Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Green building atau yang dikenal sebagai sustainable building


merupakan bangunan yang dikenal ramah terhadap lingkungan dan efisien
terhadap sumber daya. Dimana efisiensi ini melalui siklus hidup bangunan
(building’s life cycle) mulai dari desain, konstruksi, operasi, perawatan,
renovasi, dan pembongkaran (Fincher,2010).

Menurut press release yang dikeluarkan oleh GBCI (Green


Building Counsil Indonesia) pada tanggal 30 September 2010, bangunan
gedung, baik dalam proses pembangunan dan pengoperasiannya
menimbulkan dampak terhadap lingkungan alami. Dampak dari bangunan
gedung rata-rata mengeluarkan 30% emisi CO2 (penyebab utama
perubahan iklim), 17% air bersih, 25% kayu, 40-50% bahan mentah
lainnya dan 20-40% penggunaan energi (Juan, Gao, Wang, 2010). Adopsi
green building meningkatkan secara global karena kebutuhan untuk
mengurangi konsumsi sumber daya dan kontaminasi selama umur
bangunan (Korkmaz, Riley, Horman, 2010).

Konsep green building didorong menjadi trend dunia bagi


pengembang properti saat ini. Bangunan ramah lingkungan menjadi
keharusan di dunia properti saat ini. Hal ini dikarenakan bangunan ramah
lingkungan mempunyai konstribusi menahan laju pemasanan global
dengan membenahi iklim mikro (Feriadi, 2008).

Dalam manajemen konstruksi (MK) terdapat suatu disiplin ilmu


teknik sipil yang dapat digunakan untuk mengefisienkan dan
mengefektifkan biaya. Ilmu tersebut dikenal dengan nama value
engineering/ rekayasa nilai. Value Engineering pertama kali muncul pada
saat Perang Dunia tahun 1939-1945 (Elias, 1998). Pada masa ini, terjadi
peningkatan kebutuhan yang tidak diimbangi dengan persediaan sumber
daya yang cukup, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia
(Elias, 1998). Di Indonesia, value engineering merupakan ilmu baru dalam
dunia MK, karena masuk mulai tahun 1980-an. Ilmu ini baru digunakan di
Indonesia pada tahun 1990-an dan baru digunakan pada proyek-proyek
tertentu saja (Ustoyo, 2007).

Value Engineering (VE) adalah suatu cara pendekatan yang kreatif


dan terencana dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan mengefisienkan
biaya-biaya yang tidak perlu.VE digunakan untuk mencari suatu
alternativealternatif atau ide-ide yang bertujuan untuk menghasilkan biaya
yang lebih baik/ lebih rendah dari harga yang telah direncanakan
sebelumnya dengan batasan fungsional dan mutu pekerjaan. Dalam
perencanaan VE biasanya melibatkan pemilik proyek, perencana, para ahli
yang berpengalaman dibidangnya masing-masing dan konsultan VE.

Keseimbangan dan perubahan yang terjadi dalam sistem pasar


ekonomi meningkatkan persaingan bisnis diantara perusahaan-perusahaan,
harga yang rendah merupakan salah satu kriteria yang sangat penting
dalam persaingan bisnis tersebut. Di dalam strategi bisnis perusahaan,
kekuatan dari manajemen pengeluaran yang digunakan untuk mengurangi
pengeluaran berada pada sentral posisi yang sangat penting.Dalam
Manajemen Konstruksi (MK) terdapat suatu disiplin ilmu teknik sipil yang
dapat digunakan untuk membuat biaya yang dikeluarkan menjadi efisien
dan efektif. Ilmu tersebut dikenal dengan nama Value Engineering /
Rekayasa Nilai.

Berbagai definisi yang dikemukakan mengenai pengertian Value


Engineering (VE):

 Evaluasi yang sistematik dalam desai proyek untuk mendapatkan nilai


terbaik dari biaya yang dikeluarkan (Fisk, 1997).
 Pendekatan kreatif yang terorganisir untuk mengoptimalkan biaya
ataukualitas sebuah fasilitas dari sebuah sistem (Del Isola, 1982).
 Salah satu metode untuk efisiensi, menghemat biaya dengan tanpa
mengurangi fungsi produk yang diminta oleh pemberi tugas (dalam
Majalah Konstruksi, 1992).
 Penerapan teknik manajemen dengan menggunakan pendekatan yang
sistematis untuk mencapai keseimbangan antara biaya, mutu, waktu
(Johan, 2004).
 Usaha yang dilakukan secara sistematis, untuk melakukan
peningkatan nilai secara optimal dari biaya yang dikeluarkan
(Macedo, 1978; Dobrow, 1978; O’rouke, 1978).
 Proses yang dilakukan untuk mencapai nilai yang maksimum dari
skala yang diharapkan oleh klien (Kelly, 1993; Male, 1993).

Value Engineering (VE) digunakan untuk mencari suatu alternatif-


alternatif atau ide-ide yang bertujuan untuk menghasilkan biaya yang lebih
baik/ lebih rendah dari harga yang telah direncanakan sebelumnya dengan
batasan fungsional dan mutu pekerjaan. Dalam perencanaan Value
Engineering (VE) biasanya melibatkan pemilik proyek, perencana, para
ahli yang berpengalaman di bidangnya masing-masing dan konsultan
Value Engineering (VE).

Analisis VE dalam penelitian ini dilakukan dengan


membandingkan antara bangunan konvensional dengan bangunan green
building. Setelah melakukan analisis diharapkan dapat mengetahui bahwa
penerapan VE pada bangunan green building akan memberikan evalusi
yang tepat mengenai pilihan-pilihan berkaitan dengan green building.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusahan masalah merupakan inti dari suatu penelitian. Dari


uraian latar belakang maka dihasilkan rumusan masalah yang akan
diketahui penyelesaiannya pada penelitian ini.

1.2.1 Deskripsi Masalah

Menurut Lacouture, Sefair, Florez, Medaglia, (2009), bangunan


memiliki dampak yang terus meningkat dan signifikan terhadap lingkungan.
Dalam skala global, bangunan berkonstribusi terhadap masalah lingkungan
melalui penipisan sumber daya, konsumsi energi dan air, dan menciptakan
sampah.

Green building muncul sebagai filosofi baru yang mendorong


penggunaan material ramah lingkungan, implementasi teknik untuk
menghemat sumber daya dan mengurangi sampah dan meningkatkan
kualitas lingkungan indoor. Namun demikian, masih banyak orang yang
menganggap bangunan ramah lingkungan lebih mahal jika dibandingan
dengan bangunan konvensional. Berdasarkan deskripsi masalah ini, akan
dilakukan identifikasi mengenai komponen-komponen biaya proyek yang
dapat dioptimalkan dengan menggunakan metode VE.

1.2.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan di atas diambil


permasalahan sebagai berikut:

1. Apa saja komponen-komponen biaya pada berpontensi dihemat/


diefisiensikan dengan menggunakan metode value engineering pada
proyek berkonsep green building sehingga diperoleh biaya yang paling
efisien?
2. Sejauh mana efisiensi ini bisa diterapkan pada proyek gedung
berkonsep green building?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui komponen-komponen yang berpotensi dihemat/


diefisiensikan dengan menggunakan metode value engineering pada
proyek bangunan yang menerapkan konsep green building sehingga
diperoleh biaya yang paling efisien.
2. Mengetahui sejauh mana efisiensi ini bisa diterapkan pada proyek
gedung berkonsep green building.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan banyak manfaat, diantaranya :


1. Membantu mengidentifikasi komponen-komponen biaya yang dapat
dioptimalkan pada proyek gedung berkonsep green building yang
diketahui lebih ramah terhadap lingkungan sehingga dapat memperkecil
terjadinya pencemaran.
2. Memberikan pengetahuan tentang kriteria desain dalam pemilihan
alternatif, sehingga desain yang terpilih selain dapat mengurangi biaya
proyek secara keseluruhan, desain tersebut juga memiliki nilai-nilai yang
disebutkan dalam kriteria desain.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Isu Lingkungan Hidup

Menurut Ervianto (2012, dalam Taufiq Lilo Adi Sucipto, Jati Utomo
Dwi Hatmoko, Sri Sumarni dan Jeni Pujiastuti, 2014), sangat berpengaruh
terhadap kelestarian dan kualitas lingkungan karena menggunakan berbagai
jenis sumber daya alam. Eksploitasi sumber daya alam yang tidak
memperhatikan kemampuan dan daya dukung lingkungan dapat
mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan. Kaitannya dengan masalah
kualitas lingkungan ini adalah adanya isu pemanasan global di mana
bangunan menjadi salah satu sebab pemanasan global karena bangunan
berpotensi memproduksi emisi gas karbon lebih dari 40%.

Menurut Akmal (2012, dalam Stephen Sugiarto Prasetyo dan Yusita


Kusumarini, 2016) Global Warming menjadi isu lingkungan yang semakin
gencar disuarakan dalam era modern sekarang ini. Global Warming bukan
lagi menjadi wacana melainkan menjadi suatu peringatan serius yang harus
diresponi agar manusia dapat melanjutkan kehidupannya di bumi ini.
Tingginya kadar karbon dioksida (CO2) di udara menjadi salah satu tanda
rusaknya alam. Konsentrasi CO2 yang tinggi di atmosfir menghalangi
pelepasan kembali panas matahari dari bumi, sehingga terjadilah efek rumah
kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Sejak revolusi industri,
konsentrasi CO2 meningkat tajam dan terus naik sebesar 36% dari 280ppm
(bagian per mil) pada masa sebelum revolusi industri, hingga mencapai
381ppm pada 2005.

Isu mengenai lingkungan mulai muncul dalam beberapa dekade


belakangan ini. Kesadaran manusia akan lingkungan yang telah rusak
membuat isu tentang lingkungan ini mencuat. Isu yang paling penting dalam
lingkungan adalah mengenai terjadinya pemanasan global. Pemanasan global
disebabkan bertambahnya jumlah CO2 di atmosfir yang menyebabkan energi
panas yang seharusnya dilepas ke luar atmosfir bumi dipantulkan kembali ke
permukaan bumi dan menyebabkan meningkatnya suhu permukaan bumi.
Selain pemanasan global dan konsumsi energi, isu lingkungan lainnya yang
menjadi fokus dalam green building adalah konsumsi air dan menipisnya
sumber daya alam akibat penggunaan yang berlebihan. Berikut ini gambar
emisi gas karbondioksida:

Gambar 2.1 :Tingkat emisi CO2 1959-2017 di dunia

Sumber : The Emission Gap Report 2017, UNEP

Selain pemasanan global, isu lingkungan yang sedang menjadi fokus


saat ini adalah konsumsi energi. Berikut ini adalah diagram konsumsi impor
energi pada tahun 2015:
Gambar 2.2 : Komsumsi impor energi dari tahun 1965-2015
Sumber : IEA Key World Energy Statistics 2015

2.2 Definisi Green Building

Berikut ini definisi dari Green Building:

1. Menurut Sari Handayani dan Fitri Suryani (2014) Green Building sendiri
dikenal sebagai sustainable building merupakan bangunan yang dikenal
ramah terhadap lingkunga dan efisien terhadap sumber daya. Penerapan
konsep green building pada bangunan bertujuan untuk mengurangi
dampah negatif bangunan terhadap lingkungan.
2. Menurut Annisa Fikriyah Tasya dan Ary Deddy Putranto (2018) Green
Building adalah upaya agar bangunan dapat mengurangi konsumsi energi
(memaksimalkan energi alam) dan memiliki dampak negatif yang
minimal pada lingkungan.
3. Menurut Rizki Andini dan Christiono Utomo (2014) Green Building
didefinisikan sebagai sebuah perencanaan dan perancangan bangunan
melalui sebuah proses yang memeperhatikan lingkungan dan
menggunakan sumber daya secara efisien pada seluruh siklus hidup
bangunan dari mulai pengolahan tapak, perancangan, pembangunan,
penghunian, pemeliharaan, renovasi dan perubahan bangunan.
Dari definisi-definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa green
building adalah bangunan yang berwawasan lingkungan, sehingga definisi
green building menurut peneliti adalah sebuah konsep penilainan atas
bangunan gedung yang berkelanjutan (sustainable building) yang ramah
terhadap lingkungan, menghemat penggunaan bahan bakar,
mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi serta berkonstribusi dalam
peningkatan kesehatan dan produktivitas penghuninya.

Bangunan yang berkelanjutan mempertimbangkan penggunaan upaya


penghematan dan penggunaan bahan baku ramah lingkungan. Konsep
bangunan berkelanjutan ini mempertimbangkan penggunaan sumber daya
secara bijaksana agar bermanfaat untuk generasi sekarang dan generasi
berikutnya.

2.3 Prinsip Green Building

Menurut Stephen Sugiarto Prasetyo dan Yusita Kusumarini (2016) Prinsip


dasar dari green building adalah:

1. Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development / ASD),


2. Konservasi dan Efisiensi Energi (Energy Efficiency and Conservation /
EEC),
3. Konservasi Air (Water Conservation / WAC),
4. Siklus dan Sumber Material (Material Resources and Cycle / MRC),
5. Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang (Indoor Health and Comfort /
IHC),
6. Manajemen Lingkungan Bangunan (Building and Environment
Management / BEM).

2.4 Value Engineering

2.4.1 Definisi Value Engineering

Menurut Baris Sitorus, dalam tulisannya tentang evaluasi


menggunakan Value Engineering , memberikan pengertian bahwa Value
Engineering adalah suatu proses pendekatan kreatif berdasarkan
pertimbangan inovasi teknologi dengan tujuan mengenali unsur unsur biaya
utama dan biaya penunjang (secondary) berdasarkan kepada suatu kebutuhan
tertentu. Apabila tidak mempunyai sifat sifat menguntungkan untuk
keperluan tersebut (pelanggan), biaya tersebut dikeluarkan tanpa mengurangi
mutu dan tetap menjaga lindungan lingkungan serta mengutamakan
keselamatan. Sedangkan menurut James O’Brien dalam buku Value Analysis
is Design and Construction menyatakan bahwa Value Engineering atau
rekayasa nilai merupakan salah satu teknik yang terkenal dan memiliki
potensi keberhasilan yang cukup besar dalam mengendalikan biaya.

Value Engineering (VE) dikembangkan oleh Lawrence D. Miles pada


awal 1940-an di perusahaan General Electric, guna memecahkan masalah
kurangnya material penting dari produk yang akan mereka produksi selama
perang dunia kedua (Berawi, 2014). Metode ini pada mulanya bernama
analisis nilai/ Value Analysis (VA) dengan pondasi kunci yaitu analisis
fungsi. Pada perkembangannya, metode analisis nilai mengalami perubahan
konteks, yaitu dari pengkajian terhadap bagian produk eksisting ke
peningkatan rancangan konsep. Oleh karena itu, nama value engineering
(VE) muncul untuk menyesuaikan perubahan konteks tersebut.
Pendekatannya adalah dengan melakukan analysis dari suatu nilai terhadap
fungsinya, sehingga Value Engineering selalu berorientasi kepada nilai.
Dalam Value Engineering, peningkatan performansi dan bukan dengan cara
melakukan pengurangan biaya. Penghematan biaya yang diperoleh bukanlah
merupakan hasil utama yang ingin dicapai dari penggunaan metode VE,
melainkan hasil sampingan dari penggunaan metode Value Engineering
tersebut. Dengan diterapkannya Value Engineering, maka diharapkan suatu
produk akan memiliki pengingkatan.

Dalam perencanaan anggaran biaya suatu proyek bangunan


dipengaruhi oleh beberapa elemen pekerjaan dalam ilmu keteknik sipilan,
diantaranya arsitektur, struktur, mekanikal, elektrikal. Untuk mengetahui dan
memperjelas penggunaan value engineering dalam hubungannya dengan
elemen pekerjaan tersebut dapat kita lihat pada gambar.
Gambar 2.3 Hubungan Antar Item Pekerjaan Dalam Sebuah Proyek
Sumber: Dokumen Pribadi

Gambar 2.3 menjelaskan bahwa biaya total bangunan dipengaruhi


oleh berbagai elemen pekerjaan, seperti arsitektur, sipil, mekanikal, elektrikal
dan lain-lain. Keputusan yang diambil dalam masing-masing elemen
pekerjaan tersebut akan mempengaruhi biaya baik didalam elemen tersebut
maupun secara keseluruhan, misalnya apabila terjadi pembengkakan biaya
pada salah satu elemen, maka akan mempengaruhi biaya total keseluruhan.

Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu metode yang dapat


membuat biaya elemen tersebut menjadi optimal. Metode tersebut dalam
manajemen konstruksi disebut Value Engineering. Sebagai contoh, dalam
elemen arsitek perencanaan desain dan bahan yang dipakai untuk membuat
suatu bangunan tampak indah dan menarik, kadang-kadang dapat membuat
anggaran biayanya menjadi besar dan mempengaruhi biaya total proyek.
Oleh karena itu diperlukan suatu usaha pendekatan VE untuk merencanakan
penghematan biaya yang masih berpedoman pada desain utama.

2.4.2 Konsep Value Engineering

Konsep Value Engineering adalah penekanan biaya produk atau jasa


dengan melibatkan prinsip-prinsip Engineering. Teknik ini berusaha untuk
mencapai mutu yang minimal sama dengan yang direncanakan denganbiaya
seminimal mungkin. Proses perencanaan yang dilakukan dalam pelaksanaan
Value Engineering selalu didasarkan pada fungsi-fungsi yang dibutukan serta
nilai yang diperoleh. Oleh karena itu, Value Engineering bukanlah :

1. Desain ulang, mengkoreksi kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh


perencana, atau melakukan perhitungan ulang yang sudah dilakukan oleh
perencana.
2. Mengurangi biaya proses, menurunkan biaya dengan menurunkan
keandalan atau penampilan.
3. Kontrol kualitas. Value Engineering berusaha untuk mencapai mutu yang
minimal sama dengan yang direncanakan dengan biaya yang semurah
mungkin. Jadi Value Engineering lebih dari sekedar pengendalian mutu.

2.4.3 Faktor-faktor Penggunaan Value Engineering

Faktor-faktor penggunaan value engineering:

1. Tersedianya data-data perencanaan


Data-data perencanaan di sini adalah data-data yang berhubungan
langsung dengan proses perencanaan sebuah bangunan yang dibangun
dan akan diadakan value engineering.
2. Biaya awal (Initial Cost)
Biaya awal disini adalah biaya yang dikeluarkan mulai awal
pembangunan sampai pembangunan tersebut selesai.
3. Persyaratan operasional dan perawatan
Dalam suatu value engineering juga harus mempertimbangkan nilai
operasional dan perawatan dalam alternatif-alterantif yang
disampaikan melalui analisis value engineering dengan jangka waktu
tertentu.
4. Ketersediaan material
Ketersediaan material disini adalah material yang digunakan sebagai
alternatif-alternatif dalam analisis value engineering suatu
pembangunan atau pekerjaan tiap item pekerjaan harus mempunyai
kemudahan dalam mencarinya dan tersedia dalam jumlah yang cukup
di daerah proyek.
5. Penyesuaian terhadap standard
Penyesuaian yang dimaksud di sini adalah semua alternatif-alternatif
yang digunakan harus mempunyai standart dalam pembangunan baik
akurasi dimensi, persisinya, maupun kwalitasnya.
6. Dampak terhadap pengguna
Dampak terhadap penggunaan di dalam value engineering suatu
bangunan harus mempunyai dampak positif kepada pengguna dari
segi keamanan maupun kenyamanan.

2.4.4 Karakteristik Value Engineering

Karakteristik value engineering:

1. Berorientasi pada fungsi


a. Nilai Guna (Use Value), mencerminkan seberapa besar kegunaan
produk akibat terpenuhinya suatu fungsi, dimana nilai ini
tergantung dari sifat dan kualitas produk.
b. Nilai Kebanggaan (Esteem Value), menunjukkan seberapa besar
kemampuan dari produk yang dapat mendorong konsumen untuk
memilikinya. Kemampuan ini ditentukan oleh sifat-sifat khusus
dari produk, seperti daya tarik, keindahan, ataupun gengsi dari
produk tersebut.
c. Nilai Tukar (Exchange Value), menunjukkan seberapa besar
konsumen mau berkorban atau mengeluarkan biaya untuk
mendapatkan produk tersebut.
d. Nilai Biaya (Cost Value), menunjukkan seberapa besar biaya total
yang diperlukan untuk menghasilkan produk serta memenuhi
semua fungsi yang diinginkan.
2. Fungsi

Sedangkan fungsi dapat didefinisikan sebagi suatu tujuan dasar


(basic purpose) atau penggunaan yang diinginkan oleh suatu
item.Secara singkat, fungsi merupakan sesuatu yang menyatakan
alasan mengapa pemilik atau pemakai membeli suatu produk. Sering
kali fungsi didefinisikan dalam 2 kata,yaitu 1 kata kerja + 1 kata
benda. Dengan dua kata ini dianggap sudah dapat menggambarkan
fungsi dari produk yang ada. Dalam menjabarkan fungsi, teknisi dapat
menjabarkan sebanyak mungkin fungsi yang bisa didapatkan, yang
dikelompokkan dalam 2 kategori fungsi yaitu:

 Fungsi Primer Fungsi utama yang dijadikan alasan paling utama


dalam melakukan pekerjaan. Saat fungsi primer tidak ada, maka
akan sia-sia pekerjaan proyek dilakukan.
 Fungsi Skunder Sebagai fungsi pendukung yang didapatkan dan
bisa saja tidak

2.5 Tahap Kerja Value Engineering

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, rekayasa nilai dikerjakan


oleh suatu tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu. Tim ini bekerja sama
secara sistematis mengikuti rencana kerja rekayasa nilai. Rencana kerja
digunakan karena terbukti dapat mereduksi ongkos pembuatan produk dan
dapat memberikan efektifitas yang maksimal. Dalam rekayasa nilai, terdapat
lima tahapan rencana kerja. Menurut Hutabarat (1995 dalam Sari Handayani
dan Fitri Suryani, 2018) tahapan-tahapan dalam aplikasi VE dibagi menjadi 5
yaitu :

1. Tahap informasi
2. Tahap kreatif
3. Tahap analisis
4. Tahap pengembangan
5. Tahap rekomendasi

2.5.1 Tahap Informasi

Pada tahap ini, informasi harus dikumpulkan sebanyak mungkin yaitu


meliputi informasi tentang sistem struktur, fungsi, dan biaya dari objek yang
dipelajari. Tahap ini juga menjawab permasalahan mengenai siapa yang
melakukan, apa saja yang dapat dilakukan, dan apa yang seharusnya tidak
dilakukan.

2.5.2 Tahap Kreatif

Mengembangkan alternatif yang mungkin untuk memenuhi fungsi


primer dan skunder. Tahap ini juga menjawab pertanyaan tentang cara apa
saja yang dilakukan untuk menemukan kebutuhan, hal apa yang ditampilkan
oleh fungsi yang diinginkan. Menurut Hutabarat (1995) Tahap kreatif adalah
mengembangkan sebanyak mungkin alternatif yang bisa memenuhi fungsi
primer atau pokoknya. Untuk itu diperlukan adanya pemunculan ide-ide guna
memperbanyak alternatif-alternatif yang akan dipilih. Alternatif tersebut
dapat dikaji dari segi desain, bahan, waktu pelaksanaan, metode pelaksanaan
dan lain-lain.Sebagai bahan pertimbangan dalam mengusulkan alternatif
dapat disebutkan keuntungan dan kerugiannya. Sebagai dasar penilaian/
pertimbangan untuk dilakukan analisis VE dapat dipilih kriteria-kriteria dari
item pekerjaan. kriteria-kriteria tersebut nantinya sebagai bahan evaluasi
untuk memilih alternative yang dipilih. (Sari Handayani dan Fitri Suryani,
2018)

2.5.3 Tahap Analisis

Pada tahap ini, diadakan analisa terhadap masukan-masukan ide atau


alternatif. Ide yang kurang baik akan dihilangkan. Alternatif atau ide yang
timbul diformulasikan dan dipertimbangkan keuntungan dan kerugiannya
dilihat dari berbagai sudut, kemudian dibuatkan suatu rangking hasil
penilaian.

1. Pengujian Hukum Pareto

Analisa pareto dilakukan untuk mengetahui biaya pekerjaan struktur


yang nilainya paling tinggi yang berpotensi untuk dilakukan analisis
value engineering. Adapun langkah-langkah dalam melakukan
pengujian hukum pareto, sebagai berikut:
 Mengurutkan biaya pekerjaan struktur dari yang terbesar ke yang
terkecil
 Menjumlahkan biaya pekerjaan total secara kumulatif
 Menghitung presentase biaya masing-masing pekerjaan

Biaya Pekerjaan
% Biaya Pekerjaan = Total Biaya Keseluruhan

 Menghitung presentase kumulatif


 Mengeplot presentase kumulatif

2. Analisis Fungsi

Menurut Hutabarat (1995 dalam Sari Handayani dan Fitri Suryani,


2018), fungsi adalah kegunaan atau manfaat yang diberikan produk
kepada pemakai untuk memenuhi suatu atau sekumpulan kebutuhan
tertentu. Analisis fungsi merupakan suatu pendekatan untuk
mendapatkan suatu nilai tertentu, dalam hal ini fungsi merupakan
karakteristik produk atau proyek yang membuat produk atau proyek
dapat bekerja atau dijual.

2.5.4 Tahap Pengembangan

Menurut Sari Handayani dan Fitri Suryani (2018) Pada tahap ini
alternatif-alternatif yang terpilih dari tahap sebelumnya dibuat program
pengembangannya sampai menjadi usulan yang lengkap. Umumnya suatu
tim tidak cukup memiliki pengetahuan yang menyeluruh dan spesialis,
maka diperlukan bantuan dari luar yaitu spesialis (tenaga ahli) sesuai
dengan bidangnya masing-masing. Alternative yang memiliki aspek teknik
paling baik yang akan dievaluasi lebih lanjut mengenai biaya.
BAB III

TANGGAPAN TEKNIS

3.1 Tahap Informasi

Berdasarkan rencana kerja (job plan) dalam value engineering, tahap


pertama yang harus dilalui dalam studi VE adalah mengumpulkan informasi
sebanyak mungkin mengenai desain perencanaan proyek mulai data umum
hingga batasan desain yang diinginkan dalam proyek tersebut. Kemudian
dilanjutkan dengan mengidentifikasi item pekerjaan berbiaya tinggi.

3.1.1 Mengumpulkan Informasi

Data proyek diperlukan untuk mendapatkan informasi dasar mengenai


suatu proyek. Data-data proyek berisi informasi umum proyek, fungsi gedung
proyek, dan batasan desain perencanaan proyek. Informasi mengenai proyek
diperoleh dari Soal Lomba The 3rd Construction Management Competition:
Value Engineering Innovation for Energy Saving in Building Construction

3.1.2 Gambaran Umum Proyek

3.1.2.1 Data Umum Proyek

Studi Value Enguneering ini akan dilakukan pada proyek


pembangunan yang menerapkan konsep green building. Dimana
bangunan ini ditargetkan untuk mendapatkan sertifikat Platinum.

1. Berikut data-data umum yang diperlukan sebagai bahan informasi


untuk penerapan Value Engineering pada bangunan ini:
 Jenis Proyek : Gedung Perhotelan Denhaag-Amsterdam
 Lokasi Proyek : Jalan Semarang Malang
 Pemberi Tugas : Universitas Negeri Malang
 Perencana : Universitas Negeri Malang
 Nilai Kontrak : Rp. 29.454.833.177,68
2. Karakteristik Proyek adalah sebagai berikut:
a. Gedung kantor dan Gedung Parkir
 Hotel : 5 lantai dan 1 lantai semi basement
b. Lingkup pekarjaan :
 Pekerjaan Struktur
 Pekerjaan Arsitektur
 Pekerjaan Mekanikal/ Elektrikal

Pada penelitian ini, pekerjaan yang akan dianalisis


adalah pekerjaan yang memiliki bobot biaya besar dan menjadi
salah satu poin dalam tercapainya konsep green building pada
sebuah bangunan sesuai dengan cheklist green building yang
rencananya akan diterapkan pada proyek ini.

3.1.2.2 Penerapan Green Building Pada Proyek Studi Kasus

Pada bangunan berkonsep green building, sejak dimulai


dalam tahap perencanaan, pembangunan, pengoperasian
hingga dalam tahap pemeliharaannya memperhatikan aspek-
aspek dalam melindungi, menghemat, mengurangi penggunaan
sumber daya alam, menjaga mutu baik bangunan maupun mutu
kualitas udara di dalam ruangan, dan memperhatikan kesehatan
penghuninya yang semuanya berpegang kepada kaidah-kaidah
berkesinambungan. Berikut kriteria green building yang
diterapkan pada proyek ini adalah:

1. Bentuk bangunan

Bangunan ini memiliki sisi tipis di pada bagian


puncak yang berfungsi sebagai shading untuk bangunan
dibawahnya.

2. Orientasi bangunan

Kondisi bangunan menghadap ke timur, hal ini


didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai
berikut:
a. Bangunan mendapatkan sinar matahari lebih
maksimal.
b. Memerlukan penerapan teknologi tambahan untuk
mengurangi efek dari cahaya dan panas matahari yang
masuk ke bangunan secara berlebihan.
c. Bukaan di arah timur lebih baik daripada arah barat.
d. Menurut hasil penelitian, cahaya matahari sore hari
(barat) lebih bersifat menyengat dan menyilaukan.

3. Teknologi tambahan pada arsitektural

Teknolologi tambahan pada arsitektural berupa Sun


Shading dan Heat Insulation. Shading berfungsi
memantulkan sinar matahari sehingga tidak menjadi silau.
Selain sun shading, bangunan ini juga dilengkapi dengan
reflektor yang berfungsi untuk memantulkan sinar
matahari sehingga bisa masuk ke dalam ruangan sebagai
pencahayaan alami.

4. Seleksi Vendor dan material bersertifikast Green


a. Disyaratkan material maupun management vendor
memenuhi persyaratan untuk Greenship GBCI,
diutamakan material yang bersertifikasi “Green”.
b. Disyaratkan semua peralatan dan sistem terkalibrasi
dan tervalidasi dengan baik. Untuk setiap instalasi
yang diwajibkan untuk mamasang meteran atau
indikator yang permanen.

5. Sistem M/E Pendukung Konsep “Green”


a. Sistem Pengkondisian Udara
Sitem pengkondisian udara pada proyek ini
menggunakan AC Sentral Cooled Chiller dan Sistem
AC Variable Refrigerant Volime (VRV). Refigerant
yang digunakan adalah Refigerant HFC-134 a yang
ramah lingkungan sehingga tidak mempengaruhi
penipisan lapisan ozon.
b. Sistem Air Bersih
Merencanakan instalasi daur ulang air dengan
kapasitas yang cukup untuk kebutuhan seluruh sistem
flusing, irigasi, dan make up water cooling tower (jika
ada). Dimana pada bangunan ini menggunakan sistem
daur ulang air kotor dan air bekas menggunakan STP
dan WTP.
c. Pencahayaan buatan
Implementasi pencahayaan buatan pada proyek ini
adalah:
1) Menggunakan Ballast elektronik frekuensi tinggi
2) Zonasi pencahayaan dalam ruang yang dikaitkan
dengan sensor gerak (motion sensor)
d. Penempatan tombol lampu dalam jarak pencapaian
tangan pada saat buka pintu Pencahayaan alami
Pencahayaan alami dalah dengan menggunakan lux
sensor untuk optimasi pencahayaan buatan sebagai
pengganti intensitas cahaya alami kurang dari 300 lux,
mendapatkan tambahan
e. Sistem Lift
Lift pada proyek ini menggunakan sistem Variable
Voltage Variable Frequency (VWF) yang putaran
motornya lebih halus dan Inrush current lebih kecil
sehingga ebih hemat energi listrik. Lift juga
menggunakan Car light/ Fan Shut Off sehingga lampu
dan kipas akan mati secara otomatis ketika elevator
tidak digunakan. Selain itu, lift juga dilengkapi
dengan regenerative converter yang akan
menghasilkan listrik ketika lift bergerak turun
sehingga menghemat energi listrik lebih dari 35%
(mengurangi emisi CO2 1400 kg/thn)

3.1.3 Biaya Total Keseluruhan Proyek

Biaya total keseluruhan proyek dapat dilihat dalam tabel 4.1.


Sedangkan untuk rincian biaya dapat dilihat pada lampiran.

Tabel 3.1 Rekapitulasi Biaya Proyek

No Pekerjaan Biaya
Pekerjaan Struktur Rp. 11.951.868.293,13
Pekerjaan Arsitektur Rp. 17.406.888.918,85
Pekerjaan MEP Rp. 96.075.965,70
TOTAL Rp. 29.454.833.177,68

3.1.4 Pengujian Hukum Pareto

Analisa Pareto dilakukan untuk mengetahui biaya tertinggi pada


proyek ini yang berpotensi untuk dilakukan analisis value engineering.
Berikut ini langkah-langkah dalam pengujian hukum pareto:

1. Mengurutkan biaya pekerjaan dari yang terbesar ke yang terkecil.


2. Menjumlah biaya pekerjaan total secara kumulatif.
3. Menghitung persentase biaya masing-masing pekerjaan.

% Biaya Pekerjaan = Biaya Pekerjaan


Total Biaya Keseluruhan
4. Menghitung presentase kumulatif.
5. Mengeplot presentase kumulatif.

Hasil pareto dari total biaya keseluruhan proyek dapat dilihat


pada tabel 3.2

No Pekerjaan Biaya % %
Harga Kumulatif
1 Pekerjaan Arsitektur Rp. 17.406.888.918,85 59,10 59,10
2 Pekerjaan Struktur Rp. 11.951.868.293,13 40,58 99,67
3 Pekerjaan MEP Rp. 96.075.965,70 0,33 100
TOTAL Rp. 29.454.833.177,68

Grafik 3.1 Grafik Pareto Biaya Tiap-tiap Pekerjaan


Sumber : Dokumen Pribadi

Gambar 3.1 Diagram Biaya Tiap-Tiap Pekerjaan


Sumber : Dokumen Pribadi

Dari hasil pareto keseluruhan biaya proyek dapat dilihat bahwa


pada proyek ini pekerjaan yang berbobot besar adalah pekerjaan
struktur, pekerjaan arsitektur, dan pekerjaan MEP. Dari ketiga
komponen pekerjaan tersebut, ada dua pekerjaan yang akan dianalisa
lagi dengan menggunakan hukum pareto. Kedua pekerjaan itu adalah
pekerjaan arsitektur dan pekerjaan MEP. Berikut hasil analisa pareto
dari kedua pekerjaan tersebut:

Tabel 3.3 Biaya Pekerjaan Arsitektur

No Pekerjaan Biaya % %
Harga Kumulatif
1 Dinding & Pelapis Rp. 5.873.510.467,41 33,74 33,74
Dinding
2 Pintu dan Jendela Rp. 3.960.054.000,00 22,75 56,49
3 Plafond Rp. 1.094.726.905,90 6,29 62,78
4 Pelapis Lantai Rp. 782.436.650,35 4,49 67,27
5 Cat Rp. 443.145.077,28 2,55 69,82
6 External Rp. 2.498.901.403,94 14,36 84,18
7 Lain-lain Arsitektur Rp. 2.754.114.413,96 15,82 100
TOTAL Rp.17.406.888.918,85

Grafik 3.2 Grafik Hasil Pareto Pekerjaan Arsitektur


Sumber : Dokumen Pribadi

Tabel 3.4 Biaya Pekerjaan MEP

No Pekerjaan Biaya % %
Harga Kumulatif
1 Pekerjaan Sanitair Rp. 71.876.865,70 74,81 74,81
2 Pekerjaan Listrik Rp. 24.199.100,00 25,19 100
TOTAL Rp. 96.075.965,70
Grafik 3.2. Grafik Hasil Pareto Pekerjaan MEP
Sumber : Dokumen Pribadi

Dari hasil analisa Pareto pekerjaan arsitektur diperoleh pekerjaan


berbobot besar yaitu pekerjaan pintu & jendela dan pekerjaan dinding &
plesteran. Sedangkan dari dari hasil Pareto pekerjaan MEP, diketahui
bahwa pekerjaan yang berbobot besar adalah pekerjaan sanitasi air
kemudian pekerjaan listrik.

3.1.5 Pemilihan Pekerjaan

Dengan pertimbangan kriteria green building yang diterapkan


pada proyek ini, dan melihat komponen-komponen yang berpotensi bisa
di efisiensikan dalam pengguanaan energi dan biayanya maka penelitian
ini difokuskan pada penerapan lampu LED pada semua penerangan di
bangunan.

Pada kenyataannya, penggunaan lampu pada proyek ini


menggunakan lampu yang tidak hemat energi. Pada penggunaan lampu
untuk kamar hotel memiliki watt cukup besar yaitu 10-20 watt, dan
pada lampu di ruang koridor hotel menggunakan lampu Fluorescent
Lamp Type (TL) dimana besarnya watt yang di gunakan sebesar 25
watt.

Pada penelitian ini, analisa VE lebih lanjut akan dilakukan pada


pemilihan jenis lampu yang ramah lingkungan yaitu LED yang tidak
menyebabkan penggunaan listrik yang besar dan lebih terang serta
awet.

3.2 Tahap Analisis Pada Pekerjaan MEP

3.2.1 Analisis Fungsi

Pada tahap ini akan dilakukan identifikasi fungsi yang terdiri dari
kata kerja aktif (active verb) dan kata benda (measurable noun).
Identifikasi fungsi dilakukan secara acak dan selanjutnya
dikelompokkan serta diidentifikasi masing-masing jenisnya.

3.2.1 Analisa Investasi

Perbandingan biaya pada komponen lampu didesain awal dengan


komponen lampu jenis LED bisa menjadi alternatif investasi. Dinilai
dari segi umur hidupnya, energi yang di pakai dan harga berdasarkan
watt yang di jual di pasaran. Jenis lampu dari desain awal yang akan di
kaji adalah :

a. Lampu TL

b. Lampu Pijar

c. Lampu Downloght

d. Lampu Baret

Pada jenis lampu LED, penghematan yang bisa dianalisis terkait


pada :

a. Energi yang di pakai

b. Umur pakai

c. Harga lampu

d. Penggunaan Kwh listrik

e. Pergantian lampu
Gambar 3.2 Perbandingan keseluruhan dari Lampu LED dengan
Lampu Lain
Sumber : Sari Handayani dan Fitri Suryani, 2018

Dari gambar diatas kita dapat melihat dan mulai menganalisis estimasi
biaya, estimasi biaya dilakukan untuk mengetahui biaya dari proyek hotel ini
dengan Cost Saving penggunaan dari lampu LED. Estimasi biaya dilakukan
pada biaya NON lampu LED dan ON lampu LED. Hasil dari analisa estimasi
biaya lampu, langkah selanjutnya memandingkan biaya yang akan
dikeluarkan. Perbandingan biaya bertujuan agar biaya-biaya dari penerapan
lampu LED dan non LED dapat dengan mudah dilihat perbandingan dan
perbedaannya dari segi biaya, konsumsi daya listrik dan umur hidupnya

Tabel 3.5 Perbandingan keseluruhan dari Lampu LED dengan Lampu Lain
Sumber : Sari Handayani dan Fitri Suryani, 2018

Gambar 3.2 Perbandingan Biaya Lampu LED dengan pijar dan CFL per
40.000 jam

Sumber : Sari Handayani dan Fitri Suryani, 2018

1. Net Present Value (NPV)


Net Present Value merupakan selisih antara pengeluaran dan
pemasukan atau dengan kata lain selisih uang yang diterima dan uang yang
dikeluarkan dengan memperhatkan time value of money.
Gambar 3.3 Perbandingan keseluruhan dari Lampu LED dengan Lampu Lain

Sumber : Sari Handayani dan Fitri Suryani, 2018

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang dilakukan berdasarkan tahapan kerja value
engineering, dapat disimpulkan bahwa:
 Komponen pekerjaan yang dapat dioptimal dengan metode value
engineering pada proyek ini adalah pekerjaan listrik. Dimana lampu yang
digunakan memiliki potensi tidak ramah terhadap lingkungan.
 Dengan melakukan analisis VE lebih lanjut pada pekerjaan listrik
diperoleh alternatif pengkondisian pencahayaan dengan menggunakan
LED sebagai pengganti pencahayaan lampu CFL
 Lampu LED merupakan lampu yang ramah lingkungan merupakan fitur
yang ramah lingkungan dan memberikan kenyamanan bagi penghuninya.
 Selain itu hasil dari analisa investasi menunjukan bahwa pengaruh pada
penggantian jenis lampu LED menyeba bkan menurunkan jumlah
penggunaan lampu per masa pemakaiannya., dimana effisiensi energi
juga merupakan salah satu prinsip dari konsep green building.
 Penggunaan lampu LED membuat biaya Oprational Maintenence dan
biaya penggantian permasa oprasional lampu lebih rendah
4.2 Saran
Studi Value engineering pada proyek bangunan green building, selain
dapat mengefisiensikan biaya juga dapat membuat sebuah bangunan menjadi
ramah lingkungan. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan studi value
engineering sehingga biaya proyek bangunan berkonsep green building
menjadi lebih efisien dan bangunan tersebut juga menjadi lebih ramah
lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Sri Puji Lestari. 2011. Penerapan Value Engineering Untuk Efisiensi Biaya Pada
Proyek Bangunan Gedung Berkonsep GreenBuilding. Skripsi Fakultas
Teknik Universitas Indonesia.
Nahed Ayedh Al-Hajeri. 2013. Green Building and Energy Saving. World
Academy of Science, Engineering and Technology International Journal
of Humanities and Social Sciences Vol.7, No.8. Kuwait: Kuwait Oil
Company KSC
Andini, Rizki. 2014. Analisa Pengaruh Penerapan Konsep Green Building
Terhadap Keputusan Investasi pada National Hospital Surabaya.
Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Vicky Bertolini, Wisnumurti, Achfas Zacoeb. 2015. Aplikasi Value Engineering
Pada Proyek Pembangunan Gedung. Jurnal Teknik Sipil Universitas
Brawijaya, Vol. 1, No. 2. Malang: Universitas Brawijaya
Sari Handayani, Fitri Suryani. 2018. Penerapan Value Engineering Pada Proyek
Bangunan Gedung Berdesain Green Building Dengan Membandingkan
Penggunaan Jenis Lampu. Jurnal Ikraith-Teknologi, Vol. 2, No. 1.
Jakarta: Universitas Persada Indonesia Y.A.I.
Elieser Tarigan. 2018. Energy Saving Measures and Simulation in the Library
Building of University of Surabaya. Jurnal Teknologi Rekayasa, Vol. 3,
No. 1, , Hal. 63-70. Surabaya: Universitas Surabaya.

ABSTRAK

Green building adalah konsep bangunan ramah lingkungan yang


merupakan salah satu bentuk respon dunia mengenai kondisi lingkungan saat ini.
Meskipun demikian, masih banyak anggapan bahwa konsep bangunan ramah
lingkungan ini mahal sehingga masih sedikit owner yang menerapkan konsep ini
pada bangunan mereka. Pada penelitian ini dilakukan studi value engineering
(VE) untuk mendapatkan biaya yang optimal pada bangun green building. VE
pada penelitian ini dilakukan pada sistem pencahayaan ruangan dengan fokus
penelitian adalah pada pemilihan lampu LED ramah lingkungan untuk
menggantikan lampu CFL yang tidak ramah lingkungan karena dapat
menyebabkan pemborosan energi. Hasil dari penelitian adalah sistem
pencahayaan ruangan yang lebih ramah lingkungan dan efisien terhadap biaya.

Kata kunci:
green building, value engineering, cost saving

Anda mungkin juga menyukai