun
Pengalaman Lamanya responden berusahatani Tahun
berusahatani (X3) jagung
Jumlah tanggungan Jumlah anggota keluarga yang Jiwa/rumah tangga
keluarga (X4) menjadi tanggungan responden
Luas lahan garapan Luas areal tanam jagung yang Ha
(X5) dimiliki petani
Sifat Keterbukaan petani terhadap  Frekuensi mengadakan kontak
Kosmopolit (X6) inovasi melalui kegiatan dengan instansi atau pihak terkait
penyuluhan maupun interaksi  Frekuensi berpergian ke luar
dengan sesama petani daerah
 Frekuensi mencari informasi
yang berkaitan dengan
pencapaian penerapan inovasi
Ketersediaan sarana dan Tersedia dan terjangkaunya harga Jumlah, jenis, dan harga peralatan
prasarana bahan dan peralatan yang usahatani, benih hibrida, pupuk,
(X7) dibutuhkan dalam usahatani jagung pestisida, dan alat transportasi
yang dibutuhkan dalam usahatani
jagung
Ketersediaan modal (X8) Jumlah dan asal modal yang  Jumlah uang dalam rupiah yang
digunakan responden dalam digunakan dalam satu kali tanam
berusahatani jagung (penerapan  Asal modal yang diperoleh
inovasi benih hibrida) petani (pinjaman, bantuan, milik
sendiri)
Intensitas penyuluhan Jumlah pertemuan antara penyuluh  Frekuensi petani mengikuti
(X9) dengan responden yang penyuluhan
membicarakan mengenai usahatani  Frekuensi penyuluh
jagung dengan penerapan inovasi memberikan penyuluhan
benih hibrida  Kesesuaian materi penyuluh
dengan kebutuhan petani
 Dukungan kelembagaan
penyuluh

Uji Validitas dan Reabilitas

Uji validitas dilakukan untuk mendapatkan instrumen yang dapat mengukur


sesuatu yang seharusnya diukur secara tepat (Singarimbun dan Effendi 1989). Uji
validitas ini meliputi: (1) validitas isi merupakan alat pengukur yang dapat
mewakili semua aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka konsep, (2)
validitas kerangka dilakukan dengan jalan menyusun tolak ukur operasional dari
28

kerangka suatu konsep, dan (3) validitas eksternal merupakan alat ukur baru yang
akan digunakan dimana telah dihubungkan dengan alat ukur lama valid (Arikunto
1998).
Pada penelitian ini dilakukan uji validitas konstruk, yaitu dengan menyusun
tolak ukur operasional dari suatu konsep dan teori dengan cara pemahaman atau
logika berpikir atas dara pengetahuan ilmiah. Dalam hal ini, isi instrumen
disesuaikan dengan konsep dan teori yang telah dikemukakan para ahli serta
melakukan konsultasi kepada pihak yang menguasai materi yang ada pada
instrumen penelitian.
Uji reabilitas instrumen dilakukan untuk menunjukan bahwa suatu
instrumen dapat dipercaya sebagai alat ukur dalam pengumpulan data. Reabilitas
adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan sejauhmana suatu hasil
pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih
(Singarimbun dan Effendi 1989). Pengujian dilakukan dengan uji Alpha (Arikunto
1998) dengan rumus.

𝑘 𝑉𝑖
𝛼= 1−
𝑘−1 𝑉𝑡
Keterangan:
α = reabilitas alat ukur
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyak soal
Vi = jumlah varians butir pertanyaan
Vt = varians total

Analisis Data

Analisis Usahatani
Analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan pertama dengan analisis
kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatiif digunakan untuk menjelaskan
masing-masing variabel indikator. Analisis kuantitatif akan digunakan pada
variabel produktivitas dan pendapatan usahatani. Perhitungan produktivitas
dilakukan dengan membagi total produksi per satuan lahan. Sedangkan untuk
pendapatan usahatani dilakukan dengan analisis usahatani. Analisis usahatani
yang dilakukan dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Soekartawi
(1995) sebagai berikut.
𝜋 = 𝑇𝑅 − 𝑇𝐶
Keterangan:
𝜋 = pendapatan
TR = total revenue (total penerimaan)
TC = total cost (total biaya)
Terdapat beberapa istilah penting yang harus diketahui pada saat
melakukan analisis usahatani (Suratiyah 2011), yaitu:
1. Produk total (Y) adalah jumlah produksi per usahatani dengan satuan kilogram
(kg).
2. Harga produk (P) adalah harga per unit dengan satuan Rp per kg.
3. Penerimaan atau hasil produksi (TR) adalah jumlah produksi dikalikan harga
produk (𝑇𝑅 = 𝑌. 𝑃) dengan satuan rupiah (Rp).
29

4. Biaya variabel per unit (VC) adalah biaya yang bergantung pada besar kecilnya
produksi (Prawirokusumo 1980). Biaya ini digunakan untuk membeli atau
menyediakan bahan baku yang habis dalam satu kali produksi, misalnya biaya
sarana produksi dan tenaga kerja luar per usahatani dengan satuan rupiah (Rp).
5. Biaya tetap (FC) adalah biaya yang dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi
(Mubyarto 1994), misalnya biaya sewa lahan, pajak lahan, dan penyusutan alat.
Biaya penyusutan alat dapat dihitung dengan rumus di bwah ini.

𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑖𝑠𝑎 (𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢)


𝑃𝑒𝑛𝑦𝑢𝑠𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 =
𝑢𝑚𝑢𝑟 𝑒𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖𝑠

6. Biaya total (TC) adalah jumlah biaya variabel dan biaya tetap dengan satuan
rupiah (Rp).
7. Pendapatan petani (I) adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total
dengan satuan rupiah (Rp).
8. Tenaga kerja yang dicurahkan adalah jumlah tenaga kerja keluarga ditambah
dengan jumlah tenaga kerja luar keluarga per usahatani dengan satuan HKO.

Uji Beda Dua Sampel Tidak Berhubungan (Independent Sample T Test)


Uji dua sampel tidak berhubungan ini merupakan uji yang digunakan untuk
mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel
yang tidak berhubungan. Jika hasil yang didapat dimiliki perbedaan, maka uji ini
akan memeperlihatkan rata-rata manakah yang lebih tinggi. Data yang biasa
digunakan dalam uji ini berupa data interval atau rasio (Priyatno 2008). Berikut
merupakan rumus perhitungan pada uji T ini (Sugiyono 2007).

𝑋1 − 𝑋2
𝑡=
𝑆12 𝑆2
+ 𝑛2
𝑛1 2

Keterangan :
𝑋1 : rata-rata indikator kinerja usahatani petani yang tidak menerapkan inovasi
𝑋2 : rata-rata indikator kinerja usahatani petani yang menerapkan inovasi
𝑛1 : jumlah sampel X1
𝑛2 : jumlah sampel X2
𝑆12 : varian sampel X1
𝑆22 : varian sampel X2

Langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut:


1. Menentukan hipotesis
H0 : tidak adanya perbedaan antara rata-rata pendapatan petani yang tidak
menggunakan inovasi dengan yang sudah menerapkan inovasi.
H1 : Adanya perbedaan antara rata-rata pendapatan petani yang tidak
menggunakan inovasi dengan yang sudah menerapkan inovasi.
2. Menentukan tingkat signifikan
Pengujian ini menggunakan tingkat signifikansi α = 10 persen. Tingkat
signifikansi dalam hal ini berarti kita mengambil tingkat resiko salah dalam
mengambil keputusan untuk menolak hipotesis yang benar sebanyak-
banyaknya 10 persen (ukuran standar yang sering digunakan para penelitan).
30

3. Menentukan t hitung
4. Menentukan t tabel
Tabel distribusi z dicari pada α = 10 persen : 2 = 5 persen (uji dua arah) dengan
derajat kebebasan (df) = n – 2. Dengan pengujian dua arah (signifikansi = 0.05)
hasil diperoleh untuk menentukan daerah penerimaan atau penolakan H0.
5. Membandingkan nilai t hitung dengan t tabel
6. Pengambilan kesimpulan
Jika t hitung > t tabel maka tolak H0, namun jika t hitung < t tabel maka terima
H0.

Skala Likert
Analisis data yang digunakan sesuai dengan tujuan penelitian. Tujuan kedua
untuk mengetahui tingkat motivasi petani dalam menerapkan inovasi benih
hibrida digunakan perhitungan dengan metode skala Likert. Selain itu metode
skala Likert juga digunakan untuk menjawab tujuan ketiga yakni mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi petani. Menurut Simamora (2004),
skala Likert adalah skala yang memberi peluang kepada responden untuk
mengekspresikan perasaan mereka dalam bentuk persetujuan suatu pernyataan.
Skala Likert digunakan untuk mengukur pendapat, sikap, dan persepsi seseorang
atau kelompok tertentu mengenai suatu kejadian atau gejala sosial (Riduwan dan
Kuncoro 2013).
Pada metode skala Likert, masing-masing variabel penelitian akan
dijabarkan dalam bentuk indikator-indikator yang dapat diukur. Indikator tersebut
dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam pembuatan kuisioner berupa pertanyaan
atau pernyataan yang dijawab oleh responden. Pada penelitian ini menggunakan
pertanyaan positif yang memiliki total skor sebesar 5, dimana kategori sangat
setuju memiliki skor 5 sedangkan sangat tidak setuju memiliki skor 1. Penentuan
kategori interval tinggi, sedang dan rendah pada tingkat motivasi digunakan
rumus sebagai berikut:

𝑁𝑇 − 𝑁𝑅
𝐼=
𝐾
Keterangan:
I = Interval
NT = Total nilai tertinggi
NR = Total nilai terendah
K = Kategori jawaban

Analisis Chi-Square
Uji chi-kuadrat merupakan analisis non-parametrik yang digunakan untuk
mengetahui perbedaan antar populasi atau kelompok. Variabel yang digunakan
memiliki jenis data berskala nominal atau ordinal. Rumus yang digunakan dalam
alat analisis chi-kuadrat adalah sebagai berikut (Lind et al. 2008):

(𝑓𝑜 −𝑓𝑒 )2
𝑋2 = dengan derajat kebebasan, 𝑑𝑘 = 𝑘 − 1
𝑓𝑒
31

Keterangan:
𝑋2 = chi-kuadrat
fo = frekuensi observasi/pengamatan
fe = frekuensi ekspetasi/harapan
dk = derajat kebebasan
k = jumlah kategori

Uji chi-kuadrat memiliki karakteristik sebagai berikut:


1. Nilai chi-kuadrat tidak pernah bernilai negatif, hal ini disebabkan karena
perbedaan antara fo dan fe dikuadratkan.
2. Terdapat distribusi chi-kuadrat untuk derajat kebebasan 1, 2, 3, dan seterusnya.
Derajat kebebasan dihitung dengan k-1. Bentuk distribusi chi-kuadrat tidak
bergantung pada ukuran sampel, melainkan pada jumlah kategori yang
digunakan.
3. Bentuk distribusi chi-kuadrat adalah positif, semakin besar derajat bebas maka
semakin mendekati ditribusi normal.

Analisis Rank Spearman


Pada analisis mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi
petani dalam penerapan inovasi benih jagung hibrida digunakan uji korelasi rank
spearman. Uji ini digunakan untuk menguji korelasi antar dua variabel dengan
pengukuran variabel minimal menggunakan skala ordinal. Uji rank spearman
digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antar variabel berdasarkan
koefisien rank spearman atau uji-r (Siegel 1994). Menghitung koefisien korelasi
spearman (rs) digunakan rumus sebagai berikut:

6 𝑁
𝑖=1 𝑑𝑖
2
𝑟𝑠 = 1 −
𝑁3 − 𝑁
Keterangan:
rs = koefisien korelasi rank spearman
di = perbedaan antara dua ranking variabel xi dan yi
N = jumlah sampel

Jika ditemukan adanya dua subyek atau lebih yang memiliki nilai sama
untuk variabel yang sama, maka digunakan rumus koefisien korelasi sebagai
berikut:

𝑥2 + 𝑦2 − 𝑑2
𝑟𝑠 =
2 𝑥2 𝑦2

Keterangan:
rs = koefisien korelasi rank spearman
x = skor masing-masing pertanyaan tiap responden
y = skor total semua pertanyaan dari tiap responden
d = selisih atara rank bagi x dan y
32

Langkah-langkah dalam melakukan perhitungan rank spearman sebagai


berikut:
1. Mengurutkan atau meranking nilai-nilai hasil pengamatan. Variabel X disusun
berdasarkan besarnya nilai dalam setiap variabel. Nilai diurutkan dari yang
terbesar diberi rank 1 hingga yang terkecil, sama halnya dengan nilai Y.
2. Menghitung selisih rank X dan Y sesuai dengan pasangan data aslinya.
Menghitung dengan cara mengurangi rank X dan rank Y pada pasangan pada
pasangannya dan beda yang diperoloeh (di) kemudian dikuadratkan (di2).
Selanjutnya di dijumlahkan seluruhnya pada data pasangan diatas, sehingga
diperoleh sigma di.
3. Memasukkan nilai yang diperoleh ke dalam rumus rank spearman.
Cara untuk mengetahui tingkat signifikan hubungan antar variabel perlu
menghitung besarnya nilai t terlebih dahulu. Perhitungan nilai t sangat
mempengaruhi nilai probabilitas yang dibawah hipotesis (Ho) untuk setiap nilai rs
yang diperoleh. Untuk menghitung nilai dapat menggunakan rumus sebagai
berikut:
𝑁−2
𝑡 = 𝑟𝑠
1 − 𝑟𝑠2
Penghitungan nilai t untuk menentukan signifikansi korelasi antar suatu variabel
dapat menggunakan acuan pada tabel F.

5 KONDISI UMUM USAHATANI JAGUNG DI


KECAMATAN PRINGGABAYA

Kecamatan Pringgabaya memiliki iklim tropis yang ditandai dengan adanya


dua musim yang terjadi sepanjang tahun, yakni musim panas dan musim
penghujan. Meskipun demikian, tidak seluruh sungai yang terdapat pada wilayah
ini mengalir sepanjang tahun. Curah hujan yang tinggi pada Kecamatan
Pringgabaya dimulai pada bulan Desember hingga Mei dan yang tertinggi terjadi
pada bulan Januari. Sedangkan curah hujan yang rendah terjadi pada bulan Juni
hingga November dan yang terendah terjadi pada bulan Juni hingga Agustus.
Lahan kering di wilayah ini ditanami jagung 1-2 kali musim tanam dalam setahun,
bergantung pada ketersediaan air yang diperoleh saat musim penghujan. Sehingga
perencanaan waktu tanam harus benar-benar diperhatikan oleh para petani pada
lahan kering.
Kecamatan Pringgabaya memiliki luas lahan 136.20 km2. Areal untuk
pertanian di wilayah ini didominasi lahan sawah dan lahan kering. Lahan kering di
Kecamatan Pringgabaya mencapai 48.63 persen dari total luas lahan pertanian
yang ada (BPS 2011) dan hampir 50 persen penduduknya bekerja sebagai petani
(BPS 2013). Kondisi ini sangat mendukung adanya pengembangan jagung pada
lahan kering. Selain jagung petani juga menanam beberapa tanaman seperti,
terong, tomat, dan cabai dalam skala yang lebih kecil.
Penggunaan benih unggul khususnya jagung hibrida sudah hampir
seluruhnya digunakan oleh petani. Varietas jagung yang pada umumnya ditanam
petani adalah BISI-2 dan Lamuru. Sedangkan petani non-hibrida umumnya
33

menanam varietas Srikandi dan turunan jagung hibrida. Jenis sarana produksi
seperti pupuk dan pestisida digunakan oleh seluruh petani. Pupuk yang umumnya
digunakan petani jagung adalah pupuk urea dan ponska. Teknis pemupukan yang
sesuai belum dilakukan oleh petani, mengingat penggunaan pupuk oleh petani
sesuai dengan keterbatasan dalam pembelian pupuk. Hal yang serupa juga
dilakukan petani untuk sarana produksi pestisida, dimana penggunaannya
bergantung pada ada atau tidaknya serangan hama dan penyakit tanaman saat
penanaman.
Upaya perlindungan tanaman terhadap hama dan penyakit tanaman telah
dilakukan oleh para petani. Rata-rata petani hanya menggunakan obat-obatan
herbisida dan insektisida. Jenis dan dosis penggunaan obat-obatan masih kurang
diperhatikan oleh para petani, hal ini karena kurangnya informasi mengenai obat-
obatan pengendalian hama dan penyakit tanaman, serta keterbatasan modal
karena harga obat-obatan bagi petani cukup mahal.
Produksi jagung pada lahan kering pada wilayah penelitian masih belum
maksimal. Hal ini disebabkan karena usahatani jagung hibrida dikembangkan
pada lahan kering masih bersifat tradisional. Usahatani jagung dilakukan dalam
upaya untuk memenuhi kebutuhan. Petani pada wilayah penelitian belum
sepenuhnya mengadopsi inovasi benih jagung hibrida sesuai dengan anjuran dan
penerapan inovasi masih terbatas pada ketersediaan modal yang dimiliki petani.
Penjualan jagung umumnya dalam bentuk tongkol dan pipilan kering.
Jagung dalam bentuk tongkol biasanya dijual secara borongan dengan
mendatangkan langsung pedagang pengumpul ke lahan jagung. Sedangkan jagung
pipilan di panen oleh pihak yang akan melakukan proses pemipilan dengan
menggunakan mesin pipil. Perbedaan cara panen akan berpengaruh terhadap
perbedaan harga jual jagung. Sisa-sisa hasil panen berupa tanaman jagung
umumnya dibiarkan di lahan yang nantinya akan diambil oleh para peternak
sekitar yang merupakan kerabat petani.
Kegiatan kelompok tani masih jarang dilakukan oleh para petani. petani
lebih banyak melakukan usahatani secara individual. Salah satu kegiatan
kelompok tani yakni, bertukar informasi mengenai usahatani antar anggota
kelompok jarang dilakukan. Kelompok tani berfungsi ketika akan diberikan
bantuan dari pemerintah. Hanya petani yang terdaftar sebagai salah satu anggota
dari kelompok tani pada wilayah tersebut akan diberikan bantuan. sehingga petani
harus terdaftar sebagai anggota pada salah satu kelompok tani untuk mendapatkan
bantuan pemerintah.

Karakteristik Responden

Karakteristik responden petani jagung akan dijelaskan secara deskriptif


meliputi: (1) umur, (2) pendidikan, (3) pegalaman berusahatani jagung, (4) jumlah
tanggungan keluarga, (5) luas lahan garapan, (6) kekosmopolitan, (7) ketersediaan
sarana dan prasarana, (8) ketersediaan modal, dan (9) intensitas penyuluhan.

Umur
Tingkat umur petani pada umumnya dapat mempengaruhi kemampuan kerja,
karena semakin bertambahnya umur maka semakin menurun tingkat
produktivitasnya dalam bekerja. Umur petani yang lebih muda biasanya memiliki
34

semangat yang lebih tinggi dalam bekerja dibandingkan dengan umur yag lebih
tua (Soekartawi 1988). Responden yang berada di wilayah Kecamatan
Pringgabaya ini memiliki usia antara 22-70 tahun baik petani hibrida maupun non
hibrida
Menurut Bakir dan Manning (1984) umur produktif seseorang dalam
bekerja berada antara 15-55 tahun. Mayoritas responden petani jagung pada
penelitian ini memiliki usia yang produktif, karena sebagian besarnya memiliki
umur 22-55 tahun dengan persentase total sebesar 86 persen. Sedangkan 14 persen
petani memiliki usia yang sudah tidak produktif lagi, yakni di atas 55 tahun. Rata-
rata untuk setiap kelompok petani memiliki umur berada pada katagori sedang,
dengan masing-masing memiliki umur rata-rata: petani non-hibrida 41 tahun,
petani hibrida early majority 54 tahun, dan petani hibrida late majority 36 tahun.
Persentase umur pada masing-masing kategori petani dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran responden petani jagung non-hibrida dan hibrida berdasarkan


umur di Kecamatan Pringgabaya
Petani
Umur
Non-hibrida (%) Hibrida (%)
< 35 tahun 5.0 21.25
35-55 tahun 95.0 61.25
>55 tahun 0.0 17.50
Total 100 100

Pendidikan
Pendidikan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting karena melalui
pendidikan seorang petani dapat meningkatkan pengetahuan serta
keterampilannya, sehingga dapat mempengaruhi pola pikir dan cara bekerja petani
dalam usahataninya. Lamanya responden memperoleh pendidikan menyebar dari
tidak pernah sekolah hingga tamat SLTA. Tingkat pendidikan yang rendah
memiliki indikator dari petani yang tidak pernah mendapat pendidikan hingga
tingkat SD dan berada pada kisaran 0–6 tahun. Tingkat pendidikan sedang berada
pada tingkat pendidikan SLTP hingga SLTA atau 7–12 tahun. Sedangkan untuk
kategori tinggi berada pada tingkat pendidikan Perguruan Tinggi atau di atas 12
tahun. Total responden pada penelitian ini yang memiliki pendidikan rendah
sebanyak 86 persen, sedangkan sisanya 14 persen memiliki pendidikan yang
sedang. Rendahnya pendidikan pada responden karena alasan biaya pendidikan
dan membantu orang tua mereka sejak kecil dalam bertani untuk memenuhi
kebutuhan mereka sehari-hari. Namun dibalik keterbatasan petani dalam hal
pendidikan tidak menghambat mereka untuk melakukan usahataninya.
Pengalaman petani saat membantu orang tua sejak kecil dapat dijadikan bekal
untuk memulai usahatani jagungnya hingga saat ini.
Pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi petani dalam menerima
sebuah inovasi. Hal ini disebabkan karena pendidikan akan memberikan
pengetahuan luas dan pikiran yang lebih terbuka terhadap hal-hal baru. Selain itu
pendidikan dapat membantu seseorang dalam meningkatkan keterampilannya
dalam bekerja, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula
kualitas kerja yang dihasilkan (Syahyuti 2006). Selain itu, 86 persen petani
dengan pendidikan yang rendah mengalami kesulitan dalam membaca, hal ini
35

mengakibatkan petani memilih jenis jagung hibrida dengan pertimbangan melalui


gambar kemasan benih yang dianggap menarik. Perusahaan benih yang dianggap
paling baik dalam mempromosikan produknya akan dijadikan salah satu
pertimbangan petani dalam membeli benih hibrida.

Tabel 7 Sebaran responden petani jagung non-hibrida dan hibrida berdasarkan


pendidikan di Kecamatan Pringgabaya
Petani
Pendidikan
Non-hibrida (%) Hibrida (%)
0 - 6 tahun 90.0 85.0
7 - 12 tahun 10.0 15.0
>12 tahun 0.0 0.0
Total 100 100
Jika dilihat dari kategori petani hibrida lebih lama menerima pendidikan
formal dibandingkan dengan petani non-hibrida. Secara rinci dapat dilihat pada
Tabel 7. Adanya tingkat pendidikan yang lebih tinggi dimungkinkan bagi petani
hibrida lebih banyak memiliki pengetahuan sehingga dapat mendorong mereka
untuk mau menerapkan inovasi benih jagung hibrida.

Pengalaman Berusahatani Jagung


Pengalaman yang cenderung baik akan mendorong petani untuk
menerapkan perilaku yang sama. Pengalaman tidak hanya dapat diperoleh dari
dirinya sendiri, namun dapat juga melalui pengalaman dari orang lain.
Pengalaman yang baik dari orang lain akan mempengaruhi petani untuk
menerapkan hal yang sama dilakukan orang lain. Rata-rata pengalaman
berusahatani jagung oleh petani responden berbeda-beda untuk setiap katagori
petani. Petani non-hibrida memiliki rata-rata pengalaman berusahatani jagung
selama 19 tahun, petani hibrida early majority selama 35 tahun, dan petani hibrida
late majority selama 6 tahun.

Tabel 8 Sebaran responden petani jagung non-hibrida dan hibrida berdasarkan


pengalaman berusahatani jagung di Kecamatan Pringgabaya
Pengalaman Petani
berusahatani jagung Non-hibrida (%) Hibrida (%)
< 15 tahun 25.0 32.5
15 - 30 tahun 65.0 35.0
>30 tahun 10.0 32.5
Total 100 100

Berdasarkan data pengalaman berusahatani menunjukkan bahwa usahatani


jagung telah lama diusahakan para petani khususnya katagori petani hibrida early
majority. Lamanya pengalaman berusahatani jagung dapat memberikan banyak
ilmu pengetahuan dan keterampilan kepada petani jagung sehingga mampu
menjalankan usahataninya dari waktu ke waktu menjadi lebih baik. Rata-rata
petani responden memulai usahatani jagung sejak muda karena banyak yang putus
sekolah sehingga lebih banyak bekerja di lahan membantu orang tua. Selain
berusahatani jagung, lebih dari 90 persen petani responden memiliki usahatani
36

sampingan dan pekerjaan sampingan. Usahatani sampingan yang ditanam seperti


cabe, kacang-kacangan, tomat, terong, dan jarak. Sedangkan untuk pekerjaan
sampingan petani jagung seperti menjadi buruh bangunan, buruh tani, dan nelayan.
Sebaran data responden mengenai pengalaman berusahatani jagung secara umum
dapat dilihat pada Tabel 8.

Jumlah Tanggungan Keluarga


Jumlah tanggungan keluarga dapat mempengaruhi motivasi petani dalam
bekerja. Tanggungan yang banyak akan mendorong petani untuk memperoleh
pendapatan yang lebih banyak, sehingga petani termotivasi untuk bekerja secara
maksimal. Rata-rata tanggungan petani jagung sebanyak 1-15 orang. Pada
ketagori petani non-hibrida rata-rata memiliki tanggungan keluarga sebanyak 3
orang dengan seluruhnya termasuk ke dalam katagori rendah. Sedangkan untuk
petani hibrida sebanyak 56.25 persen memiliki jumlah tanggungan 4–6 orang.
Dan terdapat 2.5 persen memiliki jumlah tanggungan keluarga lebih dari 12orang.
Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 9. Jika dipandang dari sisi usahatani, maka
banyaknya anggota keluarga dapat dimanfaatkan sebagai tenaga kerja dalam
membantu kegiatan usahatani jagung untuk menghemat biaya tenaga kerja.
Sebagian besar hubungan petani dengan tanggungannya adalah sebagai istri
dan anak. Pada petani responden yang memiliki tanggungan hingga 15 orang
menanggung hingga orang tua, saudara, anak serta keponakannya karena tidak
memiliki biaya untuk kebutuhan sehari-hari. Petani responden yang paling rendah
menanggung 1 orang keluarganya. Hubungannya dengan petani biasanya
merupakan istrinya. Hal ini disebabkan karena anak-anaknya sudah menikah,
selain itu ada juga yang sudah bekerja dan memiliki penghasilan sendiri sehingga
sudah mampu membiayai kebutuhannya.

Tabel 9 Sebaran responden petani jagung non-hibrida dan hibrida berdasarkan


jumlah tanggungan keluarga di Kecamatan Pringgabaya
Jumlah tanggungan Petani
keluarga Non-Hibrida (%) Hibrida (%)
< 4 orang 75.0 27.5
4 - 6 orang 25.0 56.25
7 – 9 orang 0 13.75
10 – 12 orang 0 0
>12 orang 0 2.5
Total 100 100

Luas Lahan Garapan


Lahan merupakan salah satu faktor penting yang menunjang kegiatan
usahatani. Luas atau sempitnya lahan dapat mempengaruhi efisiensi pengelolaan
pertanian (Lionberger dan Gwin 1982) dan akhirnya berpengaruh pula terhadap
kinerja usahatani. Jika dilihat dari sisi efisiensi, maka semakin luas lahan yang
diusahakan maka semakin tinggi produksi dan pendapatan per satuan luas
lahannya (Suratiyah 2011). Luas lahan garapan petani jagung rata-rata berada
pada katagori sedang dengan kisaran 0.3–6.0 hektar. Sebanyak 51 persen total
petani responden memiliki lahan seluas 0.6–1.0 (sempit) dan hanya 5 persen total
petani responden yang memiliki luas lahan lebih dari 2 hektar. Status kepemilikan
37

lahan terdapat 3 jenis, yakni milik sendiri, pinjaman, dan HKM (Hutan
Kemasyarakatan). Sebanyak 9 persen total petani responden merupakan petani
yang memiliki status lahan HKM. HKM merupakan salah satu program
pemerintah yang memberdayakan petani disekitar hutan lindung. Para petani
diberikan pinjaman berupa lahan untuk dikelola dalam upaya peningkatan
kesejahteraan hidupnya dengan cara bercocok tanam melalui usahatani jagung.
Sebanyak 81 persen total petani responden memiliki lahan sendiri yang diperoleh
melalui warisan maupun membeli. Sedangkan total petani responden yang
memiliki status lahan sewa sebanyak 7 persen. Sisanya 3 persen merupakan total
petani responden yang sebagian memiliki lahan sendiri dan sebagiannya lagi
merupakan lahan sewa. Secara rinci data mengenai luas lahan dan statusnya dapat
dilihat pada Tabel 10.
Status kepemilikan lahan biasanya dijadikan sebagai suatu indikator bagi
kesejahteraan masyarakat pedesaan. Hal ini karena status kepemilikan lahan dapat
menggambarkan keadaan dari kepemilikan faktor produksi yang paling utama
dalam kegiatan usahatani (Suhartini dan Mintoro 1996). Namun, status
kepemilikan lahan tidak sepenuhnya dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan
dari suatu masyarakat, karena masih banyak faktor-faktor lainnya yang lebih
berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat. Menurut Mosher (1987), petani
yang memiliki status kepemilikan lahan milik sendiri akan lebih merasa bebas dan
terjamin saat menjalankan usahataninya, karena tidak terikat oleh waktu dan tanpa
harus mempertimbangkan keinginan orang lain yang menjadi pemiliki lahan.

Tabel 10 Sebaran responden petani jagung non-hibrida dan hibrida berdasarkan


luas lahan garapan dan status kepemilikan lahan di Kecamatan
Pringgabaya
Luas lahan garapan dan Petani
status kepemilikan lahan Non-hibrida (%) Hibrida (%)
< 0.6 ha 25.0 8.75
0.6 - 1.0 ha 40.0 53.75
1.0 – 1.5 ha 15.0 16.25
1.6 – 2.0 ha 20.0 15.00
>2.0 ha 0 6.25
Total 100 100

Sewa / pinjaman 5.0 7.50


Milik sendiri 90.0 78.75
Sewa dan milik sendiri 0.0 3.75
HKM 5.0 10.00
Total 100 100

Perilaku-perilaku dari petani dalam mengelola usahataninya dapat


mempengaruhi proses penerapan suatu inovasi. Salah satu yang dapat
mempengaruhi perilaku petani adalah luas lahan garapan. Petani dengan luas
lahan yang sempit, memiliki kelemahan dalam permodalan, ilmu pengetahuan,
keterampilan serta keinginan untuk maju akan sulit untuk menerapkan suatu
inovasi (Mardikanto 1994). Hal ini disebabkan oleh ketakutan petani apabila
mengalami kegagalan dalam proses penerapan inovasi. Petani pada lahan sempit
38

akan selalu berhati-hati dalam menerapkan inovasi (Kartosapoetra 1991), karena


lahannya yang sempit apabila terjadi kegagalan maka akan sangat merugikan
petani. Berbeda halnya dengan petani yang memiliki lahan yang luas, mereka
dapat membagi lahannya untuk menerapkan inovasi sehingga resiko kegagalan
tidak terlalu merugikan petani.

Kekosmopolitan
Kekosmopolitan petani merupakan sifat keterbukaan petani dalam
menerima informasi-informasi baru yang berkaitan dengan usahatani jagungnya.
Memiliki sifat kosmopolit memungkinkan petani untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya, sehingga hal ini dapat mendorong petani untuk
tanggap terhadap peluang-peluang yang ada (Wiriaatmadja 1983). Secara rinci
kekosmopolitan petani diukur dari 5 indikator pertanyaan yang telah disajikan
pada Tabel 11. Pada kedua jenis kategori petani jagung hibrida memiliki nilai
kekosmopolitan yang rendah. Hal ini disebabkan karena pendidikan dan keadaan
ekonomi petani yang rendah menyulitkan mereka menerima informasi dalam
bentuk informasi pada media massa seperti majalah, koran, televisi maupun radio
berkaitan dengan usahatani jagung.

Tabel 11 Sebaran responden petani jagung hibrida berdasarkan kekosmopolitan


di Kecamatan Pringgabaya
Tingkat intensitas
Kekosmopolitan
1 2 3 Total
Kontak langsung dengan penyuluh
40.00 46.25 13.75 100
berkaitan dengan usahatani jagung

Membaca majalah atau koran mengenai 96.25 1.25 2.50 100


usahatani jagung

Mendengarkan radio atau menonton TV


93.75 5.00 1.25 100
yang memberikan informasi mengenai
usahatani jagung

Berpergian ke desa lain untuk bertanya 60.00 35.00 5.00 100


mengenai usahatani jagung

Berpergian ke kota untuk bertanya


96.25 2.50 1.25 100
mengenai usahatani jagung

Keterangan :
1 : Tidak pernah
2 : Kadang-kadang
3 : sering

Sebanyak 60 persen petani responden telah melakukan kontak langsung


petani dengan penyuluh yang berkaitan dengan usahatani jagung. Sedangkan 40
persen petani responden tidak pernah melakukan kontak langsung dengan
penyuluh. Hal ini mengakibatkan terdapat petani yang tidak mengetahui petugas
39

penyuluh yang bertugas pada wilayahnya. Kemudian sebanyak 60 persen petani


responden tidak pernah pergi keluar desa untuk memperoleh informasi mengenai
usahatani jagungnya. Sedangkan sebanyak 35 persen tergolong jarang dan 5
persen tergolong sering. Petani yang berhubungan keluar desa pada umumnya
bertujuan untuk mencari informasi pada teman atau keluarganya mengenai
usahatani jagung.
Sebanyak 96.25 persen petani responden tidak pernah mengakses informasi
petani melalui media cetak seperti koran dan majalah. Hal ini disebabkan karena
tingkat pendidikan petani yang masih rendah, sehingga sulit untuk membaca
informasi melalui media cetak. Selain media cetak, akses informasi mengenai
usahatani jagung dapat diperoleh dari media elektronik seperti televisi dan radio.
Sebanyak 93.75 persen petani responden tidak pernah memanfaafkan media
elektronik sebagai alat untuk memperoleh informasi. Mayoritas responden pada
umumnya akan beristirahat setelah kembali dari lahannya. Hal ini disebabkan
karena petani merasa letih setelah seharian bekerja di lahannya dan jarak rumah
ke lahan petani cukup jauh. Beberapa petani bahkan harus berjalan kaki selama 2
jam untuk sampai ke lahannya. Selain itu, media televisi dan radio sangat jarang
menyiarkan informasi-informasi yang sangat dibutuhkan petani mengenai
usahatani jagung.

Ketersediaan Sarana dan Prasarana


Syarat mutlak yang harus dimiliki petani dalam melakukan usahatani adalah
dengan tersedianya sarana dan prasarana produksi untuk memperlancar
kegiatannya. Ketersediaan sarana dan prasarana diukur dengan melihat
ketersediaan peralatan, pupuk, obat-obatan, benih unggul secara kuantitas dan
jenisnya, serta kondisi jalan dari rumah ke lahan dan tempat pemasaran. Kedua
kategori petani hibrida ini termasuk ke dalam katagori ketersediaan sarana yang
tersedia. Kondisi dari rumah ke lahan pada petani hibrida sebanyak 43.75 persen
tergolong sedang dan 42.50 persen tergolong buruk. Lebih jelasnya untuk masing-
masing katagori petani dapat dilihat pada Tabel 12.
Kondisi jalan dari rumah ke lahan bagi beberapa petani buruk untuk dilalui,
karena keadaan jalannya yang rusak penuh bebatuan dan sempit, sehingga sulit
untuk dilalui kendaraan besar. Namun untuk kondisi jalan dari rumah ke pasar
atau tempat pemasaran secara keseluruhan tergolong baik, sehingga memudahkan
pedagang pengumpul atau petani untuk mengangkut hasil produksinya.
Ketersediaan sarana dan prasarana ini secara keseluruhan sangat membantu petani
dalam upaya penerapan inovasi benih jagung hibrida.
Sarana produksi seperti peralatan, pupuk, obat-obatan, dan benih unggul
diperoleh petani di toko-toko pertanian, namun ada juga yang memperoleh dari
pedagang berkeliling menghampiri petani ke lahannya langsung. Biasanya harga
sarana produksi yang dijual pedagang keliling lebih mahal jika dibandingkan
dengan toko pertanian yang ada di pasar. Selain itu, khusus alat pertanian hand
sprayer, ada beberapa petani yang membeli dengan menitipkan kepada kerabatnya
yang sedang menjadi TKI di luar negeri, karena harganya lebih murah. Hand
sprayer yang dibelikan tersebut merupakan barang bekas dari buruh-buruh tani
yang ada disana dan kondisinya masih bagus, sehingga masih layak untuk
digunakan menurut petani responden tersebut. Rata-rata sarana produksi petani
tersedia dan mudah diperoleh petani kecuali untuk ketersediaan pupuk. Beberapa
40

saat yang lalu terjadi kelangkaan terhadap pupuk, sehingga beberapa petani
mengalami kesulitan untuk memperoleh pupuk, selain itu harganya yang cukup
tinggi membuat petani membeli pupuk sesuai dengan modal yang ada. Hal ini
menyebabkan petani tidak memberikan pupuk sesuai dengan anjuran dan pada
akhirnya akan mempengaruhi produktivitas yang dihasilkan. Namun untuk tahun
ini ketersediaan pupuk sudah mulai banyak tersedia, sehingga petani mudah untuk
memperolehnya. Bantuan pupuk sempat diberikan pemerintah, namun terjadi
beberapa masalah sehingga petani harus tetap membayar untuk mendapatkan
pupuk tersebut.

Tabel 12 Sebaran responden petani jagung hibrida berdasarkan ketersediaan


sarana dan prasarana di Kecamatan Pringgabaya
Tingkat ketersediaan
Ketersediaan sarana dan prasarana
1 2 3 Total
Jenis dan jumlah peralatan yang ada 0.00 0.00 100.00 100
0.00 40.00 60.00 100
Jenis dan jumlah pupuk yang tersedia

Jenis dan jumlah obat-obatan yang 0.00 0.00 100.00 100


tersedia

Jenis dan jumlah benih unggul yang 0.00 0.00 100.00 100
tersedia

Kondisi dari jalan ke lahan usahatani 42.50 43.75 13.75 100


jagung

Kondisi dari rumah ke pasar atau lokasi 0.00 0.00 100.00 100
pemasaran
Keterangan :
1 : tidak tersedia, buruk
2 : Kadang-kadang, agak baik
3 : Sering, baik

Ketersediaan Modal
Modal merupakan salah satu faktor yang dapat memperlancar bagi
ketersediaan sarana produksi. Ketersediaan modal dapat memaksimalkan kegiatan
usahatani. Jika ketersediaan modal banyak maka input produksi seperti benih,
pupuk dan obat-obatan tidak akan mengalami kekurangan sesuai dengan anjuran.
Hal ini tentu saja mempengaruhi kinerja dari usahatani itu sendiri. Pada
pengelolaan usahatani, modal merupakan salah satu faktor yang sangat pending
bagi petani, karena dengan adanya modal petani dapat menyediakan faktor
produksi seperti alat pertanian, benih, pupuk, serta obat-obatan yang dibutuhkan.
Selain itu modal juga dapat menentukan tingkat penggunaan teknologi pada
usahatani yang dilakukan. Semakin tinggi modal yang ada maka semakin tinggi
pula teknologi yang digunakan agar usahatani berjalan dengan efektif dan efisien.
Rata-rata modal yang dibutuhkan petani untuk usahatani jagung hibrida sebesar
Rp3 897 003 per hektar untuk petani katagori ealy majority dan sebesar Rp4 224
41

281 per hektar untuk petani katagori late majority. Secara lebih jelas
perbandingan kepemilikan modal petani dapat dilihat pada Gambar 5.
Sumber modal yang digunakan dalam usahatani jagung ini sebanyak 90 persen
petani responden berasal dari pinjaman. Pinjaman tersebut ada yang berasal dari
pinjaman melalui bank dan ada juga yang meminjam pada keluarga atau teman
terdekat. Bunga pinjaman melalui bank sangat jauh lebih sedikit dibandingkan
meminjam pada keluarga atau teman, karena bunga pinjaman di luar bank bisa
mencapai hampir 25 persen. Petani mengetahui bunga pinjaman petani di bank
lebih rendah dibandingkan meminjam kepada keluarga atau teman, namun petani
tidak mau kesulitan dalam memenuhi persyaratan yang diberikan oleh pihak bank.
Sedangkan sebanyak 10 persen petani responden memiliki sumber modal sendiri
untuk usahatani jagungnya.

Kepemilikan Modal

milik
sendiri
10%

pinjaman
90%
Gambar 5 Kepemilikan modal petani responden

Intensitas Penyuluhan
Kegiatan penyuluhan merupakan salah satu bentuk pendidikan non formal
yang diberikan kepada petani. kinerja penyuluh yang baik akan mempengaruhi
perilaku petani dengan meningkatkan kompetensi dan partisipasinya pada
kegiatan penyuluhan (Bahua 2010). Intensitas penyuluh diukur melalui kuantitas
dan kualitas penyuluhan yang diberikan kepada petani. indikator-indikatornya
meliputi frekuensi penyuluhan yang diberikan penyuluh, frekuensi petani
mengikuti penyuluhan, kesesuaian materi yang diberikan penyuluh, serta
pemahaman materi penyuluhan oleh petani. Berikut merupakan Tabel 13
mengenai intensitas peyuluhan, kehadiran petani, dan intensitas petani mencari
penyuluh untuk memecahkan masalah usahatani jagung.
Intensitas penyuluhan pada petani responden jagung hibrida memiliki rata-
rata sebanyak 5 kali dalam setahun terakhir. Namun intensitas kehadiran petani
mengikuti penyuluhan masih tergolong rendah, yakni rata-rata 2 kali dalam
setahun. Jika dillihat dari fungsinya, kegiatan penyuluhan berfungsi untuk
memberikan informasi-informasi kepada petani terkait dengan usahataninya
sehingga membantu petani menjalankan usahataninya dengan baik dan
memperoleh hasil produksi serta pendapatan yang tinggi. Namun dilihat dari
kondisi petani responden, pada umumnya tidak tertarik dengan adanya kegiatan
tersebut. Menurut hasil dari wawancara pada petani responden, mereka mengaku
materi yang diberikan penyuluh tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan petani,
serta dianggap berbeda dengan kondisi sebenarnya dilapangan. Hal ini
42

menyebabkan petani tidak merespon adanya kegiatan penyuluhan, karena


dianggap berbeda dan mereka lebih memilih untuk menjalankan usahataninya
berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya dibandingkan dengan
menerapkan informasi-informasi yang diberikan penyuluh.
Tabel 13 Sebaran responden petani hibrida berdasarkan intensitas penyuluhan di
Kecamatan Pringgabaya
Keterangan Intensitas (kali/tahun)
Intensitas penyuluhan 5
Intensitas kehadiran petani 2
Intensitas petani mencari penyuluh 1

6 KINERJA USAHATANI JAGUNG

Kinerja usahatani diukur melalui beberapa indikator, yaitu produktivitas,


harga, dan pendapatan. Perbedaan kinerja pada setiap petani umumnya disebabkan
oleh penggunaan faktor produksi yang beragam. Berdasarkan hasil uji beda
menggunakan uji t, terdapat perbedaan produktivitas dan pendapatan antara petani
hibrida dan non-hibrida. Pada Tabel 14 terlihat bahwa nilai t hitung pada variabel
produktivitas sebesar -6.894, sedangkan nilai t tabel bernilai -1.98. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan produktivitas antara petani non-hibrida
dan hibrida. Hasil mean different yang bernilai negatif berarti rata-rata
produktivitas kelompok petani 1 (non-hibrida) lebih rendah dibandingkan dengan
kelompok petani 2 (hibrida). Sedangkan untuk variabel pendapatan nilai t hitung
sebesar -12.129 dan t tabel sebesar -1.98. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan pendapatan antara petani non-hibrida dan hibrida. Hasil mean different
pada variabel pendapatan bernilai negatif berarti rata-rata pendapatan kelompok
petani 1 (non-hibrida) lebih kecil dibandingkan kelompok petani 2 (hibrida). Pada
variabel harga tidak dilakukan uji beda karena seluruh harga yang berlaku pada
petani non-hibrida dan hibrida ditentukan oleh pedagang pengumpul, sehingga
tidak terdapat perbedaan.

Tabel 14 Hasil uji beda (Uji-T) pada variabel kinerja usahatani


Variabel Df T hitung
Produktivitas 98 -6.894
Pendapatan 84 -12.129
Keterangan : *berbeda nyata jika nilai tolak Ho (t hitung < t tabel)

Pendapatan

Pedapatan petani sangat bergantung pada tinggi rendahnya penerimaan dan


biaya yang dikeluarkan. Penerimaan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya jumlah
produksi dan harga yang berlaku bagi petani. Biaya total yang dikeluarkan petani
non hibrida lebih rendah dibandingkan dengan petani hibrida. Secara rinci biaya
yang dikeluarkan petani dapat dilihat pada Tabel 15. Biaya terbesar yang
43

dikeluarkan oleh petani adalah biaya variabel. Biaya variabel terdiri dari biaya
benih, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja. Sedangkan biaya tetap terdiri dari
sewa lahan, pajak lahan, penyusutan alat-alat.

Tabel 15 Perbandingan biaya usahatani yang dikeluar jagung non-hibrida dan


hibrida petani di Kecamatan Pringgabaya
Biaya Variabel Biaya Tetap Biaya Total
Petani
(Rp/ha) (Rp/ha) (Rp/ha)
Non-hibrida 4 322 444 129 314 4 451 758
Hibrida
Early majority 5 293 447 276 043 5 531 244
Late Majority 5 538 899 197 927 5 736 827

Salah satu input produksi yang mempengaruhi pertumbuhan jagung adalah


ketersediaan pupuk. Pupuk yang digunakan oleh petani urea dan ponska. Rata-rata
penggunaan pupuk urea dan ponska dapat dilihat pada Tabel 16. Harga yang
diterima pada kedua kategori petani tidak jaguh berbeda, namun harga pupuk
yang diterima petani jagung non-hibrida lebih tinggi dibandingkan petani hibrida.
Pupuk diberikan sekali pada satu kali proses produksi, yakni pada awal
penanaman benih.

Tabel 16 Sebaran jumlah penggunaan dan harga pupuk petani jagung non-hibrida
dan hibrida di Kecamatan Pringgabaya
Jumlah Pupuk Harga Pupuk
Petani Urea Ponska Urea Ponska
(Kg/ha) (Kg/ha) (Rp/kg) (Rp/kg)
Non-hibrida 100-300 75-200 2 500-3 000 2 200-3 000
Hibrida 100-300 100-300 2 250-3 000 2 200-3 000

Obat-obatan yang paling banyak digunakan oleh para petani adalah


herbisida dan insektisida. Sebanyak 100 persen petani jagung non-hibrida
menggunakan herbisida, sedangkan petani hibrida yang menggunakan herbisida
sebanyak 93.75 persen. Penggunaan jenis dan jumlah obat-obatan oleh para petani
disesuaikan dengan kondisi pada lahan tempat petani menanam. Sebaran jumlah
penggunaan dan harga obat-obatan pada kedua petani dapat dilihat pada Tabel 17.
Sebanyak 50 persen petani hibrida menggunakan insektisida, sedangkan petani
non-hibrida sebanyak 55 persen. Penggunaan insektisida masih jarang digunakan
oleh para petani, karena hama pengganggu tanaman jagung pada lahan kering
jarang ditemui oleh petani. Perbedaan harga pestisida yang diterima oleh petani
disebabkan oleh perbedaan kualitas pestisida yang digunakan dan tempat
pembeliannya. Dosis pestisida yang diberikan tidak sesuai dengan takaran, namun
petani hanya memberikan sesuai ketersediaan pestisda yang ada.
44

Tabel 17 Sebaran jumlah penggunaan dan harga obat-obatan responden petani


jagung non-hibrida dan hibrida di Kecamatan Pringgabaya
Petani Herbisida Insektisida
Non-hibrida
- Jumlah penggunaan (liter/ha) 0-10 0-1
- Harga (Rp/liter) 35 000-65 000 300 000-350 000
- Jumlah pemakai (orang) 20 11
Hibrida
- Jumlah penggunaan (liter/ha) 0-16 0-6
- Harga (Rp/liter) 25 000-100 000 55 000-300 000
- Jumlah pemakai (orang) 75 40
Keterangan: JP = Jumlah Petani

Salah satu biaya utama yang membedakan biaya total antara petani hibrida
dan non-hibrida adalah harga benih jagung. Harga jagung non hibrida berkisar
antara Rp25 000–Rp30 000 per kilogram, sedangkan benih jagung hibrida
berkisar antara Rp50 000–Rp60 000 per kilogram. Umumnya petani membeli
benih di toko pertanian dan pedagang keliling. Khusus untuk petani non-hibrida
yang menggunakan benih turunan hibrida membeli pada teman atau keluarganya.
Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 18. Rata-rata penggunaan benih jagung non-
hibrida lebih tinggi dibandingkan dengan petani hibrida dengan selisih rata-rata 3
kilogram. Penggunaan jumlah benih pada masing-masing kategori petani masih
belum sesuai dengan anjuran yang diberikan. Perbedaan harga yang diterima pada
setiap petani bergantung pada varietas jagung dan lokasi pembelian benih.

Tabel 18 Rata-rata jumlah penggunaan dan harga benih petani non-hibrida dan
hibrida di Kecamatan Pringgabaya
Petani Penggunaan Benih Harga Benih
(Kg/ha) (Rp/kg)
Non-hibrida 20 25 600
Hibrida 17 53 657

Upah rata-rata petani per hari sebesar Rp 50 000. Khusus untuk upah petani
pada kegiatan penyemprotan paling tinggi dibandingkan dengan kegiatan lainnya.
Upah penyemprotan sebesar Rp75 000–Rp100 000 per hari. Penggunaan tenaga
kerja pada setiap petani sangat beragam sehingga biaya tenaga kerja yang
dikeluarkan berbeda-beda bergantung pada jumlah, hari kerja, dan jenis kelamin
tenaga kerja. Kegiatan kerja tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh sistem upah,
lamanya waktu kerja, kehidupan sehari-hari, kecakapan, dan umur tenaga kerja
(Suratiyah 2011). Terdapat perbedaan upah tenaga kerja yang diberikan. Upah
tenaga kerja laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja wanita.
Perbedaan upah tenaga kerja berkisar antara Rp5 000-Rp15 000. Jumlah
penggunaan tenaga kerja bergantung pada dana yang tersedia. Sistem upah tenaga
kerja dengan menggunakan sistem upah waktu, yakni upah yang diberikan
berdasrkan waktu. Tenaga kerja per hari bekerja selama 8 jam.
Pengairan lahan pada usahatani jagung hibrida di lahan kering dilakukan 6–
7 kali dalam satu kali musim tanam. Biaya pengairan di daerah ini rata-rata Rp35
45

000 per jam. Satu kali pengairan dilakukan selama 12 jam, sehingga untuk satu
kali pengairan lahan petani mengeluarkan biaya sebesar Rp420 000 per hektar.
Jadi untuk satu kali musim tanam, biaya pengairan yang dikeluarkan sebesar Rp2
940 000 per hektar. Namun pada wilayah penelitian tidak ada petani yang
menggunakan jasa pengairan, sehingga petani tidak mengeluarkan biaya untuk
pengairan.
Terdapat 81 persen petani memiliki lahan dengan status milik sendiri,
namun tidak seluruhnya membayar pajak lahan yang dimiliki petani. biaya pajak
lahan yang diterima oleh petani berbeda-beda. Rata-rata biaya pajak lahan yang
diterima petani berkisar antara Rp30 000-Rp75 000 per hektar per tahun. Selain
itu, terdapat 7 persen petani yang memiliki lahan dengan status sewa atau
pinjaman. Rata-rata biaya sewa lahan yang diterima petani berkisar antara Rp500
000-Rp1 000 000 per hektar per musim tanam. petani yang memiliki lahan sewa
tidak perlu membayar pajak lahan, karena biaya pajak lahan sudah ditanggung
oleh pemilik lahan. Sebanyak 9 persen petani memiliki lahan HKM. Lahan yang
diberikan pemerintah kepada petani yang dimanfaatkan untuk kegiatan produktif.
Sedangkan sisanya sebanyak 3 persen petani memiliki lahan dengan status miliki
sendiri dan sewa.
Upaya dalam penilaian keberhasilan suatu usahatani dapat dilakukan
evaluasi terutama dari sudut pandang ekonomi, salah satunya adalah pendapatan
(Suratiyah 2011). Pada penelitian ini diketahui bahwa terdapat perbedaan
pendapatan antara petani non-hibrida dengan petani hibrida. Pendapatan petani
hibrida lebih tinggi dibandingkan dengan petani non-hibrida. Secara rinci dapat
dilihat pada Tabel 19. Hal ini disebabkan karena produktivitas jagung hibrida
yang lebih tinggi dibandingkan jagung non-hibrida, walaupun biaya yang
dikeluarkan petani hibrida lebih tinggi dibanding non-hibrida.

Tabel 19 Pendapatan usahatani jagung non-hibrida dan hibrida di Kecamatan


Pringgabaya
Petani Pendapatan Usahatani (Rp/ha)
Non-hibrida 3 567 717
Hibrida 8 441 541

Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi besar kecilnya


pendapatan, salah satunya faktor internal dan eksternal dari petani, serta faktor
manajemen usahatani (Suratiyah 2011). Faktor internal dapat berupa umur dan
pendidikan petani, sedangkan faktor eksternal dapat berupa pengaruh dari
lingkungan termasuk keadaan cuaca. Selain itu faktor manajemen pengelolaan
usahatani juga sangat berpengaruh pada pendapatan usahatani. Semakin efektif
dan efisien pengelolaan usahataninya maka semakin maksimal pendapatan yang
diperoleh petani. Secara rinci Hernanto (1994) menyebutkan besarnya pendapatan
yang diperoleh petani dalam kegiatan usahataninya bergantung pada beberapa
faktor yang mempengaruhi, seperti tingkat produksi, luas lahan, pertanaman,
identitas petani sebagai pengusaha, serta efisiensi penggunaan tenaga kerja.
46

Produktivitas

Produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dengan


keseluruhan sumber daya yang dipergunakan persatuan waktu (Rahmi 2007).
Produktivitas adalah salah satu cara untuk mengukur suatu kinerja usahatani.
Produktivitas diukur dengan perbandingan antara hasil produksi per satuan luas
lahan. Adanya penggunaan inovasi benih jagung hibrida dapat meningkatkan
produktivitas usahatani jagung yang dilakukan petani. Ketika kondisi normal,
petani mampu menghasilkan produktivitas rata-rata sebesar 11.45 ton per hektar.
Berbeda halnya dengan petani non-hibrida yang memiliki produktivitas rata-rata
sebesar 7.43 ton per hektar. Produktivitas petani non hibrida 64.8 persennya dari
produktivitas petani hibrida.
Kegiatan usahatani jagung yang dilakukan petani sangat bergantung pada
kondisi iklim dan air yang tersedia. Iklim dan air merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi keberhasilan dari suatu usahatani (Hernanto 1994). Jagung
hibrida sangan sensitif terhadap ketersediaan air, karena jagung hibrida
membutuhkan air yang cukup agar tumbuh sesuai dengan yang diharapkan.
Pengairan jagung hibrida pada lahan kering dilakukan 6-7 kali pengairan.
Manajemen perencanaan produksi juga sangat penting dan dapat
mempengaruhi kegiatan produksi. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan air pada
lahan kering. Petani harus mengetahui pola curah hujan yang terjadi pada
daerahnya untuk memudahkan petani dalam perencanaan produksi. Perubahan
iklim yang terjadi pada akhir-akhir ini menyebabkan perubahan pola curah hujan.
Perubahan ini dapat mempengaruhi pola tanam tanaman jagung (Runtunuwu dan
Syahbuddin 2007). Jika pola tanam tidak tepat waktu dapat menyebabkan proses
produksi terganggu dan menurunkan produktivitas usahatani.
Petani mulai menanam jagung pada bulan Desember hingga Januari. Ketika
petani menanam ternyata terjadi pergeseran curah hujan. Saat jagung sedang
mengalami proses perkecambahan yang membutuhkan banyak air, namun hujan
tidak turun, hal ini menyebabkan proses perkecambahan terganggu dan dapat
menyebabkan tanaman mati. Selain itu, yang menyebabkan petani mengalami
penurunan produksi karena ketika bunga jagung yang akan menyerbukan serbuk
sari terkena air hujan, tentu saja kondisi ini mengganggu proses penyerbukan.
Masalah cuaca ini ternyata telah menurunkan produksi petani jagung hibrida lebih
dari 50 persen dibandingkan dengan kondisi biasanya. Tingkat produktivitas pada
masing-masing kategori petani dapat dilihat lebih rinci pada Tabel 20.

Tabel 20 Produktivitas usahatani jagung non-hibrida dan hibrida di Kecamatan


Pringgabaya
Petani Produktivitas Usahatani (ton/ha)
Non-hibrida 7.43
Hibrida 11.45

Produktivitas jagung hibrida yang dihasilkan belum maksimal. Rata-rata


produktivitas jagung hibrida 9-13 ton pipilan kering per hektar. Sedangkan pada
wilayah penelitian hanya mampu menghasilkan rata-rata 11.45 ton tongkol per
hektar. Produktivitas jagung yang masih rendah disebabkan oleh penerapan
47

inovasi benih jagung hibrida yang tidak sesuai dengan anjuran. Ketersediaan
input-input produksi masih terbatas pada ketersediaan modal yang dimiliki oleh
petani. Selain itu, ketersediaan air pada lahan kering sangat mempengaruhi proses
pertumbuhan tanaman sehingga dapat mempengaruhi tingkat produktivitas
usahataninya.
Terkait ketersediaan air pada lahan kering di Kecamatan Pringgabaya,
pemerintah telah memberikan bantuan berupa sumur pompa kepada petani.
Pemerintah telah membangun 30 sumur pompa yang tersebar untuk menunjang
kegiatan pertanian di daerah tersebut. Namun saat ini terdapat 6 sumur pompa
yang sudah rusak karena tidak pernah digunakan oleh petani. petani tidak mau
menggunakan sumur pompa yang telah diberikan oleh pemerintah karena biaya
pengairan yang masih tinggi bagi petani, sehingga petani hanya memanfaatkan air
hujan untuk pengairan lahannya.

Harga

Harga merupakan salah satu faktor penting dalam perolehan pendapatan


usahatani. Harga jual yang tinggi bagi petani akan meningkatkan semangat petani
untuk terus berusahatani. Seluruh petani merasa harga yang diberikan oleh
pedagang pengumpul masih rendah, karena biaya total yang petani keluarkan
untuk kegiatan usahatani semakin hari semakin meningkat. Harga jagung yang
diperoleh petani hibrida dan non hibrida tidak memiliki perbedaan. Seluruh harga
jagung baik hibrida dan non hibrida ditentukan oleh pedagang pengumpul.
Penentuan harga oleh pedagang pengumpul memperlihatkan bahwa petani tidak
memiliki posisi yang kuat untuk ikut menentukan harga jual jagungnya. Rata-rata
petani telah memiliki pedagang pengumpul tersendiri yang biasa membeli hasil
produksinya. Petani mejual jagung dalam bentuk pipilan dan tongkol. Harga yang
diberikan berbeda-beda bergantung pada kondisi jagung. Jagung tongkol dibeli
dengan harga berkisar Rp1 000 hingga Rp1 800 per kilogram tergantung pada
jenis pemanenannya. Jika panen secara borongan, maka harga yang ditawarkan
lebih murah yakni berkisar Rp1 000 hinga Rp1 200 per kilogram. Pemanenan
secara borongan merupakan panen yang dilakukan oleh pedagang pengumpul
yang datang sendiri ke lokasi usahatani, serta menyiapkan sendiri kendaraan untuk
mengangkut hasil panen petani. Jika petani membawa hasil panennya langsung ke
pedagang pengumpul maka harga yang diberikan lebih tinggi, yakni berkisar Rp1
500-Rp1 800. Secara rinci harga jagung dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21 Sebaran harga jagung non-hibrida dan hibrida berdasarkan bentuk


jagung di Kecamatan Pringggabaya
Bentuk Jagung
Petani
Tongkolan Pipilan
Non-hibrida 1 000-1 200 2 300-2 600
Hibrida 1 100-1 800 2 400-2 500

Harga merupakan salah satu faktor ketidakpastian bagi petani (Soekartawi


1990), sehingga bila harga mengalami perubahan maka pendapatan yang diterima
petani juga berubah. Perubahan harga salah satunya disebabkan oleh perubahan
48

kualitas jagung yang diproduksi petani. Pada saat terjadi perubahan cuaca kualitas
jagung mengalami penurunan yang diikutin oleh penurunan harga jual jagung.
Penurunan harga yang diterima petani berkisar Rp100–Rp500 per kilogram.
Harga jual jagung yang berlaku dinilai tidak layak atau masih rendah bagi
para petani, mengingat harga input produksi yang semakin hari semakin
meningkat. Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi keberhasilan usahatani
adalah harga. Semakin baik harga yang diberikan maka petani cenderung lebih
semangat untuk menjalankan usahataninya.

7 MOTIVASI PETANI DALAM PENERAPAN


INOVASI BENIH JAGUNG HIBRIDA

Motivasi merupakan dorongan yang timbul baik dari dalam diri seseorang
maupun lingkungan sekitarnya yang dapat menggerakkan individu tersebut
mencapai tujuannya. Motivasi petani dalam menerapkan inovasi benih jagung
hibrida merupakan dorongan yang dapat menggerakkan petani untuk mau
menerapkan sebuah inovasi baru bagi masyarakat setempat, yakni inovasi benih
jagung hibrida dalam upaya peningkatan produktivitas dan pendapatan petani.
Dorongan tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk kondisi
budaya tempat tinggalnya. Rata-rata pada kedua kategori petani memiliki tingkat
motivasi yang tinggi, masing-masing bernilai 62.76 persen (early majority) dan
66.03 (late majority) . Secara rinci disajikan pada Tabel 22. Sumber dorongan
terbesar petani untuk menerapkan benih jagung hibrida berasal dari dirinya sendiri,
baik bagi katagori early majority dan late majority.

Tabel 22 Sebaran responden petani jagung hibrida berdasarkan tingkat motivasi


dalam menerapkan inovasi benih hibrida
Rata-rata (%)
Motivasi
Early majority Late majority
Tingkat motivasi petani 62.76 66.03

Sumber motivasi
Internal 100.00 100.00
Eksternal 34.48 53.84

Motivasi berinovasi
Motif 72.41 84.61
Harapan 34.48 46.15
Insentif 100.00 100.00

Sumber dorongan tertinggi petani ada pada dirinya sendiri. Petani


cenderung ingin mencoba benih baru yang dianggap akan memberikan hasil yang
melimpah sesuai dengan keinginannya sendiri. Petani telah memahami bahwa
pentingnya menerapkan inovasi benih jagung hibrida untuk meningkatkan
produksinya, serta memperbaiki usahataninya. Selain berasal dari dirinya sendiri,
sumber dorongan juga berasal dari tetangga, teman, keluarga, dan pihak penyuluh
49

walaupun persentasenya masih tergolong rendah (early majority) dan sedang (late
majority).
Kekuatan motivasi dapat digambarkan dari fungsi motif, harapan, dan
insentif (Atkinson 1964). Motif merupakan kekuatan yang dapat menggerakkan
seseorang untuk bertindak. Kekuatan tersebut dapat berupa pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki oleh para petani. Adanya pengetahuan dan
keterampilan petani mengenai inovasi benih jagung hibrida dapat mendorong
mereka untuk menerapkan inovasi tersebut. Sebanyak 72.41 persen petani early
majority dan 84.61 persen petani late majority termotivasi untuk berinovasi
karena motif tersebut. Sedangkan sisa petani lainnya menerapkan tanpa
pengetahuan yang memadai mengenai benih hibrida, mereka hanya mencoba
dengan membeli langsung ke toko pertanian dan memilih berdasarkan gambar
yang menurut petani menarik.
Harapan merupakan keyakinan perbuatan seseorang akan mencapai
tujuannya. Petani meyakini bahwa dengan menerapkan inovasi benih jagung
hibrida akan menghasilkan kuantitas dan kualitas jagung yang baik, sehingga
petani termotivasi untuk menerapkan inovasi tersebut. Sebanyak 34.48 persen
petani early majority dan 46.15 persen petani late majority termotivasi karena
adanya harapan tersebut. Sedangkan sisanya menganggap hal tersebut tidaklah
berpengaruh bagi petani karena harga antara jagung hibrida dan non-hibrida tidak
mengalami perbedaan.
Insentif merupakan nilai imbalan yang diharapkan demi tercapainya tujuan.
Insentif ini berupa pendapatan yang diperoleh dari menerapkan inovasi. Petani
termotivasi untuk menerapkan inovasi benih jagung hibrida karena ingin
memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan jagung non-
hibrida. Sebanyak 100 persen petani early majority dan late majority termotivasi
berinovasi karena adanya insentif.
Penerapan inovasi benih hibrida diharapkan akan meningkatkan prestasi
petani. Prestasi yang dimaksudkan adalah menghasilkan jagung yang melimpah
dengan kualitas yang baik sehingga menciptakan harga yang sesuai dengan
kualitas jagung yang dihasilkan. Melalui hal tersebut petani dapat meningkatkan
pendapatannya. Kondisi ini sejalan dengan pendapat yang diungkapkan oleh
Suswanto (2011) mengenai teori kaitan antara prestasi dan imbalan. Imbalan
merupakan hasil yang diperoleh dari prestasi yang dicapai.
Berdasarkan hasil analisis menggunakan chi-square terdapat perbedaan
antara tingkat motivasi petani early majority dan late majority pada taraf nyata 5
persen. Nilai x2 hitung diperoleh sebesar 10.735 dan x2 tabel sebesar 5.991. Hasil
ini menunjukkan bahwa x2 hitung (10.735)>x2 tabel (5.991) yang berarti terdapat
perbedaan tingkat motivasi. Tingkat motivasi late majority lebih tinggi
dibandingkan dengan early majority. Jika dilihat dari pengalaman berusahatani
pada masing-masing kategori petani, pengalaman berusahatani petani early
majority lebih lama dibandingkan dengan late majority. Namun pada hasil uji
pada Tabel 22 menunjukkan korelasi pengalaman berusahatani terhadap motivasi
memiliki koefisien negatif, yang artinya semakin lama pengalaman berusahatani
maka dapat menurunkan motivasi petani untuk menerapkan inovasi. Hal ini
disebabkan karena kelemahan benih jagung hibrida yang membutuhkan banyak
air, sedangkan kondisi petani pada lahan kering memiliki keterbatasan air. Jika
terjadi kondisi cuaca yang ekstrim maka resiko kegagalan panen akan tinggi.
50

Sehingga kondisi ini dapat menurunkan tingkat motivasi petani untuk menerapkan
inovasi.
Petani early majority memiliki ciri-ciri penuh pertimbangan, hati-hati dalam
bertindak dan merupakan panutan dalam suatu sistem atau kelompoknya.
Sedangkan late majority memiliki ciri-ciri terlalu berhati-hati, tekanan yang
berasal dari lingkungan internal maupun eksternal dapat memotivasi mereka untuk
menerapkan inovasi (Rogers 1983). Motivasi diukur melalui dua indikator, yaitu:
sumber dorongan dan alasan dalam melalukan tindakan (Scott 1971, Susyanto
2001). Sumber motivasi lingkungan eksternal dapat berasal dari keluarga, teman,
penyuluhan dan pemerintah. Dukungan yang berasal dari lingkungan eksternal
dapat memberikan semangat sehingga petani lebih termotivasi untuk menerapkan
inovasi (Saleh 2010). Lingkungan eksternal lebih banyak memotivasi petani late
majority dibandingkan early majority. Begitu pula dengan motivasi berinovasi
petani (motif, harapan, insentif) lebih banyak memotivasi petani late majority
dibandingkan dengan early majority. Tingkat motivasi pada seseorang bergantung
pada kekuatan motivasi itu sendiri (Atkinson 1964). Kekuatan motivasi tersebut
berupa motif, harapan dan insentif. Kekuatan motivasi yang semakin kuat maka
akan membuat seseorang lebih termotivasi untuk melakukan tindakan. Namun
motivasi petani late majority yang lebih tinggi tidak membuat mereka untuk
langsung menerapkan inovasi benih jagung hibrida. Pengambilan keputusan
dalam penerapan inovasi petani late majority lebih berhati-hati dibandingkan
dengan early majority. Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan keberanian
dalam mengambil suatu resiko.

8 FAKTOR-FAKTOR YANG BERKORELASI


DENGAN MOTIVASI PETANI

Berdasarkan hasil analisis korelasi rank spearman pada masing-masing


variabel indikator terhadap motivasi petani dalam menerapkan inovasi benih
jagung hibrida menunjukkan bahwa variabel pengalaman berusahatani jagung,
jumlah tanggungan keluarga, luas lahan garapan, sifat kosmopolit, dan intensitas
penyuluhan memiliki korelasi yang signifikan terhadap motivasi petani.
Sedangkan variabel umur, pendidikan, ketersediaan sarana dan prasarana, serta
intensitas penyuluhan tidak memiliki korelasi yang signifikan terhadap motivasi
petani dengan menggunakan taraf kepercayaan 90 persen. Hasil analisis data
mengenai pengaruh variabel indikator terhadap motivasi dapat dilihat pada Tabel
22. Koefisien pada tabel menggambarkan seberapa besar korelasi pada setiap
variabel indikator terhadap motivasi petani dalam penerapan inovasi benih hibrida.
Variabel sifat kosmopolit memiliki korelasi yang paling tinggi dibandingkan
dengan variabel lainnya, yakni sebesar 0.456. Sedangkan nilai p-value digunakan
untuk mengetahui korelasi pada masing-masing variabel. Jika p-value lebih kecil
dari alpha 10 persen maka variabel memiliki korelasi terhadap motivasi petani
dalam penerapan inovasi benih jagung hibrida.
51

Tabel 23 Hasil analisis rank spearman faktor-faktor yang berkorelasi dengan


motivasi petani dalam penerapan inovasi varietas jagung hibrida
Variabel Indikator Koefisien P-value
Umur -0,174 0,177
Pendidikan 0,151 0,241
Pengalaman berusahatani jagung -0,241 0,060*
Jumlah tanggungan keluarga -0,243 0,057*
Luas lahan garapan 0,389 0,002*
Sifat kosmopolit 0,456 0,000*
Ketersediaan sarana dan prasaran -0,003 0,979
Ketersediaan modal -0,263 0,039*
Intensitas penyuluh 0,035 0,788
Keterangan : *berkorelasi jika nilai p < alpha 0.1 (10%).

Korelasi umur terhadap motivasi

Para ahli banyak berpendapat bahwa semakin tua umur seseorang maka
semakin berkurang motivasinya, sedangkan yang lebih muda cenderung lebih
bersemangat untuk menerima informasi-informasi baru untuk diterapkan. Petani
yang lebih muda cenderung miskin terhadap pengalaman dan keterampilan,
namun lebih progresif terhadap inovasi baru. Kondisi inilah yang membentuk
perilaku petani muda untuk lebih berani mengambil resiko (Soekartawi 1988). Hal
ini sejalan dengan Siagian (2004), yang mengatakan bahwa semakin tua umur
seseorang makan tingkat kepuasannya cenderung semakin tinggi. Kondisi ini
mengindikasikan bahwa kepuasan yang tinggi terjadi karena hasil yang dicapai
telah maksimal, sehingga petani pada umumnya tidak mau mencoba inovasi
karena merasa puas dengan hasil dan teknologi yang digunakan pada usahataninya.
Pada penelitian ini umur petani tidak berkorelasi terhadap motivasi petani
dalam menerapkan inovasi varietas jagung hibrida. Hal ini dapat disebabkan
karena rata-rata umur petani responden merupakan umur yang produktif, tidak ada
perbedaan yang terlalu jauh antar petani. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Rukka (2001) dan Gafur (2009) bahwa umur tidak
berhubungan nyata dengan motivasi petani dalam penerapan inovasi benih jagung
hibrida. Rata-rata umur petani berada pada usia produktif yakni, early majority 51
tahun dan late majority 34 tahun. Kedua katagori petani yang berada pada usia
produktif memiliki motivasi menjalankan usahatani jagungnya dengan
menggunakan inovasi varietas jagung hibrida, untuk mendapatkan hasil yang
lebih tinggi baik dari produktivitas maupun pendapatannya.

Korelasi pendidikan terhadap motivasi

Pendidikan pada penelitian ini adalah pendidikan formal yang diterima oleh
petani. pada hasil uji korelasi pendidikan tidak berkorelasi terhadap motivasi
petani. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan yang diterima oleh petani tidak
menurunkan motivasi petani dalam penerapan inovasi varietas jagung hibrida.
Sebesar 86 petani pendidikan petani masih tergolong rendah. Hal serupa juga
52

terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh Gafur (2009) yang tidak menemukan
hubungan antara pendidikan dengan motivasi petani.
Pendidikan secara formal tidak mendorong petani untuk menerapkan sebuah
inovasi, namun hal tersebut dapat didukung melalui pendidikan non-formal seperti
kegiatan penyuluhan sesuai dengan pengetahuan yang dibutuhkan petani.
Meningkatnya pendidikan petani memungkinkan petani memilih bidang usaha
lain atau inovasi yang lainnya sehingga dapat menyebabkan menurunnya motivasi
petani dalam menerapkan inovasi varietas jagung hibrida.
Salah satu penyebab utama kemiskinan pada sektor pertanian adalah
rendahnya tingkat pendidikan dan keterbataan teknologi modern yang sifatnya
komplementer satu dengan yang lain. Hal inilah yang menyebabkan produktivitas
dan pendapatan yang diperoleh petani tergolong rendah. Masyarakat pedesaan
cenderung tertutup terhadap hal-hal baru. Pendidikan tidak akan memiliki
pengaruh jika tidak mendapat dukungan dari lingkungan sekitarnya. Hal ini juga
yang dapat menyebabkan rendahnya tingkat adopsi inovasi pada petani. Petani
yang masih memiliki keterbelakangan terhadap pendidikan diharapkan memiliki
sikap lebih aktif, optimis, dan efektif yang akan membawa petani pada keadaan
yang lebih produktif (Soetpomo 1997).

Korelasi pengalaman berusahatani jagung terhadap motivasi

Pengalaman merupakan kepemilikan pengetahuan yang dialami seseorang


dalam kurun waktu tertentu sebagai hasil belajar (Padmowihardjo 1994).
Pengalaman berusahatani jagung berkorelasi negatif terhadap motivasi petani
dalam menerapakan inovasi varietas jagung hibrida, artinya meningkatnya
pengalaman berusahatani jagung pada petani akan menurunkan motivasi petani
untuk menerapkan inovasi. Hal ini dapat disebabkan adanya pengalaman dimasa
lalu yang merugikan petani, sehingga petani tidak lagi menggunakan inovasi
varietas jagung hibrida tersebut. Kerugian petani dalam melakukan usahatani
jagung selama dua tahun terakhir banyak mengalami gagal panen akibat
perubahan cuaca.
Modal usahatani yang dimiliki petani bersumber dari pinjaman dan harus
dikembalikan ketika panen tiba. Kerugian yang diderita oleh petani menyebabkan
mereka kesulitan untuk mengembalikan modal pinjaman tersebut. Sedangkan
untuk melanjutkan usahataninya petani harus meminjam modal kembali. Kondisi
yang buruk ini dapat mempengaruhi motivasi petani dalam penerapan inovasi
benih jagung hibrida yang memerlukan biaya lebih tinggi dibandingkan dengan
jagung non-hibrida.
Pengalaman berusahatani merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi petani dalam proses adopsi inovasi. Pengalaman berusahatani
petani yang cenderung baik dimasa lalu akan mendorong petani untuk berperilaku
yang sama agar memperoleh hasil yang sama pula. Petani cenderung tidak ingin
menerapkan iovasi apabila telah merasa nyaman dengan hasil dan teknik yang
biasa dilakukannya.
53

Korelasi jumlah tanggungan keluarga terhadap motivasi

Pada penelitian ini jumlah tanggungan keluarga memiliki korelasi negatif


terhadap motivasi petani dalam menerapkan inovasi varietas jagung hibrida. Hal
ini dapat disebabkan karena anggota keluarga dari petani responden sebagian
besar memiliki tanggungan keluarga sebanyak 3-6 orang namun sebagian besar
anggota keluarga tidak berperan aktif terhadap kegiatan usahatani. Jumlah
anggota keluarga yang cenderung banyak akan memerlukan pengeluaran untuk
kebutuhan yang lebih banyak. Biaya akan banyak dikeluarkan apabila anggota
keluarga yang ditanggung sedang menuntut ilmu pada bangku sekolah.
Pendapatan petani yang rendah akan mempengaruhi tingkat konsumsi pada
anggota keluarganya. Jumlah anggota keluarga yang banyak namun pendapatan
petani masih rendah akan berakibat pada rendahnya tingkat konsumsi. Hal ini
dapat mempengaruhi kinerja petani dalam bekerja. Rendahnya tenaga untuk
bekerja yang dimiliki petani akan mempengaruhi kegiatan berusahatani dan
berdampak pada tingkat produktivitas usahatani, kecerdasan, dan paling penting
adalah menurunnya kemampuan petani dalam berinvestasi (Hernanto 1993). Hal
berbeda akan terjadi apabila besarnya jumlah anggota keluarga dapat
menyumbangkan pengetahuan dan keterampilannya bagi kemajuan usahatani
keluarga (Sabti 1997).

Korelasi luas lahan garapan terhadap motivasi

Lahan merupakan lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,
dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap
penggunaan lahan (Pujiharti 2007). Luas lahan garapan berkorelasi positif
terhadap motivasi petani dalam menerapkan inovasi varietas jagung hibrida
dengan koefisien bernilai positif, artinya setiap terjadi peningkatan pada luas
lahan makan akan meningkatkan motivasi petani dalam menerapakan inovasi. Hal
ini disebabkan karena adanya peningkatan luas lahan akan mempermudah petani
untuk menerapkan inovasi benih jagung hibrida. Upaya dalam mengurangi resiko
kegagalan dalam penerapan inovasi, maka petani dapat membagi lahannya
menjadi beberapa bagian. Kemudian salah satu bagian digunakan untuk
menerapan inovasi. Jika terjadi kegagalan panen dalam proses penerapan inovasi
maka hasil penanaman jagung lainnya dapat menutupi krugian yang diderita
petani.Hal ini sejalan dengan Sinaga dan Kasryno (1980) yang mengatakan bahwa
luas lahan garapan dapat mempengaruhi kecepatan petani dalam mengadopsi
teknologi baru. Petani yang memiliki lahan luas cenderung akan gemar untuk
mencoba inovasi, karena petani tidak takut terhadap resiko kegagalan dalam
mencoba sebuah inovasi. Lahan yang luas memungkinkan petani untuk mencoba
berbagai macam inovasi yang ada.

Korelasi sifat kosmopolit terhadap motivasi

Sifat kosmopolit berkorelasi positif terhadap motivasi petani dalam


menerapkan inovasi varietas jagung hibrida, artinya semakin tinggi sifat
kosmopolit petani akan meningkatkan motivasi petani untuk menerapkan inovasi.
54

Sifat kosmopolit merupakan sifat individu yang cenderung menerima informasi


mengenai sebuah inovasi. Petani yang memiliki sifat kosmopolit yang tinggi
memiliki ciri-ciri, memiliki relasi yang banyak baik dengan sesama individu,
kelmpok maupun kelembagaan, partisipasi sosial yang tinggi, serta aktif mencari
informasi melalui berbagai media massa (Rogers 1983). Hal tersebut dapat
meningkatkan wawasan dan keterampilan petani dalam menjalankan usahataninya.
Kondisi tersebut akan mendorong petani untuk tanggap terhadap peluang-peluang
yang berpotensi menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi (Wiriaatmadja, 1983).
Jika dilihat dari koefisiennya, sifat kosmopolit memiliki koefisien korelasi
paling tinggi dibandingkan dengan variabel lainnya, yakni sebesar 0.456, hal ini
menunjukkan keeratan hubungan antara sifat kosmopolit dengan motivasi petani
dalam penerapan inovasi benih jagung hibrida. Berdasarkan temuan tersebut,
maka perlu adanya peningkatan sifat kosmopolit petani dengan memperbanyak
relasi dari berbagai wilayah dan informasi-informasi penting mengenai usahatani
jagung.

Korelasi ketersediaan sarana dan prasarana terhadap motivasi

Ketersediaan sarana dan prasarana tidak berkorelasi terhadap motivasi


petani dalam menerapakan inovasi varietas jagung hibrida. Hal ini dapat terjadi
karena petani tidak mengalami kesulitan dalam memperoleh sarana produksi.
Koefisien korelasi bersifat negatif yang artinya bahwa ketersediaan sarana dan
prasarana tidak meningkatkan motivasi petani dalam penerapan inovasi varietas
jagung hibrida. Input produksi yang dibutuhkan petani mudah didapatkan pada
toko peralatan pertanian dan pedagang berjalan keliling desa, sehingga tidak
mempengaruhi petani petani dalam menerapkan inovasi. Kondisi jalan pada
wiliyah tersebut rata-rata tergolong baik karena jalannya beraspal sehingga tidak
menyulitkan petani mengakses sarana produksi dan memasarkan hasil
produksinya. Rukka (2003) menyatakan bahwa sarana yang tersedia dalam jumlah,
mutu, harga, dan waktu yang tepat akan sangat menunjang keberhasilan usahatani,
serta adanya lembaga keuangan dapat memberikan pelayanan terhadap petani
terkait dengan akses modal. Hal tersebut akan menimbulkan persepsi yang positif
dari para petani sehingga mendorong mereka untuk melakukan usahataninya
dengan baik.

Korelasi ketersediaan modal terhadap motivasi

Ketersediaan modal berkorelasi negatif terhadap motivasi petani dalam


menerapkan inovasi varietas jagung hibrida. Hal ini disebabkan karena sebanyak
90% petani memiliki modal yang berasal dari pinjaman. Sebagian besar pinjaman
tersebut berasal dari keluarga dan teman. Bunga pinjaman yang diterima petani
cukup tinggi hingga 20 persen. Selain itu biaya usahatani jagung hibrida lebih
tinggi dibandingkan dengan non-hibrida. Hal ini dapat menyebabkan menurunnya
motivasi petani untuk menerapkan inovasi varietas jagung hibrida karena beban
yang ditrima oleh petani lebih berat.
Modal pada umumnya merupakan kekuatan yang sangat memnentukan
kecepatan dalam menerapkan inovasi yang telah diberikan penyuluh kepada
55

petani (Mardikanto 1993). Namun berbeda halnya dengan petani responden, hal
ini dapat terjadi karena akses modal yang dibutuhkan petani selalu tersedia
walaupun modal yang dimiliki petani merupakan modal pinjaman baik melalui
bank, keluarga atau teman dengan tingkat bunga yang berbeda-beda. Sebesar 90%
petani responden memiliki sumber modal melalui pinjaman. Jika petani mau
menerapkan suatu inovasi, petani tidak menyerah pada kondisi tidak memiliki
modal. Petani akan berusaha mendapatkan modal melalui pinjaman tersebut.

Korelasi intensitas penyuluh terhadap motivasi

Intensitas penyuluh tidak berkorelasi terhadap motivasi petani dalam


menerapkan inovasi varietas jagung hibrida dengan koefisien bernilai positif,
artinya intensitas penyuluh tidak meningkatkan motivasi petani dalam
menerapkan inovasi. Hal ini dapat disebabkan karena rendahnya tingkat
partisipasi petani dalam kegiatan penyuluhan, sehingga informasi penting
mengenai usahatani tidak diperoleh. Kegiatan penyuluhan tidak memiliki
pengaruh apabila petani sangat jarang hadir dalam kegiatan tersebut. Kinerja
penyuluh yang baik akan mempengaruhi perilaku petani dengan meningkatkan
kompetensi dan partisipasi petani (Bahua 2010). Penyuluh dianggap berhasil
apabila membawa perubahan terhadap petani pada aspek perilaku yang mengarah
pada perbaikan taraf kehidupan (Mosher 1987).
Tingkat kehadiran petani dalam kegiatan penyuluhan yang rendah
disebabkan oleh materi yang diberikan oleh penyuluh dianggap tidak sesuai
dengan waktu dan kondisi para petani. misalnya penyuluh menganjurkan
penggunaan pupuk sesuai dengan takaran per hektar, namun kondisi petani tidak
memungkinkan untuk penggunaan pupuk yang sesuai dengan prosedur. hal ini
disebabkan karena ketersediaan sarana produksi terbatas pada ketersediaan modal
yang dimiliki petani. selain itu, pemberian materi penyuluhan yang tidak sesuai
dengan waktu menyebabkan informasi yang dibutuhkan petani tidak dapat
dimanfaatkan dengan baik, sehingga menyebabkan semakin menurunnya tingkat
partisispasi petani dalam kegiatan penyuluhan.
Kurangnya transparansi mengenai kegiatan penyuluhan juga menjadi
masalah yang membuat petani tidak simpati terhadap penyuluh. Menurut kondisi
lapang, terdapat penyuluh yang hanya memberikan segala informasi mengenai
usahatani jagung melalui ketua kelompok tani saja. Penyuluh tidak berinteraksi
langsung dengan seluruh petani yang ada, sehingga banyak petani yang tidak
mengetahui siapa petugas penyuluh yang bertugas di daerahnya. Selain itu,
dampak negatif lainnya adalah petani tidak mengetahui informasi-informasi
penting mengenai usahataninya. Petani cenderung melakukan usahataninya hanya
berbekal dari pengalaman.

Implikasi Kebijakan

Kinerja usahatani yang dihasilkan oleh petani dapat ditingkatkan melalui


pengelolaan budidaya jagung hibrida sesuai dengan prosedur yang dianjurkan.
Penerapan teknik budidaya jagung hibrida yang belum sesuai dengan prosedur
yang dianjurkan salah satunya disebabkan oleh minimnya informasi-informasi
56

mengenai hal tersebut. Media cetak maupun elektronik sampai saat ini belum
memiliki siaran informasi mengenai usahatani jagung. Adanya media cetak dan
elektronik ini, seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menyebarkan informasi yang
diperlukan petani. pemerintah perlu melakukan kerja sama terhadap berbagai
media cetak maupun elektronik untuk membuat suatu acara siaran yang khusus
memberikan informasi pertanian, khususnya usahatani jagung. Tersebarnya
berbagai informasi tersebut diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
ketrampilan petani dalam mengelola usahataninya.
Ketersediaan air pada lahan kering sangat mempengaruhi aktivitas
pertumbuhan tanaman. Hal ini akan berpengaruh terhadap kapasitas produksi
jagung itu sendiri baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Biaya pengairan yang
tinggi membuat petani memanfaatkan air pada musim penghujan saja. Pemerintah
telah memberikan bantuan dalam membuat fasilitas berupa sumur pompa. Namun
sumur pompa tersebut tidak dapat digunakan secara langsung, harus melalui
petugas dan membayar biaya untuk proses pengairan dari sumur pompa ke lahan
petani termasuk biaya bahan bakar untuk menghidupkan mesin pompa air.
Kondisi inilah yang membuat petani tidak mau memanfaatkan sumur pompa yang
dibangun oleh pemerintah. Upaya dalam mengatasi masalah ini pemerintah perlu
memberikan bantuan berupa subsidi biaya pengairan agar lebih terjangkau oleh
petani, sehingga sumur pompa yang telah dibangun dapat dimanfaatkan secara
maksimal oleh petani. Selain itu, perlu adanya kegiatan rutin untuk mengontrol
sumur pompa agar tetap terus terpelihara dan tidak rusak.
Produksi jagung yang dihasilkan petani belum maksimal, hal ini
menyebabkan pendapatan yang diperoleh petani juga belum maksimal.
Pemerintah melalui penyuluh perlu mengadakan sosialisasi secara rutin kepada
petani mengenai teknik budidaya jagung hibrida yang benar, khususnya teknik
budidaya pada lahan kering. Pendapatan yang belum maksimal juga disebabkan
oleh harga jagung yang diterima oleh petani masih rendah. Biaya produksi yang
tinggi untuk jagung hibrida belum setara dengan harga yang diperoleh ditingkat
petani. Diharapkan dengan kondisi ini pihak-pihak terkait dapat memberikan
informasi mengenai transparansi harga kepada petani, agar petani tidak
mengalami kerugian akibat kurangnya informasi mengenai harga jagung.
Penerapan inovasi jagung hibrida tidak terlepas dari peran penyuluh dalam
memberikan informasi kepada petani mengenai keunggulan inovasi tersebut.
Berbeda halnya dengan petani pada wilayah penelitian yang menerapkan inovasi
jagung hibrida karena keinginan sendiri untuk mencoba benih baru. Kegiatan
penyuluhan yang selama ini dilakukan tidak merata diterima oleh seluruh petani.
Penyuluh hanya mengunjungi beberapa petani yang menjadi ketua kelompok atau
petani yang dianggap sebagai panutan pada wilayah tersebut. Penyuluh berharap
agar perwakilan petani dari setiap wilayah dapat menyebarkan informasi yang
diberikan penyuluh. Namun pada kenyataannya, banyak petani yang tidak
mengetahui informasi-informasi yang telah diberikan, bahkan petani tidak tahu
petugas penyuluh yang bertugas pada wilayahnya. Kondisi ini menyebabkan
petani terbelakang terhadap sesuatu yang baru dalam kegiatan usahataninya.
Masalah ini dapat diatasi dengan adanya pendampingan dari pemerintah terkait
untuk ikut serta bersama petugas penyuluh dalam melakukan kegiatan penyuluhan.
Perlu adanya pemilihan petugas penyuluh yang benar-benar berkompeten
dibidangnya dan mau menjalankan fungsinya dengan baik melalui berbagai
57

kegiatan penyuluhan, sehingga seluruh petani dapat memperoleh informasi terkait


usahataninya secara merata.
Peningkatan peran kelompok tani perlu dilakukan untuk meningkatkan
partisipasi petani dalam berbagai kegiatan untuk memperluas hubungan mitra
dengan petani lain, serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam
usahatani jagung. Adanya interaksi antar petani dari dalam maupun luar wilayah
tersebut dapat meningkatkan sifat kosmopolit petani. kondisi ini dapat membuka
wawasan petani sehingga dapat meningkatkan motivasi petani dalam penerapan
inovasi benih jagung hibrida.
Sumber motivasi tertinggi pada petani berasal dari dirinya sendiri (internal).
Sedangkan sumber motivasi eksternal khususnya peran pemerintah dalam
peningkatan motivasi petani masih sangat rendah. Hal ini disebabkan karena
kurangnya kegiatan pemerintah khususnya penyuluhan untuk mendorong atau
meningkatkan motivasi petani dalam penerapkan inovasi benih jagung hibrida.
Peran penyuluh pada peningkatan motivasi petani sangat dibutuhkan dengan
memberikan berbagai informasi yang dapat menigkatkan motivasi petani.
Misalnya memberikan data hasil kinerja usahatani jagung hibrida, sehingga petani
bisa membandingkan hasil antara jagung hibrida dan non-hibrida. Selain dari
pihak pemerintah, motivasi petani dapat ditingkatkan melalui kegiatan-kegiatan
dalam kelompok tani sehingga memperluas jaringan petani dalam bergaul dengan
petani-petani lainnya. Interaksi antar petani dapat memberikan peluang petani
dalam bertukar informasi mengenai usahatani jagung. Melalui kegiatan tersebut
diharapkan petani dapat menigkatkan sifat kosmopolitnya yang berdampak pada
peningkatan motivasi petani dalam penerapan inovasi benih jagung hibrida.

9 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka, simpulan yang dapat dihasilkan yaitu:


1. Kinerja petani hibrida dengan non hibrida memiliki perbedaan yang signifikan,
dimana produktivitas dan pendapatan petani hibrida lebih tinggi dibandingkan
dengan petani non hibrida. Harga yang berlaku pada kedua katagori petani
tersebut tidak terdapat perbedaan, karena seluruh harga yang diberikan kepada
petani ditentukan oleh pedagang pengumpul.
2. Terdapat perbedaan antara tingkat motivasi petani early majority dengan late
majority. Tingkat motivasi early majority lebih kecil dibandingkan dengan late
majority.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi adalah pendidikan, pengalaman
berusahatani jagung, luas lahan garapan, sifat kosmopolit, dan intensitas
penyuluh. Sedangkan faktor-faktor yang tidak berpengaruh terhadap motivasi
petani adalah umur, jumlah tanggungan keluarga, ketersediaan sarana dan
prasarana, serta ketersediaan modal.
58

Saran

Beberapa saran yang dapat diberikan yaitu:


1. Disarankan agar petani non-hibrida untuk menerapkan inovasi benih jagung
hibrida untuk meningkatkan kinerja usahatani jagung dengan pengelolaan
usahatani yang baik dan sesuai dengan prosedur yang dianjurkan.
2. Motivasi petani dapat ditingkatkan melalui berbagai kegiatan dalam kelompok
tani yang dapat membantu mereka dalam memperluas jaringan informasi yang
didampingi oleh penyuluh untuk mengarahkan petani dalam melakukan
kegiatan.
3. Motivasi petani dalam penerapan benih jagung hibrida dapat ditingkatkan
melalui faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi itu sendiri, seperti
memperbanyak pengalaman berusahatani, memanfaatkan sumberdaya yang
bersal dari dalam keluarga, memperluas lahan garapan, mengembangkan sifat
kosmopolit, dan memanfaatkan ketersediaan modal dengan sebaik-baiknya.
4. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai motivasi petani dalam penerapan
inovasi dengan menambahkan beberapa variabel yang diduga berhubungan
dengan motivasi, sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi
motivasi petani dalam upaya percepatan adopsi inovasi.
59

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Yogyakarta (ID): Kanisius.


Amit R. dan Muller E. 1994. Push and Pull Entrepreneurship. Frontiers of
Entrepreneurship Research. Babson Centre for Entrepreneurial Studies,
Wellesley, MA.
Antara M. 2010. Analisis Produksi dan Komparatif antara Usahatani Jagung
Hibrida dengan Nonhibrida di Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi. Jurnal
Agroland. 17(1).
Arikunto S. 1998. Manajemen Penelitian. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Arsyad S. 1988. Konversi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press.
Atkinson J.W. 1964. An Introduction to Motivation. New York: The University
Siries in Psychology, D. Van Nustrand Company, Inc.
Bahua MI. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian
dan Dampaknya Pada Perilaku Petani Jagung di Provinsi Gorontalo.
[Disertasi]. Bogor (ID): Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Bakir Z, Manning C. (1984) Angkatan Kerja Indonesia. Jakarta(ID): CV Rajawali.
Batoa H. 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kompetensi Petani
Rumput Laut di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara. [Tesis].
Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
[BPS] Badan Pusat Statistik 2006. Kabupaten Lombok Timur dalam Angka. BPS
Lombok Timur.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Berita Resmi Statistik 2013. BPS Republik
Indonesia.
[BPS] Badan Pusat Statistik 2013.Lombok Timur dalam Angka 2013. BPS
Lombok Timur.
BPS] Badan Pusat Statistik 2014.Lombok Timur dalam Angka 2014. BPS
Lombok Timur.
Daniel M. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Deptan. 2007. Surat keputusan Menteri Pertanian tentang Pelepasan Galur Jagung
Hibrida ST B11-209/Mr 14 Sebagai Varietas Unggul dengan Nama Bima-2
Bantimurung.
Falo M, Amiruddin S, Lumintang REW. 2011. Hybrid corn technology adoption
by farmers in dry land of North Central Timor Regency Of East Nusa
Tenggara Province. [Theses]. Bogor (ID): Bogor Agricultural University.
Gafur. 2009. Motivasi Petani dalam Menerapkan Teknologi Produksi Kakao
(Kasus Kecamatan Sirenja Kabupaten Donggala, Sulawesi Selatan. [Tesis].
Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Garforth C. 2010. Motivating Farmers : Insight from social phychology. NMC
Annual Meeting Proceedings.
Gohong. 1993. Tingkat Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Petani serta
Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya pada Daerah Opsus Simpei Karuhei
di Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah. [Tesis]. Bogor (ID):
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Grounlund. 1982. Society and Introductory Analysis. Macmillan Ltd London.
Gujarati. 2007. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta: Erlangga. 1.
Hallauer A R, Miranda FO. 1987. Plant Breeding. Lowa State University. Press. 2.
60

Handayaningrat.1989. Manajemen Konflik. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka


Utama.
Handoko M. 1992. Motivasi Daya Penggerak Tingkah Laku. Yogyakarta (ID):
Kanisius.
Hartati P, Muhammad S, Ali, Sofyan J. 2007. Motivasi dan Performansi Kerja
Petani Kakao di Desa Topore Sulawesi Barat. Jurnal Agrisistem. 3(2).
Hendrawan F, Sugeng Y, Marisi A. 2012. Analisis Keuntungan dan Daya Saing
Kompetitif Usahatani Jagung Hibrida Pioner dan Bersari Bebas di Kawasan
Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT) Sanggau Ledo Komplek. Jurnal Sains
Mahasiswa Pertanian. 1(1).
Hernanto F. 1993. Ilmu Usahatani. Jakarta (ID): Swadaya.
Hills G. 2008. Marketing and Entrepreneurship, Research Ideas and Opportunities.
Journal of Small and Medium Entrepreneursip. 46(1).
Indraningsih KS. 2011. Pengaruh Penyuluhan Terhadap Keputusan Petani dalam
Adopsi Inovasi Teknologi Usahatani Terpadu. Jurnal Agro Ekonomi. 29(1).
Iskandar O. 2002. Etos Kerja, Motivasi, dan Sikap Inovatif Terhadap
Produktivitas Petani. Makara, Sosial Humaniora. 6(1).
Juanda. 2009. Ekonometrika Permodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press.
Keeh, Hean T, Mai N, Ping. 2007. The Effect of Entrepreneurial Orientation and
Marketing Information the Performance of SMEs. Journal of Business
Venturing. 22(4).
Lionberger HF, Paul HG, 1982. Communication Strategies: A Guide for
Agricultural Change Agents. The Interstate Printers & Publisher, Inc.
Denville, Illinois.
Listiana I. 2012. Motivasi Petani dalam Menggunakan Benih Padi Hibrida pada
Kecamatan Natar di Kabupaten Lampung Selatan. [Tesis] Lampung (ID):
Universitas Lampung.
Mardikanto T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta (ID):
Sebelas Maret University Press.
Maslow AH. 1954. Motivation and Personality. New York (AS): Mc Graw Hill
Book Company Inc.
Maslow AH. 1994. Motivasi dan Kepribadian (Teori Motivasi dengan
Pendekatan Hierarki Kebutuhan Manusia. Jakarta (ID): PT PBP.
McClleland DC. 1995. Testing for Competence rather than for Intelegence
American Psychologist. American Psychologist Association. 28(1).
Moniaga VRB, Jelly M, Christy R. 2012. Hubungan antara Etos Kerja, Motivasi,
Sikap Inovatif, dan Produktivitas Usahatani. Jurnal Agri-Sosioekonomi.
8(1).
Mosher. 1987. Menggerakan dan Membangun Pertanian. Jakarta (ID): Yasaguna.
Musseng A. 2003. Perbandingan Efisiensi Usahatani Jagung Hibrida dan Jagung
Lokal dengan Pendekatan Agribisnis. [Disertasi]. Tidak dipublikasikan.
Musyafak A, Hazriani, Suyatno A, Sahari J, Kilmanum JC. 2002. Studi Dampak
Teknologi Pertanian di Kalimantan Barat. Pontianak (ID): Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Kalimantan Barat.
Musyafak A, Tatang MI. 2005. Strategi Percepatan Adopsi dan Difusi Inovasi
Pertanian Mendukung Prima Tani. Analisis Kebijakan Pertanian. 3(1)
61

Nur H. 2005. Motivasi Petani dalam Pengelolaan Kahumadi Areal Hutan Rakyat
(Kasus: Kecamatan Sawerigadi Kabupaten Muna). [Tesis]. Bogor (ID):
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Nuryanti S, Dewa KSS. 2011. Peran Kelompok Tani dalam Penerapan Teknologi
Pertanian. Forum Penelitian Agro Ekonom. 29(2).
Obaniyi KS, Akangbe JA, Matanmi BM, Adenji GB. 2014. Factors Motivating
Incentives of Farmer in Rice Production Training Programmes (A Case
Study of Olam/USAID/ADP/First Bank Programme). Journal of
Agricultural Research. 2(5).
Padmowihardjo S. 1994. Metode Penyuluhan Pertanian. Jakarta (ID): Universitas
Terbuka.
Prawirokusumo S. 1990. Ilmu Usahatani. Yogjakarta (ID): BPFE. 1.
Pujiharti S. 2007. Model Pengelolaan Lahan Kring Berkelanjutan Pada Sistem
Agribisnis Tanaman Pangan. [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Rahmi, Muhammad A, Syuryawati. 2009. Teknologi Budidaya Jagung Hibrida.
Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Reidsma P. 2007. Adaptation to climate change: European agriculture. [Thesis].
Wageningen (NL): Wageningen University.
Rogers E M. 1983. Diffusion of Innovations. New York (AS): The Free Press. 3.
Rogers EM. 2003. Diffusion of Innovation. New York (AS): Free Press. 5.
Rogers EM, Shoemaker. 1987. Memasyarakatkan Ide-ide Baru. Surabaya (ID):
Usana Offset Printing.
Rukka H. 2003. Motivasi Petani dalam Menerapkan Ushatani Organik pada Padi
Sawah (Kasus di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor
Provinsi Jawa Barat). [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Rukmana R. 1997. Usahatani Jagung. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.
Runtunuwu E, Syahbuddin H. 2007. Perubahan Pola Curah Hujan dan
Dampaknya terhadap Periode Masa Tanam. Bogor (ID): Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Sumbersaya Lahan Pertanian.
Sadjudi. 2009. Pengaruh Kewirausahaan terhadap Kinerja Usahatani Tembakau di
Kecamatan Gantawarno Kabupaten Klaten. Jurnal Aplikasi Manajemen.
7(2).
Saleh A. 2010. Motivasi Petani dalam Menerapkan Teknologi Produksi Kakao:
Kasus Kecamatan Sirenja Sulawesi Tengah. Pelita Perkebunan. 26(1).
Santoso B, Musshollaeni, Hidayat. 2006. Tortilla. Surabaya (ID): Trubus
Agrisarana.
Satriani, Lukman E, Elih JM. 2013. Motivasi Petani dalam penerapan teknologi
PPT Padi Sawah (Oryza Sativa) di Desa Gunung Sari Provinsi Sulawesi
Barat. Jurnal Penyuluhan Pertanian. 8(2).
Sarasutha IGP. 2002. Kinerja Usahatani dan Pemasaran Jagung di Sentra Produksi.
Jurnal Litbang Pertanian. 21(2).
Simamora H. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta (ID): STIE
YKPN. 3.
Sinaga SR, Kasryno. 1980. Aspek Ekonomi dari Undang-Undang Perjanjian Bagi
Hasil dan Penerapan. Jakarta (ID): Prisma No. 9. LP3ES.
62

Singarimbun M, Effendi S. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta (ID): Pustaka


LP3ES Indonesia.
Smith. 1982. Philosophy of Education. New York (AS): Harper & Row.
Soeharjo, Patong. 1973. Sendi-Sendi Pokok Usahatani. Departemen Ilmu Sosial
Ekonomi. Fakultas Pertanian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Soekartawi A, Soehardjo, John LD, Hardaker. 1984. Ilmu Usahatani dan
Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta (ID): UI Press.
Soekartawi A, Soehardjo, John LD, Hardaker. 1986. Ilmu Usaha Tani dan
Penelitian untuk Perkembangan Petani Kecil. Jakarta (ID): UI Press.
Soekartawi. 1988. Metodologi Penelitian Pertanian. Jakarta : Rajawali Press.
Soekartawi A. 1995. Analisis Usahatani. Jakarta (ID): UI press.
Soetpomo G. 1997. Kekalahan Manusia Petani. Yogayakarta (ID): Kanisius.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung
(ID): Alfabeta.
Suharyadi, Purwanto. 2009. Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan Modern.
Jakarta (ID): Salemba Empat.
Sumaryanto. 2006. Iuran berbasis Komoditas Sebagai Instrumen Peningkatan
Efisiensi Penggunaan Air Irigasi: Pendekatan dan Analisis Faktor-Faktor
yang Mempengaruhinya. [Disertasi]. Bogor (ID): Program Pascasarjana
Institut Petanian Bogor.
Suratiyah K. 2011. Ilmu Usahatani. Depok (ID): Penebar Swadaya.
Suriadi A. 2012. Model Perbenihan Jagung Komposit Berpengairan Springkler
Mendukung Kemandirian Petani di Lahan Kering Iklim Kering. Jurnal Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian. 2(11).
Susyanto B. 2001. Motivasi Petani Berusahatani di Dalam Kawasan Hutan,
Wilayah Bandung Selatan. [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Suwanto. 2011. Asas-Asas Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung (ID):
Suci Press.
Syahyuti. 2006. 30 Konsep Penting Dalam Pembangunan Pedesaan dan
Pertanian : Penjelasan tentang konsep, istilah, teori, dan indikator serta
variabel. Jakarta (ID): Bina Rena Pariwara.
Tajidan, 2014. Manajemen Rantai Pasok dan Integrasi Proses Bisnis Dalam
Upaya Peningkatan Kesejahteraan Petani Jagung di Provinsi Nusa Tenggara
Barat. [Disertasi]. Malang (ID): Program Pascasarjana Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya.
Takdir M, Andi, Sri S, Made JM. 2007. Pembentukan Varietas Jagung Hibrida.
Balai Penelitiian Tanaman Serealia, Maros.
Tidd J, Bessant. 2009. Managing Innovation, Integrating Technological, Market,
and Organizational Change. John Willey and Sons, Ltd. New Jersey. 4.
Van DBAW, Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Vink GJ. 1984. Dasar-Dasar Usahatani di Indonesia. Jakarta (ID): Yayasan Obor
Indonesia.
Vroom VH. 1964. Work and Motivation. New York (AS): John Wiley and Son,
Inc.
Wahjosumidjo. 1984. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta (ID): Ghalia
Indonesia.
63

Winardi J. 2002. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Jakarta (ID): PT.
Raja Grafindo Persada.
Wiriaatmadja S. 1977. Pokok-Pokok Penyuluhan Pertanian. Jakarta (ID):
Yasaguna.
64

LAMPIRAN
65

Lampiran 1 Peta wilayah Kecamatan Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur.

Lampiran 2 Uji validitas dan reliabilitas kuisisoner.

Uji Validitas Motivasi


Pertanyaan r hitung r tabel Keterangan
P1 p0,5558 0,361 Valid
P2 0,4415 0,361 Valid
P3 0,5564 0,361 Valid
P4 0,8372 0,361 Valid
P5 0,6666 0,361 Valid
P6 0,8775 0,361 Valid
P7 0,3835 0,361 Valid
P8 0,5505 0,361 Valid

Uji Reliabilitas Motivasi


Reliabi lity Statisti cs

Cronbach's
Alpha N of Items
,788 8
66

Uji Validitas Ketersediaan Sarana dan Prasaran Produksi


Pertanyaan r hitung r table Keterangan
P1 0,850 0,361 Valid
P2 0,850 0,361 Valid
P3 0,763 0,361 Valid
P4 0,763 0,361 Valid
P5 0,941 0,361 Valid
P6 0,941 0,361 Valid
P7 0,925 0,361 Valid
P8 0,925 0,361 Valid
P9 0,792 0,361 Valid
P10 0,777 0,361 Valid

Uji Reabilitas Ketersediaan Sarana dan Prasarana Produksi


Reliabi lity Statisti cs

Cronbach's
Alpha N of Items
,928 10

Uji Validitas Kekosmopolitan


Pertanyaan r hitung r table Keterangan
P1 0,8237 0,361 Valid
P2 0,5650 0,361 Valid
P3 0,6631 0,361 Valid
P4 0,8011 0,361 Valid
P5 0,6387 0,361 Valid

Uji Reabilitas Kekosmopolitan


Reliabi lity Statisti cs

Cronbach's
Alpha N of Items
,740 5

Lampiran 3 Uji beda (Uji-T) pada variabel produktivitas, dan pendapatan

Hipotesis
H0 : μ1=μ2
H1 : μ1≠μ2
67

Uji-T
Independent Samples
Test T Df Sig. (2-tailed)
Produktivitas -6.894 98 0.000*
Pendapatan -12.129 84 0.000*

Group Statistics
Petani N Mean Std. Std. Error
Deviation Mean
Produktivita Non-hibrida 20 734.35 181.553 40.596
s
Hibrida 80 1145.09 205.047 27.956
Pendapatan Non-hibrida 20 3567717.55 1070735.41 239423.72
Hibrida 80 8441540.24 2886593.05 322730.91

Lampiran 4 Hasil analisis chi-square pada variabel tingkat motivasi petani hibrida
pada kategori early majority dan late majority

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

petani * motivasi 55 100.0% 0 .0% 55 100.0%

petani * motivasi Crosstabulation


Count

Motivasi

50 53 57 60 63 67 70 73 80 83 Total

Petani early 1 4 1 9 4 4 2 3 1 0 29

late 1 0 3 3 4 8 2 2 2 1 26
Total 2 4 4 12 8 12 4 5 3 1 55

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)


a
Pearson Chi-Square 10.735 9 .294
Likelihood Ratio 12.854 9 .169

Linear-by-Linear Association 2.585 1 .108


N of Valid Cases 55

a. 16 cells (80.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is .47.
68

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Mataram pada tangga 2 Juli 1991 sebagai anak kedua
dari pasangan I Wayan Sudika dan Ni Luh Suweni Bagiada. Penulis merupakan
alumnus SMAN 1 Mataram dan melanjutkan pendidikan program S1 pada tahun
2009 dengan jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Bakat). Pendidikan sarjana
ditempuh di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Mataram,
lulus pada tahun 2013. Selama studi penulis mendapatkan bantuan beasiswa dari
Universitas Mataram dengan program beasiswa PPA selama 3 tahun. Kemudian
penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan ke program pascasarjana pada
Program Studi Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB diperoleh pada
tahun 2013. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari program Fresh
Graduate Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi selama 2 tahun. Selama masa
studi penulis telah menulis sebuah jurnal dengan judul “Kinerja Usahatani dan
Motivasi Petani dalam Penerapan Inovasi Varietas Jagung Hibrida pada Lahan
Kering di Kabupaten Lombok Timur”. Jurnal ini diterbitkan pada periode bulan
Maret 2016 pada Jurnal Penyuluhan IPB.

Anda mungkin juga menyukai