Anda di halaman 1dari 23

Kasus 1

Anak D, umur 15 tahun datang dengan keluhan utama sesak nafas disertai
batuk berdahak warna putih agak kental dan sulit dikeluarkan. Klien mengatakan
cemas dengan kondisinya sekarang. Sesak napas sejak 4 hari lalu akibat debu,
bertambah berat pada malam hari atau hawa dingin. Klien juga mengeluh sering
terbangun tengah malam hari. Sesak berulang berlangsung sejak 1 tahun yang
lalu. Klien mengatakan punya Ventolin spray tapi masih bingung menggunakan.
Pada pemeriksaan fisik oleh perawat didapatkan tampak sesak, tidak ada kontak
mata, tampak cemas, kesadaran compos mentis. Pemeriksaan tanda vital oleh
perawat, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 120x/menit, pernafasan 40x/menit,
nafas cuping hidung (+), wheezing di seluruh lapang paru.

Pertanyaan
1. Definisi dan Klasifikasi Asma Bronchial
Jawaban :
Asma adalah penyakit yang memiliki karakteristik dengan sesak
napas dan wheezing, dimana keparahan dan frekuensi dari tiap orang
berbeda. Kondisi ini akibat kelainan inflamasi dari jalan napas di paruparu
dan mempengaruhi sensitivitas saraf pada jalan napas sehingga
mudah teriritasi. Pada saat serangan, alur jalan napas membengkak karena
penyempitan jalan napas dan pengurangan aliran udara yang masuk paruparu.
Asma menyebabkan inflamasi kronis pada bronkus yang
berhubungan dengan hiperrensponsif dari saluran pernapasan yang
menyebabkan episode wheezing, apnea, sesak napas dan batuk- batuk
terutama pada malam hari atau awal pagi.
Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten,
reversible dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap
stimuli tertentu.
Klasifikasi asma :
A. Berdasarkan Etiologi
a. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang,
obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik
sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus
spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan
asma ekstrinsik. (Bunner & Suddart, 2002; Somatri, 2008).
b. Intrinsik/idiopatik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin
atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan
emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan
dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis
kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan. (Bunner & Suddart, 2002; Somatri, 2008).
c. Asma gabungan
2. Etiologi dan Faktor Resiko Asma Bronchial
Jawaban :
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkhial.
a. Faktor predisposisi
• Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita
sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan
faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya
juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
• Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi.
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan.
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan.
• Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga
dan debu.
• Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita
asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya
belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
• Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang
yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,
polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
• Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
(Tanjung, 2003; Muttaqin, 2008).
c. Faktor Resiko
Berdasarkan Pedoman Pengendalian Penyakit Asma 2009, faktor
resiko asma dibagi menjadi faktor genetic dan faktor lingkungan :
• Faktor Genetik
- Hiperaktivitas
- Atopi/ alergi bronkus
- Faktor yang memodifikasi penyakit genetik
- Jenis kelamin dimana laki- laki lebih beresiko dari pada
perempuan
Pria merupakan resiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14
tahun, prevalensi asma pada anak laki- laki adalah 1,5- 2 kali
dibandingkan anak perempuan. Tetapi menjelang dewasa
perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada menopause
perempuan lebih banyak.
- Ras/ etnik dimana status ekonomi ras menentukan status gizi
• Faktor Lingkungan
- Alergen di dalam ruangan (tungau, debu tumah, kucing,
alternaria/ jamur dll)
- Alergen di luar ruangan (jamur, tepung sari)
- Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan,
kacang, makanan laut, susu sapi, telur)
- Obat- obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID dll)
- Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray
dll)
- Ekspresi emosi berlebih
- Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif
Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru.
Pajanan asap rokok, sebelum dan sesudah kelahiran
berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat diukur seperti
meningkatkan resiko terjadinya gejala serupa asma.
- Polusi udara luar dan dalam ruangan
- Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya
ketika melakukan aktifitas tertentu.
- Perubahan cuaca
- Kekurangan berat badan saat kelahiran
- Obesitas
- Jalan napas sempit sejak lahir

3. Patofisiologi Asma Bronchial


Jawaban :
4. Manifestasi Klinis Asma Bronchial
Jawaban :
Karakteristik gejala dari asma adalah wheezing, sesak nafas dan batuk. Gejala ini akan lebih
berat pada malam hari dan pasien dapat terbangun akibat gejala. Terdapat gejala prodormal
misalnya gatal dibawah dagu, rasa tidak nyaman diantara scapula atau ketakutan yang tidak
dapat dijelaskan. Pada pasien dapat ditemukan permanjangan waktu ekspirasi, suara rokhi di
dada ata batuk yang tidak produktif.
5. Pemeriksaan Diagnostik Asma Bronchial
Jawaban :
1) Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati :
- Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinopil.
- Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan)
dari cabang bronkus.
- Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
- Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya
bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang
terdapat mucus plug.
b. Pemeriksaan darah
 Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat
pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.

Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
 Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
 Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari
Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari
serangan.
2) Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka
kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
 Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
 Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran
radiolusen akan semakin bertambah.
 Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate
pada paru
 Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
 Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran
radiolusen pada paru-paru.
3) Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang
dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan
menggunakan tes tempel.
4) Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat
dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang
terjadi pada empisema paru yaitu :
- Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis
deviasi dan clock wise rotation.
- Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya
RBB (Right bundle branch block).
- Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia,
SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
5) Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang
paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan
sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC
sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya
respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri
tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting
untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita
tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan
obstruksi. (Muttaqin, 2008).
6) Tes Provokasi Bronkus
Tes ini dilakukan pada Spirometri internal. Penurunan FEV sebesar
20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80- 90% dari
maksimum dianggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR
10% atau lebih. (Muttaqin, 2008).
7) Peak Expiratory Flow Meter (PEF Meter)
Gambar 2. Macam-macam PEF meter
Alat ini adalah alat yang paling sederhana untuk memeriksa gangguan
sumbatan jalan napas, yang relatif sangat murah, mudah dibawa.
Dengan PEF meter fungsi paru yang dapat diukur adalah arus puncak
ekspirasi (APE).
Cara pemeriksaan APE dengan PEF meter adalah sebagai berikut :
Penuntun meteran dikembalikan ke posisi angka 0. Pasien diminta
untuk menghirup napas dalam, kemudian diinstruksikan untuk
menghembuskan napas dengan sangat keras dan cepat ke bagian
mulut alat tersebut, sehingga penuntun meteran akan bergeser ke
angka tertentu. Angka tersebut adalah nilai APE yang dinyatakan
dalam liter/menit.
Gambar 3
Cara mengukur arus puncak ekspirasi dengan PEF meter
Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai APE < 80% nilai prediksi.
Selain itu juga dapat memeriksa reversibiliti, yang ditandai dengan
perbaikan nilai APE > 15 % setelah inhalasi bronkodilator, atau
setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah
pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.
Variabilitas APE ini tergantung pada siklus diurnal (pagi dan malam
yang berbeda nilainya), dan nilai normal variabilitas ini < 20%.
Cara pemeriksaan variabilitas APE :
Pada pagi hari diukur APE untuk mendapatkan nilai terendah dan
malam hari untuk mendapatkan nilai tertinggi.
A– PAEP Em paalgami
Variabilitas harian = ---------------- x 100%
½ (APE malam + APE pagi)
PEF Meter ini dianjurkan pada :
1. Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek dokter
dan oleh pasien di rumah.
2. Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter.
3. Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada asma
persisten usia di atas > 5 tahun, terutama bagi pasien setelah
perawatan di rumah sakit, pasien yang sulit/tidak mengenal
perburukan melalui gejala padahal berisiko tinggi untuk mendapat
serangan yang mengancam jiwa.
Pada asma mandiri pengukuran APE dapat digunakan untuk
membantu pengobatan seperti :
 Mengetahui apa yang membuat asma memburuk.
 Memutuskan apa yang akan dilakukan bila rencana pengobatan
berjalan baik.
 Memutuskan apa yang akan dilakukan jika dibutuhkan
penambahan atau penghentian obat.
 Memutuskan kapan pasien meminta bantuan medis/dokter/IGD.
6. Penatalaksanaan Asma Bronchial
Jawaban :
Tujuan penatalaksanaan asma :
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
ireversibel
7. Mencegah kematian karena asma
8. Khusus anak, untuk mempertahankan potensi sesuai tumbuh kembangnya
(Mansjoer, 2002; Kepmenkes, 2009)
Penatalaksanaan medis untuk asma dibagi menjadi dua, yaitu (Muttaqin,
2008; Kepmenkes 2009)
1) Terapi N on F armakologis
a. Memberikan penyuluhan
Penyuluhan atau edukasi kepada pasien dan/atau keluarga bertujuan
untuk :
 Meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum
dan pola penyakit asma sendiri)
 Meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma
sendiri/asma mandiri)

Meningkatkan kepuasan
 Meningkatkan rasa percaya diri
 Meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri
 Membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan
mengontrol asma
Bentuk pemberian edukasi :
 Komunikasi/nasehat saat berobat
 Ceramah
 Latihan/training
 Supervisi
 Diskusi
 Tukar menukar informasi ( sharing of information group)
 Film/video presentasi
 Leaflet, brosur, buku bacaan
Beberapa hal yang perlu diketahui dan dikerjakan oleh penderita dan
keluarganya adalah :
1. Memahami sifat-sifat dari penyakit asma :
• Bahwa penyakit asma tidak bisa sembuh secara sempurna.
• Bahwa penyakit asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu saat oleh
karena faktor tertentu bisa kambuh lagi.
•Bahwa kekambuhan penyakit asma minimal bisa dijarangkan dengan
pengobatan jangka panjang secara teratur.
2. Memahami faktor yang menyebabkan serangan atau memperberat
serangan, seperti:
• Inhalan : debu rumah, bulu atau serpihan kulit binatang anjing, kucing,
kuda dan spora jamur.
• Ingestan : susu, telor, ikan, kacang-kacangan, dan obat-obatan tertentu.
• Kontaktan : zalf kulit, logam perhiasan.
• Keadaan udara : polusi, perubahan hawa mendadak, dan hawa yang
lembab.
• Infeksi saluran pernafasan.
• Pemakaian narkoba atau napza serta merokok.
• Stres psikis termasuk emosi yang berlebihan
• Stres fisik atau kelelahan
Penderita dan keluarga sebaiknya mampu mengidentifikasi hal-hal apa
saja yang memicu dan memperberat serangan asma penderita. Perlu
diingat bahwa pada beberapa pasien, faktor di atas bersifat individual
dimana antara pasien satu dan yang lainnya tidaklah sama tetapi karena hal
itu sulit untuk ditentukan secara pasti maka lebih baik untuk menghindari
faktor-faktor di atas.
3. Memahami faktor-faktor yang dapat mempercepat kesembuhan, membantu
perbaikan dan mengurangi serangan :
• Menghindari makanan yang diketahui menjadi penyebab serangan
(bersifat individual).
• Menghindari minum es atau makanan yang dicampur dengan es.

Berhenti merokok dan penggunakan narkoba atau napza.
• Menghindari kontak dengan hewan diketahui menjadi penyebab
serangan.
• Berusaha menghindari polusi udara (memakai masker), udara dingin
dan lembab.
• Berusaha menghindari kelelahan fisik dan psikis.
• Segera berobat bila sakit panas (infeksi), apalagi bila disertai dengan
batuk dan pilek.
• Minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter, baik obat
simptomatis maupun obat profilaksis.
• Pada waktu serangan berusaha untuk makan cukup kalori dan banyak
minum air hangat guna membantu pengenceran dahak.
• Manipulasi lingkungan : memakai kasur dan bantal dari busa, bertempat
di lingkungan dengan temperatur hangat.
4. Memahami kegunaan dan cara kerja dan cara pemakaian obat – obatan
yang diberikan oleh dokter :
• Bronkodilator : untuk mengatasi spasme bronkus.
• Steroid : untuk menghilangkan atau mengurangi peradangan.
• Ekspektoran : untuk mengencerkan dan mengeluarkan dahak.
• Antibiotika : untuk mengatasi infeksi, bila serangan asma dipicu adanya
infeksi saluran nafas.
5. Mampu menilai kemajuan dan kemunduran dari penyakit dan hasil
pengobatan.
6. Mengetahui kapan “self treatment” atau pengobatan mandiri harus diakhiri
dan segera mencari pertolongan dokter.
b. Fisioterapi
Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus.
Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
c. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang
ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan
mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup
bagi klien.
d. Pemberian O2 bila diperlukan.
2) Terapi F armakologis
1. Pengobatan simpatomitetik
a) Bronkodilator (obat yang melebarkan saluran napas) golongan
simpatomitetik/ adrenergic (adrenalin dan epinephrine)
Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk
tablet,sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan:
MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk
halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma
Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec,
brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi
aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya
dihirup. Penggunaan aerosol pada dewasa dan anak diatas 4
tahun dengan dosis 2 inhalasi setiap 4-6 jam.
b) Bronkodilator golongan teofilin
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik,
tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini
dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai
pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan
langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang
lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum
sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai
sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.
Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara
pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini
digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum
teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
c) Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah
serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi
terutama anakanak. Kromalin biasanya diberikan bersamasama
obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah
pemakaian satu bulan.
d) Ketofilin
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.
Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari.
Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara oral.
e) Kortikosteroid
Sebaiknya hanya dipakai dalam keadaan pengobatan dengan
bronkodilator baik pada asma akut maupun kronis tidak
memberikan hasil yang memuaskan dan keadaan asma yang
membahayakan jiwa penderita (contoh : status asmatikus).
Dalam pemakaian jangka pendek (2-5 hari) kortikosteroid
dapat diberikan dalam dosis besar baik oral maupun parenteral,
tanpa perlu tapering off. Obat pilihan hidrocortison dan
dexamethason.
f) Ekspektoran
Adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di dalam
saluran pernafasan menjadi salah satu pemberat serangan asma,
oleh karenanya harus diencerkan dan dikeluarkan. Sebaiknya
jangan memberikan ekspektoran yang mengandung
antihistamin, diantaranya Obat Batuk Hitam (OBH), Obat
Batuk Putih (OBP), Glicseril guaiakolat (GG)
g) Antibiotik
Hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai
oleh rangsangan infeksi saluran pernafasan, yang ditandai
dengan suhu yang meninggi.
2. Pengobatan profilaksis
Pengobatan profilaksis dianggap merupakan cara pengobatan yang
paling rasional, karena sasaran obat-obat tersebut langsung pada
faktor-faktor yang menyebabkan bronkospasme. Pada umumnya
pengobatan profilaksis berlangsung dalam jangka panjang, dengan
cara kerja obat sebagai berikut :
a. Menghambat pelepasan mediator
b. Menekan hiperaktivitas bronkus
Obat profilaksis yang biasanya digunakan adalah :
a. Steroid dalam bentuk aerosol
b. Disodium Cromolyn
c. Ketotifen
d. Tranilast
7. Asuhan Keperawatan Asma Bronchial
Jawaban
1) PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Nama : Anak D
Usia : 1 5 ta hun
Status pernikahan : Belum menikah
B. Status Kesehatan Saat Ini
1. Keluhan utama : Sesak nafas disertai batuk berdahak warna putih
agak kental dan sulit dikeluarkan.
2. Lama keluhan : Sesak nafas sejak 4 hari yang lalu
3. Kualitas keluhan : -
4. Faktor pencetus : Debu
5. Faktor pemberat : Saat malam hari atau hawa dingin
6. Upaya yg. telah dilakukan : Ventolin spray (tapi masih bingung
menggunakannya)
7. Diagnosa medis :
a. Asma Bronchial
C. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Anak D, umur 15 tahun datang dengan keluhan utama sesak nafas disertai
batuk berdahak warna putih agak kental dan sulit dikeluarkan. Klien
mengatakan cemas dengan kondisinya sekarang. Sesak napas sejak 4 hari lalu
akibat debu, bertambah berat pada malam hari atau hawa dingin. Klien juga
mengeluh sering terbangun tengah malam hari. Sesak berulang berlangsung
sejak 1 tahun yang lalu.
D. Riwayat Lingkungan
Lingkungan sekitar berdebu
E. Pola Tidur- Istirahat
Sering terbangun tengah malam hari.
F. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum: klien sesak nafas disertai batuk putih agak kental dan
sulit dikeluarkan. Klien cemas dengan kondisinya sekarang. Sesak sejak 4
hari yang lalu akibat debu,bertambah berat pada malam hari atau hawa
dingin. Klien mengeluh sering terbangun tengah malam.
• Kesadaran: Compos mentis

Tanda-tanda vital:
- Tekanan darah : 120/80 mmHg - Suhu : -
- Nadi : 120x/menit - RR : 40 x/menit
• Tinggi badan: - cm Berat Badan: - kg
2. Kepala dan Leher
•Mata : tidak ada kontak mata
• Hidung : nafas cuping hidung (+)
3. Thorak dan Dada
• Paru :
- Inspeksi : tampak sesak
-Auskultasi : wheezing di seluruh lapang paru
G. Hasil Pemeriksaan Penunjang : -
H. Terapi : Penggunaan ventolin spray (tapi masih bingung
menggunakannya).
Kasus 2
Laki-laki usia 70 tahun datang dengan keluhan utama sesak yang bertambah hebat sejak ± 1
hari SMRS. 1 hari SMRS os mengeluh semakin sesak. Demam (+) tidak terlalu tinggi, nyeri ulu
hati (+), mual (+), penurunan nafsu makan (+), BAB dan BAK biasa. Os berobat ke RSMH dan
dirawat. 6 hari SMRS os mengeluh sesak napas semakin bertambah. Sesak napas tidak
dipengaruhi aktivitas, cuaca, dan emosi. Sesak napas tidak berkurang saat istirahat. Batuk (+),
dahak kuning kehijauan. Nyeri dada (+) di dada kanan seperti ditusuk setiap os batuk. Mual (+),
penurunan nafsu makan (+), os berobat ke dokter dan diberi obat. Namun keluhan os tidak
hilang. 20 hari SMRS, os mengeluh batuk berdahak semakin sering. Sesak (+) hilang timbul tidak
dipengaruhi suhu dan aktivitas. 1 tahun SMRS, os mengeluh batuk, dahak (+), warna putih, ± 1
sendok makan setiap batuk. Demam (+) tidak terlalu tinggi, demam turun naik nafsu makan
biasa, BAB dan BAK biasa. Os tidak berobat.

Pertanyaan:
1. Apakah definisi dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik?
Jawaban :
COPD atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat dicegah dan
dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat
mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual. Penyakit paru
kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak
sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi
paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran
gangguan sistemik.

2. Patogenesis PPOK?
Jawaban :
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari COPD ini adalah
merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang perubahan-perubahan pada
sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus
mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan
pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator
mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit
dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang
menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi
terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan
akibat mukus yang kental dan adanya peradangan.
Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang terjadinya peradangan
kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-
struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya
alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena
ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi.
Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di
dalam paru dan saluran udara kolaps.

3. Faktor resiko dari PPOK?


Jawaban :
Faktor resiko COPD bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-partikel iritatif
yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya :
1. asap rokok
2. polusi tempat kerja
3. Polusi
4.Infeksi saluran nafas berulang
5.jenis kelamin
6.status sosio ekonomi
7.asma
8.usia
4. Klasifikasi PPOK?
Jawaban
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007, dibagi
atas 4 derajat :
1. Derajat I: COPD ringan
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara ringan
(VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin tidak
menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.
2. Derajat II: COPD sedang
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP 1 / KVP < 70%; 50% < VEP1 < 80%),
disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya
mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.
3. Derajat III: COPD berat
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk (VEP 1 /
KVP < 70%; 30%  VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat,
penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas
hidup pasien.
4. Derajat IV: COPD sangat berat
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP 1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi)
atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung
kanan.

5. Pemeriksaan penunjang PPOK?


Jawaban :
Penderita COPD akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk
kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan COPD ringan dapat tanpa
keluhan atau gejala. Dapat ditegakkan dengan cara :
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Foto Toraks
4. Uji Spirometri
5. Uji Coba kortikosteroid
6. Analisis gas darah

6. Tatalaksana PPOK?
Jawaban :
Tujuan tersebut dapat dicapai melalui 4 komponen program tatalaksana, yaitu :
1. Evaluasi dan monitor penyakit
2. Menurunkan faktor resiko
3. Tatalaksana PPOK stabil
4. Tatalaksana PPOK eksaserbasi

Anda mungkin juga menyukai