Anda di halaman 1dari 11

Laporan Pendahuluan

Pemasangan Plate Screw Femur Atas Indikasi Fraktur Femur


di Kamar Operasi 10 Rumah Sakit Saiful Anwar Malang

Danisa Septiani Aulia


NIM. 1501410021

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN MALANG
2016
A. Definisi

Suatu keadaan diskontinuitas jaringan struktural pada tulang (Sylvia Anderson Price 1985).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan (Purnawan junadi 1982).
Fraktur femur mempunyai angka kejadian/ insiden yang cukup tinggi di banding dengan patah
tulang jenis yang berbeda. Umumnya fraktur terjadi pada 1/3 tengah. Macam fraktur yaitu:
1. Berdasarkan keadaan luka
a. Fraktur tertutup (“Closed Fraktur”) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (“Open/ Compound Fraktur”) bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.
2. Berdasarkan garis patah
a. Fraktur komplet, bila garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke sisi yang lain, jadi
mengenai seluruh dari korteks tulang.
b. Fraktur inkomplet, bila tidak mengenai korteks tulang pada sisi yang lain, jadi masih ada
korteks tulang yang masih utuh. Hal ini seringkali terjadi pada anak-anak yang lazim di
sebut dengan “Greenstick Farcture”.
3. Berdasarkan jumlah garis patah
a. Simple fraktur bila hanya terdapat satu garis patah.
b. Comunitive fraktur bila ada garis patah lebih dari satu dan saling berbungan/ bertemu.
c. Segmental fraktur bila garis patah lebih dari satu dan tidak saling berhubungan dengan
pengertian bahwa fraktur terjadi pada tulang yang sama, misalnya fraktur yang terjadi pada
1/3 proksimal dan 1/3 distal.
4. Berdasarkan arah garis patah
a. Fraktur melintang.
b. Farktur miring.
c. Fraktur spiral.
d. Fraktur kompresi.
e. Fraktur V/ Y/ T sering pada permukaan sendi.
Beberapa hal lain yang perlu di perhatikan dalam patah tulang:

a. Mengenai sisi kanan (dextra) atau sisi kiri (sinistra) anggota gerak.
b. Lokalisasinya semua tulang di bagi menjadi 1/3 proksimal, 1/3 tengah dan 1/3 distal, kecuali
kalvikula dibagi menjadi ¼ medial, ½ tengah, ¼ lateral.
c. Dislokasi fragmen tulang:
- Undisplaced.
- Fragmen distal bersudut terhadap proksimal.
- Fragmen distal memutar.
- Kedua fragmen saling mendekat dn sejajar.
- Kedua fragmen saling menjauhi dan sumbu sejajar.
ORIF adalah Metode penata pelaksanaan patah tulang dengan cara pembedahan reduksi terbuka
dan fiksasi internal dimana insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan ditemukan
sepanjang bidang anatomik tempat yang mengalami fraktur, fraktur diperiksa dan diteliti, Hematoma
fraktur dan fragmen – fragmen yang telah mati diiringi dari luka. Fraktur direposisi dengan tangan
agar menghasilkan posisi yang normal kembali, sesudah reduksi, fragmen – fragmen tulang
dipertahankan dengan alat – alat urto pedih berupa Pin, Pelat, srew, paku.

B. Etiologi
1. Trauma langsung/ direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut
mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma, misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam
keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/ ada
“underlying disesase” dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.

C. Patofisiologi

Benturan tubuh, jatuh, trauma

Perdarahan biasanya di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang

Sel darah putih dan sel mast berakumulasi

Isufiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf

Penurunan asupan darah ke ekstrimitas

Keruskan syaraf perifer

Peningkatan tekanan jaringan

Oklusi darah total

Anoreksia jaringan rusaknya serabut syaraf

D. Tanda dan Gejala

1. Sakit (nyeri).
2. Inspeksi
a. Bengkak.
b. Deformitas.
3. Palpasi
a. Nyeri.
b. Nyeri sumbu.
c. Krepitasi.
4. Gerakan
a. Aktif (tidak bisa  fungsio laesa).
b. Pasif  gerakan abnormal.

E. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksaanannya pada fraktur ada dua jenis yaitu konservatif dan operatif. Kriteria
untuk menentukan pengobatan dapat dilakukan secara konservatif atau operatif selamanya tidak
absolut.
Sebagai pedoman dapat di kemukakan sebagai berikut:

 Cara konservatif:

1. Anak-anak dan remaja, dimana masih ada pertumbuhan tulang panjang.


2. Adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi.
3. Jenis fraktur tidak cocok untuk pemasangan fiksasi internal.
4. Ada kontraindikasi untuk di lakukan operasi.
Pengobatan konservatif dapat dilakukan dengan:
- Pemasangan Gips.
- Pemasangan traksi (skin traksi dan skeletal traksi). Beban maksimal untuk skin traksi adalah 5
Kg.
 Cara operatif di lakukan apabila:

1. Bila reposisi mengalami kegagalan.


2. Pada orang tua dan lemah (imobilisasi  akibat yang lebih buruk).
3. Fraktur multipel pada ekstrimitas bawah.
4. Fraktur patologik.
5. Penderita yang memerluka imobilisasi cepat.
Pengobatan operatif:

- Reposisi.
- Fiksasi.
Atau yang lazim di sebut juga dengan tindakan ORIF (“Open Reduction Internal Fixation”)/ OREF
(“Open Reduction Eksternal Fixation”)

F. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a. Aktivitas dan istirahat
Keterbatasan, kehilangan fungsi pada bagian yang mengalami fraktur.

b. Sirkulasi
Peningkatan tekanan darah atau denyut nadi (akibat dari nyeri, response dari stress).
Penurunan tekanan darah akibat dari kehilangan darah.
Penurunan jumlah nadi pada bagian yang sakit, pemanjangan dari capilarry refill time, pucat pada
bagian yang sakit.
Terdapat masaa hematoma pada sisi sebelah yang sakit.
c. Neurosensori
Kehilangan sensai pada bagian yang sakit, spasme otot, paraesthaesi pada bagian yang sakit.
Lokal deformitas, terjadinya sudut pada tempat yang abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi,
kelemahan pada bagian tertentu.

d. Kenyamanan
Nyeri yang sangat dan yang terjadi secara tiba-tiba. Hilangnya sensai nyeri akibat dari kerusakan
sistem syaraf.

e. Keamanan
Laserasi kulit , perdarahan, perubahan warna.

f. Studi diagnostik
X ray : Menunjukkan secra pasti letak dan posisi dari terjadinya fraktur.

Bone scan, tomography, CT/ MRI scan : Menegakan diagnosa fraktur dan mengidentifikasi lokasi
jaringan lunak yang mengalami kerusakan.

Ateriogram: Mungkin Jika diduga ada kerusakan pembuluh darah pada daerah yang mengalami
trauma.

CBC: Mungkin mengalami peningkatan dari Hct, Peningkatan WBC merupakan hal yang normal
setelah mengami trauma.

Creatinine: Trauma pada otot meningkatkan pembuangan creatininke ginjal.

2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

Diagnosa keperawatan Intervensi

Risiko terjadi injuri berhubungan dengan 1. Membantu pasien berpindah dari


perpindahan pasien, ketinggalan instrumen, branchart/ kursi roda
dan pemasangan arde
2. Mengangkat pasien dari branchart dengan
3 orang

3. Mendorong pasien ke ruang tindakan


dengan hati-hati.

4. Mengatur pasien sesuai dengan jenis


operasinya.

5. Menghitung instrumen dan kassa sebelum


dan sesudah operasi

6. Menjaga pasien dari jatuh dan bila perlu


lakukan restrain.

7. Memasang pelindung pada tempat tidur


supaya pasien tidak jatuh
Cemas berhubungan dengan kurang 1. Mengidentifikasi kebutuhan pasien.
pengetahuan dan stres pembedahan
2. Menjelaskan bahwa operasi ini sudah
sering dilakukan dan ditangani oleh tim
ahli

3. Menjelaskan rangkaian kegiatan dan


kejadian rutin
Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan 1. Menjaga teknik aseptik
operasi
2. Menjaga kesetrilan alat.

3. Bergerak sesuai dengan jalur


aseptiknya.

G. Teknik Instrumentasi Plate Scew


1. Persiapan pasien
 Pasien dipuasakan 6-8 jam
 Informed consent (prosedur pembedahan dan anastesi)
 Apakah pasien sudah diberi antibiotik profilaksis
 Perlu atau tidak perlu skiren
 Apakah pasien memakai perhiasan, gigi palsu, atau prostase lainnya
 Perlengkapan oprasi yang perlu dibawa pasien
 Site marking area oprasi
 Pemeriksaan laboraturium dan radiologi
 Pasien sudah mandi dengan sabun antiseptik dan memakai baju operasi
 Pasien tidak boleh memakai cat kuku
 Apakah pasien perlu huknah/ lavement atau tidak
 Apakah pasien sudah memakai kateter atau belum
2. Persiapan Lingkungan
 Mengatur dan mengecek fungsi mesin suction, mesin ESU, lampu operasi, meja mayo dan
meja instrument
 Memasang U- Pad on dan doek pada meja operasi.
 Memasang blankat penghangat dibawah duk meja operasi, serta mengatur suhu 37º
 Mempersiapkan linen dan instrument steril yang akan dipergunakan.
 Mempersiapkan dan menempatkan tempat sampah medis agar mudah dijangkau.
 Mengatur suhu ruangan 19°C-22°C dengan kelembapan 45%-60%.
 Menyiapkan/menata instrumen untuk operasi
3. Persiapan Meja Mayo
 Desinfeksi klem (Sponge holding forceps) : 1 buah
 Towel forceps / duk klem : 5 buah
 Handvat mess / handle mess no.4 : 1 buah
 Handvat mess / handle mess no.7 : 1 buah
 Pinset chirugis (dissecting forceps) : 2 buah
 klem pean : 1 buah
 klem kocher lurus : 2 buah
 Gunting mayo : 1 buah
 Gunting Metzembaum : 1 buah
 Gunting benang : 1 buah
 Nald voeder / needle holder : 2 buah
 Langenbeck / retraktor : 2 buah
 Haak femur : 2 buah
 Respactorium : 1 buah
 Elevator : 1 buah
 Cobra / hoffman : 4 buah
 Knable tang : 1 buah
 Bone reduction : 2 buah
 Verburg : 2 buah
 Curret : 1 buah

Set tambahan

 Mata bor ϕ 3,2 mm : 1 buah


 Bor : 1 buah
 Pengukur / penduga : 1 buah
 Sleev bor ϕ 3,2 mm : 1 buah
 Sleev tapper ϕ 4,5 mm : 1 buah
 Plate : CBP right 9 hole
 Screw driver ϕ 4,5 mm : 1 buah
 Chouky / unyil : 1 buah
 Cancellous tapper ϕ 6,5 mm : 1 buah
 Cortical tapper ϕ 4,5 mm : 1 buah
 Screw consellous ϕ 6,5 mm : sesuai kebutuhan
 Screw corticall ϕ 4,5 mm : sesuai kebutuhan
4. Persiapan Meja Instrumen
 Set linen, terdiri dari :
 Duk besar : 2 buah
 Duk sedang : 2 buah
 Duk kecil : 4 buah
 Gown / jas operasi / scort : 5 buah
 Handuk steril : 5 buah
 Sarung meja mayo : 1 buah
 U-pad steril /on steril : 4 / 2 buah
 Bengkok (kidney trays) : 2 buah
 Round bowls (kom) besar / cucing : 1/ 1 buah
 Selang suction : 1 buah
 Kabel couter (monopolar) : 1 buah
 Canula suction : 1 buah
5. Bahan Habis Pakai
 Handscoen maxitex 7/ 7,5/ 8 : sesuai kebutuhan
 Mess no. 22/ no 10 : 1/1 buah
 NS 0.9 % : sesuai kebutuhan
 Povidone iodine 10 % : 100cc
 Vicryl no. 2-0 : 1 buah
 Vicryl no. 1 : 1 buah
 Mersilk 3-0 : 1 buah
 Premiline 3-0 : 1 buah
 Deppers steril : 10 buah
 Kasa kecil steril / kassa kecil : 5 bendel ( 50 buah )
 Wound dressing (Sofratule) : 1 buah
 Hipavix 15 x 20 cm : 1 buah
 U-pad steril / on steril : 4 / 2 buah
 Spuit 10 cc : 1 buah
 Spuit 50cc : 1 buah
 Folley catheter no. 16 : 1 buah
 Urobag : 1 buah
 Soft ban 15 cm : 1 buah
 Tensokrip no 15 : 1 buah
 Jelly : sesuai kebutuhan
 Wfi (water for injeksi) : sesuai kebutuhan
 R. Drain no. 14 : 1 buah
 Opsite jumbo : 1 buah
6. Teknik Instrumentasi
 Sign in di ruang premedikisi dihadiri semua tim (operator, anastesi, instrumen, sirkuler)
 Apakah pasien telah dikonfirmasikan identitas, area operasi, tindakan operasi, dan
lembar persetujuan? “Ya”
 Apakah area operasi telah ditandai? “Ya”
 Apakah mesin anestesi dan obat-obatan telah diperiksa kesiapannya? “Sudah”
 Apakah pulse oksimeter pada pasien telah berfungsi baik? “Ya”
 Apakah pasien mempunyai riwayat alergi? “Tidak Ada”
 Apakah ada penyulit airway atau resiko aspirasi? “Tidak Ada”
 Apakah ada resiko kehilangan darah >500ml atau 7cc/kgBB ( anak ) “Tidak Ada”
 Mentransfer pasien dari ruang premedikasi oleh perawat pramedikasi ke perawat kamar
operasi
 Memindahkan pasien dari branchart ke meja operasi dan diposisikan supine untuk dibius.
 Pasien dibius oleh tim anastesi dengan general anastesi dan memsang tampon.
 Posisikan pasien supine
 Instrumen nurse melakukan surgical scrub, gowning and gloving.
 Membantu operator dan asisten gowning dan gloving
 Berikan desinfeksi klem, cucing berisi deppers dan betadhin kepada operator untuk
mendisinfeksi area oprasi
 Lakukan draping dengan memberikan 1 u-pad steril dibawah betis serta 1 u-pad seril dibawah
femur hingga bawah gluteus. Berikan duk besar pada area bawah operasi hingga
menutupimeja bagia bawah. Berikan 2 duk kecil untuk duk segi empat dan berikan 2 duk
klem. Setelah itu bungkus kaki pasien dengan duk kecil dan kasa gulung. Kemudian Lapisi
kembali duk bawah dengan duk besar. Berikan duk besar untuk bagian femur ke atas. Klem
pertemuan kedua duk (duk atas dan bawah)
 Pasang selang suction dan electro couter, fiksasi dengan kassa, kaitkan pada doek klem. Cek
suction dan couter.
 Perawat instrumen mendekatkan meja mayo dan meja instrumen ke dekat pasien
 Time out
 Konfirmasi bahwa semua tim operasi telah memperkenalkan nama dan tugas masing-
masing.
 Konfirmasi nama pasien, jenis tindakan dan area yang akan dioperasi.
 Apakah antibiotik propilaksis telah diberikan paling tidak 60 menit sebelum operasi.”Sudah,
Ciprofloxacin 400mg”
 Antisipasi kejadian kritis bagi operator? “Tidak”
 Berapa lama operasi? “2 jam”
 Bagaimana antisipisasi kehilangan darah? “Minimal”
 Adakah perhatian khusus mengenai pembiusan anestesi? “Airway”
 Apakah peralatan sudah disterilkan? “Sudah”
 Apakah ada perhatian khusus? “ Tidak ada”
 Apakah diperlukan instrumentasi radiologi? “Tidak”
 Mengingatkan operator untuk memimpin doa sebelum dimulai incisi
 Berikan pinset chirugis pada operator untuk marking.
 Perawat instrument memberikan hand fat mess no. 1 (hand fat mess 4, mess no 22) pada
operator untuk membuka kulit sampai fat, dan memberikan klem pean dan kasa kepada
asisten untuk merawat pendarahan
 Perawat instrument memberikan hand fat mess no. 2 (hand fat mess no 3, mess no 10) dan
pincet cirugis untuk membuka fasia dan dilebarkan dengan gunting kasar (mayo). Berikan hak
femur pada asisten untuk memperluas lapang pandang.
 Split dan perdalam otot dengan menggunakan gunting metzembaum sampai dengan terlihat
tulang.
 Terlihat tulang, operator membebaskan lapang pandang dengan cobra.
 Perawat instrument memberikan resparatorium kapada operator untuk mengexpose tulang
dengan memisahkan tulang dari sisa-sisa jaringan di sekitarnya.
 Berikan bone reduction, angkat salah satu sisi agar terlihat intra medula dibersihkan dengan
curretage + knable tang + semprot NS 0,9 %
 Berikan bone reduction pada operator untuk reposisi tulang.
 Berikan plat sesuaipermintaan (ukuran) (Condiler butters plate/CBP).
 Berikan bor dan wire ϕ 2,0 mm untuk fiksasi plat padatulang. saat operator mengobor sesekali
di spoel NS 0,9%.
 Berikan bor dengan mata bor ϕ 3,2 mm beserta sleev bor. Saat mengebor spoel dengan NS
0,9%.
 Kemudian berikan pengukur atau penduga lalu berikan tapper sesuai permintaan ( cortical ϕ
4,5 mm atau consellus ϕ 6,5 mm) dan berikan screw sesuai ukuran atau permintaan.
 Lakukan langkah 20-21 sampai screw consellous dan cortical terpasang pada plate sesuai
permintaan operator.
 Siapkan NS untuk cuci, berikan operator Sluber (deppers diklem dengan kocher) dan berikan
asisten hak. Pada bawah area operasi, tempatkan bengkok untuk menampung air yang
meluber pada saat mencuci. Suction air pada bengkok dan daerah operasi.
 Setelah bersih ganti duk atau alas.
 Berikan Redon drain no 14 fiksasi dengan proline 3-0
 Sign out
 Jenis tindakan “Plate Screw”
 Kecocokan jumlah instrumen,kassa jarum sebelum dan sesudah operasi
 Label pada spesimen ( membacakan identitas pasien, jenis spesimen, register, ruangan yang
tertera pada label). “Sudah”
 Apakah ada permasalahan pada alat-alat yang digunakan. “Tidak”
 Instumen,anestesi dan operator : apa yang menjadi perhatian husus pada masa pemulihan
(recovery). “Tidak ada”
 Jahit Fasia dengan vicril no 1 berikan operator nald foeder + pincet cirugi sedangkan assiten
berikan gunting kasar + klem.
 Fat dijahit dengan vicrly 2-0
 Kulit di jahit dengan menggunakan proline 3-0. Lalu pasang sambungan drain.
 Tutup luka dengan sufratule dan tutup dengan kasa
 Memasang soft ban
 Memasang tansokrep
 Operasi selesai

7. Dekontaminasi Alat
 Alat-alat dibilas di air mengalir
 Alat-alat direndam di larutan enzimatic detergen selama 15 menit.
 Alat-alat dicuci dan disikat
 Alat-alat dibilas air lagi.
 Keringkan alat-alat
 Pack lalu disterilkan.

H. Daftar Pustaka

Anderson, Sylvia Price, 1985, Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit, Jakarta: EGC.
Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis Company.
Junadi, Purnawan, 1982, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Mengetahui

Pembimbing OK 10

( )

Anda mungkin juga menyukai