Anda di halaman 1dari 48

Laporan Kasus

ENSEFALITIS CEREBRAL

Oleh :
Mifta Huljannah, S.Ked.
H1AP15050

Pembimbing:
dr. Hasymi Hanafiah, Sp.S.

KEPANITRAAN KLINIK SMF NEUROLOGI RSUD DR. M. YUNUS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2021

i
HALAMAN PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Mifta Huljannah, S.Ked.

NPM : H1AP15050

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Judul : ensefalitis cerebral

Bagian : SMF Neurologi

Pembimbing : dr. Hasymi Hanafiah, Sp.S.

Telah menyelesaikan tugas neurologi dalam rangka kepaniteraan klinik di


SMF Neurologi RSUD Dr. M. Yunus Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Bengkulu tahun 2021.

Bengkulu, Maret 2021

Pembimbing

dr. Hasymi Hanafiah, Sp.S.

ii
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT,


pencipta alam semesta, melalui rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tugas
dengan judul “Ensefalitis Cerebral”.
Tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu komponen penilaian
Kepaniteraan Klinik di SMF Neurologi RSUD Dr. M. Yunus Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu tahun 2021.
Pada kesempatan ini Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Hasymi Hanafiah, Sp.S., sebagai pembimbing
yang telah bersedia meluangkan waktu dan telah memberikan bimbingan,
petunjuk serta bantuan dalam penyusunan tugas ini.
2. Teman–teman yang telah memberikan bantuan baik
material maupun spiritual kepada penulis dalam menyusun tugas ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam tugas ini, maka
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak. Penulis sangat
berharap agar tugas ini dapat bermanfaat bagi semua.

Bengkulu, Maret 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii

KATA PENGANTAR............................................................................................iii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iv

PENDAHULUAN...................................................................................................6

LAPORAN KASUS.................................................................................................8

2.1. Identitas.....................................................................................................8

2.2. Data subjektif............................................................................................8

2.2.1. Keluhan Utama:.................................................................................8

2.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang...............................................................8

2.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu...................................................................9

2.2.4. Riwayat Sakit Keluarga..........................................................................9

2.2.4. Riwayat Pengobatan...........................................................................9

2.2.5. Riwayat Kebiasaan.............................................................................9

2.3. Pemeriksaan Fisik......................................................................................9

2.3.1. Status Praesent...................................................................................9

2.3.2. Status Gizi........................................................................................10

2.3.3. Status Generalis................................................................................10

2.3.4. Status Neurologis.............................................................................11

2.4. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................15

2.5. Resume....................................................................................................17

2.6. Diagnosis.................................................................................................18

2.7. Tatalaksana..............................................................................................18

2.8. FOLLOW UP..............................................................................................19

iv
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................21

3.1. Anatomi dan Fisiologi Otak....................................................................21

3.3.1. Anatomi............................................................................................21

3.3.2. Fisiologi...........................................................................................24

3.2. Stroke Hemoragik....................................................................................28

3.2.1. Definisi.............................................................................................28

3.2.2. Etiologi.............................................................................................28

3.2.3. Faktor Resiko...................................................................................28

3.2.4. Patogenesis stroke haemorragik.......................................................29

3.2.5. Patofisiologi Stroke haemorragik.....................................................30

3.2.6. Gejala Klinis....................................................................................33

3.2.7. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang............................................34

3.2.8. Penatalaksanaan Stroke Haemorragik..............................................38

3.2.9. Komplikasi.......................................................................................42

PEMBAHASAN....................................................................................................44

KESIMPULAN......................................................................................................46

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................47

v
BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi adalah invasi dan multiplikasi kuman (mikro-organisme) di dalam


jaringan tubuh. Yang dimaksud kuman ialah bakteri, protozoa, metazoan, dan
virus. Halangan besar bagi kuman untuk menembus tubuh dibentuk oleh
epithelium permukaan tubuh luar dan dalam, yang kita kenal sebagai kulit,
konjungtiva, dan mukosa. Setelah mikroorganisme berhasil menerobos
permukaan tubuh dalam dan luar, ia didapat tiba di susunan saraf pusat melalui
kontinuitum maupun invasihematogenik. Faktor predisposisi infeksi susunan saraf
pusat menyangkut hospes, virulens kuman, atau faktor lingkungan. Klasifikasi
infeksi susunan saraf pusat berdasarkan organ yang terkena peradangan. Radang
pada saraf tepi dinamakan neuritis pada meningen disebut meningitis, pada
medulla spinalis dinamakan myelitis dan pada otak dikenal sebagai ensefalitis.

Infeksi pada otak ensefalitis jarang dikarenakan hanya bacteremia saja,


oleh karena jaringan otak yang sehat cukup resisten terhadap infeksi. Sawar darah
otak itu sangat protektif, namun ia menghadap penetrasi fagosit, antibodi,
antibiotik. Selain itu otak juga tidak memiliki fagosit yang efektif dan juga tidak
memiliki lintasan pembuangan limfatik untuk pemberantasan infeksi bila hal itu
terjadi maka berbeda dengan proses infeksi di luar otak, sekali infeksi terjadi di
otak, ia cenderung menjadi sangat virulen dan destruktif.

Ensefalitis mencakup berbagai variasi dari ringan sampai yang parah sekali
dengan koma dan kematian. Proses radangnya terbatas pada jaringan otak saja ,
tetapi hamper selalu mengenai selaput otak. Manifestasi utama berupa konvulsi ,
gangguan kesadaran, hemiparesis paralysis bulbaris, gejala-gejala seleberal dan
nyeri kepala. Biasanya ensefalitis virus dibagi dalam tiga kelompok , yaitu
ensefalitis primer yang biasa disebabkan oleh infeksi virus kelompok herpes
simplek, virus influenza ECHO, Coxackie, dan virus arbo. Ensefalitis sekunder
yang belum diketahui penyebabnya . dan ensefalitis para-infeksiosa yaitu yang

6
timbul sebagai komplikasi dari virus seperti rubeola, varisela, herpes zoster,
parotitisepidemika, mononucleosis infeksiosa dan vaksinasi. Menurut statistik dari
214 ensefalitis primer yang disebabkan oleh virus yang dikenal mencakup 19%.
Ensefalitisi primer yang dengan penyebab yang tidak diketahui dan ensefalitis
para –infeksiosa masing-masing mencakup 40% dan 41% dari semua kasus
ensefalitis.

Penulisan laporan kasus ini ditujukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan


klinik di Bagian Saraf RSUD DR. M. Yunus Bengkulu dan meningkatkan
pemahaman dan pengetahuan mahasiswa/mahasiswi kedokteran khususnya
tentang “Ensefalitis Cerebral”.

7
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas
Nama : Tn. ED
Umur : 23 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : TNI
Alamat : Muko-Muko
Agama : Islam
Nomor RM : 834109
Masuk RS : 04-03-2021 pk. 06.30 WIB
Pemeriksaan : 05-03-2021 pk. 08.00 WIB

2.2. Data subjektif


2.2.1. Keluhan Utama:
Penurunan kesadaran setelah kejang 1x sejak ± 4 jam SMRS .
Keluhan Tambahan:
Mual (+), muntah (+), sakit kepala (+), kejang (+), mata kiri tidak bisa
dibuka, Setelah kejang pasien mengeluhkan pasien sulit diajak bicara.

2.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien dirujuk dari RS Arga makmur dengan penurunan kesadaran
sejak 4 jam SMRS. Awalnya pasien datang ke IGD RS Arga Makmur
dengan keluhan kelemahan sesisi tubuh sebelah kanan secara tiba-tiba sejak
± 5 hari SMRS pada saat pasien sedang duduk sehabis dari kamar mandi.
Kemudian pasien tampak mengantuk dan mata kirinya menutup dan tidak
bisa dibuka. Pasien masih bisa diajak bicara namun tidak nyambung. Pada
saat dibawa ke IGD RS Arga Makmur, tekanan darah pasien 220/110
mmHg. 2 hari dirawat di RS Arga Makmur pasien mengalami kejang 1x,
durasi kejang ± 15 menit, kejang berupa kaku dan kelonjotan seluruh tubuh.

8
Setelah kejang pasien tidak sadarkan diri dan langsung dibawa ke IGD
RSUD dr. M. Yunus Bengkulu. Riwayat 1 minggu SRMS pasien mengalami
sakit kepala hebat dan muntah menyemprot 1x. Riwayat demam disangkal.

2.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat Hipertensi (-)
- Riwayat Diabetes Mellitus (-)
- Riwayat Stroke (-)
- Riwayat Trauma Kepala (-)
- Riwayat Kejang (+) sejak ± 4 jam SMRS
- Riwayat Tumor (-)

2.2.4. Riwayat Sakit Keluarga


Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal yang
serupa dengan pasien, riwayat Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), riwayat
sakit jantung (-), riwayat stroke (-).

2.2.4. Riwayat Pengobatan


Pasien tidak memiliki riwayat minum obat rutin.

2.2.5. Riwayat Kebiasaan


Pasien tidak memiliki kebiasaan menjaga pola makan yang sehat, selain
itu, pasien juga jarang berolahraga dan beraktifitas fisik lainnya. Kebiasaan
merokok dan mengkonsumsi alcohol disangkal oleh pasien.

2.3. Pemeriksaan Fisik


2.3.1. Status Present
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Apatis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 68 x/menit
Frek. Napas : 21 x/menit
9
Suhu : 36,7°C

2.3.2. Status Gizi


Berat badan : ±60 kg
Tinggi badan :±160 cm
IMT : 23,4 kg/m2 (Overweight)

2.3.3. Status Generalis


Kepala : Normocephalic, jejas (-), rambut tidak rontok
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Sekret (-)
Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (-), deviasi septum (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-)
Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-)
Thorax
Paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis.
Retraksi sela iga dan supraklavikula (-)
Penggunaan otot bantu nafas (-)
Palpasi : Stemf remitus dextra sinistra simetris normal.
Ekspansi dinding dada dextra sinistra simetris normal.
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru.
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di linea midklavikula sinistra ICS V,
thrill (-)
Pekusi : Batas kanan jantung ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri jantung ICS V linea midklavikula sinistra
Batas atas jantung ICS II linea parasternalis sinistra
Auskutasi : S1 dan S2 (+) normal, reguler, gallop (-), murmur (-)
10
Abdomen
Inspeksi : Datar, sikatrik (-), jejas (-)
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani disemua regio abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Nyeri ketok CVA: (-/-)
Nyeri suprapubik: (-)
Eks.Superior : Akral hangat, pitting edema (-), CRT < 2 detik
Eks.Inferior :Akral hangat, pitting edema (-), CRT < 2 detik

2.3.4. Status Neurologis


a. Kesadaran : Apatis
GCS : E3M6V4= 13
Gerakan abnormal : Tidak ada
b. Tanda Rangsang Meningeal
1. Kaku kuduk : + (ditemukan tahanan pada tengkuk)
2. Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
3. Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
4. Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sebelum mencapai
135º/tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135º)
5. Laseque : -/- (tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70o/tidak
timbul tahanan sebelum mencapai 70o)
c. Nervus Cranialis
1. N-I (Olfaktorius) : Tidak ada gangguan penciuman
2. N-II (Optikus)
a. Visus : dalam batas normal
b. Warna : dalam batas normal
c. Funduskopi : tidak dilakukan pemeriksaan
d. Lapang pandang : terbatas pada mata kiri
3. N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)

11
a. Gerakan bola mata
Kiri : atas (-/-), bawah (-/-), lateral (-/-), medial (-/-),
atas lateral (-/-), atas medial (-/-), bawah lateral
(-/-), bawah medial (-/-)
Kanan : dalam batas normal
b. Ptosis : (-/+)
c. Pupil : Anisokor, bulat, 2mm/4mm
e. Refleks Pupil
 Refleks cahaya langsung : (+/-)
 Refleks cahaya tidak langsung : (+/-)
4. N-V (Trigeminus)
a. Sensorik
 N-V1 (ophtalmicus) : (+) / (-)
 N-V2 (maksilaris) : (+) / (+)
 N-V3 (mandibularis) : (+) / (+)
(+)  pasien dapat menunjukkan tempat rangsang raba
(-)  pasien tidak dapat menunjukkan tempat rangsang raba
b. Motorik : m.masseter dan m.temporalis teraba.
c. Refleks kornea : normal
5. N-VII (Fasialis)
a. Sensorik (indra pengecap) : dalam batas normal
b. Motorik
 Angkat alis : (+/+), terlihat simetris kanan dan kiri
 Menutup mata : (+/+)
 Menggembungkan pipi : kanan (baik), kiri (baik)
 Menyeringai : kanan (baik), kiri (baik)
 Gerakan involunter : (-/-)
6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
 Nistagmus : tidak ditemukan

12
 Tes Romberg : tidak dilakukan pemeriksaan
b. Pendengaran
 Pemeriksaan Garpu tala : tidak dilakukan pemeriksaan
7. N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
a. Refleks menelan : baik
b. Refleks batuk : baik
c. Perasat lidah (1/3 anterior) : tidak dilakukan pemeriksaan
d. Refleks muntah : normal
e. Posisi uvula : normal; deviasi (-)
f. Posisi arkus faring : simetris
8. N-XI (Aksesorius)
a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : (+/+)
b. Kekuatan M. Trapezius : (+/+)
9. N-XII (Hipoglosus)
a. Tremor lidah : (-)
b. Atrofi lidah : (-)
c. Ujung lidah saat istirahat : (-)
d. Ujung lidah saat dijulurkan : tidak ada deviasi
e. Fasikulasi : (-)

d. Pemeriksaan Motorik
Kanan Kiri Ket
Ekstremitas atas
Motorik
13
Kekuatan 3 5 Hemiparese
Gerak Terbatas Normal dekstra
Tonus Hipertonus Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
Refleks fisiologi
Biseps (++) (+)
Triseps (++) (+)
Refleks patologis
Hoffman Tromer (-) (-)

Ekstremitas bawah
Motorik
Kekuatan 3 5 Hemiparese
Gerak Terbatas Normal desktra
Tonus Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
Refleks fisiologiPatella
Achiles (+) (+)
Reflex patologis
Babinski (+) (+)
Chaddock (-) (-)
Sensibilitas
Rasa suhu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rasa nyeri (+) (+)
Rasa raba (+) (+)

e. Kordinasi cara berjalan dan keseimbangan


1. Romberg Test : sulit dinilai
2. Tandem Walking : sulit dinilai
3. Finger to Finger Test : normal
4. Finger to Nose Test : normal
14
f. Sistem Otonom
Miksi : Baik dengan kateter
Defekasi : Konstipasi (+) sejak 5 hari SMRS
g. Fungsi Kortikal
1. Atensi : Dalam Batas Normal
2. Konsentrasi : Dalam Batas Normal
3. Disorientasi :+
4. Kecerdasan : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
5. Bahasa : Dalam Batas Normal
6. Memori : Tidak ditemukan gangguan memori
7. Agnosia : Sulit dinilai

2.4. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium Darah (26 Januari 2021)
Pemeriksaan darah Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin 11,3 g/dL 13 – 18 g/dL
Hematokrit 34 % 37 – 47 %
Leukosit 12.800 sel/mm3 4.000 – 10.000 sel/mm3
Trombosit 333.000 sel/mm3 150.000 – 450.000 sel/mm3
GDS 136 mg/dL 70 – 200 mg/dL
Natrium 130 mmol/L 135-145mmol/L
Kalium 3,7 mmol/L 3,4 - 5,3 mmol/L
Chlorida 105 mmol/L 50-200mmol/L
Rapid Covid 19 Non reaktif Non- reaktif

2. Pemeriksaan CT Scan Kepala Tanpa Kontras (26 Januari 2021)

15
Kesan :
- Perdarahan intraventrikuler yang mengisi cornu posterior ventrikel
lateralis bilateral

16
- Perdarahan subarachnoid minimal yang mengisi sulci corticalis lobus
temporalis kiri dan parietalis kanan
- Hidrosefalus
- Atrofi cerebri

2.5. Resume
Seorang wanita Ny R, 81 tahun rujukan dari RS Arga Makmur, datang ke
Instalasi Gawat Darurat RS. M. Yunus dengan keluhan penurunan kesadaran.
Pasien sudah dirawat 5 hari di RS arga makmur. Pasien mengalami penurunan
kesadaran sejak ± 4 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS) setelah kejang 1x.
Mual (+), muntah (+), sakit kepala (+), bicara pelo (-), demam (-). Pasien juga
mengeluh lemah di badan sebelah kanan. BAK tidak ada keluhan. Pasien belum
BAB sejak 5 hari SMRS.
Berdasarkan keterangan keluarga, pasien tidak memiliki riwayat penyakit
hipertensi, diabetes mellitus, ataupun riwayat stroke sebelumnya. Kebiasaan
minum obat rutin disangkal.
Pemeriksaan fisik status generalis ditermukan adanya hipertensi.
Pemeriksaan status neurologis ditemukan adanya hemiparese dekstra, afasia
sensorik, ptosis dan midriasis mata kiri, dan gangguan gerakan bola mata kiri.
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan peningkatan nilai natrium
menjadi 130 mmol/L, pemeriksaan lainnya dalam batas normal.
Pemeriksaan CT-Scan kepala tanpa kontras menunjukkan bukti adanya
perdarahan di daerah iintraventrikuler yang mengisi cornu posterior ventrikel
lateralis bilateral dan ruang subarachnoid minimal yang mengisi sulci corticalis
lobus temporalis kiri dan parietalis kanan, serta adanya hidrosefalus dan atrofi
cerebri.

17
2.6. Diagnosis
Diagnosis Klinis : Kejang, Hemiparese dekstra, afasia sensorik,
cephalgia, vomitus, ptosis sinistra, midriasis sinistra,
gangguan gerakan bola mata sinistra, hipertensi grade
II.
Diagnosis Etiologi : Stroke Hemoragik dan Hidrosefalus
Diagnosis Topis : Intraventrikuler, Subarachnoidea (sulci corticalis lobus
temporalis kiri dan parietalis kanan)

2.7. Tatalaksana
- Stabilitas jalan nafas (posisi kan kepala 30 derajat)
- Stabilitas hemodinamik : infuse kristaloid Ringer Laktat 20 gtt/m
- Pengendalian tekanan intracranial (Manitol 4x125 mg)
- Analgetik (Ketorolac 3x30 mg)
- Gastroprotektor (Omeprazole 1x40 mg)
- Manajemen Hipertensi (Amlodipin 1x5 mg, Candesartan 1x8 mg)
- Pengendalian perdarahan (Asam Tranexamat 3x100 mg)
- Neuroprotektor (Citicoline 3x250 mg, Piracetam 1x12 mg)
- Antibiotik (Ceftriaxone 2x1 gr)
- Pasang NGT dan Kateter
- Rawat di Unit Stroke

2.8. FOLLOW UP
Tanggal S A P
27-01- S: Sakit kepala, lemah tangan Hemiparese dekstra, - Monitor keadaan umum, vital sign

18
2021 dan kaki kanan, mata kiri cephalgia, kaku kuduk, dan neurologis
tidak bisa dibuka ptosis sinistra e.c - IVFD RLgtt xx/menit
O: Sens: Apatis Stroke Hemoragik + - Inj. Manitol 4 x 125 mg (IV)
TD: 130/80 mmHg Hidrosefalus - Inj Ketorolac 3x30 mg (IV)
HR: 68 x/menit - Inj. Omeprazole 1 x 40 mg (IV)
RR: 21x/ menit - Amlodipine tab 1x5 mg (PO)
Temp: 36.7 0C - Candesartan 1 x 8 gr (PO)
Kaku kuduk (+) - Inj. Asam tranexamat 3x500 mg (IV)
Mata : Ptosis (-/+) - Inj. Citicoline 3x250 mg (IV)
Pupil anisokor, 2mm/4mm - Inj. Piracetam 1x12 mg (IV)
Gerakan bola mata kiri - Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g (IV)
terbatas
Kekuatan Motorik : 3 5
3 5
Refleks Babinski (+)

28-01- S: Sakit kepala, lemah Hemiparese dekstra, - Monitor keadaan umum, vital sign
2021 tangan dan kaki kanan, mata cephalgia, kaku kuduk, dan neurologis
kiri tidak bisa dibuka ptosis sinistra e.c - IVFD RLgtt xx/menit
O: Sens: Compos Mentis Stroke Hemoragik + - Inj. Manitol 3 x 125 mg (IV)
TD: 120/70 mmHg Hidrosefalus - Inj Ketorolac 3x30 mg (IV)
HR: 84 x/menit - Inj. Omeprazole 1 x 40 mg (IV)
RR: 21x/ menit - Amlodipine tab 1x5 mg (PO)
Temp: 36.70C - Candesartan 1 x 8 gr (PO)
Kaku kuduk (+) - Inj. Asam tranexamat 3x500 mg (IV)
Mata : Ptosis (-/+) - Inj. Citicoline 3x250 mg (IV)
Pupil anisokor, 2mm/4mm - Inj. Piracetam 1x12 mg (IV)
Gerakan bola mata kiri - Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g (IV)
terbatas
Kekuatan Motorik : 4 5 R/ Konsul Bagian Bedah Saraf a.i.
4 5 Hidrosefalus
19
Refleks Babinski (+)
29-01- S: Sakit kepala, kiri tidak Cephalgia, kaku - Monitor keadaan umum, vital sign
2021 bisa dibuka. kuduk, ptosis sinistra dan neurologis
O: Sens: Compos Mentis e.c Stroke Hemoragik - IVFD RLgtt xx/menit
TD: 100/70 mmHg + Hidrosefalus - Inj. Manitol 2 x 125 mg (IV)
HR: 88 x/menit - Inj Ketorolac 3x30 mg (IV)
RR: 22 x/ menit - Inj. Omeprazole 1 x 40 mg (IV)
Temp: 36.7 0C - Amlodipine tab 1x5 mg (PO)
Kaku kuduk (+) - Candesartan 1 x 8 gr (PO)
Mata : Ptosis (-/+) - Inj. Asam tranexamat 3x500 mg (IV)
Pupil anisokor, 2mm/4mm - Inj. Citicoline 3x250 mg (IV)
Gerakan bola mata kiri - Inj. Piracetam 1x12 mg (IV)
terbatas - Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g (IV)
Kekuatan Motorik : 5 5
5 5 R/ Saran dari bagian bedah saraf: VP
Refleks Babinski (+) Shunt

20
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi dan Fisiologi Otak


3.3.1. Anatomi
Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri
karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna, setelah
memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak
melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum, mempercabangkan
arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri
serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah
bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis. Sistem
vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri
subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis tranversalis di kolumna
vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu
mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas
medula oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri basilaris, dan setelah
mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri
basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang melayani
darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis. Ke 3 pasang
arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan

21
beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang- cabang yang lebih kecil menembus
ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-cabang arteri
serebri lainya.3
Otak dibagi kedalam lima kelompok utama, yaitu :
1. Telensefalon (end brain), terdiri atas:
Hemisfer serebri yang disusun oleh korteks serebri, system limbic, basal
ganglia dimana basal ganglia disusun oleh nucleus kaudatum, nucleus
klaustrum dan amigdala.
2. Diensefalon (interbrain) yang terbagi menjadi epitalamus, thalamus,
subtalamus, dan hipotalamus.
3. Mesensefalon (mid brain) corpora quadrigemina yang memiliki dua
kolikulus yaitu kolikulus superior dan kolikulus inferior dan terdiri dari
tegmentum yang terdiri dari nucleus rubra dan substansianigra
4. Metensefalon (after brain), pons dan medulla oblongata
5. Cerebellum

Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3


sistem kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu: Sirkulus Willisi,
yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri media kanan
dan kiri, arteri komunikans anterior (yang menghubungkan kedua arteri serebri

22
anterior), sepasang arteri serebri media posterior dan arteri komunikans posterior
(yang menghubungkan arteri serebri media dan posterior) kanan dan kiri.
Anyaman arteri ini terletak di dasar otak. Anastomosis antara arteri serebri interna
dan arteri karotis eksterna di daerah orbita, masing-masing melalui arteri
oftalmika dan arteri fasialis ke arteri maksilaris eksterna. Hubungan antara sitem
vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh darah ekstrakranial). Selain itu
masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut, sehingga
menurut Buskrik tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak.
Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang
mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena
eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke
sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui
vena-vena jugularis dicurahkan menuju ke jantung.3

Gambar 3.1. Arteri Meningea, tampak intrakranial.3

23
Gambar 3.2. Sirkulus Willisi.2

Gambar 3.3. Sirkularisasi otak.3

3.3.2. Fisiologi
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-
fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat
sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke
atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang
berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan
serabut-serabut saraf ke target organ.

24
Otak dibagi menjadi beberapa bagian:
A. Cerebrum
 Merupakan bagian otak yang memenuhi sebagian besar dari otak kita yaitu
7/8 dari otak.
 Mempunyai 2 bagian belahan otak yaitu otak besar belahan kiri yang
berfungsi mengatur kegaiatan organ tubuh bagian kanan. Kemudian otak
besar belahan kanan yang berfungsi mengatur kegiatan organ tubuh bagian
kiri.
 Bagian kortex cerebrum berwarna kelabu yang banyak mengandung badan sel
saraf. Sedangkan bagian medulla berwarna putih yang bayak mengandung
dendrite dan neurit. Bagian kortex dibagi menjadi 3 area yaitu area sensorik
yang menerjemahkan impuls menjadi sensasi. Kedua adalah area motorik
yang berfungsi mengendalikan koordinasi kegiatan otot rangka. Ketiga adalah
area asosiasi yang berkaitasn dengan ingatan, memori, kecedasan,
nalar/logika,kemauan.
Mempunyai 4 macam lobus yaitu:
 Lobus frontal berfungsi sebagai pusat penciuman, indera peraba.
 Lobus temporal berungsi sebagai pusat pendengaran
 Lobus oksipetal berfungsi sebagai pusat pengliihatan.
 Lobus parietal berfungsi sebagai pusat ingatan, kecerdasan, memori,
kemauan, nalar, sikap.
25
B. Mesencephalon
 Merupakan bagian otak yang terletak di depan cerebellum dan jembatan

varol.
 Berfungsi sebagai pusat pengaturanan refleks mata, refleks penyempitan
pupil mata dan pendengaran.

C. Diencephalaon
 Merupakan bagian otak yang terletak dibagian atas dari batang otak dan di

depan mesencephalon.
 Terdiri dari talamus yang berfungsi untuk pemancar bagi impuls yang
sampai di otak dan medulla spinalis.
 Bagian yang kedua adalah hipotalamus yang berfungsi sebagai pusat
pengaturan suhu tubuh, selera makan dan keseimbangan cairan tubuh,
rasalapar, sexualitas, watak,emosi.

D. Cerebellum
 Merupakan bagian otak yang terletak di bagian belakang otak besar.
Berfungsi sebagai pusat pengaturan koordinasi gerakan yang disadari dan
keseimbangan tubuh serta posisi tubuh.
 Terdapat 2 bagian belahan yaitu belahan cerebellum bagian kiri dan
belahan cerebellum bagian kanan yang dihubungkan dengan jembatan
varoli yang berfungsi untuk menghantarkan impuls dari otot-otot belahan
kiri dankanan.

E. Medulla oblongata
 Disebut juga dengan sumsum lanjutan atau penghubung atau batang otak.

 Terletak langsung setelah otak dan menghubungkan dengan medulla spinalis,


di depan cerebellum.

 Susunan kortexmya terdiri dari neeurit dan dendrite dengan warna putih dan
bagian medulla terdiri dari badan sel saraf dengan warna kelabu.

26
 Berfungsi sebagai pusat pengaturan ritme respirasi, denyut jantung,
penyempitan dan pelebaran pembuluh darah, tekanan darah, gerak alat
pencernaan, menelan, batuk, bersin,sendawa.

F. Medullaspinalis
 Disebut dengan sumsum tulang belakang dan terletak di dalam ruas-ruas
tulang belakang yaitu ruas tulang leher sampai dengan tulang pinggang
yang kedua.
 Berfungsi sebagai pusat gerak refleks dan menghantarkan impuls dari
organ ke otak dan dari otak ke organ tubuh.
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem
vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian
posterior hemisfer. Aliran darah di otak dipengaruhi terutama 3 faktor. Dua faktor
yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-
kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga,
adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya
(kemampuan untuk membeku). Dari faktor pertama, yang terpenting adalah
tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor
kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan
darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya
akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak
(yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).4
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di
antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap
diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta
suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya
bila tekanan darah parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka
terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan darah yang tinggi mengurangi aliran
darah otak. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya
trombosis, aliran darah lambat, akibat aliran darah otak menurun.4

27
3.2. Stroke Hemoragik
3.2.1. Definisi
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang
secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke
yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.5

3.2.2. Etiologi
Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:6
 Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
 Ruptur kantung aneurisma
 Ruptur malformasi arteri dan vena
 Trauma
 Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan
fungsi hati, komlikasi obat trombolitik atau anti koagulan,
hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
 Perdarahan primer atau sekunder dari tumorotak.
 Septik embolisme, myotikaneurisma
 Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
 Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri
vertebral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis
3.2.3. Faktor Resiko
Faktor yang berperan dalam meningkatkan resiko terjadinya stroke
hemoragik dijelaskan dalam tabel berikut :7
Tabel 1. Faktor Risiko Stroke

28
3.2.4. Patogenesis Stroke Haemorragik
1. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan
darah tinggi kronis melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek.
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat
lahir, luka, tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan
perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi.
Penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan
intraserebral.7

2. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala.
Namun, perdarahan karena cedera kepala menyebabkan gejala yang
berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.7
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara
spontan yaitu, ketika perdarahan bukan merupakan hasil dari kekuatan-
kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh. Sebuah perdarahan
spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah
arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang
lemah dari dinding arteri itu.7 Aneurisma biasanya terjadi di percabangan
arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat

29
berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana tekanan
darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan
subaraknoid adalah hasil dari aneurisma kongenital.8
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan
subaraknoid dari pecahnya koneksi abnormal antara arteri dan vena
(malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak. Sebuah malformasi arteri
dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya diidentifikasi
jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada
katup jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang
memasok otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang.arteri
kemudian dapat melemah dan pecah.7

3.2.5. Patofisiologi Stroke Hemoragik


Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran
dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh
hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area
otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi
energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia
dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.8
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan
lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi,
meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian
sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik
(penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah
yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.8
Etiologi yang paling sering menyebabkan perdarahan subarakhnoid adalah
rupture aneurisma salah satu arteri di dasar otak dan adanya malformasi
arteriovenosa (MAV). Terdapat beberapa jenis aneurisma yang dapat terbentuk di
arteri otak seperti:
a. Aneurisma Berry

30
Aneurisma ini terjadi pada titik bifurkasio arteri intrakranial. Lokasi
tersering aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior (40%),
bifurkasio arteri serebri media di fisura sylvii (20%), dinding lateral
arteri karotis interna (pada tempat berasalnya arteri oftalmika atau
arteri komunikans posterior 30%), danbasilar tip (10%).Aneurisma
dapat menimbulkan deficit neurologis dengan menekan struktur
disekitarnya bahkan sebelum rupture. Misalnya, aneurisma pada arteri
komunikans posterior dapat menekan nervus okulomotorius,
menyebabkan paresis saraf kranial ketiga (pasien mengalami dipopia).

Gambar 2.2. Aneurisma Berry

b. Aneurisma Fusiformis
Pembesaran pada pembuluh darah yang berbentuk memanjang disebut
aneurisma fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya terjadi pada
segmen intracranial arteri karotis interna, trunkus utama arteri serebri

31
media, dan arteri basilaris. Aneurisma fusiformis dapat disebabkan
oleh aterosklerosis dan/atau hipertensi. Aneurisma fusiformis yang
besar pada arteri basilaris dapat menekan batang otak. Aliran yang
lambat di dalam aneurisma fusiformis dapat mempercepat
pembentukan bekuan intra-aneurismal terutama pada sisi-sisinya.
Aneurisma ini biasanya tidak dapat ditangani secara pebedahan saraf,
karena merupakan pembesaran pembuluh darah normal yang
memanjang, dibandingkan struktur patologis (seperti aneurisma
sakular) yang tidak memberikan kontribusi pada suplai darah serebral.

Gambar 2.3. Aneurisma Fusiformis

c. Aneurisma Mikotik
Aneurisma mikotik umumnya ditemukan pada arteri kecil di otak.
Terapinya terdiri dari terapi infeksi yang mendasarinya dikarenakan
hal ini biasa disebabkan oleh infeksi. Aneurisma mikotik kadang-
kadang mengalami regresi spontan; struktur ini jarang menyebabkan
perdarahan subarachnoid. Malformasi arterivenosa (MAV) adalah
anomaly vasuler yang terdiri dari jaringan pleksiform abnormal tempat
arteri dan vena terhubungkan oleh satu atau lebih fistula. Pada MAV
arteri berhubungan langsung dengan vena tanpa melalui kapiler yang
32
menjadi perantaranya. Pada kejadian ini vena tidak dapat menampung
tekanan darah yang datang langsung dari arteri, akibatnya vena akan
merenggang dan melebar karena langsung menerima aliran darah
tambahan yang berasal dari arteri. Pembuluh darah yang lemah
nantinya akan mengalami ruptur dan berdarah sama halnya seperti
yang terjadi paada aneurisma. MAV dikelompokkan menjadi dua,
yaitu kongenital dan didapat. MAV yang didapat terjadi akibat
thrombosis sinus, trauma, atau kraniotomi.

3.2.6. Gejala Klinis


Serangan stroke jenis apa pun akan menimbulkan defisist neurologi yang
bersifat akut, baik defisit motorik, defisit sensorik, penurnan kesadaran, gangguan
fungsi luhur, maupun gangguan pada batang otak.12
Gejala klinis dari stroke hemoragik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Gejala Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral umumnya terjadi pada usia 50-75 tahun.
Perdarahan intraserebral umunya akan menunjukkan gejala klinis berupa:
a. Terjadi pada waktu aktif
b. Nyeri kepala, yang diikuti dengan muntah dan penurunan
kesadaran
c. Adanya riwayat hipertensi kronis
d. Nyeri telinga homolaterlal (lesi pada bagian temporal), afasia (lesi
pada thalamus)
e. Hemiparese kontralateral
2. Gejala Perdarahan Subarachnoid
Pada perdarahan subarachnoid akan menimbulkan tanda dan gejala klinis
berupa:
a. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak
b. Hilangnya kesadaran
c. Fotofobia

33
d. Meningismus
e. Mual dan muntah
f. Tanda-tanda perangsangan meningeal, seperti kaku kuduk.

3.2.7. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang


1. Anamnesis
Pada anamnesa akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak,
mulut mengot atau bicara pelo yang terjadi secara tiba-tiba pada saat
sedang beraktivitas. Selain itu, pada anamnesa juga perlu ditanyakan
penyakit-penyakit tedahulu seperti diabetes mellitus atau kelainan
jantung. Obat-obatan yang dikonsumsi, riwayat penyakit dalam
keluarga juga perlu ditanyakan pada anamnesa.11

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien stroke perlu dilakukan pemeriksaan fisik neurologi
seperti tingkat kesadaran, ketangkasan gerakan, kekuatan otot, refleks
tendon, refleks patologis dan fungsi saraf kranial.
Pemeriksaan tingkat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
yaitu sebagai berikut :
Tabel 1. Glasgow Coma Scale (GCS)
Respon Skor
a. Membuka mata
1) Membuka spontan 4
2) Membuka dengan perintah 3
3) Membuka mata karena rangsang nyeri 2
4) Tidak mampu membuka mata 1
b.Kemampuan bicara
1) Orientasi dan pengertian baik 5
2) Pembicaraan yang kacau 4
3) Pembicaraan tidak pantas dan kasar 3
4) Dapat bersuara, merintih 2
5) Tidak ada suara 1
c.Tanggapan motoric
1) Menanggapi perintah 6
2) Reaksi gerakan lokal terhadap rangsang 5
3) Reaksi menghindar terhadap rangsang nyeri 4
34
4) Tanggapan fleksi abnormal 3
5) Tanggapan ekstensi abnormal 2
6) Tidak ada gerakan 1

Derajat kesadaran :
Kompos mentis = GCS 15-14
Somnolen = GCS 13-8
Sopor = GCS 7-4
Koma = GCS 3

Gangguan ringan ketangkasan gerakan jari-jari tangan dan kaki dapat dinilai
melalui tes yang dilakukan dengan cara menyuruh penderita membuka dan
menutup kancing bajunya. Kemudian melepas dan memakai sandalnya.
Penilaian kekuatan otot dalam derajat tenaga 0 sampai 5 secara praktis
mempunyai kepentingan dalam penilaian kemajuan atau kemunduran orang sakit
dalam perawatan dan bukan suatu tindakan pemeriksaan yang semata-mata
menentukan suatu kelumpuhan.
Pemeriksaan kekuatan otot adalah sebagai berikut :
0 : Tidak ada kontraksi otot
1 : Terjadi kontraksi otot tanpa gerakan nyata
2 : Pasien hanya mampu menggeserkan tangan atau kaki
3 : Mampu mengangkat tangan, tetapi tidak mampu menahan gravitasi
4 : Tidak mampu menahan tangan pemeriksa
5 : Kekuatan penuh

Refleks patologis dapat dijumpai pada sisi yang hemiparetik. Refleks


patologis yang dapat dilakukan pada tangan ialah refleks Hoffmann–Tromner.
Sedangkan refleks patologis yang dapat dibangkitkan di kaki ialah refleks
Babinsky, Chaddock, Oppenheim, Gordon, Schaefer dan Gonda.12 Saraf kranial
adalah 12 pasang saraf pada manusia yang keluar melalui otak, berbeda dari saraf
spinal yang keluar melalui sumsum tulang belakang. Saraf kranial merupakan
35
bagian dari sistem saraf sadar. Dari 12 pasang saraf, 3 pasang memiliki jenis
sensori (saraf I, II, VIII), 5 pasang jenis motorik (saraf III, IV, VI, XI, XII) dan 4
pasang jenis gabungan (saraf V, VII, IX, X).
Tabel 2. Pemeriksaan Saraf Kranial
Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis dengan lesi

I: Olfaktorius Penciuman Anosmia (hilangnya daya penghidu)

II: Optikus Penglihatan Amaurosis


III: Okulomotorius Gerak mata, kontriksi Diplopia (penglihatan kembar),
pupil, akomodasi ptosis; midriasis; hilangnya
akomodasi
IV: Troklearis Gerak mata Diplopia
V: Trigeminus Sensasi umum wajah, ”mati rasa” pada wajah; kelemahan
kulit kepala, dan gigi; otot rahang
gerak mengunyah
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; sensasi Hilangnya kemampuan mengecap
umum pada platum pada duapertiga anterior lidah; mulut
dan telinga luar; kering; hilangnya lakrimasi; paralisis
sekresi kelenjar otot wajah
lakrimalis,
submandibula dan
sublingual; ekspresi
wajah
VIII: Pendengaran; Tuli; tinitus(berdenging terus
Vestibulokoklearis keseimbangan menerus); vertigo;nistagmus

IX: Glosofaringeus Pengecapan; sensasi Hilangnya daya pengecapan pada


umum pada faring dan sepertiga posterior lidah; anestesi
telinga; mengangkat pada faring; mulut kering sebagian
palatum; sekresi
kelenjar parotis
X: Vagus Pengecapan; sensasi Disfagia (gangguan menelan) suara
umum pada faring, parau; paralisis palatum
laring dan telinga;
menelan; fonasi;
parasimpatis untuk
jantung dan visera
abdomen
XI: Asesorius Fonasi; gerakan Suara parau; kelemahan otot kepala,
Spinal kepala; leher dan bahu leher dan bahu
36
XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan lidah

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan


menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada
penderita stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah,
kadarelektrolit, dan kadar serum glukosa.2
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak
adalah langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis
kedaruratan.Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta
dapat menidentifikasi komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak,
dan hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang
dapatdigunakan.2
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik
dari stroke iskemik.Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi
intrakranial lainnya.CT non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual
hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm.2
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa
diandalkan daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat
mengidentifikasi malformasi vaskular yang mendasari atau lesi yang
menyebabkan perdarahan.2
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG)
untuk memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia
miokard memiliki kejadian signifikan denganstroke.2
Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka
untuk memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya
sistem skoring yaitu sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat
pasien masuk Rumah Sakit. Sistem skoring yang sering digunakan antara lain:

Siriraj Hospital Score

37
((2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x tekanan
darah diastolik) – (3 x atheroma) – 12)

Keterangan:
 Kesadaran:Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2
 Muntah: tidak = 0 ; ya = 1
 Sakit kepala dalam 2 jam: tidak = 0 ; ya = 1
 Tanda-tanda ateroma: tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1
(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)
Skor <-1 : Stroke Iskemik
>+1 : Stroke Perdarahan
-1 s/d +1 : meragukan

Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti:


ensefalitis, meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik,
perdarahan subaraknoid, hematoma subdural, kedaruratan hipertensif,
hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic Attack (TIA).2

3.2.8. Penatalaksanaan Stroke Haemorragik


1. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat
Darurat dan merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal
bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini,
pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari
pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan
pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah
perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT,
glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia,
dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat

38
adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan
penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.
2. Stadium Akut
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume
hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus,
dan keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah harus
diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan
sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan
volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan
darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian
dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum
300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25
mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan intracranial meningkat,
posisi kepala dinaikkan 30º, posisi kepala dan dada di satu bidang,
pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan
hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).12
Terapi umum:
a. Letakkan kepala pasien pada posisi 30º, kepala dan dada pada satu
bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap
bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas,
beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas
darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan
kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika
kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter
intermiten).
b. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid
1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan
mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral
hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan

39
menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang
nasogastrik.
c. Kadar gula darah >150 mg/dl harus dikoreksi sampai batas gula
darah sewaktu 150 mg/dl dengan insulin drip intravena kontinu
selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg
% atau < 80 mg/dl dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa
40/dl iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
d. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-
obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan,
kecuali bila tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg,
Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali
pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark
miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan
tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-
beta, penyekat ACE, atau antagonis ;kalsium. Jika terjadi hipotensi,
yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi
NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4
jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi.
Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90
mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan
darah sistolik ≥ 110 mmHg.
e. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3
menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian
antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang
muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka
panjang.
f. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol
bolus intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika
dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk,

40
dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari.
Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai
alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau
furosemid.
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator.
Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada
pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum
berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel
atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL
dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium
(nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun
gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-
vena (arteriovenous malformation, AVM).12
3. Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku,
menelan, terapi wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik).
Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan
penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan
tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan
program preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:
a. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
b. Penatalaksanaan komplikasi,
c. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi,
terapi wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi,
d. Prevensi sekunder
e. Edukasi keluarga dan Discharge Planning

41
3.2.9. Komplikasi
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang
paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut
adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada
pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran
dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal
yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen.2

3.2.10. Prognosis
1. Perdarahan Intraserebral
Prediktor terpenting untuk menilai outcome perdarahan intra
serebri (PIS) adalah volume PIS, tingkat kesadaran penderita
(menggunakan skor Glasgow Coma Scale (GCS), dan adanya darah
intraventrikel. Volume PIS dan skor GCS dapat digunakan untuk
memprediksi tingkat kematian dalam 30 hari dengan sensitivitas sebesar
96% dan spesifitas 98%. Prognosis buruk biasanya terjadi pada pasien
dengan volume perdarahan (>30mL), lokasi perdarahan di fossa posterior,
usia lanjut dan MAP >130 mmHg pada saat serangan. GCS <4 saat
serangan juga bisa memberi prognosis buruk.
Suatu PIS dengan volume >60 mL dan skor GCS ≤ 8 memiliki
tingkat mortalitas sebesar 91% dalam 30 hari, dibanding dengan tingkat
kematian 19% pada PIS dengan volume <30 mL dan GCS skor ≥ 9.
Perluasan PIS ke intraventrikel meningkatkan mortalitas secara umum
menjadi 45% hingga 75%, tanpa memperhatikan lokasi PIS, sebagai
bagian dari adanya hidrosefalus obstruktif akibat gangguan sirkulasi
liquor cerebrospinal (LCS). Pengukuran volume hematom dapat
dilakukan secara akurat dengan CT scan. Secara klinis, edema berperan
dalam efek massa dari hematom, meningkatkan tekanan intrakranial dan
42
pergeseran otak intrakranial. Secara paradoks, volume relatif edema yang
tinggi berhubungan dengan outcome fungsional yang lebih baik, yang
menimbulkan suatu kerancuan apakah edema harus dijadikan target terapi
atau hanya merupakan variabel prognostik.

2. Perdarahan Subarachnoid
Tingkat mortalitas pada tahun pertama dari serangan stroke
hemoragik perdarahan subarachnoid sangat tinggi, yaitu 60%. Sekitar
10% penderita perdarahan subarachnoid meninggal sebelum tiba di RS
dan 40% meninggal tanpa sempat membaik sejak awitan. Perdarahan
ulang juga sangat mungkin terjadi. Rata-rata waktu antara perdarahan
pertama dan perdarahan ulang adalah sekitar 5 tahun.

43
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan data-data yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,


dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan pasien menderita stroke hemoragik
yang disebabkan oleh perdarahan subarachnoid dan hidrosefalus.
Dari anamnesis data yang menunjang adalah defisit neurologis berupa
penurunan kesadaran, hemiparese dekstra, ptosis dan midriasis sinistra, kaku
kuduk. Pemeriksaan fisik yang menunjang ke arah diagnosis kerja adalah bukti
hipertensi pada pemeriksaan tanda vital. Hipertensi merupakan salah satu faktor
resiko penyebab tersering serangan stroke haemorragik. Namun demikian tidak
menutup kemungkinan stroke yang menyerang pasien merupakan stroke iskemik
Dari pemeriksaan motorik didapatkan kekuatan otot lemah pada ekstremitas
kanan. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sebelum dilakukannya CT-
scan dapat dilakukan penegakkan diagnosis berdasarkan sistem skoring:
 Siriraj Stroke Scale

(2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x sakit kepala) +


(0,1 x tekanan diastolik) – (3x petanda ateroma) – 12

Keterangan:
Kesadaran : sadar 0, stupor 1, koma 2
Muntah : tidak 0, ya 1
Sakit kepala : tidak 0, ya 1
Penanda ateroma (Hipertensi, DM, dll) : tidak 0, ya 1
Interpretasi:
Nilai > 1  Stroke hemoragik
Nilai < 1  Stroke non hemoragik

44
Perhitungan skor pada pasien laporan kasus ini:
(2,5 x 1) + (2 x 1) + (2 x 1) + (0,1 x 110) – (3x 0) – 12
= 2,5 + 2 + 2 + 11 – 3 – 12
= (2,5)  stroke hemoragik
Pada pemeriksaan CT-Scan kepala tanpa kontras didapatkan hasil adanya
perdarahan intraventrikuler yang mengisi cornu posterior ventrikel lateralis
bilateral, perdarahan subarachnoid minimal yang mengisi sulci corticalis lobus
temporalis kiri dan parietalis kanan, Hidrosefalus dan Atrofi cerebri.
Tatalaksana yang diberikan untuk pasien ini terdiri dari :
- Stabilitas jalan nafas (posisi kan kepala 30 derajat)
- Stabilitas hemodinamik : infuse kristaloid Ringer Laktat 20 gtt/m
- Pengendalian tekanan intracranial (Manitol 4x125 mg)
- Analgetik (Ketorolac 3x30 mg)
- Gastroprotektor (Omeprazole 1x40 mg)
- Manajemen Hipertensi (Amlodipin 1x5 mg, Candesartan 1x8 mg)
- Pengendalian perdarahan (Asam Tranexamat 3x100 mg)
- Neuroprotektor (Citicoline 3x250 mg, Piracetam 1x12 mg)
- Antibiotik (Ceftriaxone 2x1 gr)
- Pasang NGT dan Kateter
Prognosis ad vitam pada kasus ini ad bonam, hal ini dipengaruhi oleh
keadaan pasien yang semakin hari semakin membaik. Untuk prognosis ad
fungsionam dubia ad bonam karena sangat tergantung dari ketelatenan pasien
dalam menjalani fisioterapi. Prognosis sanationam dubia ad malam dikarenakan
adanya faktor resiko hipertensi yang butuh kesadaran dan perhatian dari pasien
untuk mengontrolnya.

45
BAB V
KESIMPULAN

Stroke hemoragik didefinisikan sebagai stroke yang terjadi apabila lesi


vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam
ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
Untuk mendiagnosis suatu stroke haemorragik diperlukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang menyeluruh dan teliti. Pemeriksaan yang menjadi gold
standar untuk mendiagnosa stroke haemorragik adalah CT-scan kepala. Penting
untuk membedakan gejala klinis stroke hemoragik dan iskemik karena akan
berbeda dalam penatalaksanaannya. Bila tidak dapat dilakukan CT-scan kepala
maka dapat dilakukan sistem Skoring Siriraj untuk mengerucutkan diagnosa.
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang
secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah
stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga
terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan
otak.5
Pada kasus ini diagnosis pada pasien adalah Stroke Hemoragik e.c.
Perdarahan Subarachnoid. Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika
terjadi secara spontan yaitu, ketika perdarahan bukan merupakan hasil dari
kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh. Sebuah perdarahan
spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah arteri otak,
yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari dinding
arteri itu. Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri.

46
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. 2019. World Stroke Day 2019. Geneva : WHO. Tersedia di


https://www.who.int/southeastasia/news/speeches/detail/world-stroke-day-
2019.
2. Irdelia RR, Joko AT, Bebasari E (2014). Profil faktor risiko yang dapat
dimodifikasi pada kasus stroke berulang. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Riau Volume 1(2):1–15.
3. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Available
at:http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview.
4. Snell RS (2012). Neuroanatomi klinik edisi ke-7. Jakarta: EGC.
5. Sherwood, Lauralee (2015). Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi ke-8.
Jakarta: EGC (Shaolin Z, Zhanxiang W, Hao X, Feifei Z, Chaiquang H,
Donghan C, et al. Hydrocephalus induced viaintraventricular kaolin
injectionin adult rats. Folia Neuropathol. 2015; 53(1):60-8.)
6. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.EGC,
Jakarta. 2006
7. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8.
BAB 4. Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease.
McGraw Hill: NewYork.2005
8. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New
York. Thieme Stuttgart.2000.
9. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks &Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC:
Jakarta,2007.
10. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Available at:
http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html.
11. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia.Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta,2007.
12. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM, 2007.

47
13. Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan
perdarahan intraserebral supratentorial dari infark. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347/.

48

Anda mungkin juga menyukai