Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU PENYAKIT

ORGANIK HEWAN BESAR


ACARA I: MASTITIS

DISUSUN OLEH :

NAMA : FARID AJI KURNIAWAN


NIM : 17/412420/KH/09316
ASISTEN : MUHAMAD TITO H., S.KH.
KELOMPOK : 10

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2020
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Untuk mengetahui cara diagnosa mastitis pada sapi.
2. Untuk mengetahui cara pengambilan sampel dan uji mastitis.
3. Untuk mengertahui cara pengobatan mastitis pada sapi.

II. LATAR BELAKANG


A. Pengertian Mastitis
Mastitis adalah suatu reaksi peradangan ambing yang disertai dengan
perubahan fisik, kimiawi dan mikrobiologo. Secara fisik, air susu penderita
mastitis klini terjadi perubahan warna, bau, rasa dan konsistenisi. ( Yulianto dan
Saparinto, 2014)
B. Etiologi
Penyebab utama mastistis adalah bakteri Streptococcus agalactiae,
Streptococcus dysagalactae, Streptococcus uberis, Staphylococcus aureus, dan
Coliform. Faktor lain berupa lingkungan, terutama sanitasi dan higienis
lingkugan kadang tempat pemeliharaan, posisi dan keadaan lantai, system
pembuangan kotoran, iklim, serta peternak dan alat yang digunakan. ( Yulianto
dan Saparinto, 2014 )
C. Patogenesis
Predisposisi kejadian mastitis adalah trauma yang telah ada (mesin
pemerah, panas, dingin), imunitas yang rendah, stres, jeleknya nutrisi, jeleknya
sanitasi lingkungan, rendahnya kebersihan petugas, umur hewan dan tingginya
produksi susu.
Mikroorganisme penyebab masititis ditemukan dalam jaringan
mammae, dan ditransmisikan dari hewan ke hewan (patogen kontagius) atau
ditrnasmisikan dari lingkungan hewan (patogen lingkungan).
Patogen kontagius penyebab mastitis cenderung hidup pada jaringan
mammae dan kulit puting, dan dapat ditransmisikan dari kuartir ambing yang
terinfeksi ke kuartir ambing yang tidak terinfeksi selama proses pemerahan,
atau ditransmisikan dari hewan satu ke hewan lainnya. Bakteri mudah adhesi
pada kulit, kolonisasi pada ujung puting, masuk ke dalam saluran saluran dan
jaringan ibu pada sel-sel yang memproduksi susu.
Patogen mastitis lingkungan, mikroorganisme dari lingkungan (kendang
dan peralatan ) masuk melalui saluran puting, kemudian masuk lebih dalam
yaitu sel yang mensekresikan susu. Mikroorganisme melakukan adhesi dan
kolonisasi.
Mikroorganisme yang telah kolonisasi menghasilkan produk metabolit
(toksin) yang bersifat sitolitik, yang dapat merusak sel-sel yang memproduksi
susu. Respon imunitas mengirimkan sel-sel radang (leukosit / sel somatik)
menuju tempat infeksi untuk melwan mikroorganisme. Tergantung virulensi
mikroorganisme dan sistem imunitas rumah sakit, maka kondisi tersebut dapat
berkembang menjadi kesembuhan atau mastitis klinis atau mastitis subklinis.
Bakteri menghasilkan toksin yang dapat merusak jaringan yang
memproduksi susu. Pengobatan dengan rusaknya jaringan permukaan puting,
dan glandula sisterna dalam kuartir, dan dapat melanjutnya terbentuknya
jaringan parut (fibrious). Bakteri kemudian menuju sistem duktus dan menetap
pada jaringan lebih dalam, yaitu pada alveoli (sel-sel yang memproduksi susu).
Selanjutnya diikuti dengan terbentuknya abses yang melindungi bakteri dari
sistem imun dan antibiotik. Bakteri juga dapat menghindar dari sistem imunitas
dan antibiotik dengan cara sembunyi di dalam neutrophil
Selama infeksi, rusaknya sel-sel alveolar dan duktus menyebabkan
turunnya produksi susu. Kerusakan jaringan tersebut dan sel-sel radang dapat
menyumbat duktus, yang mempunyai kontribusi terhadap terbentuknya
jaringan fibrous penurunan produksi susu. Duktus mungkin dapat membuka
kembali, tetapi dapat merupakan sumber penyabaran bakteri ke area lainnya
dalam glandula mammae.
Pada mastitis klinis berat, melibatkan beberapa perubahan inflamatori
dan sistemik, biasanya disebabkan oleh bakteri coliform. Hal tersebut karena
bakteri keluarnya LPS endotoksin yang mengaktivasi sitokin dan asam
arakhidonik sebagai mediator inflamasi dan respon mala fase akut. Bersamaan
dengan terapi, pelepasan LPS menjadi maksimal , sehingga terapi diutamakan
untuk mengatasi endotoksin yang dapat menyebabkan syok Terapi dapat
termasuk mempersembahkan elektrolit dan obat cairan, antiinflamatori.
(Murwani dkk, 2017)
D. Gejala Klinis
Gejala klinis mastitis tampak adanya perubahan pada ambing maupun
air susu. Misalnya, bentuk ambing yang asimetri, bengkak, ada luka, rasa sakit
bila dipegang. Selanjutnya mengeras dan tidak lagi menghasilkan air susu jika
sudah terjadi pembentukan jaringan ikat. Gejala klinis lainya seperti demam dan
penurunan nafsu makan. (Yulianto dan Saparinto, 2014)
E. Pencegahan dan Penanganan
1. Tahap-tahap persiapan, pemerahan dan perlakuan setelah pemerahan harus
dilakukan dengan disiplin serta tepat.
2. Menghindari luka pada ambing dan putting
3. Jaga kebersihan kendang dan kebersihan sapi.
4. Pengobatan dilakuakn dengan antibiotika, seperti penisilin, steptomisin,
ampisilin, kloksasilin, neomisin, oksitetrasiklin, dan tetrasiklin.
(Yulianto dan Saparinto, 2014)

III. MATERI DAN METODE PRAKTIKUM


A. Materi
1. Saringan: untuk mendeteksi mastitis dengan melihat jonjot-jonjot
2. Glove: untuk melindungi tangan operator.
3. Kapas dan antiseptik: untuk membersihkan putting agar terhindar dari
kontaminasi dan membersihkan tangan operator
4. Tabung konikel /sample tube: untuk menympan sampel dan mengamatinya
5. Cat/pita : untuk menandai sapi yang terkena mastitis
6. Nampan RMT: sebagai tempat uji RMT
7. Reagen RMT: yang akan berikatan dengan sel somatic dan membentuk gel
8. Antibiotik: untuk pengobatan intramamae
9. Desinfektan: untuk desinfeksi putting setelah pengobatan
B. Metode
1. Pengambilan sampel
Disiapkan tabung sampel > puting dibersihkan menggunakan kapas dan
antiseptik selama minimal 10 detik > kemudian puting diperah dengan sudut
kemiringan puting 45֯ > Kemudian diarahkan susu ke tabung sampel dan
ditutup tabungnya > sapi ditandai dengan pita/cat.
2. Diagnosa mastitis
a. Menggunakan saringan: disapkan saringan dan wadah > susu diperah
dan diwadahkan dalam saringan > diamati pada saringan, bila terdapat
gumpalan susu atau jonjot-jonjot pada saringan maka sapi tersebut
mengalami mastitis> jika disaringan tidak terdapat jonjot-jonjot maka
susu tersebut normal
b. Dengan inspeksi dan palpasi: ambing diamati bentuknya dan dipalpasi
> jika ambing terlihat membengkak dan teraba keras, maka sapi tersebut
terkena mastitis.
c. Dengan mengamati warna susu: susu diperah> dimasukan ke dalam
tabung reaksi > diamati warnanya, jika putih maka normal > semakin
abnormal susu akan berwarna kuning hingga merah.
d. Menggunakan Rapid Mastitis Test: reagen RMT dan nampan RMT
disiapkan > susu diperah dan bebrapa semprotan susu pertama dibuang
> kemudian disemprotkan kurang lebih 5 ml susu dari masing-masing
puting ke dalam empat lubang yang terpisah > papan RMT dimiringkan
untuk menyetarakan volume susu dengan garis indikator yang terdapat
pada nampan RMT > reagen dicampurkan dengan volume yang sama
setiap lubangnya > kemudian nampan digoyangkan beberapa saat >
kemudian diamati perubahan setiap kuadrannya dan ditentukan derajat
gelnya yaitu 1-3 yang memntukan jumlah somatic sel pada susu.
3. Pengobatan Mastitis Klinis
Pertama tiga atau lebih perahan susu pertama dibuang > sebelum
pengobatan ambing sapi ditandai agar tidak lupa mana yang telah dilakukan
pengobatan > alkohol 70% disemprotkan ke glove untuk desinfeksi > ujung
puting susu dibersihkan menggunakan tisu alkohol atau kapas yang diberi
alkohol 70% > kemudian tutup tabung antibiotik dibuka dan dimasukan
ujungnya ke dalam puting > setelah menyuntikan antibiotik ambing dipijat
secara perlahan agar antibiotiknya menyebar> kemudian disemprotkan
desinfektan ke puting untuk mencegah menularnya bakteri ke sapi lain >
lalu dicatat pengobatan yang telah dilakukan.

IV. HASIL PRAKTIKUM


Pada praktikum ini kami dijelaskan tentang cara diagnosa mastitis pada sapi,
cara pengambilan sampel susu dan cara pengobatan mastitis. Cara diagnosa yang
pertama dengan pemerahan susu pada saringan, jika didalam saringan terdapat
gumpalan susu atau jonjot-jonjot maka sapi tersebut terkena mastitis. Diagnosa
selanjutnya dengan inspeksi dan palpasi ambing sapi, jika ambing tersebut terlihat
bengkak maka menandakan terkena mastitis, seperti yang dikatakan Murwani dkk
(2017) bahwa diagnose mastitis dapat didiagnosis melalui pengamatan secara fisik,
seperti tanda-tanda inflamasi.
Diagnosis mastitis juga dilakukan dengan melakuakn Rapid Mastitis Test
(RMT) atau yang biasa disebut California Mastitis Test (CMT). Pengujian RMT ini
sesuai seperti yang dijelaskan dalam jurnal Adriani (2010) yaitu dengan
mereaksikan kurang lebih 2 ml susu dengan 2 ml reagen CMT yang mengandung
arylsulfonate di dalam paddle. Kemudian campuran tersebut digoyangkan
membentuk lingkaran selama kurang lebih 15 detik. Reaksi ini ditandai dengan ada
tidaknya perubahan pada kekentalan susu, kemudian ditentukan berdasarkan
skoring CMT yaitu (-) tidak ada pengendapan pada susu, (+) terdapat sedikit
pengendapan pada susu, (++) positif 1 atau terdapat pengendapan yang jelas namun
jel belum terbentuk, (+++) positif 2 campuran menebal dan mulai terbentuk jel,
serta (++++) positif 3 jel yang terbentuk menyebabkan permukaan menjadi
cembung. Dari penilaian gel yang terbentuk tersebut dapat ditentukan jumlah sel
somatik yang terdapat dalam susu yang mencerminkan beratnya proses radang
kelenjar mamae.
Menurut Murwani (2017) sapi yang terkena mastitis harus dikeluarkan kandang
dan dipisahkan. Pengobatan dapat dilakukan pemberian antibiotik intramamae,
pemberian dengan cara memerah susu terlebih dahulu kemudian puting dibersihkan
dengan antiseptic setelah itu antibiotic dimasukan dan ambing dipijat dengan hati-
hati agar antibiotiknya menyebar. Pemberian antibiotik intramamae ini dilakukan
setiap hari dan dilakukan pemerahan susu minimal 3 kali sehari untuk
memaksimalkan pengobatan. Pengobatan lain dapat dilakukan pemberian antibiotic
long acting secara intramuscular, dan dapat dievaluasi dalam 3, 7, atau 14 hari, jika
mastitis belum sembuh maka dapat diketahui agen penyakit tersebut resisten
terhadap antibiotik tersebut, senhingga dapat dilakukan penggantian antibiotik.
V. KESIMPULAN
 Mastitis merupakan radang ambing yang salah satunya disebabkan karena
infeksi bakteri.
 Diagnosa mastitis dapat dilakuakan dengan cara melihat fisik sapi,
identifikasi susu sapi, dan menggunakan Rapid Mastitis Test (RMT)
 Pengambilan sampel dilakuakan dengan membuang perahan pertama dan
membersihkan puting dengan antiseptik kemudian pemerahan dilakukan
dengan derajat kemiringan putting 45 d֯ an menyimpan sampel ditempat
yang dingin.
 Pencegahan mastitis dapat dilakuakan dengan menjaga kebersihan kendang,
memperhatikan kebersihan alat dan pemerah itu sendiri.
 Pengobatan mastitis dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik long
acting secara intramuscular dan pemberian atibiotik intramamae.

VI. DAFTAR PUSTAKA


Adriani. 2010. Penggunaan Somatik Cell Count (SCC), Jumlah Bakteri dan
California Mastitis Test (CMT) untuk Deteksi Mastitis pada Kambing.
Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu peternakan vol. XII no. 5
Murwani, S., Qosimah, D., dan Amri, I. A. 2017. Penyakit Bakterial pada Ternak
Hewan Besar dan Unggas. Malang: UB Press
Yulianto, P dan Saparinto, C. 2014. Beternak Sapi Limousin. Semarang: Penebar
Swadaya

Anda mungkin juga menyukai