KELOMPOK 1
1. AISYAH
2. DARA INTAN
3. EVY ALPUTRI
4. MESI MUSFINDAWATI
5. RIFNATATI
6. WEGI OKTAVIA
7. WIKA SAGITA
8. YUTRI SETIANI
DIII KEBIDANAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya
serta hadiah-Nya sehingga menulis dapat menyelesaikan Makalah Komunikasi dalam Praktik
Kebidanan.Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Komunikasi dalam Praktik
Kebidanan oleh Dosen Pembimbing Mata Kuliah Komunikasi dalam Praktik Kebidanan dan
merupakan tugas kelompok yang harus dipenuhi.
Penuis menyadari bahwa penulis ini masih belum sempurna,oleh karena itu
pengharapkan penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun kesempurnaan
makalah ini.
Penulis mengharapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.Akhir kata kai
mengucapkan terima kasih.
Penulis
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................
2.11 Kasus............................................................................................................
BAB III PENUTUP.........................................................................................................
3.1 Kesimpilan.....................................................................................................
3.2 Penutup..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar
manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan
metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk
menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar
(Abdalati, 1989).
Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang
mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku
“caring” atau kasih sayang / cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan
mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal,
memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra
profesi keperawatan serta citra rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah mengamalkan
ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi termasuk “therapeutic
use of self” dan “helping relationship” untuk praktek keperawatan, sikap dan tehnik serta
dimensi hubungan dari komunikasi terapeutik.
4. Komunikasi Terapiutik
PEMBAHASAN
Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat klien yang
bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien yang mempengaruhi perilaku pasien.
Hubungan perawat klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman
dengan menggunakan berbagai tekhnik komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah
positif seoptimal mungkin. Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif perawat
harus mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami tentang dirinya.
Teori komunikasi sangat sesuai dalam praktek keperawatan (Stuart dan Sundeen,
1987, hal. 111) karena :
1. Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik. Dalam proses
komunikasi terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran.
2. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Berarti, keberhasilan
intervensi keperawatan bergantung pada komunikasi karena proses keperawatan
ditujukan untuk merubah perilaku dalam mencapai tingkat kesehatan yang normal.
3. Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat dan klien yang terapeutik tidak
mungkin dicapai tanpa komunikasi.
Dalam membina hubungan terpeutik dengan klien, perawat perlu mengetahui proses
komunikasi dan keterampilan berkomunikasi dalam membantu klien memecahkan
masalahnya.Elemen yang harus ada pada proses komunikasi adalah pengirim pesan, penerima
pesan, media dan umpan balik. Semua perilaku individu pengirim dan penerima adalah
komunikasi yang akan member efek pada perilaku. Pesan yang disampaikan dapat berupa
verbal dan nonverbal. Bermain merupakan cara berkomunikasi dan berhubungan yang baik
dengan klien anak.
Perawat dapat menyampaikan atau mengkaji secara nonverbal antara lain : Vokal;
nada, kualitas, keras ato lembut, kecepatan, yang semuanya menggambarkan suasana emosi.
1. Gerakan; reflex, postur, ekspresi muka, gerakan yang berulang, atau gerakan-gerakan
yang lain. Khusus gerakan dan ekspresi muka dapat diartikan sebagai suasana hati.
2. Jarak (space)
Jarak dalam berkomunikasi dengan orang lain menggambarkan keintiman.
3. Sentuhan : dikatakan sangat penting, namun perlu mempertimbangkan aspek budaya
dan kebiasaaan.
Agar perawat dapat berperan efektif dalam terapeutik ia harus menganalisa dirinya :
kesadaran diri klarifikasi nilai, perasaan dan mampu menjadi model yang bertanggung jawab.
Seorang perawat tidak akan dapat mengetahui kondisi klien jika tidak ada kemampuan
menghargai keunikan klien.Komunikasi terapeutik tidak dapat berlangsung sendirinya, tetapi
harus di rencanakan, di pertimbangkan dan di lakukan secara profesional. Pada saat pertama
kali perawat melakukan komunikasi terapeutik proses komunikasi umumnya berlangsung
singkat, canggung, semu dan seperti di buat-buat.hal ini akan lebih membantu untuk
mempersepsikan masing-masing hubungan pasien karena adanya kesempatan untuk
mencapai hubungan antar manusia yang positif sehingga akan mempermudah pencapaian
tujuan terapeutik.
1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
sertadapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya
padahal-hal yang diperlukan.
2. Mengurangi keraguan,membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif
danmempertahankan kekuatan egonya.
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal
peningkatanderajat kesehatan.
4. Mempererat hubungan dan interaksi antara klien dan terapis (tenaga kesehatan)
secara professional proporsional dalam rangka membantu penyelesaian masalah klien.
Menurut Stuart, tujuan terapiutik diarahkan pada pertumbuhan klien :
Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien
yang menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya mengalami perubahan dalam
dirinya, ia tidak mampu menerima keberadaan dirinya, mengalami gangguan gambaran diri,
penurunan harga diri, merasa tidak berarti dan pada akhirnya merasa putus asa dan depresi.
Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang
lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya, perawat
akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya
(Hibdon, 2000). Rogers (1974) dalam Abraham dan Shanley (1997) mengemukakan
bahwa hubungan mendalam yang digunakan dalam proses interaksi antara perawat dan
klien merupakan area untuk mengekspresikan kebutuhan, memecahkan masalah dan
meningkatkan kemampuan koping.
Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur
kemampuannya. Taylor, Lilis dan La Mone (1997) mengemukakan bahwa individu yang
merasa kenyataan dirinya mendekati ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi
sedangkan individu yang merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal dirinya akan merasa
rendah diri.
Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa
percaya diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan
perawat dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas.
2.3 Jenis Komunikasi Terapeutik
Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen
(1995) dalam Purba (2003) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non-verbal
yang dimanifestasikan secara terapeutik.
1.Komunikasi Verbal
Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-
kata yang digunakan makin kecil keniungkinan teijadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai
dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa
membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan
yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan,
siapa dan dimana. Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara
sederhana.
2)Perbendaharaan Kata (Mudah dipahami)
Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan
kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran,
dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu
mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan dengan istilah yang
dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk, sementara saya akan mengauskultasi paru
paru anda” akan lebih baik jika dikatakan “Duduklah sementara saya mendengarkan paru-
paru anda”.
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan,
sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu
kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi perawat
akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika
berkomunikasi dengan keperawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah
untuk disalah tafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan
kondisi klien.
Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi
verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin
akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien.
Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu
digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk
mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan
memikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat
nonverbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa menanyakan
kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk
diulang.
5)Waktu dan Relevansi
Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang menangis
kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan
secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara
akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi.
Begitu pula komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan
dengan minat dan kebutuhan klien.
6)Humor
Dugan (1989) dalam Purba (2003) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi
ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan
perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988)
dalam Purba (2006) melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan
hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit,
mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk
menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi
dengan klien.
2.Komunikasi Tertulis
Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering digunakan
dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan memo, laporan, iklan di
surat kabar dan lain- lain.
1)Lengkap
2)Ringkas
3)Pertimbangan
4)Konkrit
5)Jelas
6)Sopan
7)Benar
Morris (1977) dalam Liliweni (2004) membagi pesan non verbal sebagai berikut:
1)Kinesik
Kinesik adalah pesan non verbal yang diimplementasikan dalam bentuk bahasa isyarat
tubuh atau anggota tubuh. Perhatikan bahwa dalam pengalihan informasi mengenai
kesehatan, para penyuluh tidak saja menggunakan kata-kata secara verbal tetapi juga
memperkuat pesan-pesan itu dengan bahasa isyarat untuk mengatakan suatu penyakit yang
berbahaya, obat yang mujarab, cara memakai kondom, cara mengaduk obat, dan lain-lain.
2)Proksemik
Proksemik yaitn bahasa non verbal yang ditunjukkan oleh “ruang” dan “jarak” antara
individu dengan orang lain waktu berkomunikasi atau antara individu dengan objek.
3)Haptik
Haptik seringkali disebut zero proxemics, artinya tidak ada lagi jarak di antara dua
orang waktu berkomunikasi. Atas dasar itu maka ada ahli kumunikasi non verbal yang
mengatakan haptik itu sama dengan menepuk-nepuk, meraba-raba, memegang, mengelus dan
mencubit. Haptik mengkomunikasikan relasi anda dengan seseorang.
4)Paralinguistik
Paralinguistik meliputi setiap penggunaan suara sehingga dia bermanfaat kalau kita
hendak menginterprestasikan simbol verbal. Sebagai contoh, orang-orang Muang Thai
merupakan orang yang rendah hati, mirip dengan orang jawa yang tidak mengungkapkan
kemarahan dengan suara yang keras. Mengeritik orang lain biasanya tidak diungkapkan
secara langsung tetapi dengan anekdot. Ini berbeda dengan orang Batak dan Timor yang
mengungkapkan segala sesuatu dengan suara keras.
5)Artifak
Kita memehami artifak dalam komunikasi komunikasi non verbal dengan pelbagai
benda material disekitar kita, lalu bagaimana cara benda-benda itu digunakan untuk
menampilkan pesan tatkala dipergunakan. Sepeda motor, mobil, kulkas, pakaian, televisi,
komputer mungkin sekedar benda. Namun dalam situasi sosial tertentu benda-benda itu
memberikan pesan kepada orang lain. Kita dapat menduga status sosial seseorang dan
pakaian atau mobil yang mereka gunakan. Makin mahal mobil yang mereka pakai, maka
makin tinggi status sosial orang itu.
Kreasi pan perancang untuk menciptakan logo dalam penyuluhan merupaka karya
komunikasi bisnis, namun model keija m dapat ditirn dalam komunikasi kesehatan. Biasanya
logo dirancang untuk dijadikan simbol da suatu karaya organisasi atau produk da suatu
organisasi, terutama bagi organisasi swasta. Bentuk logo umumnya berukuran kecil dengan
pilihan bentuk, warna dan huruf yang mengandung visi dan misi organisasi.
Acapkali anda mempunyai kesan tertentu terhadap tampilan fisik tubuh dari lawan
bicara anda. Kita sering menilai seseorang mulai dari warna kulitnya, tipe tubuh (atletis,
kurus, ceking, bungkuk, gemuk, gendut, dan lain-lain). Tipe tubuh itu merupakan cap atau
warna yang kita berikan kepada orang itu. Salah satu keutamaan pesan atau informasi
kesehatan adalah persuasif, artinya bagaimana kita merancang pesan sedemikian rupa
sehingga mampu mempengaruhi orang lain agar mereka dapat mengetahui informasi,
menikmati informasi, memutuskan untuk membeli atau menolak produk bisnis yang
disebarluaskan oleh sumber informasi. (Liliweri, 2007:108).
2.4 Komponen –Komponen Komunikasi Terapiutik
1. Komunikator
a. Perawat sbg pengirim pesan kepada pasien. Tujuannya untuk membantu kesembuhan
pasien, bersifat interpersonal. Contoh :
b. Perawat lebih aktif pendekatan diri pada pasien
c. Mendengarkan scr saksama
d. Memberikan respon pada pasien
e. Menawarkan informasi
f. Memberikan pencerahan pada pasien
1. Pesan
Berisi motivasi, pesan-pesan yg diberikan pada pasien guna menumbuhkan rasa optimis
serta kemajuan pasien.
2.Komunikan
3. Respon
4.Media
a. Verbal
b. Non verbal
c.
c. Konteks
Maksudnya bahwa bahasa dan informasi yang disampaikan harus sesuai dengan
keadaan dan lingkungan dimana komunikasi itu terjadi.
d. Alur
Bahasa dan informasi yang akan disajikan harus disusun dengan alur atau sistematika
yang jelas, sehingga pihak yang menerima informasi cepat tanggap
e. Budaya
Aspek ini tidak saja menyangkut bahasa dan informasi, tetapi juga berkaitan dengan
tatakrama dan etika. Artinya dalam berkomunikasi harus menyesuaikan dengan
budaya orang yang diajak berkomunikasi, baik dalam penggunaan bahasa verbal
maupun nonverbal, agar tidak menimbulkan kesalahan persepsi.
2. Tahap Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu atau kontak
dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan
dirinya terlebih dahulu kepada klien (Brammer dalam Suryani, 2005). Dengan
memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan
akan mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani, 2005). Tujuan tahap ini adalah
untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat
ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang lalu (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan
seterusnya, tujuan fase ini adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat
dengan keadaan klien saat ini, dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Umumnya
dikaitkan dengan hal yang telah dilakukan bersama klien (Cristina, dkk, 2002).
3. Tahap Kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik
(Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama
untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan
perawat dalam mendorong klien mengungkap perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut
untuk mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan
dalam respons verbal maupun nonverbal klien.
Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas perawat pada
tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui active listening,
perawat membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara
mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah yang telah
dipilih.
Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Tehnik
menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting
dalam percakapan, dan membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama
(Murray, B & Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik menyimpulkan adalah membantu
klien menggali hal-hal dan tema emosional yang penting (Fontaine & Fletcner dalam
Suryani, 2005)
Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses terminasi
perawat-klien merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika hal
tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi
lagi pada klien. Timbulnya respon tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat
untuk terbuka, empati dan responsif terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap
sebelumnya.
1. Bertanya
Bertanya (questioning) merupakan tehnik yang dapat mendorong klien untuk
mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Tehnik berikut sering digunakan pada tahap
orientasi.
2. Mendengarkan
Mendengarkan (listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi terapeutik
(Keliat, Budi Anna, 1992). Mendengarkan adalah proses aktif (Gerald, D dalam Suryani,
2005) dan penerimaan informasi serta penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang
diterima (Hubson, S dalam Suryani, 2005).
Selama mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang dibacakan klien dengan
penuh perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak memotong
pembicaraan klien. Tunjukkan perhatian bahwa perawat mempunyai waktu untuk
mendengarkan (Purwanto, Heri, 1994).
3. Mengulang
Mengulang (restarting) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien.
Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti
pembicaraan klien (Keliat, Budi Anna, 1992). Restarting (pengulangan) merupakan suatu
strategi yang mendukung listening (Suryani, 2005).
4. Klarifikasi
Klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran klien yang
tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya (Gerald, D dalam
Suryani, 2005).
Pada saat klarifikasi, perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang dikatakan
klien, juga tidak boleh menambahkan informasi (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Apabila
perawat menginterpretasikan pembicaraan klien, maka penilaiannya akan berdasarkan
pandangan dan perasaannya. Fokus utama klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian
terhadap perasaan klien sangat penting dalam memahami klien.
5. Refleksi
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan, dan isi
pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian perawat tentang
apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien
(Antai-Otong dalam Suryani, 2005).
Ruginya adalah :
a. Mengulang terlalu sering dan sama.
b. Dapat menimbulkan marah, iritasi, dan frustasi
6. Memfokuskan
Memfokuskan (focusing) bertujuan memberi kesempatan kepada klien untuk
membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan (Stuart,
G.W dalam Suryani, 2005). Dengan demikian akan terhindar dari pembicaraan tanpa arah
dan penggantian topik pembicaraan. Hal yang perlu diperhatikan dalam mengguanakan
metode ini adalah usahakan untuk tidak memutus pembicaraan ketika klien menyampaikan
masalah penting (Suryani, 2005).
7. Diam
Tehnik diam (silence) digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum
menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan
klien untuk mengorganisasi pikiran masing-masing (Stuart & Sundeen dalam Suryani, 2005).
Tehnik ini memberikan waktu pada klien untuk berfikir dan menghayati, memperlambat
tempo interaksi, sambil perawat menyampaikan dukungan, pengertian, dan penerimaannya.
Diam juga memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri dan berguna
pada saat klien harus mengambil keputusan (Suryani, 2005).
9. Menyimpulkan
Menyimpulkan (summerizing) adalah tehnik komunikasi yang membantu klien
mengeksplorasi poin penting dari interaksi perawat-klien. Tehnik ini membantu perawat dan
klien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat mengakhiri pertemuan. Poin utama dari
menyimpulkan yaitu peninjauan kembali komunikasi yang telah dilakukan (Murray, B &
Judith dalam Suryani, 2005).
11. Eksplorasi
Eksplorasi bertujuan untuk mencari atau menggali lebih jauh atau lebih dalam masalah
yang dialami klien (Antai-Otong dalam Suryani, 2005) supaya masalah tersebut bisa diatasi.
Tehnik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail tentang
masalah yang dialami klien.
Seorang ibu muda drawat diruang pasca Salin.ibu baru melahorkan anak pertama 8
jam yang lalu dan mendapatkan jahitan perineum,kondisi ibu secara umum baik . ibu ingin
kencing dan meminta bantuan pada seorang bidan sedang dinas diruang tersebut .bidan
menjawab dari tempat duduknya dengan inotasi suara yang cukup tinggi: mau buang air kecil
ibu? Ibu sudah 8 jam melahirkan bukan? Ibu sudah boleh kekamar mandi ,kalau ibu malas
bergerak sisa sisa darah kotor ibu lama bersihkan, sehingga lama pula pulihnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
1. Dalam melayani klien hendaknya perawat selalu berkomunikasi dengan klien untuk
mendapatkan persetujuan tindakan yang akan di lakukan.
2. Dalam berkomunikasi dengan klien hendaknya perawat menggunakan bahasa yang
mudah di mengerti oleh klien sehingga tidak terjadi kesalahpahaman komunikasi.
3. Dalam menjalankan profesinya hendaknya perawat selalu memegang teguh etika
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Suryani. Komunikasi Terapeutik, Teori dan Praktek, edisi 1. Jakarta: ECG, 2005.
Stuart, G.W. Therapeutic Nurse- Patient, 1998. /