ENSEFALITIS CEREBRAL
Oleh :
Mifta Huljannah, S.Ked.
H1AP15050
Pembimbing:
dr. Hasymi Hanafiah, Sp.S.
i
HALAMAN PENGESAHAN
NPM : H1AP15050
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
PENDAHULUAN...................................................................................................6
LAPORAN KASUS.................................................................................................8
2.1. Identitas.....................................................................................................8
2.5. Resume....................................................................................................17
2.6. Diagnosis.................................................................................................18
2.7. Tatalaksana..............................................................................................18
iv
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................21
3.3.1. Anatomi............................................................................................21
3.3.2. Fisiologi...........................................................................................24
3.2.1. Definisi.............................................................................................28
3.2.2. Etiologi.............................................................................................28
3.2.9. Komplikasi.......................................................................................42
PEMBAHASAN....................................................................................................44
KESIMPULAN......................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................47
v
BAB I
PENDAHULUAN
Ensefalitis mencakup berbagai variasi dari ringan sampai yang parah sekali
dengan koma dan kematian. Proses radangnya terbatas pada jaringan otak saja ,
tetapi hamper selalu mengenai selaput otak. Manifestasi utama berupa konvulsi ,
gangguan kesadaran, hemiparesis paralysis bulbaris, gejala-gejala seleberal dan
nyeri kepala. Biasanya ensefalitis virus dibagi dalam tiga kelompok , yaitu
ensefalitis primer yang biasa disebabkan oleh infeksi virus kelompok herpes
simplek, virus influenza ECHO, Coxackie, dan virus arbo. Ensefalitis sekunder
yang belum diketahui penyebabnya . dan ensefalitis para-infeksiosa yaitu yang
6
timbul sebagai komplikasi dari virus seperti rubeola, varisela, herpes zoster,
parotitisepidemika, mononucleosis infeksiosa dan vaksinasi. Menurut statistik dari
214 ensefalitis primer yang disebabkan oleh virus yang dikenal mencakup 19%.
Ensefalitisi primer yang dengan penyebab yang tidak diketahui dan ensefalitis
para –infeksiosa masing-masing mencakup 40% dan 41% dari semua kasus
ensefalitis.
7
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Identitas
Nama : Tn. ED
Umur : 23 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : TNI
Alamat : Muko-Muko
Agama : Islam
Nomor RM : 834109
Masuk RS : 04-03-2021 pk. 06.30 WIB
Pemeriksaan : 05-03-2021 pk. 08.00 WIB
8
Setelah kejang pasien tidak sadarkan diri dan langsung dibawa ke IGD
RSUD dr. M. Yunus Bengkulu. Riwayat 1 minggu SRMS pasien mengalami
sakit kepala hebat dan muntah menyemprot 1x. Riwayat demam disangkal.
11
a. Gerakan bola mata
Kiri : atas (-/-), bawah (-/-), lateral (-/-), medial (-/-),
atas lateral (-/-), atas medial (-/-), bawah lateral
(-/-), bawah medial (-/-)
Kanan : dalam batas normal
b. Ptosis : (-/+)
c. Pupil : Anisokor, bulat, 2mm/4mm
e. Refleks Pupil
Refleks cahaya langsung : (+/-)
Refleks cahaya tidak langsung : (+/-)
4. N-V (Trigeminus)
a. Sensorik
N-V1 (ophtalmicus) : (+) / (-)
N-V2 (maksilaris) : (+) / (+)
N-V3 (mandibularis) : (+) / (+)
(+) pasien dapat menunjukkan tempat rangsang raba
(-) pasien tidak dapat menunjukkan tempat rangsang raba
b. Motorik : m.masseter dan m.temporalis teraba.
c. Refleks kornea : normal
5. N-VII (Fasialis)
a. Sensorik (indra pengecap) : dalam batas normal
b. Motorik
Angkat alis : (+/+), terlihat simetris kanan dan kiri
Menutup mata : (+/+)
Menggembungkan pipi : kanan (baik), kiri (baik)
Menyeringai : kanan (baik), kiri (baik)
Gerakan involunter : (-/-)
6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
Nistagmus : tidak ditemukan
12
Tes Romberg : tidak dilakukan pemeriksaan
b. Pendengaran
Pemeriksaan Garpu tala : tidak dilakukan pemeriksaan
7. N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
a. Refleks menelan : baik
b. Refleks batuk : baik
c. Perasat lidah (1/3 anterior) : tidak dilakukan pemeriksaan
d. Refleks muntah : normal
e. Posisi uvula : normal; deviasi (-)
f. Posisi arkus faring : simetris
8. N-XI (Aksesorius)
a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : (+/+)
b. Kekuatan M. Trapezius : (+/+)
9. N-XII (Hipoglosus)
a. Tremor lidah : (-)
b. Atrofi lidah : (-)
c. Ujung lidah saat istirahat : (-)
d. Ujung lidah saat dijulurkan : tidak ada deviasi
e. Fasikulasi : (-)
d. Pemeriksaan Motorik
Kanan Kiri Ket
Ekstremitas atas
Motorik
13
Kekuatan 3 5 Hemiparese
Gerak Terbatas Normal dekstra
Tonus Hipertonus Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
Refleks fisiologi
Biseps (++) (+)
Triseps (++) (+)
Refleks patologis
Hoffman Tromer (-) (-)
Ekstremitas bawah
Motorik
Kekuatan 3 5 Hemiparese
Gerak Terbatas Normal desktra
Tonus Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
Refleks fisiologiPatella
Achiles (+) (+)
Reflex patologis
Babinski (+) (+)
Chaddock (-) (-)
Sensibilitas
Rasa suhu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rasa nyeri (+) (+)
Rasa raba (+) (+)
15
Kesan :
- Perdarahan intraventrikuler yang mengisi cornu posterior ventrikel
lateralis bilateral
16
- Perdarahan subarachnoid minimal yang mengisi sulci corticalis lobus
temporalis kiri dan parietalis kanan
- Hidrosefalus
- Atrofi cerebri
2.5. Resume
Seorang wanita Ny R, 81 tahun rujukan dari RS Arga Makmur, datang ke
Instalasi Gawat Darurat RS. M. Yunus dengan keluhan penurunan kesadaran.
Pasien sudah dirawat 5 hari di RS arga makmur. Pasien mengalami penurunan
kesadaran sejak ± 4 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS) setelah kejang 1x.
Mual (+), muntah (+), sakit kepala (+), bicara pelo (-), demam (-). Pasien juga
mengeluh lemah di badan sebelah kanan. BAK tidak ada keluhan. Pasien belum
BAB sejak 5 hari SMRS.
Berdasarkan keterangan keluarga, pasien tidak memiliki riwayat penyakit
hipertensi, diabetes mellitus, ataupun riwayat stroke sebelumnya. Kebiasaan
minum obat rutin disangkal.
Pemeriksaan fisik status generalis ditermukan adanya hipertensi.
Pemeriksaan status neurologis ditemukan adanya hemiparese dekstra, afasia
sensorik, ptosis dan midriasis mata kiri, dan gangguan gerakan bola mata kiri.
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan peningkatan nilai natrium
menjadi 130 mmol/L, pemeriksaan lainnya dalam batas normal.
Pemeriksaan CT-Scan kepala tanpa kontras menunjukkan bukti adanya
perdarahan di daerah iintraventrikuler yang mengisi cornu posterior ventrikel
lateralis bilateral dan ruang subarachnoid minimal yang mengisi sulci corticalis
lobus temporalis kiri dan parietalis kanan, serta adanya hidrosefalus dan atrofi
cerebri.
17
2.6. Diagnosis
Diagnosis Klinis : Kejang, Hemiparese dekstra, afasia sensorik,
cephalgia, vomitus, ptosis sinistra, midriasis sinistra,
gangguan gerakan bola mata sinistra, hipertensi grade
II.
Diagnosis Etiologi : Stroke Hemoragik dan Hidrosefalus
Diagnosis Topis : Intraventrikuler, Subarachnoidea (sulci corticalis lobus
temporalis kiri dan parietalis kanan)
2.7. Tatalaksana
- Stabilitas jalan nafas (posisi kan kepala 30 derajat)
- Stabilitas hemodinamik : infuse kristaloid Ringer Laktat 20 gtt/m
- Pengendalian tekanan intracranial (Manitol 4x125 mg)
- Analgetik (Ketorolac 3x30 mg)
- Gastroprotektor (Omeprazole 1x40 mg)
- Manajemen Hipertensi (Amlodipin 1x5 mg, Candesartan 1x8 mg)
- Pengendalian perdarahan (Asam Tranexamat 3x100 mg)
- Neuroprotektor (Citicoline 3x250 mg, Piracetam 1x12 mg)
- Antibiotik (Ceftriaxone 2x1 gr)
- Pasang NGT dan Kateter
- Rawat di Unit Stroke
2.8. FOLLOW UP
Tanggal S A P
27-01- S: Sakit kepala, lemah tangan Hemiparese dekstra, - Monitor keadaan umum, vital sign
18
2021 dan kaki kanan, mata kiri cephalgia, kaku kuduk, dan neurologis
tidak bisa dibuka ptosis sinistra e.c - IVFD RLgtt xx/menit
O: Sens: Apatis Stroke Hemoragik + - Inj. Manitol 4 x 125 mg (IV)
TD: 130/80 mmHg Hidrosefalus - Inj Ketorolac 3x30 mg (IV)
HR: 68 x/menit - Inj. Omeprazole 1 x 40 mg (IV)
RR: 21x/ menit - Amlodipine tab 1x5 mg (PO)
Temp: 36.7 0C - Candesartan 1 x 8 gr (PO)
Kaku kuduk (+) - Inj. Asam tranexamat 3x500 mg (IV)
Mata : Ptosis (-/+) - Inj. Citicoline 3x250 mg (IV)
Pupil anisokor, 2mm/4mm - Inj. Piracetam 1x12 mg (IV)
Gerakan bola mata kiri - Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g (IV)
terbatas
Kekuatan Motorik : 3 5
3 5
Refleks Babinski (+)
28-01- S: Sakit kepala, lemah Hemiparese dekstra, - Monitor keadaan umum, vital sign
2021 tangan dan kaki kanan, mata cephalgia, kaku kuduk, dan neurologis
kiri tidak bisa dibuka ptosis sinistra e.c - IVFD RLgtt xx/menit
O: Sens: Compos Mentis Stroke Hemoragik + - Inj. Manitol 3 x 125 mg (IV)
TD: 120/70 mmHg Hidrosefalus - Inj Ketorolac 3x30 mg (IV)
HR: 84 x/menit - Inj. Omeprazole 1 x 40 mg (IV)
RR: 21x/ menit - Amlodipine tab 1x5 mg (PO)
Temp: 36.70C - Candesartan 1 x 8 gr (PO)
Kaku kuduk (+) - Inj. Asam tranexamat 3x500 mg (IV)
Mata : Ptosis (-/+) - Inj. Citicoline 3x250 mg (IV)
Pupil anisokor, 2mm/4mm - Inj. Piracetam 1x12 mg (IV)
Gerakan bola mata kiri - Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g (IV)
terbatas
Kekuatan Motorik : 4 5 R/ Konsul Bagian Bedah Saraf a.i.
4 5 Hidrosefalus
19
Refleks Babinski (+)
29-01- S: Sakit kepala, kiri tidak Cephalgia, kaku - Monitor keadaan umum, vital sign
2021 bisa dibuka. kuduk, ptosis sinistra dan neurologis
O: Sens: Compos Mentis e.c Stroke Hemoragik - IVFD RLgtt xx/menit
TD: 100/70 mmHg + Hidrosefalus - Inj. Manitol 2 x 125 mg (IV)
HR: 88 x/menit - Inj Ketorolac 3x30 mg (IV)
RR: 22 x/ menit - Inj. Omeprazole 1 x 40 mg (IV)
Temp: 36.7 0C - Amlodipine tab 1x5 mg (PO)
Kaku kuduk (+) - Candesartan 1 x 8 gr (PO)
Mata : Ptosis (-/+) - Inj. Asam tranexamat 3x500 mg (IV)
Pupil anisokor, 2mm/4mm - Inj. Citicoline 3x250 mg (IV)
Gerakan bola mata kiri - Inj. Piracetam 1x12 mg (IV)
terbatas - Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g (IV)
Kekuatan Motorik : 5 5
5 5 R/ Saran dari bagian bedah saraf: VP
Refleks Babinski (+) Shunt
20
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
21
beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang- cabang yang lebih kecil menembus
ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-cabang arteri
serebri lainya.3
Otak dibagi kedalam lima kelompok utama, yaitu :
1. Telensefalon (end brain), terdiri atas:
Hemisfer serebri yang disusun oleh korteks serebri, system limbic, basal
ganglia dimana basal ganglia disusun oleh nucleus kaudatum, nucleus
klaustrum dan amigdala.
2. Diensefalon (interbrain) yang terbagi menjadi epitalamus, thalamus,
subtalamus, dan hipotalamus.
3. Mesensefalon (mid brain) corpora quadrigemina yang memiliki dua
kolikulus yaitu kolikulus superior dan kolikulus inferior dan terdiri dari
tegmentum yang terdiri dari nucleus rubra dan substansianigra
4. Metensefalon (after brain), pons dan medulla oblongata
5. Cerebellum
22
anterior), sepasang arteri serebri media posterior dan arteri komunikans posterior
(yang menghubungkan arteri serebri media dan posterior) kanan dan kiri.
Anyaman arteri ini terletak di dasar otak. Anastomosis antara arteri serebri interna
dan arteri karotis eksterna di daerah orbita, masing-masing melalui arteri
oftalmika dan arteri fasialis ke arteri maksilaris eksterna. Hubungan antara sitem
vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh darah ekstrakranial). Selain itu
masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut, sehingga
menurut Buskrik tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak.
Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang
mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena
eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke
sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui
vena-vena jugularis dicurahkan menuju ke jantung.3
23
Gambar 3.2. Sirkulus Willisi.2
3.3.2. Fisiologi
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-
fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat
sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke
atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang
berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan
serabut-serabut saraf ke target organ.
24
Otak dibagi menjadi beberapa bagian:
A. Cerebrum
Merupakan bagian otak yang memenuhi sebagian besar dari otak kita yaitu
7/8 dari otak.
Mempunyai 2 bagian belahan otak yaitu otak besar belahan kiri yang
berfungsi mengatur kegaiatan organ tubuh bagian kanan. Kemudian otak
besar belahan kanan yang berfungsi mengatur kegiatan organ tubuh bagian
kiri.
Bagian kortex cerebrum berwarna kelabu yang banyak mengandung badan sel
saraf. Sedangkan bagian medulla berwarna putih yang bayak mengandung
dendrite dan neurit. Bagian kortex dibagi menjadi 3 area yaitu area sensorik
yang menerjemahkan impuls menjadi sensasi. Kedua adalah area motorik
yang berfungsi mengendalikan koordinasi kegiatan otot rangka. Ketiga adalah
area asosiasi yang berkaitasn dengan ingatan, memori, kecedasan,
nalar/logika,kemauan.
Mempunyai 4 macam lobus yaitu:
Lobus frontal berfungsi sebagai pusat penciuman, indera peraba.
Lobus temporal berungsi sebagai pusat pendengaran
Lobus oksipetal berfungsi sebagai pusat pengliihatan.
Lobus parietal berfungsi sebagai pusat ingatan, kecerdasan, memori,
kemauan, nalar, sikap.
25
B. Mesencephalon
Merupakan bagian otak yang terletak di depan cerebellum dan jembatan
varol.
Berfungsi sebagai pusat pengaturanan refleks mata, refleks penyempitan
pupil mata dan pendengaran.
C. Diencephalaon
Merupakan bagian otak yang terletak dibagian atas dari batang otak dan di
depan mesencephalon.
Terdiri dari talamus yang berfungsi untuk pemancar bagi impuls yang
sampai di otak dan medulla spinalis.
Bagian yang kedua adalah hipotalamus yang berfungsi sebagai pusat
pengaturan suhu tubuh, selera makan dan keseimbangan cairan tubuh,
rasalapar, sexualitas, watak,emosi.
D. Cerebellum
Merupakan bagian otak yang terletak di bagian belakang otak besar.
Berfungsi sebagai pusat pengaturan koordinasi gerakan yang disadari dan
keseimbangan tubuh serta posisi tubuh.
Terdapat 2 bagian belahan yaitu belahan cerebellum bagian kiri dan
belahan cerebellum bagian kanan yang dihubungkan dengan jembatan
varoli yang berfungsi untuk menghantarkan impuls dari otot-otot belahan
kiri dankanan.
E. Medulla oblongata
Disebut juga dengan sumsum lanjutan atau penghubung atau batang otak.
Susunan kortexmya terdiri dari neeurit dan dendrite dengan warna putih dan
bagian medulla terdiri dari badan sel saraf dengan warna kelabu.
26
Berfungsi sebagai pusat pengaturan ritme respirasi, denyut jantung,
penyempitan dan pelebaran pembuluh darah, tekanan darah, gerak alat
pencernaan, menelan, batuk, bersin,sendawa.
F. Medullaspinalis
Disebut dengan sumsum tulang belakang dan terletak di dalam ruas-ruas
tulang belakang yaitu ruas tulang leher sampai dengan tulang pinggang
yang kedua.
Berfungsi sebagai pusat gerak refleks dan menghantarkan impuls dari
organ ke otak dan dari otak ke organ tubuh.
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem
vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian
posterior hemisfer. Aliran darah di otak dipengaruhi terutama 3 faktor. Dua faktor
yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-
kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga,
adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya
(kemampuan untuk membeku). Dari faktor pertama, yang terpenting adalah
tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor
kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan
darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya
akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak
(yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).4
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di
antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap
diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta
suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya
bila tekanan darah parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka
terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan darah yang tinggi mengurangi aliran
darah otak. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya
trombosis, aliran darah lambat, akibat aliran darah otak menurun.4
27
3.2. Stroke Hemoragik
3.2.1. Definisi
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang
secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke
yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.5
3.2.2. Etiologi
Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:6
Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
Ruptur kantung aneurisma
Ruptur malformasi arteri dan vena
Trauma
Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan
fungsi hati, komlikasi obat trombolitik atau anti koagulan,
hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
Perdarahan primer atau sekunder dari tumorotak.
Septik embolisme, myotikaneurisma
Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri
vertebral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis
3.2.3. Faktor Resiko
Faktor yang berperan dalam meningkatkan resiko terjadinya stroke
hemoragik dijelaskan dalam tabel berikut :7
Tabel 1. Faktor Risiko Stroke
28
3.2.4. Patogenesis Stroke Haemorragik
1. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan
darah tinggi kronis melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek.
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat
lahir, luka, tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan
perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi.
Penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan
intraserebral.7
2. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala.
Namun, perdarahan karena cedera kepala menyebabkan gejala yang
berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.7
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara
spontan yaitu, ketika perdarahan bukan merupakan hasil dari kekuatan-
kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh. Sebuah perdarahan
spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah
arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang
lemah dari dinding arteri itu.7 Aneurisma biasanya terjadi di percabangan
arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat
29
berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana tekanan
darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan
subaraknoid adalah hasil dari aneurisma kongenital.8
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan
subaraknoid dari pecahnya koneksi abnormal antara arteri dan vena
(malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak. Sebuah malformasi arteri
dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya diidentifikasi
jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada
katup jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang
memasok otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang.arteri
kemudian dapat melemah dan pecah.7
30
Aneurisma ini terjadi pada titik bifurkasio arteri intrakranial. Lokasi
tersering aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior (40%),
bifurkasio arteri serebri media di fisura sylvii (20%), dinding lateral
arteri karotis interna (pada tempat berasalnya arteri oftalmika atau
arteri komunikans posterior 30%), danbasilar tip (10%).Aneurisma
dapat menimbulkan deficit neurologis dengan menekan struktur
disekitarnya bahkan sebelum rupture. Misalnya, aneurisma pada arteri
komunikans posterior dapat menekan nervus okulomotorius,
menyebabkan paresis saraf kranial ketiga (pasien mengalami dipopia).
b. Aneurisma Fusiformis
Pembesaran pada pembuluh darah yang berbentuk memanjang disebut
aneurisma fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya terjadi pada
segmen intracranial arteri karotis interna, trunkus utama arteri serebri
31
media, dan arteri basilaris. Aneurisma fusiformis dapat disebabkan
oleh aterosklerosis dan/atau hipertensi. Aneurisma fusiformis yang
besar pada arteri basilaris dapat menekan batang otak. Aliran yang
lambat di dalam aneurisma fusiformis dapat mempercepat
pembentukan bekuan intra-aneurismal terutama pada sisi-sisinya.
Aneurisma ini biasanya tidak dapat ditangani secara pebedahan saraf,
karena merupakan pembesaran pembuluh darah normal yang
memanjang, dibandingkan struktur patologis (seperti aneurisma
sakular) yang tidak memberikan kontribusi pada suplai darah serebral.
c. Aneurisma Mikotik
Aneurisma mikotik umumnya ditemukan pada arteri kecil di otak.
Terapinya terdiri dari terapi infeksi yang mendasarinya dikarenakan
hal ini biasa disebabkan oleh infeksi. Aneurisma mikotik kadang-
kadang mengalami regresi spontan; struktur ini jarang menyebabkan
perdarahan subarachnoid. Malformasi arterivenosa (MAV) adalah
anomaly vasuler yang terdiri dari jaringan pleksiform abnormal tempat
arteri dan vena terhubungkan oleh satu atau lebih fistula. Pada MAV
arteri berhubungan langsung dengan vena tanpa melalui kapiler yang
32
menjadi perantaranya. Pada kejadian ini vena tidak dapat menampung
tekanan darah yang datang langsung dari arteri, akibatnya vena akan
merenggang dan melebar karena langsung menerima aliran darah
tambahan yang berasal dari arteri. Pembuluh darah yang lemah
nantinya akan mengalami ruptur dan berdarah sama halnya seperti
yang terjadi paada aneurisma. MAV dikelompokkan menjadi dua,
yaitu kongenital dan didapat. MAV yang didapat terjadi akibat
thrombosis sinus, trauma, atau kraniotomi.
33
d. Meningismus
e. Mual dan muntah
f. Tanda-tanda perangsangan meningeal, seperti kaku kuduk.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien stroke perlu dilakukan pemeriksaan fisik neurologi
seperti tingkat kesadaran, ketangkasan gerakan, kekuatan otot, refleks
tendon, refleks patologis dan fungsi saraf kranial.
Pemeriksaan tingkat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
yaitu sebagai berikut :
Tabel 1. Glasgow Coma Scale (GCS)
Respon Skor
a. Membuka mata
1) Membuka spontan 4
2) Membuka dengan perintah 3
3) Membuka mata karena rangsang nyeri 2
4) Tidak mampu membuka mata 1
b.Kemampuan bicara
1) Orientasi dan pengertian baik 5
2) Pembicaraan yang kacau 4
3) Pembicaraan tidak pantas dan kasar 3
4) Dapat bersuara, merintih 2
5) Tidak ada suara 1
c.Tanggapan motoric
1) Menanggapi perintah 6
2) Reaksi gerakan lokal terhadap rangsang 5
3) Reaksi menghindar terhadap rangsang nyeri 4
34
4) Tanggapan fleksi abnormal 3
5) Tanggapan ekstensi abnormal 2
6) Tidak ada gerakan 1
Derajat kesadaran :
Kompos mentis = GCS 15-14
Somnolen = GCS 13-8
Sopor = GCS 7-4
Koma = GCS 3
Gangguan ringan ketangkasan gerakan jari-jari tangan dan kaki dapat dinilai
melalui tes yang dilakukan dengan cara menyuruh penderita membuka dan
menutup kancing bajunya. Kemudian melepas dan memakai sandalnya.
Penilaian kekuatan otot dalam derajat tenaga 0 sampai 5 secara praktis
mempunyai kepentingan dalam penilaian kemajuan atau kemunduran orang sakit
dalam perawatan dan bukan suatu tindakan pemeriksaan yang semata-mata
menentukan suatu kelumpuhan.
Pemeriksaan kekuatan otot adalah sebagai berikut :
0 : Tidak ada kontraksi otot
1 : Terjadi kontraksi otot tanpa gerakan nyata
2 : Pasien hanya mampu menggeserkan tangan atau kaki
3 : Mampu mengangkat tangan, tetapi tidak mampu menahan gravitasi
4 : Tidak mampu menahan tangan pemeriksa
5 : Kekuatan penuh
37
((2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x tekanan
darah diastolik) – (3 x atheroma) – 12)
Keterangan:
Kesadaran:Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2
Muntah: tidak = 0 ; ya = 1
Sakit kepala dalam 2 jam: tidak = 0 ; ya = 1
Tanda-tanda ateroma: tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1
(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)
Skor <-1 : Stroke Iskemik
>+1 : Stroke Perdarahan
-1 s/d +1 : meragukan
38
adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan
penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.
2. Stadium Akut
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume
hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus,
dan keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah harus
diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan
sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan
volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan
darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian
dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum
300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25
mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan intracranial meningkat,
posisi kepala dinaikkan 30º, posisi kepala dan dada di satu bidang,
pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan
hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).12
Terapi umum:
a. Letakkan kepala pasien pada posisi 30º, kepala dan dada pada satu
bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap
bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas,
beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas
darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan
kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika
kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter
intermiten).
b. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid
1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan
mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral
hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan
39
menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang
nasogastrik.
c. Kadar gula darah >150 mg/dl harus dikoreksi sampai batas gula
darah sewaktu 150 mg/dl dengan insulin drip intravena kontinu
selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg
% atau < 80 mg/dl dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa
40/dl iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
d. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-
obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan,
kecuali bila tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg,
Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali
pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark
miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan
tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-
beta, penyekat ACE, atau antagonis ;kalsium. Jika terjadi hipotensi,
yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi
NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4
jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi.
Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90
mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan
darah sistolik ≥ 110 mmHg.
e. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3
menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian
antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang
muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka
panjang.
f. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol
bolus intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika
dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk,
40
dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari.
Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai
alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau
furosemid.
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator.
Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada
pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum
berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel
atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL
dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium
(nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun
gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-
vena (arteriovenous malformation, AVM).12
3. Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku,
menelan, terapi wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik).
Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan
penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan
tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan
program preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:
a. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
b. Penatalaksanaan komplikasi,
c. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi,
terapi wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi,
d. Prevensi sekunder
e. Edukasi keluarga dan Discharge Planning
41
3.2.9. Komplikasi
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang
paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut
adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada
pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran
dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal
yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen.2
3.2.10. Prognosis
1. Perdarahan Intraserebral
Prediktor terpenting untuk menilai outcome perdarahan intra
serebri (PIS) adalah volume PIS, tingkat kesadaran penderita
(menggunakan skor Glasgow Coma Scale (GCS), dan adanya darah
intraventrikel. Volume PIS dan skor GCS dapat digunakan untuk
memprediksi tingkat kematian dalam 30 hari dengan sensitivitas sebesar
96% dan spesifitas 98%. Prognosis buruk biasanya terjadi pada pasien
dengan volume perdarahan (>30mL), lokasi perdarahan di fossa posterior,
usia lanjut dan MAP >130 mmHg pada saat serangan. GCS <4 saat
serangan juga bisa memberi prognosis buruk.
Suatu PIS dengan volume >60 mL dan skor GCS ≤ 8 memiliki
tingkat mortalitas sebesar 91% dalam 30 hari, dibanding dengan tingkat
kematian 19% pada PIS dengan volume <30 mL dan GCS skor ≥ 9.
Perluasan PIS ke intraventrikel meningkatkan mortalitas secara umum
menjadi 45% hingga 75%, tanpa memperhatikan lokasi PIS, sebagai
bagian dari adanya hidrosefalus obstruktif akibat gangguan sirkulasi
liquor cerebrospinal (LCS). Pengukuran volume hematom dapat
dilakukan secara akurat dengan CT scan. Secara klinis, edema berperan
dalam efek massa dari hematom, meningkatkan tekanan intrakranial dan
42
pergeseran otak intrakranial. Secara paradoks, volume relatif edema yang
tinggi berhubungan dengan outcome fungsional yang lebih baik, yang
menimbulkan suatu kerancuan apakah edema harus dijadikan target terapi
atau hanya merupakan variabel prognostik.
2. Perdarahan Subarachnoid
Tingkat mortalitas pada tahun pertama dari serangan stroke
hemoragik perdarahan subarachnoid sangat tinggi, yaitu 60%. Sekitar
10% penderita perdarahan subarachnoid meninggal sebelum tiba di RS
dan 40% meninggal tanpa sempat membaik sejak awitan. Perdarahan
ulang juga sangat mungkin terjadi. Rata-rata waktu antara perdarahan
pertama dan perdarahan ulang adalah sekitar 5 tahun.
43
BAB IV
PEMBAHASAN
Keterangan:
Kesadaran : sadar 0, stupor 1, koma 2
Muntah : tidak 0, ya 1
Sakit kepala : tidak 0, ya 1
Penanda ateroma (Hipertensi, DM, dll) : tidak 0, ya 1
Interpretasi:
Nilai > 1 Stroke hemoragik
Nilai < 1 Stroke non hemoragik
44
Perhitungan skor pada pasien laporan kasus ini:
(2,5 x 1) + (2 x 1) + (2 x 1) + (0,1 x 110) – (3x 0) – 12
= 2,5 + 2 + 2 + 11 – 3 – 12
= (2,5) stroke hemoragik
Pada pemeriksaan CT-Scan kepala tanpa kontras didapatkan hasil adanya
perdarahan intraventrikuler yang mengisi cornu posterior ventrikel lateralis
bilateral, perdarahan subarachnoid minimal yang mengisi sulci corticalis lobus
temporalis kiri dan parietalis kanan, Hidrosefalus dan Atrofi cerebri.
Tatalaksana yang diberikan untuk pasien ini terdiri dari :
- Stabilitas jalan nafas (posisi kan kepala 30 derajat)
- Stabilitas hemodinamik : infuse kristaloid Ringer Laktat 20 gtt/m
- Pengendalian tekanan intracranial (Manitol 4x125 mg)
- Analgetik (Ketorolac 3x30 mg)
- Gastroprotektor (Omeprazole 1x40 mg)
- Manajemen Hipertensi (Amlodipin 1x5 mg, Candesartan 1x8 mg)
- Pengendalian perdarahan (Asam Tranexamat 3x100 mg)
- Neuroprotektor (Citicoline 3x250 mg, Piracetam 1x12 mg)
- Antibiotik (Ceftriaxone 2x1 gr)
- Pasang NGT dan Kateter
Prognosis ad vitam pada kasus ini ad bonam, hal ini dipengaruhi oleh
keadaan pasien yang semakin hari semakin membaik. Untuk prognosis ad
fungsionam dubia ad bonam karena sangat tergantung dari ketelatenan pasien
dalam menjalani fisioterapi. Prognosis sanationam dubia ad malam dikarenakan
adanya faktor resiko hipertensi yang butuh kesadaran dan perhatian dari pasien
untuk mengontrolnya.
45
BAB V
KESIMPULAN
46
DAFTAR PUSTAKA
47
13. Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan
perdarahan intraserebral supratentorial dari infark. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347/.
48