Anda di halaman 1dari 5

FENOMENA SOSIAL I

(Teori Konformitas)

Demonstrasi  (demo) sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di


hadapan umum. Unjuk rasa biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok
tersebut atau penentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak atau dapat pula dilakukan
sebagai sebuah upaya penekanan secara politik oleh kepentingan kelompok.

Berdasarkan pandangan sosial demo biasanya disebabkan karena orang-orang yang tidak
setuju dengan pemeritah dan yang menentang kebijakan pemerintah. Namun unjuk rasa
juga dilakukan oleh kelompok-kelompok lainnya dengan tujuan lainnya. Akibat dari kegiatan
tersebut dapat menyebabkan perusakan terhadap benda-benda dan fasilitas umum. Hal ini
dapat terjadi akibat keinginan menunjukkan pendapat para pengunjuk rasa yang berlebihan.
Contohnya, saat aksi demo mahasiswa menolak RUU KUHP dan revisi KPK terjadi di
sejumlah wilayah. Kemarin pada Kamis (19/09/19) di Jakarta, mahasiswa menggelar
demonstrasi di gedung DPR/MPR. Mahasiswa berkumpul di Jl Gatot Subroto, Jakarta. 
Selain Jakarta, penolakan terhadap UU KPK baru oleh mahasiswa juga terjadi di gedung
DPRD Ciamis pada Jum'at (20/09/19). Di lokasi, mereka berorasi terbuka. Mahasiswa yang
berkumpul membawa sejumlah spanduk dan poster berisi penolakan terhadap RKUHP dan
revisi UU KPK. Mahasiswa yang berdemonstrasi di depan gedung DPR RI menutup jalan di
sekitar lokasi. Lebih dari 6 jam, mahasiswa masih bertahan di depan Gedung DPR RI.
Setelah menggelar aksi tolak RUU KUHP dan revisi UU KPK sejak pukul 13.00 WIB, Jalan
Gatot Subroto di tutup untuk mengakomodasi massa. 

Analisis teoritis yang digunakan ialah konformitas sebab konformitas adalah suatu
kecendrungan dalam perubahan keyakinan dan perilaku seseorang sehingga sesuai dengan
perilaku orang lain atau standar perilaku yang ditentukan oleh kelompoknya (Cialdiri dan
Goldstein, 2004). Dari pegertian konformitas kita bisa menjelaskan bahwa pada dasarnya
demo berasal dari orang-orang yang tidak setuju dengan pemeritah dan yang menentang
kebijakan pemerintah. Namun unjuk rasa juga dilakukan oleh kelompok-kelompok lainnya
dengan tujuan lainnya.

Aspek kognitif ialah ketika suatu kelompok berfikir bahwa kelompoknya sedang
diperlakukan tidak baik. Sehingga timbul pemikiran perlawanan dan pembelaan dari
pemikiran tersebut muncul aspek afeksi yang melibatkan perasaan marah akibat ketidak
terimaan, sehingga terjadi suatu perilaku dalam bentuk negatif, yaitu kerusuhan.
FENOMENA SOSIAL II

(Teori Kepentingan atau Keterlibatan Sikap)

Nasionalisme adalah suatu sikap politik dari masyarakat suatu bangsa yang mempunyai
kesamaan kebudayaan, dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan, dengan demikian
masyarakat suatu bangsa tersebut merasakan adanya kesetiaan yang mendalam terhadap
bangsa itu sendiri. Kecintaan masyarakat akan tanah airnya mampu memberi pengaruh
yang besar terhadap perkembangan sebuah bangsa. Kecintaan masyarakat akan tanah
airnya mampu memberi pengaruh yang besar terhadap perkembangan sebuah bangsa akan
tanggung jawabnya dalam kemakmuran dan pertahanan yang dilandasi rasa cinta kepada
tanah airnya. Nasionalisme merupakan suatu yang penting bagi seseorang karena hal
tersebut ikut mendefinisikan dirinya. Berdasarkan pandangan sosial sikap nasionalisme
disebabkan karena adanya kesadaran dari dalam diri dan rasa cinta tanah air.

Analisis teoritis yang digunakan ialah teori kepentingan atau keterlibatan sikap (the
importance or involvingness of attitudes), menurut teori ini, kepentingan atau keterlibatan
suatu sikap diukur berdasarkan seberapa kuat hal tersebut menyatu dengan strusktur sikap
yang telah menancap kuat sebelumnya. Sikap-sikap akan akan dianggap penting dan
memiliki keterlibatan tinggi jika berkaitan langsung dengan ego atau konsep diri. Contohnya,
sikap nasionalisme. Dari pegertian teori diatas kita bisa menjelaskan bahwa pada dasarnya
sikap nasionalisme ada karena adanya Rasa nasionalisme sudah dianggap muncul
manakala suatu bangsa memiliki cita-cita yang sama untuk mendirikan suatu negara
kebangsaan. Nasionalisme merupakan paham kebangsaan, semangat kebangsaan dan
kesadaran kebangsaan. Paham nasionalisme akan menjadikan kita memiliki kesadaran
akan adanya bangsa dan negara. nasionalisme yang tertanam dalam setiap warga negara
akan memperkuat tegaknya negara kebangsaan. Gerakan untuk senantiasa mencintai dan
membela bangsanya dari ancaman negara lain atau ancaman kehancuran melahirkan
patriotisme. Semangat kebangsaan atau nasionalisme dan patriotisme telah dibuktikan
keberhasilannya ketika bangsa Indonesia merebut kemerdekaannya dari tangan penjajah.

Aspek kognitif dari sikap nasionalisme ialah bagaimana pengetahuan dari dalam diri akan
rasa cinta tanah air dan sikap kebangsaan. Hal ini akan berpengaruh pada menerapkan
pada perilaku cinta tanah air, sehingga muncul aspek afeksi yang melibatkan adanya
partisipasi aktif contoh dari sikap nasionalisme paling dasar adalah menjaga ketertiban
masyarakan dengan mematuhi aturan yang berlaku, bersedia mempertahankan dan
memajukan negara, dan Melestarikan budaya indonesia.
FENOMENA SOSIAL III

(Teori Agresi)

Tawuran adalah diartikan sebagai perkelahian yang meliputi banyak orang. Wirumoto,
sosiolog Indonesia, berpendapat bahwa tindakan tersebut sebagai salah satu cara untuk
menghilangkan stress selama ujian. W. D. Mansur juga berpendapat bahwa tindakan
tersebut terjadi bukan akibat dari faktor pribadi, melainkan berasal dari pengaruh lingkungan
di sekitar serta prasangka dari masyarakat, Tawuran dapat menyebabkan korban luka
hingga kematian.

Analisis teoritis yang digunakan ialah teori agresi. Menurut teori ini agresi adalah perilaku
yang dilakukan seseorang atau kelompok orang dengan tujuan untuk menyakiti ornag lain.
Definisi ini salah satunya ditemukan di Aronson (2010). Definisi yang hampir sama juga
ditemukan dalam Baron dkk (2009). Pada dasarnya, baik Aronson maupun Baron dan
rekan-rekannya mengungkapkan bahwa agresi merupakan perilaku yang secara sengaja
untuk menyakiti dan pada orang lain membuat luka. Dampak dari agresi yaitu berdampak
secara fisik, seperti luka ringan atau berat hingga jiwa, maupun secara psikologis, seperti
trauma yang berunjung pada masalah kepribadian. Contohnya tawuran salah satu contoh
dari bentuk agresi, seperti telah dijelasan, agresi termanifestasi ke dalam bentuk perilaku
kekerasan (violence). Perilaku tawuran mahasiswa dapat terjadi sebagai pengaruh kondisi
seputar kampus (iklim akademik). Contoh lainnya dari agresi yakni seorang anak yang
mendapat perilaku agresif dalam jangka waktu yang lama dan berulang, dapat tumbuh
menjadi individu yang depresif, memiliki harga diri yang rendah, fobia sehingga menjadi
pelaku kekerasan di kemudia hari. Mereka yang pernah mengalami pelecehan seksual,
mereka menderita berbagai gangguan, seperti fobia sekolah, menarik diri dari pergaulan,
tidak mampu berkonsentrasi ketika berada di dalam kelas, memiliki prestasi belajar yang
rendah, dan sebagainya (Bryant, 1995 dalam Anderson dan Bushman, 2002).

Aspek kognitif dari agresi ialah ketika suatu kelompok berfikir bahwa kelompoknya
sedang diperlakukan tidak baik. Sehingga timbul pemikiran perlawanan dan pembelaan dari
pemikiran tersebut muncul aspek afeksi yang melibatkan perasaan marah akibat ketidak
terimaan, sehingga terjadi suatu perilaku dalam bentuk negatif, yaitu kerusuhan.
FENOMENA SOSIAL IV

(Teori Nilai Hidup di Indonesia)

Fenomena nilai hidup di Indonesia, Fukuyama (2007) menyebutkan trust (saling percaya)
sebagai modal sosial masyarakat jepang maka Indonesia memiliki nilai gotong royong yang
menjado salah satu modal solusinya. Berdasarkan hal ini, biaya yang dibutuhkan oleh
masyarakat dalam melakukan sesuatu pun dapat dikurangi secara signifikan dengan adanya
modal gotong royong. Nilai ini nyata hidup dalam masyarakat Indonesia sehingga
masyarakat bisa memangkas biaya jasa dari pekerja, terutama jika ada kegiatan-kegiatan
baik untuk kepentingan individu maupun kepentingan bersama. Contohnya masyarakat
merasa berkewajiban bersama-sama membuat jalan desa.

Analisis teoritis yang digunakan ialah teori nilai hidup di Indonesia. Dalam psikologi
sosial, nilai kebajikan (virtue) dan norma merupakan konsep yang turut memengaruhi
perilaku seseorang. Nilai kebijakan (virtue) dan norma merupakan kosep yang diakui oleh
masyarakat dan menjadi rujukan perilaku tanpa harus disampaikan secara nyata baik tertulis
maupun lisan. Contohnya nilai gotong royong diatas, tidak memiliki konsep yang pasti baik
dalam batasan maupun pola perilakunya. Namun orang Indonesia akan sangat mudah untuk
bekerja sama manakala diajak untuk bergotng royong.

Aspek kognitif dari teori diatas ialah berdasarkan pemahaman membantu sesama
makhluk hidup yang membuat seseorang tergerak untuk membantu sesama, dan
menerapkannya di lingkungannya sehingga muncul aspek afeksi Responding (menanggapi)
mengandung arti “adanya partisipasi aktif dalam kegiatan sosial di masyarakat.
FENOMENA SOSIAL V

(Teori Ketidakadilan Sosial dan Prasangka)

Prasangka merupakan sikap secara umum terhadap objek sosial tertentu. Seperti sikap
pada umumnya, prasangka terdiri atas komponen kognitif (streotip), emosi (cemas, takut,
iri), dan perilaku atau yang dikenal sebagai diskriminasi (Myers, 2010). Prasangka
seharusnya dapat bermakna positif maupun negatif. Namun pada umumnya, peneliti dalam
ilmu sosial mendefinisikan prasangka sebagai sikap negatif (Dovidio, Hewstone, Glick, and
Esses, 2010). contohnya Perbandingan sosial seperti misalnya membandingkan status
sosial, status ekonomi, kecantikan dan karakter juga bisa memicu timbulnya prasangka.
Sebagai contoh, orang yang lebih kaya tetapi jarang bergabung dalam kegiatan sosial
mungkin akan dinilai sebagai orang yang kikir dan sombong. Prasangka ini jelas saja bisa
menimbulkan situasi yang lebih negatif lagi. Contoh prasangka yang lain yaitu Pengalaman
awal hampir mirip juga dengan prasangka yang dijelaskan pada teori belajar sosial. Sebagai
contoh yaitu ketika anak A selalu mendapatkan paparan mengenai komentar jelek terhadap
suatu suku, ia bisa saja kemudian sama-sama memiliki prasangka jelek nantinya terhadap
suku tersebut.

Analisis teoritis yang digunakan ialah teori prasangka. Perasangka merupakan perilaku
negatif yang mengarahkan kelompok pada individualis berdasarkan pada keterbatasan atau
kesalahan informasi tentang kelompok, seperti perbandingan sosial dan pengalaman awal.
Kedua hal itu dapat mempengaruhi pemikiran seseorang terkait kelompok karena kesalahan
informasi tentang kelompok. penyebab terjadinya prasangka sosial adalah adanya perasaan
berbeda dengan kelompok lain atau orang lain misalnya antara kelompok mayoritas dan
kelompok minoritas. 

Aspek kognitif dari teori diatas ialah, merujuk pada apa yang dianggap benar dari apa
yang difikirkan atau menjadi prasangka dari orang tersebut. afeksi dari perasangka tersebut
yakni merujuk pada apa yang disukai dan tidak disukai.

Anda mungkin juga menyukai