Anda di halaman 1dari 12

Universitas Pamulang S-1 Manajemen

PERTEMUAN II

HUKUM KONTRAK [PERJANJIAN]

A. TUJUAN PEMBELAJARAN.

Setelah Pertemuan II Tentang Hukum Kontrak ini usai maka kemampuan yang
diharapkan ada pada diri Mahasiswa/i yang mempelajari Hukum Bisnis, adalah :
1. Memiliki Kemampuan Menganalisis Penggunaan Konsep Dasar Pengaplikasian
Hukum dalam konteks Bisnis Dalam Praktik Ekonomi.
2. Memiliki Kemampuan Dan Memahami Fenomena Hukum Dari Realita Kotrak
sebagai pintu gerbang hubungan bisnis.

B. URAIAN MATERI

1. PENDAHULUAN
Dalam Hukum Indonesia konsep kontrak di cantumkan dalam Kitab Undang-
undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Sekilas, apabila kita mendengar kata
kontrak, kita langsung berpikir bahwa yang dimaksudkan adalah suatu perjanjian
tertulis. Artinya, kontrak sudah dianggap sebagai suatu pengertian yang lebih sempit
dari perjanjian. Dan apabila melihat berbagai tulisan, baik buku, makalah, maupun
tulisan ilmiah lainnya, kesan ini tidaklah salah sebab penekanan kontrak selalu
dianggap sebagai medianya suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis. Dalam
pengertiannya yang luas kontrak adalah kesepakatan yang mendefinisikan
hubungan antara dua pihak atau lebih. Dua orang yang saling mengucapkan
sumpah perkawinan, sedang menjalin kontrak perkawinan; seseorang yang sedang
memilih makanan di pasar menjalin kontrak untuk membeli makanan tersebut dalam
jumlah tertentu. Kontrak tidak lain adalah perjanjian itu sendiri (tentunya perjanjian
yang mengikat). Dalam pasal 1233 KUH Perdata disebutkan bahwa tiap-tiap
perikatan dilahirkan dari :
a. Perjanjian; dan
b. Undang-undang
Kontrak dalam Hukum Indonesia, yaitu Burgerlijk Wetboek
(BW) disebut overeenkomst yang apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia,
Pengantar Hukum Bisnis 13
Universitas Pamulang S-1 Manajemen

berarti perjanjian. Salah satu sebab mengapa perjanjian oleh banyak orang tidak
selalu dapat mempersamakan dengan kontrak adalah karena dalam pengertian
perjanjian yang diberikan oleh Pasal 1313 KUH Perdata tidak memuat kata
“perjanjian dibuat secara tertulis”. Pengertian perjanjian dalam pasal 1313 KUH
Perdata tersebut, hanya menyebutkan sebagai suatu perbuatan di mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
a. Istilah Kontrak.
Istilah kontrak dipakai dalam praktek bisnis selain istilah perjanjian dan
persetujuan. Kerancuan akan istilah kontrak atau perjanjian masih sering
diketemukan dalam praktek bisnis. Pelaku bisnis memahami bahwa kedua istilah
antara perjanjian dan kontrak mempunyai pengertian yang berbeda. Mariam
Darus Badrulzaman, menganut pandangan yang menyatakan bahwa istilah
kontrak dan perjanjian mempunyai pengertian yang sama. Pendapat berbeda
dikemukakan oleh Ricardo Simanjutak, yang menyatakan bahwa:2

“Adapun pengertian kontrak secara tegas dimaksudkan sebagai kesepakatan


para pihak yang mempunyai konsekuensi hukum yang mengikat. Walaupun
istilah kontrak merupakan istilah yang telah lama diserap ke dalam bahasa
Indonesia, karena secara tegas digunakan dalam KUHPerdata, pengertian
kontrak tidak dimaksudkan seluas dari pengertian perjanjian seperti yang
dimaksudkan dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Pengertian kontrak lebih
dipersamakan dengan pengertian dari perikatan ataupun hukum perikatan
yang digambarkan dalam Pasal 1233 KUHPerdata.”

Berdasarkan pendapat Ricardo Simanjutak, dapat dilihat bahwa kontrak


(dalam bahasa Inggrisnya contract) juga merupakan perjanjian (dalam bahasa
Inggrisnya agreement) yang memiliki konsekuensi hukum (legal enforceability)
apabila tidak dilaksanakan.3 Para pihak dapat membuat suatu kesepakatan-
kesepakatan atau perjanjian-perjanjian yan tidak mempunyai konsekuensi hukum

2
Ricardo Simanjuntak, Teknik Perancangan Kontrak Bisnis, Mingguan Ekonomi dan Bisnis KONTAN,
Jakarta, 2006.hlm 27.

3
Ibid, hlm 28.
Pengantar Hukum Bisnis 14
Universitas Pamulang S-1 Manajemen

yang mengikat para pihak walaupun perjanjian-perjanjian tersebut adalah bersifat


komersial.
Ricardo Simanjutak menjelaskan bahwa kontrak merupakan bagian dari
pengertian perjanjian, artinya bahwa kontrak adalah juga perjanjian walaupun
belum tentu perjanjian adalah kontrak. Dalam pengertian kesepakatan para pihak
yang mempunyai konsekuensi hukum yang mengikat kontrak sama dengan
perjanjian. Perjanjian yang tidak memiliki konsekuensi hukum tidak sama dengan
kontrak. Dasar untuk menentukan apakah perjanjian mempunyai konsekuensi
hukum yang mengikat ataukah hanya sebagai perjanjian yang mempunyai
konsekuensi moral dapat dilihat dari kemauan dasar dari para pihak yang
berkontrak.4
Menurut pendapat sarjana asing Geoff Monahan dan David Barker
mengenai bentuk dari kontrak yang sah bahwa;5
“A valid contract is a contract that the law will enforce and creates legal
rights and obligations. A contract valid ab initio (from the beginning) contains all
the three essential elements of formation:
a. agreement (offer and acceptance);
b. intention (to be bound by the agreement);
c. consideration (for example, the promise to pay for goods or services received).
In addition, a valid contract may have to be in writing to be legally valid
(although most contracts may be oral, or a combination of oral and written words)
(Kontrak yang sah adalah kontrak yang dapat dipaksakan berlakunya secara
hukum dan menimbulkan akibat hukum berupa hak-hak da kewajiban-kewajiban.
Sebuah kontrak sah dari awal jika mengandung tiga elemen yakni:
a. persetujuan (penawaran dan penerimaan)
b. maksud untuk terikat dalam perjanjian.
c. adanya prestasi contohnya janji untuk membayar barang-barang atau jasa
yang diperlukan).

4
Ibid, hlm 32.
5
Geoff Monahan and David Barker, Essential Contract Law, Second Edition, Cavendish Publishing,
Sydney, 2001, hlm.3.

Pengantar Hukum Bisnis 15


Universitas Pamulang S-1 Manajemen

Sebagai tambahan, kontrak yang sah dapat berbentuk tulisan agar sah
secara hukum (walaupun beberapa kontrak dapat lisan, atau kombinasi dari lisan
dan tulisan/ garis bawah).”
Pandangan Geoff Monahan dan David Barker tersebut tidak mensyaratkan
bahwa kontrak harus dalam bentuk tulisan, karena dapat saja kontrak berbentuk
lisan bahkan gabungan antara lisan dan tulisan. Sarjana asing lainnya yakni T.M
Scanlon menyatakan bahwa ada perbedaan antara janji dengan kontrak yakni:6
“While promises do not, I have argued, presuppose a social institution of
agreement-making, the law of contracts obviously is such an institution.
Moreover, it is an institution backed by the coercive power of the state, and
one that, unlike the morality of promises, is centrally concerned with what is
to be done when contracts have not been fulfilled. (Sementara janji-janji
tidak memiliki akan hal ini, saya berpendapat bahwa hukum dari kontrak
adalah sebuah institusi. Bagaimanapun, ia adalah sebuah institusi yang ada
akibat adanya kekuasaan negara, dan berbeda dengan aspek moral dari
janji-janji, hukum kontrak menekankan pada apa yang harus dilakukan bila
kontrak-kontrak tidak dipenuhi)”
Berdasarkan pendapat tersebut, maka janji lebih menekankan pada aspek
moral sebagai kekuatan mengikatnya, sedangkan pada kontrak ada pada aspek
kekuatan memaksa jika tidak ditaati. Subekti menganut pandangan bahwa istilah
kontrak, memiliki pengertian yang lebih sempit, karena ditujukan kepada
perjanjian atau persetujuan yang dibuat secara tertulis, sedangkan suatu
perjanjian yang dibuat secara tidak tertulis (lisan) tidak dapat disebut dengan
istilah kontrak, melainkan perjanjian atau persetujuan.7 Subekti lebih menekankan
perbedaan antara kontrak dengan perjanjian pada unsur bentuknya.

b. Pengertiam Kotrak.
Istilah kontrak dalam Oxford Learner’s Pocket dictionary dari bahasa
Inggris, yakni “contract” yang bermakna perjanjian. Dalam bahasa Belanda

6
T.M. Scanlon, “Promises and Contracts”, The Theory of Contract Law, Cambridge University
Press, New York, 2001, hlm.99.
7
Subekti I, Op.Cit, hlm.1
Pengantar Hukum Bisnis 16
Universitas Pamulang S-1 Manajemen

kontrak dikenal dengan kata “overeenkomst”, yang juga bermakna sama dengan
kontrak yaitu perjanjian.8 Kontrak dapat disamaartikan dengan perjanjian, hal
mendasar perbedaan pengertian kontrak dan perjanjian, yaitu kontrak merupakan
suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis, sedangkan perjanjian merupakan
semua bentuk hubungan antara dua pihak dimana pihak yang satu berjanji
kepada pihak yang lain untuk melakukan sesuatu hal. Perjanjian tidak
membedakan apakah perjanjian tersebut dibuat tertulis maupun tidak, sehingga
kontrak dapat diartikan sebagai perjanjian secara sempit, yaitu hanya yang
berbentuk tertulis. Hal ini memberikan arti bahwa kontrak dapat disamakan
dengan perjanjian.
Menurut R.Setiawan Pengertian perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1313
KUHPerdata selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena hanya
menyebutkan persetujuan sepihak saja. Sangat luas karena dengan
dipergunakannya perkataan “perbuatan” tercakup juga perwakilan sukarela dan
perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan itu perlu kiranya diadakan
perbaikan mengenai definisi tersebut yaitu:9

1) Perbuatan yang harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan


yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum.
2) Menambahkan perkataan” saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal 1313
KUHPerdata.

Be berapa definisi perjanjian di dalam literatur mengenai perjanjian yang


dikemukakan oleh para sarjana hukum ternyata belum terdapat keseragaman
mengenai definisi perjanjian. Pengertian perjanjian menurut Hardijan Rusli adalah
“Suatu janji atau saling janji yang mana bila janji atau janji-janji itu tidak dapat
menuntut pemenuhan janji itu secara paksa atau menuntut ganti rugi.”10 Menurut
R. Subekti pengertian perjanjian yaitu : “Suatu peristiwa dimana seseorang

8
Kamus Oxford Learner’s Pocket dictionary, University Press, Oxford, tahun 2000. hlm. 45
9
Harjdijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Comon Law, cetakan ke-2 PT Midyas Suryo
Grafindo, Jakarta 1998, hlm. 4.
10
Harjdijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Comon Law, cetakan ke-2 PT Midyas Suryo
Grafindo, Jakarta 1998, hlm. 4.
Pengantar Hukum Bisnis 17
Universitas Pamulang S-1 Manajemen

berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu.”11
Menurut Salim HS, Perjanjian adalah hubungan hukum antara subjek yang
satu dengan subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek
hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain
berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah
disepakatinya.12 Pada umumnya perjanjian tidak terkait pada suatu bentuk
tertentu, dapat dilaksanakan secara lisan dan dibuat secara tertulis. Bentuk
perjanjian tertulis dapat dijadikan sebagai alat bukti apabila terjadi sengketa.
Undang-undang memberikan bentuk terhadap beberapa perjanjian tertentu,
dengan demikian apabila bentuk tersebut tidak diikuti, maka perjanjian yang
dibuat tidaklah sah. Perjanjian menimbulkan suatu hubungan antara dua orang
atau lebih yang dinamakan perikatan, dengan demikian perjanjian merupakan
sumber dari perikatan yang terpenting disamping Undang-undang.

2. ASAS-ASAS HUKUM KONTRAK

Dalam hukum kontrak dikenal beberapa asas, di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme sering diartikan bahwa dibutuhkan kesepakatan
untuk lahirnya kesepakatan. Pengertian ini tidak tepat karena maksud asas
konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada saat terjadinya
kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak,
lahirlah kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada saat itu. Hal ini
berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak
dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebut
sudah bersifat obligator, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk
memenuhi kontrak tersebut. Asas konsensualisme terdapat terdapat di dalam
Pasal 1320 KUH Perdata. Hukum perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata
bersifat dan berasas konsensualisme, kecuali ada beberapa perjanjian

11
Subekti, Op.Cit, hlm. 1.
12
Salim HS, Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika, 2008,
hlm. 27.

Pengantar Hukum Bisnis 18


Universitas Pamulang S-1 Manajemen

merupakan pengecualian dari asas tersebut, misalnya seperti perjanjian


perdamaian, perjanjian perburuhan, dan perjanjian penghibahan. Kesemua
perjanjian yang merupakan pengecualian tersebut, belum bersifat mengikat
apabila tidak dilakukan secara tertulis.
b. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)
Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat
penting dalam hokum kontrak. Didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) BW bahwa
semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Demikian pula ada yang mendasarkan pada pasal
1320 BW bahwa semua perjanjian yang menerangkan tentang syarat sahnya
perjanjian. Maksud dari asas kebebasan berkontrak artinya para pihak bebas
membuat kontrak dan mengatur sendiri isi kontrak tersebut, sepanjang memenuhi
ketentuan sebagai berikut :
1) Memenuhi syarat sebagai suatu kontrak
2) Tidak dilarang oleh undang-undang
3) Sepanjang kontrak tersebut dilaksanakan dengan itikad baik

c. Asas Mengikatnya Kontrak ( Pacta Sunt Servanda )


Setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi kontrak
tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan
janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang.
Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1338 ayat (1) yang menentukan bahwa semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.

d. Asas Itikad Baik (Goede Trouw)


Menurut Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, suatu kontrak haruslah
dilaksanakan dengan itikad baik ( goeder trouw, bona fide ). Rumusan dari Pasal
1338 ayat (3) tersebut mengindikasikan bahwa sebenarnya itikad baik bukan
merupakan syarat sahnya suatu kontrak sebagaimana syarat yang terdapat
dalam pasal 1320 KUH Perdata. Itikad baik disyaratkan dalam hal pelaksanaan
dari suatu kontrak, bukan pada pembuatan suatu kontrak. Sebab, unsur itikad

Pengantar Hukum Bisnis 19


Universitas Pamulang S-1 Manajemen

baik dalam hal pembuatan suatu kontrak sudah dapat dicakup oleh unsure kausa
yang legal dari Pasal 1320 tersebut.
e. Akibat keadaan memaksa absolut (force majeur) :

1) debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUH Perdata);
2) kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi hukum
bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan kontra prestasi, kecuali untuk
yang disebut dalam Pasal 1460 KUH Perdata.
3) keadaan memaksa yang relatif adalah suatu keadaan yang menyebabkan
debitur masih mungkin untuk melaksanakan prestasinya, tetapi pelaksanaan
prestasi itu harus dilakukan dengan memberikan korban besar yang tidak
seimbang atau menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan manusia
atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar. Keadaan
memaksa ini tidak mengakibatkan beban resiko apapun, hanya masalah waktu
pelaksanaan hak dan kewajiban kreditur dan debitur.
4) pernyataan menghentikan persetujuan (opzegging) yang dapat dilakukan oleh
kedua belah pihak atau oleh salah satu pihak pada perjanjian yang bersifat
sementara misalnya perjanjian kerja;
5) putusan hakim;
6) tujuan perjanjian telah tercapai;
7) dengan persetujuan para pihak (herroeping).

3. SYARAT SAHNYA KONTRAK

a. Kesepakatan, penulis berpendapat Kesepakatan para pihak merupakan unsur


mutlak untuk terjadinya suatu kontrak. Kesepakatan ini dapat terjadi dengan
berbagai cara, namun yang paling penting adalah adanya penawaran dan
penerimaan atas penawaran tersebut. Terjadinya kesepakatan dapat terjadi
secara tertulis dan tidak tertulis. Para pihak yang melakukan kesepakatan secara
tertulis biasanya dilakukan baik dengan akta di bawah tangan maupun dengan
akta autentik. Akta di bawah tangan merupakan akta yang dibuat oleh para pihak
tanpa melibatkan pejabat yang berwenang membuat akta seperti notaris, PPAT,
atau pejabat lain yang diberi wewenang untuk itu. Berbeda dengan akta di bawah
tangan yang tidak melibatkan pihak berwenang dalam pembuatan akta, akta
Pengantar Hukum Bisnis 20
Universitas Pamulang S-1 Manajemen

autentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang.
Perbedaan prinsip antara akta di bawah tangan dengan akta autentik adalah
karena jika para pihak lawan mengingkari akte tersebut, akta di bawah tangan
selalu dianggap palsu sepanjang tidak dibuktikan keasliannya, sedangkan akta
autentik selalu dianggap asli, kecuali terbukti kepalsuannya. Artinya, jika suatu
akta di bawah tangan disangkali oleh pihak lain, pemegang akta di bawah tangan
dibebani untuk membuktikan kaslian akta tersebut, sedangkan kalau suatu akta
autentik disangkali pemegang akta autentik tidak perlu membuktikan keaslian
akta autentik tersebut tetapi pihak yang menyangkalilah yang harus membuktikan
bahwa akta autenti tersebut adalah palsu. Oleh karena itu, pembuktian akta di
bawah tangan disebut pembuktian keaslian sedangkan pembuktian akta autentik
adalah pembuktian kepalsuan.

b. Kecakapan, Syarat kecakapan untuk membuat suatu perikatan, harus dituangkan


secara jelas mengenai jati diri para pihak. Pasal 1330 KUH Perdata,
menyebutkan bahwa orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu
perjanjian adalah :

1) Orang-orang yang belum dewasa, belum berusia 21 tahun dan belum menikah
2) Berusia 21 tahun tetapi di bawah pengampuan seperti gelap mata, dungu,
sakit ingatan, atau pemboros dan;
3) Orang yang tidak berwenang.
Sebetulnya ada satu lagi yang dianggap oleh KUH Perdata tidak cakap hukum
yaitu perempuan, akan tetapi saat ini undang-undang sudah menetapkan lain
yaitu persamaan kedudukan perempuan dan laki-laki.

c. Hal tertentu, Dalam suatu kontrak dalam KUH Perdata objek perjanjian harus
jelas dan ditentukan oleh para pihak, objek perjanjian tersebut dapat berupa
barang maupun jasa, namun dapat juga berupa tidak berbuat sesuatu. Hal
tertentu ini dalam kontrak disebut prestasi yang dapat berwujud barang, keahlian
atau tenaga, dan tidak berbuat sesuatu. Untuk menentukan tentang hal tertentu
yang berupa tidak berbuat sesuatu juga harus dijelaskan dalam kontrak seperti

Pengantar Hukum Bisnis 21


Universitas Pamulang S-1 Manajemen

“berjanji untuk tidak saling membuat pagar pembatas antara dua rumah yang
bertetangga”.

d. Sebab yang halal, Istilah kata halal yang dimaksud di sini bukanlah lawan kata
haram dalam hukum Islam, tetapi yang dimaksud sebab yang halal adalah
bahwa isi kontrak tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan. Isi perjanjian harus memuat/causa yang diperbolehkan. Apa yang
menjadi obyek atau isi dan tujuan prestasi yang melahirkan perjanjian harus tidak
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.

4. UNSUR-UNSUR KONTRAK DALAM HUKUM INDONESIA

a. Unsur Esensiali
Unsur esensiali merupakan unsur yang harus ada dalam suatu kontrak karena
tanpa adanya kesepakatan tentang unsur esensiali ini maka tidak ada kontrak.
Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli harus ada kesepakatan mengenai barang
dan harga dalam kontrak jual beli, kontrak tersebut batal demi hukum karena
tidak ada hal tertentu yang diperjanjikan.

b. Unsur Naturalia
Unsur Naturalia merupakan unsur yang telah diatur dalam undang-undang
sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam kontrak, undang-undang
yang mengaturnya. Dengan demikian, unsur naturalia ini merupakan unsur yang
selalu dianggap ada dalam kontrak. Sebagai contoh, jika dalam kontrak tidak
diperjanjikan tentang cacat tersembunyi, secara otomatis berlaku ketentuan
dalam BW bahwa penjual yang harus menanggung cacat tersembunyi.

c. Unsur Aksidentalia
Unsur aksidentalia merupakan unsur yang nanti ada satu mengikat para pihak
jika para pihak memperjanjikannya. Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli
dengan angsuran diperjanjikan bahwa apabila pihak debitur lalai membayar
selama tiga bulan berturut-turut, barang yang sudah dibeli dapat ditarik kembali
oleh kreditor tanpa melalui pengadilan. Demikian pula oleh klausul-klausul lainnya

Pengantar Hukum Bisnis 22


Universitas Pamulang S-1 Manajemen

yang sering ditentukan dalam suatu kontrak, yang bukan merupakan unsure
esensial dalam kontrak tersebut.

d. Akibat Hukum Suatu Kontrak


Akibat hukum suatu kontrak pada dasarnya lahir dari adanya hubungan hukum
dari suatu perikatan, yaitu dalam bentuk hak dan kewajiban. Pemenuhan hak dan
kewajiban inilah yang merupakan salah satu bentuk daripada akibat hukum suatu
kontrak. Kemudian, hak dan kewajiban ini tidak lain adalah hubungan timbal balik
dari para pihak, maksudnya, kewajiban di pihak pertama merupakan hak bagi
pihak kedua, begitu pun sebaliknya, kewajiban di pihak pertama merupakan hak
bagi pihak kedua, begitu pun sebaliknya, kewajiban di pihak kedua merupakan
hak bagi pihak pertama. Dengan demikian, akibat hokum di sini tidak lain adalah
pelaksanaan dari pada suatu kontrak itu sendiri.
Menurut pasal 1339 KUH Perdata, suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk
hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalam perjanjian, tetapi juga untuk segala
sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan (diwajibkan) oleh kepatutan,
kebiasaan, dan undang-undang.

5. BERAKHIRNYA SUATU KONTRAK

Berakhirnya perikatan diatur dalam pasal 1381 KUH Perdata. Yang diartikan
dengan berakhirnya perikatan adalah selesainya atau hapusnya sebuah perikatan
yang diadakan oleh dua pihak yaitu kreditor dan debitor tentang sesuatu hal. Pihak
kreditor adalah pihak atau orang yang berhak atas suatu prestasi, sedangkan debitor
adalah pihak yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi. Bisa berarti segala
perbuatan hukum yang dilakukan oleh kedua pihak, bisa jual beli, utang piutang,
sewa menyewa, dan lain-lain. Disebutkan dalam KUH Perdata tentang berakhirnya
perikatan diantaranya yaitu :
a. Karena Pembayaran
b. Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
c. Karena pembaharuan utang (Novasi)
d. Karena perjumpaan utang atau kompensasi
e. Karena percampuran utang (Konfusio)

Pengantar Hukum Bisnis 23


Universitas Pamulang S-1 Manajemen

f. Karena pembebasan utang


g. Karena musnahnya barang yang terutang
h. Karena batal atau pembatalan
i. Karena berlakunya suatu syarat batal
j. Karena lewatnya waktu (Kedaluwarsa)

C. SOAL LATIHAN/ TUGAS

Dari penjelasan-penjalasan yang telah disebutkan diatas maka, terdapat bebrapa


hal yang harus di pecahkan oleh mahasiswa/I yakni :
1. Coba Sdr/i Jabarkan berkaitan dengan Contoh Real dari konsep Unsur Esensiali dari
Kotrak?
2. Jabarkan berkaitan dengan Akibat Hukum apabila tercadi kecacatan dalam
pembuatan Kotrak?
3. Sdr/i Dapat jelaskan Daluarsa dalam hukum Kotrak?

D. REFERENSI

Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan
Lokal dan Tantangan Global, Rineka Cipta, Jakarta.
Mubyarto, Prospek Otonomi Daerah dan Perekonomian Indonesia Pasca Krisis
Ekonomi, BPFE, Yogyakarta, 2001.
Pandji Anoraga, Perusahaan Multi Nasional Penanaman Modal Asing, Pustaka Jaya,
Jakarta.
Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika,
2010.
Iqbal, M. (2018). IMPLEMENTASI EFEKTIFITAS ASAS OPORTUNITAS DI
INDONESIA DENGAN LANDASAN KEPENTINGAN UMUM. Jurnal Surya
Kencana Satu: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan, 9(1).

Pengantar Hukum Bisnis 24

Anda mungkin juga menyukai