PERTEMUAN II
A. TUJUAN PEMBELAJARAN.
Setelah Pertemuan II Tentang Hukum Kontrak ini usai maka kemampuan yang
diharapkan ada pada diri Mahasiswa/i yang mempelajari Hukum Bisnis, adalah :
1. Memiliki Kemampuan Menganalisis Penggunaan Konsep Dasar Pengaplikasian
Hukum dalam konteks Bisnis Dalam Praktik Ekonomi.
2. Memiliki Kemampuan Dan Memahami Fenomena Hukum Dari Realita Kotrak
sebagai pintu gerbang hubungan bisnis.
B. URAIAN MATERI
1. PENDAHULUAN
Dalam Hukum Indonesia konsep kontrak di cantumkan dalam Kitab Undang-
undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Sekilas, apabila kita mendengar kata
kontrak, kita langsung berpikir bahwa yang dimaksudkan adalah suatu perjanjian
tertulis. Artinya, kontrak sudah dianggap sebagai suatu pengertian yang lebih sempit
dari perjanjian. Dan apabila melihat berbagai tulisan, baik buku, makalah, maupun
tulisan ilmiah lainnya, kesan ini tidaklah salah sebab penekanan kontrak selalu
dianggap sebagai medianya suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis. Dalam
pengertiannya yang luas kontrak adalah kesepakatan yang mendefinisikan
hubungan antara dua pihak atau lebih. Dua orang yang saling mengucapkan
sumpah perkawinan, sedang menjalin kontrak perkawinan; seseorang yang sedang
memilih makanan di pasar menjalin kontrak untuk membeli makanan tersebut dalam
jumlah tertentu. Kontrak tidak lain adalah perjanjian itu sendiri (tentunya perjanjian
yang mengikat). Dalam pasal 1233 KUH Perdata disebutkan bahwa tiap-tiap
perikatan dilahirkan dari :
a. Perjanjian; dan
b. Undang-undang
Kontrak dalam Hukum Indonesia, yaitu Burgerlijk Wetboek
(BW) disebut overeenkomst yang apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia,
Pengantar Hukum Bisnis 13
Universitas Pamulang S-1 Manajemen
berarti perjanjian. Salah satu sebab mengapa perjanjian oleh banyak orang tidak
selalu dapat mempersamakan dengan kontrak adalah karena dalam pengertian
perjanjian yang diberikan oleh Pasal 1313 KUH Perdata tidak memuat kata
“perjanjian dibuat secara tertulis”. Pengertian perjanjian dalam pasal 1313 KUH
Perdata tersebut, hanya menyebutkan sebagai suatu perbuatan di mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
a. Istilah Kontrak.
Istilah kontrak dipakai dalam praktek bisnis selain istilah perjanjian dan
persetujuan. Kerancuan akan istilah kontrak atau perjanjian masih sering
diketemukan dalam praktek bisnis. Pelaku bisnis memahami bahwa kedua istilah
antara perjanjian dan kontrak mempunyai pengertian yang berbeda. Mariam
Darus Badrulzaman, menganut pandangan yang menyatakan bahwa istilah
kontrak dan perjanjian mempunyai pengertian yang sama. Pendapat berbeda
dikemukakan oleh Ricardo Simanjutak, yang menyatakan bahwa:2
2
Ricardo Simanjuntak, Teknik Perancangan Kontrak Bisnis, Mingguan Ekonomi dan Bisnis KONTAN,
Jakarta, 2006.hlm 27.
3
Ibid, hlm 28.
Pengantar Hukum Bisnis 14
Universitas Pamulang S-1 Manajemen
4
Ibid, hlm 32.
5
Geoff Monahan and David Barker, Essential Contract Law, Second Edition, Cavendish Publishing,
Sydney, 2001, hlm.3.
Sebagai tambahan, kontrak yang sah dapat berbentuk tulisan agar sah
secara hukum (walaupun beberapa kontrak dapat lisan, atau kombinasi dari lisan
dan tulisan/ garis bawah).”
Pandangan Geoff Monahan dan David Barker tersebut tidak mensyaratkan
bahwa kontrak harus dalam bentuk tulisan, karena dapat saja kontrak berbentuk
lisan bahkan gabungan antara lisan dan tulisan. Sarjana asing lainnya yakni T.M
Scanlon menyatakan bahwa ada perbedaan antara janji dengan kontrak yakni:6
“While promises do not, I have argued, presuppose a social institution of
agreement-making, the law of contracts obviously is such an institution.
Moreover, it is an institution backed by the coercive power of the state, and
one that, unlike the morality of promises, is centrally concerned with what is
to be done when contracts have not been fulfilled. (Sementara janji-janji
tidak memiliki akan hal ini, saya berpendapat bahwa hukum dari kontrak
adalah sebuah institusi. Bagaimanapun, ia adalah sebuah institusi yang ada
akibat adanya kekuasaan negara, dan berbeda dengan aspek moral dari
janji-janji, hukum kontrak menekankan pada apa yang harus dilakukan bila
kontrak-kontrak tidak dipenuhi)”
Berdasarkan pendapat tersebut, maka janji lebih menekankan pada aspek
moral sebagai kekuatan mengikatnya, sedangkan pada kontrak ada pada aspek
kekuatan memaksa jika tidak ditaati. Subekti menganut pandangan bahwa istilah
kontrak, memiliki pengertian yang lebih sempit, karena ditujukan kepada
perjanjian atau persetujuan yang dibuat secara tertulis, sedangkan suatu
perjanjian yang dibuat secara tidak tertulis (lisan) tidak dapat disebut dengan
istilah kontrak, melainkan perjanjian atau persetujuan.7 Subekti lebih menekankan
perbedaan antara kontrak dengan perjanjian pada unsur bentuknya.
b. Pengertiam Kotrak.
Istilah kontrak dalam Oxford Learner’s Pocket dictionary dari bahasa
Inggris, yakni “contract” yang bermakna perjanjian. Dalam bahasa Belanda
6
T.M. Scanlon, “Promises and Contracts”, The Theory of Contract Law, Cambridge University
Press, New York, 2001, hlm.99.
7
Subekti I, Op.Cit, hlm.1
Pengantar Hukum Bisnis 16
Universitas Pamulang S-1 Manajemen
kontrak dikenal dengan kata “overeenkomst”, yang juga bermakna sama dengan
kontrak yaitu perjanjian.8 Kontrak dapat disamaartikan dengan perjanjian, hal
mendasar perbedaan pengertian kontrak dan perjanjian, yaitu kontrak merupakan
suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis, sedangkan perjanjian merupakan
semua bentuk hubungan antara dua pihak dimana pihak yang satu berjanji
kepada pihak yang lain untuk melakukan sesuatu hal. Perjanjian tidak
membedakan apakah perjanjian tersebut dibuat tertulis maupun tidak, sehingga
kontrak dapat diartikan sebagai perjanjian secara sempit, yaitu hanya yang
berbentuk tertulis. Hal ini memberikan arti bahwa kontrak dapat disamakan
dengan perjanjian.
Menurut R.Setiawan Pengertian perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1313
KUHPerdata selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena hanya
menyebutkan persetujuan sepihak saja. Sangat luas karena dengan
dipergunakannya perkataan “perbuatan” tercakup juga perwakilan sukarela dan
perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan itu perlu kiranya diadakan
perbaikan mengenai definisi tersebut yaitu:9
8
Kamus Oxford Learner’s Pocket dictionary, University Press, Oxford, tahun 2000. hlm. 45
9
Harjdijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Comon Law, cetakan ke-2 PT Midyas Suryo
Grafindo, Jakarta 1998, hlm. 4.
10
Harjdijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Comon Law, cetakan ke-2 PT Midyas Suryo
Grafindo, Jakarta 1998, hlm. 4.
Pengantar Hukum Bisnis 17
Universitas Pamulang S-1 Manajemen
berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu.”11
Menurut Salim HS, Perjanjian adalah hubungan hukum antara subjek yang
satu dengan subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek
hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain
berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah
disepakatinya.12 Pada umumnya perjanjian tidak terkait pada suatu bentuk
tertentu, dapat dilaksanakan secara lisan dan dibuat secara tertulis. Bentuk
perjanjian tertulis dapat dijadikan sebagai alat bukti apabila terjadi sengketa.
Undang-undang memberikan bentuk terhadap beberapa perjanjian tertentu,
dengan demikian apabila bentuk tersebut tidak diikuti, maka perjanjian yang
dibuat tidaklah sah. Perjanjian menimbulkan suatu hubungan antara dua orang
atau lebih yang dinamakan perikatan, dengan demikian perjanjian merupakan
sumber dari perikatan yang terpenting disamping Undang-undang.
Dalam hukum kontrak dikenal beberapa asas, di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme sering diartikan bahwa dibutuhkan kesepakatan
untuk lahirnya kesepakatan. Pengertian ini tidak tepat karena maksud asas
konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada saat terjadinya
kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak,
lahirlah kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada saat itu. Hal ini
berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak
dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebut
sudah bersifat obligator, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk
memenuhi kontrak tersebut. Asas konsensualisme terdapat terdapat di dalam
Pasal 1320 KUH Perdata. Hukum perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata
bersifat dan berasas konsensualisme, kecuali ada beberapa perjanjian
11
Subekti, Op.Cit, hlm. 1.
12
Salim HS, Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika, 2008,
hlm. 27.
baik dalam hal pembuatan suatu kontrak sudah dapat dicakup oleh unsure kausa
yang legal dari Pasal 1320 tersebut.
e. Akibat keadaan memaksa absolut (force majeur) :
1) debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUH Perdata);
2) kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi hukum
bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan kontra prestasi, kecuali untuk
yang disebut dalam Pasal 1460 KUH Perdata.
3) keadaan memaksa yang relatif adalah suatu keadaan yang menyebabkan
debitur masih mungkin untuk melaksanakan prestasinya, tetapi pelaksanaan
prestasi itu harus dilakukan dengan memberikan korban besar yang tidak
seimbang atau menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan manusia
atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar. Keadaan
memaksa ini tidak mengakibatkan beban resiko apapun, hanya masalah waktu
pelaksanaan hak dan kewajiban kreditur dan debitur.
4) pernyataan menghentikan persetujuan (opzegging) yang dapat dilakukan oleh
kedua belah pihak atau oleh salah satu pihak pada perjanjian yang bersifat
sementara misalnya perjanjian kerja;
5) putusan hakim;
6) tujuan perjanjian telah tercapai;
7) dengan persetujuan para pihak (herroeping).
autentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang.
Perbedaan prinsip antara akta di bawah tangan dengan akta autentik adalah
karena jika para pihak lawan mengingkari akte tersebut, akta di bawah tangan
selalu dianggap palsu sepanjang tidak dibuktikan keasliannya, sedangkan akta
autentik selalu dianggap asli, kecuali terbukti kepalsuannya. Artinya, jika suatu
akta di bawah tangan disangkali oleh pihak lain, pemegang akta di bawah tangan
dibebani untuk membuktikan kaslian akta tersebut, sedangkan kalau suatu akta
autentik disangkali pemegang akta autentik tidak perlu membuktikan keaslian
akta autentik tersebut tetapi pihak yang menyangkalilah yang harus membuktikan
bahwa akta autenti tersebut adalah palsu. Oleh karena itu, pembuktian akta di
bawah tangan disebut pembuktian keaslian sedangkan pembuktian akta autentik
adalah pembuktian kepalsuan.
1) Orang-orang yang belum dewasa, belum berusia 21 tahun dan belum menikah
2) Berusia 21 tahun tetapi di bawah pengampuan seperti gelap mata, dungu,
sakit ingatan, atau pemboros dan;
3) Orang yang tidak berwenang.
Sebetulnya ada satu lagi yang dianggap oleh KUH Perdata tidak cakap hukum
yaitu perempuan, akan tetapi saat ini undang-undang sudah menetapkan lain
yaitu persamaan kedudukan perempuan dan laki-laki.
c. Hal tertentu, Dalam suatu kontrak dalam KUH Perdata objek perjanjian harus
jelas dan ditentukan oleh para pihak, objek perjanjian tersebut dapat berupa
barang maupun jasa, namun dapat juga berupa tidak berbuat sesuatu. Hal
tertentu ini dalam kontrak disebut prestasi yang dapat berwujud barang, keahlian
atau tenaga, dan tidak berbuat sesuatu. Untuk menentukan tentang hal tertentu
yang berupa tidak berbuat sesuatu juga harus dijelaskan dalam kontrak seperti
“berjanji untuk tidak saling membuat pagar pembatas antara dua rumah yang
bertetangga”.
d. Sebab yang halal, Istilah kata halal yang dimaksud di sini bukanlah lawan kata
haram dalam hukum Islam, tetapi yang dimaksud sebab yang halal adalah
bahwa isi kontrak tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan. Isi perjanjian harus memuat/causa yang diperbolehkan. Apa yang
menjadi obyek atau isi dan tujuan prestasi yang melahirkan perjanjian harus tidak
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
a. Unsur Esensiali
Unsur esensiali merupakan unsur yang harus ada dalam suatu kontrak karena
tanpa adanya kesepakatan tentang unsur esensiali ini maka tidak ada kontrak.
Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli harus ada kesepakatan mengenai barang
dan harga dalam kontrak jual beli, kontrak tersebut batal demi hukum karena
tidak ada hal tertentu yang diperjanjikan.
b. Unsur Naturalia
Unsur Naturalia merupakan unsur yang telah diatur dalam undang-undang
sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam kontrak, undang-undang
yang mengaturnya. Dengan demikian, unsur naturalia ini merupakan unsur yang
selalu dianggap ada dalam kontrak. Sebagai contoh, jika dalam kontrak tidak
diperjanjikan tentang cacat tersembunyi, secara otomatis berlaku ketentuan
dalam BW bahwa penjual yang harus menanggung cacat tersembunyi.
c. Unsur Aksidentalia
Unsur aksidentalia merupakan unsur yang nanti ada satu mengikat para pihak
jika para pihak memperjanjikannya. Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli
dengan angsuran diperjanjikan bahwa apabila pihak debitur lalai membayar
selama tiga bulan berturut-turut, barang yang sudah dibeli dapat ditarik kembali
oleh kreditor tanpa melalui pengadilan. Demikian pula oleh klausul-klausul lainnya
yang sering ditentukan dalam suatu kontrak, yang bukan merupakan unsure
esensial dalam kontrak tersebut.
Berakhirnya perikatan diatur dalam pasal 1381 KUH Perdata. Yang diartikan
dengan berakhirnya perikatan adalah selesainya atau hapusnya sebuah perikatan
yang diadakan oleh dua pihak yaitu kreditor dan debitor tentang sesuatu hal. Pihak
kreditor adalah pihak atau orang yang berhak atas suatu prestasi, sedangkan debitor
adalah pihak yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi. Bisa berarti segala
perbuatan hukum yang dilakukan oleh kedua pihak, bisa jual beli, utang piutang,
sewa menyewa, dan lain-lain. Disebutkan dalam KUH Perdata tentang berakhirnya
perikatan diantaranya yaitu :
a. Karena Pembayaran
b. Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
c. Karena pembaharuan utang (Novasi)
d. Karena perjumpaan utang atau kompensasi
e. Karena percampuran utang (Konfusio)
D. REFERENSI
Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan
Lokal dan Tantangan Global, Rineka Cipta, Jakarta.
Mubyarto, Prospek Otonomi Daerah dan Perekonomian Indonesia Pasca Krisis
Ekonomi, BPFE, Yogyakarta, 2001.
Pandji Anoraga, Perusahaan Multi Nasional Penanaman Modal Asing, Pustaka Jaya,
Jakarta.
Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika,
2010.
Iqbal, M. (2018). IMPLEMENTASI EFEKTIFITAS ASAS OPORTUNITAS DI
INDONESIA DENGAN LANDASAN KEPENTINGAN UMUM. Jurnal Surya
Kencana Satu: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan, 9(1).