Anda di halaman 1dari 33

KOMUNIKASI TERAPIUTIK

KELOMPOK 1
1. AISYAH
2. DARA INTAN
3. EVY ALPUTRI
4. MESI MUSFINDAWATI
5. RIFNATATI
6. WEGI OKTAVIA
7. WIKA SAGITA
8. YUTRI SETIANI

DIII KEBIDANAN

STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG


2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya
serta hadiah-Nya sehingga menulis dapat menyelesaikan Makalah Komunikasi dalam Praktik
Kebidanan.Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Komunikasi dalam Praktik
Kebidanan oleh Dosen Pembimbing Mata Kuliah Komunikasi dalam Praktik Kebidanan dan
merupakan tugas kelompok yang harus dipenuhi.

Penuis menyadari bahwa penulis ini masih belum sempurna,oleh karena itu
pengharapkan penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun kesempurnaan
makalah ini.

Penulis mengharapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.Akhir kata kai
mengucapkan terima kasih.

Penulis

Padang,26 Maret 2017


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................

1.1 Latar Belakang.................................................................................................

1.2 Tujuan dan Manfaat Penulis............................................................................

1.3 Rumusan Masalah............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................

2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik ...............................................................

2.2 Tujuan Komunikasi Terapiutik.......................................................................

2.3 Jenis-Jenis Komunikasi Terapiutik.................................................................

2.4 Komponen Komunikasi Terapiutik.................................................................

2.5 Upaya Meningkatkan Kadar Komunikatifnya Komunikasi atau Komunikasi


Efektif............................................................................................................

2.6 Fase-Fase Komunikasi Terapeutik ................................................................

2.7 Tekhnik-Tekhnik Komunikasi Terapeutik ....................................................

2.8 Faktor-Faktor Komunikasi Terapeutik ........................................................

2.9 Proses Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan ....................................

2.10 Bagaimana Seharusnya Bidan Berkomunikasi pada Kasus dengan

Menggunkan Komunikasi Terapiutik.................................................................

2.11 Kasus............................................................................................................
BAB III PENUTUP.........................................................................................................

3.1 Kesimpilan.....................................................................................................

3.2 Penutup..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar
manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan
metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk
menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar
(Abdalati, 1989).
Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang
mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku
“caring” atau kasih sayang / cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan
mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal,
memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra
profesi keperawatan serta citra rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah mengamalkan
ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi termasuk “therapeutic
use of self” dan “helping relationship” untuk praktek keperawatan, sikap dan tehnik serta
dimensi hubungan dari komunikasi terapeutik.

1.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan

1.Membekali perawat pada saat akan melekukan tindakan kepada pasien


2.  Agar perawat dan pasien terjalin komunikasi yang baik
3.  Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien
percaya pada hal yang diperlukan.
4.  Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya.
1.3 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi terapiutik?

2.Tujuan Komunikasi Terapiutik

3. Jenis-Jenis Komunikasi Terapiutik

4. Komunikasi Terapiutik

5. Upaya Meningkatkan Kadar Komunikatifnya Komunikasi atau Komunikasi Efektif

6. Fase-Fase Komunikasi Terapeutik

7. Tekhnik-Tekhnik Komunikasi Terapeutik

8. Faktor-Faktor Komunikasi Terapeutik

9. Proses Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan

10. Bagaimana Seharusnya Bidan Berkomunikasi pada Kasus dengan Menggunkan


Komunikasi Terapiutik
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komunikasi Terapiutik

Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat klien yang
bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien yang mempengaruhi perilaku pasien.
Hubungan perawat klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman
dengan menggunakan berbagai tekhnik komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah
positif seoptimal mungkin. Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif perawat
harus mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami tentang dirinya.

Teori komunikasi sangat sesuai dalam praktek keperawatan (Stuart dan Sundeen,
1987, hal. 111) karena :
1.      Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik. Dalam proses
komunikasi terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran.
2.      Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Berarti, keberhasilan
intervensi keperawatan bergantung pada komunikasi karena proses keperawatan
ditujukan untuk merubah perilaku dalam mencapai tingkat kesehatan yang normal.
3.      Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat dan klien yang terapeutik tidak
mungkin dicapai tanpa komunikasi.

Dalam membina hubungan terpeutik dengan klien, perawat perlu mengetahui proses
komunikasi dan keterampilan berkomunikasi dalam membantu klien memecahkan
masalahnya.Elemen yang harus ada pada proses komunikasi adalah pengirim pesan, penerima
pesan, media dan umpan balik. Semua perilaku individu pengirim dan penerima adalah
komunikasi yang akan member efek pada perilaku. Pesan yang disampaikan dapat berupa
verbal dan nonverbal. Bermain merupakan cara berkomunikasi dan berhubungan yang baik
dengan klien anak.

Perawat dapat menyampaikan atau mengkaji secara nonverbal antara lain : Vokal;
nada, kualitas, keras ato lembut, kecepatan, yang semuanya menggambarkan suasana emosi.
1.      Gerakan; reflex, postur, ekspresi muka, gerakan yang berulang, atau gerakan-gerakan
yang lain. Khusus gerakan dan ekspresi muka dapat diartikan sebagai suasana hati.
2.      Jarak (space)
Jarak dalam berkomunikasi dengan orang lain menggambarkan keintiman.
3.      Sentuhan : dikatakan sangat penting, namun perlu mempertimbangkan aspek budaya
dan kebiasaaan.

Agar perawat dapat berperan efektif dalam terapeutik ia harus menganalisa dirinya :
kesadaran diri klarifikasi nilai, perasaan dan mampu menjadi model yang bertanggung jawab.
Seorang perawat tidak akan dapat mengetahui kondisi klien jika tidak ada kemampuan
menghargai keunikan klien.Komunikasi terapeutik tidak dapat berlangsung sendirinya, tetapi
harus di rencanakan, di pertimbangkan dan di lakukan secara profesional. Pada saat pertama
kali perawat melakukan komunikasi terapeutik proses komunikasi umumnya berlangsung
singkat, canggung, semu dan seperti di buat-buat.hal ini akan lebih membantu untuk
mempersepsikan masing-masing hubungan pasien karena adanya kesempatan untuk
mencapai hubungan antar manusia yang positif sehingga akan mempermudah pencapaian
tujuan terapeutik.

2.2 Tujuan Komunikasi Terapiutik

1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
sertadapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya
padahal-hal yang diperlukan.
 
2. Mengurangi keraguan,membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif
danmempertahankan kekuatan egonya.

3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal
peningkatanderajat kesehatan.

4. Mempererat hubungan dan interaksi antara klien dan terapis (tenaga kesehatan)
secara professional proporsional dalam rangka membantu penyelesaian masalah klien.
Menurut Stuart, tujuan terapiutik diarahkan pada pertumbuhan klien :

1. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan diri.

Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien
yang menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya mengalami perubahan  dalam
dirinya, ia tidak mampu menerima keberadaan dirinya, mengalami gangguan  gambaran diri,
penurunan harga diri, merasa tidak berarti dan pada akhirnya merasa putus  asa dan depresi.

2. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan


salingbergantung  dengan orang lain.

Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang
lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya, perawat
akan dapat  meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya
(Hibdon, 2000). Rogers (1974) dalam Abraham dan Shanley  (1997) mengemukakan
bahwa hubungan  mendalam yang digunakan dalam proses interaksi antara perawat dan
klien merupakan area  untuk mengekspresikan kebutuhan, memecahkan masalah dan
meningkatkan kemampuan  koping.

3. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta


mencapaitujuan  yang realistis.

Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur
kemampuannya. Taylor, Lilis dan La Mone (1997) mengemukakan bahwa individu yang
merasa kenyataan dirinya mendekati ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi
sedangkan individu yang  merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal dirinya akan merasa
rendah diri.

4. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.

Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa
percaya  diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan
perawat dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas.
2.3 Jenis Komunikasi Terapeutik

Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan


memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya.
Menurut Potter dan Perry (1993) dalam Purba (2003), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan
yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik.

Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen
(1995) dalam Purba (2003) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non-verbal
yang dimanifestasikan secara terapeutik.

1.Komunikasi Verbal

Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di


rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap
muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau
simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon
emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan
arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam
tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.

Komunikasi Verbal yang efektif harus:

1)Jelas dan ringkas

Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-
kata yang digunakan makin kecil keniungkinan teijadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai
dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa
membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan
yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan,
siapa dan dimana. Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara
sederhana.
2)Perbendaharaan Kata (Mudah dipahami)

Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan
kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran,
dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu
mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan dengan istilah yang
dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk, sementara saya akan mengauskultasi paru
paru anda” akan lebih baik jika dikatakan “Duduklah sementara saya mendengarkan paru-
paru anda”.

3)Arti denotatif dan konotatif

Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan,
sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu
kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi perawat
akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika
berkomunikasi dengan keperawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah
untuk disalah tafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan
kondisi klien.

4)Selaan dan kesempatan berbicara

Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi
verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin
akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien.
Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu
digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk
mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan
memikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat
nonverbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa menanyakan
kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk
diulang.
5)Waktu dan Relevansi

Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang menangis
kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan
secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara
akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi.
Begitu pula komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan
dengan minat dan kebutuhan klien.

6)Humor

Dugan (1989) dalam Purba (2003) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi
ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan
perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988)
dalam Purba (2006) melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan
hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit,
mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk
menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi
dengan klien.

2.Komunikasi Tertulis

Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering digunakan
dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan memo, laporan, iklan di
surat kabar dan lain- lain.

Prinsip-prinsip komunikasi tertulis terdiri dari :

1)Lengkap

2)Ringkas

3)Pertimbangan

4)Konkrit

5)Jelas
6)Sopan

7)Benar

Fungsi komunikasi tertulis adalah:

1. Sebagai tanda bukti tertulis yang otentik, misalnya; persetujuan operasi.


2. Alat pengingat/berpikir bilamana diperlukan, misalnya surat yang telah
diarsipkan.
3. Dokumentasi historis, misalnya surat dalam arsip lama yang digali kembali untuk
mengetahui perkembangan masa lampau.
4. Jaminan keamanan, umpamanya surat keterangan jalan.
5. Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat perintah, surat
pengangkatan.

Keuntungan Komunikasi tertulis adalah:

1. Adanya dokumen tertulis


2. Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman
3. Dapat meyampaikan ide yang rumit
4. Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan
5. menyebarkan informasi kepada khalayak ramai
6. Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan komunikasi lisan.
7. Membentuk dasar kontrak atau perjanjian

Kerugian Komunikasi tertulis adalah:

1. Memakan waktu lama untuk membuatnya


2. Memakan biaya yang mahal
3. Komunikasi tertulis cenderung lebih formal
4. Dapat menimbulkan masalah karena salah penafsiran
5. Susah untuk mendapatkan umpan balik segera
6. Bentuk dan isi surat tidak dapat di ubah bila telah dikirimkan
7. Bila penulisan kurang baik maka akan membingungkan Si pembaca.
3.Komunikasi Non Verbal

Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata.


Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain.
Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dan saat
pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non verbal menambah arti
terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan
asuhan keperawatan.

Morris (1977) dalam Liliweni (2004) membagi pesan non verbal sebagai berikut:

1)Kinesik

Kinesik adalah pesan non verbal yang diimplementasikan dalam bentuk bahasa isyarat
tubuh atau anggota tubuh. Perhatikan bahwa dalam pengalihan informasi mengenai
kesehatan, para penyuluh tidak saja menggunakan kata-kata secara verbal tetapi juga
memperkuat pesan-pesan itu dengan bahasa isyarat untuk mengatakan suatu penyakit yang
berbahaya, obat yang mujarab, cara memakai kondom, cara mengaduk obat, dan lain-lain.

2)Proksemik

Proksemik yaitn bahasa non verbal yang ditunjukkan oleh “ruang” dan “jarak” antara
individu dengan orang lain waktu berkomunikasi atau antara individu dengan objek.

3)Haptik

Haptik seringkali disebut zero proxemics, artinya tidak ada lagi jarak di antara dua
orang waktu berkomunikasi. Atas dasar itu maka ada ahli kumunikasi non verbal yang
mengatakan haptik itu sama dengan menepuk-nepuk, meraba-raba, memegang, mengelus dan
mencubit. Haptik mengkomunikasikan relasi anda dengan seseorang.

4)Paralinguistik

Paralinguistik meliputi setiap penggunaan suara sehingga dia bermanfaat kalau kita
hendak menginterprestasikan simbol verbal. Sebagai contoh, orang-orang Muang Thai
merupakan orang yang rendah hati, mirip dengan orang jawa yang tidak mengungkapkan
kemarahan dengan suara yang keras. Mengeritik orang lain biasanya tidak diungkapkan
secara langsung tetapi dengan anekdot. Ini berbeda dengan orang Batak dan Timor yang
mengungkapkan segala sesuatu dengan suara keras.

5)Artifak

Kita memehami artifak dalam komunikasi komunikasi non verbal dengan pelbagai
benda material disekitar kita, lalu bagaimana cara benda-benda itu digunakan untuk
menampilkan pesan tatkala dipergunakan. Sepeda motor, mobil, kulkas, pakaian, televisi,
komputer mungkin sekedar benda. Namun dalam situasi sosial tertentu benda-benda itu
memberikan pesan kepada orang lain. Kita dapat menduga status sosial seseorang dan
pakaian atau mobil yang mereka gunakan. Makin mahal mobil yang mereka pakai, maka
makin tinggi status sosial orang itu.

6)Logo dan Warna

Kreasi pan perancang untuk menciptakan logo dalam penyuluhan merupaka karya
komunikasi bisnis, namun model keija m dapat ditirn dalam komunikasi kesehatan. Biasanya
logo dirancang untuk dijadikan simbol da suatu karaya organisasi atau produk da suatu
organisasi, terutama bagi organisasi swasta. Bentuk logo umumnya berukuran kecil dengan
pilihan bentuk, warna dan huruf yang mengandung visi dan misi organisasi.

7)Tampilan Fisik Tubuh

Acapkali anda mempunyai kesan tertentu terhadap tampilan fisik tubuh dari lawan
bicara anda. Kita sering menilai seseorang mulai dari warna kulitnya, tipe tubuh (atletis,
kurus, ceking, bungkuk, gemuk, gendut, dan lain-lain). Tipe tubuh itu merupakan cap atau
warna yang kita berikan kepada orang itu. Salah satu keutamaan pesan atau informasi
kesehatan adalah persuasif, artinya bagaimana kita merancang pesan sedemikian rupa
sehingga mampu mempengaruhi orang lain agar mereka dapat mengetahui informasi,
menikmati informasi, memutuskan untuk membeli atau menolak produk bisnis yang
disebarluaskan oleh sumber informasi. (Liliweri, 2007:108).
2.4 Komponen –Komponen Komunikasi Terapiutik

1. Komunikator

a. Perawat sbg pengirim pesan kepada pasien. Tujuannya untuk membantu kesembuhan
pasien, bersifat interpersonal. Contoh :
b. Perawat lebih aktif pendekatan diri pada pasien
c. Mendengarkan scr saksama
d. Memberikan respon pada pasien
e. Menawarkan informasi
f. Memberikan pencerahan pada pasien

1. Pesan

Berisi motivasi, pesan-pesan yg diberikan pada pasien guna menumbuhkan rasa optimis
serta kemajuan pasien.

2.Komunikan

Pasien terapeutik mempunyai masalah dg kehidupan maupun kesehatannya. Pasien ini


ingin lebih diperhatikan guna memperoleh informasi utk memenuhi kebutuhannya.

3. Respon

Respon yg diberikan pasien setelah berkomunikasi dengan perawat. Contoh: pasien


minum obat secara teratur 3x sehari, bersikap lebih optimis untuk sembuh.

4.Media

Wadah dimana komunikator menyampaikan pesan pada pasien. Dibagi 2 yaitu :

a. Verbal
b. Non verbal
c.

2.5 Komunikasi Efektif


2.5.1 Pengertian Komunikasi Efektif
Berkomunikasi efektif berarti bahwa komunikator dan komunikan sama-sama
memiliki pengertian yang sama tentang suatu pesan. Oleh karena itu, dalam bahasa asing
orang menyebutnya “the communication is in tune” ,yaitu kedua belah pihak yang
berkomunikasi sama-sama mengerti apa pesan yang disampaikan.

2.5.2 Syarat – syarat komunikasi efektif

Syarat-syarat untuk berkomunikasi secara efektif adalah antara lain :


1. Menciptakan suasana yang menguntungkan.
2. menggunakan bahasa yang mudah ditangkap dan dimengerti.
3. pesan yang disampaikan dapat menggugah perhatian atau minat di pihak komunikan.
4. Pesan dapat menggugah kepentingan dipihak komunikan yang dapat
menguntungkannya.
5. Pesan dapat menumbuhkan sesuatu penghargaan atau reward di pihak komunikan.

2.5.3 Tujuan Komunikasi Efektif


Tujuan komunikasi efektif adalah memberi kemudahan dalam memahami pesan yang
diberikan.

Bentuk komunikasi efektif :


   1. Komunikasi verbal efektif :
       - Berlangsung secara timbal balik.
       - Makna pesan ringkas dan jelas.
      - Bahasa mudah dipahami.
        - Cara penyampaian mudah diterima.
        - Disampaikan secara tulus.
        - Mempunyai tujuan yang jelas.
        - Memperlihatkan norma yang berlaku.
- Disertai dengan humor.

   2. Komunikasi non verbal :


        Yang perlu di perhatikan dalam komunikasi non verbal adalah :
      - Penampilan visik.
        - Sikap tubuh dan cara berjalan.
      - Ekspresi wajah.
        - Sentuhan

2.5.4Aspek Dalam Membangun Komunikasi Efektif


a. Kejelasan
Dalam komunikasi harus menggunakan bahasa secara jelas, sehingga mudah diterima
dan dipahami oleh komunikan.
b. Ketepatan
Ketepatan atau akurasi ini menyangkut penggunaan bahasa yang benar dan kebenaran
informasi yang disampaikan.

c. Konteks
Maksudnya bahwa bahasa dan informasi yang disampaikan harus sesuai dengan
keadaan dan lingkungan dimana komunikasi itu terjadi.
d. Alur
Bahasa dan informasi yang akan disajikan harus disusun dengan alur atau sistematika
yang jelas, sehingga pihak yang menerima informasi cepat tanggap
e. Budaya
Aspek ini tidak saja menyangkut bahasa dan informasi, tetapi juga berkaitan dengan
tatakrama dan etika. Artinya dalam berkomunikasi harus menyesuaikan dengan
budaya orang yang diajak berkomunikasi, baik dalam penggunaan bahasa verbal
maupun nonverbal, agar tidak menimbulkan kesalahan persepsi.

2.6 Fase-Fase Komunikasi Terapiutik

1.    Tahap Persiapan (Prainteraksi)


Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum berinteraksi
dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat menggali perasaan dan
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini perawat juga mencari
informasi tentang klien. Kemudian perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama
dengan klien. Tahap ini harus dilakukan oleh seorang perawat untuk memahami dirinya,
mengatasi kecemasannya, dan meyakinkan dirinya bahwa dia siap untuk berinteraksi dengan
klien (Suryani, 2005).

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:


a.       Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum berinteraksi dengan klien,
perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
Perasaan apa yang muncul sehubungan dengan interaksi yang akan dilakukan. Apakah
ada perasaan cemas? Apa yang dicemaskan? (Suryani, 2005).
b.      Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini sangat penting dilakukan
agar perawat mampu mengatasi kelemahannya secara maksimal pada saat berinteraksi
dengan klien. Misalnya seorang perawat mungkin mempunyai kekuatan mampu memulai
pembicaraan dan sensitif terhadap perasaan orang lain, keadaan ini mungkin bisa
dimanfaatkan perawat untuk memudahkannya dalam membuka pembicaraan dengan
klien dan membina hubungan saling percaya (Suryani, 2005).
c.       Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting karena dengan
mengetahui informasi tentang klien perawat bisa memahami klien. Paling tidak perawat
bisa mengetahui identitas klien yang bisa digunakan pada saat memulai interaksi
(Suryani, 2005).
d.      Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat perlu merencanakan
pertemuan pertama dengan klien. Hal yang direncanakan mencakup kapan, dimana, dan
strategi apa yang akan dilakukan untuk pertemuan pertama tersebut (Suryani, 2005).

2. Tahap Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu atau kontak
dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan
dirinya terlebih dahulu kepada klien (Brammer dalam Suryani, 2005). Dengan
memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan
akan mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani, 2005). Tujuan tahap ini adalah
untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat
ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang lalu (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:


a.       Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasi terbuka.
Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan hubungan terapeutik
(Stuart, G.W dalam Suryani, 2005), karena tanpa adanya rasa saling percaya tidak
mungkin akan terjadi keterbukaan antara kedua belah pihak. Hubungan yang dibina
tidak bersifat statis, bisa berubah tergantung pada situasi dan kondisi (Rahmat, J dalam
Suryani 2005). Karena itu, untuk mempertahankan atau membina hubungan saling
percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ikhlas, menerima klien apa adanya,
menepati janji, dan menghargai klien (Suryani, 2005).
b.      Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002). Kontrak ini sangat penting
untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi (Barammer dalam Suryani, 2005). Pada
saat merumuskan kontrak perawat juga perlu menjelaskan atau mengklarifikasi peran-
peran perawat dan klien agar tidak terjadi kesalah pahaman klien terhadap kehadiran
perawat. Disamping itu juga untuk menghindari adanya harapan yang terlalu tinggi dari
klien terhadap perawat karena karena klien menganggap perawat seperti dewa penolong
yang serba bisa dan serba tahu (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Perawat perlu
menekankan bahwa perawat hanya membantu, sedangkan kekuatan dan keinginan
untuk berubah ada pada diri klien sendiri (Suryani, 2005).
c.       Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien. Pada tahap ini
perawat mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya. Dengan memberikan
pertanyaan terbuka, diharapkan perawat dapat mendorong klien untuk mengekspresikan
pikiran dan perasaannya sehingga dapat mengidentifikasi masalah klien.
d.      Merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi bersama
klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai. Tujuan ini
dirumuskan setelah klien diidentifikasi.

Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan
seterusnya, tujuan fase ini adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat
dengan keadaan klien saat ini, dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Umumnya
dikaitkan dengan hal yang telah dilakukan bersama klien (Cristina, dkk, 2002).

3. Tahap Kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik
(Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama
untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan
perawat dalam mendorong klien mengungkap perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut
untuk mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan
dalam respons verbal maupun nonverbal klien.

Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas perawat pada
tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui active listening,
perawat membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara
mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah yang telah
dipilih.
Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Tehnik
menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting
dalam percakapan, dan membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama
(Murray, B & Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik menyimpulkan adalah membantu
klien menggali hal-hal dan tema emosional yang penting (Fontaine & Fletcner dalam
Suryani, 2005)

4.  Tahap Terminasi


Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien (Christina, dkk,
2002). Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G.W
dalam Suryani, 2005).
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien, setelah
terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan klien pada waktu yang telah
ditentukan.Terminasi akhir terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan
secara keseluruhan.

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:


a.       Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini
juga disebut evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi, perawat tidak boleh terkesan
menguji kemampuan klien, akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar mengulang atau
menyimpulkan.
b.      Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan menanyakan
perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat perlu mengetahui bagaimana
perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Apakah klien merasa bahwa interaksi
itu dapat menurunkan kecemasannya? Apakah klien merasa bahwa interaksi itu ada
gunanya? Atau apakah interaksi itu justru menimbulkan masalah baru bagi klien.
c.       Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindakan ini juga
disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak lanjut yang diberikan harus relevan
dengan interaksi yang akan dilakukan berikutnya. Misalnya pada akhir interaksi klien
sudah memahami tentang beberapa alternative mengatasi marah. Maka untuk tindak
lanjut perawat mungkin bisa meminta klien untuk mencoba salah satu dari alternative
tersebut.
d.      Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar terdapat
kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya. Kontrak yang dibuat
termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi.

Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses terminasi
perawat-klien merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika hal
tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi
lagi pada klien. Timbulnya respon tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat
untuk terbuka, empati dan responsif terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap
sebelumnya.

2.7 Tekhnik-Tekhnik Komunikasi Terapiutik

1.      Bertanya
Bertanya (questioning) merupakan tehnik yang dapat mendorong klien untuk
mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Tehnik berikut sering digunakan pada tahap
orientasi.

a.       Pertanyaan fasilitatif dan nonfasilitatif


Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya perawat
sensitif terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung berhubungan dengan masalah
klien, sedangkan pertanyaan nonfasilitatif (nonfacilitative question) adalah pertanyaan yang
tidak efektif karena memberikan pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau
pembicaraan, bersifat mengancam, dan tampak kurang pengertian terhadap klien (Gerald, D
dalam Suryani, 2005).
b.      Pertanyaan terbuka dan tertutup
Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat membutuhkan
jawaban yang banyak dari klien. Dengan pertanyaan terbuka, perawat mampu mendorong
klien mengekspresikan dirinya (Antai-Otong dalam Suryani, 2005).
Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika perawat membutuhkan jawaban yang
singkat.

c.       Inapropriate quantity question


Inapropriate quantity question yaitu pertanyaan yang kurang baik dari sisi jumlah
pertanyaan, yang mengakibatkan klien bingung dalam menjawab. Terlalu banyak pertanyaan
merupakan tindakan yang tidak tepat karena menimbulkan kebingungan klien untuk
menjawab (Long, L dalam Suryani, 2005).

d.      Inapropriate quality question


Inapropriate quality question yaitu pertanyaan yang tidak baik diberikan pada klien
dan biasanya dimulai dengan kata “why” (mengapa).

Why question ini dipertimbangkan tidak tepat karena :

1. Terkesan menginterogasi, sehingga klien merasa seolah-olah diintimidasi (Sturat,


G.W dalam Suryani, 2005). Hal ini bisa menghambat keterbukaan klien terhadap
perawat.
2. Tidak akan dapat menggali perasaan klien yang sebenarnya karena why question
mengiring klien untuk menjawab secara rasional atau mengemukakan alasan dari
suatu perbuatan atau keadaan, bukan bagaimana perasaanya terhadap kejadian
(Gerald, D dalam Suryani, 2005).

2.      Mendengarkan
Mendengarkan (listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi terapeutik
(Keliat, Budi Anna, 1992). Mendengarkan adalah proses aktif (Gerald, D dalam Suryani,
2005) dan penerimaan informasi serta penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang
diterima (Hubson, S dalam Suryani, 2005).
Selama mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang dibacakan klien dengan
penuh perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak memotong
pembicaraan klien. Tunjukkan perhatian bahwa perawat mempunyai waktu untuk
mendengarkan (Purwanto, Heri, 1994).

3.      Mengulang
Mengulang (restarting) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien.
Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti
pembicaraan klien (Keliat, Budi Anna, 1992). Restarting (pengulangan) merupakan suatu
strategi yang mendukung listening (Suryani, 2005).

4.      Klarifikasi
Klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran klien yang
tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya (Gerald, D dalam
Suryani, 2005).

Pada saat klarifikasi, perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang dikatakan
klien, juga tidak boleh menambahkan informasi (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Apabila
perawat menginterpretasikan pembicaraan klien, maka penilaiannya akan berdasarkan
pandangan dan perasaannya. Fokus utama klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian
terhadap perasaan klien sangat penting dalam memahami klien.

5.      Refleksi
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan, dan isi
pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian perawat tentang
apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien
(Antai-Otong dalam Suryani, 2005).

Tehnik-tehnik refleksi terdiri dari: (Keliat, Budi Anna, 1992)


a.       Refleksi visi, yaitu memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang diekspresikan
klien dengan pengertian perawat.
b.      Refleksi perasaan, yaitu memberi respon pada perasaan klien terhadap isi pembicaraan,
agar klien mengetahui dan menerima perasaanya.

Gunanya adalah untuk :


a.  Mengetahui dan menerima ide dan perasaan.
b.  Mengoreksi.
c.  Memberi keterangan lebih jelas.

Ruginya adalah :
a.  Mengulang terlalu sering dan sama.
b.  Dapat menimbulkan marah, iritasi, dan frustasi
6.      Memfokuskan
Memfokuskan (focusing) bertujuan memberi kesempatan kepada klien untuk
membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan (Stuart,
G.W dalam Suryani, 2005). Dengan demikian akan terhindar dari pembicaraan tanpa arah
dan penggantian topik pembicaraan. Hal yang perlu diperhatikan dalam mengguanakan
metode ini adalah usahakan untuk tidak memutus pembicaraan ketika klien menyampaikan
masalah penting (Suryani, 2005).

7.      Diam
Tehnik diam (silence) digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum
menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan
klien untuk mengorganisasi pikiran masing-masing (Stuart & Sundeen dalam Suryani, 2005).
Tehnik ini memberikan waktu pada klien untuk berfikir dan menghayati, memperlambat
tempo interaksi, sambil perawat menyampaikan dukungan, pengertian, dan penerimaannya.
Diam juga memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri dan berguna
pada saat klien harus mengambil keputusan (Suryani, 2005).

8.      Memberi Informasi


Memberikan tambahan informasi (informing) merupakan tindakan penyuluhan
kesehatan klien. Tehnik ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau pendidikan
pada klien tentang aspek-aspek yang relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan klien.
Informasi yang diberikan pada klien harus dapat memberikan pengertian dan pemahaman
tentang masalah yang dihadapi klien serta membantu dalam memberikan alternatif
pemecahan masalah (Suryani, 2005).

9.      Menyimpulkan
Menyimpulkan (summerizing) adalah tehnik komunikasi yang membantu klien
mengeksplorasi poin penting dari interaksi perawat-klien. Tehnik ini membantu perawat dan
klien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat mengakhiri pertemuan. Poin utama dari
menyimpulkan yaitu peninjauan kembali komunikasi yang telah dilakukan (Murray, B &
Judith dalam Suryani, 2005).

Manfaat dari menyimpulkan antara lain : (Suryani, 2005)


a.       Memfokuskan pada topik yang relevan.
b.      Menolong perawat dalam mengulang aspek utama interaksi.
c.       Membantu klien untuk merasa bahwa perawat memahami perasaannya.
d.      Membantu klien untuk dapat mengulang informasi dan membuat tambahan atau koreksi
terhadap informasi sebelumnya.

10.  Mengubah Cara Pandang


Tehnik mengubah cara pandang (refarming) ini digunakan untuk memberikan cara
pandang lain sehingga klien tidak melihat sesuatu atau masalah dari aspek negatifnya saja
(Gerald, D dalam Suryani, 2005). Tehnik ini sangat bermanfaan terutama ketika klien
berfikiran negatif terhadap sesuatu, atau memandang sesuatu dari sisi negatifnya. Seorang
perawat kadang memberikan tanggapan yang kurang tepat ketika klien mengungkapkan
masalah, misalnya menyatakan : “sebenarnya apa yang anda pikirkan tidak seburuk itu
kejadiannya”. Reframing akan membuat klien mampu melihat apa yang dialaminya dari sisi
positif (Gerald, D dalam Suryani, 2005) sehingga memungkinkan klien untuk membuat
perencanaan yang lebih baik dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.

11.  Eksplorasi
Eksplorasi bertujuan untuk mencari atau menggali lebih jauh atau lebih dalam masalah
yang dialami klien (Antai-Otong dalam Suryani, 2005) supaya masalah tersebut bisa diatasi.
Tehnik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail tentang
masalah yang dialami klien.

12.  Membagi Persepsi


Stuart G.W (1998) dalam Suryani (2005) menyatakan, membagi persepsi (sharing
peception) adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan atau pikirkan.
Tehnik ini digunakan ketika perawat merasakan atau melihat ada perbedaan antara respos
verbal dan respons nonverbal klien.
13.  Mengidentifikasi Tema
Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus mampu
manangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya adalah untuk meningkatkan
pengertian dan menggali masalah penting (Stuart & Sadeen dalam Suryani, 2005). Tehnik ini
sangat bermanfaat pada tahap awal kerja untuk memfokuskan pembicaraan pada awal
masalah yang benar-benar dirasakan klien.
14.  Humor
Humor bisa mempunyai beberapa fungsi dalam hubungan terapeutik. Florence
Nightingale dalam Anonymous (1999) dalam Suryani (2005) pernah mengatakan suatu
pengalaman pahit sangat baik ditangani dengan humor. Humor dapat meningkatkan
kesadaran mental dan kreativitas, serta menurunkan tekanan darah dan nadi.

Dalam beberapa kondisi berikut humor mungkin bisa dilakukan :


a.       Pada saat klien mengalami kecemasan ringan sampai sedang, humor mungkin bisa
menurunkan kecemasan klien.
b.      Jika relevan dan konsisten dengan sosial budaya klien.
c.       Membantu klien mengatasi masalah lebih efektif.

15.  Memberikan Pujian


Memberikan Pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang
didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement berguna untuk
meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien (Gerald, D dalam Suryani, 2005).
Reniforcement bisa diungkapkan dengan kata-kata ataupun melalui isyarat nonverbal.

2.9 Faktor-Faktor Komunikasi Terapiutik

Faktor – faktor penghambat dalam proses komunikasi terpeutik adalah : (Purwanto,


Heri, 1994)
a.    Kemampuan pemahaman yang berbeda.
b.    Pengamatan/penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu.
c.    Komunikasi satu arah.
d.   Kepentingan yang berbeda
e.    Memberikan jaminan yang tidak mungkin
f.     Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada penderita
g.    Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi
h.    Menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai tindakannya
i.      Memberikan kritik mengenai perasaan penderita
j.      Menghentikan/mengalihkan topik pembicaraan
k.    Terlalu banyak bicara yang seharusnya mendengarkan.
l.      Memperlihatkan sifat jemu, pesimis.
Faktor penghambat komunikasi : (Kariyoso, 1994)
a.    Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi
b.    Sikap yang kurang tepat
c.    Kurang pengetahuan
d.   Kurang memahami sistem sosial
e.    Prasangka yang tidak beralasan
f.    Jarak fisik, komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak antara komunikator dengan
reseptor berjauhan
g.    Tidak ada persamaan persepsi
h.    Indera yang rusak
i.      Berbicara yang berlebihan
j.      Mendominir pembicaraan, dan lain sebagainya

Faktor yang mempengaruhi komunikasi : (Suryani, 2005)


a)      Kredibilitas
Kredibilitas (credibility) terdapat dan berpengaruh pada sumber atau komunikator.
Kredibilitas komunikasi sangat mempengaruhi keberhasilan proses komunikasi, karena hal
ini mempengaruhi tingakat kepercayaan sasaran atau komunikasi terhadap pesan yang
disampaikan.
b)      Isi pesan
Pesan yang disampaikan hendaknya mengandung isi yang bermanfaat bagi sasaran.
Hasil komunikasi akan lebih baik jika isi pesan besar manfaatnya bagi kepentingan sasaran.
c)      Kesesuaian dengan kepentingan sasaran
Kesesuaian dengan kepentingan sasaran (context) terdapat dan berperan pada pesan.
Pesan yang disampaikan harus berhubungan dengan kepentingan sasaran.
d)     Kejelasan
Kejelasan (clarity) terdapat dan berperan pada pesan. Kejelasan pesan yang
disampaikan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi.
e)      Kesinambungan dan konsistensi
Kesinambungan dan konsistensi (continuity and consistency) terdapat pada pesan.
Pesan yang akan disampaikan harus konsistensi dan berkesinambungan.
f)       Saluran
Saluran (channel) terdapat dan berperan pada media. Media yang digunakan harus
disesuaikan dengan pesan yang ingin disampaikan.
g)      Kapabilitas sasaran
Kapabilitas sasaran (capability of the audience) terdapat pada komunikan. Dalam
menyampaikan pesan, komunikator harus memperhitungkan kemampuan sasaran dalam
menerima pesan.
h)      Psikologis (Rahmat, J dalam Suryani, 2005)
Seperti sikap, pengalaman hidup, motivasi, kepribadian, dan konsep.
i)        Sosial (Ellis, Gates & Kenwarthy dalam Suryani, 2005)
j)        Seperti usia, jenis kelamin, kelas sosial, suku, bahasa, kekuasaan, dan peran sosial.

2.10 Proses Komunikasi Terapiutik dalam Keperawatan

2.10.1    Proses komunikasi : (Mubarak, Wahid Iqbal, dkk, 2007)


a.    Reference, stimulus yang memotifasi seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Dapat berupa pengalaman, ide atau tindakan.
b.    Pengirim/ sumber/ encorder, disebut juga komunikator. Bisa perorangan atau kelompok.
c.    Pesan/ berita, informasi yang dikirimkan. Dapat berupa kata-kata, gerakan tubuh atau
ekspresi wajah.
d.   Media/ saluran, alat atau sarana yang dipilih pengirim untuk menyampaikan pesan pada
penerima/ sasaran.
e.    Penerimaan/ sasaran/ decoder, kepada siapa pesan yang ingin disampaikan tersebut
dituju.
f.     Umpan balik/ feed back/ respons, reaksi dari sasaran terhadap pesan yang disampaikan.

2.10.2      Komunikasi Terapeutik dalam Perawatan.


a.    Pengkajian (Purwanto, Heri, 1994)
1. Menentukan kemampuan seseorang dalam proses informasi.
2. Mengevaluasi data tentang status mental pasien untuk menentukan batas intervensi.
3. Mengevaluasi kemampuan pasien dalam berkomunikasi secara verbal.
4. Mengobservasi apa yang terjadi pada pasien tersebut saat ini.
5. Mengidentifikasi tingkat perkembangan pasien sehingga interaksi yang diharapkan
bisa realistik.
6. Menentukan apakah pasien memperlihatkan sikap verbal dan nonverbal yang sesuai.
7. Mengkaji tingkat kecemasan pasien sehingga dapat mengantisifasi intervensi yang
dibutuhkan.

b.   Diagnosa keperawatan (Potter & Perry, 1999)


1. Analisa tertulis dari penemuan pengkajian.
2. Sesi perencanaan tim kesehatan.
3. Diskusi dengan klien dan keluarga untuk menentukan metoda implementasi.
4. Membuat rujukan.

c.    Rencana tujuan (Purwanto, Heri,1994)


1. Rencana asuhan tertulis (Potter & Perry, 1999).
2. Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
3. Membantu pasien agar dapat menerima pengalaman yang pernah dirasakan.
4. Meningkatkan harga diri pasien.
5. Memberikan support karena adanya perubahan lingkungan.
6. Perawat dan pasien sepakat untuk berkomunikasi secara lebih terbuka.

d.   Implementasi (Purwanto, Heri, 1994)


a. Memperkenalkan diri kepada pasien.
b. Memulai interaksi dangan pasien.
c. Membantu pasien untuk dapat menggambarkan pengalaman pribadinya.
d. Menganjurkan kepada pasien untuk dapat mengungkapkan perasaan kebutuhannya.
e. Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri pasien.

e.    Evaluasi (Purwanto, Heri, 1994)


a. Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji dan memenuhi
kebutuhan sendiri.
b. Komunikasi menjadi lebih jelas, lebih terbuka dan berfokus pada masalah.
c. Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi tingkat kecemasan
2.11 Kasus

Seorang ibu muda drawat diruang pasca Salin.ibu baru melahorkan anak pertama 8
jam yang lalu dan mendapatkan jahitan perineum,kondisi ibu secara umum baik . ibu ingin
kencing dan meminta bantuan pada seorang bidan sedang dinas diruang tersebut .bidan
menjawab dari tempat duduknya dengan inotasi suara yang cukup tinggi: mau buang air kecil
ibu? Ibu sudah 8 jam melahirkan bukan? Ibu sudah boleh kekamar mandi ,kalau ibu malas
bergerak sisa sisa darah kotor ibu lama bersihkan, sehingga lama pula pulihnya.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik memerlukan latihan dan


kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi
dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi
yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.
Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya
diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting
diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan factor penunjang yang sangat
berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.

3.2 Saran

1. Dalam melayani klien hendaknya perawat selalu berkomunikasi dengan klien untuk
mendapatkan persetujuan tindakan yang akan di lakukan.
2.         Dalam berkomunikasi dengan klien hendaknya perawat menggunakan bahasa yang
mudah di mengerti oleh klien sehingga tidak terjadi kesalahpahaman komunikasi.
3.         Dalam menjalankan profesinya hendaknya perawat selalu memegang teguh etika
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Dalami,Ermawati.2009. Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Jakarta : Trans


Info Media

AASP, Chandradewi, Siti Wathaniah. Panduan Penelitian. Politeknik Kesehatan Kemenkes


Mataram, 2010.

Suryani. Komunikasi Terapeutik, Teori dan Praktek, edisi 1. Jakarta: ECG, 2005.
Stuart, G.W. Therapeutic Nurse- Patient, 1998. /

Suparyanti, R. 2008. Handout Komunikasi Terapiutik

Anda mungkin juga menyukai