SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kinerja Usahatani dan
Motivasi Petani dalam Penerapan Inovasi Benih Jagung Hibrida pada Lahan
Kering di Kabupaten Lombok Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Indonesia mengalami peningkatan impor jagung pada tahun 2014 dari 3.255
menjadi 4 juta ton. Upaya meningkatkan produksi jagung untuk memenuhi
kebutuhan pasar nasional dilakukan dengan cara pengembangan jagung dengan
memanfaatkan lahan pertanian yang berpotensi, seperti lahan kering. Kabupaten
Lombok Timur Provinsi NTB merupakan sentra tanaman jagung dan 71.73 persen
lahannya merupakan lahan kering. Salah satu keterbatasan petani pada lahan
kering adalah ketersediaan air, pendidikan dan pendapatan yang rendah. Namun,
keterbatasan tersebut tidak menghilangkan keinginan petani untuk mengadopsi
inovasi benih jagung hibrida. Salah satu aspek yang ikut menentukan keberhasilan
dalam menerapkan sebuah inovasi adalah motivasi. Motivasi petani merupakan
salah satu aspek penting untuk dikaji, karena motivasi terkait pada tindakan yang
dapat menentukan prestasi kerja petani dalam berusahatani.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis kinerja usahatani jagung
dalam penerapan inovasi benih hibrida pada lahan kering di Kabupaten Lombok
Timur, (2) menganalisis tingkat motivasi petani dalam penerapan inovasi benih
hibrida pada lahan kering di Kabupaten Lombok Timur, dan (3) menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi petani dalam penerapan inovasi benih
hibrida pada lahan kering di Kabupaten Lombok Timur.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2015 di Kecamatan
Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur. Jumlah petani hibrida 80 responden dan
petani non-hibrida 20 responden. Analisis data menggunakan metode analisis
usahatani, skala likert, uji beda (t-test dan chi-square), dan uji korelasi rank
spearman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat perbedaan antara
produktivitas dan pendapatan petani hibrida dengan non-hibrida, dimana
produktivitas dan pendapatan petani hibrida lebih tinggi dibandingkan dengan
petani non-hibrida, namun untuk variabel harga tidak terdapat perbedaan antara
kedua katagori petani. (2) Terdapat perbedaan tingkat motivasi petani early
majority dan late majority, dimana motivasi late majority lebih tinggi
dibandingkan dengan early majority. (3) Faktor-faktor yang mempengaruhi
motivasi petani dalam penerapan inovasi benih jagung hibrida yaitu pengalaman
berusahatani, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan garapan, sifat kosmopolit
dan ketersediaan modal. Sedangkan faktor-faktor yang tidak berpengaruh yaitu
umur, pendidikan, ketersediaan sarana dan prasarana serta intensitas penyuluhan.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
KINERJA USAHATANI DAN MOTIVASI PETANI DALAM
PENERAPAN INOVASI BENIH JAGUNG HIBRIDA PADA
LAHAN KERING DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Burhanuddin, MM
>*>5B,;1;B B 17,:3"B ;%"=71B *"7B 8<1?";1B ,<$71B *"5"6B ,7,:"9'B 78?";1B
,710B ".>7.B 2(:1*"B 9"+"B "0"7B ,:17.B *1B "(>9"<,7B 86(84B
16>:B
"6"B B 1B"*,B14,B !,"61<"B 1*1@"7<1B
B B B
1;,<>3>1B 85,0B
A861;1B ,6(16(17.B
14,<"0>1B85,0B
"7.."5B31#7
B
B"7>$:1B B "7.."5B>5>;B
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei sampai Juni 2015 ini ialah
kewirausahaan, dengan judul Kinerja Usahatani dan Motivasi Petani dalam
Penerapan Inovasi Benih Jagung Hibrida pada Lahan Kering di Kabupaten
Lombok Timur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Lukman Mohammad
Baga dan Ibu Dr Ir Heny Kuswanti Suwarsinah selaku pembimbing yang telah
mengarahkan penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr Ir Burhanuddin, MM selaku dosen
evaluator dan penguji luar komisi serta Bapak Dr Ir Suharno, MAdev selaku
dosen penguji perwakilan program studi yang telah memberikan banyak saran
dalam menyempurnakan karya ilmiah ini. Di samping itu penulis juga berterima
kasih kepada kepada Ibu Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program
Studi Agribisnis, Bagian Sekretariat Program Studi Agribisnis, serta Bagian
Akademik yang telah membimbing dan membantu selama dalam proses akademik.
Ungkapan terima kasih penulis berikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi yang telah memberikan bantuan dana pendidikan pada Program Beasiswa
Fresh Graduate sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan menghasilkan
karya ilmiah ini. Kepada Dinas Pertanian Kabupaten Lombok Timur, Penyuluh
Kecamatan Pringgabaya, bapak dan ibu petani jagung Kecamatan Pringgabaya
yang telah membantu selama pengumpulan data, penulis ucapkan terima kasih
Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada Ayahanda I Wayan Sudika,
Ibunda Ni Luh Suweni Bagiada, saudara-saudara penulis yaitu I Gde Nike
Widyananta dan I Nyoman Nike Maha Deri Widyananda serta seluruh keluarga
dan teman-teman atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR TABEL
1 Luas panen dan produksi jagung per Kecamatan Lombok Timur tahun
2011-2013 23
2 Alat analisis, jenis, dan sumber data yang digunakan berdasarkan tujuan
penelitian 25
3 Definisi operasional dan indikator pengukuran kinerja usahatani dalam
menerapkan inovasi benih jagung hibrida 25
4 Definisi operasional dan indikator pengukuran motivasi petani dalam
penerapan inovasi benih jagung hibrida 26
5 Definisi operasional dan indikator pengukuran faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi petani 27
6 Sebaran responden petani jagung non-hibrida dan hibrida berdasarkan
umur di Kecamatan Pringgabaya 34
7 Sebaran responden petani jagung non-hibrida dan hibrida berdasarkan
pendidikan di Kecamatan Pringgabaya 35
8 Sebaran responden petani jagung non-hibrida dan hibrida berdasarkan
pengalaman berusahatani jagung di Kecamatan Pringgabaya 35
9 Sebaran responden petani jagung non-hibrida dan hibrida berdasarkan
jumlah tanggungan keluarga di Kecamatan Pringgabaya 36
10 Sebaran responden petani jagung non-hibrida dan hibrida berdasarkan
luas lahan garapan dan status kepemilikan lahan di Kecamatan
Pringgabaya 37
11 Sebaran responden petani jagung hibrida berdasarkan kekosmopolitan
di Kecamatan Pringgabaya 38
12 Sebaran responden petani jagung hibrida berdasarkan ketersediaan
sarana dan prasarana di Kecamatan Pringgabaya 40
13 Sebaran responden petani hibrida berdasarkan intensitas penyuluhan di
Kecamatan Pringgabaya 42
14 Hasil uji beda (Uji-T) pada variabel kinerja usahatani 42
15 Perbandingan biaya usahatani yang dikeluarkan petani jagung non-
hibrida dan hibrida di Kecamatan Pringgabaya 43
16 Sebaran jumlah penggunaan dan harga pupuk responden petani jagung
non-hibrida dan hibrida di Kecamatan Pringgabaya 43
17 Sebaran jumlah penggunaan dan harga obat-obatan responden petani
jagung non-hibrida dan hibrida di Kecamatan Pringgabaya 44
18 Rata-rata penggunaan dan harga benih pada masing-masing kategori
petani di Kecamatan Pringgabaya 44
19 Pendapatan usahatani jagung non-hibrida dan hibrida di Kecamatan
Pringgabaya 45
20 Produktivitas usahatani jagung non-hibrida dan hibrida di Kecamatan
Pringgabaya 46
21 Sebaran harga jagung non-hibrida dan hibrida berdasarkan bentuk
jagung di Kecamatan Pringgabaya 47
22 Sebaran responden petani jagung hibrida berdasarkan tingkat motivasi
dalam menerapkan inovasi benih jagung hibrida 48
23 Hasil analisis rank spearman faktor-faktor yang berkorelasi dengan
motivasi petani dalam menerapkan inovasi benih jagung hibrida 51
DAFTAR GAMBAR
1 Kelompok adopter inovasi dalam sistem sosial 16
2 Kerangka konseptual faktor-Faktor yang mempengaruhi motivasi 17
3 Kerangka penelitian 21
4 Kerangka sampel penelitian 24
5 Kepemilikan modal petani responden 41
DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta wilayah Kecamatan Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur 65
2 Uji validitas dan reliabilitas kuisioner 65
3 Uji beda (Uji-T) pada variabel motivasi, produktivitas, dan pendapatan 66
4 Hasil analisis chi-square pada variabel tingkat motivasi petani hibrida
pada kategori early majority dan late majority 67
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
2
Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. 2012. Lahan Kering NTB Potensial untuk
Produksi Benih Kedelai. [internet]. [diakses pada 28 februari 2015]. Tersedia pada:
http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/kilas-litbang/1007-lahan-kering-ntb-potensial-untuk-
produksi-benih-kedelai.html
3
Suwardji dan Tejowulan. Pertanian lahan kering di Provinsi NTB: Potensi , Prospek dan Kendala
Pengembangannya. Makalah Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian.
[Internet]. [diakses pada tanggal 26 Februari 2015]. Tersedia pada:
http://ntb.litbang.pertanian.go.id/ind/2004/MU/mencariskenario.doc.
3
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
oleh lokasi, responden, dan kajian, sehingga tidak dapat menyimpulkan kondisi
di wilayah lain.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kinerja Usahatani
Pada sektor pertanian terdapat tiga jenis kinerja, yaitu : kinerja sumber daya
manusia, kinerja usahatani, dan kinerja lembaga pertanian. Kinerja sumber daya
manusia dapat dikembangkan melalui motivasi (Hartati et al. 2007). Peningkatan
kinerja petani karena motivasi yang tinggi tentu saja akan meningkatkan kinerja
usahatani itu sendiri. Salah satu alat motivasi terkuat bagi seorang pekerja adalah
uang atau pendapatan. Motivasi keberhasilan petani mempunyai hubungan positif
dengan produktivitas petani (Iskandar 2002). Semakin kuat motivasi keberhasilan
petani maka semakin tinggi pula produktivitas petani dalam menggarap lahan
pertaniannya. Selain motivasi, hal yang sapat menentukan kinerja usahatani
adalah penerapan inovasi. Hal ini juga dikemukakan oleh Falo et al. (2011),
bahwa penerapan inovasi berhubungan nyata dengan kinerja usahatani.
Penerapan inovasi benih jagung hibrida tentunya dilakukan salah satunya
dalam upaya peningkatan pendapatan petani. Pada penelitian yang dilakukan
Antara (2010) menemukan bahwa benih jagung hibrida memberikan pengaruh
terhadap produksi jagung. Pendapatan usahatani jagung hibrida (Rp4 882 225.75
per hektar) lebih tinggi dibandingkan dengan jagung non-hibrida (Rp2 691
452.10). Sehingga dengan adanya penggunaan benih hibrida dapat meningkatkan
produksi jagung. Hal serupa juga ditemukan oleh Musseng (2003) bahwa
menggunakan benih jagung hibrida dapat memberikan keuntungan lebih tinggi
dibandingkan dengan non-hibrida. Jika ditinjau dari produktivitas dan harganya,
jagung hibrida mempunyai daya saing terhadap jagung non-hirida (komposit)
Hendrawanto et al. (2012).
Pemilihan usahatani yang efisien diperlukan berbagai informasi baik
bersumber dari penelitian maupun dari pemerintah yang digunakan sebagai
pedoman dalam membangun usahatani tersebut (Soekartawi et al. 1984). Sumber
daya yang terbatas memaksa petani untuk menjalankan usahatani secara efisien
dengan memanfaatkan modal, lahan, tenaga kerja serta pemilihan waktu dengan
sebaik-baiknya. Menurut Sarasutha (2002) mengatakan bahwa pengelolaan
usahatani di Indonesia masih tergolong semikomersial. Produk yang dihasilkan
oleh petani sebagian besar masih dimanfaatkan sebagai bahan untuk memenuhi
kebutuhan pangan sehari-hari. Keputusan petani untuk menjalankan usahatani
ditentukan oleh keunggulan ekonomi dari komoditas itu sendiri, penggunaan
sumber daya lahan, dan tenaga kerja. Keunggulan komoditas tersebut perlu
didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana produksi (input) dan
keterjangkauan daya beli petani terhadap input, karena hal tersebut dapat
mempengaruhi kinerja usahatani yang dikelola oleh petani (Indraningsih 2013).
6
Inovasi
Adopsi Inovasi
Perbaikan kualitas hidup yang terdiri dari berbagai macam aspek dapat
terwujud apabila petani sebagai masyarakat mau untuk melakukan perubahan
perilaku dalam upaya pembangunan pertanian. Penyuluh sebagai mediator antara
inovasi dengan petani diharapkan mampu mendorong atau mengakibatkan
terjadinya perubahan-perubahan yang memiliki sifat pembaharuan (Mardikanto
2002). Salah satu bentuk pembaharuan tersebut adalah inovasi teknologi dalam
bidang pertanian yang dapat dimanfaatkan oleh petani dalam upaya peningkatan
kinerja usahataninya.
Inovasi tidak sekedar sebagai sesuatu yang baru, tetapi lebih luas dari itu,
yakni sesuatu yang dinilai baru atau dapat mendorong terjadinya pembaharuan
dalam masyarakat atau pada lokalitas tertentu (Mardikanto 1996). Munculnya
inovasi tidak selalu diterapkan secara langsung oleh masyarakat. Inovasi yang
telah diketahui oleh masyarakat beberapa waktu yang lalu memungkinkan ada
masyarakaat yang belum mengembangkan sikap suka atau tidak suka terhadap
inovasi tersebut, apakah inovasi diterima atau ditolak (Rogers dan Shoemaker
1987). Beberapa hal yang memungkinkan petani memilih suatu inovasi
(Musyafak dan Tatang 2005), yaitu:
1. Inovasi dirasakan sebagai kebutuhan oleh kebanyakan petani
Kebanyakan inovasi-inovasi yang diciptakan lebih banyak bersifat daftar
keinginan dari pihak luar, bukan sesuai dengan kebutuhan petani itu sendiri.
Kondisi ini menyebabkan tidak diadopsinya inovasi oleh petani. Jika suatu
inovasi diharapkan diterapkan oleh para petani, maka harus dapat meyakinkan
petani bahwa inovasi tersebut memenuhi suatu kebutuhan yang benar-benar
dirasakan (Bunch 2001).
2. Inovasi harus memberikan keuntungan secara konkrit bagi petani
Peningkatan pendapatan merupakan faktor tunggal yang dapat
menimbulkan semangat petani akan suatu inovasi (Bunch 2001). Suatu inovasi
akan diterapkan apabila dapat memberikan keuntungan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan inovasi lainnya yang sudah ada.
3. Inovasi harus mempunyai kompabilitas/keselarasan
Kompabilitas/keselarasan inovasi merupakan kesesuaian/keselarasan
anatara inovasi dengan (a) teknologi yang telah ada sebelumnya, (b) pola
pertanian yang berlaku, (c) nilai sosial, budaya, kepercayaan petani, (d)
gagasan yang dikenalkan sebelumnya, dan (e) keperluan yang dirasakan oleh
petani. inovasi yang memiliki kompabiltas yang tinggi akan lebih cepat untuk
diadopsi oleh petani.
4. Inovasi harus dapat mengatasi faktor-faktor pembatas
Inovasi diharapkan dapat meningkatkan produktivitas suatu sistem
pertanian setempat, sehingga inovasi tersebut dapat mengatasi faktor-faktor
pembatas yang ada dalam sistem tersebut. Faktor pembatas merupakan keadaan
atau prasyaratyang paling tidak memadai di suatu wilayah. Sebagai contoh
dalam penelitian ini faktor pembatas yang ada pada lokasi penelitian salah
satunya keterbatasan air, karena wilayah penelitian merupakan lahan kering.
8
Motivasi
kebutuhan. Salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi adalah kebutuhan pokok
seperti sandang, pangan, dan papan. Upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut
dapat dipenuhi apabila seseorang telah memiliki pendapatan. Pendapatan yang
rendah akan dapat menimbulkan ketidakpuasaan pada diri seseorang. Adanya
ketidakpuasan dalam pendapatan atau posisi yang diperoleh mendorong seseorang
untuk menciptakan usaha (Amit dan Muller 1994). Selain tuntutan kebutuhan,
yang menjadi pendorong seseorang untuk berwirausaha adalah kesulitan dalam
memperoleh pekerjaan. Handayaningrat (1989) mengatakan bahwa motivasi
menyangkut reaksi yang berantai. Hal tersebut dimulai dari kebutuhan yang
dirasakan, kemudian timbul keinginan untuk mencapai tujuannya, lalu akan
memicu dilakukannya usaha-usaha dalam mencapai sasarannya, yang pada
akhirnya memberikan kepuasan.
Motivasi merupakan salah satu faktor internal yang menentukan
keberhasilan sebuah usaha (Clelland 1995). Motivasi akan mempengaruhi
perilaku-perilaku seseorang yang ditandai melalui aktivitas yang dilakukan.
Rukka (2003) menemukan adanya pengaruh faktor internal terhadap motivasi
petani, faktor tersebut yaitu: pendidikan, pengalaman berusahatani, dan sifat
kosmopolit. Keberhasilan kerja membutuhkan motif-motif untuk mendorong atau
memberi semangat dalam berwirausaha. Motif itu meliputi motif kreatif dan motif
inovatif yang dapat mendorong seseorang untuk mengeluarkan pemikiran-
pemikiran dalam menghadapi perubahan dengan memberikan alternatif-alternatif
berbeda dengan yang lain. Selain itu terdapat pula motif untuk bekerja yang ada
pada diri seseorang untuk memiliki semangat atau minat dalam memenuhi
kebutuhan serta menjalankan tugas dalam usahanya. Pemenuhan kebutuhan
keluarga semakin hari semakin meningkat seiring dengan berkembangnya
keadaan ekonomi disertai dengan peningkatan jumlah anggota keluarga. Upaya
petani untuk memenuhinya melaui peningkatan pendapatannya. Keinginan untuk
meningkatkan pendapatan petani akan medorong petani untuk memanfaatkan
lahannya dalam berusahatani dengan baik.
Faktor internal tidak sepenuhnya mempengaruhi motivasi dalam
berusahatani. Namun juga faktor eksternal juga sangat berpengaruh dalam upaya
mendorong petani untuk menerapkan inovasi. Rukka (2003) menemukan beberapa
faktor eksternal yang mempengaruhi petani dalam penerapan inovasi, yaitu:
ketersediaan sarana dan prasaran, ketersediaan modal, peluang pasar, dan sifat
inovasi. Sedangkan untuk intensitas penyuluhan tidak ditemukan hubungan yang
nyata dengan motivasi petani. Hal tersebut disebabkan oleh ketidaksesuaian
materi yang diperlukan oleh petani dan tidak adanya media atau alat peraga dalam
kegiatan penyuluhan. Metode penyuluhan dengan cara ceramah atau memberikan
informasi saja tanpa mempraktekan langsung membuat petani sehingga adanya
penyuluhan yang dilakukan tidak mempengaruhi motivasi petani untuk
berusahatani.
Dorongan dalam memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh seorang
individu akan dapat menimbulkan motivasi dalam diri seseorang untuk melakukan
sesuatu dalam usaha pemenuhan kebutuhannya. Perilaku yang ditunjukan tersebut
selalu berorientasi pada tujuan yang ingin dicapai dalam mencapai suatu kepuasan.
Iskandar (2002) mengatakan bahwa motivasi keberhasilan muncul dengan adanya
kebutuhan dan keinginan. Kedua hal tersebut mempengaruhi perilaku sehingga
10
Kerangka Konseptual
rendah hingga tinggi yang memiliki ketinggian antara 1000-1500 meter di atas
permukaan laut.
Varietas jagung hibrida merupakan varietas generasi pertama hasil
persilangan antara tetua berupa galur inbrida. Varietas hibrida dapat dibentuk pada
tanaman yang menyerbuk sendiri maupun menyerbuk silang (Takdir et al. 2007).
Jagung merupakan tanaman pertama yang dibentuk dalam menghasilkan varietas
hibrida secara komersil, dan berkembang di Amerika sejak tahun 1930an
(Hallauer and Miranda 1987). Saat ini benih jagung hibrida telah banyak ditanam
di beberapa negara di dunia, salah satunya adalah Indonesia.
Jagung hibrida di Indonesia mulai di teliti pada sekitar tahun 1913, dan
kemudian dilanjutkan pada tahun 1950an. Varietas jagung Hibrida yang pertama
kali dilepas di Indonesia pada tahun 1983 yang dihasilkan oleh PT BISI, yaitu
varietas C-1 yang merupakan hibrida silang puncak (topcross hybrid), yaitu
persilangan antara populasi bersari bebas dengan silang tunggal dari Cargil.
Hingga tahun 1980an telah diciptakan beberapa benih hibrida oleh PT BSI dan
IPB, seperti: hibrida P-1, P-2, dan IPB-4. Beberapa jagung hibrida yang telah
dikembangkan dapat menghasilkan 6-7 ton per hektar pipilan kering. Hal ini
berarti peningkatan produksi jagung di Indonesia lebih banyak ditentukan oleh
produktivitas dari pada perluasan areal tanam jagung (Takdir et al. 2007).
Seiring berjalannya waktu, perkembangan varietas jagung hibrida sangat
pesat sejak tahun 1995. Hingga tahun 2006 terdapat enam perusahaan benih
jagung hibrida swasta dan BUMN, yaitu: PT Sang Hyang Seri (BUMN), PT
Pertani, PT BISI, PT Pioneer, PT Monargo Kimia, dan Syndenta. Badan Litbang
Pertanian maupun perusahaan benih swasta telah melepas varietas jagung hibrida
dengan potensi hasil 9-10 ton per hektar. Sedangkan pada tahun 2007 telah dilepas
dua varietas jagung hibrida silang tunggal, yaitu Bima-2 Batimurung dan Bima-3
Batimurung, yang masing-masing mampu berproduksi 11 ton per hektar dan 10
ton per hektar pipilan kering, toleran terhadap penyakit bulai, dan dapat
beradaptasi pada lahan optimal dan suboptimal (Deptan 2007).
Permintaan jagung yang semakin meningkat dari tahun ke tahun
menyebabkan peningkatan perkembangan adopsi inovasi pada benih jagung
hibrida. Peningkatan penerapan adopsi inovasi ini dilakukan dalam upaya
peningkatan jumalah produksi untuk memeneuhi permintaan pasar. Permintaan
yang meningkat dimanfaatkan oleh sebagian besar petani dengan menanam
jagung hbrida. Hasil petani jagung hibrida sangat berbeda dengan petani yang
menggunakan jagung komposit. Namun, biaya produksi jagung hibrida lebih
tinggi dibandingkan ddengan non hibrida, tetapi keuntungan bersih yang diperoleh
petani hibrida lebih besar (Sumaryanto 2006).
Penerapan inovasi benih jagung hibrida akan menghasilkan produktivitas
yang tinggi apabila dilakukan sesuai dengan anjuran. Berikut merupakan teknik-
teknik penanaman jagung hibrida (Rahmi et al. 2009), yaitu:
1. Penyiapan lahan
Tanah dibajak, digemburkan dan ratakan, atau tanpa pengolahan jika tanah
sudah gembur atau ringan. Besihkan lahan dari sisa-sisa tanaman dan
tumbuhan pengganggu.
2. Penanaman
Buat lubang tanam dengan tugal sedalam 5 centimeter. Jarak tanam 75
centimeter x 40 centimeter (2 tanaman per rumpun) atau 75 cm x 20 cm (1
12
tanaman per rumpun). Masukkan benih dalam lubang tanam dan tutup dengan
tanah atau pupuk kandang.
3. Pemupukan
Takaran pupuk ±450 kg urea per hektar ditambah 100-150 kg SP36 per
hektar dan 50-100 kg KCl per hektar. Pupuk diberikan dua kali, pertama: 7-10
setelah tanam (150 kg urea per hektar + 100-150 kg SP36 per hektar + 50-100
kg KCl per hektar) dan 30-35 hari setelah tanam (300 kg urea per hektar).
Pupuk diberikan dalam lubang atau larikan ±10 cm di samping tanaman dan
ditutup dengan tanah.
4. Penyiangan
Penyiangan pertama pada umur 15 hari setelah tanam. Penyiangan kedua
pada umur 28-30 hari setelah tanam, dilakukan sebelum pemupukan kedua.
5. Pengendalian hama dan penyakit tanaman
Pengendalian penyakit bulai dengan perlakuan benih, 1 kg benih dicampur
dengan 2 g Ridomil atau Saromil yang dilarutkan dalam 7.5-10.0 ml air. Hama
penggerek dikendalikan dengan pemberian insektisida Furadan 3G melalui
pucuk tanaman (± 3-4 butir per tanaman).
6. Pemberian air (khusus pada musim kering atau kemarau)
Pada saat sebelum tanam,15 hari setelah tanam (hst), 30 hst, 45 hst, 60 hst,
dan 75 hst (6 kali pemberian air). Sumber air dapat berasal dari irigasi
permukaan atau tanah dangkal (sumur) dengan pompa.
7. Panen
Jagung sudah siap dipanen jika klobot sudah mengering dan berwarna
coklat muda, biji mengkilap, dan bila ditekan dengan kuku akan mengeluarkan
air.
Kinerja Usahatani
Umumnya orang memahami pertanian sebagai suatu kegiatan menanam
berbagai jenis tanaman baik tanaman musiman atau tahunan dan tanaman pangan
ataupun non pangan dengan membuka lahan. Pengertian tersebut hanya
merupakan pengertian yang sederhana. Seiring dengan perkembangan waktu,
pertanian kini telah mengalami banyak perubahan. Pertanian kini dijadikan suatu
kegiatan dalam usaha untuk memperoleh suatu keuntungan (komersil). Pertanian
tersebut merupakan kegiatan yang dilakukan oleh manusia pada suatu lahan
tertentu, dalam hubungan tertentu antara manusia dengan lahannya yang disertai
berbagai pertimbangan tertentu pula. Ilmu usahatani adalah ilmu yang
mempelajari bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor
produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan
manfaat yang sebaik-baiknya (Suratiyah 2011).
Kinerja merupakan sebuah hasil atau output dari suatu proses (Smith 1982).
Kinerja dapat dijadikan sebagai ukuran tingkat keberhasilan dalam melakukan
suatu usaha untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai, salah satunya dalam
kegiatan usahatani. Tingkat kesejahteraan pada petani secara langsung dapat
dipengaruhi oleh kinerja usahataninya (Tajidan 2013). Pengelolaan usahatani
dengan memperhatikan kemampuan sumber daya yang dikuasai dapat
memberikan dampak bagi tingkat kinerja usahatani (Sarasutha 2002). Sumber
daya tersebut meliputi, lahan, tenaga kerja, modal, dan waktu. Kinerja yang baik
merupakan kinerja yang sukses mencapai tujuan dengan baik.
13
Teori Motivasi
Vroom (1964) mengemukakan teori motivasinya yang disebut Teori
Harapan. Pada teori ini, motivasi dipandang sebagai akibat dari hasil yang ingin
dicapai oleh seseorang dan memiliki perkiraan bahwa tindakan yang dilakukan
akan membawa mereka mengarah pada hasil yang ingin dicapainya. Jika
seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu
cukup besar, maka yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh
hal yang diinginkannya.
Suwanto (2011) mengemukakan beberapa teori dari beberapa ahli mengenai
motivasi, salah satunya teori kaitan antara imbalan dengan prestasi. Semakin
tinggi imbalan yang diperoleh maka akan semakin terdorong seseorang untuk
meningkatkan prestasinya. Pada model motivasi ini, setiap individu dapat
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, baik faktor dari individu itu sendiri
maupun faktor dari lingkungannya. Faktor-faktor tesebut yaitu: kebutuhan,
harapan pribadi, kepuasan, prestasi, pandangan orang lain mengenai dirinya,
oraganisasi tempat bekerja, situasi lingkungan, kelompok kerja, serta sistem
imbalan dan cara penerapannya.
Seseorang memiliki cadangan energi potensial. Energi tersebut dilepaskan
dan digunakan tergantung pada kekuatan dengan dorongan motivasi seseorang
dan situasi serta peluang yang tersedia. Energi tersebut dapat didorong melalui
14
motif, harapan, dan insentif. Sehingga kekuatan motivasi dapat digambarkan dari
fungsi motif, harapan dan insentif (Atkinson 1964). Kekuatan motivasi seseorang
dalam upaya melakukan suatu tindakan merupakan fungsi dari berbagai faktor,
antara lain:
1. Kekuatan yang menjadi alasan untuk bertindak merupakan terdapat dalam diri
seseorang, tingkat alasan atau motif-motif tersebut yang menggerakkan
seseorang untuk memenuhi kepentingannya;
2. Harapan merupakan kemungkinan atau keyakinan perbuatan seseorang akan
mencapai tujuannya; dan
3. Insentif merupakan nilai imbalan yang diharapkan demi tercapainya tujuan.
Fungsi dari kekuatan motivasi dapat dilihat pada gambaran fungsi dibawah ini.
Teori Inovasi
Menurut Rogers (2003), inovasi merupakan suatu ide, penerpan, atau
praktek teknologi atau sumber yang dianggap baru oleh seseorang. Inovasi tidak
hanya berkaitan dengan pengetahuan baru dan cara-cara baru, tetapi juga dengan
nilai-nilai. Oleh karenanya sebuah inovasi harus dapat menciptakan hasil yang
lebih baik dari sebelumnya, jadi selain melibatkan iptek baru, inovasi juga
melibatkan cara pandang dan perubahan sosial.
Ada beberapa manfaat yang dihasilkan dengan adanya inovasi, yaitu: (1)
peningkatan kualitas hidup manusia melalui penemuan-penemuan baru yang
membantu dalam proses pemenuhan kebutuhan hidup manusia, (2)
memungkinkan suatu perusahaan untuk meningkatan penjual dan keuntungan
yang dapat diperolehnya, (3) adanya peningkatan dalam kemampuan
mendistribusikan kreativitas ke dalam wadah penciptaan sesuatu hal yang baru,
dan (4) adanya keanekaragaman produk dan jenisnya di dalam pasar. Inovasi
dapat ditunjang oleh beberapa faktor pendukung, seperti: (1) adanya keinginan
untuk merubah diri, dari tidak bisa menjadi bisa dan dari tahu menjadi tahu, (2)
adanya kebebasan untuk berekspresi, (3) adanya pembimbing yang berwawasan
luas dan kreatif, (4) tersedianya sarana dan prasarana, dan (5) kondisi lingkungan
yang harmonis, baik lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitar.
Inovasi sebagai sebagai suatu yang dianggap bari oleh seorang individu
maupun kelompok masyarakat dikomunikasikan melalui saluran-saluran tertentu
dalam suatu sistem sosial pada jangka waktu tertentu. Hal tersebut menurut
Rogers (1983) disebut dengan difusi inovasi. Pada proses difusi inovasi terdapat
empat elemen yang pokok (Rogers 1983), yaitu:
1. Inovasi (produk, gagasan, tindakan) yang dianggap baru dan diukur secara
subjektif menurut sudut pandang individu atau kelompok masyarakat yang
menerimanya.
2. Saluran komunikasi merupakan media yang digunakan untuk menyampaikan
pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Saluran-saluran tersebut
dapat seperti saluran interpesonal dan saluran melalui media massa.
3. Jangka waktu merupakan proses keputusan inovasi dari seseorang mengetahui
hingga memutuskan untuk menerima atau menolak suatu inovasi.
15
4. Sistem sosial merupakan sekumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan
terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah sehingga dapat mencapai
tujuan bersama.
Pada kegiatan penyuluhan, adopsi dapat diartikan sebagai perubahan
perilaku-perilaku seorang individu, perubahan itu mencakup sikap, pengetahuan,
serta keterampilan. Menurut Mardikanto (1996) penerimaan inovasi biasanya
dapat diamati dengan adanya perubahan sikap pengetahuan dan atau keterampilan
secara langsung maupun tidak langsung. Penerimaan tersebut ditandai dengan
melaksanakan atau menerapkannya dengan benar.
Adopsi merupakan proses penerimaan sesuatu yang baru (inovasi) yang
ditawarkan dan diupayakan oleh pihak lain. Ada pun beberapa tahapan adopsi
inovasi sebelum masyarakat mau menerima atau menerapkannya, yaitu:
1. Awareness (kesadaran), yaitu sasaran yang mulai sadar mengenai adanya
inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh.
2. Interest (tertarik), yaitu tumbuhnya minat yang ditandai oleh keinginan untuk
bertanya atau mengetahui lebih banyak mengenai segala sesuatu yang
berkaitan dengan inovasi.
3. Evaluation (evaluasi), yaitu penilaian baik/buruk atau manfaat inovasi yang
telah diketahui informasinya secara lebih lengkap.
4. Trail (mencoba), yaitu sasaran mulai mencoba dalam skala kecil untuk lebih
meyakinkan penilaiannya, sebelum menerapkannya dengan skala yang lebih
besar.
5. Adoption (adopsi), yaitu menerima atau menerapkan dengan penuh keyakinan
berdasarkan penilaian dan uji coba yang telah dilakukan/diamati sendiri.
Ketika seseorang atau kelompok masyarakat menerima suatu inovasi,
terdapat 5 tipologi (Gambar 1) penerima adopsi yang ideal menurut Rogers (1983),
yaitu:
1. Inovator adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba hal-hal
baru. Orang-orang ini biasanya memiliki gaya hidup yang dinamis diperkotaan
dan memiliki banyak teman atau relasi. Kelompok ini keberadaannya sekitar 2
samapi 3 persen saja dalam populasi.
2. Pengguna awal (early adopter) dicirka selalu mencari informasi mengenai
inovasi dan kategori adopter ini menghasilkan lebih banyak opini dibandingkan
kategori lainnya. Keberadaan kelompok ini berkisar 14 persen dari populasi.
3. Mayoritas awal (early majority) dicirkan berkompromi secara hati-hati
sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam
kurun waktu yang lama. Orang-orang ini seperti menjalankan fungsi penting
untuk menunjukkan kepada seluruh komunitasnya bahwa sebuah inovasi layak
untuk digunakan atau bermanfaat. Keberadaan kelompok ini dalam populasi
sebanyak 34 persen.
4. Mayoritas akhir (late majority) dicirikan pada kelompok individu yang lebih
berhati-hati mengenai fungsi dari sebuah inovasi. Mereka akan menunggu
hingga banyak orang yang menggunakan inovasi tersebut sebelum mereka
mengambil sebuah keputusan. Keberadaan kelompok ini dalam suatu populasi
sebanyak 34 persen.
5. Kaum lamban (laggard) dicirikan pada kelompok orang yang terakhir
melakukan inovasi. Umunya mereka masih bersifat tradisional dan segan
menerima atau mencoba hal-hal yang baru. Saat kelompok ini menerima
16
inovasi, maka kebanyakn orang lain justru sudah mengadopsi inovasi lainnya.
Keberadaan kelompok ini dalam suatu populasi sebanyak 16 persen.
(X2) Pendidikan
(X7) Ketersediaan sarana
(Y) dan prasarana
(X3) Pengalaman Motivasi
berusahatani Petani
(X8) Ketersediaan modal
(X4) Jumlah tanggungan
keluarga (X9) Intensitas penyuluh
Umur
Umur merupakan faktor psikologis karena semakin tinggi umur seseorang
maka semakin menurun kerja otot seingga terkait dengan kerja indera yang
seluruhnya mempengaruhi daya belajar. Pada masa remajamenjelang kedewasaan,
perkembangan jauh lebih maju (Padmowihardjo 1994). Umur produktif untuk
bekerja pada negara-negara berkembang umumnya adalah 15-55 tahun (Bakir dan
Manning 1984). Petani-petani yang lebih tua tampaknya kurang termotivasi
menerima hal-hal baru dari pada mereka yang umurnya relatif muda. Petani yang
berumur lebih muda biasanya memiliki semangat yang lebih tinggi dibandingkan
petani yang lebih tua (Soekartawi 1988).
Pendidikan
Pendidikan formal ataupun nonformal sangat mempengaruhi pengetahuan,
keterampilan dan sikap seseorang. Kualitas sumber daya manusia salah satunya
ditentukan oleh pendidikannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
maka kualitas kerjanya semakin meningkat pula (Syahyuti 2006). Pendidikan
membuka wawasan dan pikiran seseoran untuk menerima sesuatu yang baru dan
berpikir secara ilmiah, begitu pula dengan petani. Petani yang memiliki
pendidikan yang lebih tinggi, pandai, dan memiliki pengetahuan yang luas
cenderung ralatif lebih cepat dalam menerima sesuatu yang baru (Wiriaatmadja
1977). Pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara dan pola pikr petani.
pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang muda menyebabkan petani lebih
dinamis. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin efisien dia
bekerja dan semakin banyak juga mengetahu serta mengikuti cara-cara
18
berusahatani yang lebih produktif dan lebih menguntungkan (Soeharjo dan Patong
1973).
Pengalaman Berusahatani
Pengalaman merupakan kepemilikan pengetahuan yang dialami seseorang
dalam kurun waktu tertentu sebagai hasil belajar selama hidupnya
(Padmowihardjo 1994). Pengalaman yang baik cenderung akan mendorong
seseorang untuk menerapkan perilaku yang sama untuk situasi berikutnya.
Melalui pengalaman seseorang akan menghubung-hubungkan hal-hal yang terjadi
pada sebelumnya dalam proses belajar untuk dijadikan pedoman pada situasi
selanjutnya. Hal serupa juga diungkapkan oleh van den Ban dan Hawkins (1999),
yang menyatakan bahwa melalui pengalaman seseorang dapat memperbaiki
kemampuannya untuk melakukan suatu pola sikap. Pengalaman berusahatani yang
lebi lama akan membuat petani lebih selektif dan tepat dalam upaya penerapan
inovasi dibandingkan dengan pengalaman yang lebih sedikit.
Mosher (1987) menyatakan bahwa pengalaman usahatani merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi aktivitas petani dalam usahataninya, dimana cita-
cita petani berdasarkan pengalaman yang baik mengenai cara bercocok tanam
yang baik dan menguntungkan akan mempengaruhi terlaksananya pembangunan
pertanian. Berdasarkan pengalaman yang sudah dilalui oleh petani, maka mereka
dapat belajar dan memperbaiki hal-hal yang dianggap tidak efisien dalam
usahataninya sehingga dapat memperbaiki aktivitas usahatani yang tidak efissien.
Kekosmopolitan
Sifat kosmopolitan pada suatu individu dapat dicirikan oleh beberapa atribut
yang membedakanya dengan orang lain pada komunitasnya, yaitu: (1) individu
tersebut memiliki status sosial-ekonomi yang lebih tinggi, (2) partisipasi sosial
yang lebih tinggi, (3) lebih banyak berhubungan dengan pihak luar, (4) lebih
banyak menggunakan media massa, dan (5) memiliki lebih banyak hubungan
dengan orang lain maupun lembaga di luar komunitasnya (Rogers 1983). Petani
yang memiliki sifat kosmopolitan cenderung akan lebih terbuka terhadap suatu
inovasi. Hal ini disebabkan karena sifat kosmopolitan memungkinkan petani
untuk meningkatkan wawasannya dan sekaligus belajar atas keberhasilan orang
lain yang berada di luar daerahnya. Kondisi tersebut akan mendorong petani untuk
tanggap terhadap peluang-peluang yang berpotensi menghasilkan pendapatan
yang lebih tinggi (Wiriaatmadja 1983).
Kepemilikan Modal
Modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor
produksi lainnya menghasilkan produk baru (Hernanto 1969). Modal dapat
berasal dari petani ataupun luar petani (pinjaman melalui lembaga perkreditan).
Tersedianya kredit (modal) ini dangat dibutuhkan oleh petani, yang merupakan
kekuatan yang sangat menentukan kecepatan dan keberhasilan suatu penyuluhan
(Mardikanto 1993). Modal yang dimiliki petani digunakan untuk pengadaan
sarana produksi, seperti: benih, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja. Keberadaan
modal tersebut sangat menentukan tingkat atau jenis teknologi yang akan
diterapkan oleh petani.
Intensitas Penyuluhan
Penyuluhan pertanian yang diberikan kepada para petani merupakan salah
satu pendidikan nonformal dibidang pertanian. Kegiatan tersebut dilakukan
dengan harapan petani dapat memperluas pengetahuannya, mengembangkan
sumberdaya manusia yang dimilikinya, serta memperbaiki kehidupan diri dan
keluarganya secara mandiri sehingga dapat berkontribusi dalam kegiatan
pembangunan pertanian. Peranan penyuluh adalah untuk menyadarkan petani
mengenai suatu inovasi dan memberikan dorongan untuk melakukan usahtani
dengan lebih baik dan efisien. Penyuluh dinilai berhasil apabila mampu
menimbulkan perubahan dalam aspek perilaku petani yang mengarah pada
perbaikan taraf kehidupan (Mosher 1987).
Kinerja penyuluh yang baik akan mempengaruhi perilaku petani dengan
meningkatkan kompetensi dan partisipasi petani (Bahua 2010). Para penyuluh
akan menyebarkan segala informasi yang berkaitan dengan usahatani petani
termasuk menyampaikan inovasi kepada petani. Informasi yang melimpah sangat
diperlukan petani dalam menjalankan usahanya dengan berbagai metode dan
media agar dapat diterima dengan baik dan akan membuat perubahan perilaku
pada petani.
Kerangka Penelitian
tujuan ini diharapkan dapat memperlihatkan manfaat dari adanya inovasi benih
jagung hibrida untuk meningkatkan produktivitas usahatani.
(X1) Umur
(X2) Pendidikan
(X3) pengalaman berusahatani
(X4) Jumlah tanggungan
keluarga
Early Late (X5) Luas lahan garapan
majority majority (X6) Kekosmopolitan
(X7) Ketersediaan sarana dan
prasaran
(X8) Ketersediaan modal
(X9) Intensitas penyuluhan
Implikasi Kebijakan
Keterangan :
Uji beda
Uji korelasi
beda dua sampel tidak berhubungan (chi-square). Tingkat motivasi petani diukur
menggunakan dua indikator yaitu, sumber motivasi dan motivasi berinovasi.
Motivasi petani untuk menerapakan inovasi dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, baik dari petani itu sendiri maupun kondisi lingkungan sekitarnya
(Winardi 2002). Oleh karenanya tujuan ketiga dalam penelitian ini menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi petani dalam menerapkan inovasi
benih jagung hibrida. Beberapa penelitian menyebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi dalam penerapan inovasi berasal dari internal petani dan
lngkungan eksternal petani (Rukka 2003, Listiana 2012, dan Satriani et al. 2013).
Berdasarkan konsep teori dan berbagai penelitian mengenai motivasi, maka dalam
penelitian ini digunakan sebanyak sembilan variabel yang dapat mempengaruhi
motivasi petani dalam penerapan inovasi benih jagung hibrida tersebut. Variabel-
variabel tersebut terdiri dari: umur (X1), pendidikan (X2), pengalaman
berusahatani (X3), jumlah tanggungan keluarga (X4), luas lahan garapan (X5),
kekosmopolitan (X6), ketersediaan sarana dan prasarana (X7), ketersediaan modal
(X8), dan intensitas penyuluhan (X9). Secara skematis, kerangka penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 3.
Hipotesis Penelitian
4 METODE PENELITIAN
kering, yakni desa Gunung Malang dan Seruni Mumbul. Selain itu dasar
pemilihan kedua desa karena menurut keterangan dari UPP Kecamatan
Pringgabaya, masih ada petani pada kedua desa ini yang tidak menanam jagung
hibrida.
Tabel 1 Luas panen dan produksi jagung per kecamatan di Kabupaten Lombok
Timur Tahun 2011-2013
Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)
No. Kecamatan
2011 2012 2013 2011 2012 2013
1 Keruak 24 174 15 111 796 71
2 Jerowaru 1041 2581 2246 4823 14146 12886
3 Sakra 84 117 33 404 579 172
4 Sakra barat 176 19 55 927 89 262
5 Sakra timur 14 97 16 76 478 84
6 Terara 432 339 25 2331 1831 142
7 Montong gading 13 36 12 65 170 60
8 Sikur 201 21 18 993 97 85
9 Masbagik 64 44 40 308 210 201
10 Pringgasela 20 25 30 98 113 143
11 Sukamulia 0 2 0 0 8 -
12 Suralaga 13 - 3 68 - 16
13 Selong 79 82 129 379 414 683
14 Labuhan haji 710 838 658 3690 4643 3816
15 Pringgabaya 5475 4085 4036 29462 23838 24659
16 Suela 822 1346 1281 4529 7800 7772
17 Aikmel 1734 1181 850 8579 6998 5273
18 Wanasaba 2858 2363 2027 15390 13856 12442
19 Sembalun 217 118 234 1150 592 1228
20 Sambelia 1607 1695 2122 8899 9293 12178
Jumlah/total 15584 15163 13830 82282 85960 82173
Sumber : Katalog Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Timur (Lombok Timur dalam Angka
2014.
Penentuan Responden
Populasi pada penelitian ini adalah petani jagung yang menerapkan inovasi
benih jagung hibrida dan yang tidak menggunakan di Kabupaten Lombok Timur.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah petani jagung yang menjadi pengambil
keputusan utama dalam usahataninya. Metode penentuan sampel dilakukan secara
purposive sampling, karena data mengenai jumlah populasi petani yang
menggunakan dan yang tidak menggunakan benih jagung hibrida tidak tersedia.
Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 100 responden, yang dimana 100
responden ini akan dibagi menjadi beberapa sub populasi sesuai dengan tujuan
penelitian.
Pada tujuan pertama untuk menganalisis kinerja usahatani, sampel dibagi
menjadi dua sub populasi, yakni petani yang tidak menerapkan inovasi (20
responden) dan petani yang menerapkan inovasi (80 responden). Menjawab tujuan
kedua mengenai tingkat motivasi hanya digunakan sub populasi petani yang
menerapkan inovasi sebanyak 80 responden. Kemudian dari sub populasi ini
dibagi lagi menjadi dua kategori sub populasi, yakni early majority dan late
majority masing-masing sebanyak 40 responden. Pemilihan kedua kategori
adopter ini atas pertimbangan bahwa kedua kategori ini persentase keberadaannya
24
Tidak
menerapkan
Kinerja inovasi (20)
Usahatani
Menerapkan
inovasi (80)
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data primer dan
sekunder. Jenis data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari petani
jagung sebagai responden dalam penelitian ini dan dikumpulkan secara khusus
untuk tujuan penelitian yang sedang dilakukan. Data yang akan diperoleh dari
petani berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari petani
yang kemudian diskor dan disusun menjadi data interval. Data-data tersebut
seperti: kinerja usahatani, tingkat motivasi petani jagung, dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan motivasi. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2. Sedangkan
jenis data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dari pihak-pihak terkait
25
dalam menjawab tujuan penelitian ini, baik melalui bahan acuan yang telah
dipublikasikan maupun dari pihak-pihak terkait seperti, lembaga-lembaga
pemerintahan yang menyediakan data guna melengkapi penelitian ini. Data-data
sekunder ini seperti: data produksi jagung, luas panen jagung, teori-teori yang
berkaitan dengan penelitian ini, yang disediakan oleh BPS dan pihak-pihak yang
terkai lainnya.
Tabel 2 Alat analisis, jenis, dan sumber data yang digunakan berdasarkan tujuan
penelitian
Tujuan Penelitian Jenis dan Sumber Data Alat Analisis
1. Kinerja usahatani dan - Jenis data: kuantitatif - Analisis usahatani
perbedaan kinerja usahatani (pendapatan) - Uji beda (t-test)
- Sumber data: petani
2. Tingkat motivasi dan - Jenis data: kuantitatif - Skala likert
perbedaan tingkat motivasi (data ordinal) - Uji beda (chi-
- Sumber data: petani square)
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan
variabel terikat. Pengukuran variabel-variabel tersebut didasarkan pada konsep
teori yang terbukti secara empiris, sehingga dapat digunakan di lapangan dan
mampu diukur sebagaimana seharusnya. Pada penelitian ini akan mengukur 3
variabel utama, yaitu: kinerja usahatani dengan 3 variabel indikator, tingkat
motivasi dengan 2 variabel indikator, dan faktor-faktor yang berkorelasi dengan
motivasi petani dalam menerapkan inovasi benih jagung hibrida dengan
menggunakan 9 variabel indikator. Masing-masing indikator dan definisi
operasional dapat dilihat pada Tabel 3, Tabel 4 dan Tabel 5.
Kinerja Usahatani
Mengukur kinerja usahatani digunakan 3 variabel indikator, yaitu:
produktivitas, harga, dan pendapatan yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.
Pemilihan variabel didasarkan pada teori dan penelitian sebelumnya yang
dilakukan Sadjudi (2009), Darmawan et al. (2013), dan Suratiyah (2011).
kerangka suatu konsep, dan (3) validitas eksternal merupakan alat ukur baru yang
akan digunakan dimana telah dihubungkan dengan alat ukur lama valid (Arikunto
1998).
Pada penelitian ini dilakukan uji validitas konstruk, yaitu dengan menyusun
tolak ukur operasional dari suatu konsep dan teori dengan cara pemahaman atau
logika berpikir atas dara pengetahuan ilmiah. Dalam hal ini, isi instrumen
disesuaikan dengan konsep dan teori yang telah dikemukakan para ahli serta
melakukan konsultasi kepada pihak yang menguasai materi yang ada pada
instrumen penelitian.
Uji reabilitas instrumen dilakukan untuk menunjukan bahwa suatu
instrumen dapat dipercaya sebagai alat ukur dalam pengumpulan data. Reabilitas
adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan sejauhmana suatu hasil
pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih
(Singarimbun dan Effendi 1989). Pengujian dilakukan dengan uji Alpha (Arikunto
1998) dengan rumus.
𝑘 𝑉𝑖
𝛼= 1−
𝑘−1 𝑉𝑡
Keterangan:
α = reabilitas alat ukur
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyak soal
Vi = jumlah varians butir pertanyaan
Vt = varians total
Analisis Data
Analisis Usahatani
Analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan pertama dengan analisis
kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatiif digunakan untuk menjelaskan
masing-masing variabel indikator. Analisis kuantitatif akan digunakan pada
variabel produktivitas dan pendapatan usahatani. Perhitungan produktivitas
dilakukan dengan membagi total produksi per satuan lahan. Sedangkan untuk
pendapatan usahatani dilakukan dengan analisis usahatani. Analisis usahatani
yang dilakukan dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Soekartawi
(1995) sebagai berikut.
𝜋 = 𝑇𝑅 − 𝑇𝐶
Keterangan:
𝜋 = pendapatan
TR = total revenue (total penerimaan)
TC = total cost (total biaya)
Terdapat beberapa istilah penting yang harus diketahui pada saat
melakukan analisis usahatani (Suratiyah 2011), yaitu:
1. Produk total (Y) adalah jumlah produksi per usahatani dengan satuan kilogram
(kg).
2. Harga produk (P) adalah harga per unit dengan satuan Rp per kg.
3. Penerimaan atau hasil produksi (TR) adalah jumlah produksi dikalikan harga
produk (𝑇𝑅 = 𝑌. 𝑃) dengan satuan rupiah (Rp).
29
4. Biaya variabel per unit (VC) adalah biaya yang bergantung pada besar kecilnya
produksi (Prawirokusumo 1980). Biaya ini digunakan untuk membeli atau
menyediakan bahan baku yang habis dalam satu kali produksi, misalnya biaya
sarana produksi dan tenaga kerja luar per usahatani dengan satuan rupiah (Rp).
5. Biaya tetap (FC) adalah biaya yang dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi
(Mubyarto 1994), misalnya biaya sewa lahan, pajak lahan, dan penyusutan alat.
Biaya penyusutan alat dapat dihitung dengan rumus di bwah ini.
6. Biaya total (TC) adalah jumlah biaya variabel dan biaya tetap dengan satuan
rupiah (Rp).
7. Pendapatan petani (I) adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total
dengan satuan rupiah (Rp).
8. Tenaga kerja yang dicurahkan adalah jumlah tenaga kerja keluarga ditambah
dengan jumlah tenaga kerja luar keluarga per usahatani dengan satuan HKO.
𝑋1 − 𝑋2
𝑡=
𝑆12 𝑆2
+ 𝑛2
𝑛1 2
Keterangan :
𝑋1 : rata-rata indikator kinerja usahatani petani yang tidak menerapkan inovasi
𝑋2 : rata-rata indikator kinerja usahatani petani yang menerapkan inovasi
𝑛1 : jumlah sampel X1
𝑛2 : jumlah sampel X2
𝑆12 : varian sampel X1
𝑆22 : varian sampel X2
3. Menentukan t hitung
4. Menentukan t tabel
Tabel distribusi z dicari pada α = 10 persen : 2 = 5 persen (uji dua arah) dengan
derajat kebebasan (df) = n – 2. Dengan pengujian dua arah (signifikansi = 0.05)
hasil diperoleh untuk menentukan daerah penerimaan atau penolakan H0.
5. Membandingkan nilai t hitung dengan t tabel
6. Pengambilan kesimpulan
Jika t hitung > t tabel maka tolak H0, namun jika t hitung < t tabel maka terima
H0.
Skala Likert
Analisis data yang digunakan sesuai dengan tujuan penelitian. Tujuan kedua
untuk mengetahui tingkat motivasi petani dalam menerapkan inovasi benih
hibrida digunakan perhitungan dengan metode skala Likert. Selain itu metode
skala Likert juga digunakan untuk menjawab tujuan ketiga yakni mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi petani. Menurut Simamora (2004),
skala Likert adalah skala yang memberi peluang kepada responden untuk
mengekspresikan perasaan mereka dalam bentuk persetujuan suatu pernyataan.
Skala Likert digunakan untuk mengukur pendapat, sikap, dan persepsi seseorang
atau kelompok tertentu mengenai suatu kejadian atau gejala sosial (Riduwan dan
Kuncoro 2013).
Pada metode skala Likert, masing-masing variabel penelitian akan
dijabarkan dalam bentuk indikator-indikator yang dapat diukur. Indikator tersebut
dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam pembuatan kuisioner berupa pertanyaan
atau pernyataan yang dijawab oleh responden. Pada penelitian ini menggunakan
pertanyaan positif yang memiliki total skor sebesar 5, dimana kategori sangat
setuju memiliki skor 5 sedangkan sangat tidak setuju memiliki skor 1. Penentuan
kategori interval tinggi, sedang dan rendah pada tingkat motivasi digunakan
rumus sebagai berikut:
𝑁𝑇 − 𝑁𝑅
𝐼=
𝐾
Keterangan:
I = Interval
NT = Total nilai tertinggi
NR = Total nilai terendah
K = Kategori jawaban
Analisis Chi-Square
Uji chi-kuadrat merupakan analisis non-parametrik yang digunakan untuk
mengetahui perbedaan antar populasi atau kelompok. Variabel yang digunakan
memiliki jenis data berskala nominal atau ordinal. Rumus yang digunakan dalam
alat analisis chi-kuadrat adalah sebagai berikut (Lind et al. 2008):
(𝑓𝑜 −𝑓𝑒 )2
𝑋2 = dengan derajat kebebasan, 𝑑𝑘 = 𝑘 − 1
𝑓𝑒
31
Keterangan:
𝑋2 = chi-kuadrat
fo = frekuensi observasi/pengamatan
fe = frekuensi ekspetasi/harapan
dk = derajat kebebasan
k = jumlah kategori
6 𝑁
𝑖=1 𝑑𝑖
2
𝑟𝑠 = 1 −
𝑁3 − 𝑁
Keterangan:
rs = koefisien korelasi rank spearman
di = perbedaan antara dua ranking variabel xi dan yi
N = jumlah sampel
Jika ditemukan adanya dua subyek atau lebih yang memiliki nilai sama
untuk variabel yang sama, maka digunakan rumus koefisien korelasi sebagai
berikut:
𝑥2 + 𝑦2 − 𝑑2
𝑟𝑠 =
2 𝑥2 𝑦2
Keterangan:
rs = koefisien korelasi rank spearman
x = skor masing-masing pertanyaan tiap responden
y = skor total semua pertanyaan dari tiap responden
d = selisih atara rank bagi x dan y
32
menanam varietas Srikandi dan turunan jagung hibrida. Jenis sarana produksi
seperti pupuk dan pestisida digunakan oleh seluruh petani. Pupuk yang umumnya
digunakan petani jagung adalah pupuk urea dan ponska. Teknis pemupukan yang
sesuai belum dilakukan oleh petani, mengingat penggunaan pupuk oleh petani
sesuai dengan keterbatasan dalam pembelian pupuk. Hal yang serupa juga
dilakukan petani untuk sarana produksi pestisida, dimana penggunaannya
bergantung pada ada atau tidaknya serangan hama dan penyakit tanaman saat
penanaman.
Upaya perlindungan tanaman terhadap hama dan penyakit tanaman telah
dilakukan oleh para petani. Rata-rata petani hanya menggunakan obat-obatan
herbisida dan insektisida. Jenis dan dosis penggunaan obat-obatan masih kurang
diperhatikan oleh para petani, hal ini karena kurangnya informasi mengenai obat-
obatan pengendalian hama dan penyakit tanaman, serta keterbatasan modal
karena harga obat-obatan bagi petani cukup mahal.
Produksi jagung pada lahan kering pada wilayah penelitian masih belum
maksimal. Hal ini disebabkan karena usahatani jagung hibrida dikembangkan
pada lahan kering masih bersifat tradisional. Usahatani jagung dilakukan dalam
upaya untuk memenuhi kebutuhan. Petani pada wilayah penelitian belum
sepenuhnya mengadopsi inovasi benih jagung hibrida sesuai dengan anjuran dan
penerapan inovasi masih terbatas pada ketersediaan modal yang dimiliki petani.
Penjualan jagung umumnya dalam bentuk tongkol dan pipilan kering.
Jagung dalam bentuk tongkol biasanya dijual secara borongan dengan
mendatangkan langsung pedagang pengumpul ke lahan jagung. Sedangkan jagung
pipilan di panen oleh pihak yang akan melakukan proses pemipilan dengan
menggunakan mesin pipil. Perbedaan cara panen akan berpengaruh terhadap
perbedaan harga jual jagung. Sisa-sisa hasil panen berupa tanaman jagung
umumnya dibiarkan di lahan yang nantinya akan diambil oleh para peternak
sekitar yang merupakan kerabat petani.
Kegiatan kelompok tani masih jarang dilakukan oleh para petani. petani
lebih banyak melakukan usahatani secara individual. Salah satu kegiatan
kelompok tani yakni, bertukar informasi mengenai usahatani antar anggota
kelompok jarang dilakukan. Kelompok tani berfungsi ketika akan diberikan
bantuan dari pemerintah. Hanya petani yang terdaftar sebagai salah satu anggota
dari kelompok tani pada wilayah tersebut akan diberikan bantuan. sehingga petani
harus terdaftar sebagai anggota pada salah satu kelompok tani untuk mendapatkan
bantuan pemerintah.
Karakteristik Responden
Umur
Tingkat umur petani pada umumnya dapat mempengaruhi kemampuan kerja,
karena semakin bertambahnya umur maka semakin menurun tingkat
produktivitasnya dalam bekerja. Umur petani yang lebih muda biasanya memiliki
34
semangat yang lebih tinggi dalam bekerja dibandingkan dengan umur yag lebih
tua (Soekartawi 1988). Responden yang berada di wilayah Kecamatan
Pringgabaya ini memiliki usia antara 22-70 tahun baik petani hibrida maupun non
hibrida
Menurut Bakir dan Manning (1984) umur produktif seseorang dalam
bekerja berada antara 15-55 tahun. Mayoritas responden petani jagung pada
penelitian ini memiliki usia yang produktif, karena sebagian besarnya memiliki
umur 22-55 tahun dengan persentase total sebesar 86 persen. Sedangkan 14 persen
petani memiliki usia yang sudah tidak produktif lagi, yakni di atas 55 tahun. Rata-
rata untuk setiap kelompok petani memiliki umur berada pada katagori sedang,
dengan masing-masing memiliki umur rata-rata: petani non-hibrida 41 tahun,
petani hibrida early majority 54 tahun, dan petani hibrida late majority 36 tahun.
Persentase umur pada masing-masing kategori petani dapat dilihat pada Tabel 6.
Pendidikan
Pendidikan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting karena melalui
pendidikan seorang petani dapat meningkatkan pengetahuan serta
keterampilannya, sehingga dapat mempengaruhi pola pikir dan cara bekerja petani
dalam usahataninya. Lamanya responden memperoleh pendidikan menyebar dari
tidak pernah sekolah hingga tamat SLTA. Tingkat pendidikan yang rendah
memiliki indikator dari petani yang tidak pernah mendapat pendidikan hingga
tingkat SD dan berada pada kisaran 0–6 tahun. Tingkat pendidikan sedang berada
pada tingkat pendidikan SLTP hingga SLTA atau 7–12 tahun. Sedangkan untuk
kategori tinggi berada pada tingkat pendidikan Perguruan Tinggi atau di atas 12
tahun. Total responden pada penelitian ini yang memiliki pendidikan rendah
sebanyak 86 persen, sedangkan sisanya 14 persen memiliki pendidikan yang
sedang. Rendahnya pendidikan pada responden karena alasan biaya pendidikan
dan membantu orang tua mereka sejak kecil dalam bertani untuk memenuhi
kebutuhan mereka sehari-hari. Namun dibalik keterbatasan petani dalam hal
pendidikan tidak menghambat mereka untuk melakukan usahataninya.
Pengalaman petani saat membantu orang tua sejak kecil dapat dijadikan bekal
untuk memulai usahatani jagungnya hingga saat ini.
Pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi petani dalam menerima
sebuah inovasi. Hal ini disebabkan karena pendidikan akan memberikan
pengetahuan luas dan pikiran yang lebih terbuka terhadap hal-hal baru. Selain itu
pendidikan dapat membantu seseorang dalam meningkatkan keterampilannya
dalam bekerja, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula
kualitas kerja yang dihasilkan (Syahyuti 2006). Selain itu, 86 persen petani
dengan pendidikan yang rendah mengalami kesulitan dalam membaca, hal ini
35
lahan terdapat 3 jenis, yakni milik sendiri, pinjaman, dan HKM (Hutan
Kemasyarakatan). Sebanyak 9 persen total petani responden merupakan petani
yang memiliki status lahan HKM. HKM merupakan salah satu program
pemerintah yang memberdayakan petani disekitar hutan lindung. Para petani
diberikan pinjaman berupa lahan untuk dikelola dalam upaya peningkatan
kesejahteraan hidupnya dengan cara bercocok tanam melalui usahatani jagung.
Sebanyak 81 persen total petani responden memiliki lahan sendiri yang diperoleh
melalui warisan maupun membeli. Sedangkan total petani responden yang
memiliki status lahan sewa sebanyak 7 persen. Sisanya 3 persen merupakan total
petani responden yang sebagian memiliki lahan sendiri dan sebagiannya lagi
merupakan lahan sewa. Secara rinci data mengenai luas lahan dan statusnya dapat
dilihat pada Tabel 10.
Status kepemilikan lahan biasanya dijadikan sebagai suatu indikator bagi
kesejahteraan masyarakat pedesaan. Hal ini karena status kepemilikan lahan dapat
menggambarkan keadaan dari kepemilikan faktor produksi yang paling utama
dalam kegiatan usahatani (Suhartini dan Mintoro 1996). Namun, status
kepemilikan lahan tidak sepenuhnya dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan
dari suatu masyarakat, karena masih banyak faktor-faktor lainnya yang lebih
berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat. Menurut Mosher (1987), petani
yang memiliki status kepemilikan lahan milik sendiri akan lebih merasa bebas dan
terjamin saat menjalankan usahataninya, karena tidak terikat oleh waktu dan tanpa
harus mempertimbangkan keinginan orang lain yang menjadi pemiliki lahan.
Kekosmopolitan
Kekosmopolitan petani merupakan sifat keterbukaan petani dalam
menerima informasi-informasi baru yang berkaitan dengan usahatani jagungnya.
Memiliki sifat kosmopolit memungkinkan petani untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya, sehingga hal ini dapat mendorong petani untuk
tanggap terhadap peluang-peluang yang ada (Wiriaatmadja 1983). Secara rinci
kekosmopolitan petani diukur dari 5 indikator pertanyaan yang telah disajikan
pada Tabel 11. Pada kedua jenis kategori petani jagung hibrida memiliki nilai
kekosmopolitan yang rendah. Hal ini disebabkan karena pendidikan dan keadaan
ekonomi petani yang rendah menyulitkan mereka menerima informasi dalam
bentuk informasi pada media massa seperti majalah, koran, televisi maupun radio
berkaitan dengan usahatani jagung.
Keterangan :
1 : Tidak pernah
2 : Kadang-kadang
3 : sering
saat yang lalu terjadi kelangkaan terhadap pupuk, sehingga beberapa petani
mengalami kesulitan untuk memperoleh pupuk, selain itu harganya yang cukup
tinggi membuat petani membeli pupuk sesuai dengan modal yang ada. Hal ini
menyebabkan petani tidak memberikan pupuk sesuai dengan anjuran dan pada
akhirnya akan mempengaruhi produktivitas yang dihasilkan. Namun untuk tahun
ini ketersediaan pupuk sudah mulai banyak tersedia, sehingga petani mudah untuk
memperolehnya. Bantuan pupuk sempat diberikan pemerintah, namun terjadi
beberapa masalah sehingga petani harus tetap membayar untuk mendapatkan
pupuk tersebut.
Jenis dan jumlah benih unggul yang 0.00 0.00 100.00 100
tersedia
Kondisi dari rumah ke pasar atau lokasi 0.00 0.00 100.00 100
pemasaran
Keterangan :
1 : tidak tersedia, buruk
2 : Kadang-kadang, agak baik
3 : Sering, baik
Ketersediaan Modal
Modal merupakan salah satu faktor yang dapat memperlancar bagi
ketersediaan sarana produksi. Ketersediaan modal dapat memaksimalkan kegiatan
usahatani. Jika ketersediaan modal banyak maka input produksi seperti benih,
pupuk dan obat-obatan tidak akan mengalami kekurangan sesuai dengan anjuran.
Hal ini tentu saja mempengaruhi kinerja dari usahatani itu sendiri. Pada
pengelolaan usahatani, modal merupakan salah satu faktor yang sangat pending
bagi petani, karena dengan adanya modal petani dapat menyediakan faktor
produksi seperti alat pertanian, benih, pupuk, serta obat-obatan yang dibutuhkan.
Selain itu modal juga dapat menentukan tingkat penggunaan teknologi pada
usahatani yang dilakukan. Semakin tinggi modal yang ada maka semakin tinggi
pula teknologi yang digunakan agar usahatani berjalan dengan efektif dan efisien.
Rata-rata modal yang dibutuhkan petani untuk usahatani jagung hibrida sebesar
Rp3 897 003 per hektar untuk petani katagori ealy majority dan sebesar Rp4 224
41
281 per hektar untuk petani katagori late majority. Secara lebih jelas
perbandingan kepemilikan modal petani dapat dilihat pada Gambar 5.
Sumber modal yang digunakan dalam usahatani jagung ini sebanyak 90 persen
petani responden berasal dari pinjaman. Pinjaman tersebut ada yang berasal dari
pinjaman melalui bank dan ada juga yang meminjam pada keluarga atau teman
terdekat. Bunga pinjaman melalui bank sangat jauh lebih sedikit dibandingkan
meminjam pada keluarga atau teman, karena bunga pinjaman di luar bank bisa
mencapai hampir 25 persen. Petani mengetahui bunga pinjaman petani di bank
lebih rendah dibandingkan meminjam kepada keluarga atau teman, namun petani
tidak mau kesulitan dalam memenuhi persyaratan yang diberikan oleh pihak bank.
Sedangkan sebanyak 10 persen petani responden memiliki sumber modal sendiri
untuk usahatani jagungnya.
Kepemilikan Modal
milik
sendiri
10%
pinjaman
90%
Gambar 5 Kepemilikan modal petani responden
Intensitas Penyuluhan
Kegiatan penyuluhan merupakan salah satu bentuk pendidikan non formal
yang diberikan kepada petani. kinerja penyuluh yang baik akan mempengaruhi
perilaku petani dengan meningkatkan kompetensi dan partisipasinya pada
kegiatan penyuluhan (Bahua 2010). Intensitas penyuluh diukur melalui kuantitas
dan kualitas penyuluhan yang diberikan kepada petani. indikator-indikatornya
meliputi frekuensi penyuluhan yang diberikan penyuluh, frekuensi petani
mengikuti penyuluhan, kesesuaian materi yang diberikan penyuluh, serta
pemahaman materi penyuluhan oleh petani. Berikut merupakan Tabel 13
mengenai intensitas peyuluhan, kehadiran petani, dan intensitas petani mencari
penyuluh untuk memecahkan masalah usahatani jagung.
Intensitas penyuluhan pada petani responden jagung hibrida memiliki rata-
rata sebanyak 5 kali dalam setahun terakhir. Namun intensitas kehadiran petani
mengikuti penyuluhan masih tergolong rendah, yakni rata-rata 2 kali dalam
setahun. Jika dillihat dari fungsinya, kegiatan penyuluhan berfungsi untuk
memberikan informasi-informasi kepada petani terkait dengan usahataninya
sehingga membantu petani menjalankan usahataninya dengan baik dan
memperoleh hasil produksi serta pendapatan yang tinggi. Namun dilihat dari
kondisi petani responden, pada umumnya tidak tertarik dengan adanya kegiatan
tersebut. Menurut hasil dari wawancara pada petani responden, mereka mengaku
materi yang diberikan penyuluh tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan petani,
serta dianggap berbeda dengan kondisi sebenarnya dilapangan. Hal ini
42
Pendapatan
dikeluarkan oleh petani adalah biaya variabel. Biaya variabel terdiri dari biaya
benih, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja. Sedangkan biaya tetap terdiri dari
sewa lahan, pajak lahan, penyusutan alat-alat.
Tabel 16 Sebaran jumlah penggunaan dan harga pupuk petani jagung non-hibrida
dan hibrida di Kecamatan Pringgabaya
Jumlah Pupuk Harga Pupuk
Petani Urea Ponska Urea Ponska
(Kg/ha) (Kg/ha) (Rp/kg) (Rp/kg)
Non-hibrida 100-300 75-200 2 500-3 000 2 200-3 000
Hibrida 100-300 100-300 2 250-3 000 2 200-3 000
Salah satu biaya utama yang membedakan biaya total antara petani hibrida
dan non-hibrida adalah harga benih jagung. Harga jagung non hibrida berkisar
antara Rp25 000–Rp30 000 per kilogram, sedangkan benih jagung hibrida
berkisar antara Rp50 000–Rp60 000 per kilogram. Umumnya petani membeli
benih di toko pertanian dan pedagang keliling. Khusus untuk petani non-hibrida
yang menggunakan benih turunan hibrida membeli pada teman atau keluarganya.
Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 18. Rata-rata penggunaan benih jagung non-
hibrida lebih tinggi dibandingkan dengan petani hibrida dengan selisih rata-rata 3
kilogram. Penggunaan jumlah benih pada masing-masing kategori petani masih
belum sesuai dengan anjuran yang diberikan. Perbedaan harga yang diterima pada
setiap petani bergantung pada varietas jagung dan lokasi pembelian benih.
Tabel 18 Rata-rata jumlah penggunaan dan harga benih petani non-hibrida dan
hibrida di Kecamatan Pringgabaya
Petani Penggunaan Benih Harga Benih
(Kg/ha) (Rp/kg)
Non-hibrida 20 25 600
Hibrida 17 53 657
Upah rata-rata petani per hari sebesar Rp 50 000. Khusus untuk upah petani
pada kegiatan penyemprotan paling tinggi dibandingkan dengan kegiatan lainnya.
Upah penyemprotan sebesar Rp75 000–Rp100 000 per hari. Penggunaan tenaga
kerja pada setiap petani sangat beragam sehingga biaya tenaga kerja yang
dikeluarkan berbeda-beda bergantung pada jumlah, hari kerja, dan jenis kelamin
tenaga kerja. Kegiatan kerja tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh sistem upah,
lamanya waktu kerja, kehidupan sehari-hari, kecakapan, dan umur tenaga kerja
(Suratiyah 2011). Terdapat perbedaan upah tenaga kerja yang diberikan. Upah
tenaga kerja laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja wanita.
Perbedaan upah tenaga kerja berkisar antara Rp5 000-Rp15 000. Jumlah
penggunaan tenaga kerja bergantung pada dana yang tersedia. Sistem upah tenaga
kerja dengan menggunakan sistem upah waktu, yakni upah yang diberikan
berdasrkan waktu. Tenaga kerja per hari bekerja selama 8 jam.
Pengairan lahan pada usahatani jagung hibrida di lahan kering dilakukan 6–
7 kali dalam satu kali musim tanam. Biaya pengairan di daerah ini rata-rata Rp35
45
000 per jam. Satu kali pengairan dilakukan selama 12 jam, sehingga untuk satu
kali pengairan lahan petani mengeluarkan biaya sebesar Rp420 000 per hektar.
Jadi untuk satu kali musim tanam, biaya pengairan yang dikeluarkan sebesar Rp2
940 000 per hektar. Namun pada wilayah penelitian tidak ada petani yang
menggunakan jasa pengairan, sehingga petani tidak mengeluarkan biaya untuk
pengairan.
Terdapat 81 persen petani memiliki lahan dengan status milik sendiri,
namun tidak seluruhnya membayar pajak lahan yang dimiliki petani. biaya pajak
lahan yang diterima oleh petani berbeda-beda. Rata-rata biaya pajak lahan yang
diterima petani berkisar antara Rp30 000-Rp75 000 per hektar per tahun. Selain
itu, terdapat 7 persen petani yang memiliki lahan dengan status sewa atau
pinjaman. Rata-rata biaya sewa lahan yang diterima petani berkisar antara Rp500
000-Rp1 000 000 per hektar per musim tanam. petani yang memiliki lahan sewa
tidak perlu membayar pajak lahan, karena biaya pajak lahan sudah ditanggung
oleh pemilik lahan. Sebanyak 9 persen petani memiliki lahan HKM. Lahan yang
diberikan pemerintah kepada petani yang dimanfaatkan untuk kegiatan produktif.
Sedangkan sisanya sebanyak 3 persen petani memiliki lahan dengan status miliki
sendiri dan sewa.
Upaya dalam penilaian keberhasilan suatu usahatani dapat dilakukan
evaluasi terutama dari sudut pandang ekonomi, salah satunya adalah pendapatan
(Suratiyah 2011). Pada penelitian ini diketahui bahwa terdapat perbedaan
pendapatan antara petani non-hibrida dengan petani hibrida. Pendapatan petani
hibrida lebih tinggi dibandingkan dengan petani non-hibrida. Secara rinci dapat
dilihat pada Tabel 19. Hal ini disebabkan karena produktivitas jagung hibrida
yang lebih tinggi dibandingkan jagung non-hibrida, walaupun biaya yang
dikeluarkan petani hibrida lebih tinggi dibanding non-hibrida.
Produktivitas
inovasi benih jagung hibrida yang tidak sesuai dengan anjuran. Ketersediaan
input-input produksi masih terbatas pada ketersediaan modal yang dimiliki oleh
petani. Selain itu, ketersediaan air pada lahan kering sangat mempengaruhi proses
pertumbuhan tanaman sehingga dapat mempengaruhi tingkat produktivitas
usahataninya.
Terkait ketersediaan air pada lahan kering di Kecamatan Pringgabaya,
pemerintah telah memberikan bantuan berupa sumur pompa kepada petani.
Pemerintah telah membangun 30 sumur pompa yang tersebar untuk menunjang
kegiatan pertanian di daerah tersebut. Namun saat ini terdapat 6 sumur pompa
yang sudah rusak karena tidak pernah digunakan oleh petani. petani tidak mau
menggunakan sumur pompa yang telah diberikan oleh pemerintah karena biaya
pengairan yang masih tinggi bagi petani, sehingga petani hanya memanfaatkan air
hujan untuk pengairan lahannya.
Harga
kualitas jagung yang diproduksi petani. Pada saat terjadi perubahan cuaca kualitas
jagung mengalami penurunan yang diikutin oleh penurunan harga jual jagung.
Penurunan harga yang diterima petani berkisar Rp100–Rp500 per kilogram.
Harga jual jagung yang berlaku dinilai tidak layak atau masih rendah bagi
para petani, mengingat harga input produksi yang semakin hari semakin
meningkat. Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi keberhasilan usahatani
adalah harga. Semakin baik harga yang diberikan maka petani cenderung lebih
semangat untuk menjalankan usahataninya.
Motivasi merupakan dorongan yang timbul baik dari dalam diri seseorang
maupun lingkungan sekitarnya yang dapat menggerakkan individu tersebut
mencapai tujuannya. Motivasi petani dalam menerapkan inovasi benih jagung
hibrida merupakan dorongan yang dapat menggerakkan petani untuk mau
menerapkan sebuah inovasi baru bagi masyarakat setempat, yakni inovasi benih
jagung hibrida dalam upaya peningkatan produktivitas dan pendapatan petani.
Dorongan tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk kondisi
budaya tempat tinggalnya. Rata-rata pada kedua kategori petani memiliki tingkat
motivasi yang tinggi, masing-masing bernilai 62.76 persen (early majority) dan
66.03 (late majority) . Secara rinci disajikan pada Tabel 22. Sumber dorongan
terbesar petani untuk menerapkan benih jagung hibrida berasal dari dirinya sendiri,
baik bagi katagori early majority dan late majority.
Sumber motivasi
Internal 100.00 100.00
Eksternal 34.48 53.84
Motivasi berinovasi
Motif 72.41 84.61
Harapan 34.48 46.15
Insentif 100.00 100.00
walaupun persentasenya masih tergolong rendah (early majority) dan sedang (late
majority).
Kekuatan motivasi dapat digambarkan dari fungsi motif, harapan, dan
insentif (Atkinson 1964). Motif merupakan kekuatan yang dapat menggerakkan
seseorang untuk bertindak. Kekuatan tersebut dapat berupa pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki oleh para petani. Adanya pengetahuan dan
keterampilan petani mengenai inovasi benih jagung hibrida dapat mendorong
mereka untuk menerapkan inovasi tersebut. Sebanyak 72.41 persen petani early
majority dan 84.61 persen petani late majority termotivasi untuk berinovasi
karena motif tersebut. Sedangkan sisa petani lainnya menerapkan tanpa
pengetahuan yang memadai mengenai benih hibrida, mereka hanya mencoba
dengan membeli langsung ke toko pertanian dan memilih berdasarkan gambar
yang menurut petani menarik.
Harapan merupakan keyakinan perbuatan seseorang akan mencapai
tujuannya. Petani meyakini bahwa dengan menerapkan inovasi benih jagung
hibrida akan menghasilkan kuantitas dan kualitas jagung yang baik, sehingga
petani termotivasi untuk menerapkan inovasi tersebut. Sebanyak 34.48 persen
petani early majority dan 46.15 persen petani late majority termotivasi karena
adanya harapan tersebut. Sedangkan sisanya menganggap hal tersebut tidaklah
berpengaruh bagi petani karena harga antara jagung hibrida dan non-hibrida tidak
mengalami perbedaan.
Insentif merupakan nilai imbalan yang diharapkan demi tercapainya tujuan.
Insentif ini berupa pendapatan yang diperoleh dari menerapkan inovasi. Petani
termotivasi untuk menerapkan inovasi benih jagung hibrida karena ingin
memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan jagung non-
hibrida. Sebanyak 100 persen petani early majority dan late majority termotivasi
berinovasi karena adanya insentif.
Penerapan inovasi benih hibrida diharapkan akan meningkatkan prestasi
petani. Prestasi yang dimaksudkan adalah menghasilkan jagung yang melimpah
dengan kualitas yang baik sehingga menciptakan harga yang sesuai dengan
kualitas jagung yang dihasilkan. Melalui hal tersebut petani dapat meningkatkan
pendapatannya. Kondisi ini sejalan dengan pendapat yang diungkapkan oleh
Suswanto (2011) mengenai teori kaitan antara prestasi dan imbalan. Imbalan
merupakan hasil yang diperoleh dari prestasi yang dicapai.
Berdasarkan hasil analisis menggunakan chi-square terdapat perbedaan
antara tingkat motivasi petani early majority dan late majority pada taraf nyata 5
persen. Nilai x2 hitung diperoleh sebesar 10.735 dan x2 tabel sebesar 5.991. Hasil
ini menunjukkan bahwa x2 hitung (10.735)>x2 tabel (5.991) yang berarti terdapat
perbedaan tingkat motivasi. Tingkat motivasi late majority lebih tinggi
dibandingkan dengan early majority. Jika dilihat dari pengalaman berusahatani
pada masing-masing kategori petani, pengalaman berusahatani petani early
majority lebih lama dibandingkan dengan late majority. Namun pada hasil uji
pada Tabel 22 menunjukkan korelasi pengalaman berusahatani terhadap motivasi
memiliki koefisien negatif, yang artinya semakin lama pengalaman berusahatani
maka dapat menurunkan motivasi petani untuk menerapkan inovasi. Hal ini
disebabkan karena kelemahan benih jagung hibrida yang membutuhkan banyak
air, sedangkan kondisi petani pada lahan kering memiliki keterbatasan air. Jika
terjadi kondisi cuaca yang ekstrim maka resiko kegagalan panen akan tinggi.
50
Sehingga kondisi ini dapat menurunkan tingkat motivasi petani untuk menerapkan
inovasi.
Petani early majority memiliki ciri-ciri penuh pertimbangan, hati-hati dalam
bertindak dan merupakan panutan dalam suatu sistem atau kelompoknya.
Sedangkan late majority memiliki ciri-ciri terlalu berhati-hati, tekanan yang
berasal dari lingkungan internal maupun eksternal dapat memotivasi mereka untuk
menerapkan inovasi (Rogers 1983). Motivasi diukur melalui dua indikator, yaitu:
sumber dorongan dan alasan dalam melalukan tindakan (Scott 1971, Susyanto
2001). Sumber motivasi lingkungan eksternal dapat berasal dari keluarga, teman,
penyuluhan dan pemerintah. Dukungan yang berasal dari lingkungan eksternal
dapat memberikan semangat sehingga petani lebih termotivasi untuk menerapkan
inovasi (Saleh 2010). Lingkungan eksternal lebih banyak memotivasi petani late
majority dibandingkan early majority. Begitu pula dengan motivasi berinovasi
petani (motif, harapan, insentif) lebih banyak memotivasi petani late majority
dibandingkan dengan early majority. Tingkat motivasi pada seseorang bergantung
pada kekuatan motivasi itu sendiri (Atkinson 1964). Kekuatan motivasi tersebut
berupa motif, harapan dan insentif. Kekuatan motivasi yang semakin kuat maka
akan membuat seseorang lebih termotivasi untuk melakukan tindakan. Namun
motivasi petani late majority yang lebih tinggi tidak membuat mereka untuk
langsung menerapkan inovasi benih jagung hibrida. Pengambilan keputusan
dalam penerapan inovasi petani late majority lebih berhati-hati dibandingkan
dengan early majority. Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan keberanian
dalam mengambil suatu resiko.
Para ahli banyak berpendapat bahwa semakin tua umur seseorang maka
semakin berkurang motivasinya, sedangkan yang lebih muda cenderung lebih
bersemangat untuk menerima informasi-informasi baru untuk diterapkan. Petani
yang lebih muda cenderung miskin terhadap pengalaman dan keterampilan,
namun lebih progresif terhadap inovasi baru. Kondisi inilah yang membentuk
perilaku petani muda untuk lebih berani mengambil resiko (Soekartawi 1988). Hal
ini sejalan dengan Siagian (2004), yang mengatakan bahwa semakin tua umur
seseorang makan tingkat kepuasannya cenderung semakin tinggi. Kondisi ini
mengindikasikan bahwa kepuasan yang tinggi terjadi karena hasil yang dicapai
telah maksimal, sehingga petani pada umumnya tidak mau mencoba inovasi
karena merasa puas dengan hasil dan teknologi yang digunakan pada usahataninya.
Pada penelitian ini umur petani tidak berkorelasi terhadap motivasi petani
dalam menerapkan inovasi varietas jagung hibrida. Hal ini dapat disebabkan
karena rata-rata umur petani responden merupakan umur yang produktif, tidak ada
perbedaan yang terlalu jauh antar petani. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Rukka (2001) dan Gafur (2009) bahwa umur tidak
berhubungan nyata dengan motivasi petani dalam penerapan inovasi benih jagung
hibrida. Rata-rata umur petani berada pada usia produktif yakni, early majority 51
tahun dan late majority 34 tahun. Kedua katagori petani yang berada pada usia
produktif memiliki motivasi menjalankan usahatani jagungnya dengan
menggunakan inovasi varietas jagung hibrida, untuk mendapatkan hasil yang
lebih tinggi baik dari produktivitas maupun pendapatannya.
Pendidikan pada penelitian ini adalah pendidikan formal yang diterima oleh
petani. pada hasil uji korelasi pendidikan tidak berkorelasi terhadap motivasi
petani. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan yang diterima oleh petani tidak
menurunkan motivasi petani dalam penerapan inovasi varietas jagung hibrida.
Sebesar 86 petani pendidikan petani masih tergolong rendah. Hal serupa juga
52
terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh Gafur (2009) yang tidak menemukan
hubungan antara pendidikan dengan motivasi petani.
Pendidikan secara formal tidak mendorong petani untuk menerapkan sebuah
inovasi, namun hal tersebut dapat didukung melalui pendidikan non-formal seperti
kegiatan penyuluhan sesuai dengan pengetahuan yang dibutuhkan petani.
Meningkatnya pendidikan petani memungkinkan petani memilih bidang usaha
lain atau inovasi yang lainnya sehingga dapat menyebabkan menurunnya motivasi
petani dalam menerapkan inovasi varietas jagung hibrida.
Salah satu penyebab utama kemiskinan pada sektor pertanian adalah
rendahnya tingkat pendidikan dan keterbataan teknologi modern yang sifatnya
komplementer satu dengan yang lain. Hal inilah yang menyebabkan produktivitas
dan pendapatan yang diperoleh petani tergolong rendah. Masyarakat pedesaan
cenderung tertutup terhadap hal-hal baru. Pendidikan tidak akan memiliki
pengaruh jika tidak mendapat dukungan dari lingkungan sekitarnya. Hal ini juga
yang dapat menyebabkan rendahnya tingkat adopsi inovasi pada petani. Petani
yang masih memiliki keterbelakangan terhadap pendidikan diharapkan memiliki
sikap lebih aktif, optimis, dan efektif yang akan membawa petani pada keadaan
yang lebih produktif (Soetpomo 1997).
Lahan merupakan lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,
dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap
penggunaan lahan (Pujiharti 2007). Luas lahan garapan berkorelasi positif
terhadap motivasi petani dalam menerapkan inovasi varietas jagung hibrida
dengan koefisien bernilai positif, artinya setiap terjadi peningkatan pada luas
lahan makan akan meningkatkan motivasi petani dalam menerapakan inovasi. Hal
ini disebabkan karena adanya peningkatan luas lahan akan mempermudah petani
untuk menerapkan inovasi benih jagung hibrida. Upaya dalam mengurangi resiko
kegagalan dalam penerapan inovasi, maka petani dapat membagi lahannya
menjadi beberapa bagian. Kemudian salah satu bagian digunakan untuk
menerapan inovasi. Jika terjadi kegagalan panen dalam proses penerapan inovasi
maka hasil penanaman jagung lainnya dapat menutupi krugian yang diderita
petani.Hal ini sejalan dengan Sinaga dan Kasryno (1980) yang mengatakan bahwa
luas lahan garapan dapat mempengaruhi kecepatan petani dalam mengadopsi
teknologi baru. Petani yang memiliki lahan luas cenderung akan gemar untuk
mencoba inovasi, karena petani tidak takut terhadap resiko kegagalan dalam
mencoba sebuah inovasi. Lahan yang luas memungkinkan petani untuk mencoba
berbagai macam inovasi yang ada.
petani (Mardikanto 1993). Namun berbeda halnya dengan petani responden, hal
ini dapat terjadi karena akses modal yang dibutuhkan petani selalu tersedia
walaupun modal yang dimiliki petani merupakan modal pinjaman baik melalui
bank, keluarga atau teman dengan tingkat bunga yang berbeda-beda. Sebesar 90%
petani responden memiliki sumber modal melalui pinjaman. Jika petani mau
menerapkan suatu inovasi, petani tidak menyerah pada kondisi tidak memiliki
modal. Petani akan berusaha mendapatkan modal melalui pinjaman tersebut.
Implikasi Kebijakan
mengenai hal tersebut. Media cetak maupun elektronik sampai saat ini belum
memiliki siaran informasi mengenai usahatani jagung. Adanya media cetak dan
elektronik ini, seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menyebarkan informasi yang
diperlukan petani. pemerintah perlu melakukan kerja sama terhadap berbagai
media cetak maupun elektronik untuk membuat suatu acara siaran yang khusus
memberikan informasi pertanian, khususnya usahatani jagung. Tersebarnya
berbagai informasi tersebut diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
ketrampilan petani dalam mengelola usahataninya.
Ketersediaan air pada lahan kering sangat mempengaruhi aktivitas
pertumbuhan tanaman. Hal ini akan berpengaruh terhadap kapasitas produksi
jagung itu sendiri baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Biaya pengairan yang
tinggi membuat petani memanfaatkan air pada musim penghujan saja. Pemerintah
telah memberikan bantuan dalam membuat fasilitas berupa sumur pompa. Namun
sumur pompa tersebut tidak dapat digunakan secara langsung, harus melalui
petugas dan membayar biaya untuk proses pengairan dari sumur pompa ke lahan
petani termasuk biaya bahan bakar untuk menghidupkan mesin pompa air.
Kondisi inilah yang membuat petani tidak mau memanfaatkan sumur pompa yang
dibangun oleh pemerintah. Upaya dalam mengatasi masalah ini pemerintah perlu
memberikan bantuan berupa subsidi biaya pengairan agar lebih terjangkau oleh
petani, sehingga sumur pompa yang telah dibangun dapat dimanfaatkan secara
maksimal oleh petani. Selain itu, perlu adanya kegiatan rutin untuk mengontrol
sumur pompa agar tetap terus terpelihara dan tidak rusak.
Produksi jagung yang dihasilkan petani belum maksimal, hal ini
menyebabkan pendapatan yang diperoleh petani juga belum maksimal.
Pemerintah melalui penyuluh perlu mengadakan sosialisasi secara rutin kepada
petani mengenai teknik budidaya jagung hibrida yang benar, khususnya teknik
budidaya pada lahan kering. Pendapatan yang belum maksimal juga disebabkan
oleh harga jagung yang diterima oleh petani masih rendah. Biaya produksi yang
tinggi untuk jagung hibrida belum setara dengan harga yang diperoleh ditingkat
petani. Diharapkan dengan kondisi ini pihak-pihak terkait dapat memberikan
informasi mengenai transparansi harga kepada petani, agar petani tidak
mengalami kerugian akibat kurangnya informasi mengenai harga jagung.
Penerapan inovasi jagung hibrida tidak terlepas dari peran penyuluh dalam
memberikan informasi kepada petani mengenai keunggulan inovasi tersebut.
Berbeda halnya dengan petani pada wilayah penelitian yang menerapkan inovasi
jagung hibrida karena keinginan sendiri untuk mencoba benih baru. Kegiatan
penyuluhan yang selama ini dilakukan tidak merata diterima oleh seluruh petani.
Penyuluh hanya mengunjungi beberapa petani yang menjadi ketua kelompok atau
petani yang dianggap sebagai panutan pada wilayah tersebut. Penyuluh berharap
agar perwakilan petani dari setiap wilayah dapat menyebarkan informasi yang
diberikan penyuluh. Namun pada kenyataannya, banyak petani yang tidak
mengetahui informasi-informasi yang telah diberikan, bahkan petani tidak tahu
petugas penyuluh yang bertugas pada wilayahnya. Kondisi ini menyebabkan
petani terbelakang terhadap sesuatu yang baru dalam kegiatan usahataninya.
Masalah ini dapat diatasi dengan adanya pendampingan dari pemerintah terkait
untuk ikut serta bersama petugas penyuluh dalam melakukan kegiatan penyuluhan.
Perlu adanya pemilihan petugas penyuluh yang benar-benar berkompeten
dibidangnya dan mau menjalankan fungsinya dengan baik melalui berbagai
57
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Nur H. 2005. Motivasi Petani dalam Pengelolaan Kahumadi Areal Hutan Rakyat
(Kasus: Kecamatan Sawerigadi Kabupaten Muna). [Tesis]. Bogor (ID):
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Nuryanti S, Dewa KSS. 2011. Peran Kelompok Tani dalam Penerapan Teknologi
Pertanian. Forum Penelitian Agro Ekonom. 29(2).
Obaniyi KS, Akangbe JA, Matanmi BM, Adenji GB. 2014. Factors Motivating
Incentives of Farmer in Rice Production Training Programmes (A Case
Study of Olam/USAID/ADP/First Bank Programme). Journal of
Agricultural Research. 2(5).
Padmowihardjo S. 1994. Metode Penyuluhan Pertanian. Jakarta (ID): Universitas
Terbuka.
Prawirokusumo S. 1990. Ilmu Usahatani. Yogjakarta (ID): BPFE. 1.
Pujiharti S. 2007. Model Pengelolaan Lahan Kring Berkelanjutan Pada Sistem
Agribisnis Tanaman Pangan. [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Rahmi, Muhammad A, Syuryawati. 2009. Teknologi Budidaya Jagung Hibrida.
Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Reidsma P. 2007. Adaptation to climate change: European agriculture. [Thesis].
Wageningen (NL): Wageningen University.
Rogers E M. 1983. Diffusion of Innovations. New York (AS): The Free Press. 3.
Rogers EM. 2003. Diffusion of Innovation. New York (AS): Free Press. 5.
Rogers EM, Shoemaker. 1987. Memasyarakatkan Ide-ide Baru. Surabaya (ID):
Usana Offset Printing.
Rukka H. 2003. Motivasi Petani dalam Menerapkan Ushatani Organik pada Padi
Sawah (Kasus di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor
Provinsi Jawa Barat). [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Rukmana R. 1997. Usahatani Jagung. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.
Runtunuwu E, Syahbuddin H. 2007. Perubahan Pola Curah Hujan dan
Dampaknya terhadap Periode Masa Tanam. Bogor (ID): Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Sumbersaya Lahan Pertanian.
Sadjudi. 2009. Pengaruh Kewirausahaan terhadap Kinerja Usahatani Tembakau di
Kecamatan Gantawarno Kabupaten Klaten. Jurnal Aplikasi Manajemen.
7(2).
Saleh A. 2010. Motivasi Petani dalam Menerapkan Teknologi Produksi Kakao:
Kasus Kecamatan Sirenja Sulawesi Tengah. Pelita Perkebunan. 26(1).
Santoso B, Musshollaeni, Hidayat. 2006. Tortilla. Surabaya (ID): Trubus
Agrisarana.
Satriani, Lukman E, Elih JM. 2013. Motivasi Petani dalam penerapan teknologi
PPT Padi Sawah (Oryza Sativa) di Desa Gunung Sari Provinsi Sulawesi
Barat. Jurnal Penyuluhan Pertanian. 8(2).
Sarasutha IGP. 2002. Kinerja Usahatani dan Pemasaran Jagung di Sentra Produksi.
Jurnal Litbang Pertanian. 21(2).
Simamora H. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta (ID): STIE
YKPN. 3.
Sinaga SR, Kasryno. 1980. Aspek Ekonomi dari Undang-Undang Perjanjian Bagi
Hasil dan Penerapan. Jakarta (ID): Prisma No. 9. LP3ES.
62
Winardi J. 2002. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Jakarta (ID): PT.
Raja Grafindo Persada.
Wiriaatmadja S. 1977. Pokok-Pokok Penyuluhan Pertanian. Jakarta (ID):
Yasaguna.
64
LAMPIRAN
65
Cronbach's
Alpha N of Items
,788 8
66
Cronbach's
Alpha N of Items
,928 10
Cronbach's
Alpha N of Items
,740 5
Hipotesis
H0 : μ1=μ2
H1 : μ1≠μ2
67
Uji-T
Independent Samples
Test T Df Sig. (2-tailed)
Produktivitas -6.894 98 0.000*
Pendapatan -12.129 84 0.000*
Group Statistics
Petani N Mean Std. Std. Error
Deviation Mean
Produktivita Non-hibrida 20 734.35 181.553 40.596
s
Hibrida 80 1145.09 205.047 27.956
Pendapatan Non-hibrida 20 3567717.55 1070735.41 239423.72
Hibrida 80 8441540.24 2886593.05 322730.91
Lampiran 4 Hasil analisis chi-square pada variabel tingkat motivasi petani hibrida
pada kategori early majority dan late majority
Cases
Motivasi
50 53 57 60 63 67 70 73 80 83 Total
Petani early 1 4 1 9 4 4 2 3 1 0 29
late 1 0 3 3 4 8 2 2 2 1 26
Total 2 4 4 12 8 12 4 5 3 1 55
Chi-Square Tests
a. 16 cells (80.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is .47.
68
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Mataram pada tangga 2 Juli 1991 sebagai anak kedua
dari pasangan I Wayan Sudika dan Ni Luh Suweni Bagiada. Penulis merupakan
alumnus SMAN 1 Mataram dan melanjutkan pendidikan program S1 pada tahun
2009 dengan jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Bakat). Pendidikan sarjana
ditempuh di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Mataram,
lulus pada tahun 2013. Selama studi penulis mendapatkan bantuan beasiswa dari
Universitas Mataram dengan program beasiswa PPA selama 3 tahun. Kemudian
penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan ke program pascasarjana pada
Program Studi Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB diperoleh pada
tahun 2013. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari program Fresh
Graduate Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi selama 2 tahun. Selama masa
studi penulis telah menulis sebuah jurnal dengan judul “Kinerja Usahatani dan
Motivasi Petani dalam Penerapan Inovasi Varietas Jagung Hibrida pada Lahan
Kering di Kabupaten Lombok Timur”. Jurnal ini diterbitkan pada periode bulan
Maret 2016 pada Jurnal Penyuluhan IPB.