Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH STANDARISASI

ALAT TANGKAP YANG DAPAT MENINGKATKAN


PRODUKTIFITAS DAN CENDERUNG MELAKUKAN
PELANGGARAN

Oleh:
Zulfa Alya El Rahma M 26030119140055
Perikanan Tangkap A

DEPARTEMEN PERIKANAN TANGKAP


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Alat tangkap adalah suatu sarana dan perlengkapan atau benda-benda yang
dipergunakan untuk memanfaatkan sumber daya perikanan. Alat tangkap
digunakan untuk mempermudah proses penangkapan ikan. Alat tangkap memiliki
berbagai kategori yang terbagi menjadi berbagai jenis. Alat tangkap yang dibuat
disesuaikan dengan target ikan yang akan ditangkap. Kegiatan penangkapan ikan
tidak akan lepas dengan adanya alat tangkap, hal ini dikarenakan setiap upaya
penangkapan mesti menggunakan alat tangkap dalam mempermudah proses
penangkapan ikan. Menurut, Anggraeni et al. (2017), banyaknya spesies ikan
membutuhkan berbagai alat tangkap yang harus digunakan sebagai sarana
penangkapan ikan. Setiap jenis alat tangkap memiliki konstruksi yang berbeda
yang disesuaikan dengan tujuan hasil tangkapan dan kondisi perairan pada daerah
penangkapan ikan.
Berdasarkan studi etnologi terdapat sedikit persamaan di dalam metoda
penangkapan tradisional, terkadang juga disebut perikanan yang primitif. Hal ini
tidak dapat dijelaskan berdasarkan perubahan kebiasaan (cultural exchange)
namun sepertinya lebih mendekati pada reaksi manusia yang menemui suatu
masalah. Tidak mengherankan, seiring dengan perjalanan waktu, penangkapan
ikan terus berkembang, dengan metoda dan permasalahan yang hampir sama; dan
dimanamana masalah tersebut dipecahkan orang dengan cara yang hampir sama.
Namun demikian, peralihan langsung dalam pengetahuan mengenai alat
penangkap ikan (khususnya dibidang perikanan laut) telah terjadi sejak dulu, tidak
saja antara negaranegara yang bertetangga, tapi juga antar benua. Hanya pada
beberapa kasus saja penyebaran metoda penangkapan diketahui dengan baik,
khususnya penyebaran yang terjadi di zaman modern ini. Contoh yang baik dari
disain alat penangkap ikan “Madeira trap”, dibuat dalam bentuk dan kegunaan
khusus, yang dapat ditelusuri dari India, melalui Seychelles, Kepulauan Zanzibar,
Madagascar, dan menyebar jauh ke barat hingga ke Laut Karibia. Metoda
penangkapan ikan di perairan dingin di Kutub Utara dikenal baik di seluruh
kawasan kutub. Cover pots dikenal baik di kawasan Asia sama dikenalnya dengan
di Afrika, juga di Amerika. Menurut Sofiati dan Djainudin, (2019), Produktivitas
penangkapan ikan merupakan kemampuan kapal penangkap untuk menghasilkan
ikan target penangkapan dalam satu tahun. Produktivitas suatu usaha penangkapan
dapat menjadi tolak ukur pemanfaatan suatu sumberdaya ikan. Pemanfaatan tuna
tidak terlepas dari sifat sumberdaya ikan ini yang merupakan peruaya jarak jauh,
sehingga dalam pengelolaannya dibutuhkan pendugaan musim penangkapan.
Pentingnya mengetahui pola musim penangkapan dapat menjadi referensi nelayan
dalam memaksimalkan operasi penangkapan ikan tersebut.
1.2. Tujuan
Tujuan dari Makalah Standarisasi yang berjudul Alat Tangkap Yang Dapat
Meningkatkan Produktifitas Dan Cenderung Melakukan Pelanggaran adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui klasifikasi alat tangkap Gill Net, Trammel Net, Arad, Rawai dan
Longline
2. Mengetahui cara operasi alat tangkap Gill Net, Trammel Net, Arad, Rawai dan
Longline
3. Mengetahui jumlah dan komposisi hasil tangkapan alat tangkap Gill Net,
Trammel Net, Arad, Rawai dan Longline
4. Mengetahui alat tangkap ramah lingkungan yang dilihat dari metode
penangkapannya.
II. HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1. Klasifikasi Alat Tangkap


2.1.1. Gill Net
Jaring insang merupakan alat penangkap ikan berupa lembaran jaring yang
berbentuk persegi panjang. Bagian atas jarring diberi tali ris atas untuk
menggantungkan jarring dan tali pelampung yang dilengkapi dengan deretan
pelampung (floats). Jaring juga dilengkapi dengan tali ris bawah dan tali pemberat
yang dilengkapi dengan beberapa pemberat (sinkers). Adanya gaya apung
(buoyancy force) pelampung dan gaya tenggelam (sinking force) pemberat
menyebabkan jaring akan terentang membentuk bidang persegi ketika
dioperasikan. Prinsip utama pengoperasian jarring insang adalah menghadang
pergerakan ikan di suatu perairan, baik pada siang maupun malam hari.
Keberhasilan operasi penangkapannya sangat tergantung pada ada atau tidaknya
ikan yang melintas melewati jarring (Hartono et al., 2019).
2.1.2. Trammel Net
Jaring gondrong (trammel net) merupakan jaring yang terdiri dari tiga
lapis. Dua lapis jaring yang berada di luar (outer net) dan satu lapis lembaran
jaring yang berada di dalam (inner net). Inner net berada di antara dua lapis outer
net yang dipasang longgar. Outer net mempunyai mata jaring yang lebih besar
daripada inner net. Jaring gondrong (trammel net) dioperasikan di dasar perairan
dan cara pengoperasiannya dengan cara di hela. Pengoperasian pada alat tangkap
jaring pejer (bottom set gill net) dan jaring gondrong (trammel net) di Desa
Sukoharjo mempunyai cara tersendiri. Pertama, nelayan rajungan berangkat siang
untuk menyebar jaringnya, kemudian ditinggal semalaman, pagi harinya jaring
diangkat. Kedua, nelayan berangkat sore untuk menyebar jaring kemudian
ditunggu hingga beberapa jam lalu jaring ditarik kemudian pulang, cara ini
dianggap nelayan lebih kecil tingkat kerusakan jaring. Pengoperasian jaring pejer
(bottom set gill net) dan jaring gondrong (trammel net) dilakukan oleh nelayan
dengan perahu yang terdiri dari 1 juragan dan 2 ABK, tiap orang membawa 15-30
set jaring. Metode pengoperasian rajungan pada alat tangkap jaring pejer (bottom
set gill net) dan jaring gondrong (trammel net) dibagi menjadi tiga tahap yaitu,
setting, immersing dan hauling. Alat tangkap jaring Gondrong (trammel net)
menghasilkan produksi yang lebih besar dibandingkan dengan alat tangkap jaring
Pejer (bottom set gill net). Hasil tangkapan alat tangkap jaring gondrong lebih
banyak dari hasil tangkapan jaring pejer (Romadhani et al., 2016).
2.1.3. Arad
Jaring trawl (trawl net) adalah suatu jaring kantong yang ditarik di
belakang kapal menelusuri permukaan dasar perairan untuk menangkap ikan,
udang dan jenis demersal lainnya. Jaring ini juga ada yang menyebut sebagai
jaring Tarik dasar. Pada umumnya, jaring trawl memiliki ciri-ciri yaitu (a)
memiliki alat pembuka mulut jaring atau beam (b) memiliki sepasang papan
pemberat atau otter board (c) mata jaring yang sangat kecil sehingga mampu
menjaring ikan yang kecil sekalipun (d) cara operasinya dengan cara ditarik atau
diseret oleh sebuah kapal. Nelayan tradisional menganggap bahwa dengan
penggunaan kapal gandeng dan pukat trawl akan merusak keberadaan potensi laut
dalam jangka pendek dan panjang. Untuk jangka pendek sebagai contoh, pukat
trawl dapat menangkap berbagai jenis ikan. Ikan-ikan berukuran kecil juga dapat
tertangkap sehingga untuk jangka panjang, hasil laut (food security) akan habis
karena regenerasi ikan terputus akibat penangkapan secara besar-besaran. Jaring
trawl merupakan alat penangkapan ikan yang berupa jaring dan penggunaannya di
Indonesia termasuk dilarang oleh pemerintah. Oleh karena itu, penangkapan ikan
dengan menggunakan jaring trawl termasuk kategori illegal fishing. Akan tetapi,
justru jenis pelanggaran inilah ang banyak dijumpai atau yang marak terjadi di
wilayah perairan Gresik. Kementerian Kelautan dan Perikanan yang sekarang
dijabat oleh Susi Pudjiastuti juga telah mengeluarkan peraturan yang kembali
menegaskan larangan penggunaan jaring trawl yang diatur dalam Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/Permen-KP/2015 tentang Larangan
Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawl) dan Pukat Tarik (Seine
Nets) di wilayah Perairan Indonesia (Arisandi, 2016).
2.1.4. Rawai
Rawai merupakan rangkaian dari unit-unit pancing yang sangat panjang
(mencapai ribuan, bahkan puluhan ribu meter). Terdiri dari tali utama (main line),
tali cabang (branch lines) dan mata pancing (hooks) dengan ukuran (nomor)
tertentu yang diikatkan pada setiap ujung bawah tali-tali cabang (setiap cabang
terdiri dari satu mata pancing). Ditinjau dari konstruksinya alat tangkap ini tidak
terlalu rumit karena hanya terdiri dari 3 bagian, yaitu : tali utama, tali cabang dan
mata pancing. Sasaran penangkapan alat tangkap rawai pada umumnya ikan-ikan
pemangsa dan memiliki pergerakan aktif. Berdasarkan letak pemasangannya di
perairan rawai dapat dibagi menjadi, rawai permukaan (surface longline), rawai
pertengahan (midwater longline), rawai dasar (bottom longline). Berdasarkan
susunan mata pancing pada tali utama, rawai tegak (vertical longline), pancing
landing, rawai mendatar (horizontal longline). Berdasarkan jenis-jenis ikan yang
banyak tertangkap, rawai tuna (tuna longline), rawai albacore (albacore longline),
rawai cucut (shark longline) (Franjaya et al., 2018).
2.1.5. Tuna Longline
Tuna longline merupakan salah satu alat tangkap kelompok pancing yang
digunakan dalam menangkap ikan pelagis. konstruksi alat tangkap longline
mampu menjangkau swimming layer tuna. Produksi tuna di dunia sebanyak 40%
ditangkap dengan alat tangkap longline, selebihnya sebanyak 60% dihasilkan oleh
purse seine, trawl serta alat tangkap lainnya. Alat tangkap tuna longline juga
merupakan alat tangkap yang selektif terhadap hasil tangkapannya dan cara
pengoperasiannya bersifat pasif sehingga tidak merusak sumber daya hayati
perairan. Tuna longline merupakan alat penangkap tuna yang efektif dikarenakan
pengoperasian jenis pancing yang dibentuk secara rawai (rangkai) dan
dioperasikan sekaligus. Satu tuna longliner biasanya mengoperasikan 1.000-2.000
mata pancing untuk sekali turun (Firmansyah et al., 2019). Pengoperasian alat ini
adalah dengan menurunkan pancing ke perairan, alat tangkap akan hanyut
mengikuti arus atau disebut drifting. Drifting berlangsung selama kurang lebih 3-4
jam, selanjutnya mata pancing diangkat ke atas perahu.
2.2. Cara Pengoperasian Alat tangkap
2.2.1. Gill Net
Alat tangkap gill net dioperasikan untuk menangkap ikan secara terjerat.
Pengoperasian gill net terdiri dari tiga tahapan, yaitu setting, immersing dan
hauling. Proses setting dimulai dengan menurunkan jangkar, pelampung tanda,
badan jaring, pelampung jaring dan pemberat secara bersamaan. Setelah
keseluruhan alat tangkap diturunkan, maka tahap selanjutnya yaitu immersing.
Immersing merupakan tahap perendaman jaring agar ikan-ikan target dapat
tertangkap pada jaring. Alat tangkap dibiarkan terendam dalam perairan, sampai
ikan menghampiri jaring dan tertangkap. Lama proses perendaman jaring
bervariasi tergantung dengan target tangkapan. Biasanya perendaman dilakukan
selama 3-5 jam untuk target ikan pelagis kecil, sementara untuk jenis crustae
seperti kepiting dan rajungan, maka proses perendaman jaring dapat dilakukan
hampir 1 hari. Setelah target terjerat di jaring, maka tahap selanjutnya yaitu
hauling atau penarikan jaring. Proses hauling dimulai dengan mengangkat jaring
ke dalam kapal dan mengambil hasil tangkapan, proses ini harus dilakukan
dengan cepat dan juga hati-hati. Proses hauling biasanya menggunakan alat bantu
agar prosesnya cepat, yaitu dengan menggunakan mesin bantu winch. Winch
berfungsi untuk menarik badan jaring alat tangkap gill net serta menggulung
jaring. Pengambilan hasil tangkapan dilakukan dengan mematikan terlebih dahulu
mesin winch, setelah hasil tangkapan kembali maka winch dinyalakan kembali.
Hasil tangkapan yang diperoleh kemudian dimasukan ke dalam wadah yang telah
diberi es untuk memperlambat kemunduran mutu pada ikan. Hasil tangkapan
kemudian dibawa ke pelabuhan maupun ke fishing base terdekat untuk
mendaratkan hasil tangkapannya dan kemudian dipasarkan melalui TPI maupun
langsung ke penjual.
Perlengkapan operasi disiapkan di dalam perahu kemudian melakukan
perjalanan ke daerah Fishing ground dengan lama perjalanan 10-15 menit. Di
mana waktu pengoperasian pada siang hari, berangkat dari fishing base pukul
09.00 WIT, tiba di daerah fishing ground pada pukul 09.10 WIT. Sebelum proses
penurunan jaring dilakukan nelayan terlebih dahulu mengetahui arah angina dan
arus. Setting dimulai dengan menurunkan pelampung, diikuti dengan penurunan
badan jaring, sampai akhirnya penurunan pemberat. Setting membutuhkan waktu
kurang lebih 25 menit. Pada saat settinga, arah perahu harus berlawanan dengan
arus dan berada dalam keadaan stabil dan kecepatan rendah. Setelah seluruh jaring
diturunkan ke dalam air, jaring dibiarkan hanyut terbawa arus selama kurang lebih
2 jam. Setelah menunggu, maka jaring insang hanyut dinaikkan lagi ke atas
perahu. Proses ini dinamakan hauling. Hauling dilakukan dari sebelah kanan
perahu, dimana salah satu ABK menarik jaring pada tali ris atas sekaligus
pelampung berikutnya pembantu ABK menarik jaring pada bagian bawah
sekaligus memisahkan hasil tangkapan (Tomasoa, 2020).
2.2.2. Trammel Net
Alat tangkap trammel net dioperasikan untuk menangkap target ikan
secara terjerat. Persiapan yang dilakukan sebelum melakukan operasi
penangkapan menggunakan trammel net, yaitu dengan menyusun alat tangkap
trammel net terlebih dahulu, yakni dengan cara memisahkan bagian pelampung
dan pemberat, hal ini yang bertujuan agar dalam proses setting maupun hauling
dapat dilakukan dengan mudah dan jaring tidak terbelit. Setelah persiapan alat
tangkap selesai, maka kapal penangkap ikan berangkat dari fishing base menuju
ke daerah penangkapan ikan (fishing ground) serta menentukan titik lokasi untuk
melakukan setting alat tangkap trammel net. Pengoperasian alat trammel net
terdiri dari tiga tahapan, yaitu setting, immersing dan hauling. Setelah kapal
menentukan lokasi untuk operasi alat tangkap, selanjutnya kapal melakukan
setting alat tangkap. Setting merupakan kegiatan penurunan alat tangkap trammel
net, yaitu dimulai dengan menurunkan pelampung tanda hingga penurunan jaring
dalam posisi melintang arus. Setelah keseluruhan alat tangkap diturunkan, maka
tahap selanjutnya yaitu immersing. Immersing merupakan kegiatan perendaman
alat tangkap trammel net, jaring dibiarkan hanyut di dasar perairan selama
beberapa jam. Setelah menunggu beberapa jam, maka tahap selanjutnya yaitu
hauling. Hauling merupakan kegiatan penarikan alat tangkap trammel net, pada
tahapan ini juga dilakukan pengambilan hasil tangkapan dari jaring serta
dilakukan penyortiran dan ditempatkan ke dalam wadah. Seteleh kegiatan operasi
penangkapan ikan menggunakan trammel net selesai, maka kapal pulang menuju
ke fishing base untuk mendaratkan hasil tangkapan.
Cara pengoperasian jaring udang (trammel net). Pemasangan jaring
dengan menggunakan perahu bermotor kekuatan mesin 5½ Pk. Kedalaman
perairan diukur dengan menggunakan depthmeter dan koordinat lokasi
pemasangan jaring yang ditunjukan oleh GPS. Bagian ujung jaring udang
(trammel net) diberi pemberat kemudian diturunkan perlahan-lahan dengan posisi
melawan arus dan perahu dengan kecepatan 1 knot dengan cara melihat pada
GPS. Jaring didiamkan selama ½ - 1 jam. Setelah didiamkan selama kurang lebih
½ - 1 jam, jaring diangkat secara perlahan-lahan sambal melepaskan hasil
tangkapan udang atau ikan yang terperangkap di jaring. Hasil tangkapan
dikelompokkan berdasarkan jenisnya. Jumlah semua jenis udang yang tertangkap
dihitung dan beratnya ditimbang. Udang hasil tangkapan ditentukan jenis
kelaminnya. Sebagian udang yang tertangkap dimasukkan ke dalam kantong
plastik untuk diidentifikasi di Lab. BP2KSI (Rudi dan Sumarno, 2015).
2.2.3. Arad
Metode pengoperasian pada arad yaitu dengan cara menyaring ikan-ikan
yang ada di perairan. Pengoperasian pukat hela arad dilakukan dengan menghela
di belakang perahu yang sedang berjalan.Kelengkapan pukat hela arad yang
berupa papan rentang (otter board) digunakan sebagai alat pembuka mulut pukat.
Metode pengoperasian pukat hela dasar, baik yang dilengkapi dengan papan
rentang, palang atau gawang, maupun dengan dua kapal sebagai alat pembuka
mulut jaring dihela di belakang kapal, termasuk arad. Posisi pukat menyapu dasar
perairan. Persiapan Sebelum operasi penangkapan ikan, segala sesuatunya
peralatan mulai dari perlengkapan operasional agar dipersiapkan secara teliti,
seperti penyusunan alat di tempatnya agar mudah diturunkan. Pemeriksaan mesin-
mesin, pemeriksaan palka, perbekalan es dan sebagainya. Setelah segala persiapan
dilakukan dengan sempurna, barulah kapal dapat di layarkan menuju tempat atau
daerah penangkapan yang telah direncanakan. Daerah penangkapan yang cocok
untuk trawl adalah daerah perairan yang mempunyai dasar rata pada umumnya.
Penurunan jaring dengan menggunakan trawl dapat dilakukan pada setiap saat
baik itu siang maupun malam hari asalkan ruang cukup baik dan memungkinkan
untuk penurunan jaring. Setelah kapal sampai pada daerah penangkapan ,
penurunan jaring mula-mula dari bagian belakang (cod end), belly, sayap, otter
board dan yang terakhir kali penarik (warp). Selang operasi jaring tersebut terus
ditarik selama kira-kira 40 menit, kemudian baru dinaikkan kembali keatas kapal
untuk mengambil ikannya. Hasil tangkapan dikeluarkan dengan membuka tali
pengikat kantong.
Menurut Mahendra et al., (2015), berbagai macam alat tangkap digunakan
untuk memanfaatkan sektor perikanan tersebut salah satunya yaitu dengan
menggunakan alat tangkap arad. Alat tangkap ini mempunyai nama ilmiah Small
bottom otter trawl. Arad merupakan alat tangkap yang cara pengoperasiannya
secara aktif, karena alat tangkap ini bergerak dengan cara ditarik kapal untuk
menangkap ikan-ikan demersal. Jaring Trawl akan “menyapu” suatu alur tertentu,
yang luasnya adalah perkalian antara panjang alur dengan lebar mulut jaring, yang
kemudian disebut Swept Area atau “alur sapuan efektif”. Pada saat pengoperasian
jaring, kapal bergerak dengan kecepatan 1 – 2 knot dan pada saat dragging
dilakukan selama 1 jam. Penentuan titik sampling dilakukan secara acak dengan
menggunakan pengalaman nelayan saat melaut. Jarak penentuan titik koordinat
antara arad genuine dan arad modifikasi tidak terlalu jauh karena pengoperasian
dilakukan secara bergantian. luas area sapuan ini sangat dipengaruhi oleh ukuran
dari arad, lama pengoperasian dan kecepatan kapal pada saat pengoperasian.
2.2.4. Rawai
Persiapan telah dilakukan dan telah tiba di fishing ground yang telah
ditentukan. Setting diawali dengan penurunan pelampung bendera dan penebaran
tali utama, selanjutnya dengan penebaran pancing yang telah dipasangi umpan.
Rata-rata waktu yang dipergunakan untuk melepas pancing 0,6 menit/pancing.
Pelepasan pancing dilakukan menurut garis yang menyerong atau tegak lurus
terhadap arus. Waktu melepas pancing biasanya waktu tengah malam, sehingga
pancing telah terpasang waktu pagi saat ikan sedang giat mencari mangsa. Akan
tetapi, pengoperasian pada siang hari dapat pula dilakukan. Penarikan alat tangkap
dilakukan setelah berada didalam air selama 3-6 jam. Penarikan dilakukan dengan
menggunakan line hauler yang diatur kecepatannya. Masing-masing anak buah
kapal telah mengetahui tugasnya sehingga alat penangkap dapat diatur dengan
rapi. Lamanya penarikan alat penangkap sangat ditentukan oleh banyaknya hasil
tangkapan dan faktor cuaca. Penarikan biasanya memakan waktu 3 menit/pancing.
Perusahaan Perikanan Samudera Besar di Bali melakukan hauling sekitar 9-11
jam. Selanjutnya dilakukan penanganan hasil tangkapan dan persiapan operasi
selanjutnya. Penangkapan ikan tuna dipengaruhi oleh kedalaman dan suhu
perairan pada suatu wilayah. Dengan beberapa kali percobaan penangkapan ikan
tuna dengan menggunakan mini longger dan interface mini didapat hasil
tangkapan tuna yang lebih banyak adalah pada saat kedalaman 200,1 – 250,1
meter. Dan dengan kondisi suhu antara 110C – 14,90C.
Menurut Chandra et al., (2015), rawai adalah salah satu alat tangkap yang
cukup banyak di operasikan di daerah Ujungbatu. Hal ini dikarenakan cara
pengoperasiannya yang mudah serta daerah penangkapanya yang tidak terlalu
jauh dari fishing base. Menurut nelayan pembuatan alat tangkap rawai juga lebih
mudah dan murah dibanding alat tangkap lain yang dioperasikan di daerah
tersebut. Pada pengoperasiannya rawai memperlukan umpan untuk menarik ikan.
Metode pengoperasian rawai dasar meliputi proses setting, immersing, dan
hauling. Proses setting yaitu proses dimana alat tangkap disiapkan hingga
diturunkan ke dalam perairan, proses setting yang dilakukan nelayan adalah
dengan melemparkan alat tangkap rawai kedalam perairan. Proses immersing
yaitu proses perendaman alat tangkap guna mendapatkan ikan yang menjadi target
tangkapan. Proses hauling merupakan proses pengambilan alat tangkap dan hasil
tangkapan yang didapatkan.
2.2.5. Tuna Longline
Langkah awal pengoperasian pada keadaan kapal saat setting, fishing
master dan kapten di ruang kemudi mengemudikan kapal sambil memperhatikan,
keamanan / keselamatan pada saat setting, kecepatan setting, adanya kapal lain
dan jaraknya, lintasan tali pancing, laju kapal, suhu air dan pusaran arus. Cara
mengoperasikan long line adalah yang pertama, mempersiapkan umpan dengan
jumlah yang sama dengan jumlah mata pancing yang akan dioperasikan.
Selanjutnya anak buah kapal mengambil posisi masing-masing sesuai tugas dan
kapal dikurangi kecepatannya sampai 3-4 mil/jam. Hal yang perlu diperhatikan
adalah pencarian umpan, pemasangan pada mata pancing ( biasanya ikan dikait
pada bagian kepalanya ). Pada ikan kembung pada bagian punggung, urutan mata
pancing, melepas gulungan tali cabang, dan memeriksa cacat pada setiap bagian
tali cabang. Untuk penarikan saat tengah malam, pada tali utama ( main line )
dipasang lampu sebanyak 5 - 6 buah dan radio buoy sebanyak 12 – 13 buah.
Pekerjaan setting dilakukan secara berurutan seperti, mengeluarkan umpan dari
palka, mencairkan umpan, mulai menjalankan mesin, mengukur kedalaman air
( menggunakan alat yang dioperasikan di ruang kemudi ), menyambung antar
bagian pancing dari main line ke branch line, memasang snaph, bola tali,
memasang umpan pada mata pancing, memasang pelampung di tali bola, radio
buoy dan mempersiapkan lampu, serta pembagian kerja diatur oleh Fishing
Master dan Bosun. Untuk pengoperasian hauling dimulai kira – kira jam 12 siang.
Lamanya hauling antara 12 – 18 jam. Sambil menggulung main line perlu
diperhatikan, arah bentangan tali, keadaan hasil tangkapan dan pemotongan tali
yang kusut jika diperlukan. Dilakukan pengaturan dan pengawasan tempat
penyimpanan main line, penggunaan mesin pengumpul main line, melepas snaph.
Menurut Bahtiar et al., (2016), bahwa taktik penangkapan tuna melalui
pengaturan waktu setting dan hauling didasarkan pada kebiasaan tuna mata besar
memburu mangsa atau mencari makanan. Selama ini Nahkoda atau Fishing
Master menentukan waktu setting berdasarkan siklus kehidupan binatang laut,
fase gelap dan terang bulan, siklus gerakan pasang surut air laut dan evaluasi
catatan harian hauling. Tuna mata besar lebih gemar memburu mangsa pada
malam hari. Hal ini berbeda berdasarkan informasi hook timer bahwa tuna mata
besar mempunyai kebiasaan mencari makanan pada pukul 13:00-18:00, dengan
Frekuensi tertinggi aktif mencari makanan yaitu pada pukul 16:00-17:00. Rata-
rata kapal rawai tuna melakukan kegiatan setting antara 5-6 jam dan jeda istirahat
sebelum melakukan hauling antara 3-5 jam. Dengan demikian dapat ditentukan
taktik penangkapan tuna melalui pengaturan waktu setting adalah dimulai pada
siang hari dan untuk berburu tuna mata besar disarankan untuk melakukan mulai
hauling pada sore hari.
2.3. Hasil Penangkapan
2.3.1. Gill Net
Hasil tangkapan yang diperoleh alat tangkap jaring insang (gill net)
umumnya merupakan jenis ikan pelagis, ikan demersal dan jenis crustae. Jenis
ikan pelagis biasanya ditangkap menggunakan surface gill net, hal ini dikarenakan
ikan pelagis berenang mendekati permukaan laut, sehingga untuk menangkapnya
diperlukan alat tangkap yang pengoperasiannya dekat dengan permukaan perairan.
Jenis ikan pelagis yang dapat tertangkap dengan jaring insang yaitu ikan cakalang,
ikan tuna, ikan tongkol dan lain-lain). Jenis ikan demersal ditangkap
menggunakan bottom gill net. Pengoperasian bottom gill net harus memperhatikan
daerah pengoperasian, terutama tidak di daerah terumbu karang karena dapat
merusak ekosistem perairan. Jenis ikan demersal yang tertangkap dengan jaring
insang yaitu flat fish, katamba, sea bream dan lain-lain). Jenis crustae yang
biasanya tertangkap oleh gill net yaitu udang, lobster, kepiting dan lain-lain.
Menurut Tomasoa (2020), ikan yang tertangkap dengan jaring insang
hanyut adalah ikan yang berukuran agak kecil yaitu ikan Tembang (Sardinella
Fimriata). Sedangkan ikan yang berukuran agak besar, terdiri dari ikan Kembung
(Rastrelliger kanagurta), ikan Selar Kuning (Selaroides leptolepis), ikan Terbang
(Spotted Flingfish), dan ikan Saku (Tylosurus sp). Hasil tangkapan paling banyak
tertangkap adalah ikan terbang dengan jumlah 142 ekor dan paling sedikit
tertangkap adalah ikan Kembung dengan jumlah 94 ekor dan berat 14 kg. Jumlah
berat dan jumlah waktu penangkapan di malam hari sangat besar dibandingkan
pada jumlah berat waktu penangkapan di siang hari.
2.3.2. Trammel Net
Hasil tangkapan yang diperoleh alat tangkap trammel net umumnya
merupakan jenis ikan demersal dan kebanyakan jenis udang-udangan. Hal ini
dikarenakan prinsip pengoperasian alat tangkap trammel net berada di dasar
perairan yang berpasir dan berlumpur. Target utama dari alat tangkap trammel net
yaitu ikan demersal dan crustae. Jenis ikan yang menjadi target penangkapan dari
alat tangkap trammel net yaitu ikan lidah (Cynoglossus lingua), ikan layur
(Trichiurus lepturus) dan ikan kembung (Rastrelliger sp.). Jenis ikan tersebut
merupakan ikan yang hidup pada dasar perairan, sehingga sering menjadi target
tangkapan dari alat tangkap trammel net. Jenis crustae yang dapat tertangkap oleh
alat tangkap trammel net yaitu udang jerbung (Penaeus merguensis) dan udang
dogol (Metapenaeus monoceros). Kebanyakan hasil tangkapan crustae yang
diperoleh dengan alat tangkap trammel net yaitu jenis udang-udangan.
Hasil tangkapan trammel net di Desa Siklayu Kabupaten Batang umumnya
didominasi oleh udang putih karena target dari trammel net adalah udang putih
(Penaeus marguensis). Operasi penangkapan ikan dari satu jenis alat tangkap tidak
bisa sepanjang tahun. Karena hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu
faktor yang paling berpengaruh terhadap hasil tangkapan trammel net adalah
faktor musim ikan terutama pada musim hujan (angin barat) dan gelombang laut
yang besar merupakan faktor yang sulit untuk melakukan operasi penangkapan
ikan. Upaya penangkapan mengalami peningkatan dan penurunan. Hal ini terjadi
karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan ekonomi. Faktor lingkungan yang
sangat mempengaruhi adalah cuaca atau musim yang mempengaruhi operasi
penangkapan ikan. Faktor ekonomi meliputi kecenderungan nelayan dalam
memperhitungkan untung atau ruginya dalam melakukan operasi penangkapan
ikan sehingga upaya penangkapan terkadang mengalami peningkatan dan
terkadang mengalami penurunan (Priadana et al., 2017).
2.3.3. Arad
Jaring ini direntang pada dasar laut, yang demikian berarti jenis-jenis ikan
yang menjadi tujuan penangkapan ialah ikan-ikan dasar (bottom fish) ataupun
ikan-ikan demersal. Jenis-jenis ikan seperti cucut, tuna, yang mempunyai tubuh
sangat besar sehingga tak mungkin terjerat pada mata jaring ataupun ikan-ikan
seperti flat fish yang mempunyai tubuh gepeng lebar, yang bentuk tubuhnya sukar
terjerat pada mata jaring, ikan-ikan seperti ini akan tertangkap dengan cara
terbelit-belit (entangled). Jenis ikan yang tertangkap berbagai jenis, misalnya
herring, cod, halibut, mackerel, yellow tail, sea bream, tongkol, cakalang, kwe,
layar, selar, dan lain sebagainya.
Menurut Septiana et al., (2019), Hasil tangkapan jaring arad terdiri dari 4
kelompok yaitu Krustacea, Moluska, Ikan dan Echinodermata. Krustasea meliputi
Kepiting (Scilla spp.), Udang Krosok (Metapenaeus lysianassa), Udang
Ronggeng (Orastoquila oratoria), Udang Windu (Penaeus monodon), Udang
Putih (Penaeus Merguiensis), Udang Barat (Metapenaeus dobsoni), Udang Merah
(Parapenaeus sp.), kelompok udang kecil, dan rajungan kecil. Moluska meliputi
Cumi-cumi (Loligo sp.), Kerang Darah (Anadara granosa), Sotong (Sepiela sp.),
kelompok kerang kecil, keong, dan cumi-cumi kecil. Ikan meliputi Barakuda
(Sphyraena jello), Bawal Putih (Pampus argentus), Belanak (Valamugil
speigieri), Beloso (Saurida tumbil), Giligan (Penna microdon), Kembung
(Rastrelliger kanagurta), Peperek (Leiognathus sp.), Tenggiri (Sromberomus
commerson), Teri (Stolephorus indicus), Tigawaja (Nibea albifora).
Echinodermata berupa kelompok bintang laut kecil.
2.3.4. Rawai
Jaring ini direntang pada dasar laut, yang demikian berarti jenis-jenis ikan
yang menjadi tujuan penangkapan ialah ikan-ikan dasar (bottom fish) ataupun
ikan-ikan demersal. Jenis-jenis ikan seperti cucut, tuna, yang mempunyai tubuh
sangat besar sehingga tak mungkin terjerat pada mata jaring ataupun ikan-ikan
seperti flat fish yang mempunyai tubuh gepeng lebar, yang bentuk tubuhnya sukar
terjerat pada mata jaring, ikan-ikan seperti ini akan tertangkap dengan cara
terbelit-belit (entangled). Jenis ikan yang tertangkap berbagai jenis, misalnya
herring, cod, halibut, mackerel, yellow tail, sea bream, tongkol, cakalang, kwe,
layar, selar, dan lain sebagainya. Jenis-jenis udang, lobster juga menjadi tujuan
penangkapan jaring. Reaksi ikan hering apabila gerak arus lebih besar dari 3 -9
m/dt ikan akan berenang ke hulu dengan kecepatan berenang maximum hampir
tercapai. Selain tuna, hasil tangkapan yang diperoleh berupa ikan paruh panjang
(billfishes). Rawai permukaan bisanya digunakan untuk menangkap jenis ikan-
ikan pelagis besar dan pelagis kecil.
Menurut Adrian et al., (2020), Hasil tangkap sampingan (HTS) atau
bycatch dapat diartikan sebagai ikan hasil tangkapan non target pada suatu
perikanan tangkap tertentu. Ikan non target dapat berupa bukan spesies tujuan atau
spesies tujuan tapi ukurannya di bawah standar yang diinginkan yaitu berupa ikan
muda atau yuwana. Ikan cucut, pari, setuhuk, layaran, dan mahi-mahi sering
tertangkap sebagai HTS rawai tuna. Hasil tangkapan didominasi oleh jenis tuna
madidihang. Tuna madidihang ditangkap dengan menggunakan kapal hand line,
purse seine, long line dan pool and line. Dampak dari tertangkapnya yuwana atau
ikan muda sebagai HTS mengakibatkan terjadinya penurunan populasi ikan.
Akibat selanjutnya adalah hilangnya pendapatan nelayan di masa mendatang.
2.3.5. Tuna Longline
Hasil tangkapan akan didaratkan di tangkahan. Kebanyakan alat tangkap
longline menangkap ikan tuna, hal ini dikarenakan ikan tuna memiliki nilai
ekonomis yang tinggi. Selain ikan tuna, longline juga biasanya digunakan untuk
menangkap ikan cakalang. Hasil tangkapan sampingan merupakan hasil tangkapan
diluar hasil tangkapan utama. Hasil tangkapan sampingan dari alat tangkap
longline ada yang diambil karena memiki nilai ekonomis dan ada yang dilepaskan
karena tidak laku dijual.
Menurut Yonvitner et al., (2020), jenis ikan hasil tangkapan utama
dari alat tangkap longline adalah ikan tuna sirip kuning, tuna mata besar, dan baby
tuna. Sedangkan jenis tangkapan sampingan yang berupa retain adalah ikan
tenggiri (Scomberomorus sp) dan bawal (Pampus sp) dari daerah Jakarta, dan ikan
cakalang (Katsuwonus sp) dan bawal (Pampus sp) dari Benoa, Bali, serta
lemadang (Coryphaena hippurus) dari Pelabuhanratu. Tertangkapnya ikan hiu
pada alat tangkap tersebut umumnya terjadi karena adanya proses rantai makanan,
dimana jenis ikan hiu merupakan predator. Alat tangkap rawai tuna, jaring insang
hanyut tuna dan jaring insang dasar, ikan hiu merupakan hasil tangkapan
sampingan.
2.4. Alat Tangkap Ramah Lingkungan
Teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan adalah suatu alat tangkap
yang tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, yaitu sejauh mana
alat tangkap tersebut tidak merusak dasar perairan, kemungkinan hilangnya alat
tangkap, serta konstribusinya terhadap polusi. Faktor lain adalah dampak terhadap
biodiversity dan target resources yaitu komposisi hasil tangkapan, adanya by-
catch serta tertangkapnya ikan-ikan muda. Alat penangkapan ikan yang termasuk
kategori sangat ramah lingkungan yaitu pancing tegak dan jaring insang dasar
(bottom gill net). Alat tangkap pancing tegak tergolong ke dalam alat tangkap
yang sangat ramah lingkungan, dimana alat tangkap ini dalam kategori sangat
ramah lingkungan dengan kriteria aman bagi nelayan tidak merusak habitat sekitar
penangkapan dan diterima secara sosial yaitu menguntungkan dan tidak
bertentangan dengan peraturan yang ada. Jaring insang dasar (bottom gill net)
tergolong alat tangkap ramah lingkungan dengan bersifat menetap di dasar
perairan sehingga tidak merusak karang secara meluas (Tuasikal, 2020).
Penangkapan ikan yang ramah lingkungan menjadi acuan dalam
penggunaan teknologi dan alat penangkapan ikan ramah lingkungan. Kondisi
tersebut dapat dilihat dari Teknik pengoperasian, fishing ground, konstruksi alat
penangkapan, ketersediaan SDI dan kelestarian lingkungan. Teknologi
penangkapan ikan yang ramah lingkungan disisi lain dapat diartikan sebagai suatu
alat tangkap yang sedikit atau bahkan tidak menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan, bertanggung jawab dan berkelanjutan, sehingga kelestarian
lingkungan dan SDI dapat terjaga. Skoring kriteria keramahan lingkungan alat
tangkap dianalisis dengan melihat beberapa kriteria yaitu selektivitas tinggi, tidak
merusak habitat, menghasilkan ikan berkualitas tinggi, tidak membahayakan
nelayan, produksi tidak membahayakan konsumen, by-catch rendah, dampak ke
biodiversitas, tidak membahayakan ikan yang dilindungi dan dapat diterima
secara sosial (Fadli et al., 2020).
Tingkat keramahan lingkungan alat tangkap dilihat dnegan menggunakan
9 (Sembilan) kriteria teknologi penangkapan ramah lingkungan berdasarkan
ketentuan FAO (1995) yaitu : alat tangkap harus memiliki selektivitas yang tinggi.
Alat tangkap tidak merusak habitat dan tempat berkembangbiak ikan. Tidak
membahayakan nelayan. Menghasilkan ikan yang bermutu. Produksi tidak
membahayakan Kesehatan konsumen. Hasil tangkapan yang terbuang minimum.
Alat tangkap harus memberikan dampak minimum terhadap biodiversity. Tidak
menangkap jenis ikan yang dilindungi undang-undang atau terancam punah.
Dapat diterima secara sosial (Kholis et al., 2018).
III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari Makalah Standarisasi yang berjudul
Alat Tangkap Yang Dapat Meningkatkan Produktifitas Dan Cenderung
Melakukan Pelanggaran adalah sebagai berikut :
1. Klasifikasi alat tangkap perikanan diantaranya Gill Net (Gilled Gear),
Trammel Net (Entangled Gear), Arad (Dragged Gear), Rawai (Longline).
2. Metode pengoperasian alat tangkap alat tangkap Gill Net, Trammel Net, dan
Rawai dilakukan dengan tiga tahapan yaitu setting, immersing dan hauling
sedangkan pada Arad terdiri dari setting, dragging dan hauling.
3. Hasil tangkapan dari alat tangkap berbeda antara satu sama lain. Hasil
tangkapan yang diperoleh alat tangkap jaring insang (gill net) umumnya
merupakan jenis ikan pelagis, ikan demersal dan jenis crustae. Hasil
tangkapan yang diperoleh alat tangkap trammel net umumnya merupakan jenis
ikan demersal dan kebanyakan jenis udang-udangan. Hasil tangkapan utama
dari jaring arad yaitu jenis udang-udangan dan ikan demersal. Hasil tangkapan
dari alat tangkap rawai kebanyakan jenis ikan-ikan pelagis besar. Hasil
tangkapan dari alat tangkap longline kebanyakan merupakan jenis ikan-ikan
pelagis besar.
4. Alat tangkap yang tergolong dalam alat tangkap ramah lingkungan adalah Gill
Net, Trammel Net, Rawai, dan Tuna Longline. Alat tangkap tersebut termasuk
alat tangkap ramah lingkungan karena sebagian besar krieria alat tangkap
ramah lingkungan sudah terpenuhi. Sedangkan alat tangkap yang tergolong
tidak ramah lingkungan adalah Arad. Alat tangkap ini dapat merusak habitat
dan tempat tinggal organisme laut, memiliki tingkat selektivitas yang rendah
karena dapat menangkap berbagai jenis dan ukuran ikan, hasil tangkapan
sampingan yang diperoleh banyak, alat tangkap biasanya menangkap
organisme yang dilindungi, selain itu pengoperasian alat tangkap juga
berakibat terhadap Kesehatan nelayan secara sementara akibat menarik tali.
DAFTAR PUSTAKA

Angraini, L dan Syamsir. 2019. Peran Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
Sumatera Barat dalam Mengatasi Bagan Tangkap Ikan di Perairan Danau
Singkarak. Journal of Education on Social Science. 3(1) : 24-33.

Arisandi. 2016. Inkonsistensi Kebijakan Penggunaan Jaring Trawl (Studi Kasus


Penggunaan Jaring Trawl oleh Nelayan Wilayah Perairan Gresik. 4(1) : 1-
18.

Franjaya, W. L., Zamdial dan A. Muqsit. 2018. Analisis Produktivitas dan Teknis
Penangkapan Rawai Dasar di Desa Kota Bani Kecamatan Putri Hijau
Kabupaten Bengkulu Utara. Jurnal Enggano. 3(2) : 261-274.

Firmansyah, R. A., I. Riyantini, I. B. B. Suryadi dan I. M. Apriliani. 2019.


Pengaruh Jumlah Mata Pancing Longline Terhadap Laju Pancing dan
Jumlah Hasil Tangkapan Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares) di
PPS Nizam Zachman Jakarta. Albacore. 3(3) :263-272.

Hartono, A., G. Puspito dan W. Mawardi. 2019.Uji Coba Lampu LED pada
Jaring Insang sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Tangkapan. Jurnal
Teknologi Perikanan dan Kelautan. 10 (1) : 15-26.

Priadana, F., A. N. Bambang dan F. Kurohman. 2017. Analisis Pendapatan


Nelayan Jaring Gondrong (Trammel Net) di Desa Siklayu, Kabupaten
Batang, Jawa Tengah. Jurnal Perikanan Tangkap : Indonesian Journal of
Capture Fisheries. 1(1) :1-7.

Romadhani, M, Ismail dan H. Boesono. 2016. Analisis Pendapatan Nelayan


Rajungan Alat Tangkap Jaring Pejer (Bottom Set Gill Net) dan Jaring
Gondrong (Trammel Net) di Desa Sukoharjo Kecamatan Rembang
Kabupaten Rembang. Journal of Fisheries Resources Utilization
Management and Technology. 5(1) : 9-18.

Sofiati, T., dan Djainudin. A. 2019. Produktivitas dan Pola Musim Penangkapan
Ikan Tuna (Thunnus albacares) di Perairan Kabupaten Pulau Morotai.
Jurnal Ilmu Kelautan Kepulauan., 2 (2) ; 84-91.

Septiana, E., S. W. Saputra dan A. Ghofar. 2019. Analisis Hasil Tangkapan Jaring
Arad di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Tambak Lorok, Semarang.
Saintek Perikanan. 14(2) : 100-105.

Tomasoa, Y., S., F. 2020. Hasil Tangkapan Jaring Insang Hanyut (Drift Gill Net)
pada Saat Malam dan Siang Hari. Jurnal Agrohut. 10(1) : 11-1.

Anda mungkin juga menyukai