Cerebrovasculer Accident (CVA) merupakan gangguan suplai
darah pada otak yang biasanya terjadi karena pecahnya pembuluh darah atau sumbatan oleh gumpalan darah. Hal ini menyebabkan gangguan pasokan oksigen dan nutrisi di otak hingga terjadinya kerusakan pada jaringan otak. Cerebrovasculer Accident (CVA) sebagai perkembangan tanda-tanda klinis fokal atau global yang pesat disebabkan oleh gangguan pada fungsi otak dengan gejala-gejala yang terjadi dalam waktu 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian (World Health Organization, 2016). B. Etiologi Menurut Smeltzer, 2002 penyebab stroke non hemoragic yaitu: 1. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher) Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran darah ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis. 2. Embolisme cerebral Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik 3. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak) Pendapat lain dikemukakan oleh Junaidi, 2006 yang menyatakan ada beberapa etiologi lain yang dapat menyebabkan terjadinya stroke non hemorhagik, antara lain : a. Aterosklerosis Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Endapan yang terbentuk menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah sehingga mengganggu aliran darah. b. Emboli Benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi darah. Biasanya benda asing ini berasal dari trombus yang terlepas dari perlekatannya dalam pembuluh darah jantung, arteri atau vena. c. Infeksi Peradangan juga dapat menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama yang menuju otak. Yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke adalah tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis, dan in feksi cacing. d. Obat-obatan Ada beberapa obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah otak. e. Hipotensi atau hipertensi. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun. Sedangkan Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel – sel otak akan mengalami kematian. C. Tanda Dan Gejala
Menurut Andra Saferi manifestasi klinis dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Perdarahan intraserebral (PIS) Cerebrovasculer Accident (CVA) mempunyai gejala prodomal yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan sering kali setiap hari, saat aktivitas, atau emosi. Sifat nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan muntah seringkali terjadi sejak permulaan serangan. Kesadaran biasanya menurun cepat masuk koma ( 65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara 1 sampai dengan 2 jam dari 12% terjadi setelah 2 jam, sampai 19 hari (Andra Saferi, 2013). 2. Perdarahan subaraknoid (PSA) Pada klien dengan PSA didapatkan gejala prodnormal berupa nyeri kepala hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi. Ada gejala atau tanda rangsangan meningel. Edema papil dapat arteri komunikasi anterior atau arteri karotis interna. Gejala neurologis yang timbul tergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan likasinya. Manifestasi klinis Cerebrovasculer Accident (CVA) dapat dirubah : a. Kelumpuhan wajar dan anggota badan yang timbul mendadak. b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan. c. Perubahan mendadak status mental d. Afasia ( bicara tidak lancar, kurang ucapan atau kesulitan memahami ucapan). e. Ataksia anggota badan (gangguan gerak tubuh). f. Vertigo, mual, muntah atau nyeri kepala (Andra Saferi, 2013) D. Pathway (terlampir) E. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan radiologis a. CT scan :untuk menetukan infark ataupun perdarahan b. MRI :untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik c. Angogravi serebral:untuk mencari gambar perdarahan seperti aneurisma/ malformasi vesikuler d. Pemeriksaan foto thoraks : dapat memperlihatkan keadan jantung pakah terjadi pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda klinis pada penderita stroke. 2. Pemeriksaan laboratorium a. Pungsi lumbal Pemeriksaan liquor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang kecil biasanya warna liquor masih normal sewaktu hari-hari pertama. b. Pemeriksaan darah kimia Pada strke akut biasanya terjadi hiperglikemi, gula darah mencapai >200 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur kembali. F. Penatalaksanaan Medis Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang mengalami stroke infark maka penatalaksanaan pada klien stroke infark terdiri dari penatalaksanan medis/farmakologi, penatalaksanan keperawatan dan penatalaksanaan diet. 1. Penatalaksanaan medis (Arif Mansjoer, 2000) a. Membatasi atau memulihkan infark akut yang sedang berlangsung dengan menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue – Plasminogen Activator) b. Mencegah perburukan neurologis : Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark yaitu terapi dengan manitol. Ekstensi teritori infark yaitu dengan pemberian heparin. c. Konversi hemorargik yaitu jangan memberikan anti koagulan d. Mencegah stroke berulang dini yaitu dengan heparin. 2. Penatalaksanaan Keperawatan Penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan stroke infark bertujuan untuk mencegah keadaan yang lebih buruk dan komplikasi yang dapat ditimbulkan. Untuk itu dalam merawat pasien stroke perlu diperhatikan faktor-faktor kritis seperti mengkaji status pernafasan, mengobservasi tanda-tanda vital, memantau fungsi usus dan kandung kemih, melakukan kateterisasi kandung kemih, dan mempertahankan tirah baring. 3. Penatalaksanaan Diet Penatalaksanaan nutrisi yang dianjurkan pada klien dengan stroke infark yaitu dengan memberikan makanan cair agar tidak terjadi aspirasi dan cairan hendaknya dibatasi dari hari pertama setelah cedera serebrovaskuler (CVA) sebagai upaya untuk mencegah edema otak, serta memberikan diet rendah garam dan hindari makanan tinggi lemak dan kolesterol. G. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Harus Dikaji 1. Pengkajian - Identitas. Stroke dapat terjadi pada siapapun dan pada usia berapapun tapi 2/3 stroke biasanya terjadi pada usia lebih dari 65 tahun - Keluhan utama Penderita stroke biasanya mengalami sakit kepala yang sangat berat,yang tiba-tiba dan adanya penurunan kesadaran serta abnormalitas pada tanda-tanda vital(Kelemahan anggota gerak sebelah badan,bicara pelo,dan tidak dapat berkomunikasi) - Riwayat penyakit sekarang. Biasanya klien menderita penyakit hipertensi atau DM - Riwayat penyakit keluarga - Timbul secara mendadak dan disebabkan karena gangguan peredaran darah otak,saat klien melakukan aktivitas biasanya nyeri kepala,mual muntah,bahkan mengalami kelumpuhan separoh badan. - Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum Kesadaran : Mengalami penurunan kesadaran/lemah Suara : Kadang mengalami gangguan bicara yang sukar di mengerti b. Body system Sistem pernapasan I : Terdapat penapasan cuping hidung P : Menggunakan otot bantu pernapasan P : Sonor A : Terdapat ronchi Sistem kardiovaskuler I : Ictus cordis kadang tampak P : Ictus cordis teraba pada ICS 4-5 P : Redup A : Ada suara tambahan (mur-mur) Sistem integument Kulit : Klien tampak pucat karena kurang O2 dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit menurun Kuku : Adanya cianosis Sistem eliminasi alvi. Biasanya terjadi konstipasi Sistem eliminasi uri. Terdapat inkontinesia uri Sistem muskuluskletal. Klien biasanya kejan otot/ nyri otot Sistem neurologi a. Pemeriksaan sensori. Penglihatan kabur, pendengaran menurun b. Motorik. Terjadi kelumpuhan, kelemahan pada salah satu tubuh H. Diagnosa Keperawatan Dan Prioritas Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen kurang Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiperesi
I. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan bersihan jalan napas kembali efektif Kriteria hasil : menunjukkan perilaku mencapai bersihan jalan napas, Menunjukkan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tidak ada dispnea, sianosis Intervensi: 1. Kaji frekwensi/ kedalaman pernapasan dan gerakan dada R/ takipnea, pernapasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada 2. Auskultasi area paru, catat area penurunan/ tak ada aliran udara dan bunyi napas adventisius R/ penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi napas bronkil dapat pula terjadi pada area konsolidasi 3. Bantu klien latihan napas sering R/ napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru/ jalan napas lebih kecil 4. Penghisapan sesuai indikasi R/ merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada klien yang tak mampu melakukan karena batuk tak efektif atau penurunan tingkat kesadaran 5. Berikan obat sesuai indikasi: ekspektoran, bronkodilator R/ alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobolisasi sekret 2. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri terkontrol Kriteria Hasil : keluhan nyeri menurun/berkurang, pasien tampak tenang, skala nyeri 1-3 Intervensi : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri. R/ Untuk mengetahui lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, faktor presipitasi nyeri. 2. Identifikasi respons nyeri non verbal R/ Untuk memudahkan manajemen nyeri yang akan diberikan kepada pasien. 3. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri R/ Agar pasien mengetahui informasi tentang nyeri yang dirasakan 4. Ajarkan teknis nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri. R/ Agar pasien mampu mengontrol nyerinya secara mandiri 5. Kolaborasi pemberian analgetik R/ Untuk mengurangi rasa nyeri pasien 3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen berkurang Tujuan : meningkatkan perfusi jaringan dan oksigenasi serebral setelah dilakukan tindakan keperwatan Kriteria hasil: fungsi neurologis normal, sirkulasi darah ke otak normal Intervensi : 1. Pantau dan catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya R/ mengetahui tingkat keadaan dan potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi luas dan kemajuan resolusi kerusakan SSP. 2. Pantau adanya hipertensi/ hipotensi bandingkan tekanan darh yang terbaca pada kedua tangan R/ variasi mungkin terjadi oleh karena tekanan/ trauma serebral pada daerah vasomotor otak. Hipertensi/ hipotensi potensal dapat menjadi faktor pencetus. 3. Pantau frekwensi dan irama jantung R/ perubahan trauma akibat adanya bradikardi dapat terjadi sebagai akibat adanya kerusakan otak disritmia dan mur-mur mungkin mencerminkan adanya penyakit jantung. 4. Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dalam posisi anatomis R/ menurunkan tekanan darah arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral. 5. Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksinya R/ reaksi pupil diatur oleh sarafkranialis okulomotorius (III) dan berguna dalam menetukan apakah batang otak tersebut masih baik. 6. Kolaborasi dengan dokter - Antikoagulasi seperti hepamin, natrium varvarin R/ dapat digunakan untuk meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral dan dapat encegah pembentukan saat embolus/ thrombus - Anti hipertensi R/ hipertensi lama/ kronis memerlukan penanganan yang hati- hati 4. Gangguan mobilisasi berhubungan dengan hemiperesi Tujuan : klien mampu melakukan aktifitas fisik dengan baik Kriteria hasil : bertambahnya kekuatan otot, tidak terjadi kontraktur sendi Intervensi : 1. Beri penjelasan pada klien dan keluarga tentang terapi yang akan dilakukan R/ dengan pengetahuan yang cukup diharapkan dapat mempermudah selama proses perawatan 2. Rubah posisi tiap 2 jam sekali R/ menurunkan resiko terjadi iskemi jaringan akibat sirkulasi darah yang buruk pada daerah yang tertekan 3. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang tidak sakit R/ gerak aktif memberi massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan 4. Ajarkan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit R/ otot akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih digerakkan 5. Bantu kien maju dari ROM aktif sesuai indikasi R/ dengan memadukan latihan ROM kedalam rutinitas sehari-hari dapat memberikan dorongan pada mereka untuk melakukan ROM secara teratur. WOC CVA