Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar


1. Kebutuhan Sirkulasi
a. Definisi Sirkulasi
Sistem sirkulasi darah adalah suatu sistem organ yang berfungsi
memindahkan zat ke dan dari sel. Fungsi sirkulasi adalah untuk
memenuhi kebutuhan jaringan tubuh, untuk mentranspor zat makanan ke
jaringan tubuh, mentranspor produk-produk yang tidak berguna,
menghantarkan hormon dari suatu bagian tubuh ke bagian tubuh yang
lain, dan secara umum untuk memelihara lingkungan yang sesuai di
dalam seluruh jaringan tubuh agar sel bisa bertahan hidup dan berfungsi
secara optimal.

b. Organ yang Berperan dalam Sistem Sirkulasi


Menurut Irnaningtyas (2014) organ yang berperan dalam sirkulasi
yaitu:
1) Jantung
Jantung merupakan organ berongga yang terdiri atas empat
ruangan, berbentuk seperti kerucut tumpul dengan puncak (apeks) di
bawah miring sebelah kiri, terletak diantara kedua paru-paru dan
berukuran sebesar kepalan tangan pemiliknya.Jantung berfungsi
sebagai alat pemompa darah ke seluruh tubuh.Dinding jantung terdiri
atas tiga lapisan, yaitu:
a) Epikardium, bagian luar yang menutup permukaan jantung,
tersusun dari lapisan sel-sel mesotelium yang berada di atas
jaringan ikat.
b) Miokardium, bagian tengah yang terdiri atas jaringan otot
jantung, danmampu berkontraksi untuk memompa darah.

6
7

c) Endocardium, bagian dalam yang tersusun dari lapisan


endothelium. Endocardium melapisi jantung, katup, dan
berhubungan dengan lapisan endothelium pembuluh darah
yang memasuki dan meninggalkan jantung.
2) Pembuluh darah
Pembuluh darah merupakan serangkaian tabung (saluran)
tertutup dan bercabang, yang berfungsi membawa darah dari jantung
ke jaringan, kemudian kembali lagi ke jantung. Pembuluh darah
utama ada tiga macam, yaitu:
a) Arteri
Arteri berfungsi membawa darah meninggalkan
jantung.Arteri memiliki dinding yang tebal, kuat, dan bersifat
elastis.
b) Kapiler
Kapiler berfungsi sebagai penghubung antara arteri dan
vena.
c) Vena
Vena adalah pembuluh darah yang membawa darah kembali
ke jantung.

c. Transfusi Darah
Menurut Irnaningtyas (2014), transfusi darah adalah proses
mentransfer darah atau produk berbasis darah dari seseorang ke
sistemperedaran darah orang lain. Menurut Wibowo dan Dini (2019),
transfusi darah adalah upaya untuk memasukkan darah dari seorang
donor kedalam pembuluh darah (sistem kardiovaskular) resipien, yang
dinilai sebagai bentuk terapi, bahkan sebagai upaya untuk
menyelamatkan kehidupan.
1) Aneka golongan darah
Menurut Sukri (2016), darah terbagi atas beberapa golongan
yang terdiri dari golongan A, B, O, dan AB. Setiap golongan
darah memiliki sifat-sifat khusus tersendiri, transfusi darah
diberikan berdasarkan jenis golongan darahnya.
2) Jenis golongan darah yang tepat untuk transfusi
Menurut Irnaningtyas (2014), golongan darah yang sesuai untuk
dilakukannya transfusi adalah:
Tabel 2.1 Kesesuaian Transfusi Darah Berdasarkan System ABO
Dan Rhesus.

Donor
Resipien O- O+ A- A+ B- B+ AB- AB+
O- ✓ Χ χ χ χ χ χ χ
O+ ✓ ✓ χ χ χ χ χ χ
A- ✓ Χ ✓ χ χ χ χ χ
A+ ✓ ✓ ✓ ✓ χ χ χ χ
B- ✓ Χ χ χ ✓ χ χ χ
B+ ✓ ✓ χ χ ✓ χ χ χ
AB- ✓ Χ ✓ χ ✓ χ ✓ χ
AB+ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Sumber : Irnaningtyas, 2014
Keterangan :
(✓) = sesuai, tidak menyebabkan hemolisis
(χ) = tidak sesuai, dapat menyebabkan hemolysis

2. Definisi Perfusi Perifer Tidak Efektif


Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat mengganggu
metabolisme (SDKI, 2017).

3. Batasan Karakteristik Perfusi Perifer Tidak Efektif


Menurut Nurarif dan Hardhi (2015) batasan karakteristik dari perfusi
perifer tidak efektif adalah:
a. Tidak ada nadi
b. Perubahan fungsi motoric
c. Perubahan karakteristik kulit (warna, elastisitas,
rambut, kelembapan, kuku, sensasi, suhu)
d. Perubahan tekanan darah di ekstremitas
e. Waktu pengisian kapiler >3 detik
f. Warna tidak kembali ke tungkai saat tungkai diturunkan
g. Kelambatan penyembuhan luka perifer
h. Nyeri ekstremitas

4. Penyebab Perfusi Perifer Tidak Efektif


Menurut StandarDiagnosa Keperawatan Indonesia (2017), penyebab
perfusi perifer tidak efektif yaitu:
a. Hiperglikemia
b. Penurunan konsentrasi hemoglobin
c. Kekurangan volume cairan
d. Penurunan aliran arteri dan/atau vena
e. Kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat (mis. merokok,
gaya hidup monoton, trauma, obesitas, asupan garam, imobilitas)
f. Kurang terpapar informasi tentang proses penyakit (mis. diabetes
mellitus, hyperlipidemia)
g. Kurang aktivitas fisik
Menurut Nurarif dan Hardhi (2015), faktor yang berhubungan dengan
perfusi perifer tidak efektif, yaitu:
a. Kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat (mis. merokok,
gaya hidup monoton, trauma, asupan garam, imobilitas).
b. Diabetes mellitus
c. Hipertensi
d. Merokok
e. Gaya hidup monoton

5. Tanda dan Gejala


a. Gejala dan tanda mayor
1) Subyektif :
(tidak tersedia)
2) Obyektif:
a) Pengisian Kapiler >3 detik
b) Nadi perifer menurun atau tidak teraba
c) Akral teraba dingin
d) Warna kulit pucat
e) Turgor kulit menurun
b. Gejala dan tanda minor
1) Subyektif :
a) Parastesia
b) Nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten)
2) Objektif:
a) Edema
b) Penyembuhan luka lambat
c) Indeks ankle-brachial <0,90
d) Bruit femoral

6. Contoh Aktivitas Bermain yang Bisa Dilakukan Anak Thalasemia


Menurut Adriana (2011) salah satu permainan yang dapat dilakukan
pada anak penderita thalasemia dan cara bermainnya yaitu :
a. Menyusun puzzle
Persiapan:
1) Puzzle (jumlah sesuaikan jumlah anak).
2) Meja dan kursi.
Cara bermain:
1) Ajak 3-5 anak untuk bermain menyusun puzzle.
2) Anak-anak duduk mengelilingi meja atau duduk di kursi
yang berisi meja membentuk lingkaran .
3) Pemandu memperkenalkan diri pada anak-anak.
4) Minta anak untuk memperkenalkan diri satu per satu.
5) Berikan puzzle (1 puzzle untuk 1 anak).
6) Jelaskan pada anak bahwa permainan ini dimulai bersama-sama,
siapa yang paling cepat menyusun puzzle, maka dia sebagai
pemenang.
7) Beri komando: minta anak untuk memisahkan puzzle
bersama- sama dan menyusunnya kembali.
8) Catat nama anak yang paling cepat dan benar menyusun puzzle
secara berurutan.
9) Beri pujian dan semangat untuk semua anak/ boleh
memberi hadiah untuk keberhasilan anak.
Manfaat:
1) Melatih keterampilan motorik halus sekaligus koordinasi mata-
tangan .
2) Meningkatkan kecepatan motorik anak.
3) Memahami suasana kompetisi

B. Tinjauan Asuhan
1. Konsep Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada
praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien pasien di
berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah-
kaidah keperawatan sebagai suatu proses yang berdasarkan pada kebutuhan
objektif klien untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Salah satu
bagian yang terpenting dari asuhan keperawatan ialah
dokumentasi.Dokumentasi merupakan tanggung jawab dan tugas perawat
setelah melakukan intervensi keperawatan.Tetapi akhir-akhir ini tanggung
jawab perawat terhadap dokumentasi sudah berubah.Oleh karena perubahan
tersebut, maka perawat perlu menyusun suatu dokumentasi yang efisiensi dan
lebih bermakna dalam pencatatannya dan penyimpanannya(Nursalam, 2009).
2. Langkah-langkah Asuhan Keperawatan
Menurut Budiono dan Pertami (2015) langkah-langkah asuhan
keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan
keperawatan, pelaksanaan keperawatan (implementasi), dan evaluasi
keperawatan.
a. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan
dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data
dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi
status kesehatan klien.
Pengkajian keperawatan merupakan dasar pemikiran dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan
klien.Pengkajian yang lengkap, dan sistematis sesuai dengan fakta atau
kondisi yang ada pada klien sangat penting untuk merumuskan suatu
diagnosis keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan renspons individu.
Salah satu teori dikemukakan bahwa pengkajian merupakan tahap
awal dari proses keperawatan dan merupakan proses sistematis dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (Iyer, et. al., dalam Budiono dan
Pertami, 2015).
Menurut Budiono dan Pertami (2015) terdapat empat data yang
harus diperoleh saat melakukan pengkajian, yaitu:
1) Data Dasar
Data dasar adalah seluruh informasi tentang status kesehatan
klien.Data dasar ini meliputi data umum, data demografi, riwayat
keperawatan, pola fungsi kesehatan, dan pemeriksaan.Data dasar yang
menunjukkan pola fungsi ksehatan efektif/optimal merupakan data yang
dipakai dasar untuk menegakkan diagnosis keperawatan sejahtera.
2) Data Fokus
Data fokus adalah informasi tentang status kesehatan klien yang
menyimpang dari keadaan nomal.Data fokus dapat berupa ungkapan klien
maupun hasil pemeriksaan langsung anda sebagai seorang perawat.Data
ini yang nantinya dapat porsi lebih banyak menjadi dasar timbulnya
masalah keperawatan.Segala penyimpangan yang berupa keluhan
hendaknya dapat divalidasi dengan data hasil pemeriksaan.Sementara itu,
untuk bayi atau klien yang tidak sadar banyak menekannya pada data
fokus yang berupa hasil pemeriksaan.
3) Data Subjektif
Data yang merupakan ungkapan keluhan klien secara langsung dari
klien maupun tidak langsung melalui orang lain yang mengetahui
keadaan klien secara langsung dan menyampaikan masalah yang terjadi
kepada Anda sebagai perawat berdasarkan keadaan yang terjadi pada
klien. Untuk mendapatkan data subjektif, dilakukan anamnesis, seperti
“merasa pusing”, “mual”, “nyeri dada”, dan lain-lain.
4) Data Objektif
Data yang diperoleh secara langsung melalui observasi dan
pemeriksaaan pada klien. Data objektif harus dapat diukur dan di
observasi, bukan merupakan interpretasi atau asumsi dari anda, contoh :
tekanan darah 120/80 mmHg, konjungtiva anemis.

b. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu pertanyaan yang
menggambarkan respons manusia (keadaan sehat atau perubahan pola
interaksi actual/potensial) dari individu atau kelompok tempat anda
secara legal mengidentifikasi dan anda dapat memberikan intervensi
secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau untuk mengurangi,
menyingkirkan, atau mencegah perubahan (Budiono dan Pertami, 2015).
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang bersifat actual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(SDKI, 2017).

c. Perencanaan Keperawatan (Intervensi)


Perencaanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi
dalam diagnosis keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan
sejauh mana anda mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah
dengan efektif dan efisien (Budiono dan Pertami, 2015).
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (SIKI, 2018).

d. Pelaksanaan Keperawatan (Implementasi)


Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah Anda tetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjuan, mengobservasi respons klien selama dan
sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Budiono dan
Pertami, 2015)
Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang
dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi
keperawatan (SIKI, 2018).

e. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang
Anda buat pada tahap perencanaan. Tujuan dari evaluasi antara lain
mengakhiri rencana tindakan keperawatan, memodifikasi rencana
tindakan keperawatan, serta meneruskan rencana tindakan keperawatan
(Budiono dan Pertami, 2015).

3. Penerapan Asuhan Keperawatan


a. Anamnesis
Menurut Susilaningrum dkk (2013) pengkajian yang dilakukan pada
anak thalasemia adalah sebagai berikut:
1) Identitas
Meliputi nama, umur, nama ayah dan ibu, pekerjaan ayah dan ibu,
alamat, suku, agama, dan pendidikan. Untuk umur pasien thalasemia
biasanya terjadi pada anak dengan usia kurang dari 1 tahun dan bersifat
herediter.
2) Keluhan utama
Anak thalasemia biasanya mengeluh pucat, badannya terasa lemas,
tidak bisa beraktivitas dengan normal, tidak nafsu makan, sesak nafas
dan badan kekuningan.
3) Riwayat kesehatan anak
Kecendrungan mudah timbul infeksi saluran napas bagian atas atau
infeksi lainnya.Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang
berfungsi sebagai alat transportasi.
4) Riwayat kehamilan dan kelahiran
a) Antenatal (riwayat ibu saat hamil)
Pada saat masa antenatal diuturunkan secara autosom dari ibu
atau ayah yang menderita thalasemia, sehingga setelah lahir anak
beresiko menderita thalasemia.
b) Natal
Saat masa natal terjadi peningatan Hb F pada anak thalasemia.
c) Prenatal
Saat masa prenatal terjadi penghambatan pembentukan rantai b
pada anak thalassemia
5) Riwayat kesehatan masa lampau
Anak cenderung memiliki riwayat kesehatan yang mudah terkena
infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi lainnya.Ini dikarenakan
rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat ransport selain itu kesehatan
anak di masa lampau cenderung mengeluh lemas.
6) Riwayat keluarga
Pada pengkajian ini dilihat dari genogram keluarga, Karena
penyakit thalasemia merupakan penyakit keturunan perlu dikaji lebih
dalam.Apabila kedua orangtua menderita, maka anaknya beresiko
menderita thalasemia mayor.Oleh karena itu, konseling pranikah
sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya
penyakit yang mungkin karena keturunan.
7) Riwayat sosial
Pada anak thalasemia saat di lingkungan rumah maupun sekolah
tetap melakukan hubungan dengan teman sebaya, akan tetapi ada anak
yang cenderung lebih menarik diri.
8) Pemeriksaan tingkat penanganan perkembangan
Sering didapatkan data adanya kecendrungan gangguan terhadap
tumbuh kembang sejak masih bayi.Terutama untuk thalasemia mayor,
pertumbuhan fisik anak masuk kedalam kematangan seksual, seperti
tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak.Kecerdasan anak juga
mengalami penurunan namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat
pertumbuhan dan perkembangan anak normal.

b. Kebutuhan Dasar
1) Pola makan
Terjadi penurunan nafsu makan pada anak thalasemia, sehingga
berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usia sang
anak.
2) Pola tidur
Pola tidur anak thalasemia biasanya tidak ada gangguan, karena
mereka banyak yang memilih tidur ataupun beristirahat dari pada
beraktivitas.
3) Pola Aktivitas
Pada anak thalasemia terlihat lelah dan tidak selincah anak
seusiannya.Anak lebih banyak tidur/ istirahat, karena bila aktivitas
seperti seperti anak normal mudah terasa lelah.
4) Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data ada kecendrungan gangguan tumbuh
kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia
jaringan yang bersifat kronik.Hal ini terjadi terutama untuk
thalasemia mayor.Namun, pada jenis thalasemia minor sering
terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5) Eliminasi
Pada anak thalasemia bisa terjadi konstipasi maupun diare
untuk pola BAB sedangkan pola BAK, biasanya anak thalasemia
normal seperti anak lainnya.

c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah, tidak
selincah anak lain yang seusianya.
2) Tanda vital
a) Tekanan darah : hipotensi (mmHg)
b) Nadi : takikardi (x/menit)
c) Pernapasan : takipnea (x/menit)
d) Suhu : naik/turun (ºC)
3) Tinggi badan/ berat badan
Pertumbuhan fisik dan berat badan anak thalasemia mengalami
penurunan atau tidak sesuai dengan usianya.
4) Kepala dan bentuk muka
Pada anak thalassemia yang belum/tidak mendapatkan
pengobatan mempunyai bentuk yang khas, yaitu kepala membesar
dan muka mongoloid, jarak mata lebar, serta tulang dahi terlihat
lebar.
5) Mata
Pada bagian konjungtiva terlihat pucat (anemis) dan
kekuningan
6) Hidung
Pada penderita thalasemia biasanya hidung pesek tanpa
pangkal hidung.
7) Telinga
Biasanya pada anak thalasemia tidak memiliki gangguan pada
telinga.
8) Mulut
Bagian mukosa pada mulut terlihat pucat
9) Dada
Pada inspeksi cenderung terlihat dada sebelah kiri menonjol
akibat adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia
kronik
10) Abdomen
Pada saat inspeksi terlihat membuncit, dan saat di palpasi ada
pembesaran limfa dan hati (hepatospeknomegali)
11) Kulit
Warna kulit pucat kekuningan, jika anak sering mendapat
transfusi maka warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini
terjadi karena adanya penimbunan zat besi pada jaringan kulit
(hemosiderosis)\
12) Ekstremitas
Dapat terjadi fraktur patologik yaitu fraktur yang terjadi pada
tulang karena adanya kelainan penyakit yang menyebabkan
kelemahan pada tulang.

d. Pemeriksaan penunjang.
1) Darah tepi
a) Hb rendah, dapat sampai 2-3g%
b) Gambaran morfologi eritrosit
c) Restikulosit meningkat
2) Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis):
a) Hiperlasia system eritropoesis dengan
normoblas terbanyak jenis asidofil.
b) Granula Fe (dengan pengecatan prusian biru meningkat)
3) Pemeriksaan khusus
a) Hb F meningkat : 20-90% hb total
b) Elektroforesis Hb: hemoglobinopati lain dan
mengukur kadar Hb F.
c) Pemeriksaan pedigree : kedua orangtua pasien thalasemia
mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2
meningkat (>3,5% dari Hb total).

e. Pemeriksaan lain :
1) Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis,
diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
2) Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum
tulang sehingga trabekula tampak jelas.
4. Diagnosa Keperawatan.
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia SDKI (2017)
diagnosa keperawatan yang akan muncul pada anak dengan thalasemia
adalah sebagai berikut:
a. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan penurunan
konsentrasi hemoglobin.
1) Definisi
Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat
mengganggu metabolisme tubuh.
2) Tanda dan gejala
Subjektif:
a) Parastesia
b) Nyeri ekstremitas (klaudikasi
intermiten) Objektif:
a) Pengisian kapiler > 3 detik
b) Nadi perifer menurun atau tidak teraba
c) Akral teraba dingin
d) Warna kulit pucat
e) Turgor kulit menurun
f) Edema
g) Penyembuhan luka lambat
h) Indeks ankle-brachial<0,90
i) Bruit femoral.

b. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan.


1) Definisi
Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
2) Tanda dan gejala.
Subjektif:
a) Mengeluh lelah
b) Dispnea saat/setelah aktivitas
c) Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
d) Merasa lemah
Objektif:
a) Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
b) Gambaran EKG menunjukan Aritmia saat/ setelah aktivitas
c) Gambaran EKG menunjukan Iskemia
d) Sianosis

c. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh


sekunder (penurunan hemoglobin)
1) Definisi
Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.
2) Faktor Resiko
a) Penyakit kronis
b) Efek prosedur invasif
c) Malnutrisi
d) Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
e) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
(1) Gangguan peristaltik
(2) Kerusakan integritas kulit
(3) Perubahan sekresi pH
(4) Penurunan kerja siliaris
(5) Ketuban pecah sebelum waktunya
(6) Merokok
(7) Statis cairan tubuh
f) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
(1) Penurunan hemoglobin
(2) Imunosupresi
(3) Leukopenia
(4) Supresi respon inflamasi
(5) Vaksinasi tidak adekuat
5. IntervensiKeperawatan
a. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan
penurunan konsentrasi hemoglobin
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan klien menunjukan
perfusi yang adekuat
Kriteria hasil : tanda-tanda vital stabil, membrane mukosa
warna merah muda, pengisian kapiler baik,
keluaran urin adekuat dan keadaan mental seperti
biasa

Tabel 2.2 Intervensi Perfusi Perifer Tidak Efektif

Intervensi Utama Intervensi Pendukung


A. Perawatan sirkulasi 1. Dukungan kepatuhan
1. Definisi program pengobatan.
Mengidentifikasi dan merawat area lokal 2. Edukasi diet
dengan keterbatasan sirkulasi perifer. 3. Edukasi proses penyakit
2. Tindakan 4. Pemantauan hasil
a. Observasi laboratorium
1) Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi 5. Pemantauan tanda vital
perifer, edema, pengisian kapiler, 6. Pemberian obat
warna, suhu) 7. Pemberian obat intravena
b. Terapeutik 8. Pemberian obat oral
1) Hindari pemasangan infus atau 9. Pemberian produk darah
pengambilan darah di area 10. Terapi intravena
keterbatasan perfusi.
c. Edukasi
1) Ajarkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi.
2) Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan (mis.
rasa sakit yang tidak hilang saat
istirahat, luka yang tidak sembuh,
hilangnya rasa).
Sumber :Standar Internasional Keperawatan Indonesia, 2018

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan


Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan masalah intoleransi
aktivitas pada klien teratasi.
Kriteria hasil : adanya peningkatan aktivitas sehari-hari,
tanda- tanda vital dalam batas normal, level
kelemahan berkurang.

Tabel 2.3Intervensi Intoleransi Aktivitas

Intervensi Utama Intervensi Pendukung


Terapi Aktivitas 1. Manajemen nutrisi
1. Definisi 2. Pemantauan tanda vital
Menggunakan aktivitas fisik, kognitif, sosial, 3. Pemberian obat oral
dan spiritual tertentu untuk memulihkan 4. Terapi aktivitas
keterlibatan, frekuensi atau durasi aktivitas
individu atau kelompok.
2. Tindakan
a. Observasi
1) Identifikasi kemampuan dalam
beraktivitas
2) Identifikasi strategi meningkatkan
energi dalam beraktivitas
3) Monitor respon fisik terhadap
aktivitas
b. Terapeutik
1) Fasilitasi memilih aktivitas sesuai
kemampuan fisik
2) Tingkatkan keterlibatan dalam
aktivitas rekreasi/bermain (puzzle)
3) Libatkan keluarga dalam aktivitas
4) Berikan penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas
c. Edukasi
1) Anjurkan keluarga memberi
dukungan/motivasi
Sumber :Standar Internasional Keperawatan Indonesia, 2018

c. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan


pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin)
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama
3x24 jam, diharapkan tidak terjadi resiko infeksi
pada klien
Kriteria hasil : klien terbebas dari tanda dan gejala
infeksi, menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi
Tabel 2.4 Intervensi Resiko Infeksi

Intervensi utama Intervensi pendukung


Pencegahan infeksi 1. Dukungan perawatan diri
1. Definisi 2. Manajemen lingkungan
Mengidentifikasi dan menurunkan 3. Manajemen imunisasi/vaksin
resiko terserang organisme patogenik. 4. Manajemen nutrisi
2. Tindakan 5. Pemantauan nutrisi
a. Observasi 6. Pemantauan tanda vital
1) Monitor tanda dan gejala 7. Pemberian obat
infeksi lokal dan sistemik 8. Pemberian obat oral
b. Terapeutik 9. Pemberian obat intravena
1) Batasi jumlah pengunjung
2) Berikan perawatan kulit
pada area edema
3) Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien
4) Pertahankan teknik aseptic
pada pasien beresiko tinggi
c. Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2) Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
3) Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

Sumber :Standar Internasional Keperawatan Indonesia, 2018

6. ImplementasiKeperawatan
Implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan
yang merupakan susunan dalam tahap perencanaan, kemudian mengakhiri
tahap impementasi dengan mencatat tindakan dan respons klien terhadap
tindakan tersebut (Kozier,2010).

7. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah fase terakhir proses keperawatan. Evaluasi adalah
aspekpenting dalam proses keperawatan karena kesimpulan yang ditarik dari
evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus diakhiri
dilanjutkan, atau diubah (Kozier, 2010).
C. Tinjauan Konsep Penyakit Thalasemia
1. Definisi Thalasemia
Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited)
dan masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang
disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau
dekat gen globin (Nurarif dan Hardhi, 2015).
Thalasemia adalah penyakit keturunan akibat kekurangan salah satu zat
pembentuk hemoglobin. Thalasemia merupakan penyakit kronik dan salah
satu pengobatannya adalah dengan transfuse darah atau transfuse sel darah
merah secara terus-menerus.(Wibowo dan Dini, 2019).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter
yangditurunkan secara resesif.Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada
hemoglobin dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh
darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100
hari).Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal
(hemoglobinopatia).
Thalasemia adalah suatu penyakit kongenital herediter yang diturunkan
secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, dimana satu atau lebih
rantai polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga
mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik (Broyles dalam Wijayaningsih,
2013). Dengan kata lain, thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik,
dimana terjadi kerusakan sel darah di dalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut
adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam
pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb (Wijayaningsih, 2013).
Secara normal, Hb A dibentuk oleh rantai polipeptida yang terdiri dari 2
rantai beta.Pada beta thalasemia, pembuatan rantai beta sangat
terhambat.Kurangnya rantai beta berakibat pada meningkatnya rantai
alpha.Rantai alpha ini mengalami denaturasi dan presipitasi dalam sel
sehingga menimbulkan kerusakan pada membrane sel, yaitu membrane sel
menjadi lebih permeable.Sebagai akibatnya, sel darah mudah pecah sehingga
terjadi anemia hemolitik. Kelebihan rantai alpha akan mengalami stabilitas
gugusan hem yang akan mengoksidasi hemoglobin dan membrane sel,
sehingga menimbulkan hemolisa.
Jenis thalassemia secara klinis dibagi menjadi dua golongan, yaitu
thalasemia mayor yang memberikan gejala yang jelas bila dilakukan
pengkajian dan thalasemia minor yang sering tidak memberikan gejala yang
jelas.

2. Etiologi
Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder,
penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang
tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler.Penyebab
sekunder adalah karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma
intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh
sistem retikuloendotelial dalam limfa dan hati (Nurarif dan Hardhi, 2015).
Penyakit thalasemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat
ditularkan. Banyak diturunkan oleh pasangan suami istri yang mengidap
thalasemia dalam sel-selnya (Wijayaningsih, 2013).

3. Manifestasi Klinis
Menurut Nurarif dan Hardhi (2015) manifestasi thalasemia yaitu:
a. Thalasemia minor/thalasemia trait: tampilan klinis normal,
splenomegali dan hepatomegali ditemukan pada sedikit penderita,
hiperplasia eritroid stipples ringan sampai sedang pada sumsum
tulang, bentuk homozygot, anemia ringan, MCV rendah. Pada
penderita yang berpasangan harus diperiksa. Karena karier minor
pada kedua pasangan dapat menghasilkan keturunan dengan
thalasemia mayor.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
1) Gizi buruk
2) Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah
diraba.
3) Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati
(hepatomegali), limpa yang besar ini mudah ruptur karena
trauma ringan saja.
b. Thalasemia Mayor, gejala klinik telah terlibat sejak anak baru
berumur kurang dari 1 tahun, yaitu:
1) Anemia simtomatik pada usia 6-12 bulan, seiring dengan
turunnya kadar hemoglobin fetal.
2) Anemia mikrostik berat, terdapat sel target dan sel darah merah
yang berinti pada darah perifer, tidak terdapat HbA, kadar Hb
rendah mencapai 3 atau 4 g%.
3) Lemah, pucat
4) Pertumbuhan fisik dan perkembangannya terhambat, kurus,
penebalan tulang tengkorak, splenomegali, ulkus pada kaki,
dan gambaran patognomonik “hair on end”.
5) Berat badan kurang
6) Tidak dapat hidup tanpa transfusi
c. Thalasemia intermedia
1) Anemia mikrositik, bentuk heterozygot.
2) Tingkat keparahannya berada diantara thalasemia minor dan
thalasemia mayor. Masih memproduksi sejumlah kecil HbA.
3) Anemia agak berat 7-9 g/dl dan splenomegali.
4) Tidak tergantung pada
transfusi. Gejala khas adalah:
a. Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung,
jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
b. Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering di transfusi, kulitnya
menjadi kelabu karena penimbunan besi.
4. Komplikasi
Menurut Wijayaningsih (2013) infeksi sering terjadi dan dapat
berlangsung fatal pada masa anak-anak. Pada orang dewasa menurunnya faal
paru dan ginjal dapat berlangsung progresif kolelikiasis sering dijumpai,
komplikasi lain:
a. Infark tulang
b. Nekrosis
c. Aseptic kapur femoralis
d. Asteomilitis (terutama salmonella)
e. Hematuria sering berulang-ulang.

5. Pemeriksaan diagnostik
Menurut Susilaningrum ,dkk (2013) adalah sebagai berikut:
a. Biasanya dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi dan
didapatkangambaran:
1) Ansitosis (sel darah tidak terbentuk secara sempurna)
2) Hipokrom yaitu sel berkurang
3) Pikilositosis yaitu adanya bentuk sel darah yang tidak normal
4) Pada sel target terdapat fragmentasi dan banyak sel normoblast,
5) kadar Fe dalam serum tinggi.
b. Kadar hemoglobin rendah, yaitu kurang dari 6 mg/dl. Hal ini
terrjadikarena sel darah merah yang berumur pendek (kurang dari
120 hari)sebagai akibat penghancuran sel darah merah didalam
pembuluhdarah.

6. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis Menurut Susilaningrum, dkk (2015)
adalah sebagai berikut:
a. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah
b. Splenektomi dilakukan pada anak berumur lebih dari dua tahun danbila
limpa terlalu besar, sehingga resiko terjadinya trauma yangberakibat
perdarahan cukup besar
c. Pemberian roborantia. Hindari preparat yang mengandung zat besi
d. Pemberian desferioxamin Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui
e. Transplantasi bone marrow (sumsum tulang) untuk anak yang
sudahberumur diatas 16 tahun. Di negara kita masih sulit
dilaksanakankarena biayanya sangat mahal dan sarana yang belum
memadai.
7. Pathway

Pernikahan penderita thalassemiaPenurunan


carrier secara autosomal resesif
Gangguan sintesis rantai α dan β

Pembentukan rantai α dan β retikulo tidak seimbangThalasemia β Rantai α kurang terbentuk


Rantai β kurang dibentuk dibandinng α daripada rantai β
Rantai β tidak dibentuk sama sekali
- Gangguan
Rantai g dibentuk tetapi tidak menutupi rantai β pembentukan
rantai α dan β Thalasemia β
- Pembentukan rantai α
dan β ↓
- Penimbunn dan Tidak berbentuk HbA
pengendapan rantai α
dan β ↑

Membentuk inklosion bodies


O2 dan nutrisi tidak Aliran darah keorgan vital dan jaringan ↓
distransport secara
adekuat
Menempel pada dinding eritrosit

Ketidakefektifan Peningkatan O2oleh RBC menurun


perfusi jaringan
Hemolisis
Eritropoesis darah tidak efektif dan penghancuran precursor eritrosit d
Kompensasi tubuh ↓ sintesis Hb → eitrosit hipokrom & mikrositer
Anemia
membentuk eritrosit Hemolysis eritrosit yang immature
oleh sumsum tulang ↑

Hipoksia

Hiperplasi sumsum
tulang
Tubuh merespon dengan pembentukan eritroprotein
Ekspansi massif sumsum
tulang wajah dan kranium
Suplai O2/Na ke jaringan

Masuk ke sirkulasi Metabolisme sel

Merangsang eritropoesis
Deformitas tulang
Pertumbuhan
Pembentukan RBC baru yang immature dan mudah lisis sel dan otak terhambat

Perubahan bentuk wajah


Penonjolan tulang tengkorak
Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
↑ pertumbuhan pada tulang maksila
Terjadi face coley Hb ↓ → perlu transfusi

Terjadi peningkatan Fe
Perubahan pembentukan ATP

Perasaan berbeda dengan orang lain Hemosiderosis

Energy yang dihasilkan ↓


↑ pigmentasi kulit (coklat kehitaman)
Gambaran diri negative
Kelemahan fisik

Gangguan citra diri Kerusakan intregitas kulit


Intoleransi aktivitas
Terjadi hemapoesis diextramedula

Frekuensi napas ↑ Ketidakefektifan pola


Hemokromatesis napas
Paru-paru
Fibrosis
Pankreas DM

Liver Jantung Limfa

Hepatomegali Payah jantung Splenomegali

Perut buncit → menekan Imunitas menurun Plenokromi


diafragma
Resiko infeksi
Compliciance paru-paru
terganggu Perkusi napas meningkat

Gambar 2.1 Pathway Thalasemia


(Sumber : Nurarif dan Hardhi, 2015)
Berdasarkan clinical pathway thalasemia diatas dapat disimpulkan bahwa
mekanisme tetrjadinya gangguan intoleransi padaa penderita thalasemia di
mulaikarena pada penyakit genetik thalasemia ini akan mengakibatkan terjadinya
defisiensi pada kecepatan produksi rantai globin yang spesifik dalam Hb yaitu
rantai α ataurantai β. Kekurangan rantai salah satunya akan mengakibatkan
terjadinya Thalasemiabaik Thalasemia-α atau Thalasemia-β. Sebagai dampak
yang ditimbulkan darikelainan pada eritrosit yang matur atau immature.
Hemolisis yang terjadi kurang dari waktu hidup eritrosit tersebut
akanmenyebabkan penderita mengalami anemia sebagai kompensasinya eritrosit
akandibentuk disumsum tulang dan mengakibatkan hiperplasi sumsum tulang
sehinggaterjadinya ekspansi massif sumsum tulang. Hal tersebut berdampak pada
suplai oksigen dan natrium ke jaringan akan berkurang sehingga metabolisme
tubuh akanmenurun.
Metabolisme tubuh yang menurunn akan mengakibatkan pembentukan
ATPyang dihasilkan menurun sehingga energy tubuh akan berkurang. Energi tu
buh yang berkurang tersebuut akan mengakibatkan penderita akan mengeluh
cepat mengalamikelemahan pada fisiknya sehingga bagi penderita thalasemia
akan tidak toleranterhadap beberapa jenis aktivitas.

Anda mungkin juga menyukai