I. TUJUAN PERCOBAAN Tujuan percobaan pada praktikum ini adalah untuk mengetahui komposisi sampah, densitas sampah, kadar air, dan kadar volatile pada sampah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Sampah adalah bahan buangan sebagai akibat dari aktivitas manusia yang merupakan bahan yang sudah tidak dapat dipergunakan lagi. Sampah juga dapat dikatakan sebagai limbah yang bersifat padat yang terdiri dari zat organik dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Bertambahnya jumlah penduduk perkotaan yang terjadi tidak hanya tingginya kelahiran tetapi juga adanya urbanisasi masyarakat. Dengan jumlah penduduk yang tinggi akan mengakibatkan terhadap tingginya volume sampah yang dihasilkan dari rumah tangga (Hasibuan, 2016). Kondisi pengelolaan sampah di Indonesia, dengan truk sampah. Mayoritas pengumpulan sampah kota dan ukuran populasi yang terus meningkat dan tingkat konsumsi publik, memicu volume limbah yang semakin meningkat. Keadaan ini membuat kebutuhan untuk pengelolaan limbah yang lebih baik dan lebih baik bahwa tidak ada masalah signifikan, masalah terkait limbah akan terjadi. Pengelolaan limbah di Indonesia adalah tanggung jawab sepenuhnya masing-masing pemerintah daerah masing-masing. Setiap kota atau kabupaten harus mengelola limbah mereka sendiri dengan membentuk sanitasi mereka sendiri kantor. Berdasarkan Peraturan Indonesia No. 32, 2009, telah menetapkan bahwa masalah terkait limbah adalah tanggung jawab pemerintah daerah dan setiap pemerintah daerah harus mengelola sistem penanganan limbah, termasuk lokasi pemrosesan akhir cara yang tidak memadai, dan pada kondisi tertentu, harus dikelola lokasi pemrosesan akhir regional (Damanhuri, et al.,2017) Sebelum pembuatan model pengolahan sampah, perlu diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya timbunan sampah. Alternatif untuk masalah pengolahan sampah yaitu dengan menerapkan beberapa metode untuk pengolahannya, yaitu dengan cara landfill, pengomposan dan insinerator (pembakaran).
1. Pengolahan Sampah dengan Landfill
Pemrosesan akhir sampah secara umum di Indonesia adalah
menggunakan sistem land disposal (penyingkiran limbah ke dalam tanah). Penyingkiran limbah ke dalam tanah yang disertai dengan pengurugan/penimbunan dikenal dengan istilah landfilling. Sanitary landfill adalah metode landfilling yang aplikasinya memperhatikan aspekaspek sanitasi limgkungan. Menurut Damanhuri (2010), definisi sanitary landfill adalah metode pengurugan sampah ke dalam tanah, dengan menyebarkan sampah secara lapis perlapis pada sebuah site (lahan) yang telah disiapkan, kemudian dilakukan pemadatan dengan alat berat, dan pada akhir hari operasi, urukan sampah tersebut kemudian ditutup dengan tanah penutup. Sedangkan metode yang digunakan sebelumnya yaitu sistem open dumping tidak mengikuti tata cara yang sistematis serta tidak memperhatikan dampak pada lingkungan.
2. Pengolahan Sampah dengan Insinerator
Salah satu jenis pengolah sampah yang sering digunakan sebagai
alternatif penanganan sampah adalah insinerator. Saat ini teknologi insinerator dengan penangkap panas (enersi) dikenal sebagai waste- toenergy. Khusus untuk sampah kota, sebuah insinerator akan dianggap layak bila selama pembakarannya tidak dibutuhkan subsidi enersi dari luar. Jadi sampah tersebut harus terbakar dengan sendirinya. Sejenis sampah akan disebut layak untuk insinerator, bila mempunyai nilai kalor sebesar paling tidak 1200 kcal/kg-kering. Jumlah sampah kota di Indonesia, angka ini umumnya merupakan ambang tertinggi. Sampah kota di Indonesia dikenal mempunyai kadar air yang tinggi (sekitar 60 %), sehingga akan mempersulit untuk terbakar sendiri. Hambatan utama penggunaan insinerator adalah kekhawatiran akan pencemaran udara. Insinerasi modular juga sering disebut-sebut sebagai alternatif dalam mengurangi massa sampah yang akan diuangkut ke TPA. Beberapa Dinas Kebersihan di Indonesia juga mempunyai minat yang serius dengan pembakaran sampah di tingkat kawasan sebelum sampah diangkut ke TPA. Persoalan yang timbul adalah bagaimana mencari lokasi yang cocok, dan yang paling penting adalah bagaimana mengurangi dampak negatif dari pencemaran udara, termasuk adanya asap, bau pembakaran, dsb. Dari sekian banyak jenis pencemaran udara yang mungkin timbul, maka tampaknya yang paling dikhawatirkan adalah munculnya dioxin, yang dapat diminimalkan bila bahan plastik, khususnya PVC, tidak ikut terbakar di incinerator (Damanhuri, 2010).