Anda di halaman 1dari 77

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TUBERCULOSIS PARU

DENGAN PENGELOLAAN BERSIHAN JALAN NAPAS TIDAK


EFEKTIF

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Untuk Memenuhi Persyaratan Mata Kuliah Metoda Penulisan Karya Ilmiah

Irma Kusumawati

NIM. P1337420418025

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BLORA

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2020

i
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TUBERCULOSIS PARU
DENGAN PENGELOLAAN BERSIHAN JALAN NAPAS TIDAK
EFEKTIF

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Untuk memenuhi persyaratan mata kuliah Metoda Penulisan Karya Ilmiah

Pada Program Studi D III Keperawatan Blora

Irma Kusumawati

NIM. P1337420418025

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BLORA

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2020

ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Irma Kusumawati


NIM : P1337420418025

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa proposal karya tulis ilmiah yang berjudul
Asuhan Keperawatan pada Klien Tuberculosis Paru Dengan Pengelolaan Bersihan
Jalan Napas Tidak Efektif adalah benar-benar merupakan karya saya sendiri,
bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui
sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan proposal karya tulis
ilmiah pengelolaan kasus ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima
sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketetuan yang berlaku.

Blora, 15 Desember 2020


Yang membuat pernyataan,

Irma Kusumawati
P1337420418025

iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Proposal Karya Tulis Ilmiah yang disusun oleh Irma Kusumawati, NIM.
P1337420418025, dengan judul Asuhan Keperawatan pada Klien Tuberculosis
Paru dengan Pengelolaan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif. Ini telah diperiksa
dan disetujui untuk diuji.

Blora, 15 Desember 2020

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Suhardono, SKp.,Ners., M.Kes M. Nor Mudhofar, S.Pd., M.Kes


NIP. 196601291989031002 NIP. 196511301990011001
Tanggal: Tanggal :

iv
LEMBAR PENGESAHAN

Proposal Karya Tulis ilmiah oleh Irma Kusumawati, NIM


P1337420418025, dengan judul Asuhan Keperawatan pada Klien Tuberculosis
Paru dengan Pengelolaan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif ini telah
dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal......

Dewan Penguji
Mu’awanah, S.Kep.Ns, MHKes Ketua (.........................)
NIP. 197005261998032003

M. Nor Mudhofar, S.Pd., M.Kes Anggota (.........................)


NIP. 196511301990011001

Suhardono, SKp.,Ners., M.Kes Anggota (.........................)


NIP. 196601291989031002

Mengetahui,
Ketua Prodi D III Keperawatan Blora

Joni Siswanto, S.Kp., M.Kes


NIP. 196607131990031003

v
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT,


atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis mampu menyelesaikan proposal Karya
Tulis Ilmiah tentang Asuhan Keperawatan pada Klien Tuberculosis Paru dengan
Pengelolaan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif sesuai dengan waktu yang
direncanakan.
Penulis menyadari bahwa kegiatan penulisan ini dapat diselesaikan
berkat adanya dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Marsum BE, S.Pd., M.HP. selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kemenkes Semarang.
2. Bapak Suharto, S.Pd., MN. selaku Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Semarang.
3. Bapak Joni Siswanto, S.Kp., M.Kes. selaku Ketua Program Studi DIII
Keperawatan Blora Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang
4. Bapak Suhardono, S.Kp.,Ners., M.Kes. selaku pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan dan petunjuk dalam penulisan dan
selaku penguji ketiga.
5. Bapak M. Nor Mudhofar, S.Pd., M.Kes. selaku pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan dan petunjuk dalam penulisan dan
selaku penguji kedua.
6. Ibu Mu’awanah, S.Kep., Ners,. MHKes. selaku dosen penguji utama.
7. Bapak/Ibu Dosen dan Staff Karyawan Program Studi DIII Keperawatan
Blora Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.
8. Kedua Orang tua saya yang senantiasa telah memberikan kasih sayang,
perhatian, doa, semangat dan segala bentuk dukungan moral maupun
material dalam menempuh studi dan penyusunan karya tulis ilmiah ini.
9. Kakak Dewi Astuti yang telah memberikan dukungan dan semangat.

vi
10. Teman sepembimbing yang telah berjuang bersama dalam penyelesaian
karya tulis ilmiah dalam keadaan susah maupun senang.
11. Teman seangkatan 3A dan 3B angkatan tahun 2018 yang telah berjuang
bersama.
12. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan proposal karya tulis
ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa proposal karya tulis ilmiah ini tidak luput dari
kesalahan atau kekurangan. Oleh karena itu penulis berharap kepada pembaca
untuk memberikan kritik dan saran demi pembuatan proposal karya tulis ilmiah di
masa mendatang. Semoga hasil proposal karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat
khusunya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Blora, 15 Desember 2020

Penulis

vii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL.............................................................................. i
HALAMAN JUDUL……………............................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN........................ iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................... v
KATA PENGANTAR............................................................................... vi
DAFTAR ISI.............................................................................................. vii
i
DAFTAR TABEL ................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................ 3
B. Rumusan Masalah....................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian……………………………………………... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Tuberculosis Paru……………………………………… 7
1. Definisi…………………………………………………......... 7
2. Etiologi…………………………………………………......... 7
3. Manifestasi klinis …………………………………………… 8
4. Klasifikasi …………………………………………………... 9
5. Patofisiologi ………………………………………………… 10
6. Pathway …………………………………………………….. 12
7. Pemeriksaan diagnostik …………………………………….. 13
8. Penatalaksanaan …………………………………………...... 15
B. Pengelolaan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif………………. 19
1. Konsep Bersihan Jalan Napas……………………………….. 19
2. Etiologi Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif………………... 19
3. Batas Karakteristik Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif……. 20
4. Pengelolaan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif…………… 21
C. Asuhan Keperawatan Tuberculosis Paru……………………….. 23
1. Pengkajian…………………………………………………… 23
2. Diagnosa Keperawatan……………………………………… 29
3. Rencana Keperawatan……………………………………..... 30
4. Tindakan Keperawatan……………………………………… 33
5. Evaluasi……………………………………………………… 33
BAB III METODE PENELITIAN……………………………………….... 34
A. Rancangan Penelitian…………………………………………. 34
B. Subyek Penelitian……………………………………………... 34

viii
C. Tempat dan Waktu……………………………………………. 35
D. Variabel dan Definisi Oprasional……………………………... 36
E. Teknik Pengumpulan Data……………………………………. 36
F. Teknik Analisa Data…………………………………………... 38
G. Etika Penelitian……………………………………………...... 38
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 40
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
Tabel 2.1 Panduan Pemberian Obat OAT .......................................... 18

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1 Pathway Tuberculosis Paru .......................................................... 12

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Lembar Bimbingan Pembimbing I

2. Lembar Bimbingan Pembimbing II

3. Lembar Bimbingan Setelah Ujian Proposal KTI

4. Daftar Riwayat Hidup

5. SOP Batuk Efektif

6. SOP Fisioterapi Dada

7. SOP Napas Dalam

8. SOP Suction

9. SOP Nebulizer

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan

Mycobacterium tuberculosi yang menyerang paru – paru dan hampir

seluruh organ lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernasapan

dan saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling

banyak melalui inhalasi droplet yang bersal dari orang yang terinfeksi

bakteri tersebut. (Nurarif &Hardhi, 2015).

Tuberculosis merupakan penyakit lama yang masih menjadi

pembunuh terbanyak diantara penyakit menular, dunia pun masih belum

bebas dari TBC. Menurut WHO, sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi

kuman tuberkulosis, dan setiap detiknya ada satu orang yang terinfeksi

Tuberculosis. (Kementrian Kesehatan RI, 2018)

Indonesia kini berada di peringkat ke tiga dalam kasus TB

terbanyak di dunia, setelah India dan China. Berdasarkan laporan WHO

2017 diperkirakan ada 1.020.000 kasus di Indonesia, namun baru

terlaporkan ke Kementrian Kesehatan sebanyak 42% dari total kasus pada

tahun 2017 (data per 2018). Berdasarkan survei Prevalensi Tuberculosis,

Prevalensi pada laki-laki tiga kali lebih tinggi dibandingkan pada

perempuan, Hal ini terjadi kemungkinan karena laki-laki lebih terpapar

1
2

pada faktor resiko TB misalnya merokok dan kurangnya ketidakpatuhan

minum obat. Survei ini menemukan bahwa dari seluruh partisipan laki-laki

yang merokok sebanyak 69,5% dan hanya 3,7% partisipan perempuan

yang merokok. Tuberkulosis di Indonesia memiliki jumlah kasus yang

diprediksikan mencapai lebih dari satu juta penderita. Namun, baru

sepertiganya yang berhasil ditemukan dan menjalani pengobatan. kasus

TB di Indonesia memang masih menjadi momok penyakit yang

mengerikan dan terus digalakkan pengendaliannya. (Kementrian

Kesehatan RI, 2018)

Studi Inventori TB (Global report TB 2018) mendapatkan data

hasil riset insidens TB yaitu 321 per 100.000 (Riskesdas, 2018). Di Jawa

Tengah penemuan penderita Tuberculosis Paru pada tahun 2018 dengan

angka tertinggi di kota Magelang yaitu 404,5 per 100.000 penduduk, dan

angka terendah di kota Boyolali yaitu 13,1 per 100.000 penduduk,

sedangkan di kabupaten Blora yaitu 95 per 100.000 penduduk. (Profil

Kesehatan Jawa Tengah, 2019).

Dampak apabila tidak dilakukan asuhan keperawatan dengan tepat

maka penyakit Tuberculosis Paru ini dapat menimbulkan beberapa

komplikasi seperti pleuritis tuberkulosa, efusi pleura, tuberkulosa milier,

meningitis tuberkulosa bahkan sampai terjadi kematian. (Sudoyo, 2014)

Tuberculosis paru akan menimbulkan adanya gangguan pada

saluran pernafasan akibat peningkatan sekret, sekret akan menimbulkan

gagalnya pernafasan dan penyumbatan saluran nafas atau bersihan jalan


3

nafas menjadi tidak efektif. Selain itu penderita TB juga terkadang tidak

mudah untuk mengeluarkan sekret sehingga dapat menyebabkan

bersihan jalan napas tidak efektif (Yuliati Ali, 2013 dalam Hasaini,

2018). Akibatnya suplai oksigen ke dalam paru-paru berkurang, jika suplai

oksigen dalam paru berkurang maka otak juga tidak mendapatkan oksigen

yang cukup dan dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak, Fungsi

sistem pernapasan yang menurun karena rusaknya jaringan paru-paru.

Upaya yang dapat dilakukan untuk menangani bersihan jalan napas tidak

efektif dengan cara memberikan tindakan teknik relaksasi napas dalam dan

batuk efektif untuk membantu klien mengeluarkan dahak, dimana klien

dapat menghemat energi sehingga klien tidak mudah lelah dan dapat

mengeluarkan dahak secara maksimal (Ariyadi, 2013 dalam Hasaini

2018).

Berdasarkan latar belakang tersebut mendasari penulis tertarik

untuk membuat proposal karya tulis ilmiah dengan judul “Asuhan

Keperawatan Pada klien Tuberculosis Paru Dengan Fokus Studi

Pengelolaan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif”

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien Tuberculosis Paru

dengan fokus studi Pengelolaan bersihan jalan nafas tidak efektif?

C. Tujuan Penelitian
4

1. Tujuan Umum

Penulis dapat menggambarkan Asuhan Keperawatan pada klien

Tuberculosis Paru dengan Fokus Studi Pengelolaan Bersihan Jalan

Napas Tidak Efektif.

2. Tujuan Khusus

a. Penulis dapat menggambarkan pengkajian pada klien

Tuberculosis Paru dengan fokus studi pengelolaan bersihan jalan

nafas tidak efektif.

b. Penulis dapat menggambarkan rumusan diagnosa keperawatan

yang ditemukan pada klien Tuberculosis Paru dengan fokus studi

pengelolaan bersihan jalan nafas tidak efektif.

c. Penulis dapat menggambarkan rencana tindakan pada klien

Tuberculosis Paru dengan fokus studi pengelolaan bersihan jalan

nafas tidak efektif.

d. Penulis dapat menggambarkan tindakan keperawatan pada klien

Tuberculosis Paru dengan fokus studi pengelolaan bersihan jalan

nafas tidak efektif.

e. Penulis dapat menggambarkan evaluasi sesuai tindakan

keperawatan pada klien Tuberculosis Paru dengan fokus studi

pengelolaan bersihan jalan nafas tidak efektif.

f. Penulis dapat menggambarkan asuhan keperawatan pada klien

Tuberkulosis Paru dengan fokus studi pengelolaan bersihan jalan

nafas tidak efektif dari pengkajian hingga evaluasi.


5

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

Proposal Karya tulis ilmiah ini diharapkan mampu menjadi salah satu

sumber informasi yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu

keperawatan yang membahas tentang asuhan keperawatan pada klien

Tuberculosis Paru dengan fokus studi pengelolaan bersihan jalan nafas

tidak efektif.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi :

a) Bagi perawat

Menambah pengetahuan dan mampu menerapkan teori yang

didapat pada klien Tuberculosis Paru dengan fokus studi

pengelolaan bersihan jalan nafas tidak efektif.

b) Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan evaluasi dan referensi untuk lebih

meningkatkan mutu pelayanan khususnya pada klien Tuberculosis

Paru dengan fokus studi pengelolaan bersihan jalan nafas tidak

efektif

c) Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai hasil pengelolaan kasus ini dapat dijadikan wawasan dan

bahan bacaan bagi mahasiswa khususnya Prodi DIII Keperawatan

Blora Poltekkes Kemenkes Semarang


6

d) Bagi penulis

Meningkatkan pengetahuan serta kompetensi penulis khususnya

pada klien Tuberculosis Paru dengan fokus studi pengelolaan

bersihan jalan nafas tidak efektif

e) Bagi Klien dan Keluarga

Dapat mengetahui dan menanggulangi masalah pengelolaan

bersihan jalan nafas tidak efektif yang disebabkan oleh

Tuberculosis paru.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Tuberculosis


1. Definisi
Tuberculosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru. Tuberculosis Paru adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium Tuberculosis
yang merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan bagian bawah
yang sebagian besar basil tuberkulosis masuk ke dalam jaringan paru
melalui airborne infection dan selanjutnya mengalami proses yang
dikenal sebagai fokus primer dari ghon. (Andra Saferi W dan Yessie
Mariza P, 2015, p.137)
Batuk darah (Hemoptisis) adalah darah atau dahak
berdarah atau yang dibatukkan berasal dari saluran pernapasan
bagian bawah yaitu mulai dari glottis kearah distal, batuk darah akan
berhenti sendiri jika asal robekan pembuluh darah tidak luas,
sehingga penutupan luka dengan cepat terjadi. (Andra Saferi W dan
Yessie Mariza P, 2015, p.137)
Tuberculosis (TB) merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis yang dapat
menular melalui percikan dahak. Sebagian besar kuman TB
menyerang paru tetapi bisa juga organ tubuh lainya. (Kementrian
Kesehatan RI, 2017).

2. Etiologi
a) Agen infeksius utama, mycobacterium tuberculosis adalah batang
aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif
terhadap panas dan sinar ultraviolet.

7
8

b) Mycobacterium bovis dan mycobacterium avium pernah, pada


kejadian yang jarang, berkaitan dengan terjadinya infeksi
tuberkulosis. (Andra Saferi W dan Yessie Mariza P, 2015, p.137)

3. Manifestasi klinis
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu
penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain
yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada
sejumlah penederita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan
bahkan kadang – kadang asimtomatik. (Andra Saferi W dan Yessie
Mariza P, 2015, p.140)
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
gejala respiratorik dan gejala sistemik:
a. Gejala respiratorik, meliputi:
1) Batuk: Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan
gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula – mula
bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur
darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
2) Batuk darah: darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi,
mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah,
gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat
banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh
darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar
tergantung dari besar kecilnnya pembuluh darah yang pecah.
3) Sesak napas: gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim
paru sudah luas atau karena ada hal – hal yang menyertai
seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain – lain.
4) Nyeri dada: nyeri dada pada Tuberculosis paru termasuk
nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem
persarafan di pleura terkena.
b. Gejala sistematik:
9

1) Demam: merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya


timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza,
hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya
sedang masa bebas serangan makin pendek.
2) Gejala sistemik lain: gejala sistemik lain adalah keringat
malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu -
bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas,
sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai
gejala pneumonia.

4. Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik,
bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya.
Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan
untuk menetapkan strategi terapi. (Andra Saferi W dan Yessie Mariza
P, 2015, p.137)
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi
sebagai berikut:
a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1) Dengan atau tanpa gejala klinik
2) BTA Positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1
kali disokong biakan positif 1 kali atau disokong radiologik
positif 1 kali.
b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
1) Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB Paru
aktif.
2) BTA Negatif, biarkan negatif tetapi radiologik positif.
c. Bekas TB Paru dengan kriteria:
1) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
10

2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan
paru.
3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif,
menunjukkan serial foto yang tidak berubah.
4) Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih
mendukung).

5. Patofisiologi
Basil tuberkal yang mencapai permukaan alveoli biasanya
diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil
karena gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di rongga
hidung dan tidak menyebabkan penyakit, Setelah berada dalam ruang
alveolus (biasanya di bagian bawah lobus atas atau di bagian atas atau
di bagian lobus bawah) basil Tuberkulosis ini membangkitkan reaksi
peradangan. Lekosit polimorio nuklear tampak pada tempat tersebut
dan mefagosit bakteri tetapi tidak membunuh organisme tersebut.
Sesudah hari – hari pertama maka lekosit diganti oleh makrofag.
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul tanpa
menimbulkan kerusakan jaringan paru atau proses dapat berjalan terus
dan bakteri terus difagosit atau berkembangbiak didalam sel. Basil
juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Makrofag yang
mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian ini biasanya
berlangsung selama 10-20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi
memberikan daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan
granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast
menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih
fibrosa, membentuk jaringan perut yang akhirnya membentuk suatu
kapsul yang mengelilingi tuberkal.
Lesi primer paru – paru disebut fokus Ghon gabungan
terserangnya kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan
kompleks Ghon. Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini
11

dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan


radiogram rutin. Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah
pencarian dimana bahan cair lepas ke dalam bronkus dan
menimbulkan kavitas. Materi tubercular yang dilepaskan dari dinding
kavitas akan masuk ke percabangan trakeo bronkial. Proses ini dapat
terulang kembali pada bagian lain dari paru atau basil dapat terbawa
ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas kecil dapat menutup
sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan perut fibrosa.
Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup
oleh jaringan perut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus.
Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran limfe atau pembuluh darah (limfohematogen).
Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan mencapai aliran darah
dalam jumlah yang lebih kecil yang kadang – kadang dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lain (ekstrapulmoner).
Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan mencapai aliran darah
dalam jumlah yang lebih kecil yang kadang – kadang dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lain (ekstrapulmoner).
Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang
biasanya menyebabkan tuberculosis milier. Ini terjadi bila fokus
nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk
ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke
organ – organ tubuh. (Andra Saferi W dan Yessie Mariza P, 2015,
p.138)
12

6. Pathway Tuberculosis Paru


Invasi bakteri

Penyebaran bakteri secara Tuberkulosis via inhalasi


bronkogen, limfogen, dan
hematogen sembuh

Infeksi primer

Sembuh dengan fokus Ghon


Sembuh
dengan
Infeksi pasca- Bakteri dorman fibrotik
primer

Bakteri muncul beberapa tahun kemudian

Reaksi Merusak parenkim paru Membentuk


infeksi/inflamasi kavitas

 Peningkatan produksi sekret


 Pecahnya pembuluh darah jalan
napas

 Batuk produktif
 Batuk darah
 Sesak napas
 Penurunan kemampuan batuk

Ketidakefektifan bersihan jalan napas


13

Gambar 2.1 Terjadinya Tuberculosis dengan bersihan jalan napas


tidak efektif

Sumber : Arif Mutaqin, 2014, p.89

: Diagnosa yang diambil

7. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan
adanya suatu lesi sebelum ditemukan adanya gejala subjektif awal
dan sebelum pemeriksaan fisik menemukan kelainan pada paru.
Bila pemeriksaan rontgen menemukan suatu kelainan, tidak ada
gambaran khusus mengenai tuberkulosis paru awal kecuali lokasi
di lobus bawah dan biasanya berada disekitar hilus. Karakteristik
kelainan ini terlihat sebagai daerah bergaris – garis opaque yang
ukurannya bervariasi dengan batas lesi yang tidak jelas. Kriteria
yang kabur dan gambar yang kurang jelas ini sering diduga
sebagai Pneumonia atau suatu proses eksudatif, yang akan tampak
lebih jelas dengan pemberian kontras, sebagaimana gambaran dari
penyakit fibrotik kronis. Tidak jarang kelainan ini tampak kurang
jelas dibagian atas maupun bawah, memanjang di daerah
klavikula atau suatu bagian lengan atas dan selanjutnya tidak
dapat perhatian kecuali dilakukan pemerikaan rontgen yang lebih
teliti. (Arif Muttaqin,2014, p.89).
b. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT scan dilakukan untuk menemukan hubungan
kasus tuberkulosis inaktif stabil yang ditunjukkan dengan adanya
gambaran garis – garis fibrotik ireguler, pita parekimal,
klasifikasi nodul, dan adenopati, perubahan kelengkungan berkas
bronkhovaskular, bronkhiektasis, dan emfisema perisikatriksial.
Sebagaimana pemeriksaan rontgen thoraks, penentuan bahwa
14

kelainan inaktif tidak dapat hanya berdasarkan pada temuan CT


scan pada pemeriksaan tunggal, namun selalu dihubungkan
dengan kultur sputum yang negative. (Arif Muttaqin, 2014, p.92).
c. Pemeriksaan laboratorium
Diagnosis terbaik dari penyakit tuberculosis diperoleh dengan
pemeriksaan mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Untuk
membedakan spesies mycobacterium antara yang satu dengan
yang lainnya harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat
biokimia pada berbagai media, perbedaan kepekaan terhadap
OAT dan kemoterapeutik, perbedaan kepekaan terhadap binatang
percobaan, dan percobaan kepekaan kulit terhadap berbagai jenis
antigen Mycobacterium. Bahan pemeriksaan untuk isolasi
Mycobacterium tuberculosis berupa:
1) Sputum klien, sebaiknya sputum diambil pada pagi hari dan
yang pertama keluar. Jika sulit didapatkan maka sputum
dikumpulkan selama 24 jam.
2) Urine, urine yang diambil adalah urine pertama di pagi hari
atau urine yang dikumpulkan selama 12-24 jam. Jika klien
menggunakan kateter maka urine yang tertampung dalam
urine bag dapat diambil.
3) Cairan kumbah lambung, umumnya bahan pemeriksaan ini
digunakan jika anak – anak atau klien tidak dapat
mengeluarkan sputum. Bahan pemeriksaan diambil pagi hari
sebelum sarapan.
4) Bahan lain misalnya pus, cairan serebrospinal (sumsum
tulang belakang), cairan pleura, jaringan tubuh, feses, dan
swab tenggorok.

Bahan pemeriksaan dapat diteliti secara mikroskopis dengan


membuat sediaan dan diwarnai dengan pewarnaan tahan asam serta
diperiksa dengan lensa rendam minyak. Hasil pemeriksaan
mikroskopik dilaporkan sebagai berikut:
15

1) Bila setelah pemeriksaan teliti selama 10 menit tidak


ditemukan bakteri tahan asam, maka diberikan label (penanda):
“bakteri tahan asam negatif atau BTA (-)”.
2) Bila ditemukan bakteri tahan asam 1-3 batang pada seluruh
sediaan, maka jumlah yang ditemukan harus disebut, dan
sebaiknya dibuat sediaan ulangan.
3) Bila ditemukan bakteri – bakteri tahan asam maka harus diberi
label: “bakteri tahan asam positif atau BTA (+)”

Pemeriksaan darah yang dapat menunjang diagnosis TB paru


walaupun kurang sensitif adalah pemeriksaan Laju Endap Darah
(LED) biasanya disebabkan peningkatan imunoglobulin terutama
IgG dan IgA (Loman, 2001). (Arif Muttaqin, 2014, p.94).

8. Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan tubekulosis paru, Zain (2001) membagi
penatalaksanaan menjadi tiga bagian yaitu pencegahan, pengobatan,
dan penemuan penderita (active case finding). (Arif Muttaqin, 2014,
p.79)
a. Pencegahan Tuberculosis Paru
1) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang
bergaul erat dengan penderita TB paru BTA positif.
Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin, klinis, dan radiologis. Bila
tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thoraks
diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif,
diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi
hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
2) Mass Chest X-ray, yaitu pemeriksaan terhadap kelompok –
kelompok populasi tertentu, misalnya:
a) Karyawan rumah sakit/puskesmas/balai pengobatan
b) Penghuni rumah tahanan, dan siswa-siswi pesantren.
3) Vaksinasi BCG
16

Bacillus Calmette-Guerin (BCG) adalah vaksin yang diberikan


untuk melindungi diri terhadap tuberkulosis, yaitu penyakit
infeksi yang terutama menyerang paru-paru. Reaksi positif
terjadi jika setelah mendapat vaksinasi BCG langsung terdapat
reaksi lokal yang besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah
penyuntikan.
4) Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis yaitu dengan menggunakan INH 5 mg/kg BB
selama 6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau
mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit. Indikasi
kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu
pada ibunya dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis
sekunder sendiri juga diperlukan bagi beberapa kelompok
berikut:
a) Bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif
karena resiko timbulnya tuberkulosis milier dan
tuberkulosis meningitis.
b) Anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan hasil tes
tuberkulin positif yang bergaul erat dengan penderita
tuberkulosis yang menular.
c) Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin
dari negatif menjadi positif.
d) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat
imunosupresif jangka panjang.
5) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit
tuberkulosis kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun
rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM
(misalnya Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Paru
Indonesia-PPTI).
b. Pengobatan Tuberkulosis paru
17

Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain untuk


mengobati, juga untuk mencegah kematian, kekambuhan,
resistensi kuman terhadap OAT, serta memutuskan mata rantai
penularan.
Santa Manurang, dkk (2013) juga mengemukakan pengobatan TB
di Indonesia sesuai program program nasional menggunakan
panduan OAT yang diberikan dalam bentuk kombipak, sebagai
berikut :
1) Kategori I : 2 RHZE/4H3R3
Diberikan untuk :
a) Penderita TB Paru dengan BTA (+)
b) Penderita TB Paru, BTA (-), RO (+), dengan kerusakan
parenkim paru yang luas
c) Penderita TB Paru dengan kerusakan yang berat pada TB
ekstra pulmons.
2) Kategori II : 2 RHZES/HRZE/5 R3H3E3
Diberikan untuk :
Penderita TB Paru BTA (+) dengan riwayat pengobatan
sebelumnya kambuh, kegagalan pengobatan, atau pengobatan
tidak selesai.
3) Kategori III : 2 RHZ/ 4R3H3
4) Diberikan untuk :
a) Penderita baru BTA (+) dan RO (+) sakit ringan
b) Penderita ekstra paru ringan, yaitu TB kelenjar limfe,
pleuritis eksudatif inilateral, TB kulit, TB tulang.
Pengobatan tuberkulosis tergbagi menjadi dua fase yaitu fase
intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat
yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan. Jenis
obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO
adalah Rimpafisin, Isoniazid, Parazinamid, Streptomisin, dan
Etambutol (Arif muttaqin, 2014, p.80)
18

Obat anti-TB Rekomendasi Dosis


No. Esensial Per Per minggu
Aksi Potensi
hari 3x 2x

1. Isoniazid (INH) Bakterisidal Tinggi 5 10 15

2. Rifampisin (R) Bakterisidal Tinggi 10 10 10

3. Pirazinamid (Z) Bakterisidal Rendah 25 35 50

4. Steptomisin (S) Bakterisidal Rendah 15 15 15

5. Etambutol (E) Bakteriostatik Rendah 15 30 45


Tabel 2.1 Panduan Pemberian Obat anti-Tuberculosis (OAT)
(Sumber Arif Mutaqqin, 2014, p.82)

Keterangan :

Obat anti-TB Esensial = Jenis atau nama obat yang diberikan pada
penderita tuberculosis

Aksi = Cara kerja obat anti-TB

Potensi = Tipe interaksi yang ditimbulkan oleh obat anti-TB

Rekomendasi Dosis = Jumlah atau banyaknya takaran suatu obat yang


dikonsumsi oleh orang atau pasien

Per hari = dosis obat per mg diberikan selama satu hari

Per minggu = dosis obat per mg diberikan selama satu minggu

3x = diberikan tiga kali dalam seminggu


19

2x = diberikan dua kali dalam seminggu

c) Penemuan penderita
(1) Penatalaksanaan terapi : asupan nutrisi adekuat/mencukupi.
(2) Kemoterapi, yang mencakup pemberian
(a) Isoniazin (INH) sebagai bakterisidial terhadap basil
yang tumbuh aktif. Obat ini diberikan selama 18-24
bulan dan dengan dosis 10-20 mg/kg BB/ hari per Oral.
(b) Kombinasi antara INH, Rifampicin, dan Pyrazinamid
diberikan selama 6 bulan.
(c) Obat tambahan, antara lain Streptomicin per Intramus-
cular dan Ethambutol.
(d) Terapi Kortikostreoid diberikan bersamaan dengan obat
anti-TB untuk mengurangi respon peradangan, misalnya
pada meningitis.
(3) Pembedahan dilakukan jika kemoterapi tidak berhasil, untuk
mengangkat jaringan paru yang rusak. (Muhammad
Ardiansyah, 2012. p.309)

B. Pengelolaan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif


1. Konsep bersihan jalan napas
Bersihan jalan napas tidak efektif adalah soal ketika individu
mengalami suatu ancaman nyata atau potensial pada status pernapasan
karena ketidakmampuannya untuk batuk secara efektif. Diagnosis ini
ditegakkan jika terdapat tanda mayor berupa ketidakmampuan untuk
batuk atau kurangnya batuk, ketidakmampuan untuk mengeluarkan
sekret dari jalan napas. Tanda minor yang mungkin ditemukan untuk
menegakkan diagnosa ini adalah bunyi napas abnormal, stridor, dan
perubahan frekuensi, irama, dan kedalaman napas.
20

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) bersihan jalan


napas tidak efektif disebabkan karena dua faktor yaitu fisiologis dan
situasional. Penyebab fisiologis dikarenakan sekresi yang tertahan,
sedangkan penyebab situasional yaitu merokok aktif, merokok pasif
dan terpajan polutan. Diagnosa ini ditegakkan jika terdapat tanda
mayor berupa batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum
berlebih, mengi/wheezing dan ronchi kering. Sedangkan tanda minor
yang mungkin ditemukan untuk menegakkan diagnosa ini adalah
gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah dan
pola napas berubah. Tuberkulosis paru merupakan infeksi saluran
pernapasan sehingga dapat menyebabkan bersihan jalan napas tidak
efektif. Bersihan jalan napas tidak efektif merupakan ketidakmampuan
membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan napas tetap paten.
2. Etiologi Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif menurut (Nurarif, 2015,
p.387) :
a. Lingkungan
1) Perokok pasif
2) Menghisap asap
3) Merokok

b. Obstruksi Jalan Napas


1) Spasme jalan napas
2) Mukus dalam jumlah berlebihan
3) Eksudat dalam jalan alveoli
4) Materi asing dalam jalan napas
5) Sekresi bertahan/sisa sekresi
6) Sekresi dalam bronkiolus
c. Fisiologis
1) Jalan napas alergik
2) Asma
21

3) Penyakit paru obstruktif kronik


4) Hiperplasi dinding bronkial
5) Infeksi
3. Batas Karakteristik Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif menurut
(Nurarif, 2015, p.387) :
a. Tidak ada batuk
b. Suara nafas tambahan
c. Perubahan frekuensi napas
d. Perubahan irama napas
e. Sianosis
f. Kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara
g. Penurunan bunyi napas
h. Dipsnea
i. Sputum dalam jumlah yang berlebihan
j. Batuk yang tidak efektif
k. Orthopneu
l. Gelisah
m. Mata terbuka lebar

4. Pengelolaan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif pada Tuberculosis


Paru
Pengelolaan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif antara lain :

1. Inhalasi Oksigen

Pemberian oksigen bisa dilakukan dengan menggunakan alat

diantaranya adalah :

a. Nasal Kanul

Alatnya sederhana dapat memberikan oksigen dengan aliran

1-6 liter/menit dan konsentrasi oksigen sebesar 24-44%.


22

b. Sungkup Muka Sederhana

Aliran oksigen yang diberikan melalui alat ini sekitar 5

liter/menit dengan konsentrasi 40-60%.

c. Sungkup Muka dengan Kantong rebreathing

Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari sungkup

muka sederhana yaitu 60-80% dengan aliran oksigen 8-12

liter/menit.

d. Sungkup Muka dengan Kantong nonrebreathing

Memberikan oksigen sampai 99% dengan aliran yang sama

pada kantong rebreathing. Pada prinsipnya, udara inspirasi

tidak tercampur dengan ekspirasi.

2. Fisioterapi Dada

Fisioterapi dada merupakan suatu rangkaian tindakan

keperawatan terdiri dari perkusi, vibrasi dan postural drainage :

a. Perkusi

Perkusi disebut juga dengan clapping adalah pukulan kuat,

bukan berarti sekuat-kuatnya pada dinding dada dan

punggung dengan tangan dibentuk seperti mangkuk. Tujuan

perkusi secara mekanik dapat melepaskan secret yang

melekat pada dinding brokhus.

b. Vibrasi
23

Vibrasi adalah gerakan kuat secara serial yang dihasilkan

oleh tangan perawat yang diletakan datar pada dinding dada

klien. Tujuannya digunakan setelah perkusi untuk

meningkatkan turbulensi udara ekspirasi dan melepaskan

mukus kental.

c. Postural Drainage

Postural drainage merupakan salah satu intervensi untuk

melepaskan sekresi dari berbagai segmen paru-paru dengan

menggunakan gaya gravitasi.

d. Napas Dalam dan Batuk Efektif

Napas dalam yaitu bentuk latihan napas yang terdiri atas

pernapasan abdominal (diafragma) dan purse lips breathing.

Sedangkan batuk efektif yaitu latihan batuk untuk

mengeluarkan sekret.

e. Suction (Penghisapan Lendir)

Sucion adalah suatu metode untuk melepaskan sekresi yang

berlebihan pada jalan napas. Suction dapat diterapkan pada

oral, nasofaringeal, trakheal, serta endotrakheal atau

trakheostomi tube.

C. Konsep Asuhan Keperawatan pada Tuberculosis Paru


1. Pengkajian
Untuk mendapatkan diagnosa yang tepat, harus diperoleh data yang
tepat dan akurat untuk menentukan diagnosa keperawatan yaitu
24

dengan melakukan pengkajian. Menurut Muhammad Ardiansyah


(2012) pengkajian pada pasien Tuberculosis paru adalah :
a. Identitas pasien
Identitas pasien berupa nama, tempat tanggal lahir, usia,
alamat, suku bangsa, agama, status, nomor rekam medik, dan
tanggal masuk RS.
b. Keluhan utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan tuberkulosis
paru meminta pertolongan dari tim kesehatan menurut (Arif
Muttaqin,2014, p.82) dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu:
1) Keluhan respiratoris, meliputi :
a) Batuk
Keluhan batuk, timbul paling awal merupakan
gangguan yang paling sering dikeluhkan. Perawat
harus menanyakan apakah keluhan batuk bersifat
nonproduktif/produktif atau sputum bercampur darah.
b) Batuk darah
Keluhan batuk darah pada klien dengan tuberkulosis
paru selalu menjadi alasan utama klien untuk meminta
pertolongan kesehatan. Hal ini disebabkan rasa takut
klien pada darah yang keluar dari jalan napas. Perawat
harus menanyakan seberapa banyak darah yang
dikeluarkan atau hanya berupa blood streak, berupa
garis atau bercak -bercak darah.
c) Sesak napas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru
sudah luas atau karena ada hal – hal yang menyertai
seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia.
d) Nyeri dada
25

Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri


pleuritik ringan. Gejala ini timbul apabila sistem
persarafan di pleura terkena tuberkulosis.
2) Keluhan sistemis
Menurut (Arif Muttaqin,2014, p.82), meliputi:
a) Demam
Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul
pada sore dan malam hari mirip dengan influenza,
hilang timbul, dan semakin lama semakin panjang
serangannya sedangkan masa bebas serangan semakin
pendek.
b) Keluhan sistemis lain
Keluhan yang biasanya timbul ialah keringat malam,
anoreksia, penurunan berat badan dan melaise.
Timbulnya keluhan biasanya bersifat gradual muncul
dalam beberapa minggu / bulan.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Kajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama.
Lakukan pertanyaan yang bersifat ringkas sehingga jawaban
yang diberikan klien hanya kata “ya/tidak” atau hanya dengan
anggukan dan gelengkan kepala. Apabila keluhan utama
adalah batuk, maka perawat harus menanyakan sudah berapa
lama keluhan batuk muncul. Tanyakan selama keluhan batuk
muncul, apakah ada keluhan lain seperti demam, keringat
malam hari, atau menggigil yang mirip dengan influenza
karena keluhan demam dan batuk merupakan gejala awal dari
tuberkulosis paru. Tanyakan apakah sputum disertai sputum
kental atau tidak. Serta klien mampu untuk melakukan batuk
efektif untuk mengeluarkan sekret yang menempel pada jalan
napas. (Arif Muttaqin,2014,p.83)
d. Riwayat penyakit dahulu
26

Kajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah


sebelumnya klien pernah menderita tuberkulosis paru, keluhan
batuk pada masa kecil, tuberkulosis dari organ lain,
pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang
memperberat tuberkulosis paru. Tanyakan mengenai obat -
obat yang bisa di minum oleh klien pada masa yang lalu yang
masih relevan, obat - obat ini meliputi obat OAT dan antitusif.
Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu. Adanya
alergi obat juga harus ditanyakan serta reaksi alergi yang
timbul seringkali klien mengacaukan suatu alergi dengan efek
samping obat. Kaji lebih dalam tentang seberapa jauh
penurunan berat badan dalam enam bulan terakhir. Penurunan
berat badan pada klien dengan tuberkulosis paru berhubungan
erat dengan proses penyembuhan penyakit serta adanya
anoreksia dan mual yang sering disebabkan karena minum
obat OAT. (Arif Muttaqin, 2014, p.86).
e. Riwayat penyakit keluarga
Secara patologi tuberkulosis paru tidak diturunkan tetapi
perawat perlu menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami
oleh angggota keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi
penularan dalam rumah. (Arif Muttaqin,2014,p.86).
f. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan Keadaan umum : dapat dilihat secara selintas
dengan menilai keadaan fisik yang melemah
2) GCS : pemeriksaan ini diperlukan apabila kesadaran pasien
menurun.
3) Tanda-tanda vital : suhu tubuh meningkat lebih dari normal,
frekuensi napas meningkat dan sesak napas, denyut nadi
meningkat, hasil pemeriksaaan tekanan darah biasanya
sesuai dengan adanya penyakit penyulit seperti hipertensi.
27

4) Berat Badan : pada pasien TB paru biasanya mengalami


penurunan berat badan.
5) Mata : Pada pasien TB paru biasanya pada bagian mata
mengalami konjungtiva anemis.
6) Hidung : Pada pasien TB paru biasanya terdapat cuping
hidung.
Menurut Andri Setya Wahyudi dan Abd. Wahid (2016)
pemeriksaan paru – paru meliputi :
7) Thoraks
Paru-paru
a) I : pergerakan dada (apakah simestris atau ada flail
chest), pola napas apakah normal, eupnea, tachipnea,
atau bradipnea, atau menggunakan otot bantu
pernapasan.
b) P : teraba getaran atau frekuensi vocal fremitus.
c) P : mendengar bunyi sonor atau dullness/redup.
d) A : normal, vesikuler, atau ada suara napas tambahan
ronchi, rales, wheezing).
g. Data pengkajian
Dongoes (2012) juga mengungkapkan pengkajian pada pasien
Tuberkulosis yaitu :
1) Aktifitas/istirahat
a) Gejala
(1) Kelelahan umum dan kelemahan,
(2) Napas pendek saat bekerja atau beraktivitas,
(3) Kesulitan tidur
(4) Mimpi buruk
(5) Menggigil dan berkeringat
b) Tanda
(1) Takikardia, takipnea, atau dispnea pada saat
beraktivitas
28

(2) Kelelahan otot, nyeri, dan sesak (tahap lanjut).


2) Integritas Ego
a) Gejala
(1) Adanya faktor stress lama,
(2) Masalah keuangan dan rumah tangga,
(3) Perasaan tak berdaya/tak ada harapan
b) Tanda
(1) Menyangkal (khususnya selama tahap dini) dan
(2) Kecemasan berlebihan, ketakutan, dan mudah
marah.
3) Nyeri/keamanan
a) Gejala : nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
b) Tanda
(1) Berhati-hati saat menyentuh atau menggerakan area
yang sakit.
(2) Perilaku distraksi (terganggu), seperti gelisah.
4) Pernapasan
a) Gejala
(1) Batuk (produktif/tak produktif)
(2) Napas pendek
b) Tanda
(1) Peningkatan frekuensi pernapasan
(2) Fibrosis parenkim paru dan pleura yang meluas
(3) Pasien menunjukan pola pernapasan yang tak
simetris (efusi pleura)
(4) Perfusi pekak dan penurunan fremitus (getaran
dalam paru)
(5) Penebalan pleura
(6) Bunyi napas yang menurun
(7) Aspek selama inspirasi cepat; namun setelah batu
biasanya pendek (krekels postutik)
29

(8) Karakteristik sputum (yang berwarna


hijau/purulen dan mukoid, kadang kuning dan
disertai dengan bercak darah)
(9) Deviasi trakeal (penyebab bronkogenik)
(10) Tak perhatian, menunjukan sikap mudah tersing-
gung yang jelas
(11) Perubahan mental (tahap lanjut)
h. Pemeriksaan penunjang
Untuk memperkuat pengkajian harus didukung dengan
pemeriksaan penunjang dengan melakukan pemeriksaan
penunjang laboratorium dan radiologi. Menurut Santa
Manurung dkk (2013) pemeriksaan laboratorium meliputi :
1) Darah
Pada TB paru aktif biasanya diketahui peningkatan
leukosit dan laju endap darah (LED).
2) Sputum BTA
Pemeriksaan bekteorologik dilakukan untuk
menemukan kuman tuberkulosis. Dilakukan tiga kali
berturut-turut dan biakan/kultur BTA selama 4-8
minggu.

Menurut Muhammad Ardiansyah (2012) selain


pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi juga
dilakukan dengan melakukan pemeriksaan rontgen thoraks,
pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan
adanya suatu lesi yang terbentuk bayangan hitam.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) Masalah diagnosa
pada Tuberkulosis paru yang penulis angkat pada karya tulis ini
adalah :
D.0001 Bersihan jalan napas tidak efektif
30

a. Definisi
Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan
napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
b. Penyebab
1) Fisiologis: Spasme jalan napas, hipersekresi jalan napas,
disfungsi neuromoskuler, benda asing dalam jalan napas,
adanya jalan napas buatan, sekresi yang tertahan,
hyperplasia jalan napas, proses infeksi, respon alergi, efek
agen farmakologi (misal anastesi).
2) Situasional: Merokok aktif, merokok pasif, terpajan
polutan.
c. Gejala dan tanda mayor
1) Subjektif: -
2) Objektif: Batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum
berlebih, mengi, wheezing dan atau ronchi kering.
d. Gejala dan tanda minor
1) Subjektif: Dispnea, sulit bicara, ortopnea.
2) Objektif: Gelisah, sianosis, bunyi napas menurun,
frekuensi napas berubah, pola napas berubah.
e. Kondisi klinis terkait
1) Gullian barre syndrome
2) Sklerosis multipel
3) Myasthenia gravis
4) Prosedur diagnostik (misal bronkoskopi,
transsesophageal, echocardiography)
5) Depresi sistem saraf pusat
6) Cidera kepala
7) Stroke
8) Kuadriplegia
9) Sindrom aspirasi mekonium
10) Infeksi saluran napas
31

3. Intervensi Keperawatan
a. Konsep intervensi keperawatan
Menurut Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018), Intervensi adalah
segala treatment yang dikerjakan oleh perawat berdasarkana
pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan. Tindakan keperawatan adalah
perilaku atau aktifitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat
untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan.
b. Faktor yang mempengaruhi penyusunan intervensi
keperawatan Dalam menentuan intervensi keperawatan
perawat perlu mempertimbangkan beberapa faktor, antara
lain :
1) Karakteristik diagnosa keperawatan
Intervensi keperawatan diharapkan dapat mengatasi etiologi
dan tanda/gejala diagnosis keperawatan. Jika tidak, maka
akan dapat mengeliminasi faktor resiko.
2) Outcome yang diharapkan
Outcome merupakan hasil akhir setelah dilakukannya
intervensi.
3) Kemampuan pelaksaaan intervensi
Perawat perlu mempertimbangkan waktu, tenaga/staf dan
sumber daya yang tersedia sebelum merencanakan
intervensi keperawatan.
4) Kemampuan perawat
Perawat diharapkan mengetahui rasionalisasi ilmiah terkait
intervensi keperawatan yang akan dilakukan.
5) Penerimaan pasien
Intervensi keperawatan harus dapat diterima oleh pasien dan
sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dianut oleh pasien.
32

c. Setelah mengetahui konsep intervensi keperawatan maka


langkah selanjutnya kita lakukan adalah menyusun rencana
keperawatan sesuai dengan masalah yang terjadi pada pasien.
Menurut Muhammad Ardiansyah (2012) rencana keperawatan
dengan diagnosis bersihan jalan napas tidak efektif adalah :
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi
mucus yang kental, hemoptitis, kelemahan, upaya batuk buruk,
dan edema trakheal/faringeal.
1) Tujuan : kebersihan jalan napas kembali efekktif
2) Kriteria hasil :
a) Pasien dapat melakukan batuk efektif
b) Pernapasan pasien normal (16-20) tanpa penggunaan
otot bantu napas. Bunyi napas normal, Rh -/- dan
pergerakan pernapasan normal.
3) Intervensi :
a) Kaji fungsi pernapasan (bunyi napas, kecepatan, irama,
kedalaman, dan penggunaan otot bantu napas)
Rasionalisasi :
Penurunan bunyi napas menunjukan atelektasis, ronkhi
menunjuksn akumulasi secret dan tidak efektifnya
pengeluaran sekresi, yang selanjutnya dapat
menimbulkan penggunaan otot bantu napas dan
peningkatan kerja pernapasan.
b) Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, catat karakter,
volume sputum, dan adanya hemoptitis.’
Rasionalisasi :
Pengeluaran dahak akan sulit bila secret kental. Sputum
berdarah bila ada kerusakan paru atau luka bronchial
dan memerlukan intervensi lebih lanjut.
c) Berikan posisi fowler/semifowler tinggi, dan bantu
pasien untuk napas dalam dan batuk efektif.
33

Rasionalisasi :
Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya napas. Ventilasi maksimal
membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan
secret ke jalan napas untuk dikeluarkan. Sehingga
bernapas menjadi lebih lega.
d) Pertahankan asupan cairan sedikitnya 2.500 ml/hari,
kecuali tidak diindikasikan.
Rasionalisasi :
Hidrasi yang memadai dapat membantu mengencerkan
secret dan mengefektifkan pembersihan jalan napas.
e) Bersihkan secret dari mulut dan trakea, bila perlu
lakukan suction. apabila pasien tidak mampu
mengeluarkan secret
Rasionalisasi :
Mencegah obstruksi dan aspirasi.
f) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi OAT
Rasionalisasi :
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase, yaitu
fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan).
Panduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama
dan obat tambahan. Jenis obat utama yang
direkomendasikanoleh WHO adalah Rimpafisin, INH,
Pirazinamid, Streptomicin, dan Etambutol.

4. Impementasi keperawatan
Perawat akan merealisasikan tindakan keperawatan sesuai
dengan rencana keperawatan yang telah dibuat untuk mengatasi
pasien TB paru dengan ketidakefektifan bersihan jalan napas
dengan cara mengobservasi tindakan yang telah dilakukan, karena
terdapat managemen shift, maka sebagian tugas akan di
34

delegasikan kepada perawat jaga yang lain untuk mengevaluasi


hasil tindakan yang telah dilakukan.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahapan akhir dalam proses pemberian
asuhan keperawatan untuk mendapatkan keberhasilan dari tindakan
yang diberikan, dengan melihat adanya respon klien perawat dapat
mengetahui apakah tindakan yang di berikan berhasil ataukah
tidak, jika berhasil maka tindakan dihentikan, dan jika tidak maka
perawat harus melakukan pengkajian ulang.
Penulis akan mengobservasi respon klien dengan cara :
a. Melihat respon klien disetiap tindakan yang dilakukan.
b. Respon yang ada dikumpulkan dan dapat dituangkan dalam
catatan perkembangan dalam bentuk SOAP (respon Subyektif,
respon Objektif, Analisa, perencanaan) untuk mengetahui hasil
tindakan.
c. Hasil akhir berupa perubahan dalam kondisi klien, dapat
berupa masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah
belum teratasi, bahkan dapat menambah masalah baru. Kriteria
hasil yang diharapkan yaitu pasien dapat melakukan batuk
efektif Pernapasan pasien normal (16-24) tanpa penggunaan
otot bantu napas, bunyi napas normal, Rh -/- dan pergerakan
pernapasan normal.
Hasil evaluasi yang didapatkan menunjukan bersihan jalan
nafas menjadi efektif.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan rancangan proposal

penelitian deskriptif. Metode penelitian desktiptif dilakukan terhadap

sekumpulan objek yang biasanya bertujuan untuk melihat gambaran fenomena

(termasuk kesehatan) yang terjadi di dalam suatu populasi tertentu.

(Notoatmodjo, 2018, p.35)

Pada penelitian ini, penulis akan menerangkan atau menggambarkan

tentang pengelolaan bersihan jalan napas tidak efektif pada klien Tuberculosis

Paru, yang dimulai dari tahap pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan,

rencana keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi.

B. Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan dua responden atau dua klien

dengan masalah keperawatan dan diagnosa medis yang sama yaitu klien

Tuberculosis Paru dengan masalah keperawatan bersihan jalan napas tidak

efektif. Adapun kriteria subjek penelitian dibagi menjadi 2, antara lain :

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh

setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel. (Notoatmodjo,

2018, p.130)

34
35

Dalam penelitian ini, penulis menuliskan kriteria inklusi yaitu :

a. Klien dengan Tuberculosis Paru dengan masalah pengelolaan bersihan

jalan napas tidak efektif.

b. Klien dengan Tuberculosis Paru yang berusia 20-65 tahun.

c. Klien dengan Tuberculosis Paru yang bersedia dijadikan responden.

d. Klien dengan Tuberculosis Paru di Rumah sakit

2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat

diambil sebagai sampel. (Notoatmodjo, 2018, p.130)

Dalam penelitian ini penulis menuliskan kriteria eksklusi yaitu :

a. Klien dengan Tuberculosis Paru memiliki komplikasi atau penyakit lain.

b. Klien dengan Tuberculosis Paru bila dijadikan responden dapat

memperparah atau membahayakan keadaan klien.

c. Klien dengan Tuberculosis Paru yang tidak bersedia dijadikan responden.

C. Tempat dan Waktu

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di rumah sakit bila kondisi memungkinkan,

jika tidak memungkinkan akan dilaksanakan di lingkungan sekitar rumah.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada 2021.


36

D. Variabel dan Definisi Operasional

Definisi operasional di lakukan untuk membatasi ruang lingkup atau

variable-variabel yang diamati/diteliti atau juga dapat mengarah pada

pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan

serta pengembangan instrument (Notoatmodjo, 2018, p.85)

Asuhan keperawatan bersihan jalan napas pada Tuberculosis Paru

merupakan serangkaian tindakan atau proses keperawatan yang diberikan pada

klien Tuberculosis Paru yang dilakukan secara berkesinambungan untuk

mengatasi masalah bersihan jalan napas diantara lain pengkajian, diagnosa

keperawatan, rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi terhadap

tindakan keperawatan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan pada proposal Karya tulis

ilmiah ini meliputi wawancara, observasi, dan studi dokumentasi (Sugiyono,

2016) serta pemeriksaan fisik.

Penjelasannya sebagai berikut :

1. Wawancara

wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data untuk menemukan

permasalahan yang harus diteliti dan juga apabila peneliti ingin mengetahui

hal-hal dari responden yang lebih mendalam.(Sugiyono, 2016)

Penulis melakukan wawancara secara langsung kepada pasien dan keluarga

pasien mengenai keluhan yang dirasakan pasien pada saat dilakukan


37

pengkajian, penulis juga menanyakan mengenai riwayat kesehatan

sekarang tentang sejak kapan keluhan yang dialami klien muncul, tindakan

apa yang telah dilakukan, bagaimana respon dari tindakan yang dilakukan

dan sejak kapan pasien dibawa ke Rumah Sakit. Kemudian penulis

menanyakan mengenai riwayat kesehatan dahulu, apakah pasien pernah

sakit seperti saat ini, sebelumnya, dan penyakit lain. Riwayat kesehatan

keluarga, penulis menanyakan apakah ada anggota keluarga ada yang

memiliki riwayat penyakit herediter dan infeksius seperti hipertensi,

diabetes melitus dan Tuberkulosis Paru.

2. Observasi

Observasi merupakan suatu proses yang kompleks serta tersusun dari

berbagai proses biologis dan psikologis (Sugiyono, 2016). Observasi

digunakan untuk melakukan pengamatan langsung pada keadaan klinis

klien dan hasil tindakan asuhan keperawatan pada klien Tuberculosis Paru

dengan pengelolaan bersihan jalan napas tidak efektif.

3. Pemeriksaan Fisik

Dalam pemeriksaan fisik penulis mengumpulkan data dengan cara

melakukan pemeriksaan pada klien. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan

fisik lainnya yang mendukukng masalah aktivitas dan istirahat seperti

pemeriksaan head to toe, laboratorium dan rontgent.

4. Studi Dokumentasi Keperawatan

Dalam studi dokumentasi keperawatan penulis menggunakan berbagai

sumber catatan medis serta hasil pemeriksaan penunjang untuk membahas


38

tentang Tuberkulosis Paru dengan fokus studi bersihan jalan napas tidak

efektif.

F. Teknik Analisa Data

Analisis data merupakan proses untuk mengelompokkan pengurutan

data kedalam ketentuan-ketentuan yang ada untuk memperoleh hasil sesuai

dengan data yang telah didapatkan. (Sugiyono, 2016)

Analisa data yang dilakukan penulis yaitu membandingkan teori yang

ada dengan proses keperawatan yang telah dilakukan oleh penulis yaitu kepada

klien pneumonia dengan gangguan bersihan jalan napas tidak efektif. Analisa

data dimulai dengan mengumpulkan data melalui wawancara dan observasi

secara langsung yaitu pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Penulis

kemudian menentukan prioritas masalah atau diagnosa keperawatan dan

menyusun rencana keperawatan untuk mengatasi masalah. Kemudian penulis

melakukan tindakan keperawatan sesuai rencana keperawatan yang telah

disusun serta mengevaluasi respon klien setelah dilakukan tindakan

keperawatan sesuai tujuan dan kriteria hasil yang telah direncanakan. Data

disajikan dalam bentuk narasi dan disertai dengan ungkapan verbal dari subjek

penelitian yang merupakan data pendukungnya.

G. Etika Penelitian

Masalah etika studi kasus keperawatan merupakan masalah yang

sanagat penting, maka penulis menjamin hak asasi responden dalam studi
39

kasus ini. Menurut Nursalam (2017) masalah etika terutama ditekankan pada

beberapa hal yaitu sebagai berikut :

1. Informed Consent (lembar persetujuan)

Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden

penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Tujuan informed

consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian,

mengetahui dampaknya, jika subjek bersedia maka mereka harus

menandatangani lembar persetujuan dan jika responden tidak bersedia maka

peneliti harus menghormati hak klien.

2. Anomity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas, subjek, penulis tidak akan

mencantumkan nama subjek pada hasil laporan. Penulis hanya

mencantumkan jenis kelamin, tingkat pendidikan, suku bangsa, umur, serta

menggunakan kode nomor urut masing – masing responden pada waktu

pengambilan data dilakukan.

3. Confidentially (kerahasiaan)

Informasi – informasi yang telah diperoleh dari responden disimpan

dan dijamin kerahasiaannya, segala informasi atau masalash yang diberikan

oleh responden dijamin hanya untuk kepentingan studi kasus ini.


DAFTAR PUSTAKA

Andra & Yessie. (2015). Keperawatan medikal bedah (keperawatan dewasa).


Yogyakarta : Nuha Medika.

Ardiansyah. M.(2012). Medikal Bedah. Yogyakarta: DIVA Press.

Doenges, M. (2012). Rencana Asuahan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif. (2014). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.

Manurung, S. Suratun, Krisanty, P. Putu Ekarini, N. (2013). Gangguan sistem


pernafasan akibat infeksi. Jakarta : CV. Trans Info Media

Nurarif & Kusuma. (2015). Asuhan Keperawatan Peraktis Berdasarkan


Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam berbagai kasus. Jilid 3.
Jakarta : Mediaction

Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.


Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmodjo, S (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:Rineka Cipta.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


PT Alfabet. Danandjadja

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018) . Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017), Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Wahyudi, Setya Andri dan Wahid, Abd. (2016). Buku Ajar Ilmu Keperawatan
dasar. Jakarta : Mitra Wacana Media.

Hasaini, A. (2018). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam dan Batuk Efektif
Terhadap Bersihan Jalan Nafas pada Klien dengan Tuberkulosis Paru Di
Ruang Al- Hakim RSUD Ratu Zalecha Martapura. Jurnal Dinamika
Kesehatan. Volume 9, nomer 2. Akper Intan Martapura

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2019. Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah tahun 2018. (online).

41
42

http://dinkesjatengprov.go.id/v2018/dokumen/profil2019/mobile/index.html
#p=102. diakses pada tanggal 10 Agustus 2020. Pukul 15.45 WIB

Data Jatengprov. (2019). Angka Penemuan Kasus Tuberkulosis Paru tahun 2013.
(online) http://data.jatengprov.go.id/dataset/0f19bb11-e797-43f0-a30e-
4081be453afe/resource/698a52e8-186f-4905-b9c9-
ddc797db8195/download/angka-keberhasilan-pengobatan-success-rate-tb-
tw-12019.xlsx Diakses pada tanggal 10 Agustus 2020 pukul 16.00 WIB.

Depkes RI. (2019). Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2019. (online)
http://www.depkes.go.id/resources/download/info-terkini/hasilriskesdas-
2018.pdf Diakses pada tanggal 10 Agustus 2020 pukul 16.00 WIB.

Depkes RI. (2018). Info datin tuberkulosis tahun 2018. (online)


http://www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/infodatin/infodatin%20tuberkulosis%202018.pdf
Diakses pada tanggal 10 Agustus 2020 pukul 16.45 WIB.

Purwaningsih F. AMG. Mengapa Penderita TBC Cenderung Kurus 2019?.


(online) http://rsprespira.jogjaprov.go.id/mengapa-tubuh-penderita-tbc-
cenderung-kurus/ Diakses pada tanggal 03 November 2020 pukul 18.00
WIB
Lampiran 1 : Lembar Bimbingan KTI (Pembimbing 1)

LEMBAR BIMBINGAN
PENULISAN PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BLORA
JURUSAN KEPERAWATAN-POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Nama Mahasiswa : Irma Kusumawati

NIM : P1337420418025

Nama Pembimbing I : Suhardono, S.Kep.,Ners.,M.Kes.

Judul Proposal KTI : Asuhan Keperawatan Pada Tuberculosis Paru Dengan


Fokus Studi Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif di RS
PKU Muhammadiyah Cepu

NO HARI/ MATERI TTD MONITOR


SARAN
. TGL BIMBINGAN PEMBIMBING KAPRODI
1 Jum’at, BAB I ( latar - Spasinya
05
belakang) diperbai
Oktober
2020 ki
- Menamb
ahkan
materi

2 Sabtu, BAB I (Latar - menam-


06 belakang) bahkan
Oktober materi
2020 tentang
anoreksia
pada TB
Rabu, BAB I ACC - Lanjut
3. 02 BAB II
November
2020

4. Rabu, BAB II (tinjauan - Menamb


18 pustaka) ahkan
November klasifi-
2020 kasi obat
TB
5. Senin, Kata pengantar - Mengura
14 BAB I, II, III ngi kata
Desember pengan-
2020 tar

6. Selasa, BAB II - Menam-


15 bahkan
Desember anatomi
2020 fisiologi
sistem
pernapas
an
7. Rabu, BAB I, II, III - ACC
16
Desember
2020

Blora,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan Blora
JONI SISWANTO, S.Kep.,M.Kes.
NIP. 196607131990031003
Lampiran 2 : Lembar Bimbingan KTI (Pembimbing 2)

LEMBAR KONSULTASI
PENULISAN PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BLORA
JURUSAN KEPERAWATAN-POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Nama Mahasiswa : Irma Kusumawati

NIM : P1337420418025

Nama Pembimbing II : M. Nor Mudhofar SPd., M.Kes.

Judul Proposal KTI : Asuhan Keperawatan Pada Tuberculosis Paru Dengan


Fokus Studi Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif di RS
PKU Muhammadiyah Cepu

NO HARI/ MATERI TTD MONITOR


SARAN
. TGL BIMBINGAN PEMBIMBING KAPRODI
1 Rabu, Judul, Lembar - Akan
16 persetujuan lebih
Desember baik
2020 judul
diperba
iki
- Lembar
persetu
juan
diberi-
kan
tulisan
menjo-
rok
2 Kamis, BAB II - Tulisan
17 BAB III perno-
Desember moran
2020 dibena
hi
- Data
inklusif
ditam-
bahkan
jumlah
pasien
3. Jum’at, BAB I - ACC
18 BAB II
Desember BAB III
2020

4.

5.
6.

7.

Blora,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan Blora

JONI SISWANTO, S.Kep.,M.Kes.


NIP. 196607131990031003

Lampiran 3 : Lembar Bimbingan Setelah Ujian Proposal KTI

LEMBAR BIMBINGAN
PENULISAN PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN BLORA
JURUSAN KEPERAWATAN-POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Nama Mahasiswa : Irma Kusumawati


NIM : P1337420418025
Nama Penguji : 1. Mu’awanah, S.Kep., Ners., M.Hkes
2. M. Nor Mudhofar, S.Pd, M.Kes
3. Suhardono, Skep., Ners., M.Kes.
Judul Proposal KTI : Asuhan Keperawatan Pada Tuberculosis Paru
Dengan Fokus Studi Bersihan Jalan Napas Tidak
Efektif di RS PKU Muhammadiyah Cepu

NO HARI/ MATERI TTD MONITOR


SARAN
. TGL BIMBINGAN PEMBIMBING KAPRODI
1 11-1-2021 Kover, BAB I, Perbaiki
II, III, DP, pd yg
Lembar ditandai
konsultasi
2 19-1-2021 Kover, BAB I, Perbaiki
II, III, DP, pd yg
Lembar ditandai
konsultasi

3. 27-1-2021 Kover, BAB I, ACC


II, III, DP,
Lembar
konsultasi

4.
5.

6.

7.

Blora,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan Blora

JONI SISWANTO, S.Kep.,M.Kes.


NIP. 196607131990031003
Lampiran 4 : Daftar Riwayat Hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. BIODATA

1. Nama Lengkap : Irma Kusumawati

2. NIM : P1337420418025

3. Tempat dan Tanggal Lahir : Blora, 07 September 2000

4. Jenis Kelamin : Perempuan

5. Alamat Rumah

a. Kelurahan : Plantungan

b. Kecamatan : Blora

c. Kab/Kota : Blora

d. Provinsi : Jawa Tengah

6. Telepon :

a. Rumah :-

b. Hp : 085602725177

c. E-mail : irmakusumawati042@gmail.com

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Pendidikan SD di SD N Plantungan, lulus tahun 2012.

2. Pendidikan SLTP di SMP N 7 Blora, lulus tahun 2015.

3. Pendidikan SLTA di SMA N 2 Blora, lulus tahun 2018.


4. Pendidikan DIII Keperawatan Blora Poltekkes Kemenkes Semarang sejak

tahun 2018 - 2021.

C. RIWAYAT ORGANISASI

1. Anggota White Campus DIII Keperawatan Blora Periode 2018 hingga

sekarang

Demikian daftar riwayat ini saya buat dengan sebenar-benarnya, semoga

dapat dijadikan informasi dan pertimbangan.

Blora, 22 Desember 2020

Irma Kusumawati

NIM. P1337420418025
Lampiran 5 : Standar Operasional Prosedur (SOP) Batuk Efektif

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

BATUK EFEKTIF
Pengertian Latihan mengeluarkan sekret yang terakumulasi dan menganggu di

saluran napas dengan cara dibatukkan.


Tujuan 1. Membebaskan jalan napas dari akumulasi sekret

2. Meningkatkan mobilisasi sekret

3. Mencegah resiko tinggi retensi sekret

4. Mengeluarkan sputum untuk pemeriksaan diagnostik laborat

5. Mengurangi sesak napas akibat akumulasi sekret


Kebijakan 1. Klien dengan gangguan saluran pernapasan akibat akumulasi

sekret

2. Pemeriksaan diagnostik sputum di laboratorium


Petugas Perawat
Peralatan 1. Pot sputum diisi air + desinfektan

2. Tissue

3. Tempat tidur semi fowler/kursi

4. Bantal penyangga jika diperlukan

5. Air minum hangat

6. Bengkok

7. Perlak dan handuk kecil


Prosedur A. Tahap Pra Interaksi

Pelaksanaan 1. Mengecek program terapi

2. Mencuci tangan

3. Menyiapkan alat
B. Tahap Orientasi

1. Memberikan salam dan sapa nama pasien

2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan

3. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien

C. Tahap Kerja

1. Menjaga privacy pasien

2. Mempersiapkan pasien

3. Meminta pasien meletakkan satu tangan di dada dan satu

tangan di abdomen

4. Melatih pasien melakukan napas perut (manarik napas dalam

melalui hidung hingga 3 hitungan, jaga mulut tetap tertutup)

5. Meminta pasien merasakan mengembangnya abdomen (cegah

lengkung pada punggung)

6. Meminta pasien menahan napas hingga 3 hitungan

7. Meminta pasien menghembuskan napas perlahan dalam 3

hitungan (lewat mulut, bibir seperti meniup)

8. Meminta pasien merasakan mengempisnya abdomen dan

kontraksi dari otot

9. Memasang perlak/pengalas dan bengkok (di pangkuan pasien

bila duduk atau dekat mulut bila tidur miring)

10. Meminta pasien untuk melakukan napas dalam 2 kali, yang

ke-3 : inspirasi, tahan napas dan batukkan dengan kuat

11. Menampung lender dalam pot sputum


12. Merapikan pasien

D. Tahap Terminasi

1. Melakukan evaluasi tindakan

2. Berpamitan dengan klien

3. Mencuci tangan

4. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan


Unit Terkait RAWAT JALAN, UGD, KABER, PUSTU/POLINDES

Lampiran 6 : Standar Operasional Prosedur (SOP) Fisioterapi Dada

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

FISIOTERAPI DADA
Pengertian Meningkatkan efisiensi pernapasan, pengembangan paru, kekuatan

otot, dan eliminasi sekret dengan teknik perkusi, vibrasi, dan

drainase postural.
Tujuan 1. Melepaskan secret kental dari saluan pernapasan yang tidak

dapat dilakukan dengan batuk efektif

2. Meningkatkan pertukaran udara yang adekuat

3. Menurunkan frekuensi pernapasan dan meningkatkan ventilasi

4. Membantu batuk lebih efektif


Kebijakan Klien dengan resiko atelectasis
Petugas Perawat
Peralatan 1. Handuk

2. Pot sputum berisi air + desinfektan

3. Handscon bersih
Prosedur A. Tahap Pra Interaksi

Pelaksanaan 1. Mengecek program terapi

2. Mencuci tangan

3. Menyiapkan alat

B. Tahap Orientasi

1. Memberi salam kepada pasien dan sapa nama pasien

2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan

3. Menanyakan perstujuan/kesiapan pasien

C. Tahap Kerja

1. Menjaga privasi pasien

2. Memasang masker dan sarung tangan bersih

3. Membantu membuka pakaian klien sesuai dengan kebutuhan

4. Tutup area yang akan dilakukan perkusi dengan handuk

5. Ajarkan klien untuk napas panjang dan perlahan untuk

relaksasi.
6. Jari dan ibu jari perawat dihimpitkan dan fleksi membentuk

mangkuk. Secara bergantian lakukan fleksi dan ekstensi.

7. Pergelangan tangan secara cepat untuk menepuk dada klien :

a. Letakkan tangan, telapak tangan menghadap kebawah, di

daerah yang akan didrainase, satu tangan di atas tangan

yang lain menempel bersama bersebelahan dan ekstensi.

b. Anjurkan klien inspirasi dalam dan ekspirasi secara lambat

lewat hidung, selam masa ekspirasi, anjurkan klien

tegangkan seluruh otot tangan dan lengan, gunakan hamper

seluruh tumit tangan, gerakan kearah bawah, hentikan jika

inspirasi.

c. Fibrasi selama 5 kali ekspirasi pada segmen paru yang

terserang.

d. Setelah tiap kali vibrasi, anjurkan klien batuk dan

keluarkan sekret kedalam tempat sputum.

8. Merapikan pasien

D. Tahap Terminasi

1. Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan

2. Berpamitan dengan klien

3. Membereskan alat-alat

4. Mencuci tangan

5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan


Unit Terkait RAWAT JALAN, UDG, KABER, POSTU/POLINDES
Lampiran 7 : Standar Operasional Prosedur (SOP) Latihan Napas Dalam

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

LATIHAN NAPAS DALAM


Pengertian Melatih pasien melakukan napas dalam
Tujuan 1. Meningkatkan kapasitas paru

2. Meningkatkan ventilasi
Kebijakan Klien dengan gangguan paru obstruktif dan restriktif
Petugas Perawat
Peralatan Alat bantu napas
Prosedur A. Tahap Pra Interaksi

Pelaksanaan 1. Mengecek program terapi

2. Mencuci tangan

3. Menyiapkan alat

B. Tahap Orientasi

1. Memberi salam kepada pasien dan sapa nama pasien


2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan

3. Menanyakan perstujuan/kesiapan pasien

C. Tahap Kerja

1. Menjaga privasi pasien

2. Meminta pasien meletakkan satu tangan di dada dan satu

tangan di abdomen

3. Melatih pasien melakukan napas perut (menarik napas dalam

melalui hidung hingga 3 hitungan, jaga mulut agar tetap

tertutup)

4. Meminta pasien merasakan mengembangnya abdomen (cegah

lengkung pada punggung)

5. Meminta pasien menahan napas hingga 3 hitungan

6. Meminta menghembuskan napas perlahan dalam 3 hitungan

(lewat mulut, bibir seperti meniup)

7. Meminta pasien merasakn mengempisnya abdomen dan

kontraksi dari otot

8. Merapikan pasien

D. Tahap Terminasi

1. Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan

2. Berpamitan dengan klien

3. Membereskan alat-alat

4. Mencuci tangan

5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan


Unit Kerja RAWAT JALAN, UDG, KABER, POSTU/POLINDES
Lampiran 8 : Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengisapan Lendir (Suction)

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

PENGHISAPAN LENDIR (SUCTION)


Pengertian Dilakukan pada klien yang tidak mampu mengeluarkan sekret atau

lendir secara mandiri dengan menggunakan alat pengisap.


Tujuan 1. Membersihkan jalan napas

2. Memenuhi kebutuhan oksigenasi


Kebijakan Klien dengan tidak mampu mangeluarkan secret atau lender secara

mandiri.
Petugas Perawat
Peralatan 1. Suction dengan botol berisi larutan desinfektan

2. Kateter pengisap lender

3. Pinset steril

4. Sarung tangan steril

5. Dua kom berisi larutan aquades/NaCl 0,9% dan larutan

desinfektan

6. Kasa steril

7. Kertas tissue

8. Stetoskop
Prosedur A. Tahap Pra Interaksi

Perlaksanaan 1. Mengecek program terapi

2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat

B. Tahap Orientasi

1. Memberi salam kepada pasien dan sapa nama pasien

2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan

3. Menanyakan perstujuan/kesiapan pasien

C. Tahap Kerja

1. Menjaga privasi pasien

2. Tempatkan pasien pada posisi telentang dengan kepala miring

kearah perawat

3. Gunakan sarung tangan

4. Hubungkan kateter pengisap dengan selang alat penghisap

5. Mesin penghisap dihidupkan

6. Lakukan penghisapan lender dengan memasukkan kateter

pengisap kedalam kom berisi aquades/NaCl 0,9% untuk

mempertahankan tingkat kesterilan.

7. Masukan kateter penghisap dalam keadaan tidak menghisap

8. Gunakan alat penghisap dengan tekanan 110-150 mmHg

untuk dewasa, 95-110 mmHg untuk anak-anak dan 50-59

mmHg untuk bayi (potter & perry, 1995).

9. Tarik dengan memutar kateter penghisap tidak lebih dari 15

detik

10. Bilas kateter dengan aquades/NaCl 0,9%

11. Lakukan penghisapan antara penghisapan pertama dengan


berikutnya :

a. Minta pasien untuk bernapas dalam dan batuk

b. Apabila pasien mengalami distress pernapasan

c. Biarkan istirahat 20-30 detik sebelum melakukan

penghisapan berikutnya

d. Setelah selesai kaji jumlah, konsistensi, warna, bau

sekret, dan respon pasien terhadap tindakan tersebut.

12. Merapikan pasien

D. Tahap Terminasi

1. Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan

2. Berpamitan dengan klien

3. Membereskan alat-alat

4. Mencuci tangan

5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan


Unit Kerja RAWAT JALAN, UDG, KABER, POSTU/POLINDES

Lampiran 9 : Standar Operasional Prosedur (SOP)

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

INHALASI DENGAN NEBULIZER


Pengertian Nebulizer adalah suatu cara pemberian obat melalui
inhalasi/pernapasan. Nebulizer mengubah partikel menjadi uap yang

dihirup sehingga langsung menuju paru-paru.


Tujuan 1. Merelaksasi jalan napas

2. Mengencerkan dan mempermudah mobilisasi sekret

3. Menurunkan edema mukosa

4. Pemberian obat secara langsung pada saluran pernapasan untuk

pengobatan penyakit seperti : produksi sekret yang berlebihan

dan batuk yang disertai dengan sesak napas.


Kebijakan Penggunaan terapi inhalasi ini diindikasikan untuk pengobatan

asma, penyakit paru obstruktif, sindrom obstruktif post tuberkulosis,

fibrosis kistik, bronkiektasis, keadaan atau penyakit lain dengan

sputum yang kental dan lengket.


Petugas Perawat
Indikasi Untuk penderita asma, sesak napas kronik, batuk, pilek, dan

gangguan saluran pernapasan. Indikasi terapi nebulizer untuk

memberikan medikasi secara langsung pada saluran pernapasan

untuk mengobati bronkospasme akut, produksi secret berlebih,

batuk, sesak napas, .


Prosedur A. Tahap Pra Interaksi

Pelakasanaan 1. Mengecek program terapi

2. Mencuci tangan

3. Menyiapkan alat

B. Tahap Orientasi

1. Memberi salam kepada klien dan sapa nama klien

2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan

3. Menanyakan perstujuan/kesiapan klien


C. Tahap Kerja

1. Menjaga privasi klien

2. Memakai handscon bersih

3. Memasukkan obat kewadah bagian dari alat nebulizer (dosi

anak dan dewasa 2,5 mg, lalu di tingkatkan sampai 5 mg.

dapat diulangi 4 kali sehari dengan nebuizer).

4. Menghubungkan nebulizer dengan listrik

5. Menyalakan mesin nebulizer (tekan power on) dan mengecek

out flow apakah timbul uap atau embun.

6. Menghubungkan alat ke mulut atau menutupi hidung dan

mulut posisi yang tepat.

7. Menganjurkan agar klien untuk melakukan napas dalam,

tahan sebentar lalu ekspirasi.

8. Setelah selesai, mengecek keadaan umum klien, tanda-tanda

vital, dan melakukan auskultasi paru secara berkala selama

prosedur.

9. Menganjurkan klien untuk melakukan napas dalam dalam dan

batuk efektif untuk mengeluarkan sekret.

D. Tahap Terminasi

1. Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan

2. Berpamitan dengan klien

3. Membereskan alat-alat

4. Mencuci tangan
5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
Unit Kerja RAWAT JALAN, UGD, KABER, POSTU/POLINDES

Anda mungkin juga menyukai