UNIVERSITAS IMELDA
MEDAN
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus Asuhan
Keperawatan Pada Tn.S Dengan Gangguan system endokrin “Diabetes Mellitus +
Ganggren” di Ruangan Sakura Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia
(IPI) Medan. Laporan kasus ini dibuat untuk Memenuhi Tugas Keperawatan
Medikal Bedah.
Dalam penyusunan laporan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
bapak/ibu:
1. dr. H.Raja.Imran Ritonga, M.Sc selaku Ketua Yayasan Imelda Medan.
2. Dr. dr Imelda L.Ritonga, S.Kp, M.Pd., MN selaku Rektor Universitas
Imelda Medan
3. dr. Hedy Tan, MARS., MOG., Sp., OG selaku direktur Rumah Sakit
Umum Imelda Pekerja Indonesia Medan.
4. Rostina Manurung S.Kep., Ns., M.Kes selaku Ketua Prodi S.Keperawatan
Universitas Imelda Medan
5. Edy Syahputra Ritoga S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Wali kelas tingkat IV
6. Eka Nugraha Naibaho, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Dosen Pembimbing
Akademik Keperawatan.
7. Lamtiur Purba, S.Kep. Selaku Pembimbing Klinik praktek Keperawatan
8. Teman-teman yang ikut dalam menyelesaikan laporan ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini dan semoga bermanfaat
Penulis
Kelompok 1
ii
Lembar Pengesahan
Disetujui oleh
Diketahui oleh
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 2
1.3 Tujuan............................................................................................. 2
1.3.1 Tujuan Umum........................................................................ 2
1.3.2 Tujuan Khusus....................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 4
2.1.1 Definisi dari diabetes melitus.............................................. 4
2.1.2 Anatomi dan fisiologi......................................................... 6
2.1.3 Klasifikasi diabetes melitus................................................ 9
2.1.4 Etiologi diabetes melitus..................................................... 11
2.1.5 Patofisiologis diabetes melitus............................................ 12
2.1.6 Pathway diabetes melitus.................................................... 15
2.1.7 Manifestasi klinis diabetes melitus..................................... 16
2.1.8 Pemeriksaan diagnostik diabetes melitus............................ 18
2.1.9 Penatalaksanaan diabetes melitus....................................... 19
2.1.10 Komplikasi diabetes melitus............................................... 22
BAB 3 LAPORAN KASUS
3.1 Resume………………………………………………………….29
3.2 Pengkajian………………………………………………………42
3.3 Intervensi………………………………………………………..46
3.4 Implementasi…………………………………………………….46
BAB 4 PENUTUP........................................................................................ 52
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
5
mengalami obesitas. Penyebab diabetes lainnya adalah kadar kortikosteroid
yang tinggi, kehamilan (diabetes gestasional), dan obat-obatan. Sebanyak
80% responden DM menderita DM tipe 2 dan mereka membutuhkan
pengobatan secara terus menerus sepanjang hidupnya.
6
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan banyaknya kasus dan pentingnya penanganan penyakit
diabetes melitus, rumusan masalahnya adalah “Bagaimanakah asuhan
keperawatan pada klien dengan diabetes melitus?”
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
8
diabetes, yang biasanya terjadi pada bagian-bagian yang menonjol
(pressure points). Rangkaian kejadian yang khas dalam proses ulkus
diabetik pada kaki dimulai dari cideranya jaringan lunak, kemudian
terbentuknya fisura antara jari-jari kaki atau didaerah kulit yang
kering, dimana ulkus tersebut tidak dirasakan oleh klien yang
kepekaan kakinya sudah hilang, sehingga jika klien tidak memiliki
kebiasaan untuk memeriksakan setiap hari, cidera atau fisura tersebut
dapat berlangsung tanpa diketahui sampai akhirnya terjadi infeksi yang
serius yaitu pengeluaran nanah, pembengkakan, kemerahan, akibat
selulitis yang akhirnya akan menimbulkan gangren (Smeltzer, 2001).
Gangren adalah suatu nekrosis atau kematian jaringan akibat
obstuksi, hilangnya, atau berkurangnya suplai darah di jaringan,
gangren dapat terlokalisasi pada daerah yang sempit atau dapat
melibatkan seluruh ekstrimitas atau organ (Carpenito,2007).
Dikenal beberapa macam gangren antara lain :
1. Gangren Kering yaitu keadaan nekrosis atau kematian jaringan
yang biasanya timbul pada jari-jari, dimana jaringan ujung jari-jari
tersebut sudah menjadi nekrotik karena suplai darah yang buruk
sehingga memudahkan dan mempercepat pertumbuhan jaringan
saprofit yang lama kelamaan mati dan menghitam. Biasanya
gangren kering terjadi pada ujung-ujung ekstrimitas bawah (ujung
jari kaki) (Smeltzer, 2001).
2. Gangren Basah yaitu keadaan nekrotik atau kematian jaringan yang
dapat melibatkan organ dalam akibat kurangnya suplai darah yang
diperoleh organ tersebut, seperti gangren yang terjadi pada
lengkung usus halus yang mengalami gangren dibagian kanan atas
akan menimbulkan kontak dengan usus bagian kanan bawah,
sehingga bakteri saprofit akan tumbuh subur pada jaringan yang
nekrotik, dan menyebar pada daerah yang terkena konta (Smeltzer,
2001).
3. Gaseus gangren/ gangren Gass yaitu keadaan nyeri akut dan hebat
yang sering berasal dari luka laserasi kotor hingga otot dan
9
jaringan subkutan menjadi terisi dengan gas dan eksudat
serosanguinossa yang disebabkan oleh bakteri anaerob misalnya C
sporogenes, C novyi, C septicum (Smeltzer, 2001).
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit ancreas , dimana
karena adanya gangguan ancreas m zat hidrat arang yang kebanyakan
herediter dan klinis, sebagai akibat dari kurangnya insulin efektif baik
oleh karena adanya disfungsi sel beta ancreas atau ambilan glukosa di
jaringan perifer (biasanya DM Tipe-2), atau kurangnya insulin
absoulut (DM tipe 1) dengan tanda-tanda hiperglikemi dan glukosuria,
disertai dengan gejala klinis akut (poliuria, polidipsia, penurunan berat
badan) dan ataupun gejala kronik ataupun kadang-kadang tanpa gejala
(Dongoes, 2000).
2.1.2 Anatomi dan fisiologi
10
Pancreas adalah sebuah kelenjar saluran cerna berwarna merah
muda keabuan yang berbentuk memanjang dengan panjang 12-15 cm
dan terletak melintang pada dinding abdomen dorsal, membelakangi
lambung, Pancreas menghasilkan :
1. Sekret eksokrin (getah pankreas) yang dicurahkan ke dalam
duodenum melalui ductus pancreaticus
2. Sekret endokrin (glukagon dan insulin) yang dicurahkan langsung
ke dalam darah.
Pankreas terdiri dari lobulus-lobulus, masing- masing terdiri
dari satu pembuluh kecil yang mengarah pada duktus utama dan
berakhir pada sejumlah alveoli, Alveoli dilapisi sel-sel yang
mensekresi enzim yang disebut tripsinogen, amilase dan lipase.
Tripsinogen diubah menjadi tripsin aktif oleh enterokinase, enzim
yang disekresi usus halus, dalam bentuk aktifnya, tripsin mengubah
pepton dan protein menjadi asam amino. Amilase mengubah zat pati
menjadi maltosa, dan Lipase mengubah lemak menjadi asam lemak
dan gliserol setelah empedu mengemulsi lemak (Smeltzer, 2001).
Caput pancreatis terletak dalam lengkungan duodenum. Caput
pancreatis memiliki bagian yang menonjol ke arah kranial kiri, dorsal
dari pembuluh mesenterica superior, dan dikenal sebagai processus
uncinatus. Ke arah dorsal caput pancreatis berbatas langsung pada
vena cava inferior, arteria renalis dextra dan vena renalis dextra dan
vena renalis sinistra. Ductus choledochus yang melintas ke duodenum,
terletak dalam alur pada permukaan dorsokranial caput pancreatis
(Smeltzer, 2001).
Collum pancreatis di sebelah dorsal beralur, disebabkan oleh
pembuluh mesenterica superior. Permukaan ventralnya tertutup oleh
peritoneum dan berbatas pada pylorus. Persatuan vena mesenterica
superior dengan vena splenica (lienalis) menjadi vena portae hepatis
terdapat dorsal dari collum pancreatis (Smeltzer, 2001).
Corpus pancreatis meluas ke kiri dengan melintasi Aorta dan
vertebra L2, dorsal dari bursa omentalis. Corpus pancreatis
11
berhubungan erat dengan pembuluh splenica (lienalis). Permukaan
ventral pancreas tertutup oleh peritoneum dan turut membentuk
palungan gaster (stomach bed). Permukaan dorsal pancreas yang sama
sekali tidak memiliki lapisan peritoneum, berhubungan dengan Aorta,
Arteria mesenterica superior, glandula suprarenalis sinistra dan ren
sinistra serta pembuluh renalis (Smeltzer, 2001).
Cauda pancreatis terletak antara kedua lembar ligamentum
splenorenale (lienorenale) bersama pembuluh splenica (lienalis).
Ujung cauda pancreatis biasanya menyentuh hilum splenicum.
Ductus pancreaticus berawal dalam cauda pancreatis dan
melalui massa kelenjar ke caput pancreatis untuk membelok ke kaudal
dan mendekati ductus choledochus (biliaris). Biasanya kedua ductus
ini bersatu, membentuk ampulla hepatopancreatica, sebuah pelebaran
pendek yang bermuara melalui ductus bersama ke dalam duodenum
pada puncak papilla duodeni major. Musculus sphincter ductus
pancreatici mengitari bagian akhir ductus pancreaticus (ductus
Wirsung) juga terdapat musculus sphincter ampullae
hepatopancreaticae (sphincter Oddi) mengitari ampulla
hepatopancreatica. Kedua sphincter tersebut mengatur aliran empedu
dan getah pancreas ke dalam duodenum (Smeltzer, 2001).
Ductus pancreaticus accesorius (ductus Santorini) menyalurkan
getah pancreas dari proccesus uncinatus dan bagian kaudal caput
pancreatis. Biasanya ductus pancreaticus accessorius berhubungan
dengan ductus pancreaticus major, tetapi pada sekitar 9% dari populasi
ductus pancreaticus accessorius tetap terpisah. Secara khas pipa ini
bermuara ke dalam duodenum pada papilla duodeni minor (Smeltzer,
2001).
Arteri-arteri pancreas berasal dari arteria
pancreaticoduodenalis. Sampai 10 cabang arteria splenica (lienalis)
mengantar darah kepada corpus pancreatis dan cauda pancreatis.
Arteria pancreaticoduodenalis anterior dan posterior, yakni cabang
arteria gastroduodenalis, dan ramus anterior arteria
12
pancreaticoduodenalis inferior dan ramus posterior arteria
pancreaticoduodenalis inferior, yakni cabang arteria mesenterica
superior, mengantar darah kepada caput pancreatis. Vena-vena
pancreas menyalurkan darah ke vena portae hepatis, vena splenica
(lienalis) dan vena mesenterica superior, tetapi yang terbanyak ke vena
splenica (lienalis) (Smeltzer, 2001).
Pembuluh limfe pancreas mengikuti pembuluh darah.
Terbanyak pembuluh ini berakhir pada nodi lymphoidei
pancreaticoduodenales sepanjang arteria splenica (lienalis), tetapi
beberapa pembuluh berakhir pada nodi lymphoidei pylorici. Pembuluh
eferen dari kelenjar-kelenjar itu ditampung oleh nodi lymphoidei
coeliaci, nodi lymphoidei hepatici, nodi lymphoidei mesenterici
superiores. Saraf-saraf pancreas berasal dari nervus vagus dan nervi
splanchnici thoracici. Serabut parasimpatis dan simpatis dari plexus
coeliacus dan plexus mesentericus superior mencapai pancreas dengan
mengikuti arteri-arteri (Soeparman, 2005).
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut Smeltzer (2001), adalah
sebagai berikut:
1. DM tipe I (destruksi sel beta biasanya menjurus ke defisiensi
insulin absolut): Autoimun, Idiopatik.
Diabetes tipe ini hanya disebabkan oleh rusaknya sel-sel pada
pankreas karena infeksi virus dan sebagainya, sehingga kelenjar ini
hanya dapat menghasilkan sedikit sekali insulin atau tidak ada
sama sekali. Diabetes tipe ini termasuk tipe keturunan dan biasanya
diderita sejak masih kanak-kanak, mereka bergantung sepenuhnya
kepada suntikan insulin.
2. DM tipe II (biasanya berawal dari resistensi insulin yang
predominan dengan defisiensi insulin relatif menuju ke defek
sekresi insulin yang predominan dengan resistensi insulin).
Diabetes tipe ini memiliki sel-sel pankreasnya yang masih utuh
tetapi tidak dapat menghasilkan insulin dalam jumlah yang
13
dibutuhkan, lagi pula insulin yang hanya sedikit ini tidak
secepatnya tersalurkan/dialirkan ke dalam peredaran darah, berkat
diet yang tepat, olah raga teratur, dan tablet insulin, penyakit ini
bisa ditanggulangi.
3. DM tipe spesifik lain:
Diabetes tipe ini, penderita memiliki pankreas yang masih
berfungsi menghasilkan insulin, tetapi insulin ini tidak berfungsi
secara efisien. Hal ini disebabkan terlalu banyak lemak di dalam
tubuh, jenis diabetes ini sangat umum pada mereka yang menderita
kegemukan (obesitas).
a. Defek genetik fungsi sel beta
1) Maturiti Onset of The Young (MODY) 1.2.3.4.5.6 (yang
terbanyak MODY 3)
2) DNA mitokondria
3) dan lain-lain
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit eksokin pankreas
1) Pankreatitis
2) Tumor pankreatomi
3) Pankreatopati fibrokalkulus
4) dan lain-lain
d. Endokrinopati
1) Akromegali
2) Sindrom cushing
3) Feokromositoma
4) Hipertiroidisme
5) dan lain-lain
e. Karena obat/zat kimia
1) Vacor, pentamidin, asam nikotinat
2) Glukokortiroid, hormon tiroid
3) Tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain
f. Infeksi
14
Rubella kongenital, Cytomegalovirus(CMV)
g. Sebab imunologi yang jarang
1) Antibodi anti insulin
2) Lain-lain
h. Sindrom genetik yang lain berkaitan dengan DM
Sindrom down, sindrom klinefleter, sindrom turner dan lain-
lain (Ignatavicius, 2007).
2.1.4 Etiologi
Diabetes melitus mempunyai etiologi yang heterogen, dimana
berbagai lesi dapat insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik
biasanya memegang peranan penting pada mayoritas diabetes melitus
(Smeltzer, 2001).
Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi
diabetes melitus yaitu :
1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai
kegagalan sel beta melepas insulin.
2. Faktor-faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara
lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan
karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan
kehamilan.
3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh
autoimunitas yang disertai pembentukan sel-sel antibodi
antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel-sel penyekresi
insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan
jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang
terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin (Wong,
2007).
15
2.1.5 Patofisiologi
Diabetes Melitus disebabkan oleh penurunan kecepatan insulin
oleh sel-sel beta pulau langerhans, sebagian besar patologi Diabetes
Melitus dikaitkan dengan satu dari tiga efek utama kekurangan insulin
sebagai berikut : (Engram, 2005)
Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, yang
dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah
setinggi 300-1200 mg%/ml, peningkatan nyata mobilisasi lemak dari
penyimpanan lemak dapat menyebabkan kelainan metabolisme lemak
maupun pengendapan lipid pada dinding vaskular yang mengakibatkan
artetiosklerosis dan pengurangan protein dalam jaringan tubuh.
Tetapi selain itu dapat terjadi beberapa masalah patofisiologi
pada Diabetes Melitus yang tidak tampak, yaitu :
Kehilangan glukosa dalam urin pada penderita Diabetes
Melitus, yang masuk ke dalam tubulus ginjal dalam filtrat glomerulus
meningkat kira-kira 225 mg/menit, glukosa dalam jumlah bermakna
mulai dibuang ke dalam urin, dan jika jumlah filtrasi glomerulus yang
terbentuk tiap menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bila kadar
glukosa darah meningkat melebihi 180 mg% akibatnya sering disebut
bahwa ambang darah untuk timbulnya glukosa dalam urin adalah
sekitar 180 mg% (Engram, 2005).
Kehilangan glukosa di dalam urin dapat menyebabkan diuresis
karena efek osmotik glukosa di dalam tubulus adalah mencegah
reabsorbsi cairan oleh tubulus, keseluruhan efeknya adalah dehidrasi
ruangan intrasel yang kemudian menyebabkan dehidrasi ruangan
extrasel juga, jadi salah satu gambaran Diabetes yang paling penting
adalah kecenderungan timbulnya dehidrasi ekstra sel dan intra sel, dan
ini juga sering disertai dengan kolapsnya sirkulasi dalam tubuh
(Ignatavicius, 2007).
Asidosis terjadi pada diabetes bila tubuh menggantungkan
hampir seluruh energinya pada lemak, kadar asam asetat dan asam
hidroksibutirat dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 meq/L
16
sampai setinggi 10 meq/L, dan jelas ini mudah menyebabkan asidosis,
efek kedua yang biasanya lebih penting dalam menyebabkan asidosis
adalah pada peningkatan langsung asam amino keto dimana asam
amino keto adalah penurunan konsentrasi natrium yang disebabkan
oleh efek asam-asam keto yang mempunyai ambang eksresi ginjal
yang rendah, oleh karena itu bila kadar asam amino pada diabetes
meningkat sebanyak 100-200 gram maka akan dieksresikan ke dalam
urin setiap hari, dan karena mengandung asam amino yang kuat yang
sangat sedikit bisa dieksresikan dalam bentuk asam, dan sebagai
gantinya maka terjadi ikatan dengan natrium yang berasal dari cairan
intra sel, sebagai akibatnya konsentrasi natriun diganti oleh ion
hidrogen, jadi sangat meningkatkan terjadinya asidosis, dan jelas
semua reaksi yang terjadi dalam asidosis metabolik berlangsung pada
asidosis diabetika, termasuk pernafasan cepat dan dalam, namun yang
terpenting adalah asidosis dapat menyebabkan koma dan kematian.
(Syamsuhidayat, 2007).
1. Pada Diabetes tipe I: Pada diabetes tipe ini terdapat
ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta
pangkreas telah dihancurkan oleh proses autoimun, hiperglikemia
saat puasa yang terjadi akibat produksi glukosa yang tidak diukur
oleh hati, disamping itu glukosa yang berasal dari makanan yang
tidak bisa disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah
dan dapat menimbulkan postprandial yaitu puncak peningkatan
kadar gula dalam darah pada 2 jam sesudah makan. Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi ginjal tidak dapat
menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin yang disebut Glukosuria dan
ketika glukosa yang berlebihan itu dieksresikan ke dalam urin,
eksresinya ini biasanya akan disertai dengan pengeluaran cairan
dan elektrolit yang berlebihan, dan keadaan ini dinamakan
Diuresis Osmotik yang terjadi sebagai akibat terjadinya kehilangan
cairan tubuh yang berlebihan, yang ditandai dengan klien
17
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) yang secara
langsung dapat menyebabkan peningkatan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga dapat mengganggu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan, sehingga tidak
jarang ditemukan penderita Diabetes yang kurus, akibat terjadinya
penurunan berat badan (Brunner&Suddarth, 2001).
2. Diabetes tipe II: Pada diabetes tipe ini terdapat dua masalah utama
yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut terjadinya suatu rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada
diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin
dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat
peningkatan jumlah insulin yang disekresi.
3. Diabetes pada kehamilan/ Diabetes Gestasional : terjadi pada
wanita yang tidak menderita Diabetes Melitus sebelum
kehamilannya, dan Hiperglikemia terjadi selama kehamilan adalah
akibat sekresi hormon-hormon plasenta sehingga pada saat wanita
tersebut hamil dianjurkan memulai program terapi yang intensif
(pemeriksaan kadar glukosa darah empat kali per hari dan
pemberian suntikan insulin tiga hingga empat kali perhari), dengan
maksud untuk mencapai kadar hemoglobin dan glukosa darah yang
normal tiga bulan sebelum pembuahan. Pemantauan yang ketat dan
pemeriksaan oleh dokter spesialis untuk kehamilan berisiko tinggi
pada ibu dengan Diabetes Melitus sangat dianjurkan
(Brunner&Suddarth, 2001).
18
2.1.6 Pathway
Trauma/Injury Infeksi, DM, Hipertensi, dsb Proliferasi Sel Abnormal
Dapat diperbaiki/
disembuhkan Iskemik
Terbentuknya Gangren
Kecacatan
19
2.1.7 Manifestasi Klinis
1. Gejala
a. Gejala Akut
Gejala pada klien Diabetes yang satu dengan yang lain
tidaklah selalu sama, gejala-gejala umumnya timbul dengan
tidak mengurangi kemungkinan adanya variasi gejala yang lain,
dan bahkan ada penderita Diabetes yang tidak menunjukkan
gejala apapun sampai pada suatu saat tertentu (Tambayong,
2007).
Pada permulaan gejala yang timbul meliputi tiga yaitu:
1) Polifagia/ banyak makan
Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih,
penderita mengalami penurunan berat badan, untuk
mengkompensasikan hal ini penderita sering merasakan
lapar yang luar biasa sehingga banyak makan.
2) Polidipsia/ banyak minum
Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang
berlebihan sehingga banyak minum.
3) Poliuria/banyak kencing
Gejala awal berhubungan dengan efek langsung dari
kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai
di atas 160-180 mg/dl, maka glukosa akan sampai ke air
kemih, jika kadarnya lebih tinggi, ginjal akan membuang
urin tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa
yang hilang, karena ginjal menghasilkan air kemih dalam
jumlah yang berlebihan, maka sering berkemih dalam
jumlah yang banyak.
4) Berat badan menurun meskipun banyak makan dan minum
5) Sering merasa lelah dan mengantuk
6) Mudah timbul bisul dan lama sembuhnya
7) Gatal-gatal terutama pada bagian luar alat kelamin
20
8) Nyeri otot
9) Menurunnya gairah seksual
10) Penglihatan kabur, sering ganti ukuran kaca (Sudoyo,
2007).
Dalam keadaan ini penderita biasanya menunjukkan
peningkatan berat badan yang terus naik (gemuk), karena pada
saat ini kebutuhan insulin masih mencukupi, dan bila keadaan
tersebut tidak lekas diobati maka lama kelamaan mulai terjadi
kemunduran kerja insulin, kemudian tidak terjadi 3P lagi
melainkan 2P saja yaitu nafsu makan mulai berkurang, banyak
minum atau polidipsi, banyak kencing atau poliuria, mudah
lelah, berat badan turun dengan cepat yaitu turun sampai 5-10
kg dalam 2-4 minggu, dan bila tidak cepat diobati maka dapat
timbul rasa mual bahkan penderita dapat tidak sadarkan diri
akibat peningkatan kadar glukosa yang sangat tinggi, biasanya
600 mg % yang disebut dengan Koma Diabetika.
b. Gejala kronik
Kadang-kadang penderita Diabetes Melitus tidak
menunjukkan adanya gejala akut atau mendadak, tetapi
penderita tersebut tidak menunjukkan gejala-gejala sesudah
beberapa bulan atau beberapa tahun mengidap penyakit
Diabetes Melitus, yang biasa disebut gejala kronis menahun,
dan gejala kronis yang sering timbul adalah: Kesemutan, rasa
panas di kulit, rasa tebal di kulit, kram, capai, ngantuk, mata
kabur yang berubah-ubah, gatal di sekitar kemaluan terutama
pada wanita, gigi mudah goyah dan lepas, kemampuan seksual
menurun, sering pada ibu hamil mengalami keguguran, atau
melahirkan bayi mati (Smeltzer, 2001).
2. Tanda
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :
a. Test urin reduksi dan sedimen positif.
b. Kadar gula darah puasa lebih dari 120 mg/dl.
21
c. Glukosa darah 2 jam post puasa lebih dari 200 mg/dl.
2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes glukosa darah kapiler
Tes finger-prick blood sugar screening atau gula darah
stick dilakukan untuk memeriksa glukosa darah puasa (70-110
mg/dl), 2 jam sesudah makan, maupun yang sewaktu atau acak (<
140mg/dl) (Tandra, 2008).
2. Tes glukosa darah vena
Dilakukan untuk menilai kadar glukosa darah setelah puasa
minimal 8 jam dan glukosa darah 2 jam sesudah makan dengan
tetap mengkonumsi obat dan suntik insulin seperti biasa,
sebagaimana diinstruksikan oleh dokter pada control sebelumnya.
Glukosa darah puasa memberi gambaran bagaimana glukosa darah
kemarin harinya, sedangkan yang 2 jam pp untuk melihat kira-kira
bagaimana hasil minum obat yang diberikan dan diet pada pagi itu
(Tandra, 2008).
3. Tes toleransi glukosa
Tes yang dilakukan saat tes glukosa darah kapiler atau vena
tidak bisa memastikan individu mengidap diabetes atau tidak
dengan cara setelah 10 jam puasa dilakukan cek glukosa darah, lalu
individu mengkonsumsi 75 gram glukosa dan 2 jam kemudian
diperiksa lagi glukosa darahnya dengan hasil normal < 140 mg/dl
(Tandra, 2008).
4. Tes glukosa urine
Dilakukan untuk mendeteksi adanya glukosa dalam urine
pada penderita DM (Tandra, 2008).
5. Tes HbA1c (Glycated Hemoglobin atau Glycosylated Hemoglobin)
Glukosa darah yang tinggi akan diikat pada molekul
hemoglobin (Hb) dalam darah, dan akan bertahan dalam darah
sesuai dengan usia hemoglobin, yaitu 2-3 bulan. Makin tinggi
glukosa darah, makin banyak molekul hemoglobin yang berkaitan
dengan gula. Tes ini dilakukan 2-3 bulan seklali dan digunakan
22
untuk memantau pengobatan diabetes, serta menilai keberhasilan
diet dan olahraga yang dilakukan (Tandra, 2008).
2.1.9 Penatalaksanaan
Menurut Ignatavicius (2007), Penatalaksanaan Diabetes
Melitus berupa serangkaian aturan yang ketat yang harus dilakukan,
dimana terdapat empat konsep dasar pada pengobatan Diabetes
Melitus:
1. Diet Diabetes Melitus
Berbeda dengan diet Diabetes di negara barat yang
biasanya mengandung karbohidrat sekitar 40%-50%, lemak
30-35%, protein 20-25%.
Menurut Ignativicius (2007), di Indonesia diet disesuaikan
dengan keadaan klien, dimana jumlah kalori diperhitungkan
sebagai berikut: Berat badan ideal = (TB cm - 100) kg-10 % pada
waktu istirahat, dan diperlukan 25 kal/kg BB ideal.
Kemudian diperhitungkan pula :
23
lemak jenuh yang terkandung dalam jenis makanan seperti:
lemak hewan, kuning telur, coklat, kream, sedangkan yang
banyak mengandung lemak tidak jenuh: minyak jagung,
minyak kapas dan minyak bunga matahari.
2. Latihan Fisik atau Olah Raga
Sudah lama diketahui bahwa olah raga dapat menimbulkan
penurunan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh karena
peningkatan penggunaan glukosa dalam pembuluh darah perifer,
hal ini berlaku pada orang normal maupun pada penderita Diabetes
Melitus ringan. Tetapi jika kadar glukosa darah tinggi yaitu 32 mg
% atau lebih dan apabila ada ketosis, olahraga sebaliknya akan
menyebabkan keadaan menjadi semakin parah, gula darah dan
ketonemia akan semakin meninggi, karena ketogenesis yang terjadi
selama olah raga itu berlangsung dan terus sekalipun olah raga itu
sudah selesai, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya
ketosis pasca olah raga. Sebenarnya hal tersebut tidak terjadi jika
sebelum olah raga diberikan reguler insulin subcutan 1/3 dosis
harian 1 jam sebelum olah raga dimulai yang akan menyebabkan
kadar glukosa dalam darah akan turun waktu olah raga. Wahren
dkk (Kapita Selekta Kedokteran)
3. Pendidikan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan pada klien Diabetes Melitus dapat
dilakukan dengan beberapa cara atau melalui beberapa media
misalnya: TV, kaset video, diskusi kelompok, poster, leaflet dan
lain sebagainya, penyuluhan kesehatan ini sangat penting agar
regulasi Diabetes Melitus mudah tercapai, dan komplikasi Diabetes
Melitus dapat dicegah peningkatan jumlah dan frekwensinya.
Adapun beberapa hal yang perlu dijelaskan pada penderita
Diabetes Melitus adalah:
a. Apakah penyakit Diabetes Melitus itu ?
b. Cara diit yang benar
c. Latihan ringan, sedang, teratur, setiap hari tidak boleh latihan
24
yang berat seperti berenang dan lain-lain
d. Menjaga kebersihan bagian bawah (daerah tungkai, ujung kaki)
e. Tidak boleh menahan kencing (karena retensi urin dapat
memudahkan infeksi saluran kemih)
f. Komplikasi-komplikasi lain yang dapat timbul
4. Obat Hipoglikemik/Anti Diabetes (OAD dan Insulin)
Obat Hipoglikemik: Tablet OAD (obat anti Diabetes)OAD
sejak tahun 1953 telah dicoba khasiatnya selama 20 tahun untuk
menurunkan kadar glukosa dalam darah, dan akhirnya pada tahun
1954 mulai dicoba oleh Frangke dan Fusch pada manusia yang
menderita Diabetes Melitus.
25
c. Sedangkan obat suntik berdasarkan cara kerjanya dibedakan
menjadi tiga yaitu :
1) Insulin kerja cepat, contohnya reguler insulin.
2) Insulin kerja sedang.
3) Insulin kerja lambat contohnya Protamizid Zing Insulin
2.1.10 Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi Diabetes Melitus merupakan faktor yang
membahayakan jiwa penderita, dengan adanya insulin komplikasi akut
dapat dicegah, akan tetapi harapan hidup penderita yang lebih panjang
sulit dihindarkan terjadinya komplikasi kronik (Syamsuhidayat, 2007).
26
terdapat dua kelompok gangguan patologis yang sangat penting
pada patogenesis neuropati.
d. Kelainan Pernafasan : TBC dan lain-lain
e. Kelainan ginjal : Pielonefritis, glomerulonekrosis dan lain-
lain.
f. Kelainan kulit/ekstrimitas: ganggren, furunkel, karbunkel, dan
Ulkus kaki.
Ulkus kaki adalah berkembangnya ulkus pada kaki dan tungkai
bawah, ulkus terutama terjadi karena distribusi tekanan
abnormal sekunder karena neuropati diabetik.
27
BAB III
LAPORAN KASUS
Pada hari rabu tanggal 27 Januari 2021 pukul 10.25 Wib dilakukan
pengkajian pre operasi, klien mengeluh kaki kananya sudah membusuk ± 6 bulan
yang lalu,ibu jari sudah putus, jari manis membusuk, bengkak, cemas (+), mual
(-), muntah (-), klien mengatakan kalau dia tidak bisa merasakan rangsangan
apapun disekitar lukanya, terdapat pus dan agak kehitaman pada Luka,dan berbau
busuk. Klien dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital TD 130/80 mmHg, HR 70
x/I, RR 20 x/I, Temp 36,5°C. klien diberikan terapi IVFD NaCl 0,9 % 30 gtt/I,
Cefriaxone 1 gr / 12 jam, novorapid 3x 14 Unit, injeksi insulin 50 unit, Katerolac
1 ampul / 12 jam, levermir 12 unit, tindakan selanjutnya klien rencana operasi
28
pada tanggal 28 januari 2021. Pre operasi, klien dilakukan tindakan operasi atas
indikasi osteomyelitis pedis dextra, pemeriksaan tanda-tanda vital TD 120/70
mmHg, HR 75 x/I, RR 20x/I, Temp 36,4°C, SPO2 96 %.
Pada tanggal 28 Januari 2021 pasien Post operasi, Jenis operasi : Amputasi
SIMS (Ankle Joint) hari pertama, Tehnik Anastesi GA, posisi operasi Supine,
Pada saat dilakukan pengkajian kepada klien, didapatkan hasil bahwa klien
mengeluh kakinya gatal, warna turgor kulit kelihatan hitam, lapisan kulit yang
diamputasi sampai ke bagian dermis, Luas Luka : 8,12 cm, kaki klien tampak
bengkak, pus ada, perban tampak basah, keluarga klien juga menggatakan bahwa
klien merasa malu dan tidak berguna lagi karena kakinya sudah tidak ada sebelah,
Pasien tampak tidak ingin melihat tubuh yang telah di amputasi. nyeri dibagian
kaki, skala nyeri 7, nyeri hilang timbul, nyeri seperti ditusuk-tusuk, pemeriksaan
tanda-tanda vital TD 130/70 mmHg, HR 78 x/I, RR 21 x/I, Temp 36,7°C, leukosit
18.0 ul.
29
ke kamar mandi dibantu oleh istri atau keluarga yang menjaga klien. Pola istrahat
tidur, klien mengatakan pada saat dirumah klien tidur siang hanya 1 jam dan tidur
malam 7 jam , pada saat di rumah sakit klien tidur siang hanya 1 jam dan tidur
malam 5 jam, klien mengatakan sering terbangun pada saat tidur karena
merasakan nyeri setelah operasi. Pola psikologis klien mengatakan tidak tau
penyebab penyakitnya dan bagaimana cara mengatasinya, klien tampak cemas,
gelisah dan bertanya-tanya pada dokter tentang penyakit yang dialami. personal
hygiene, pada saat di rumah sakit klien hanya mandi satu kali menggunakan
sabun, keramas hanya sekali, sikat gigi dua kali menggunakan odol, pada saat
mandi klien dibatu oleh keluarganya
30
PENGKAJIAN DATA DASAR
A. Identitas Klien
Nama : Tn.S No. RM : 2 6 4 3 6 6
Usia : 58 Tahun Tgl Masuk RS: 26 Januari 2021
Jenis Kelamin : Laki-laki Tgl Pengkajian: 27 Januari 2021
Alamat : Bandar jaya Sumber informasi : klien dan
keluarga
No. Telepon : - Nama Keluarga Dekat yang
Dapat
Status Pernikahan : Sudah menikah Dihubungi : Ny.E
Agama : Kristen Status : Istri
klien
Suku : Batak Alamat : Bandar
jaya
Pendidikan : SMA No. Telepon : -
Pekerjaan : Wiraswasta Pendidikan : SMP
Lama Bekerja : Pekerjaan : Ibu
rumah tangga
31
setelah dilakukan operasi keluarga klien mengatakan klien merasa tidak
berguna lagi. Pasien tampak tidak ingin melihat tubuh yang telah di
amputasi.
3. Imunisasi
( ) BCG ( ) Hepatitis
( ) Polio ( ) Campak
( ) DPT (×) imunisasi lengkap
4. Kebiasaan
Jenis Frekuensi Jumlah
Lamanya
Merokok 3 kali sehari 1 bungkus
sampai sekarang
Alkohol - - -
* Mandi 0 `2
* Berpakaian/Berdandan 0 2
* Toleting 0 1
32
* Berpindah 1 1
* Berjalan 1 1
* Naik Tangga 1 2.
H. Pola Eliminasi
Jenis Di Rumah Di RS
*BAB : Frekuensi/pola 2 kali sehari 2 kali sehari
Kesulitan - -
Upaya mengatasi - -
Kesulitan - -
Upaya mengatasi - -
33
Kebiasaan sebelum tidur minum kopi -
Kesulitan - -
J. Pola Kebersihan
Diri Di Rumah Di RS
Jenis
*Mandi : Frekuensi 2 kali sehari 1 kali sehari
Penggunaan sabun Pakai sabun Pakai sabun
*Keramas : Frekuensi 2 kali sehari 1 kali sehari
Penggunaan shampoo Pakai sabun 1 kali sehari
*Gosok gigi : Frekuensi 2 kali sehari 1 kali sehari
Penggunaan odol Pakai odol Pakai odol
* Kesulitan - -
* Upaya yang dilakukan - -
M. Pola Komunikasi
Bicara : (×) normal ( ) Bahasa utama :Indonesia
34
( ) tidak jelas ( ) Bahasa daerah :
( ) Bicara berputar-putar ( ) Rentang perhatian :
( ) Mampu mengerti ( ) Afek :
pembicaraan orang lain
Tempat Tinggal : (×) Sendiri
( ) Kos / Asrama
( ) Bersama orang lain, Yaitu :
Kehidupan keluarga
a. Adat istiadat yang dianut : Batak
b. Pantangan adat dan agama yang dianut : Kristen
c. Penghasilan keluarga : ( ) < Rp 250.000 ( ) Rp 1
juta – 1,5 juta
( ) Rp 250.000 – 500.000 (×) Rp 1,5
juta – 2 juta
( ) Rp 500.000 – 1 juta ( ) > 2 juta
N. Pola Seksualitas
Masalah dalam hubungan
seksual selama sakit ( × )
tidak ada ( ) ada
35
d. Leher :-
e. Dada : -
f. Jantung : -
g. Paru :-
h. Payudara dan Ketiak :-
i. Abdomen: -
j. Genitalia : -
k. Ekstremitas : Kaki kanan sudah di amputasi bagian ankle joint
l. Kulit dan kuku : -
m. Punggung :-
R. Pengobatan
Dilakukan Tindakan operasi atas indikasi osteomylietis di bagian kaki sebelah kanan
Hasil labortorium
Obat di igd
36
No Obat Dosis Fungsi
1 IVFD NaCl 0.9% Cor Pengganti cairan yang hilang
2 Ranitidine 1 ampul / 8 jam Menangani gejala yang berkaitan
jam peradangan
4 Levermir 12 u/ml Pengobatan diabetes
5 Novorapid 3 x 12 u/ml Menurunkan gula darah
Obat di ruangan
hilang
2 Injeksi insulin 50 unit Menggubah gulkosa
menjadi energi
3 Ketorolac 1 ampul / 12 Meredahkan nyeri dan
jam peradangan
4 Levermir 12 u/ml Pengobatan diabetes
5 Novarapid 3 x 14 u/ml Menurunkan gula darah
6 Ceftriaxone 1 gr/12 unit Mencegah terjadinya infeksi
7 Paracetamol (bila perlu) 1 tab Menurunkan demam
37
vital TD 130/70 mmHg, HR
78 x/I, RR 21 x/I, Temp
36,7°C
2 DS : klien menggatakan Tindakan operasi / bedah Resiko infeksi
kaki nya yang diamputasi ⇩
terasa panas
Resiko Infeksi
DO : Adanya luka post
operasi pada bagian pedis
dextra, luka tampak basah,
ada pus, kaki tampak
bengkak, tanda-tanda vital
TD 130/70 mmHg, HR 78
x/I, RR 21 x/I, Temp
36,7°C, leukosit 18.0 ul
3 Ds : klien menggatakan Post operasi Kerusakan integritas
gatal pada bekas operasi ⇩ kulit
Proses penyembuhan
Do :
⇩
Turgor kulit berwarna hitam Tirah baring lama
Lapisan kulit yang ⇩
Kerusakan integritas
diamputasi sampai ke
kulit
dermis
4 DS : Klien menggatakan Hiperglikemia Gangguan nutrisi
Keseimbangan kalori
nafsu makannya berkurang kurang dari
DO : BB menurun sebelum kebutuhan tubuh
Polifagi
masuk Rumah sakit 50 kg
setelah masuk rumah sakit
Gangguan nutrisi
48 kg, tinggi badan 162,
kurang dari
IMT 18,3 klien hanya kebutuhan tubuh
menghabiskan ¼ porsi yang
dihabiskan , diet klien MB
KGD 662 m
5 DS : keluarga klien Kehilangan anggota Gangguan body
tubuh
mengatakan klien merasa image
⇩
38
tidak berguna lagi Kecacatan
DO : Pasien tampak tidak ⇩
Timbulnya rasa malu
ingin melihat tubuh yang depresi dan stress
telah di amputasi. ⇩
pemeriksaan tanda-tanda Gangguan body
image
vital TD 130/70 mmHg, HR
78 x/I, RR 21 x/I, Temp
36,7°C
6 Ds : pasien mengeluh tidak Kehilangan anggota Gangguan mobilitas
dapat beraktivitas seperti tubuh fisik
biasa karena kakinya ⇩
diamputasi
Kesulitan untuk
Do : dalam melakukan
melakukan aktivitas /
aktivitas sehari-hari klien
mobilisasi
dibantu oleh keluarganya.
⇩
39
ada pus, kaki tampak bengkak, tanda-tanda vital TD 130/70 mmHg, HR 78
x/I, RR 21 x/I, Temp 36,7°C, leukosit 18.0
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan post operasi ditandai
dengan klien menggatakan gatal pada daerah operasi Turgor kulit
berwarna hitam Lapisan kulit yang diamputasi sampai ke dermis
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
hiperglekimia ditandai dengan BB menurun sebelum masuk Rumah sakit
50 kg setelah masuk rumah sakit 48 kg, tinggi badan 162, IMT 18,3 klien
hanya menghabiskan ¼ porsi yang dihabiskan , diet klien MB
5. Gangguan body image berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh
Pasien tampak tidak ingin melihat tubuh yang telah di amputasi.
pemeriksaan tanda-tanda vital TD 130/70 mmHg, HR 78 x/I, RR 21 x/I,
Temp 36,7°C
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilanggan anggota tubuh
pasien mengeluh tidak dapat beraktivitas seperti biasa karena kakinya
diamputasi
7. Deficit self care berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh ditandai
dengan klien menggatakan tubuhnya terasa lemas, pasien dibantu oleh
keluarga Ketika mandi, berjalan, berpakaian.
40
3.3. INTERVENSI KEPERAWATAN POST OPERASI
41
3 Kerusakan integritas Setelah dilakukan asuhan 1. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
kulit keperawatan selama 3x24 jam klien 2. Monitor kulit akan adanya kemerahan
mampu mendemontrasikan dengan 3. Monitor status nutrisi klien
Kriteria hasil: 4. Monitor tanda dan gejala infeksi
1. Tidak ada luka/lesi pada kulit 5. Bersihkan area sekitar
2. Perfusi jaringan baik 6. Ganti balutan sesuai anjuran
3. Mampu melindungi kulit dan 7. Monitor proses kesembuham
kelembaban
4 Gangguan nutrisi Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji adanya alergi makanan
kurang dari kebutuhan keperawatan selama 3x24 jam klien 2. Yakinkan diet yang dimakan tinggi serat
tubuh mampu mendemontrasikan dengan 3. Berikan makanan yang terpilih
Kriteria hasil: 4. Monitor jumlah nutrisi yang masuk
1. Adanya peningkatan berat 5. Beri informasi tentang nutrisi
badan 6. Berat badan dalam batas normal
2. Berat badan ideal sesuai 7. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang diet yang diberikan
dengan tinggi badan
3. Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi
4. Tidak terjadi penurunan berat
badan
5 Gangguan body image Setelah dilakukan asuhan 1. Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan tentang
keperawatan selama 2x24 jam klien dampak pembedahan pada gaya hidup.
mampu mendemontrasikan 2. Berikan informasi yang adekuat dan rasional tentang alasan
kesadaran akan dampak pembedahan pemilihan tindakan pemilihan amputasi.
42
pada citra diri dengan 3. Beri informasi bahwa amputasi merupakan tindakan untuk
Kriteria Hasil : memperbaiki kondisi klien dan merupakan langkah awal
Pasien menyadari dan menerima untuk menghindari ketidakmampuan atau kondisi yang lebih
kondisi tubuhnya saat ini, pasien
parah.
tampak tenang.
4. Fasilitasi untuk bertemu dengan orang dengan amputasi yang
telah berhasil dalam penerimaan terhadap situasi amputasi.
7 Deficit perawatan diri Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor kemampuan pasien dalam melakukan perawatan diri
keperawatan selama 3x24 jam klien
2. Monitor kebutuhan akan personal hygiene
mampu mendemontrasikan dengan
43
Kriteria hasil : 3. Beri bantuan sampai klien mampu melakukan perawatan
1. Pasien mampu memenuhi
secara mandiri
aktivitas perawatan diri
secara mandiri
44
3.4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
45
6. Mengajarkan keluarga dan
klien tanda dan gejala
infeksi
3 Kerusakan integritas 1. Memonitoring keadaan kulit S : klien mengatakan gatal
kulit 2. Memonitoring tanda-tanda pada bekas operasi
infeksi O :Turgor kulit berwarna hitam
3. Membersihkan daerah Lapisan kulit yang diamputasi
sekitar kaki yang sampai ke dermis, Luas Luka :
diamputasi 8,12 cm, grade 5
4. Mengganti perban/pembalut A : Masalah belum teratasi
kaki klien P: Planning dilanjutkan
Bersihkan daerah
sekitar
Ganti perban sesuai
anjuran
4 Gangguan nutrisi 1. Mengkaji adanya Riwayat S :Klien menggatakan nafsu
alergi
kurang dari makannya berkurang
2. Memonitor jumlah nutrisi
kebutuhan tubuh yang masuk O : BB menurun sebelum
3. Berikan informasi tentang
masuk Rumah sakit 50 kg
nutrisi
4. Kolaborasi dengan ahli gizi setelah masuk rumah sakit 48
tentang diet yang diberikan
kg, tinggi badan 162, IMT 18,3
klien hanya menghabiskan ¼
porsi yang dihabiskan , diet
klien MB
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
5 Gangguan body 1. Melakukan komunikasi S: keluarga klien mengatakan
image pada klien untuk klien merasa tidak berguna lagi
mengungkapkan perasaan O : Pasien tampak tidak ingin
klien melihat tubuh yang telah di
2. Memberikan penjelasan amputasi. pemeriksaan tanda-
tentang keadaan klien tanda vital TD 130/70 mmHg,
HR 78 x/I, RR 21 x/I, Temp
46
36,7°C
A: Masalah belum teratasi
P : Planning dilanjutkan
Beri penjelasan tentang
keadaan klien
6 Gangguan mobilitas 1. Monitoring vital sign S : pasien menggeluh tidak
fisik 2. Membantu klien dapat beraktivitas seperti biasa
menggunakan tongkat karena kakinya diamputasi
3. Mengajarkan keluarga dan O: dalam melakukan aktivitas
klien cara mengubah posisi sehari-hari klien dibantu oleh
4. Melatih pasien melakukan keluarganya
mobilisasi A : Masalah belum teratasi
P : Planning dilanjutkan
7 Deficit perawatan 1. Memonitoring personal S : klien mengatakan tubunya
diri hyegien teras lemas
2. Membantu klien melakukan O: pasien dibantu oleh
personal hyegien keluarga Ketika mandi,
berjalan, berpakaian
A : Masalah belum teratasi
P: Planning dilanjutkan
47
NO DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI II EVALUASI III
29 Januari 2021 30 Januari 2021
1. Nyeri akut 1. Mengkaji skala nyeri S : klien masih merasakan nyeri, S : klien menggatakan
2. Mengajarkan klien O : P nyeri bekas operasi Q nyeri nyerinya sudah berkurang
thenik relaksasi nafas seperti tertekan R nyeri dibagian kaki O : P nyeri bekas operasi Q
dalam yang diamputasi S skala nyeri 5, T nyeri seperti perih, R nyeri
3. Memberikan posisi nyeri hilang timbul, , dibagian kaki yang diamputasi
sesuai kenyamanan A : masalah belum teratasi S skala nyeri 3
klien P : planning dilanjutkan A : masalah teratasi
Memberikan obat analgetic Ajarkan klien tehnik relaksasi P : planning dihentikan
sesuai anjuran dokter Kolaborasi dengan dokter tentang
pemberian analgetic
2. Resiko infeksi 1. Membersihkan S :- S:-
lingkungan setelah O :luka bekas operasi masih tampak O: luka bekas operasi tidak
dipakai klien basah, pus masih ada tampak basah
2. Mempetahankan tehnik A : masalah belum teratasi A: masalah teratasi
isolasi P : planning dilanjutkan P: planning dihentikan
3. Membatasi pengunjung Pertahankan tehnik aseptic
48
4. Mempertahankan Inspeksi kulit terhadap
tehnik aseptic kemerahan
5. Inspeksi kulit dan
membrane mukosa
terhadap kemerahan
3. Kerusakan integritas kulit 1. Bersihkan daerah sekita S : klien tidak merasakan gatal lagi S : klien tidak merasakan gatal
luka dibagian bekas operasi lagi dibagian bekas operasi
2. Ganti perban sesuai O : Turgor kulit berwarna hitam, O : turgor kulit berwarna
anjuran A : masalah belum teratasi merah
P : planning dilanjutkan A : masalah teratasi
P : planning dihentikan
4. Gangguan nutrisi kurang dari 1. Memonitor jumlah S: klien mengatakan nafsu makannya S: klien menggatakan nafsu
nutrisi yang masuk
kebutuhan tubuh masih berkurang makannya sudah mulai
2. Berikan informasi
tentang nutrisi O: BB menurun sebelum masuk bertambah
3. Kolaborasi dengan ahli
Rumah sakit 50 kg setelah masuk O: Berat badan 49 kg, tinggi
gizi tentang diet yang
diberikan rumah sakit 48 kg, tinggi badan 162, 162, IMT 18,6 porsi yang
IMT 18,3 klien hanya menghabiskan dihabiskan klien 1 porsi dari
¼ porsi yang dihabiskan , diet klien yang disajikan , diet klien MB
MB A: masalah teratasi
49
A : Masalah belum teratasi P: planning dihentikan
P : Intervensi dilanjutkan
Pantau nutrisi yang masuk
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang diet
5. Gangguan body image 1. Memberikan penjelasan S : klien menggatakan dia menerima
tentang keadaan klien keadaan bahwa kakinya tinggal satu
O : TD 110/70 mmHg, HR 76 x/I,
RR 21 x/I, Temp 36,5°C,
A : masalah teratasi
P : planning dihentikan
6. Gangguan mobilitas fisik 1. Membantu klien S : pasien masih menggeluh tidak S : pasien menggatakan sudah
menggunakan alat dapat beraktivitas seperti biasa karena bisa menggunakan alat bantu
bantu seperti tongkat kakinya diamputasi Ketika berdiri
2. Mengajarkan klien dan O: dalam melakukan aktivitas sehari- O : Ketika berdiri pasien
keluarga cara hari klien dibantu oleh keluarganya menggunakan tongkat, pada
memindahkan posis seperti mandi, berpakaian saat ke kamar mandi klien
3. Melatih pasien A : Masalah belum teratasi masih dibantu keluarga.
melakukan mobilisasi P : Planning dilanjutkan A : masalah belum teratasi
50
P : planning dilanjutkan
Ajarkan keluarga
melatih mobilisasi
klien Ketika di rumah
7. Deficit perawatan diri 1. Monitoring personal S : klien mengatakan tubunya teras S : klien menggatakan tubuh
hygiene lemas sudah mulai pulih
2. Membantu klien O: pasien dibantu oleh keluarga O : klien masih dibantu
melakukan personal Ketika mandi, berjalan, berpakaian berjalan dan mandi
hygiene A : Masalah belum teratasi A : masalah belum teratasi
P: Planning dilanjutkan P : planning di lanjutkan
Ajarkan keluarga klien
tentang personal
hygiene.
51
BAB IV
PENUTUP
3.1 Simpulan
Diabetes merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya, yang berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi atau kegagalan organ tubuh terutama pada mata, ginjal,
saraf, jantung dan pembuluh darah. Terdapat beberapa tipe diabetes yang
diketahui dan umumnya disebabkan oleh suatu interaksi yang kompleks antara
faktor genetik, lingkungan dan gaya hidup. Pada umumnya dikenal 2 tipe
diabetes, yaitu diabetes tipe 1 (tergantung insulin), dan diabetes tipe 2 (tidak
tergantung insulin). Diabetes tipe 1 biasanya dimulai pada usia anak-anak
sedangkan diabetes tipe 2 dimulai pada usia dewasa.
Bila hal ini dibiarkan tidak terkendali dapat terjadi komplikasi
metabolik akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang, baik
mikroangiopati maupun makroangiopati. Jumlah penderita diabetes di
Indonesia setiap tahun meningkat. Berbagai penelitian epidemiologi
menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan
prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia.
3.2 Saran
Setelah mengetahui apa itu DM (Diabetes Mellitus), maka tentulah kita
bisa lebih menjaga pola kesehatan dengan makan-makanan yang sehat dan
berolah raga teratur.
52
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2001). Keperawatan Medikal Bedah, Vol 2, Ed. 8. Jakarta:
EGC
Moorhead, S.,Jhonson, M., Maas, M., & Swanson, L. ( 2008 ). Nursing Outcomes
Classsification (NOC) (5th ed.) United states of America: Mosby Elsevier.
53