Anda di halaman 1dari 47

KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KELAINAN SISTEM


IMUN (AIDS)

oleh :

KELOMPOK 18

KELAS A

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KELAINAN SISTEM
IMUN (AIDS)

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kepererawatan Anak

Dosen Pembimbing : Ns. Lantin Sulistyorini, S.Kep., M.Kes.

oleh :

KELOMPOK 18 / KELAS A

Eka Windra Dewi 172310101025

Dyah Ayu Pitaloka 172310101042

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019

ii
Prakata

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mengenai ASUHAN
KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KELAINAN SISTEM IMUN
(AIDS) ini dengan baik. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
keperawatan anak.

Makalah ini dapat selesai dengan baik atas bantuan banyak pihak, untuk
itu kami mengucapkan terimakasih untuk mereka yang telah membantu kami
selama proses pembuatan makalah ini. Kami juga mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Ns. Lantin Sulistyorini, S.Kep., M.Kes. selaku Dekan Fakultas
Keperawatan
2. Ns. Wantiyah, S.Kep., M.Kep. selaku Wakil Dekan I Fakultas
Keperawatan
3. Ns. Ira Rahmawati, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep. An selaku Penanggung
Jawab Mata Kuliah Keperawatan Anak yang telah memberikan tugas
pembuatan makalah kepada kami
4. Ns. Lantin Sulistyorini, S.Kep., M.Kes. selaku dosen pembimbing kami
yang telah membimbing kami dalam membuat makalah ini sehingga kami
dapat lebih memahami mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan
kelainan sistem imun
5. Serta teman – teman yang telah mendukung kami selama proses
pembuatan makalah berlangsung
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, untuk
itu kami mohon maaf atas segala kekurangan dan menerima kritik maupaun saran
yang membangun demi kabaikan makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat
memberikan manfaat untuk para pembaca dan bermanfaat pula untuk ilmu dasar
keperawatan anak kedepannya.
Jember, Oktober 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................ ii

PRAKATA .......................................................................................... iii

DAFTAR ISI........................................................................................ iv

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................... 1

1.1 Latar belakang ............................................................................. 1


1.2 Tujuan .......................................................................................... 2
1.3 Manfaat ........................................................................................ 2

BAB 2 STUDI LITERATUR ............................................................. 3

2.1 Definisi ....................................................................................... 3


2.2 Klasifikasi ............................................................................. 3
2.3 Patofisiologi ................................................................................ 4
2.4 Pemeriksaan Penunjang............................................................... 8
2.5 Penatalaksanaan........................................................................... 9

BAB 3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ..................................... 12

3.1 Pengkajian .................................................................................. 12


3.2 Diagnosa ..................................................................................... 14
3.3 Intervensi .................................................................................... 16
3.4 Pendidikan Kesehatan ................................................................ 28

BAB 4 WEB OF CAUSATION ................................................................ 29

BAB 5 PENUTUP ...................................................................................... 31

5.1 Kesimpulan ................................................................................. 31


5.2 Rekomendasi Isu Menarik........................................................... 31

iv
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 34

v
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


HIV merupakan kepanjangan dari Human Immunodeficiency
Virus, yaitu virus yang merusak dan menyerang kekebalan tubuh manusia,
sedangkan AIDS atau Aqquired Immunodeficency Syndrom merupakan
beberapa gejala penyakit yang dikarenakan penurunan system kekebalan
tubuh manusia (Andalia dkk, 2017).
Secara global, di setiap harinya sekitar 2000 anak usia 15 tahun ke
tertular HIV yang dikarenakan penularan dari ibu yang terinfeksi HIV
kepada bayinya (Wibowo dkk, 2019). Sebanyak 1.400 dengan usia 15
tahun meninggal yang disebabkan oleh AIDS. Penyakit AIDS paling
banyak ditemukan pada kelompok usia 25-49 tahun sebanyak 73,4%.
Kelompok usia yang berisiko dalam penularan HIV dan kejadian AIDS
adalah kelompok usia produktif yaitu usia 20-39 tahun (Kemenkes, 2013
dalam Wibowo dkk, 2019). Tahun 2012, jumlah ibu hamil HIV positif
yang memerlukan layanan pencegahan penularan HIV dari Ibu ke Anak
(PPIA) mengalami peningkatan dari 13.189 orang menjadi 16.191 orang di
tahun 2016. Pada September 2013, kasus ibu rumah tangga positif HIV
tercatat 108 kasus atau 43%. Hal ini menyebabkan peningkatan kasus HIV
pada anak sebanyak 1,8% di tahun 2010 meningkat hingga 4,3% di akhir
tahun 2013 (Kemenkes, 2013 dalam Wibowo dkk, 2019).
Anak yang terinfeksi HIV akan mengalami pembengkakan pada
kelenjar limfe, hati, limfa, kuku, dan terdapat sariawan atau robekan pada
sudut mulut. Selain itu, anak akan mengalami penurunan berat badan
hingga anoreksia, kandidiasis, toksoplasmosis dan penyakit lain seperti
pneumonia, TBC, sepsis hingga kematian (Kemenkes, 2014).

1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan kelainan
system imun (AIDS)
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan definisi AIDS
2. Menjelaskan klasifikasi AIDS
3. Menjelaskan patofisiologi AIDS
4. Menjelaskan manifestasi klinis AIDS
5. Menjelaskan pemeriksaan penunjang AIDS
6. Menjelaskan penatalaksanaan AIDS

1.3 Manfaat
1.3.1 Untuk Mahasiswa
Meningkatkan wawasan mengenai konsep penyakit dan asuhan
keperawatan pada anak dengan kelainan sistem imun (AIDS)
1.3.2 Untuk Pembaca
Menambah pengetahuan dan mengetahui bagaimana proses
perawatan anak dengan kelainan sistem imun (AIDS)

2
BAB 2. STUDI LITERATUR (KONSEP PENYAKIT)

2.1 Definisi
AIDS merupakan suatu gejala penyakit akibat infeksi virus HIV
(Human Immunodeficiency Virus) yang menyerang sistem kekebalan
tubuh manusia (Mulyasari, 2016). Sedangkan HIV (Human
Immunodeficiency Virus) adalah jenis virus yang dapat merusak kekebalan
tubuh manusia. Virus HIV akan menyerang dan merusak sel darah putih
yang berakibat pada penurunan sistem pertahanan tubuh. Apabila, sistem
kekebalan tubuh seseorang menurun maka tubuh akan mudah terserang
berbagai penyakit (infeksi opportunistik) (Ardhiyanti dkk, 2015).
Sel CD4 merupakan tempat bagi HIV untuk berkembang biak dan
merusak fungsi sel. Virus HIV membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk
berkembang menjadi HIV positif atau AIDS yang dapat menyebabkan
penyakit mematikan bagi manusia. Kelompok yang beresiko terkena
penyakit AIDS yaitu penerima transfusi darah dan bayi yang dilahirkan
oleh ibu penderita AIDS (Andalia dkk, 2017).

2.2 Klasifikasi
Terdapat beberapa stadium dalam penularan virus HIV,
diantaranya (Ardhiyanti dkk, 2015) :
1. Stadium pertama
Virus HIV masuk ke dalam tubuh yang kemudian antibodi
merespon virus tersebut dengan postif (perubahan serologis). Window
period adalah waktu yang dibutuhkan virus HIV sejak masuk ke
dalam tubuh hingga menunjukkan respon positif antara antibodi
dengan HIV. Window period akan berlangsung selama 1-3 bulan.
Namun, terdapat window period yang terjadi hingga 6 bulan.
2. Stadium kedua
Pada stadium ini, tubuh tidak menunjukkan adanya tanda dan
gejala jika terserang virus HIV namun virus tersebut sudah berada di

3
dalam tubuh. Hal ini biasanya disebut asimptomatik (tanpa gejala).
Tanda dan gejala tersebut tidak akan muncul hingga 5-10 tahun.
Cairan tubuh penderita HIV/AIDS pada tahap stadium ini, dapat
menyebabkan penularan virus HIV kepada orang lain.
3. Stadium ketiga
Stadium ini ditandai dengan pembesaran kelenjar limfe yang
menetap dan merata (persistent generalized lymphadenopathy),
sehingga pembesaran kelenjar menyebar di seluruh tubuh dan terjadi
selama lebih dari 1 bulan.
4. Stadium keempat
Stadium ini menunjukkan adanya beberapa penyakit yang
bermunculan seperti penyakit kosntitusional, penyakit syaraf dan
penyakit infeksi sekunder.

2.3 Patofisiologi
HIV dapat menghasilkan virus sebanyak 10 milyar dengan
mereplikasi diri. Saat HIV masuk ke dalam tubuh, dendrit akan
menangkap HIV di membrane mukosa dan kulit setelah 24 jam pertama
paparan. 5 hari setelah paparan, sel yang mengalami infeksi akan menuju
nodus limfa dan pembuluh darah, kemudian terjadilah replikasi virus.
Siklus hidup HIV terdiri dari 5 tahap diantaranya masuk dan meningkat,
reverse transcriptase, replikasi, budding, dan maturasi (Ardhiyanti dkk,
2015).
HIV akan menyerang dan merusak sel CD4 yang berfungsi sebagai
koordinator sistem imun. HIV membutuhkan sel penjamu yang masih
hidup yaitu sel CD4 agar dapat bereplikasi. HIV akan melekat pada sel
CD4 yang selanjutnya RNA HIV, enzim reverse transkriptase, integrase
dan protein-protein lain dari virus masuk ke dalam sel host atau sel CD4.
Enzim reverse transcriptase akan membantu pembentukan DNA HIV.
Enzim integrase akan membantu DNA HIV yang telah terbentuk menuju
ke sel inti CD4 untuk berintegrasi dengan DNA sel CD4. Virus RNA
menjadi genom (genetic informasi) RNA yang berguna dalam pembuatan

4
protein virus. Virus RNA dan protein menuju permukaan sel dan
membentuk virus baru. Kemudian, protein HIV akan melepas enzim
protease yang berperan mematangkan virus HIV baru dan siap
memperbanyak diri pada sel CD4 lainnya (Ardhiyanti dkk, 2015).
Adapun gejala klinis berdasarkan klasifikasi stadium yang
berhubungan dengan HIV/AIDS pada bayi dan anak diantaranya
(Kemenkes RI, 2014).
A. Stadium 1
1. Asimtomatik : Tidak muncul gejala
2. Limfadenopati generalisata persisten : Kelenjar limfe mengalami
pembengkakan sebesar > 1 cm terletak di dua atau lebih tempat
yang tidak berdekatan
B. Stadium 2
1. Hepatosplenomegali persisten : Hati dan limpa mengalami
pembesaran tanpa sebab yang jelas
2. Erupsi pruritic popular : Lesi vesikular pruritik papular. Juga
ditemukan pada anak yang tidak terinfeksi HIV (disebabkan oleh
skabies dan harus segera ditangani)
3. Infeksi fungal pada kuku : Paronikia fungal (pembengkakan dasar
kuku, memerah dan nyeri) atau onikolisis (kuku terlepas namun
tidak terasa sakit)
4. Keilitis angularis : Terdapat sariawan atau robekan di sudut mulut
yang dapat sembuh dengan terapi antifungal
5. Eritema ginggiva Linea : Munculnya garis atau pita eritem dan
mengikuti kontur garis gingiva, berhubungan dengan timbulnya
perdarahan spontan
6. Infeksi virus wart luas : Adanya lesi wart, tonjolan kulit berisi
seperti buliran beras ukuran kecil, teraba kasar, atau rata pada
telapak kaki (plantar warts), wajah, menyebar hingga > 5% di
permukaan kulit
7. Moluskum kontagiosum luas : Terdapat lesi dengan ciri-ciri
benjolan kecil, warna seperti warna kulit atau merah muda, bentuk

5
seperti kubah, disertai bentuk pusat, memiliki reaksi inflamasi,
menyebar hingga 5% di permukaan tubuh. Moluskum raksasa
menunjukkan imunodefiensi lanjut
8. Sariawan berulang (2 atau lebih dalam 6 bulan)
9. Pembesaran kelenjar parotis yang tidak dapat dijelaskan :
Pembengkakan kelenjar parotis bilateral bersifat asimtomatik dan
dapat hilang timbul, tidak menimbulkan nyeri, serta tidak diketahui
penyebabnya
10. Herpes zoster : Timbul vesikel yang nyeri dengan distribusi
dermatomal, dengan dasar eritem atau hemoragik, lesi dapat
menyatu
11. Infeksi Saluran Napas Atas berulang atau kronik : Demam dengan
nyeri wajah dan sinusitis atau otitis media, nyeri tenggorokan
disertai bronkitis, faringitis dan batuk mengkungkung seperti
croup. Keluar cairan telinga persisten atau rekuren
C. Stadium 3
1. Malnutrisi : Berat badan menurun yaitu di bawah -2 standar deviasi
menurut umur
2. Diare persisten : Mengalami diare hingga 14 hari atau lebih dengan
tekstur feses encer, BAB > 3 kali sehari
3. Demam persisten : Demam yang disertai dengan keringat di malam
hari dan terjadi hingga > 1 bulan
4. Kandidiasis oral persisten : Muncul plak kekuningan atau putih,
bercak-bercak merah di lidah, palatum atau garis mulut, nyeri atau
tegang
5. Oral hairy leukoplakia : Terdapat lesi di bagian bawah atau sisi
lidah
6. TB kelenjar : Timbul penyakit limfadenopati yang tidak disertai
rasa nyeri dan dapat pulih dengan terapi TB selama 1 bulan
7. TB paru : Batuk berdahak dan hemoptysis

6
8. Pneumonia bakterial yang berat dan berulang : Demam, napas
cepat, chest indrawing, napas cuping hidung, mengi, merintih dan
ronki. Dapat membaik dengan obat antibiotik
9. Ginggivitis atau stomatitis ulseratif nekrotikans akut
10. LIP simtomatik
11. Penyakit paru berhubungan dengan HIV , seperti bronkiektasis
12. Anemia atau neutropenia (<1000/mm) atau trombositopenia kronik
(<50 000/ mm)
D. Stadium 4
1. Malnutrisi, wasting dan stunting berat : Wasting otot yang berat,
dengan atau tanpa edema di kedua kaki, dan atau nilai berat badan
atau tinggi badan terletak -3SD
2. Pneumonia pneumsistis (PCP) : Batuk kering, kesulitan nafas,
sianosis, takipnu dan demam, chest indrawing, atau stridor
3. Infeksi bakterial seperti empiema, piomiositis, infeksi tulang dan
sendi, meningitis
4. Kandidiasis esofagus : Kesulitan menelan dan menangis saat
makan serta, menolak saat diberi makan
5. TB ekstrapulmonar : Demam berkepanjangan, keringat malam,
penurunan berat badan
6. Sarkoma Kaposi : Bercak berbentuk datar, persisten, berwarna
merah muda atau merah lebam, lesi kulit dapat berkembang
menjadi nodul
7. Infeksi sitomegalovirus
8. Toksoplasmosis susunan saraf pusat : Demam, sakit kepala, tanda
neurologi fokal, kejang
9. Kriptokokosis ekstrapulmonar termasuk meningitis
10. Ensefalopati HIV
11. Mikosis endemik diseminata (histoplasmosis, coccidiomycosis)
12. Infeksi mikobakteria non-tuberkulosis diseminata : Penurunan
berat badan progresif, demam, anemia, keringat malam, fatig atau
diare disertai dengan kultur spesies mikobakteria atipikal

7
13. Kriptosporidiosis kronik
14. Isosporiasis kronik
15. Limfoma sel B non- Hodgkin atau limfoma serebral
16. Progressive multi focal leukoencephalopathy (PML) : Disfungsi
kognitif, bicara atau berjalan, visual loss, kelemahan tungkai dan
lumpuh saraf kranialis
17. Nefropati karena HIV simtomatik
18. Kardiomiopati karena HIV simtomatik

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis penyakit HIV dapat dilakukan dengan pemeriksaan
laboratorium, diantaranya :
1. Tes Serologi
Deteksi antibodi dan antigen dapat dilakukan dengan
melakukan pemeriksaan serologi. Terdapat 3 jenis tes serologi, yaitu
(Permenkes RI, 2014) :
a) Tes Cepat
Pemeriksaan ini menggunakan reagen yang dapat
mengidentifikasi reaksi antibodi terhadap virus HIV 1 dan HIV 2.
Pemeriksaan tes cepat menggunakan jumlah sampel yang sedikit
dan membutuhkan waktu kurang lebih 20 menit untuk
mendapatkan hasil pemeriksaan
b) Tes Enzyme Immunoassay (EIA)
Digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap HIV 1 dan
HIV 2. Terjadi perubahan warna apabila terdapat reaksi antigen
dan antibody pada pemeriksaan ini.
c) Tes Western Blot
Tes yang digunakan sebagai tes antibodi untuk identifikasi
ulang kasus yang sulit.
2. Tes Virologis Polymerase Chain Reaction (PCR)
Tes virologis akan meninjau pemeriksaan DNA HIV dan RNA
HIV. Tes ini dilakukan bagi anak yang berumur < 18 bulan. Terdapat

8
2 jenis tes virologis yang disarankan yaitu HIV DNA kualitatif dari
darah lengkap atau Dried Blood Spot (DBS) dan HIV RNA kuantitatif
menggunakan plasma darah. Perlu adanya pemeriksaan di umur 6
minggu sejak lahir pada bayi yang menderita HIV. Apabila didapatkan
hasil pemeriksaan virologis yang positif, maka segera berikan terapi
ARV dan mengambil sampel darah kedua untuk melakukan tes
virologis kedua (Permenkes RI, 2014). Pemeriksaan virologis dapat
menyatakan penderita positif HIV apabila hasil pemeriksaan serologis
menunjukkan hasil reaktif, dan pemeriksaan virologis kuantitatif atau
kualitatif terdapat virus HIV (Kepmenkes, 2019).
a) HIV DNA Kualitatif
Tes yang bertujuan untuk mendeteksi adanya virus dan
digunakan untuk mendiagnosis bayi (Permenkes RI, 2014).
b) HIV RNA Kuantitatif
Tes ini digunakan untuk mengetahui jumlah virus di dalam
darah dan memantau terapi ARV pada orang dewasa dan
mengangkat diagnosis pada bayi apabila tidak terdapat HIV DNA
(Permenkes RI, 2014).

2.5 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Penggunaan terapi obat anti retroviral (ARV) digunakan untuk
mengembalikan fungsi sistem imun, menghentikan aktivitas
perkembangan virus, mengembalikan kualitas hidup, mengurangi
adanya infeksi opportunistic dan mencegah serta menurunkan
kecacatan. Obat anti retroviral (ARV) tidak dapat memusnahkan virus
HIV, namun dapat memulihkan kualitas hidup dan meningkatkan
harapan hidup penderita. Terdapat beberapa golongan obat anti
retroviral (ARV) yaitu nucleoside reverse transcriptase inhibitor,
nucleotide reverse transcriptase inhibitor, non-nucleoside reverse
transcriptase inhibitor dan inhibitor protase (Ardhiyanti dkk, 2015).

9
Indikasi diberikannya terapi obat anti retroviral (ARV) yaitu
obat diberikan apabila individu terpapar cairan tubuh yang memiliki
HIV (post-exposure prophylaxis) dan mencegah terjadinya penularan
virus dari ibu ke bayi yang dikandungnya. Obat ARV akan bekerja
mencegah penularan virus HIV saat hamil, proses melahirkan, dan
pemberian ASI (Ardhiyanti dkk, 2015).
Namun, pengobatan ini akan menimbulkan beberapa efek
samping diantaranya (Ardhiyanti dkk, 2015) :
a. Jenis NRTI, seperti obat zidovudine memiliki efek samping
anemia, neutropenia, sakit kepala, sulit tidur. Stavudine
mengakibatkan pankreatitis, lipodistrofi dan asidosis laktat
dengan steatosis hepatitis.
b. Jenis NNRTI, seperti obat NVP mengakibatkan ruam kulit berat
dan hepatitis. EFV menimbulkan efek teratogenik.
c. Jenis PI, seperti obat nelfinavir (NFV), mengakibatkan diare,
hiperglikemia, dan kelainan lipid.
2. Penatalaksanaan Non Medis
a. Voluntary Counselling and Testing (VCT)
Konseling merupakan suatu cara dalam menyelesaikan
permasalahan yang berkaitan dengan perasaan emosional,
interpersonal dan mengambil keputusan. VCT bertujuan untuk
mencegah penularan HIV dengan melakukan promosi layanan
dini dan sosialisasi. Promosi layanan dini yaitu terapi ARV, terapi
dan pencegahan IO (Infeksi Oportunistik), PMTCT (Prevention
Mother To Child Transmission), keluarga berencana, dukungan
emosional, bantuan hokum dan perencanaan masa depan (Achmat
dkk, 2015).
b. Care Support Treatment (CST)
Care Support Treatment (CST) akan membantu penderita
HIV/AIDS dalam melakukan perawatan kesehatan, dengan
memberikan saran dalam pemberian makanan bayi, penggunaan
alat kontrasepsi, kehamilan, perawatan paliatif, memanajemen

10
gejala, dukungan baik dari segi psikososial, spiritual dan
ekonomi, dukungan nutrisi dan dukungan bagi yang yatim piatu
(Achmat dkk, 2015).

11
BAB 3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a) Identitas Pasien
Nama, umur (anak HIV postif rata-rata berusia 9-17 tahun atau di
masa perinatal), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
b) Keluhan utama
Keluhan pada anak HIV positif atau AIDS adalah demam dan diare
berkepanjangan, takipnea, batuk, sesak nafas, hipoksia
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Anak HIV positif, berat badan dan tinggi badan yang tidak naik, diare
lebih dari 1 bulan, demam lebih dari 1 bulan, pada mulut dan faring
terdapat bercak putih, limfadenopati yang menyeluruh, infeksi yang
berulang (otitis media, faringitis), batuk lebih dari 1 bulan, dan
dermatitis menyeluruh
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita selain AIDS, adakah riwayat
tranfusi darah yang dapat menyebabkan penularan infeksi HIV
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat orang tua yang terinfeksi HIV/AIDS atau
penyalahgunaan obat, ibu selama hamil terinfeksi HIV, penularan HIV
pada minggu ke-9 sampai minggu ke-20 dari kehamilan, penularan
HIV pada proses melahirkan, penularan setelah lahir melalui
pemberian ASI
f) Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Sujektif)
1. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah, intoleran activity, progresi malaise,
perubahan pola tidur.

12
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi
aktifitas (Perubahan tekanan darah, frekuensi jantung dan
pernafasan).
2. Sirkulasi
Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama
pada cedera.
Tanda : Perubahan TD postural, menurunnya volume nadi perifer,
pucat atau sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
3. Eliminasi
Gejala : Diare intermitten, terus – menerus, sering dengan atau
tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare
pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal,
perianal, perubahan jumlah, warna, dan karakteristik urine.
4. Makanan atau Cairan
Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan
gusi yang buruk, edema
5. Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-
hari
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
6. Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental, kerusakan
status indera, kelemahan otot, tremor, perubahan penglihatan.
Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks
tidak normal, tremor, kejang, hemiparesis
7. Nyeri atau Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum atau lokal, rasa terbakar, sakit kepala, nyeri
dada pleuritis.
Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunan
rentan gerak, pincang.

13
8. Pernafasan
Gejala : Napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada.
Tanda : Dyspnea, takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi
napas, adanya sputum.
9. Sistem Gastrointestinal
Gejala : Diare, hepatosplenomegali, inkontinensia
Tanda : Berat badan menurun, perut kram, kuning, mual, muntah,
intake makan dan minum menurun
10. Sistem Genitourinari
Tanda : Lesi atau eksudat pada genital
11. Sistem Integumen
Tanda : Kering, gatal, rash atau lesi, turgor kulit buruk
12. Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka, transfuse darah,
penyakit defisiensi imun, demam berulang, berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit, luka perianal atau abses,
timbulnya nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunnya kekuatan
umum, tekanan umum.
13. Interaksi Sosial
Gejala : Isolasi, kesepian, adanya trauma AIDS
Tanda : Perubahan interaksi
g) Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes ELISA (Enzim linked immunosorbent assay)
2. Western blot dianggap tes yang lebih spesifik untuk infeksi HIV,
dilakukan sama pada spesimen darah jika tes ELISA positif (2
kali)

3.2 Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis terhadap respon pasien,
keluarga, atau komunitas terhadap kesehatan dan proses kehidupan aktual
atau potensial. Diagnosa keperawatan merupakan dasar atas pemilihan
intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang mana perawat

14
bertanggung jawab dan bertanggung gugat (NANDA, 2018). Adapun
diagnosa HIV AIDS pada anak diantaranya :
1. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi, rash atau lesi,
turgor kulit buruk, luka perianal atau abses
2. Nyeri kronis berhubungan dengan infeksi opurtinistik ditandai dengan
lesi kulit, nyeri kepala, nyeri dada, nyeri abdominal, penurunan rentan
gerak
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot
pernafasan ditandai dengan pola nafas abnormal, dispnea, takipnea
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas ditandai dengan
kelemahan, malnutrisi, kelelahan
5. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolik, dan
menurunnya absorbsi zat gizi ditandai dengan berat badan menurun,
diare, lesi rongga mulut
6. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebih
ditandai dengan turgor kulit buruk, edema, diare
7. Diare berhubungan dengan infeksi gastrointestinal ditandai dengan
defekasi feses cair, kram, inkontinensia
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imunodefisiensi
ditandai dengan kulit kering, terdapat lesi, gatal

15
3.3 Intervensi

Diagnosa Perencanaan Keperawatan


No
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan Kontrol Infeksi (6540) 1. Untuk mencegah
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 1. Isolasi orang yang terkena individu terpapar
imunosupresi, rash jam, diharapkan tanda-tanda penyakit menular penyakit lain
atau lesi, turgor kulit infeksi dan munculnya luka 2. Gunakan teknik aseptik pada 2. Mencegah pasien
buruk, luka perianal atau eksudat berkurang setiap tindakan invasif. Cuci terpapar oleh kuman
atau abses tangan sebelum meberikan patogen yang
Kriteria hasil :
tindakan diperoleh di rumah
.
1. Cairan (luka) yang 3. Jaga lingkungan aseptik yang sakit.
berbau busuk optimal 3. Mencegah
dipertahankan pada Perlindungan Infeksi (6550) bertambahnya
skala 3 (sedang) 4. Monitor tanda dan gejala infeksi infeksi
ditingkatkan ke skala sistemik dan lokal 4. Untuk pengobatan
4 (ringan) 5. Pertahankan teknik-teknik dini
2. Malaise isolasi 5. Untuk meningkatkan

16
dipertahankan pada 6. Periksa kulit dan selaput lendir perlindungan
skala 3 (sedang) untuk adanya kemerahan, individu terhadap
ditingkatkan ke skala kehangatan ekstrim, atau infeksi
4 (ringan) drainase 6. Untuk mengetahui
3. Menjalankan strategi 7. Pantau adanya perubahan dan mengidentifikasi
kontrol risiko yang tingkat energi atau malaise infeksi serta
sudah ditetapkan perubahan yang
dipertahankan pada terjadi pada kulit dan
skala 3 (kadang- selaput lendir
kadang 7. Mengobservasi
menunjukkan) kemampuan fisik
ditingkatkan ke skala klien dalam
4 (sering melakukan aktivitas
menunjukkan) sehari-hari

2. Nyeri kronis Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri (1400) 1. Untuk mengetahui
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 1. Lakukan pengkajian nyeri ketepatan dan
infeksi opurtinistik jam, diharapkan nyeri dapat komprehensif yang meliputi frekuensi nyeri yang
ditandai dengan lesi berkurang lokasi, karakteristik, onset atau dirasakan
kulit, nyeri kepala, durasi, frekuensi, kualitas, 2. Untuk mengetahui

17
nyeri dada, nyeri Kriteria Hasil : intensitas atau beratnya nyeri bagaimana pengaruh
abdominal, penurunan dan faktor pencetus nyeri pada kualitas
1. Ketidaknyamanan
rentan gerak 2. Tentukan akibat dari hidup pasien
dipertahankan pada
pengalaman nyeri terhadap 3. Agar penurunan
skala 2 (cukup berat)
kualitas hidup pasien (misalnya nyeri
ditingkatkan ke skala
tidur, nafsu makan) nonfarmakologis
3 (sedang)
3. Kolaborasi dengan pasien, sesuai dengan
2. Gangguan
anggota terdekat dan tim kondisi pasien dan
pergerakan fisik
kesehatan lainnya untuk menyamakan
dipertahankan pada
memilih dan persepsi
skala 2 (cukup berat)
mengimplementasikan tindakan penyembuhan
ditingkatkan ke skala
nyeri nonfarmakologi, sesuai dengan anggota
3 (sedang)
kebutuhan keluarga pasien
3. Kontrol terhadap
4. Untuk mengurangi
gejala dipertahankan Pemberian Analgesik (2210)
nyeri yang dirasakan
pada skala 3 (cukup 4. Pilih analgesik atau kombinasi
5. Agar obat analgesik
terganggu) analgesik yang sesuai ketika
dapat bekerja secara
ditingkatkan ke skala lebih dari satu diberikan
maksimal
4 (sedikit terganggu) 5. Berikan analgesik sesuai waktu
6. Agar pasien tidak

18
paruhnya, terutama pada nyeri merasakan nyeri
yang berat berulang
6. Kolaborasikan dengan dokter
apakah obat, dosis, rute
pemberian atau perubahan
interval dibutuhkan, buat
rekomendasi khusus berdasarkan
prinsip amalgesik
3. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan asuhan Manajemen Jalan Nafas (3140) 1. Untuk melihat status
nafas berhubungan keperawatan selama 3x24 1. Monitor status pernafasan dan pernafasan dan
dengan kelemahan jam, diharapkan oksigenasi oksigenasi apakah
otot pernafasan ketidakefektifan pola nafas 2. Auskultasi suara nafas, catat sudah dalam normal
ditandai dengan pola dapat teratasi area yang ventilasinya menurun atau belum
nafas abnormal, atau tidak ada dan adanya suara 2. Melihat ada tidaknya
Kriteria Hasil :
dispnea, takipnea, tambahan kelainan atau suara
adanya sputum 1. Frekuensi 3. Gunakan teknik yang nafas tambahan
pernafasan menyenangkan untuk 3. Agar anak dapat
dipertahankan pada memotivasi bernafas dalam menjalankan terapi
skala 3 (deviasi kepada anak-anak (missal yang diberikan

19
sedang dari kisaran meniup gelembung, meniup sehingga pemenuhan
normal) ditingkatkan kincir, peluit, harmonika) status pernafasannya
ke skala 4 (deviasi Bantuan Ventilasi (3390) terpenuhi
ringan dari kisaran 4. Monitor kelelahan otot 4. Untuk
normal) pernafasan meminimalisir
2. Akumulasi sputum 5. Posisikan (pasien) untuk adanya kelelahan
dipertahankan pada mengurangi dispnea otot sehingga dapat
skala 3 (cukup) 6. Posisikan untuk meminimalkan ditangani lebih cepat
ditingkatkan ke skala upaya bernafas (misal 5. Agar pasien tidak
4 (ringan) mengangkat kepala tempat tidur mengalami
3. Suara nafas dan memberikan over bed table kesusahan bernafas
tambahan bagi pasien untuk bersandar 6. Untuk memberikan
dipertahankan pada posisi nyaman dalam
skala 3 (cukup) pemenuhan
ditingkatkan ke skala kebutuhan oksigen
4 (ringan) dan karbondioksida
yang optimal
4. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan Terapi Latihan : Mobilitas 1. Untuk mencegah
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 (Pergerakan) Sendi (0224) menurunnya massa

20
imobilitas ditandai jam, diharapkan intoleransi 1. Lakukan latihan ROM pasif atau otot
dengan kelemahan, aktivitas dapat terkontrol dengan bantuan, sesuai indikasi 2. Untuk membantu
malnutrisi, kelelahan 2. Bantu untuk melakukan otot agar tetap
Kriteria Hasil :
pergerakan sendi yang ritmis melakukan
1. Kemampuan dalam dan teratur sesuai kadar nyeri mobilisasi
melakukan Aktivitas yang bisa ditoleransi, ketahanan 3. Untuk memberikan
Hidup Harian dan pergerakan sendi menarik agar klien
dipertahankan pada tetap melakukan
skala 3 (cukup aktivitas
Terapi Aktivitas (4310)
terganggu) 4. Untuk melatih
ditingkatkan ke skala 3. Dorong aktivitas kreatif yang kemampuan motorik
4 (sedikit terganggu) tepat anak
2. Kelelahan 4. Berikan permainan kelompok 5. Untuk mencegah
dipertahankan pada terstruktur, non kompetitif dan terjadinya cidera
skala 3 (sedang) aktif fisik saat melakukan
ditingkatkan ke skala 5. Ciptakan lingkungan yang aman aktivitas
4 (ringan) untuk dapat melakukan
3. Keseimbangan pergerakan otot secara berkala
antara kegiatan dan sesuai dengan indikasi

21
istirahat
dipertahankan pada
skala 3 (cukup
terganggu)
ditingkatkan ke skala
4 (sedikit terganggu)

5. Kebutuhan nutrisi Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi (1100) 1. Memanagemen


kurang dari kebutuhan keperawatan selama 3x24 1. Monitor kalori dan asupan kebutuhan nutrisi
tubuh berhubungan jam, diharapkan kebutuhan makanan yang seimbang bagi
dengan intake yang nutrisi dapat meningkat 2. Tentukan status gizi pasien dan pasien
kurang, meningkatnya kemampuan (pasien) untuk 2. Untuk mengukur
Kriteria Hasil :
kebutuhan metabolik, memenuhi kebutuhan gizi pemenuhan nutrisi
dan menurunnya 1. Asupan gizi 3. Anjurkan keluarga untuk 3. Agar anak tetap
absorbsi zat gizi dipertahankan pada membawa makanan favorit memiliki keinginan
ditandai dengan berat skala 3 (cukup pasien sementara (pasien) untuk makan
badan menurun, diare, menyimpang dari berada di rumah sakit atau sehingga
lesi rongga mulut rentang normal) fasilitas perawatan terpenuhinya
ditingkatkan ke skala kebutuhan nutrisinya
4 (sedikit Bantuan Peningkatan Berat Badan 4. Mempertahankan

22
menyimpang dari (1240) kestabilan berat
rentang normal) 4. Sediakan variasi makanan yang badan anak
2. Hasrat atau tinggi kalori dan bernutrisi 5. Untuk menambah
keinginan untuk tinggi nafsu makan anak
makan 5. Sediakan makanan dengan 6. Untuk mengetahui
dipertahankan pada menarik apakah berat badan
skala 3 (cukup 6. Timbang pasien pada jam yang pasien mencapai
terganggu) sama setiap hari berat badan ideal
ditingkatkan ke skala sesuai dengan
5 (tidak terganggu) umurnya
3. Intake makanan
dipertahankan pada
skala 3 (cukup
terganggu)
ditingkatkan ke skala
5 (tidak terganggu)

6. Kekurangan volume Setelah dilakukan asuhan Manajemen Elektrolit (2000) 1. Untuk


cairan berhubungan keperawatan selama 2x24 1. Monitor kehilangan cairan yang mengidentifikasi
dengan output yang jam, diharapkan kekurangan kaya dengan elektrolit (misalnya penyebab

23
berlebih ditandai volume cairan dapat susion nasogastrik, drainase menurunnya cairan
dengan turgor kulit terkontrol ileostomy, diare, drainase luka elektrolit
buruk, edema, diare dan diaphoresis) 2. Untuk memenuhi
Kriteria Hasil :
2. Berikan suplemen elektrolit hilangnya cairan
1. Keseimbangan (misalnya pemberian secara oral, elektrolit agar dapat
intake dan output nasogastrik, dan pemberian terpenuhi secara
dalam 24 jam melalui intravena) sesuai resep maksimal
dipertahankan pada dan keperluan 3. Untuk menemukan
skala 3 (cukup 3. Konsultasikan dengan dokter solusi untuk
terganggu) jika tanda-tanda dan gejala mengatasi masalah
ditingkatkan ke skala ketidakseimbangan cairan dan ketidakseimbangan
4 (sedikit terganggu) atau elektrolit menetap atau cairan dan atau
2. Turgor kulit memburuk elektrolit
dipertahankan pada 4. Sebagai pemenuhan
Manajemen Cairan (4120)
skala 3 (cukup kebutuhan cairan
4. Berikan terapi IV, seperti yang
terganggu) elektrolit
ditentukan
ditingkatkan ke skala 5. Agar elektrolit yang
5. Distribusikan asupan cairan
4 (sedikit terganggu) diberikan mencapai
selama 24 jam
3. Edema perifer jumlah maksimum

24
dipertahankan pada 6. Monitor status hidrasi (misalnya, yang dibutuhkan
skala 3 (sedang) membrane mukosa lembab, tubuh
ditingkatkan ke skala denyut nadi adekuat, dan 6. Untuk memantau
4 (ringan) tekanan darah ortostatik) apabila kebutuhan
cairan dan atau
elektrolit telah
mencukupi
kebutuhan tubuh
7. Diare berhubungan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Saluran Cerna (0460) 1. Mendeteksi adanya
dengan infeksi keperawatan selama 2x24 perubahan frekuensi,
1. Monitor buang air besar termasuk
gastrointestinal jam, diharapkan diare dapat konsistensi, bentuk,
frekuensi, konsistensi, bentuk,
ditandai dengan teratasi volume, dan warna
volume, dan warna dengan cara
defekasi feses cair, feses
Kriteria Hasil : yang tepat
kram, inkontinensia 2. Untuk mencegah
1. Diare dipertahankan 2. Mendorong penurunan asupan
rasa tidak nyaman
pada skala 3 makanan pembentuk gas, yang
seperti kembung
(sedang) sesuai
3. Agar keluarga pasien
ditingkatkan ke skala 3. Anjurkan anggota pasien dan
juga dapat
4 (ringan) keluarga untuk mencatat warna,
mengetahui kondisi
volume, frekuensi, dan konsistensi

25
2. Frekuensi BAB tinja tinja yang sehat dan
dipertahankan pada Manajemen Pengobatan (2380) tidak sehat
skala 3 (cukup 4. Untuk menghambat
4. Tentukan obat apa yang
terganggu) penyebaran bakteri
diperlukan, dan kelola menurut
ditingkatkan ke skala penyebab bakteri
resep dan protokol
4 (sedikit terganggu) 5. Untuk
5. Pantau kepatuhan mengenai
3. Distensi perut mengobservasi
regimen obat
dipertahankan pada pemenuhan obat yag
6. Konsultasi dengan professional
skala 3 (cukup sesuai
perawatan kesehatan lainnya
terganggu) 6. Untuk mendapatkan
untuk meminimalkan jumlah
ditingkatkan ke skala penanganan yang
dan frekuensi obat yang
4 (sedikit terganggu) tepat sehingga tidak
dibutuhkan agar didapatkan efek
terjadi kekambuhan
terapeutik
8. Kerusakan integritas Setelah dilakukan asuhan Perawatan Luka (3660) 1. Untuk mencegah
kulit berhubungan keperawatan selama 3x24 terjadinya infeksi
1. Pertahankan teknik balutan steril
dengan jam, diharapkan kerusakan pada luka
ketika melakukan perawatan
imunodefisiensi integritas kulit dapat 2. Agar terjaga
luka, dengan tepat
ditandai dengan kulit berkurang kebersihan luka dan
2. Berikan perawatan ulkus pada

26
kering, terdapat lesi, Kriteria Hasil : kulit, yang diperlukan sekitar luka
gatal 3. Reposisi pasien setidaknya 3. Untuk mencegah
1. Integritas kulit
setiap 2 jam, dengan tepat penekanan kulit
dipertahankan pada
yang terlalu lama
skala 3 (cukup Perawatan Kulit : Pengobatan
yang dapat
terganggu) Topikal (3584)
menimbulkan
ditingkatkan ke skala 4. Berikan antibiotik topical untuk
munculnya lesi
4 (sedikit terganggu) daerah yang terkena, dengan
4. Agar luka tidak
2. Lesi pada kulit tepat
terinfeksi oleh
dipertahankan pada 5. Berikan anti inflamasi topical
bakteri
skala 3 (sedang) untuk daerah yang terkena,
5. Untuk mencegah
ditingkatkan ke skala dengan tepat
peradangan kulit
4 (ringan) 6. Periksa kulit setiap hari bagi
6. Untuk memberikan
3. Efek terapeutik yang pasien yang berisiko mengalami
penanganan segera
diharapkan kerusakan kulit
pada pasien yang
dipertahankan pada
beresiko mengalami
skala 3 (cukup
kerusakan kulit
terganggu)
ditingkatkan ke skala

27
4 (sedikit terganggu)

3.4 Pendidikan Kesehatan Satu Intervensi Keperawatan Terpilih


(Terlampir)

BAB. 4 WEB OF CAUSATION (WOC)

HIV masuk ke dalam tubuh manusia

Menginfeksi sel yang memiliki molekul CO4


(Limfosit T4, Monosit, Sel Dendrit, sel Langerhans)

28
Mengikat molekul CO4

Memiliki sel target dan memproduksi virus

Sel limfosit T4 hancur

Resiko
Imunitas tubuh menurun
Infeksi

Infeksi Opurtinistik

29
Manifestasi Oral Sistem Neurologi Sistem Gastrointestinal Sistem Integumen Sistem Pernafasan

Lesi mulut Peradangan Peradangan pada

Kelemahan Ensepalopati Infeksi Infeksi kulit jaringan paru

otot, kelelahan, akut jamur bakteri atau


Sulit menelan,
nyeri kepala virus Timbul lesi,
mual Sesak, demam
Nyeri Peradangan bercak putih

mulut Diare kronis


Intoleransi Ketidakefektifan
Kebutuhan Gatal, nyeri, pola nafas
aktivitas
nutrisi kurang bersisik
Output cairan
dari
meningkat
kebutuhan Turgor kulit Kerusakan
jelek Integritas Kulit
Kekurangan Bibir kering,

volume cairan turgor kulit


jelek

Diare
30
BAB. 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan
AIDS adalah gejala penyakit yang diakibatkan oleh infeksi virus
HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan menyerang sistem kekebalan
tubuh manusia sedangkan HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah
virus yang merusak kekebalan tubuh manusia. Virus HIV dapat merusak
sel darah putih yang menimbulkan penurunan sistem pertahanan tubuh.
Pasien yang terinfeksi HIV akan mengalami dampak pada sistem
pernafasan, sistem integumen, sistem neurologi, dan sistem pencernaan.
Pemeriksaan dengan 2 jenis tes yaitu uji serologis dan verologi.
Penatalaksanaan dapat dilakukan secara medis atau bantuan obat-obatan
dan non medis.

5.2 Rekomendasi Isu Menarik


“Mitos dan Fakta HIV/AIDS serta Akibatnya”

Mitos merupakan sesuatu hal yang dipercaya yang artikan sebagai


sebuah kebenaran namun kebenaran tersebut tidak dapat dibuktikan dan
justru keliru. Isu tentang HIV/AIDS yang ada di masyarakat tidak lepas
dari kurangpahamnya masyarakat tentang isu tersebut (Aminudin, 2019).

Banyak pemahaman tentang HIV/AIDS yang salah ada di masyarakat,


yang mana hal ini dapat mendorong perilaku yang menyebabkan
penularan. Sehingga demi meluruskan kesalahpahaman tersebut,
masyarakat perlu mengetahui tentang mitos dan fakta dari HIV/AIDS.
Berikut ini beberapa mitos dan faka mengenai HIV/AIDS (Aminudin,
2019) :

31
1. HIV/AIDS adalah penyakit kutukan Tuhan
Faktanya HIV/AIDS bukan penyakit kutukan Tuhan yang mana
setiap orang bisa tertular, pada kalangan orang dewasa (laki – laki atau
perempuan), remaja, anak – anak bahkan bayu pun dapat tertular.
2. HIV/AIDS adalah penyakit kaum homoseksual
Faktanya HIV/AIDS bukan merupakan penyakit kaum
homoseksual, justru saat ini HIV/AIDS paling banyak menginfeksi
golongan heteroseksual.
3. HIV/AIDS merupakan penyakit dari Afrika dan Negara Barat
Faktanya kasus HIV memang pertama kali ditemukan di Afrika
dan kasus orang meninggal karena AIDS ditemukan pertama kali di
Amerika, namun ini bukan berarti virus tersebut berasal dari Negara
tersebut.
4. Terinfeksi HIV berarti vonis mati
Faktanya dengan perawatan, pengobatan serta pola hidup yang
sehat, orang yang terinfeksi HIV tetap dapat sehat dan berumur
panjang.
5. HIV dapat menular melalui gigitan nyamuk
Faktanya HIV tidak dapat menduplikasi DNA nyamuk sehingga
HIV tidak dapat hidup dalam tubuh nyamuk.
6. Anak dari ibu yang terinfeksi HIV/AIDS pasti juga positif HIV
Faktanya dengan adanya program PMTCT (Pencegahan penularan
HIV dari ibu ke bayi) dan dengan bantuan teknologi kedokteran
penularan HIV dapat dihindarkan dari ibu positif HIV ke bayinya
7. Pemakaian kondom tetap dapat menularkan AIDS
Faktanya ukuran HIV memang lebih kecil dari pori-pori kondom
namun HIV tidak dapat hidup tanpa cairan tubuh manusia (darah,
cairan sperma, cairan vagina, dan ASI). Untuk menembus pori-pori
kondom, HIV harus keluar dari cairan tersebut, namun itu berarti HIV
akan mati. Selama  kondom digunakan sesuai dengan aturan yang
benar, penularan HIV tetap dapat dihindari.
8. HIV/AIDS dapat menular lewat kontak social sehari – hari

32
Faktanya HIV/AIDS tidak dapat menular lewat kontak sosial
seperti alat makan atau minum, bersalaman, menggunakan WC umum
bersama orang yang terinfeksi HIV/AIDS.

Akibat mitos yang ada di masyarakat mengenai HIV/AIDS dapat


muncul sikap dan perilaku yang merugikan tidak hanya orang lain
melainkan diri sendiri juga seperti (Aminudin, 2019) :

1. Pemahaman orang menjadi semakin keliru


2. Masyarakat menjadi tidak peduli dengan isu HIV dan AIDS karena
dianggap hanya akan menginfeksi golongan tertentu saja
3. Masyarakat merasa tidak perlu melakukan upaya pencegahan
penularan karena menganggap dirinya bukan golongan yang
berpotensi terinfeksi
4. Program pencegahan penularan HIV dan AIDS hanya difokuskan
pada golongan tertentu, padahal semua orang memiliki kemungkinan
terinfeksi
5. Munculnya kebencian dan diskriminasi terhadap golongan tertentu
yang dianggap berpotensi terinfeksi HIV
6. Munculnya stigma dan diskriminasi terhadap orang yang terinfeksi
HIV/AIDS

33
DAFTAR PUSTAKA

Achmat, Z. dan A. Pramono. 2015. Intervensi Care Support Treatment Bersasaran


Anak dengan HIV/AIDS : Sebuah Model Pendekatan Humanistik Bagi
Anak dan Lingkungannya dalam Menghadapi Stigma. Jurnal Perempuan
Dan Anak. 1(1) : 1-7

Aminudin, M. 2019. Mitos dan Fakta HIV/AIDS serta Akibatnya.

https://www.kompasiana.com/mufti19/5cb74708cc528328ac09b822/mitos
-dan-fakta-hiv-aids-serta-akibatnya?page=all (Diakses pada Minggu, 13
Oktober 2019)

Andalia, N., Agnes dan M. Ridhwan. 2017. Hubungan Antara Pengetahuan


Dengan Persepsi Siswa Terhadap Penularan Penyakit AIDS. Jurnal
Serambi Ilmu. 18(1) : 51-58.

Ardhiyanti, Y., N. Lusiana dan K. Megasari. 2015. Bahan Ajar AIDS pada
Asuhan Kebidanan. Yogyakarta : Deepublish.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Pedoman Penerapan Terapi


HIV Pada Anak. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK 01.07 Tahun 2019.


Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana HIV. 19 Februari
2019. Jakarta

Mulyasari, D. 2016. Layanan Komprehensif Berkesinambungan Terhadap Anak


Dengan HIV/AIDS Di Kota Surakarta (Studi Kasus Anak dengan
HIV/AIDS di Rumah Singgah Lentera Surakarta). Jurnal Sosiologi
Dilema. 31(1) : 12-22

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 87 tahun 2014.


Pedoman Pengobatan Antiretroviral. 11 November 2014. Jakarta

Wibowo, A., dan D. Priyatno. 2019 . Gambaran Kepatuhan Pemeriksaan PPIA


(Pencegahan Penularan HIV dari Ibu Ke Anak) Ibu Hamil dengan Risiko
HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jurnal Laboratorium Medis. 1(1) :
38-41

34
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

KEPATUHAN PEMBERIAN ART (ANTIRETROVIRAL THERAPY)


PADA ANAK PENDERITA AIDS

Topik : Pemberian Obat ARV pada anak penderita AIDS

Sub Topik : Definisi ART, Tujuan ART, Cara dan Ketepatan Minum Obat,
Faktor yang menyebabkan kekambuhan, Efek bila tidak patuh
minum obat

Sasaran : Orang tua di Desa Glagahwero Jember

Tempat : Posyandu Desa Glagahwero Jember

Hari/Tanggal : Sabtu, 19 Oktober 2019

Waktu : 10 menit

Penyuluh : Eka Windra Dewi dan Dyah Ayu Pitaloka

I. Analisa Data
A. Kebutuhan Peserta Didik
Berdasarkan Dinas Kesehatan Jember, jumlah orang
dengan HIV/AIDS di Jember, Jawa Timur sejak tahun 2004 hingga
September 2018 mencapai 4.018 orang. Sedangkan pada akhir
tahun 2018 sendiri terdapat 506 orang dengan HIV/AIDS.
Kemudian sebanyak 50 anak berusia dibawah lima tahun (balita)
terinfeksi HIV/AIDS yang diduga tertular dari ibunya saat berada
di dalam kandungan. Anak yang terinfeksi HIV/AIDS
membutuhkan penanganan secara ekstra dari pihak keluarga
maupun dokter yang menangani, sehingga harus benar – benar
mendapatkan perawatan yang intensif untuk mempertahankan daya
tahan tubuh anak. Kekebalan tubuh anak yang terinfeksi HIV
sangat rentan terhadap penyakit karena kekebalan tubuh anak –
anak masih belum stabil dibandingkan penderita dewasa, sehingga

35
kondisinya mudah memburuk. Oleh karena itu, maka perlu
diadakan penyuluhan tentang pentingnya kepatuhan minum obat
untuk anak penderita HIV/AIDS.

B. Karakteristik Peserta Didik


Orang tua di Desa Glagahwero Jember

II. Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan, para orang tua yang ada
di Desa Glagahwero dapat memahami dan menerapkan cara dan
ketepatan minum obat ART pada anak mereka

III. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)


Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 1 x 10 menit,
diharapkan para orang tua di Desa Glagahwero mampu:
a. Definisi ART
b. Tujuan ART
c. Cara dan Ketepatan Minum Obat ARV
d. Faktor Pendukung Kepatuhan Minum Obat ARV
e. Kriteria Kegagalan ART Berkaitan dengan Kepatuhan Minum
Obat

IV. Materi (Terlampir)


a. Definisi ART
b. Tujuan ART
c. Cara dan Ketepatan Minum Obat ARV
d. Faktor Pendukung Kepatuhan Minum Obat ARV
e. Kriteria Kegagalan ART Berkaitan dengan Kepatuhan Minum
Obat

V. Metode
Ceramah dan diskusi

36
VI. Setting Tempat

Keterangan :
: Penyaji
: Penguji
: Peserta
VII. Media
Leaflet

VIII. Kegiatan Penyuluhan

NO. WAKTU KEGIATAN KEGIATAN


PENYULUHAN PESERTA
1 Pembukaan  Memberikan salam  Menjawab salam
3 menit  Perkenalan  Mendengarkan dan
 Menjelaskan TIU dan memperhatikan
TIK
 Menyebutkan materi
yang akan diberikan

2 Inti a. Menanyakan  Menjawab


5 menit (review) kepada pertanyaan
orang tua tentang penyuluhan
Obat ART untuk  Mendengarkan dan

37
anak penderita AIDS memperhatikan
b. Menjelaskan materi  Bertanya pada
tentang: penyuluh bila masih
c. Definisi ART ada yang belum jelas
d. Tujuan ART
e. Cara dan Ketepatan
Minum Obat ARV
f. Faktor Pendukung
Kepatuhan Minum
Obat ARV
g. Kriteria Kegagalan
ART Berkaitan
dengan Kepatuhan
Minum Obat
3 Penutup  Evaluasi  Menjawab
2 menit  Menyimpulkan pertanyaan
 Mengucapkan salam  Memperhatikan
penutup  Menjawab salam
IX. Evaluasi
1. Apa yang dimaksud dengan ART?
2. Apa saja tujuan diberikan obat ART untuk anak penderita AIDS?
3. Bagaimana cara dan ketepatan minum obat ARV pada anak
penderita AIDS?
4. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dalam kepatuhan minum
obat ARV ?
5. Apa saja kriteria kegagalan ART yang berkaitan dengan kepatuhan
minum obat ?

X. Referensi

Kesuma, N. 2013. Konseling Adherence untuk Pengobatan Infeksi


HIV/AIDS : Perlukah?. Global Medical and Health
Communication. 1(1) : 40 – 44

38
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 87 tahun
2014. Pedoman Pengobatan Antiretroviral. 11 November
2014. Jakarta

Sofro, M. A. U. dan S. A. Sujatmoko. 2015. Sehat dan Sukses dengan


HIV-AIDS. Jakarta : PT Elex Media Komputindo

Yuniar, Y., R. S. Handayani dan N. K. Aryastami. 2012. Faktor-Faktor


Pendukung Kepatuhan Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) Dalam
Minum Obat Antiretroviral Di Kota Bandung Dan Cimahi. Buletin
Penelitian Kesehatan. 41(2) : 72-83

39
Lampiran

MATERI

KEPATUHAN PEMBERIAN ART (ANTIRETROVIRAL THERAPY)


PADA ANAK PENDERITA AIDS

1. Definisi ART
ART adalah kepanjangan dari Antiretroviral Therapy yang
merupakan pengobatan dengan pemberian obat ARV (Antiretroviral),
yaitu obat yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan virus HIV dan
pengobatan yang membutuhkan waktu jangka panjang pada penderita
HIV. Obat ARV harus dikonsumsi secara teratur seumur hidup penderita
untuk mengembalikan kualitas kesehatannya (Sofro dkk, 2015)
2. Tujuan ART
Pengobatan dengan ART pada penderita HIV bertujuan untuk (Permenkes
RI, 2014) :
a) Menurunkan resiko penularan HIV di masyarakat
b) Menurunkan angka kematian dan kesakitan
c) Menunjang kualitas hidup ODHA agar lebih baik
d) Memelihara fungsi kekebalan tubuh
3. Cara dan kepatuhan minum obat ARV
1) Ketepatan waktu minum obat
Obat ARV tidak seperti obat antibiotik yang mana jika ada
keterlambatan masih dapat ditoleransi namun hal ini tidak berlaku
untuk obat ARV. Virus HIV merupakan virus yang sangat cepat
bermutasi sehingga jika ada keterlambatan atau ketidaktepatan waktu
dalam minum obat maka akan dapat menyebabkan mutasi. Kadar obat
dalam darah yang efektif perlu dipertahankan karena mutasi virus HIV
yang cepat. Tepat waktu yaitu minum obat 2 kali sehari dalam selang
waktu tepat 12 jam, bukan hanya minum pada waktu pagi sampai sore
atau siang dan malam hari (Kesuma, 2013).

40
2) Dosis yang benar
Obat ARV memiliki bermacam efek samping dan efek toksik.
Dengan dosis yang tepat saja, efek – efek tersebut dapat sering muncul
apalagi jika dosis ditingkatkan. Namun jika dosis dikurangi atau
kurang maka obat akan tidak efektif. Obat dengan dosis yang telah
ditentukan cukup efektif untuk menekan perkembangan virus
(Kesuma, 2013).
3) Minum seumur hidup
HIV tidak dapat disembuhkan atau dihilangkan ataupun dimatikan,
namun hanya dapat ditekan dengan obat ARV. Tujuan pengobatan
ARV yaitu untuk menekan mutasi atau replikasi virus HIV, sehingga
obat ARV harus diminum seumur hidup (Kesuma, 2013).
4. Faktor Pendukung Kepatuhan Minum Obat ARV
1) Faktor Internal
Faktor utama yaitu motivasi atau keinginan dari diri penderita
sendiri atau anak untuk sembuh dan melanjutkan hidupnya (Yuniar
dkk, 2012).
2) Faktor Pelayanan
Masalah yang timbul akibat keterbatasan keterjangkauan dan akses
pelayanan kesehatan menjadi faktor kepatuhan minum obat anak.
Selain itu, masalah ekonomi juga menjadi hambatan bagi orang tua
untuk mendapatkan pengobatan ART bagi anak mereka. Jangka waktu
panjang untuk pengobatan seiring dengan biaya yang dikeluarkan
lebih besar, termasuk pemeriksaan laboratorium dan pengobatan
infeksi oportunistik. Permasalahan tersebut akan menjadi hambatan
bagi anak untuk memenuhi kepatuhan minum obatnya (Yuniar dkk,
2012).
3) Faktor Dukungan Sosial
Dukungan orang sekitar seperti teman, keluarga akan berpengaruh
pada anak dalam menjalani pengobatan. Peran teman dan keluarga
dapat memotivasi anak penderita HIV untuk sembuh dengan minum
obat ARV (Yuniar dkk, 2012).

41
5. Kriteria Kegagalan ART Berkaitan dengan Kepatuhan Minum Obat
Kegagalan terapi terbagi dalam 3 kriteria pada pengobatan anak yaitu
virologis, imunologis, dan klinis. Pada penderita HIV dapat dinyatakan
mengalami kegagalan terapi apabila telah meminum obat ARV minimal
selama 6 bulan dengan kepatuhan minum obat yang baik. Sedangkan, bila
kepatuhan minum obat tidak baik, maka dapat dinyatakan mengalami
kegagalan terapi dengan jarak minimal 3-6 bulan setelah kembali
meminum obat dengan teratur (Permenkes RI, 2014).
1) Gagal Klinis
Apabila muncul infeksi oportunistik baru atau berulang yaitu
sesuai stadium klinis 3 atau 4 dari WHO, kecuali penyakit TB seperti
anak mengalami malnutrisi atau penurunan berat badan, demam
persisten, diare persisten, kandidiasis oral persisten, infeksi tulang dan
sendi, meningitis dan lain-lain (Permenkes RI, 2014).
2) Gagal Imunologis
Pada anak usia di bawah 5 tahun, jumlah CD4 persisten di bawah
jumlah normal yaitu 200 sel/mm3 atau kurang dari 10% (Permenkes
RI, 2014).
3) Gagal Virologis
Apabila penderita HIV telah patuh minum obat, namun viral load
di atas normal yaitu 1000 kopi/mL, dengan dilakukan 2 kali
pemeriksaan tes HIV RNA dengan jarak 3-6 bulan (Permenkes RI,
2014).

42

Anda mungkin juga menyukai