Anda di halaman 1dari 103

SKRIPSI

POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PERAWAT DALAM MEMPERC


PEMULIHAN KESEHATAN PASIEN RAWAT INAP DI RS. YADIKA PON
BAMBU

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Ilmu Kom
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Sahid Jakarta

Disusun Oleh :

KARINA

2016217071

i HUBUNGAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI


ABSTRAK

Penulis : Karina
NIM : 2016217071
Judul Skripsi : Pola Komunikasi Interpersonal Perawat Dalam
Mempercepat Pemulihan Kesehatan Pasien Rawat Inap
di RS. Yadika Pondok Bambu
Fakultas/Jurusan : FIKOM/Humas

Salah satu kebutuhan manusia yang sangat mendasar baik fisik maupun
psikis adalah kebutuhan akan kesehatan. Kesehatan memang sudah menjadi
kebutuhan yang essensial untuk berbagai tujuan. Dengan kesehatan manusia dapat
melakukan aktifitas sehari-hari tanpa adanya hambatan. Rumah sakit sebagai
wadah sosial yang hidup dalam bentuk organisasi merupakan wadah masyarakat,
tempat hidup dan berkembang dengan hubungannya yang bersifat timbal balik.
artinya bahwa rumah sakit dan masyarakat terdapat hubungan yang tak
terpisahkan. Keduanya terdapat hubungan saling memberi dan saling menerima.
Dalam proses hubungan timbal balik tersebut muncul sebuah komunikasi yang
biasa terjadi antara perawat dengan pasien. Unsur yang paling penting dalam
hubungan antara perawat dengan pasien dalam pelayanan medis adalah
komunikasi. Dengan komunikasi, manusia menyampaikan perasaan, pikiran,
pendapat, sikap dan informasi kepada secara timbal balik.
Adapun Rumusan masalah yang akan diteliti yaitu bagaimana pola
komunikasi Perawat dan pasien rawat inap dalam pelayanan medis di RS. Yadika
Pondok Bambu dan bagaimana upaya yang dilakukan oleh seorang Perawat dalam
membangun sebuah komunikasi yang tepat guna dan antara Perawat dan Pasien
rawat inap agar dapat mempercepat proses pemulihan kesehatan pasien. Dan
adapun tujuan dalam penelitian skripsi ini adalah untuk memahami bentuk
komunikasi yang terbangun antara perawat dan pasien dan memahami bentuk
komunikasi dalam pelayann medis yang diberikan perawat di ruang rawat RS.
Yadika Pondok Bambu. Metodologi dalam pembahasan skripsi ini menggunakan
kualitatif yaitu melakukan wawancara, observasi, dan dokumentasi dengan take
gambar terhadap data-data yang berkaitan dengan masalah penelitian seperti
masalah yang berkaitan dengan pola komunikasi perawat dan pasien dan
pendekatannya, kemudian mengumpulkan, menyusun dan mengklasifikasikan
data-data tersebut. Sedangkan analisis data yang digunakan adalah metode
deskriptif yaitu dengan menjelaskan bagaimana pola komunikasi antara Perawat
dan Pasien rawat inap tersebut berlangsung. Dan pendekatan apa yang dilakukan
seorang Perawat dalam melakukan pendekatan terhadap pasiennya agar
komunikasi antara Perawat dan pasien dapat berlangsung dengan baik.
Setelah melakukan penelitian mengenai pola komunikasi Perawat dan
pasien rawat inap di ruang perawatan RS. Yadika Pondok Bambu dan bentuk-
bentuk pola komunikasi yang digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa dalam
penyembuhan penyakit pasien menggunakan pola komunikasi antar pribadi atau
interpersonal, dalam pelayanan kesehatan dari perawat dan pasien yang baik maka
akan menghasilkan efek yang positif pada diri sang pasien.

ii
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS SAHID JAKARTA

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Karina
NPM : 2016217071
Peminatan : Hubungan Masyarakat
Program Studi : S1
Fakultas : Ilmu Komunikasi
Judul Skripsi Pola Komunikasi Interpersonal Perawat Dalam
: Mempercepat Pemulihan Kesehatan Pasien Rawat
Inap Di RS. Yadika Pondok Bambu

Dengan ini menyatakan bahwa naskah hasil penelitian dalam bentuk Skripsi ini
adalah hasil karya saya sendiri, yang sudah mengikuti segala ketentuan dan
kaidah-kaidah dalam penulisan karya ilmiah. Bagian-bagian yang dirujuk
sumbernya telah pula dinyatakan dengan benar. Apabila di kemudian hari terdapat
hal-hal yang bisa dikategorikan sebagai tindak plagiarisme dalam Skripsi ini,
maka saya bersedia menerima segala konsekuensi menurut ketentuan yang
berlaku.

Jakarta, 5 April 2019

( Karina )

iii
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
PEMINATAN ILMU HUBUNGAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SAHID JAKARTA

LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI


(KELAS PARALEL)

Nama : Karina
NPM : 2016217071
Judul Skripsi Pola Komunikasi Interpersonal Perawat :
Dalam Mempercepat Pemulihan
Kesehatan Pasien Rawat Inap Di RS.
Yadika Pondok Bambu

Skripsi ini telah disetujui untuk disidangkan oleh Tim Pembimbing, yang terdiri
dari:

Tanggal, 6 Maret 2019


Pembimbing I
(Nandang Mulyasantosa, Drs., MM., M.Si.) _________________

Tanggal, 6 Maret 2019


Pembimbing II
(Husen Mony, S.Ik., M.Si.) _________________

Tanggal, 6 Maret 2019


Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi
(Fit Yanuar, S.Sos., M.Si.) _________________

Tanggal, 6 Maret 2019


Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi

iv
(Dr. Manik Sunuantari, M.Si.) _________________
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
PEMINATAN ILMU HUBUNGAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SAHID JAKARTA

LEMBAR PENGESAHAN SIDANG SKRIPSI


(KELAS PARALEL)

Nama : Karina
NPM : 2016217071
Judul Skripsi Pola Komunikasi Interpersonal Perawat :
Dalam Mempercepat Pemulihan
Kesehatan Pasien Rawat Inap Di RS.
Yadika Pondok Bambu
Skripsi ini telah disetujui dalam sidang komprehensif oleh panitia penguji

PANITIA PENGUJI SKRIPSI

Tanggal, 5 April 2019


Penguji Utama/Ahli
(Supriadi, Drs., M.Si.) _________________

Tanggal, 5 April 2019


Ketua Sidang
(Nandang Mulyasantosa, Drs., MM., M.Si.) _________________

Tanggal, 5 April 2019


Sekretaris Sidang
(Husen Mony, S.Ik., M.Si.) _________________

v
PENGESAHAN SKRIPSI/TUGAS AKHIR
Nomor:............................

Skripsi/Tugas Akhir dengan judul :


Pola Komunikasi Interpersonal Perawat Dalam Mempercepat Pemulihan
Kesehatan Pasien Rawat Inap Di RS. Yadika Pondok Bambu.

Yang disusun oleh:


Nama : Karina
NPM : 2016217071
Telah diuji pada sidang tanggal : 8 Maret 2019
Ketua Sidang : Supriadi, Drs., M.Si.
Anggota : Nandang Mulyasantosa, Drs., MM., M.Si.
Anggota : Husen Mony, S.Ik., M.Si.
Dan dinyatakan telah diterima oleh Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Sahid
Jakarta.

Jakarta, 5 April 2019

Mengetahui Ketua Program Studi S1


Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Ilmu Komunikasi

Dr. Manik Sunuantari, M.Si. Fit Yanuar, S.Sos., M.Si.

vi
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan ke Hadirat Allah SWT, Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala Rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini, dan juga kepada kedua orang
tua tersayang Papa Ir. Sugiato Hostiadi dan Mama Eva Yulianda selaku orang tua
tercinta yang tidak pernah berhenti memberikan begitu banyak kasih sayang, doa,
dan support yang begitu besar untuk saya dalam mencapai segala cita-cita dalam
hidup saya. Adapun penulisan Skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu
syarat program perkuliahan yang harus di tempuh dalam menyelesaikan Studi
Program Studi Sarjana (S1) Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi
Hubungan Masyarakat (Humas) di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Sahid
Jakarta.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada keluarga, teman, dan kerabat lainnya yang telah
memberikan dorongan moril dan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi ini, lalu kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung
telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis, yaitu kepada:

1. Bapak Nandang Mulyasantosa, Drs., MM., M.Si. selaku Dosen


Pembimbing 1.
2. Bapak Husen Mony, S.Ik., M.Si. selaku Dosen Pembimbing 2.
3. Bapak Supriadi, Drs., M.Si. selaku Dosen Penguji sidang Skripsi.
4. Ibu Dr. Manik Sunuantari, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Sahid Jakarta.
5. Bapak Fit Yanuar, S.Sos., M.Si. selaku Ketua Program Studi Fakultas Ilmu
Komunikasi Universitas Sahid Jakarta.
6. Ibu Mila Falma Masful, SS., M.I.Kom. selaku Wakil Ketua Program Studi
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Sahid Jakarta.
7. Bapak Drs. Arry Rahayunianto, MM., M.Si. selaku Dosen Pembimbing
Akademik.

vii
8. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Sahid yang
telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.
9. Seluruh staf Sekertariat Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Sahid
yang telah banyak membantu memberikan informasi dan memberikan
pelayanan untuk penulis demi kelancaran penyusunan Skripsi ini.
10. Adik-adikku Nadia dan Tito, juga semua Keluarga yang telah memberikan
doa, motivasi, dukungan, dan supportnya.
11. Para sahabat, Putro, Lina, Desti, Ega, Titis dan semua yang tidak bisa
disebut satu persatu yang selalu memberikan semangat dalam
menyelesaikan penulisan Skripsi ini.
12. Semua pihak yang mohon maaf tidak bisa disebutkan satu persatu, yang
telah memberikan dukungan, bantuan, serta saran-sarannya kepada
penulis.

Berdasarkan terbatasnya pengetahuan dan pengalaman, penulis menyadari


adanya kekurangan dalam penulisan Skripsi ini. Oleh karena itu penulis meminta
maaf yang sebesar-besarnya, penulis juga mengharapkan segala bentuk saran dan
petunjuk serta bimbingan dari berbagai pihak yang akan membantu dalam
penyempurnaan Skripsi ini.

Akhir kata, semoga Skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan. Terima Kasih.
Jakarta, Maret 2019
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh.

( Karina )

viii
DAFTAR ISI

ABSTRAK...............................................................................................................i
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI........................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI...............................................iii
LEMBAR PENGESAHAN SIDANG SKRIPSI.................................................iv
PENGESAHAN SKRIPSI/TUGAS AKHIR.......................................................v
KATA PENGANTAR...........................................................................................vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah.......................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................5
1.4.1 Manfaat Akademis......................................................................................5
1.4.2 Manfaat Praktis............................................................................................6

BAB II LANDASAN TEORITIS..........................................................................7


2.1 Komunikasi....................................................................................................7
2.1.1 Unsur-Unsur Komunikasi............................................................................7
2.2 Bentuk Komunikasi......................................................................................11
2.3 Komunikasi Interpersonal............................................................................14
2.3.1 Karakteristik Komunikasi Interpersonal...................................................16

ix
2.3.2 Tujuan Komunikasi Interpersonal.............................................................17
2.4 Komunikasi Dalam Mempercepat Kesembuhan..........................................19
2.5 Pola Komunikasi..........................................................................................21
2.6 Perawat.........................................................................................................23
2.6.1 Hak dan Kewajiban Perawat.....................................................................24

BAB III METODOLOGI....................................................................................27


3.1 Jenis Penelitian.............................................................................................27
3.2 Subjek Penelitian..........................................................................................27
3.3 Teknik Pengumpulan Data...........................................................................31
3.4 Instrumen Penelitian.....................................................................................32
3.5 Analisis Data Penelitian...............................................................................33
3.6 Teknik Keabsahan Data................................................................................34
3.7 Lokasi Penelitian..........................................................................................35

BAB IV PENYAJIAN HASIL PENELITIAN...................................................36


4.1 Gambaran Umum RS. Yadika Pondok Bambu............................................36
4.1.1 Sejarah Singkat RS. Yadika Pondok Bambu.............................................36
4.1.2 Logo RS. Yadika Pondok Bambu.............................................................37
4.1.3 Visi dan Misi Rumah Sakit Yadika...........................................................38
4.1.4 Fasilitas RS. Yadika Pondok Bambu........................................................38
4.2 Perawat RS. Yadika Pondok Bambu............................................................47
4.3 Penyajian Data Penelitian.............................................................................52
4.3.1 Penyajian Data Wawancara.......................................................................53
4.3.2 Pembahasan...............................................................................................60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................78


5.1 Kesimpulan...................................................................................................78
5.2 Saran.............................................................................................................80

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................82

x
LAMPIRAN-LAMPIRAN..................................................................................84

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pola Komunikasi Primer.......................................................................21


Tabel 2.2 Pola Komunikasi Sekunder...................................................................22
Tabel 2.3 Pola Komunikasi Linear........................................................................22
Tabel 2.4 Pola Komunikasi Sirkular......................................................................23
Tabel 4.1 SOP Alur Penerimaan Pasien Rawat Inap.............................................48
Tabel 4.2 SOP Komunikasi Perawat Kepada Pasien.............................................49
Tabel 4.3 Pola Komunikasi Interpersonal Perawat Dalam Mempercepat Proses
Pemulihan Kesehatan Pasien Rawat Inap di RS. Yadika Pondok Bambu.............76

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Surat Izin Permohonan Penelitian........................................................................84


Surat Penerimaan Izin Penelitian..........................................................................85
Pedoman Wawancara............................................................................................86
Take Gambar.........................................................................................................87

xii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Rumah sakit sebagai wadah sosial yang hidup dalam bentuk organisasi
merupakan wadah masyarakat, tempat hidup dan berkembang dengan
hubungannya yang bersifat timbal balik. Artinya bahwa rumah sakit dan
masyarakat terdapat hubungan yang tak terpisahkan. Keduanya terdapat hubungan
saling memberi dan saling menerima. Dalam proses hubungan timbal balik
tersebut muncul sebuah komunikasi yang biasa terjadi antara dokter dan
paramedis dengan pasien.
Perawat adalah tenaga profesional yang mempunyai kemampuan,
tanggung jawab, dan kewenangan dalam melaksanakan dan memberikan
perawatan kepada pasien yang mengalami masalah kesehatan[CITATION Ali14 \l
1057 ]. Perawat merupakan salah satu komponen penting dan strategis dalam
pelaksanaan pelayanan kesehatan. Profesi perawat diakui sebagai bagian integrasi
dari pelayanan kesehatan. Ini artinya dalam pelayanan kesehatan, bahwa peran
dan fungsi perawat merupakan satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dan
tidak bisa diabaikan oleh tenaga kesehatan yang lainnya. Bahkan bila dilihat dari
segi intensitas interaksi dengan pasien, kelompok profesional perawat merupakan
tenaga kesehatan yang paling tinggi interaksinya.
Dalam proses hubungan timbal balik tersebut muncul sebuah komunikasi
yang bisa terjadi antara perawat dan pasien. Dalam hubungan ini perawat
memberikan pelayanan medis pada pasien dan pasien diharapkan aktif ketika
dalam hubungan demi kesembuhan dan kebaikan diri sendiri, yang juga dapat
diistilahkan dengan konseling. Unsur yang paling penting dalam hubungan antara
dokter dan para medis (perawat) dengan pasien dalam pelayanan medis adalah
komunikasi. Komunikasi itu sendiri merupakan kebutuhan kodrati manusia
merupakan persyaratan mutlak bagi perkembangan manusia, baik sebagai individu
maupun masyarakat. Dengan komunikasi, manusia menyampaikan perasaan,
pikiran, pendapat, sikap dan informasi secara timbal balik.
1
Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Sejak dalam kandungan pun, komunikasi telah ada dan akan terus
berlangsung dalam proses kehidupan. Komunikasi dapat terjadi apabila dua orang
melakukan tindakan aksi dan reaksi. Tindakan aksi dan reaksi ini disebut sebagai
tindakan komunikasi. Hampir setiap saat kita bertindak dan belajar dengan dan
melalui komunikasi. Sebagian besar kegiatan komunikasi yang kita lakukan
berlangsung dalam situasi komunikasi interpersonal (komunikasi antarpribadi).
Situasi komunikasi antarpribadi ini bisa kita temui dalam konteks kehidupan dua
orang, keluarga, kelompok maupun organisasi. Komunikasi interpersonal antara
perawat dan pasien yang efektif yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan
dipahami oleh penerima dapat mengurangi kesalahan dan meningkatkan
keselamatan pasien.
Komunikasi yang efektif berbanding lurus dengan kepuasan penerima
informasi. Kepuasan terhadap informasi, media dan hubungan – hubungan
organisasi terlihat pada kepuasan komunikasi. Kepuasan komunikasi dapat
berhubungan dengan tingkat produktivitas perawat. Perawat akan bekerja lebih
baik ketika merasa lebih dilibatkan dan mengerti apa yang harus dilakukan. Pada
dasarnya komunikasi yang terbentuk dalam pelayanan medis adalah komunikasi
antar pribadi, tetapi kadang dokter dan perawat tidak menyadari bahwa pesan
yang mereka sampaikan pada saat memberikan pelayanan medis tidak dapat
diterima dengan baik oleh pasien karena aspek psikologis paling jadi
pertimbangan, dikarenakan cara berkomunikasi yag mereka gunakan kurang
efektif. Menerima pelayanan yang layak dan semestinya sesuai berdasarkan kode
etik dan norma-norma yang berlaku merupakan salah satu hak pasien sebagai
konsumen dari pengguna pelayanan jasa dari rumah sakit. Yakni pasien berhak
mendapatkan pelayanan yang disertai dengan keramahtamahan petugas kesehatan
salah satunya perawat. Perawat mempunyai peranan yang sangat besar, baik
dilihat dari interaksinya dengan pasien dan keluarganya maupun dilihat dari
keterlibatan pelayanan secara langsung kepada pasien.
RS. Yadika Pondok Bambu merupakan salah satu Rumah sakit milik
swasta yang memberikan pelayanan kepada calon pasien dan masyarakat dalam

2
menyediakan jasa yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan. Peningkatan
kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan yang sangat tinggi dan cepat, khususnya
dalam kebutuhan obat-obatan dan kesehatan jasmani dan rohani yang diiringi
dengan standar kepuasan masyarakat menjadi lebih tinggi lagi sebagai akibat dari
gaya hidup dan pola kebutuhan akan kesehatan yang lebih layak. Dalam
melakukan kegiatannya RS. Yadika Pondok Bambu menyediakan bagian
pelayanan pasien yang tugasnya memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh
pasien. Pelayanan merupakan unsur penting didalam usaha meningkatkan
kepuasan pasien RS. Yadika Pondok Bambu. Pada dasarnya posisi pelayanan ini
merupakan faktor pendukung terhadap aktivitas pemasaran jasa kesehatan RS.
Yadika Pondok Bambu dalam rangka meningkatkan pelayanan penyediaan tenaga
kesehatan pada masyarakat umumnya dan pelanggan pada khususnya.
Kebutuhan pelanggan meliputi kebutuhan praktis (practical needs) dan
kebutuhan emosional (emotional needs). Kebutuhan peraktis meliputi nilai yang
dirasakan dengan bentuk berwujud fisik (tangible) meliputi instrument, alat serta
sarana fasilitas yang dapat diraba dan dilihat sedangkan kebutuhan emosional
meliputi nilai rasa fisiologis yang dipenuhi dari sikap, tindakan dan perilaku
petugas pelayanan1. Dalam pengobatan terhadap pasiennya seorang dokter dibantu
paramedis (perawat). Perawat yang bertugas sebagai mitra kerja dalam
melaksanakan prakteknya dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh dokter. Selain dari
yang disebutkan diatas, pelayanan yang diberikan oleh paramedis terhadap pasien
sebelum berkonsultasi dengan dokter haruslah dapat memberikan sugesti terhadap
sang pasien untuk mempercepat proses kesembuhan. Karena pelayanan yang baik
sangat mempengaruhi psikologis pasien. Karena sebagian besar rumah sakit di
negara kita belum lah memberikan pelayanan yang baik terhadap pasien. Rumah
sakit Yadika Pondok Bambu memiliki bentuk pelayanan medis yang berupa
pelayanan yang meliputi perawatan dan pengobatan medis. Bentuk pelayanan
tersebut dikerjakan secara terpadu agar diperoleh hasil yang baik yaitu menolong
dan membina manusia seutuhnya dengan fitrahnya, baik secara fisik maupun
psikis. Jadi, yang dilakukan oleh seorang perawat ketika memberikan pelayanan

1
Nina Rahmayanti, Manajemen Pelayanan Prima, (Yogyakarta, Graha ilmu, 2010) h 21.

3
kepada pasiennya disamping melalui diagnosa obat yang disarankan oleh dokter,
perawat juga melakukan pendekatan-pendekatan yang mendukung proses
kesembuhan penyakit pasien secara pribadi dengan melakukan komunikasi secara
pribadi baik secara verbal maupun non verbal.
Salah satu cara untuk membetuk sebuah loyalis yaitu dengan memberikan
kualitas pelayanan yang baik dengan memenuhi kebutuhan para pelangganya,
memberikan informasi yang cepat dan akurat serta memberikan keramahan saat
melakukan pelayanan adalah kunci dari loyalitas pelanggan. Dengan mengetahui,
mengenali dan memahami kebutuhan pelanggan maka pelaku bisnis tahu apa yang
harus dilakukan dan dikerjakan dalam memberikan pelayanan yang tepat sesuai
dengan apa yang diinginkan dan dibutuhkan pelanggan, berusaha untuk
memberikan pelayanan yang terbaik dan maksimal kepada pelanggan sehingga
dapat memuaskan dan memberikan perhatian kepada pelanggan.
Proses komunikasi interpersonal antara perawat dengan pasien berawal
dari suatu keinginan untuk menelusuri sesuatu yang lahir dari pemikiran
seseorang untuk disampaikan kepada orang lain. Pada tahap ini seseorang
berusaha untuk bagaimana menyatukan keinginannya dengan orang lain sebab
apabila suatu pesan tidak sesuai dengan keinginan seseorang tentu akan
menimbulkan akibat-akibat yang tidak dikehendaki. Melalui komunikasi
seseorang mengekspresikan dirinya sehingga kehadirannya mempunyai arti dan
makna bagi orang lain, apakah dia disenangi oleh orang lain, apakah dia benar-
benar berperan, apakah kelemahan dan kelebihannya? Hal-hal itulah yang akan
ditemukan melalui komunikasi yang dilakukan. Oleh karena itu maka komunikasi
sangat dibutuhkan. Pada saat manusia mengalami gangguan kesehatan, mereka
membutuhkan kehadiran orang lain, misalnya dokter atau perawat. Kenyataan
yang sering terjadi bahwa komunikasi yang diharapkan pasien tidak dapat
dipenuhi karena kesibukan kerja para medis. Padahal dengan adanya komunikasi
yang baik antara perawat dengan pasien, hal tersebut akan meningkatkan kinerja
proses pemulihan pada kesehatan pasien.
Berdasarkan latar belakang di atas maka Penulis tertarik ingin membahas
masalah ini dalam sebuah bentuk skripsi yang berjudul “Pola Komunikasi

4
Interpersonal Perawat Dalam Mempercepat Pemulihan Kesehatan Pasien
Rawat Inap di RS. Yadika Pondok Bambu”
1.2 Identifikasi Masalah
Terbentuknya komunikasi yang baik dalam pelayanan kesehatan dari
perawat dan pasien rawat inap akan menghasilkan efek yang positif pada diri sang
pasien. Dalam hal ini Peneliti membatasi penelitian ini pada komunikasi perawat
atau paramedis dalam pelayanan kesehatan terhadap pasien rawat inap di ruang
keperawatan kamar rawat inap Rumah Sakit Yadika Pondok Bambu. Adapun
rumusan masalah yang akan diteliti yaitu:

a. Bagaimana komunikasi interpersonal Perawat dan pasien rawat inap di RS.


Yadika Pondok Bambu?
b. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh seorang Perawat dalam
membangun sebuah komunikasi yang efektif guna mempercepat
pemulihan kesehatan pasien?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk:
a. Mengetahui bagaimana komunikasi interpersonal yang dilakukan perawat
dalam mempercepat pemulihan kesehatan pasien rawat inap di RS. Yadika
Pondok Bambu.
b. Menggambarkan komunikasi yang terjadi antara perawat dengan pasien
rawat inap di RS. Yadika Pondok Bambu dalam mempercepat pemulihan
kesehatan pasien.
c. Menggambarkan pola komunikasi interpersonal perawat dalam
mempercepat pemulihan kesehatan pasien rawat inap di RS. Yadika
Pondok Bambu.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Akademis

5
Berikut adalah beberapa manfaat akademis yang penulis dapatkan dari
penelitian ini, antara lain:
1) Bagi penulis sendiri hasil dari penelitian ini dapat menjadi nilai tambah
terhadap pengetahuan pribadi penulis yang tidak pernah penulis dapatkan
selama masa perkuliahan.
2) Penelitian ini diharapkan dapat menambah ragam penelitian dalam ilmu
komunikasi khususnya dalam komunikasi interpersonal antara perawat
dengan pasien.

1.4.2 Manfaat Praktis

Sedangkan manfaat praktis yang penulis dapatkan dari penelitian ini antara
lain adalah:
1) Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi RS. Yadika
Pondok Bambu dalam membangun kepercayaan pasien terhadap tingkat
pelayanan kesehatan.
2) Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menjadi informasi baru
bagi pembaca.

6
BAB II
LANDASAN TEORITIS

2.1 Komunikasi

Komunikasi merupakan aktifitas manusia yang sangat penting. Bukan


hanya dalam kehidupan organisasi, namun dalam kehidupan manusia secara
umum. Komunikasi merupakan hal yang esensial dalam kehidupan kita. Kita
semua berinteraksi dengan sesama dengan cara melakukan komunikasi.
Komunikasi dapat dilakukan dengan cara yang sederhana sampai yang kompleks,
dan teknologi kini telah merubah cara manusia berkomunikasi secara drastis.
Komunikasi tidak terbatas pada kata-kata yang terucap belaka, melainkan bentuk
dari apa saja interaksi, senyuman, anggukan kepala yang membenarkan hati, sikap
badan, ungkapan minat, sikap dan perasaan yang sama. Dicapainya pemikiran
yang sama adalah merupakan kunci dalam komunikasi.
Secara terminologi, Onong Uchjana Effendy berpendapat bahwa
komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada
komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu2.

2.1.1 Unsur-Unsur Komunikasi


Menurut Dr. Lasswell, ada lima unsur yang harus ada agar komunikasi ini
berjalan, yakni: Who (siapa) yang kemudian disebut komunikator atau sender
(pengirim komunikasi), what (apa) yang kemudian disebut message atau pesan
komunikasi, whom (siapa) yang kemudian disebut komunikan atau receiver
(khalayak), channel (media) apa yang kemudian disebut sarana atau media, dan
effect (dampak komunikasi) yang kemudian disebut dampak atau efek komunikasi
yang diimplikasikan dalam umpan balik3.
2
Effendy, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2017), h.10
3
Effendy, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2017), h.10

7
Dari pengertian komunikasi secara terminologi, memperlihatkan bahwa
komunikasi melibatkan sejumlah orang. Dimana orang menyatakan sesuatu
kepada orang lain. Adapun yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut adalah
manusia. Oleh karena itu komunikasi yang dimaksudkan pada umumnya adalah
“komunikasi manusia” atau human communication, yang sering pula disitilahkan
dengan komunikasi sosial, komunikasi antar pribadi atau komunikasi
kemasyarakatan.
Adapun unsur-unsur dari komunikasi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Komunikator
Komunikator adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan
untuk berkomunikasi. Boleh jadi seorang individu, kelompok, organisasi,
perusahaan atau bahkan suatu negara. Kebutuhannya bervariasi, mulai dari
menyampaikan informasi, menghibur, hingga kebutuhan untuk mengubah
ideologi dan perilaku pihak lain. Untuk menyampaikan apa yang ada dalam
hatinya (perasaan) atau dalam kepalanya (pikiran), sumber harus mengubah
perasaan atau pikiran tersebut kedalam seperangkat simbol verbal atau
nonverbal yang idealnya dipahami oleh si penerima pesan4.

2. Pesan
Adapun yang dimaksud dengan pesan dalam proses komunikasi adalah
suatu informasi yang akan dikirim kepada si penerima pesan. Pesan ini dapat
berupa verbal maupun non verbal. Pesan dapat secara tertulis seperti surat,
buku, majalah, memo, sedangkan proses secara lisan dapat berupa
percakapan tatap muka, percakapan melalui telepon, radio dan sebagainya.
Pesan yang non verbal dapat berupa isyarat, gerakan badan, ekspresi muka,
dan nada suara. Pesan yang disampaikan komunikator adalah pernyataan
sebagai kemampuan pikiran dan perasaan, dapat berupa ide, informasi,
keluhan, keyakinan, imbauan inti pesan (tema) sebagai pengarah di dalam
usaha mengubah sikap dan tingkah laku komunikan. Pesan dapat disampaikan

4
Mulyana, Deddy, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2016), h.69

8
secara panjang lebar, tetapi perlu diperhatikan dan diartikan kepada tujuan
akhir dari komunikasi.
Dalam proses komunikasi, pesan yang disampaikan kepada komunikan
agar sesuai dengan tujuannya maka:
a) Pesan hendaknya dirancang dan disampaikan sedemikian rupa
sehingga dapat menarik perhatian sasaran yang dimaksud.
b) Pesan hendaknya menggunakan tanda-tanda yang tertuju kepada
pengalaman yang sama antara sumber dan sasaran sehingga sama-
sama dapat dimengerti.
c) Pesan hendaknya dapat membangkitkan kebutuhan pribadi pihak
sasaran dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh
kebutuhannya itu.
d) Pesan menyarankan satu jalan untuk memperoleh kebutuhan itu yang
layak bagi situasi kelompok, tepat sasaran berada saat ia di gerakkan
untuk memberi tanggapan5.

3. Komunikan
Komunikan atau penerima pesan adalah orang yang menjadi sasaran
dari kegiatan komunikasi. Komunikan atau penerima pesan dapat bertindak
sebagai pribadi atau orang banyak. Komunikan atau penerima pesan dapat
dibedakan menjadi tiga jenis yaitu :
- Individu yaitu ditujukan pada sasaran yang tunggal.
- Group atau kelompok, ditujukan pada group atau kelompok tertentu.
Kelompok adalah suatu kumpulan manusia yang mempunyai antar
hubungan sosial yang nyata dan memperlihatkan struktur yang nyata pula.
Dalam hal ini group atau kelompok dibedakan lagi menjadi dua jenis yaitu,
kelompok kecil (small group dan micro group), yaitu sejumlah orang yang
terlibat dalam interaksi satu sama lain dalam suatu pertemuan yang bersifat
tatap muka (face to face meeting) dimana setiap anggota mendapat kesan

5
Arifuddin Tike, Dasar-dasar Komunikasi: Suatu Studi dan Aplikasi (Yogyakarta: Kota Kembang
Yogyakarta, 2009), h. 17.

9
atau penglihatan antara satu sama lainnya yang cukup terlihat sehingga
baik pada saat timbul pertanyaan maupun sesudahnya dapat memberikan
tanggapan kepada masing-masing perorangan. Lalu Kelompok besar
(large group dan macro group), misalkan sekumpulan orang banyak di
sebuah lapangan yang sedang mendengarkan radio atau ceramah.
- Organisasi, yaitu suatu kumpulan (sistem) individu yang bersama-sama
melalui pembagian kerja yang berusaha mencapai tujuan tertentu6.

4. Media
Media yaitu sarana untuk menyalurkan pesan-pesan yang digunakan
dalam komunikasi apabila komunikan berada di tempat yang jauh dari
komunikator dan atau jumlahya banyak7.
Media dibagi menjadi tiga yaitu:
- Media dalam bentuk ucapan atau bunyi (The Speaking Woard).
- Media dalam bentuk tulisan (The Printed Writing)
- Media dalam bentuk gambar hidup (The Audio Visual Media)8.

5. Efek (Effect)
Adalah hasil akhir dari proses komunikasi. Yaitu sikap atau tingkah
laku orang sebagai komunikan sesuai atau tidak dengan yang diinginkan oleh
komunikator. Efek yang timbul dapat dikalsifikasikan menurut keadaannya,
yaitu:
- Dampak kognitif, adalah yang timbul pada komunikan yang
menyebabkan dia menjadi tahu atau meningkat intelektualnya.
- Dampak afektif, adalah dampak ini lebih tinggi kadarnya dari dampak
kognitif. Pesan yang disampaikan oleh komunikator ditujukan bukan

6
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2008),h.72.
7
Onong, Uchajana Effendy, Human Relations and Public Relations, (Bandung: CV. Mandar
Maju, 2009), h 14-16.
8
John Fiske, Introduction to Communication Studies,terj. Hapsari Dwiningtyas, Pengantar Ilmu
Komunikasi.edisi 3. (Jakarta: Rajawali Pers, 2012).h 10.

10
sekedar komunikan tahu tapi bergerak hatinya, menimbulkan perasaan
tertentu.
- Dampak behavioral, adalah dampak yang timbul pada komunikan
dalam perubahan perilaku, tindakan atau kegiatan.

6. Umpan Balik (Feed Back)


Umpan balik (feed back) adalah tanggapan atau reaksi dari penerima
kepada pengirim. Kemudian dapat pula timbul tanggapan atau reaksi kembali
dari pengirim kepada penerima. Maka terjadilah komunikasi timbal balik.
Dengan adanya umpan balik inilah yang menjadikan komunikasi menjadi
dinamis. Umpan balik memainkan yang amat penting dalam komunikasi,
sebab Ia menentukan kelanjutan atau berkentinya komunikasi yang
dilancarkan. Oleh karena itu, umpan balik bisa bersifat positif dan dapat pula
bersifat negatif. Umpan balik positif adalah tanggapan atau respon serta
reaksi komunikan yang menyenangkan komunikatornya sehingga berjalan
lancar. Sebaliknya umpan balik negatif adalah tanggapan komunikator yang
tidak meyenangkan komunikatornya sehingga komunikator enggan untuk
melanjutkan komunikasinya.

2.2 Bentuk Komunikasi


Pola (tatanan) komunikasi adalah proses komunikasi ditinjau dari jumlah
komunikan, apakah satu orang, sekelompok orang atau sejumlah orang yang
bertempat tinggal secara tersebar. Berdasarkan situasi komunikan seperti itu,
maka diklasifikasikan menjadi bentuk-bentuk sebagai berikut, yaitu komunikasi
massa (mass communication), komunikasi kelompok (group communication), dan
komunikasi pribadi (personal communication)9.

9
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung, PT. Citra Aditya
Bakti, 2003), h. 57.

11
a. Komunikasi Massa (Mass Communication)
Yang dimaksud dengan komunikasi massa (mass communication) ialah
komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar,
majalah) atau elektronik (radio dan televisi), yang dikelola oleh suatu
lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah
besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim dan heterogen.
Pesannya bersifat umum, disampaikan secara cepat, serentak dan selintas
(khususnya media elektronik). Komunikasi antar pribadi, komunikasi
kelompok dan komunikasi organisasi berlangsung juga dalam proses
untuk mempersiapkan pesan yang disampikan media massa ini10.
Menurut Zulkarnaen Nasution dalam bukunya yang berjudul Sosiologi
Komunikasi Massa mengatakan bahwa komunikasi massa adalah proses
penyampaian pesan atau informasi yang ditujukan kepada khalayak massa
dengan karakteristik tertentu. Sedangkan media massa hanya sebagai salah
satu komponen atau sarana yang memungkinkan berlangsungnya proses
yang dimaksud11.
Definisi yang paling sederhana tetang komunikasi massa dirumuskan
Bitter yang dikutip oleh Jalaludin Rakhmat bahwa Komunikasi massa
adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah
besar orang. Untuk memahami komunikasi massa lebih jauh, dan yang
membedakannya dengan komunikasi kelompok dan komunikasi
antarpribadi, ada beberapa ciri komuikasi massa yaitu :
- Orang-orang yang ikut berkomunikasi atau menjadi komunikan
(publik, khalayak, audience) sangat banyak jumlahnya.
- Audience/khalayak/publik yang terlibat komunikasi itu tersebar
dimana-mana (diberbagai wilayah/daerah). Seandainya pun berada
disatu tempat, maka publik atau audience ini sangat beraneka
ragam.

10
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 188.
11
Zulkarnaen Nasution, Sosiologi Komunkikasi Massa, (Jakarta:Universitas terbuka)

12
- Hal-hal yang disampaikan (topik yang dibicarakan) bersifat umum
dan menyangkut kepentingan orang banyak.
- Besar kemungkinan tidak terdapat minat dan kepentingan yang
sama diantara masing-masing orang dikalangan publik atau
audience.
- Sebagian besar atau bahkan keseluruhan dari publik atau audience
tidak saling kenal.

b. Komunikasi Kelompok (Group Communication)


Komunikasi kelompok (group communication) berarti komunikasi yang
berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang
jumlahnya lebih dari dua orang. Dikatakan komunikasi kelompok karena:
- Proses komunikasi dimana pesan-pesan yang disampaikan oleh
seorang pembicara kepada khalayak dalam jumlah yang lebih
besar pada tatap muka.
- Komunikasi berlangsung kontinu dan bisa dibedakan mana
sumber dan mana penerima. Hal ini menyebabkan komunikasi
sangat terbatas sehingga umpan baliknya juga tidak leluasa
karena waktu terbatas dan khalayak relatif besar.
- Pesan yang disampaikan terencana (dipersiapkan) dan bukan
spontanitas untuk segmen khalayak tertentu. Dalam komunikasi
kelompok kita mengenal seminar, diskusi panel, pidato, rapat
akbar, pentas seni tradisional di desa, pengarahan dan ceramah
dengan khalayak besar. Dengan kata lain komunikasi sosial antara
tempat, situasi dam sasarannya jelas12.

c. Komunikasi Pribadi (Personal Communication)

12
Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, (Jakarta: Raja Garfindo Persada, 2005). Cet. Ke-2, h.
33-34

13
Komunikasi pribadi (personal communication) adalah komunikasi seputar
diri seseorang, baik dalam fungsinya sebagai komunikator maupun
sebagai komunikan. Komunikasi pribadi terdiri dari dua jenis, yakni :
1) Komunikasi Intra Pribadi (Intrapersonal Communication)
Komunikasi intrapersonal menurut Sasa Djuarsa adalah proses
komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang. Yang jadi pusat
perhatian adalah bagaimana jalannya proses pengolahan informasi
yang dialami seseorang melalui sistem syaraf dan inderanya13.
2) Komunikasi Antar Pribadi (Interpersonal Communication),
Menurut Effendy, yang dikutip oleh Alo Liliweri bahwa pada
hakikatnya komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara
seorang komunikator dengan seorang komunikan. Jenis
komunikasi tersebut dianggap paling efektif untuk mengubah
sikap, pendapat, atau perilaku manusia berhubung prosesnya yang
dialogis14. Dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi
lainnya, komunikasi antar pribadi paling ampuh dalam kegiatan
mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku komunikan.
Alasannya adalah komunikasi antarpribadi umumnya berlangsung
secara tatap muka (face to face). Asumsi dasar komunikasi antar
pribadi adalah bahwa setiap orang yang berkomunikasi akan
membuat prediksi tentang efek atau perilaku komunikasinya, yaitu
bagaimana pihak yang menerima pesan memberikan reaksinya.
Jika menurut persepsi komunikator reaksi komunikan
menyenangkan atau positif, maka ini merupakan suatu pertanda
bagi komunikator bahwa komunikasinya berhasil. Menurut Gerald
R. Miller dan Mark Steinberg, ada tiga tingkatan analisis yang
digunakan dalam melakukan prediksi, yaitu tingkat kultural,
tingkat sosiologis dan tingkat psikologis15.

13
Sasa Djuarsa, Teori Komunikasi, (Jakarta:Universitas Terbuka, 2005), Cet. Ke-9, h. 125.
14
Alo Liliweri, Komunikasi Antarpribadi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997), cet.ke-2, h. 12.
15
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung, PT. Citra Aditya
Bakti, 2003), h. 61.

14
2.3 Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara komunikator dengan
komunikan. Komunikasai jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah
sikap, pendapat, atau perilaku seseorang karena sifatnya dialogis, berupa
percakapan. Arus balik bersifat langsung. Komunikator mengetahui tanggapan
komunikan saat itu juga, pada saat komunikasi dilancarkan. Komunikator
mengetahui pasti apakah komunikasinya itu positif atau negatif, berhasil atau
tidak16.
Menurut R.D. Laing dalam Alo Liliweri persepsi terhadap relasi
antarpersonal dapat diarahkan untuk memahami inti relasi, berdasarkan
pemahaman terhadap inti relasi ini, maka individu akan dapat menjelaskan
bagaimana relasi manusia dibangun dan dikembangkan melalui persepsi terhadap
mereka17.
Komunikasi merupakan dasar dari seluruh interaksi antar manusia. Karena
tanpa komunikasi, interaksi manusia baik secara perorangan maupun kelompok
tidak mungkin terjadi. Sebagian besar interaksi antara manusia berlangsung dalam
komunikasi interpersonal. Secara umum komunikasi interpersonal diartikan
sebagai proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi.
Pengertian proses mengacu pada perubahan dan tindakan yang berlangsung secara
terus menerus. Pengertian pertukaran yaitu tindakan menyampaikan dan
menerima pesan secara timbal balik. Makna yaitu sesuatu yang dipertukarkan
dalam proses tersebut18. Sejauh mana orang mampu mempertukarkan makna
dalam proses komunikasinya, maka sejauh itu pula komunikasi interpersonal akan
semakin terasa diantara mereka yang melakukan proses komunikasi dan juga
sebaliknya.

16
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006), h. 8.
17
Alo Liliweri, Komunikasi: Serba Ada Serba Makna, Edisi 1 (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2011), h. 159.
18
Lukiati Komala, Ilmu Komunikasi: Persfektif, Proses dan Konteks (Bandung: Widya
Padjadjaran, 2009), h. 163.

15
Komunikasi interpersonal (interpersonal communication) adalah
komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal
ataupun non verbal19.

2.3.1 Karakteristik Komunikasi Interpersonal


Menurut Judy C. Pearson, Komunikasi interpersonal memiliki beberapa
karakteristik yang antara lain adalah sebagai berikut:
a. Komunikasi interpersonal dimulai dengan diri pribadi (self). Artinya
bahwa segala bentuk proses penafsiran pesan maupun penilaian mengenai
orang lain, berangkat dari diri sendiri.
b. Komunikasi interpersonal bersifat transaksional. Ciri komunikasi seperti
ini terlihat dari kenyataan bahwa komunikasi interpersonal bersifat
dinamis, merupakan pertukaran pesan secara timbal balik dan
berkelanjutan.
c. Komunikasi interpersonal menyangkut aspek isi pesan dan hubungan
interpersonal. Maksudnya bahwa efektivitas komunikasi interpersonal
tidak hanya ditentukan oleh kualitas pesan, melainkan juga ditentukan oleh
kadar hubungan antarindividu.
d. Komunikasi interpersonal mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara
pihak-pihak yang berkomunikasi. Dengan kata lain, komunikasi
interpersonal akan lebih efektif manakala antara pihak-pihak yang
berkomunikasi itu saling bertatap muka.
e. Komunikasi interpersonal melibatkan pihak-pihak yang saling tergantung
satu dengan yang lainnya dalam proses komunikasi.
f. Komunikasi interpersonal tidak bisa diubah maupun diulang20.
Komunikasi interpersonal dapat meningkatkan hubungan kemanusiaan
diantara orang-orang yang berkomunikasi. Dalam hidup bermasyarakat, seseorang

19
Widjaja, Ilmu Komunikasi : Pengantar Study (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), h. 13.
20
Suranto Aw, Komunikasi Interpersonal (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h.16

16
bisa memperoleh kemudahan dalam hidupnya karena memiliki banyak teman.
Melalui komunikasi interpersonal, kita juga dapat membina hubungan baik,
sehingga menghindari konflik-konflik yang dapat terjadi dalam kehidupan sehari-
hari.
Menurut Barnlund, komunikasi interpersonal diartikan sebagai pertemuan
antara dua, tiga, atau mungkin empat orang yang terjadi sangat spontan dan tidak
berstruktur. Komunikasi interpersonal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Bersifat spontan.
b. Tidak berstruktur.
c. Terjadi secara kebetulan.
d. Tidak mengejar tujuan yang direncanakan.
e. Identitas keanggotaannya tidak jelas.
f. Terjadi hanya sambil lalu21.

2.3.2 Tujuan Komunikasi Interpersonal


Melalui komunikasi interpersonal, kita dapat membina hubungan baik
untuk menghindari konflik-konflik yang dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari
apakah dengan tetangga, teman kantor, atau dengan yang lain. Ada beberapa
tujuan komunikasi interpersonal yaitu:
a. Mengungkapkan perhatian kepada orang lain.
Salah satu tujuan komunikasi interpersonal adalah mengungkapkan
perhatian kepada orang lain. Dalam hal ini seseorang berkomunikasi dengan
cara menyapa, tersenyum, melambaikan tangan, membungkukkan badan,
menanyakan kabar, dan sebagainya. Pada prinsipnya, komunikasi
interpersonal hanya dimaksudkan untuk menunjukkan adanya perhatian
kepada orang lain dan untuk menghindari kesan dari orang lain sebagai
pribadi yang tertutup, dingin, dan cuek.
b. Menemukan diri sendiri.
Artinya, seseorang melakukan komunikasi interpersonal karena ingin
mengetahui dan mengenali karakteristik diri pribadi berdasarkan informasi

21
Wiryanto, Pengantar ilmu Komunikasi (Jakarta: PT. Grasindo Anggota Ikapi, 2006), h. 13.

17
dari orang lain. Komunikasi interpersonal memberikan kesempatan kepada
kedua belah pihak untuk berbicara tentang apa yang disukai dan apa yang
dibenci. Dengan saling membicarakan keadaan diri, minat, dan harapan,
maka seseorang memperoleh informasi berharga untuk mengenal jati diri,
atau dengan kata lain menemukan diri sendiri.

c. Menemukan dunia luar.


Dengan komunikasi interpersonal diperoleh kesempatan untuk mendapatkan
berbagai informasi dari orang lain, termasuk informasi penting dan aktual.
Jadi, dengan informasi itu dapat dikenali dan ditemukan keadaan dunia luar
yang sebelumnya tidak diketahui.
d. Membangun dan memelihara hubungan yang harmonis.
Sebagai makhluk sosial, salah satu kebutuhan setiap orang yang paling besar
adalah membentuk dan memelihara hubungan baik dengan orang lain.
Semakin banyak teman yang dapat diajak bekerja sama, maka semakin
lancarlah pelaksanaan kegiatan dalan hidup sehari-hari.
e. Mempengaruhi sikap dan tingkah laku.
Komunikasi interpersonal ialah proses penyampaian suatu pesan oleh
seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau merubah sikap,
pendapat, atau perilaku baik secara langsung maupun tidak langsung
(menggunakan media).
f. Mencari kesenangan atau sekedar menghabiskan waktu.
Ada kalanya seseorang melakukan komunikasi interpersonal sekedar
mencari kesenangan atau hiburan. Berbicara dengan teman mengenai acara
perayaan ulang tahun, berdiskusi mengenai olahraga, bertukar cerita-cerita
lucu adalah merupakan pembicaraan untuk mengisi dan menghabiskan
waktu.
g. Menghilangkan kerugian akibat salah komunikasi.
Mengapa?, karena dengan komunikasi interpersonal dapat dilakukan
pendekatan secara langsung, menjelaskan berbagai pesan yang rawan
menimbulkan kesalahan interpretasi.

18
h. Memberikan bantuan (konseling).
Contohnya, ahli-ahli kejiwaan, ahli psikologi klinis dan terapi menggunakan
komunikasi interpersonal dalam kegiatan profesional mereka untuk
mengarahkan kliennya22.

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang paling efektif


dalam mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang. Karena sifatnya yang
dialogis, komunikator dapat mengetahui apakah komunikasinya positif, negatif,
berhasil atau tidak. Jika tidak maka komunikator mempunyai waktu untuk
mempersilahkan komunikan bertanya atau memberikan tanggapan.

2.4 Komunikasi Dalam Mempercepat Kesembuhan


Pada profesi keperawatan, komunikasi menjadi sangat penting karena
komunikasi merupakan alat dalam melaksanakan proses keperawatan. Dalam
asuhan keperawatan, keperawatan ditujukan untuk mengubah perilaku klien
dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Stuart, G.W., 1998).23
Komunikasi interpersonal antara perawat dengan pasien bertujuan untuk
mengembangkan pribadi klien ke arah yang lebih positif atau adaptif. Melalui
komunikasi ini diharapkan terjadi perubahan dalam diri pasien. Pasien yang
tadinya tidak bisa menerima diri apa adanya atau merasa rendah diri, setelah
berkomunikasi dengan perawat akan mampu menerima dirinya. Kedua,
kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling
bergantung dengan orang lain. Melalui komunikasi ini, pasien belajar bagaimana
menerima dan diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur, dan
menerima pasien apa adanya, perawat dapat meningkatkan kemampuan.
Komunikasi sangat berperan dalam proses penyembuhan pasien maupun dalam
membangun hubungan dengan sesama. Hubungan yang tercipta dengan baik
antara perawat dan pasien dimaksudkan bukan hanya untuk memberikan kepuasan
tetapi juga untuk memberikan kesenangan kepada pasien yang dilayani.

22
Suranto Aw, Komunikasi Interpersonal (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h.19-22
23
Suryani. Komunikasi Terapeutik “Teori dan Praktik”. (Jakarta: Kedokteran EGC, 2005), h.12.

19
Seorang pasien mempunyai harapan untuk sembuh dan perawat
mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan sebaik mungkin, sebab
komunikasi yang baik antara perawat dengan pasien akan berdampak pada
kesehatan, kenyamanan dan kepuasan pasien. Oleh karena itu pasien juga perlu
diberi pemahaman yang jelas tentang penyakitnya dan juga kekuatan mental,
bukan hanya diberikan obat- obatan secara medis. Untuk memberi kekuatan
terhadap pasien harus dimulai dengan komunikasi, karena kemampuan
komunikasi yang baik akan memberikan keuntungan yang besar dalam kehidupan
antar manusia.
Penderitaan atau penyakit yang dialami pasien bukan semata-mata karena
adanya kuman-kuman penyakit didalam tubuh, tetapi juga ada banyak faktor yang
menjadi penyebab, misalnya stres karena merasa ditinggalkan, kesepian, tidak
diperhatikan, atau karena masalah-masalah keluarga, ekonomi, pendidikan dan
sebagainya. Karena itu maka yang harus dilakukan oleh seorang dokter dan
perawat bukan hanya memberikan obat-obatan sesuai penyakit yang diderita,
tetapi juga mencari tahu latar belakang masalah yang dihadapi, berusaha
memenuhi kebutuhannya, membantu menemukan persoalan yang terjadi dalam
diri pasien sehingga dokter, perawat dan pasien secara bersama-sama mencari
solusi yang terbaik terhadap masalah yang dihadapi pasien.
Perawat harus benar-benar memahami pasien, bagaimana mengamatinya,
karena rasa empati itu terjadi ketika perawat berbicara terhadap pasien dengan
penuh keterbukaan dan cinta kasih. Disitulah pasien merasa diterima (apa adanya)
dan perawatpun turut merasakan apa yang selama ini dirasakan oleh pasien. Tugas
pelayanan yang dilakukan perawat terhadap sesama manusia yang menderita sakit
harus dilakukan dalam sikap “melayani dengan sepenuh hati”.
Sikap bersungut-sungut atau marah-marah dari pihak perawat dan pasien
wajar terjadi, mungkin karena beban kerja yang berat, karena faktor pembawaan
dan sebagainya sehingga seorang perawat harus selalu mengambil sikap positif
untuk terus melayani pasien, menyesuaikan diri dengan lingkungan dan karakter
mereka, sehingga dapat menemukan makna hidup yang sebenarnya, sehingga

20
seluruh masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif, dalam upaya peningkatan
kesehatan.

21
2.5 Pola Komunikasi
Pola komunikasi terdiri dari dua kata, yakni pola dan komunikasi. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pola berarti sistem, cara kerja, bentuk
(struktur) yang tetap24. Komunikasi yang dalam Bahasa Inggris
disebut communication, yang berasal dari kata latin, communicatio, yang
bersumber dari kata communis yang memiliki arti ‘sama makna.’ Termin ini
merujuk pada adanya proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang
lain25. Jadi, Pola komunikasi dapat diartikan sebagai pola hubungan dua orang
atau lebih, dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat
sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.
Dalam pembahasan ini, ada empat istilah yang sering digunakan dalam
ilmu komunikasi, yakni:
a. Pola Komunikasi Primer
Pola komunikasi primer merupakan suatu proses penyampaian pikiran
oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan suatu simbol
sebagai media atau saluran. Pola ini terbagi menjadi dua lambang, yaitu
lambang verbal dan lambang nonverbal. Lambang verbal berupa bahasa
yang di gunakan sehari-hari oleh para komunikan dan komunikator.
Sedangkan lambang nonverbal berupa gestikulasi tubuh, seperti:
menggerakan kepala, mata, bibir, tangan.

Media
Komunikator dalam hal ini Mengartikan Komunikan
Pesan
(sender) menggunakan kode/pesan (receiver)
simbol/isyarat

Tabel 2.1 Pola Komunikasi Primer

24
DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.778
25
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2003), h.9

22
b. Pola Komunikasi Sekunder
Pola komunikasi secara sekunder adalah penyampaian pesan oleh
komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana
sebagai media kedua setelah memakai lambang pada media pertama.

Media
Komunikator dalam hal ini Mengartikan Komunikan
Pesan
(sender) menggunakan kode/pesan (receiver)
alat/sarana

Tabel 2.2 Pola Komunikasi Sekunder

c. Pola Komunikasi Linear


Linear di sini mengandung makna lurus yang berarti perjalanan dari satu
titik ke titik lain secara lurus, yang berarti penyampaian pesan oleh
komunikator kepada komunikan sebagai titik terminal. Pola ini lebih
dikenal sebagai pola komunikasi satu arah (one way traffic
communication). Pola ini adalah proses penyampaian pesan dari
komunikator kepada komunikan, baik menggunakan media maupun tanpa
media, tanpa ada umpan balik dari komunikan. Dalam hal ini, Komunikan
bertindak sebagai pendengar saja.  

Komunikator
(sender)

Pesan

Komunikan
(receiver)

Tabel 2.3 Pola Komunikasi Linear

23
d. Pola Komunikasi Sirkular
Dalam pola ini, terjadinya feedback atau umpan balik, yaitu terjadinya arus
dari komunikan ke komunikator, sebagai penentu utama keberhasilan
komunikasi. Dalam pola komunikasi yang seperti ini proses komunikasi
berjalan terus, yaitu adaya umpan balik antara komunikator dan
komunikan. Pola ini lebih dikenal dengan pola komunikasi dua arah atau
timbal balik(two way traffic communication), yaitu komunikator dan
komunikan menjadi saling tukar fungsi dalam komunikasi. Namun pada
hakekatnya yang memulai percakapan adalah komunikator utama.
Prosesnya dialogis, serta umpan balik terjadi secara langsung26.

Komunikator Encoding Decoding Komunikan


Pesan
(sender) Pesan (receiver)

Media

Noise

Feedback Response

Tabel 2.4 Pola Komunikasi Sirkular

2.6 Perawat
Perawat dalam bahasa Inggris: nurse, berasal dari bahasa
Latin: nutrix yang berarti merawat atau memelihara, adalah suatu profesi yang
difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan komunitas dalam mencapai,
memelihara, dan menyembuhkan kesehatan yang optimal dan berfungsi. Definisi
modern mengenai keperawatan didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan dan
suatu seni yang memfokuskan pada mempromosikan kualitas hidup yang

26
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h.36

24
didefinisikan oleh orang atau keluarga, melalui seluruh pengalaman hidupnya
dari kelahiran sampai asuhan pada kematian.
Menurut Asmadi dalam bukunya “Konsep Dasar Keperawatan”, perawat
merupakan seseorang yang telah lulus pendidikan perawat dan memiliki
kemampuan serta kewenangan melakukan tindakan kerpawatan berdasarkan
bidang keilmuan yang dimiliki dan memberikan pelayanan kesehatan secara
holistic dan professional untuk individu sehat maupun sakit, perawat
berkewajiban memenuhi kebutuhan pasien meliputi bio-psiko-sosio dan
spiritual27.

2.6.1 Hak dan Kewajiban Perawat


Dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang merupakan salah satu dari
praktik keperawatan tentunya seorang perawat memiliki hak dan kewajiban. Dua
hal dasar yang harus dipenuhi, dimana ada keseimbangan antara tuntutan profesi
dengan apa yang semestinya didapatkan dari pengembanan tugas secara
maksimal. Berikut adalah beberapa hak dan kewajiban seorang perawat antara lain
[ CITATION Ant15 \l 1057 ]:
A. Hak Perawat :
1. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai
dengan profesinya.
2. Mengembangkan diri melalui kemampuan spesialisasi sesuai latar
belakang.
3. Menolak keinginan klien/pasien yang bertentangan dengan peraturan
perundangan serta standar profesi dan kode etik profesi.
4. Mendapatkan informasi lengkap dari klien/pasien yang tidak puas terhadap
pelayanannya.
5. Meningkatkan pengetahuan berdasarkan perkembangan IPTEK dalam
bidang keperawatan/kebidanan/kesehatan secara terus menerus.
6. Diperlakukan adil dan jujur oleh rumah sakit maupun klien/pasien dan
atau keluarganya.

27
Asmadi,Konsep Dasar Keperawatan, (Jakarta: EGC, 2005)

25
7. Mendapatkan jaminan perlindungan terhadap risiko kerja yang berkaitan
dengan tugasnya.
8. Diikutsertakan dalam penyusunan/penetapan kebijakan pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
9. Diperhatikan privasinya dan berhak menuntut apabila nama baiknya
dicemarkan oleh klien/pasien dan atau keluarganya serta tenaga kesehatan
lain.
10. Menolak pihak lain yang memberi anjuran/permintaan tertulis untuk
melakukan tindakan yang bertentangan dengan perundang-undangan,
standar profesi dan kode etik profesi.
11. Mendapatkan perhargaan imbalan yang layak dari jasa profesinya sesuai
peraturan/ketentuan yang berlaku di rumah sakit.
12. Memperoleh kesempatan mengembangkan karir sesuai dengan bidang
profesinya.

B. Kewajiban Perawat:
1. Perawat wajib memiliki :
- Surat Ijin Perawat ( SIP )
- Surat Ijin Kerja ( SIK )
- Surat Ijin Praktek Perawat ( SIPP )
2. Perawat wajib menghormati hak-hak pasien.
3. Perawat wajib merujuk kasus yang tidak dapat ditangani
4. Perawat menyimpan rahasia pasien sesuai dengan peraturan perundang-
nundangan yang berlaku.
5. Perawat wajib memberikan informasi kepadapasien / keluarga yang sesuai
bbatas kewenangan perawat.
6. Meminta persetujuan setiap tindakan yang akan dilakukan oleh perawat
sesuai dengan kondisi pasien baik secara tertulis maupun secara lisan.
7. Mencatat semua tindakan keperawatan (dokumentasi asuhan keperawatan)
secara akurat sesuai peraturan & SOP yang berlaku.

26
8. Mematuhi standar profesi & kode etik perawat Indonesia dalam
melaksanakan praktik profesi keperawatan.
9. Meningkatkan pengetahuan berdasarkan perkembangan Iptek keperawatan
& kesehatan.
10. Melakukan pertolongan darurat yang mengancam jiwa pasien sesuai batas
kewenangan & SOP.
11. Melaksanakan program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat Mentaati semua peraturan perundang-undangan.
12. Mengumpulkan angka kredit profesi dalam rangka memenuhi persyaratan
untuk memperoleh SIK ulang & SIPP Menjaga hubungan kerja yang baik
antara sesama perawat maupun dengan anggota tim kesehatan lain.

27
BAB III
METODOLOGI

3.1 Jenis Penelitian


Sebagaimana layaknya suatu penelitian ilmiah, maka penelitian tersebut
memiliki objek yang jelas untuk mendapatkan data yang otentik, teknik
pengumpulan data dan analisis data yang akurat. Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif yang menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian dengan
menggunakan metode tersebut tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak
menguji hipotesis atau prediksi. Tapi menitik beratkan pada observasi dan suasana
ilmiah (naturalistis setting).28

Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha menuturkan


pemecahan masalah yang ada berdasarkan data-data dan hasil observasi, maka
peneliti juga menyajikan data, menganalisa dan menginterpretasikan. Peneliti
bertindak sebagai pengamat. Peneliti hanya membuat kategori perilaku,
mengamati gejala, dan mencatat dalam buku observasinya. Dengan suasana
alamiah dimaksudkan bahwa peneliti terjun ke lapangan. Peneliti tidak berusaha
memanipulasi variabel, karena kehadirannya mungkin mempengaruhi perilaku
gejala, peneliti berusaha memperkecil pengaruh ini29.

Peneliti kelapangan tanpa dibebani atau diarahkan oleh teori. Peneliti


bebas mengamati objek, menjelajahi dan menemukan wawasan-wawasan baru
selama melakukan penelitian. Penelitian terus menerus mengalami reformulasi
dan redireksi ketika informasi-informasi baru ditemukan.

3.2 Subjek Penelitian

28
Jalaludin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), h.25.
29
Abu Achmadi & Narbuko Cholid, Metode Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 44.

28
Dalam penelitian ini penulis memilih perawat di RS. Yadika Pondok
Bambu selaku subjek sebagai penunjang keberhasilan dalam penelitian. Metode
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan komunikasi
interpersonal, yaitu pendekatan secara psikologi dan sosial yang menyangkut
bagaimana komunikasi perawat terhadap pasien guna mempercepat proses
pemulihan kesehatan pasien yang dirawat di RS. Yadika Pondok Bambu.
Penulis memilih informan pada pihak-pihak yang dianggap relevan
dijadikan narasumber untuk memberikan keterangan terkait penelitian yang akan
digunakan. Misalnya, peneliti hanya akan memilih perawat RS. Yadika Pondok
Bambu yang dalam kesehariannya banyak melakukan interaksi dengan pasien
secara langsung, melakukan konseling terhadap pasien, dan melakukan tidak
medis untuk pasien. Selain itu, penulis juga memilih informan (perawat) dari segi
pengalaman dalam menangani pasien, dan juga dari segi wawasan, perawat yang
memiliki wawasan yang lebih luas akan memberikan informasi yang lebih detail
dan relevan.
Penulis juga perlu memilih perawat yang akan dijadikan subjek atau
informan dari segi kesediaan. Kesediaan untuk ditemui, ditanya, dan menjawab
secara apa adanya dan lengkap sangat dipengaruhi oleh ketertarikan terhadap
topik yang akan ditanyakan. Bila informan tertarik atau minimal mengetahui dan
menguasai topik itu, maka akan memudahkan periset30.
Dibawah ini penulis menyertakan biodata beberapa perawat di RS. Yadika
Pondok Bambu yang menjadi informan dalam wawancara yang penulis lakukan.
1. Nama Perawat : Herli Situmorang
Tempat/Tanggal Lahir : Sosor Saba, 11 Mei 1979
Alamat : Jakarta Pusat
Jabatan : Kepala Perawat
Pendidikan : Akper BAS Balimbingan
Lama Bekerja di RS. Yadika : 18 Tahun (sejak 2001)
Jumlah Pasien Yang Dilayani : 8-10 0rang/hari

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenadamedia


30

Group,2006)h. 106

29
2. Nama Perawat : Lina Simanjuntak
Tempat/Tanggal Lahir : Bekasi, 3 Juli 1986
Alamat : Bekasi
Jabatan : Perawat
Pendidikan : Akper Pasar Rebo
Lama Bekerja di RS. Yadika : 11 Tahun (sejak 2008)
Jumlah Pasien Yang Dilayani : 8 0rang/hari

3. Nama Perawat : Ajeng Galuh


Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 12 Maret 1983
Alamat : Jakarta Timur
Jabatan : Perawat
Pendidikan : Akper RS. MH. Thamrin
Lama Bekerja di RS. Yadika : 15 Tahun (sejak 2004)
Jumlah Pasien Yang Dilayani : 8-10 0rang/hari

4. Nama Perawat : Wardeni


Tempat/Tanggal Lahir : Yogyakarta, 23 April 1977
Alamat : Jakarta Timur
Jabatan : Perawat
Pendidikan : Akper Husada Karya Jaya
Lama Bekerja di RS. Yadika : 18 Tahun (sejak 2003)
Jumlah Pasien Yang Dilayani : 10 0rang/hari

5. Nama Perawat : Tri Wahyuni


Tempat/Tanggal Lahir : Pemalang, 14 Desember 1979
Alamat : Jakarta Selatan
Jabatan : Perawat
Pendidikan : Akper Antariksa Jakarta
Lama Bekerja di RS. Yadika : 15 Tahun (sejak 2004)

30
Jumlah Pasien Yang Dilayani : 8-10 0rang/hari

6. Nama Perawat : Hertina Maulida


Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 27 Agustus 1986
Alamat : Bogor
Jabatan : Perawat
Pendidikan : Akper Univ. Darma Agung Medan
Lama Bekerja di RS. Yadika : 10 Tahun (sejak 2009)
Jumlah Pasien Yang Dilayani : 9-10 0rang/hari

7. Nama Perawat : Rice Novianti


Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 8 Maret 1987
Alamat : Jakarta Timur
Jabatan : Perawat
Pendidikan : Akper Antariksa Jakarta
Lama Bekerja di RS. Yadika : 8 Tahun (sejak 20011)
Jumlah Pasien Yang Dilayani : 8 0rang/hari

8. Nama Perawat : Dewi Liliana


Tempat/Tanggal Lahir : Demak, 26 September 1987
Alamat : Bekasi
Jabatan : Kepala Perawat
Pendidikan : Akper RS. MH. Thamrin
Lama Bekerja di RS. Yadika : 8 Tahun (sejak 2011)
Jumlah Pasien Yang Dilayani : 8-10 0rang/hari

9. Nama Perawat : Tati Maria Lubis


Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 9 Juni 1986
Alamat : Jakarta Timur
Jabatan : Perawat

31
Pendidikan : Akper Univ. Darma Agung Medan
Lama Bekerja di RS. Yadika : 9 Tahun (sejak 2010)
Jumlah Pasien Yang Dilayani : 8-10 0rang/hari
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan beberapa teknik
pengumpulan data, yaitu:

a. Metode Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam metode
survey melalui daftar pertanyaan yang di ajukan secara lisan terhadap
informan. Wawancara atau interview merupakan metode pengumpulan
data untuk mendapatkan keterangan lisan melalui tanya jawab dan
berhadapan langsung kepada orang yang dapat memberikan keterangan.
Teknik ini memberikan data sekunder dan data primer yang akan
mendukung penelitian31. Jenis wawancara dalam penelitian ini adalah
wawancara menggunakan pedoman wawancara (interview guide) atau
sering disebut juga sebagai wawancara mendalam (indepth interview). Hal
ini dimaksudkan untuk kepentingan yang lebih mendalam dengan lebih
memfokuskan pada persoalan-persoalan yang menjadi pokok dari minat
penelitian.
Pada penelitian ini, penulis akan melakukan wawancara dengan teknik
snowball, yaitu teknik dimana data diperoleh melalui proses bergulir dari
satu narasumber ke narasumber yang lain sampai diperoleh data yang
diinginkan. Penulis meminta responden yang telah diwawancarai untuk
merekomendasikan siapa saja yang bisa diwawancarai. Proses ini baru
berakhir saat penulis merasa tidak lagi menemukan sesuatu yang baru dari
hasil wawancara32.

b. Metode Observasi

31
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, (Jakarta: PT Raja
Grafindo,2008), h. 23.
32
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group,2006)h. 161.

32
Observasi merupakan alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
mengamati dan mencatat, menganalisa secara sistematis terhadap gejala/
fenomena/ objek yang akan diteliti . Sutrisno Hadi mengemukakan bahwa,
observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang
tersusun dari berbagai proses biologis dan psikhologis. Dua diantara yang
terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan . Jenis observasi
dalam penelitian ini adalah observasi tidak terlibat atau non participant
tobservation, artinya peneliti tidak ikut terlibat dalam aktivitas objek yang
ditelitinya. Peneliti akan mengamati aktivitas komunikasi interpersonal
antara perawat dan pasien. Misalnya pada saat perawat melakukan
tindakan pada pasien, memberikan konseling pada pasien, atau pada saat
perawat mendengarkan keluhan-keluhan pasien.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan data dengan cara melakukan analisis
terhadap dokumen-dokumen yang berisi data yang menunjang analisis
dalam penelitian. Misalnya merekam aktivitas perawat dengan pasien
dalam bentuk video atau mengabadikannya dalam bentuk foto.

d. Riset Kepustakaan
Yaitu dengan mengumpulkan data yang diperoleh melalui studi
kepustakaan, dengan cara mengumpulkan data-data atau dokumen-
dokumen perusahaan maupun literatur-literatur yang terkait dengan
penelitian. Dalam hal ini penulis mengumpulkan data yang didapat dari
RS. Yadika Pondok Bambu, misalnya data mengenai profil perawat atau
fasilitas-fasilitas yang tersedia di RS. Yadika Pondok Bambu.

3.4 Instrumen Penelitian


Instumen penelitian merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh
peneliti dalam kegiatan meneliti yakni mengumpulkan data agar kegiatan tersebut
menjadi sistematis dan lebih mudah. Adapun wujud dari instrumen penelitian
yang digunakan peneliti untuk menggumpulkan data-data yang ada berkaitan
dengan objek yang akan diteliti adalah pedoman wawancara (interview guided),

33
alat tulis dan buku untuk mencatat bagian penting pada wawancara, dan alat
dokumentasi seperti kamera dan perekam suara.

3.5 Analisis Data Penelitian


Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yakni
menggambarkan secara komprehensif. Disadari bahwa ciri penelitian kualitatif
menempatkan peneliti sebagai instrumen utama dalam proses penelitian, maka
penelitian ini data dianalisis sejak penelitian berlansung hingga berakhitnya proses
pengumpulan data.
Analisis data kualitatif dimulai dari analisis berbagai data yang berhasil
dikumpulkan periset di lapangan. Data tersebut terkumpul baik melalui observasi,
wawancara mendalam, maupun dokumen-dokumen. Kemudian data tersebut
diklasifikasikan kedalam kategori-kategori tertentu33.
Langkah awal yang penulis lakukan adalah membuat kategori-kategori
dalam bentuk lembarana-lembaran. Data yang penulis dapatkan kemudian
dimasukkan kedalam kategori yang sesuai, misalnya data tentang latar belakang
informan.
Langkah selanjutnya periset melakukan pencarian data yang dibutuhkan
dengan cara wawancara, dokumentasi dan mengolah data yg diperoleh dari RS.
Yadika Pondok Bambu. Pada tahap wawancara seperti yang sudah dibahas
sebelumnya, penulis menggunakan teknik snowball, dalam hal ini penulis tidak
dapat menentukan jumlah narasumber secara pasti, karna wawancara akan
berhenti saat data yang diinginkan telah diperoleh. Narasumber pada saat
wawancara akan memberikan rekomendasi siapa orang yg relevan untuk
diwawancarai berikutnya.
Dan pada tahap terakhir periset membuat kesimpulan, semua hasil analisis
diintegrasikan kedalam penjelasan yang koheren. Periset melakukan reduksi data
yakni merangkum, memilih, mengabstraksi, dan mentransformasi data yang telah
diperoleh dari hasil catatan lapangan untuk dicari tema dan polanya.

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenadamedia


33

Group,2006)h. 196

34
Adapun analisis data selama pengumpulan data berlangsung dan setelah
selesai pengumpulan data, yakni : pada saat wawancara peneliti telah melakukan
analisis terhadap jawaban yang diwawancarai, sampai pada tahap tertentu untuk
memperoleh data yang valid dan kredibel. Analisis ini dilakukan secara interaktif
dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sampai dataya dianggap
cukup.

3.6 Teknik Keabsahan Data


Faktor yang penting dalam penelitian kualitatif adalah pemeriksaan
keabsahan data, sebab tanpa pemeriksaan keabsahan data yang diperoleh peneliti
dari lapangan secara cermat, tepat, dan teknik tertentu, maka sulit dipertanggung
jawabkan kebenaran dari penelitian yang dihasilkan. Untuk dapat memenuhi
kriteria tersebut, peneliti menempuh langkah-langkah:

1. Triangulasi,
Yaitu menganalisis jawaban subjek dengan meneliti kebenarannya dengan
data empiris (sumber data lainnya) yang tersedia34. Dalam penelitian ini
penulis secara khusus menggunakan Triangulasi Sumber, yaitu
membandingkan atau mengecek ulang kebenaran suatu informasi yang
diperoleh dari sumber yang berbeda. Misalnya membandingkan hasil
pengamatan dengan wawancara; membandikan apa yang dilakukan dengan
apa yang dikatakan.
2. Kompetensi Subjek Riset,
Artinya, subjek riset harus kredibel, caranya dengan menguji jawaban-
jawaban pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman subjek.

3. Authenticity,
Yaitu memperluas konstruksi personal yang perawat ungkapkan. Periset
memberi kesempatan dan memfasilitasi pengungkapan konstruksi personal
yang lebih detail, sehingga memengaruhi mudahnya pemahaman yang

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenadamedia


34

Group,2006)h. 72

35
lebih mendalam. Misalnya, periset memberi peluang pada subjek untuk
bercerita panjang lebar tentang apa yang dialaminya dalam konteks
wawancara yang informal dan santai35.

3.7 Lokasi Penelitian


Penulis akan melaksanakan penelitian terkait hal ini di RS.Yadika yang
bertempat di Jl. Pahlawan Revolusi No.47, RT.4/RW.5, Pondok Bambu - Jakarta
Timur.

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenadamedia


35

Group,2006)h. 71

36
BAB IV
PENYAJIAN HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum RS. Yadika Pondok Bambu


RS Yadika Pondok Bambu bernaung dibawah YAYASAN ABDI KARYA
(YADIKA). Sampai saat ini Yayasan Abdi Karya diketuai oleh St. Raja DL.
Sitorus. Melalui SK Menkes RI No. YM 02.04.3.5.2063 RSIA menjadi Rumah
Sakit Yadika Pondok Bambu yang melayani Penyakit Umum secara keseluruhan.
Rumah Yadika Pondok Bambu berlokasi di Jl. Pahlawan Revolusi No.47,
RT.4/RW.5, Pondok Bambu, Duren Sawit, Kota Jakarta Timur. Rumah sakit ini
memiliki 2 bangunan gedung yang masing-masing memiliki 3 lantai.

4.1.1 Sejarah Singkat RS. Yadika Pondok Bambu


Yayasan Abdi Karya didirikan pada tanggal 14 Februari tahun 1976 oleh
DR. Sutan Raja Darianus Lungguk Sitorus dan Ny. Luceria Siagian B.Sc
keduanya adalah swasta bertempat tinggal di Jakarta. Akte Pendirian Yayasan
dibuat oleh Notaris Willy Silitonga dengan Akte Notaris No. 41 tanggal 14
Februari 1976 dan kemudian diubah/disempurnakan dengan Akte Notaris No. 164
pada tanggal 29 November 1983 oleh Notaris yang sama. Dengan keluarnya
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dan
Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan UU RI No 16
Tahun 2001 tentang Yayasan maka Yayasan Abdi Karya pun telah menyesuaikan
dengan Akte No 1 tanggal 25 Agustus tahun 2008 yang dibuat oleh Notaris Doris
Gokdo Ria Sitorus, SH, M. Kn.

Aktivitas awal yang telah ditempuh Yadika adalah menyelenggarakan


Bidang Kesehatan dengan mendirikan Rumah sakit dari tahun 1976 s/d 2012 :

1. Rumah Sakit Bersalin Yadika Ciputat.

2.Rumah Sakit Yadika Pondok Bambu.

37
3.Klinik Yadika Cibubur.

4.Klinik Yadika Cikarang, ( Akhir tahun 2008 tutup ).

5.Klinik Yadika Petukangan.

6.Klinik Yadika Tegal Alur.

7.Rumah Sakit Natar Medika.

8.Rumah Sakit Yadika Ciledug.

Awalnya pada tahun 1976, Yayasan Abdi Karya (YADIKA) mendirikan


sebuah Klinik Bersalin untuk melayani Ibu melahirkan serta perawatan bayi, yang
lalu pada tahun 1987 dikembangkan menjadi Rumah Sakit Bersalin. Dan setelah
itu pada tahun 1992 RS Bersalin Yadika berkembang lagi menjadi Rumah Sakit
Ibu dan Anak (RSIA). Sampai pada akhirnya memasuki millenium ketiga
RSIA.Yadika mulai meningkatkan status yang lebih luas menjadi Rumah Sakit
Umum Yadika (RS.Yadika) melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. YM. 02.04.3.5.2063 ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Mei
2000.

4.1.2 Logo RS. Yadika Pondok Bambu

Adapun logo dari Rumah Sakit Yadika adalah sebagai berikut :

38
Filosofi Logo RS.Yadika
Logo RS.Yadika memiliki 3 komponen yaitu lambang palang berlatar
belakang lingkaran pipih (oval) yang dilewati seutas pita putih. Komponen-
komponen tersebut memiliki filosofi sebagai berikut :
a. Lambang palang yang simetris melambangkan bagian dari tujuan
pembangunan kesehatan sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional.
b. Lingkaran pipih (oval) berwarna biru merupakan simbol ikatan
kemanusiaan yang kuat dan dinamis serta selalu bertindak cepat dan
bertanggung jawab terhadap sesama.
c. Pita putih memiliki makna dukungan/perhatian terhadap keadilan
(innocence), kedamaian (peace), dan hak hidup.

4.1.3 Visi dan Misi Rumah Sakit Yadika


Adapun visi dan misi yang dimiliki Rumah Sakit Yadika adalah :
Visi
- Menjadi Rumah Sakit terkemuka dan profesional serta memberikan
pelayanan prima.
- Dengan tetap berorientasi kepada kepuasan pelanggan.

Misi
- Meningkatkan mutu pelayanan secara komprehensif bagi pelanggan.
- Meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mencapai
profesionalisme dan kesejahteraan karyawan.

4.1.4 Fasilitas RS. Yadika Pondok Bambu


A. Fasilitas Pelayanan Medis
1) Instalasi Gawat Darurat (IGD) 24 Jam.

39
Pelayanan UGD 24 jam dengan 13 dokter umum dan beberapa para
medis yang handal dalam tindakan kegawatdaruratan serta ambulans
siap menjemput 24 jam.

2) Intensive Care Unit (ICU)


Fasilitas : 3 tempat tidur, 1 ventilator, 3 monitor & rontgen mobile.

3) Poliklinik Spesialis
 Poli Spesialis Anak.
 Poli Spesialis Bedah Umum, Anak, Orthopedi.
 Poli Spesialis Penyakit Dalam dan Penyakit Jantung.
 Poli Spesialis Syaraf.
 Poli Spesialis Kulit dan Kelamin.

40
 Poli Spesialis Paru.

4) Poli Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan

Terdiri dari 7 Sp.OG dan 1 Sp.OGK.Fer, dengan jadwal praktek setiap


hari kerja. Fasilitas : 3 USG 2D.

41
5) Poli Spesialis Gigi dan Bedah Mulut
Terdiri dari 7 tenaga medis dengan jadwal praktek setiap hari kerja.

6) Poli Spesialis THT


Terdiri dari : 3 tenaga medis dan fasilitas Ear,Nose and Throat Set.

42
7) Medical Check-Up
Paket MCU : Paket pelajar, Standard 1, standard 2, premium 1 dan
premium 2. Pelayanan setiap hari kerja.

B. Fasilitas Penunjang Medis


1) Laboratorium 24 Jam

43
2) Radiologi 24 Jam
Fasilitas : Rontgen Konvensional, Rontgen Gigi dan USG.

3) Instalasi Farmasi

4) Fisioterapi
Fasilitas : Penyinaran Gelombang Eletromagnetik, Sinar Infra Merah,
Ultra sonic Therapy, Electro Stimulasi, Tense, Inhalasi.

44
C. Fasilitas Kamar Perawatan
1) Kamar Super VIP.
Fasilitas : Welcome fruit, electric bed dengan remote control, TV,
meja rias, meja makan, kulkas, microwave, telepon, AC, water heater,
kamar mandi, wastafel, sofa bed, surat kabar dan menu pilihan.

2) Kamar VIP
Fasilitas : Welcome fruit, bed, TV, kulkas, microwave, telepon, AC,
water heater, kamar mandi, wastafel, sofa bed, surat kabar dan menu
pilihan.

45
3) Kamar Kelas I
Fasilitas : 2 Bed, 2 Lemari, TV, telepon, AC, water heater, kamar
mandi dan wastafel.

4) Kamar Kelas II
Fasilitas : 3 Bed, 3 Lemari, TV, AC, telepon, kamar mandi.

5) Kamar Kelas III


Fasilitas : 3 Bed, 3 Lemari, AC, kamar mandi.

46
6) Kamar Perawatan Bayi Sehat
Box Bayi : 10 buah
Incubator : 4 buah
Blue light : 2 buah

7) Kamar Perawatan Bayi Sakit


Incubator : 1 buah
Box Bayi : 5 buah

47
D. Fasilitas Tindakan
1) Ruang Operasi.

2) Kamar Bersalin.
Fasilitas : 3 Bed Bersalin dan 1 meja Gynaecolog.

48
E. Fasilitas Lainnya

Informasi Galeri ATM

Ruang Tunggu Lapangan Parkir

4.2 Perawat RS. Yadika Pondok Bambu


Secara keseluruhan RS. Yadika Pondok Bambu memiliki tenaga perawat
berjumlah 54 0rang yang tugasnya dilakukan secara general, dengan kata lain
tidak ada pembagian tugas khusus dalam pekerjaan mereka sebagai perawat
(misalnya seperti perawat khusus pasien bayi, perawat khusus pasien bersalin, dan
sebagainya). Semua perawat mendapatkan tugas yg sama yaitu merawat pasien
dalam semua kategori. Hanya saja sistem kerja para perawat itu menggunakan
sistem rolling, jadi misalkan minggu ini si perawat A mendapat tugas merawat
bayi, minggu depan si perawat A berubah giliran merawat pasien ICU, dan
seterusnya. Dalam praktik keperawatannya, RS. Yadika Pondok Bambu juga
memberlakukan peraturan-peraturan bagi semua perawat sesuai dengan standar
profesi, kode etik, dan SOP yang berlaku.
Berikut ini beberapa SOP (Standar Operasional Prosedur) alur penerimaan
pasien rawat inap yang didapat penulis dari hasil riset kepustakaan pada RS.
Yadika Pondok Bambu,

49
INSTANSI SOP
ALUR PENERIMAAN PASIEN RAWAT INAP 
No Dokumen No Revisi Halaman

 UGD
Prosedur 1. Perawat menerima pasien, kemudian catat identitas
lengkap dan jelas dan informed concernt
2. Perawat melakukan anamnesa (auto dan hetero
anamnesa)
3. Perawat melakukan pemeriksaan GCS, TTV (T, N,
RR, S) dan pemeriksaan fisik awal
4. Pengelompokan pasien dan diagnosa awal
a. Gawat darurat : memerlukan tindaklan
segera dan mengancam jiwa
b. Gawat non darurat : memerlukan tindakan
segera tapi tidak mengancam jiwa
c. Non gawat darurat : tidak urgent tindakan
segera dan tidak mengancam jiwa
5. Untuk non gawat non darurat boleh diberi terapi
simptomatis (berdasar gejala) dan disarankan jika
sakit berlanjut bisa berobat lagi besok ke UGD/ BP
6. untuk gawat darurat dan gawat non
darurat,  perawat menghubungi dokter jaga pada
hari tersebut dan melaporkan kondisi terakhir
pasien dan boleh melakukan tindakan awal
pertolongan pertama/ baik live support (BLS)
meliputi :
a.       Air way
-    bebaskan jalan nafas
-    jaw trust, chin lift dan hiperekstensi

50
-    bersihkan jalan nafas dari sumbatan ( secret, benda asing)
b.      Breathing
-    nafas buatan
-    pasang oksigen jika perlu
c.       Circulation
-    tensi dan nadi turu, pasang infuse
-    monitor produksi urine, pasang kateter bila perlu
7. Bila diperlukan doketr jaga harus datang guna
pemeriksaan dan tindakan lebih lanjut
8. Pasein/ keluarga melengkapi administrasi
9. Semua pemeriksaan, tindakan, terapi dan rujukan
dengan lengkap pada status pasien
Unit terkait Rawat Inap

Tabel 4.1 SOP Alur Penerimaan Pasien Rawat Inap

PROSEDUR SOP
KOMUNIKASI PERAWAT KEPADA PASIEN
No Dokumen No Revisi Halaman

Mendengarkan Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam


dengan utuh berkomunikasi dengan pasien adalah mendengarkan dengan
utuh. Dokter atau tenaga medis harus mampu
mendengarkan keluhan dan ungkapan perasaan yang
dimiliki oleh pasien. Sebaiknya ungkapan pasien harus
didengarkan sampai mereka lega dan berikan kesan bahwa
kita mendengarkan dan mencoba memahami apa yang
diungkapkan oleh pasien.

51
Menjawab Perawat harus bisa memberikan jawaban terhadap
dengan sabar pertanyaan yang diberikan oleh pasien dengan sabar dan
dan pengertian pengertian. Dengan demikian pasien bisa merasa nyaman
dan tenang serta memahami pesan dokter dengan baik.

Penjelasan Perawat harus menggunakan penjelasan yang singkat, jelas,


singkat, jelas dan juga mudah dimengerti agar pasien paham dan dapat
dan mudah menerima dengan baik mengenai apa yang disampaikan.
dimengerti Dengan ini perawat juga bisa menggunakannya sebagai cara
mengatasi gap komunikasi.

Gunakan bahasa Perawat harus menunjukkan bahasa tubuh yang sesuai.


tubuh yang Misalnya senyum, intonasi yang sesuai untuk menunjukkan
sesuai keramahan, dan berbagai macam bahasa tubuh lain yang
mendukung sesuai dengan kepentingan komunikasi
perawat.
Memberikan Agar bisa memberikan rencana pengobatan yang tepat. Oleh
pengertian karena itulah, perawat harus memberikan pengertian bahwa
bahwa pertanyaan yang diajukan adalah untuk kepentingan pasien.
pertanyaan yang
diajukan adalah
untuk diagnosis
yang tepat
Memberikan Pasien memiliki hak untuk menentukan jenis pengobatan
informasi yang akan dilakukan. Oleh karena itu, perawat harus
mengenai memberikan informasi keadaan kesehatan pasien dan
keadaan pasien pilihan prosedur pengobatan yang bisa dilakukan.

Menggunakan Tidak semua pasien mengerti kosakata medis atau kosakata


bahasa yang lainnya. Oleh karena itulah, dalam berkomunikasi selama
sederhana masa sebelum pengobatan diperlukan suatu upaya
komunikasi yang menggunakan bahasa yang sederhana atau
sesuai dengan tingkat wawasan pasien. Dengan demikian
pasien bisa mengerti dengan lebih mudah dan cepat.
Tidak menutupi Perawat tidak boleh menutupi informasi penting atau
informasi khusus yang sebenarnya dibutuhkan oleh pasien.
Dialog lembut Perawat harus memberikan atau melakukan dialog dengan
dan lembut dan menyenangkan. Dengan melakukan cara ini,
menyenangkan maka fokus pasien terhadap rasa cemas dan sakit pun akan

52
berubah atau berkurang.
Lebih banyak Perawat harus memberikan informasi-informasi mengenai
menggambarkan langkah perawatan dan pemantauan lanjutan terhadap
tindakan medis pasien.
yang perlu
dilakukan dan
pemantauan
lanjutan
Mendengarkan Ketika berbicara dengan pasien, perawat hendaknya
Secara Aktif menunjukkan sikap terbuka, memandang atau menatap
pasien, melakukan kontak mata, menghindari gerakan yang
tidak perlu, tubuh lebih dicondongkan ke arah pasien, dan
menganggukkan kepala saat pasien membutuhkan umpan
balik atau membicarakan hal yang dirasa sangat penting.
Memperlihatkan Perawat memperlihatkan sikap menerima dengan cara
Sikap Menerima menganggukkan kepala tanda setuju atau memahami apa
yang disampaikan oleh pasien, memastikan kesesuaian
antara komunikasi nonverbal dan komunikasi verbal,
memberikan umpan balik verbal yang menunjukkan
pengertian, menghindari berdebat, mendengarkan tanpa
interupsi, dan menghindari setiap usaha untuk mengubah
pikiran pasien.
Memberikan Ketika memberikan pertanyaan yang berkaitan, hendaknya
Pertanyaan yang perawat hanya menanyakan satu pertanyaan dan menggali
Berkaitan lebih dalam topik yang ditanyakan tersebut sebelum
beranjak ke topik selanjutnya. Memberikan pertanyaan
kepada pasien dapat dilakukan dengan pertanyaan terbuka
maupun tertutup.
Klarifikasi Untuk mengecek kembali atau memeriksa apakah pasien
benar-benar memahami apa yang dibicarakan dengan tepat
atau memahami lebih baik lagi mengenai topik yang
dibicarakan.
Memfokuskan Dilakukan dengan cara memberikan perhatian pada satu
topik gagasan atau bahkan hanya satu kata saja. Misalnya,
“Pada skala 1 sampai 10, bagaimanakah rasa sakit yang
Anda alami di kaki Anda?”.
Merefleksikan Memberikan umpan balik kepada pasien dengan cara
menyampaikan hasil pengamatan perawat kepada pasien
sehingga dapat diketahui pesan diterima dengan baik oleh

53
pasien. Misalnya, “Adik kok sedih?”.
Memberikan Hal ini dimaksudkan agar pasien tidak melakukan berbagai
Penghargaan macam hal untuk memperolah pujian dari perawat.
Misalnya, “Selamat, ya. Bapak sudah pulih dan bisa pulang
hari ini”.
Memberi Perawat memberikan kesempatan kepada pasien untuk
Kesempatan memilih topik pembicaraan dan memulai pembicaraan.
kepada Pasien Misalnya, “Apakah Ibu ingin menyampaikan sesuatu?”.
untuk Memulai
Pembicaraan

Menganjurkan Perawat menganjurkan dan mengarahkan pasien untuk terus


untuk bercerita. Menunjukkan bahwa perawat mengikuti apa yang
Meneruskan dibicarakan oleh pasien dan tertarik dengan apa yang
Pembicaraan disampaikan oleh pasien. Misalnya, “Bagaimana kelanjutan
ceritanya, Bu?”
Menyimpulkan Menyimpulkan seluruh informasi dari percakapan yang
telah dilakukan antara pasien dan perawat untuk membantu
pasien memahami apa yang telah dibicarakan.
Unit Terkait Keperawatan

Tabel 4.2 SOP Komunikasi Perawat Kepada Pasien

4.3 Penyajian Data Penelitian


Di tempat pelayanan kesehatan dimana perawat bekerja, ada beberapa
macam jenis manusia. Ada pasien, keluarga pasien, dokter, fisioterapis, petugas
laboratorium, ahli gizi maupun petugas kesehatan lainnya, serta seluruh
perangkat yang ada dalam mendukung pelayanan kesehatan di tempat itu. Dalam
hal ini terjadi hubungan antar perawat-pasien, perawat-perawat, perawat-dokter,
perawat-keluarga pasien, perawat-petugas kesehatan lain, serta perawat-
lingkungan lainnya.

54
Hubungan tersebut diwujudkan dan dilaksanakan dalam rangka untuk
mencapai tujuan pelayanan keperawatan yaitu pelayanan keperawatan yang prima
untuk mempercepat kesembuhan pasien. Sedangkan untuk mencapai keinginan itu
perlu diwujudkan dalam bentuk tindakan melalui hubungan timbal balik.
Hubungan timbal balik ini diperlukan dalam upaya kerja sama dalam pelaksanaan
pelayanan keperawatan.
Dalam penelitian ini penulis akan lebih spesifik membahas tentang
hubungan interpersonal perawat-pasien. Dan dalam penelitian ini penulis
menggunakan perawat sebagai penunjang keberhasilan dalam penelitian. Penulis
mendapatkan izin dari pihak RS. Yadika Pondok Bambu baik itu dari hal
wawancara, pengumpulan data, maupun berupa pengambilan gambar (take photo)
ketika perawat melakukan komunikasinya dengan para pasien dengan harapan
mampu memberikan data konkrit untuk penelitian ini. Berikut adalah penyajian
dan juga pembahasan mengenai penelitian yg penulis lakukan.

4.3.1 Penyajian Data Wawancara

Pewawancara : Karina
Informan : Perawat-perawat RS. Yadika Pondok Bambu
Waktu Pelaksanaan : 04-27 Februari 2019
Tempat : Ruang perawat RS. Yadika Pondok Bambu

1. Komunikasi seperti apa yang dibangun oleh perawat dalam proses


mempercepat pemulihan pasien?
Jawaban:
“Yang pertama kita lakukan itu yang pasti pengenalan dulu dengan si
pasien, dari mulai si pasien datang kita tanyakan namanya, identitasnya,
sampai pada akhirnya kita tanyakan mengenai keluhan-keluhan yang
dirasakannya. Dari situ kita sudah mulai membangun kedekatan dengan
pasien. Pasien baru datang nih, masuk ke ruangan, terus pas diruangan kita
orientasi ruangan dan pengenalan para perawat. Intinya kita berusaha

55
membangun rasa percaya pasien terhadap kita para perawat dengan cara
komunikasi seperti itu.”

2. Jenis Komunikasi apa yang digunakan dalam pelayanan medis keperawatan di


RS. Yadika Pondok Bambu?
Jawaban:
“Kalau disini sih, kan komunikasi itu ada dua jenis ya verbal dan non
verbal. Komunikasi verbal kita langsung nanya atau bicara kepada pasien,
kalau komunikasi non verbal komunikasi kaya ada isyarat, misalnya
memberikan sentuhan yang bisa menenangkan pasien”

3. Komunikasi verbal seperti apa sajakah yang perawat terapkan dalam proses
mempercepat pemulihan pasien?
Jawaban:
“Yaa dari awal pasien datang kita sudah sapa, kita tanya keluhannya apa,
kita tanggapi. Kadang kan ada pasien yang ngeluh “aduh saya mual sus”,
nah disitu kita gak langsung kasih obat, tapi kita kasih motivasi atau saran
alternatif lain seperti “coba makan sedikit-sedikit dulu bu/pak”, atau
minum yang hangat-hangat dulu, jadi ga perlu langsung kita kasih obat.”

4. Komunikasi non-verbal seperti apa sajakah yang perawat terapkan dalam


proses mempercepat pemulihan pasien?
Jawaban:
“Kalau komunikasi non-verbalnya kita kan berada ga jauh dari si pasien,
kita dekati, kita sentuh, misalnya kita sentuh atau genggam tangannya
sambil bilang “apa yang dirasa bu?”, biar lebih menenangkan dan pasien
merasa kalau kita itu ga jauh dari dia. Kalau ngomongnya jauh-jauhan kan
pasien juga ngerasanya kurang nyaman gitu, jadi ya paling kita beri
sentuhan seperti memegang tangan atau pundak, kita tanya yang sakit
apanya, biar pasien merasa kalau kita support dia buat sembuh.”

56
5. Apakah perawat disini pernah mengalami miss communication dengan pasien?
Contohnya seperti apa?
Jawaban:
“Biasanya kalau disini masalah obatnya gak ada, terus kan harus dibeli
keluar nih, nah kita bilang “ditunggu sebentar ya bu”, gak taunya obatnya
datangnya lama atau ga tepat waktu. Terus juga masalah visit dokter, kita
bilang ke pasien kalau dokternya visit siang tapi kadang dokternya suka
ada tindakan lain atau ada tugas ditempat lain atau juga terlambat datang
karna macet dan lain hal.”

6. Bagaimana cara perawat meminimalisir terjadinya miss communication?


Jawaban:
“Kalau untuk masalah seperti tadi ya kalau masalah obat paling kalau
masalah jam berapanya kita jangan menjanjikan jamnya kepada si pasien
atau menyebutkan jam berapanya. Kalau masalah visit dokter biasanya kita
harus pastiin dulu ke dokternya, kita telepon dokternya tanya jam berapa
dia datang atau mau visit. Yang jelas kita harus dapat kepastian dulu dari si
dokter baru setelah itu kita bisa informasikan kepada pasien yang
bersangkutan.”

7. Bagaimana cara perawat membentuk dan membangun hubungan yang baik


dengan pasien?
Jawaban:
“Ya itu sih dari mulai pertama kita sudah ada pengkajian pasien, dari
mulai dia datang, kita sapa, kita tanya nama dan identitasnya, kita kaji
keluhannya apa. Kita kaji secara lisan dan terapkan mulai dari diagnosa
keperawatannya, interfensi, implementasi, dari awal kita sudah mulai
mengkomunikasikan kepada pasien masalah asuhan keperawatan yang
akan diterima pasien nantinya. Kalau itu udah kita kuasai pasien juga akan
merasa “oh dia udah tau penyakit saya”, dengan kaya gitu kan kita bisa
lebih mudah dekatin si pasien, dan pasien juga jadi lebih mudah untuk

57
percaya sm kita. Kita jg harus paham tentang kondisi pasien, kalau dia
mengeluh ya kita lakukan tindakan standar perawat, jangan langsung kasih
obat seenaknya karna masalah obat kan sudah dokter yang atur, paling kita
sebagai perawat ya melakukan tindakan lain, misal si pasien mengeluh
pusing tidak bisa tidur, kita jangan langsung kasih obat tidur, tapi kita beri
dia suasana kamar rawat yang tenang, kita matikan lampunya kalau si
pasien mau, kita matikan tv kalau masih menyala, seperti itu. Dan nanti
ketika pasien sudah mau pulang pun kita tetap kasih dia semangat dan
ingatkan dia supaya lebih jaga kesehatannya, dengan begitu kan si pasien
jadi merasa lebih nyaman dan otomatis merasa kalau pelayanan di rumah
sakit ini baik”

8. Hambatan apa saja yang menjadi kendala perawat dalam melakukan


komunikasi dengan pasien?
Jawaban:
“Hambatannya biasanya kalau ada pasien yang gak ngerti bahasa
Indonesia, biasanya itu orang yang umurnya sudah lanjut usia yang
datangnya dari kampung, biasanya dia hanya ngerti bahasa daerahnya aja.
Atau ada juga pasien yang pendengarannya agak kurang, atau lansia yang
sudah pikun. Atau bisa jadi hambatan dalam hal si pasien kurang mengerti
tentang bahasa-bahasa medis, ya paling seperti itu hambatannya.”

9. Dalam menjalin komunikasi yang baik dengan pasien guna mempercepat


pemulihan, apa saja yang harus dikuasai oleh seorang perawat?
Jawaban:
“Kita harus kuasai dari mulai pengkajiannya, dari mulai diagnosa
keperawatannya, dari mulai intervensinya, implementasinya, dan kalau
sudah menguasai itu hasilnya ya pasien akan merasa puas. Pokoknya kita
harus tau ia penyakitnya apa, itu aja dulu yang paling perlu. Selain itu kita
juga perlu tau identitas si pasien dari mulai nama, umur, jenis kelamin,
riwayat kesehatannya. Data psikologi si pasien juga kita harus tau,

58
misalnya dia datang kesini habis berantem dengan suami/istrinya itu juga
berpengaruh, dari situ kita bisa berbicara dengan kata-kata yang tepat agar
tidak menyinggung si pasien.”

10. Bagaimana cara perawat memberikan motivasi kepada pasien?


Jawaban:
“Ya kita memberikan motivasi kepada pasien sesuai dengan penyakitnya.
Kita beritahu cara minum obatnya gimana, terus kasih motivasi kalau dia
sudah minum obat itu gunanya apa dan biar apa, nanti kalau pasien sudah
sembuh dan dibolehkan pulang juga kita tetap memberikan motivasi untuk
tetap jaga kesehatan, istirahat yang cukup, makan teratur, hindari makanan
atau minuman yang bisa membahayakan kesehatan dia. Atau bisa juga beri
dia motivasi dengan humor seperti misalnya bilang “Bapak ga mau lagi
kan ketemu saya, kalau bapak bosen ketemu saya bapak harus sehat terus
ya biar ga ketemu saya lagi” seperti itu.”

11. Pendekatan bagaimanakah yang digunakan dalam menghadapi pasien?


Jawaban:
“Kita berusaha mencari tahu keluhan pasien dengan bertanya kepada
pasien atau keluarga pasien apa sih keluhannya untuk tindak selanjutnya
kebutuhan pasien atau apa kebutuhan pasien ketika mereka dirawat. Kan
kalau kita baik pasien juga baik dengan perawatnya.”

12. Pada saat apa seorang perawat dapat membangun rasa percaya dalam diri
pasien?
Jawaban:
“Ya pada saat proses pelayanan rawat inap terjadi. Yang penting dia
percaya dulu sama kita, kita mendekatkan diri ke dia, kita yakinkan pasien
itu mau curhat atau cerita tentang penyakitnya sama kita, jadi dari awal
pertemuan sampai nantinya dia sembuh dan dibolehkan pulang kita harus
bangun terus rasa percaya pasien terhadap kita para perawat.”

59
13. Bagaimana menghadapi pasien yang cemas dengan penyakitnya?
Jawaban:
“Saat pasien memasuki ruangan pasien, kita adakan penjelasan tentang
kondisi ruangannya, sehingga pasien merasa bahwa itu bukan suatu tempat
yang mengerikan tapi tempat yang nyaman karena fasilitasnya sudah ada.
Dengan kamar mandi ada didalam, televisi, dengan fasilitas bel yang ada,
sehingga kalo ada perlu bantuan langsung bisa minta bantuan dengan
menekan bel seperti itu, terus waktu itu pun kita ajak ngobrol-ngobrol itu
istilahnya berbincang-bincang mengenai kondisi pasien apa yang
dirasakan Bapak atau Ibu, keluhan-keluhan yang dirasakan sekarang gtu.
Apa yang perlu dibantu, sebelum kita pergi pun akan memberikan
pertanyaan atau menawarkan suatu bantuan sehingga sebelum kita pergi
tidak ada ganjalan pasien tersebut untuk memberikan semua keluhan
kepada kita. Yang penting kita memberi pendekatan dulu ke si pasien,
kalau pasien sudah merasa dekat dengan kita biasanya itu bisa membuat
dia jadi lebih tenang. Kita biarkan dia mengungkapkan semua perasaan
dan keluhannya pada perawat terus nanti kita menanggapinya gitu. Jadi
kita biarkan dulu, kita kasih waktu pada pasien untuk mencurahkan apa
yang menjadi keluhannya dia, setelah itu baru kita kasih solusi, kita kasih
masukan.”

14. Bagaimana cara konseling dilakukan?


Jawaban:
“Sesuai dengan penyakitnya apa, jadi kalau di kita sebutan lainnya itu
PENKES ya, atau Pendidikan Kesehatan. Biasanya kalau saya lagi keliling
mantau pasien saya menanyakan ke si pasien bagaimana kondisinya,
keluhannya, apa yang dirasakan saat ini, bagaimana pelayanannya. Lalu
tentang penyakitnya saya beri saran-saran misalnya harus banyak minum,
itu sebatas kita sebagai perawat ya, maksudnya kita ga bisa melebihi dari
dokter, kan nanti pastinya konseling pasien lebih banyak dilakukan dengan

60
dokter ya, dan kita perawat hanya menyampaikannya lagi, maksudnya kita
ga bisa melebihi dokter kita ga bisa menjelaskan tentang obat ini itu, tapi
kita hanya menyampaikan ulang saja dan ga boleh melebihi apa yang
sudah dijelaskan oleh dokter. Paling kita menambahkan masalah tensi,
atau misalnya melarang ibu jangan ke kamar mandi ya takut jatuh nanti ya,
paling sebatas itu saja, jadi kita ga boleh mendahului dokter
menyampaikan tentang penyakitnya.”

15. Bagaimana menghadapi pasien yang pasif?


Jawaban:
“Kita harus rajin mengecek pasien, walaupun gak sering tapi mungkin kita
ada evaluasi, evaluasi-evaluasi itu dari mulai keluhan, siapa yang dirawat,
lalu kita harus rajin kroscek pasien lagi untuk menanyakan pasien. Jadi
kalau ketemu pasien seperti ini kita gak boleh ikut-ikutan pasif, justru kita
harus lebih ekstra lagi aktifnya, kalau dia diam aja ya kita ajak bicara
terus, kita tarik perhatiannya, walaupun kita udah bicara panjang lebar tapi
dia Cuma balas satu kata aja ya gak apa-apa kita gak boleh bosan-bosan
buat terus berkomunikasi sama pasien tersebut. Kitanya yang harus
inisiatif, harus pendekatan terus.”

16. Bagaimana cara perawat berkomunikasi dengan pasien yang tidak bisa
bicara?
Jawaban:
“Kebetulan kalau di rumah sakit ini kan pasien seperti itu jarang ada,
harusnya kalau ada pasien seperti itu harus ada penerjemahnya ya, tapi
berhubung di rumah sakit ini kita gak punya penerjemah jadi biasanya
kalau ada pasien seperti itu biasanya sudah kita rujuk ke rumah sakit lain
yang biasa menangani pasien-pasien dengan kondisi seperti itu, itu “pasien
khusus” namanya.”

17. Kapan tindakan keperawatan dilakukan perawat kepada pasien?

61
Jawaban:
“Ya dari mulai pasien masuk sampai pasien sembuh dan dibolehkan
pulang. Jadi kalau ditanya kapan kita gak bisa tentukan. Tindakan ke tiap
pasien itu beda-beda tergantung kondisinya, kalau pasien rawat inap
diruang rawat biasa aja ya kita visit atau beri tindakan 3 kali sehari itu kita
sebut partial care, kalau pasien emergency kita beri dia total care itu
pemberian tindakan per 30 menit sekali, khusus pasien ICU malah kita
punya monitor jadi harus kita pantau terus menerus secara intensif dan satu
pasien dipegang satu perawat. Ada lagi namanya intermedial care, itu
untuk pasien yang bisa tapi butuh bantuan, misalnya pasien dengan
diagnosa yang tidak emergency tapi dia butuh bantuan misal dalam hal ke
kamar mandi.”

4.3.2 Pembahasan
Dalam praktek keperawatan, komunikasi adalah suatu alat yang penting
untuk membina hubungan baik dengan pasien dan dapat mempengaruhi kualitas
pelayanan keperawatan. Lebih jauh, komunikasi sangat penting karena dapat
mempengaruhi tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang
diberikan. Tenaga medis tidak menggurui, tetapi berbincang pada tingkat yang
sama. Dengan kesetaraan, tenaga medis mengkomunikasikan penghargaan dan
rasa hormat pada perbedaan pandangan dan keyakinan. Hubungan perawat dengan
pasien harus dianggap sebagai hubungan antara mitra medis yang saling
membutuhkan untuk memerangi keadaan sakit pasien. Melatih diri menggunakan
komunikasi interpersonal akan meningkatkan kepekaan tenaga medis terhadap
perasaan pasien. Saat pasien mengungkapkan keluhanya pada saat itulah
pengobatan dalam proses keperawatan sudah dimulai. Komunikasi dalam dunia
keperawatan merupakan proses untuk menciptakan hubungan yang baik antara
tenaga kesehatan dan pasien untuk mengenal kebutuhan pasien dan menentukan
rencana tindakan serta kerjasama dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh
karena itu komunikasi interpersonal antara perawat dengan pasien memegang

62
peranan penting memecahkan masalah yang dihadapi, pada dasarnya komunikasi
interpersonalini merupakan komunikasi yang mengarah pada tujuan yaitu
penyembuhan pasien.
Komunikasi tidak bisa dipisahkan dari setiap individu yang hidup.
Komunikasi juga merupakan hal yang sangat penting bagi individu dalam
melakukan interaksi. Kadangkala individu merasakan komunikasi menjadi tidak
efektif karena kesalahan dalam menafsirkan pesan yang diterimanya. Hal ini
disebabkan karena setiap manusia mempunyai keterbatasan dalam menelaah
komunikasi yang disampaikan. Kesalahan dalam menafsirkan pesan bisa
disebabkan karena persepsi yang berbeda-beda. Hal ini juga sering terjadi pada
institusi pelayanan kesehatan, misalnya pasien sering komplain karena tenaga
kesehatan tidak mengerti maksud pesan yang disampaikan pasien, bisa jadi karna
pasien tersebut tidak bisa berbahasa indonesia, sehingga pasien tersebut menjadi
marah dan tidak datang lagi mengunjungi pelayanan kesehatan tersebut. Atau
contoh lain adalah selisih faham atau pendapat antara tenaga kesalahan karena
salah mempersepsikan informasi yang diterima yang berakibat terjadinya konflik
antara tenaga kesehatan tersebut.

A. Pola Komunikasi Interpersonal Perawat Guna Mempercepat


Kesembuhan Pasien
Ada dua jenis komunikasi yaitu komunikasi verbal, dan non-verbal yang
diterapkan oleh para perawat di RS. Yadika Pondok Bambu terhadap pasiennya.

1. Komunikasi Verbal
Pola komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan
keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama
pembicaraan dengan tatap muka. Didalam lapangan, peneliti mengamati bahwa
dalam pelayanan medis di ruang rawat inap Rumah sakit Syarif jakarta
menggunakan Pola Komunikasi secara verbal antara perawat dan pasien
sifatnya biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Penggunaan Kata-kata secara
oral adalah alat atau simbol yang dipakai sifatnya untuk mengekspresikan ide

63
atau perasaan perawat dan pasien rawat inap, yang membangkitkan respon
emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan.
Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Suster Herly, kepala perawat Rumah
sakit Yadika Pondok Bambu, dan berikut hasil kutipan dari wawancara dengan
beliau:
“Kalau disini sih, kan komunikasi itu ada dua jenis ya verbal dan non
verbal. Komunikasi verbal kita langsung nanya atau bicara kepada pasien,
kalau komunikasi non verbal komunikasi kaya ada isyarat, misalnya
memberikan sentuhan yang bisa menenangkan pasien”

Pola Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu, tidak hanya
komunikasi verbal, komunikasi non verbal juga efektif. Kata-kata adalah alat
atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan,
membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan
ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji
minat seseorang. Keuntungan pola komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu
memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.
Pola Komunikasi Verbal yang efektif diantaranya harus jelas dan
ringkas, Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung.
Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil kemungkinan terjadinya
kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan
mengucapkannya dengan jelas. Hal ini dapat dilihat ketika penulis melakukan
observasi lapangan ketika seorang perawat sedang memberikan tindakan
kepada pasiennya di ruang rawat inap RS. Yadika Pondok Bambu,
“Perawat memegang tangan pasien dan memeriksa denyut nadi yang
dihitung melalui jam yang ada di tangan kanan perawat. Dalam beberapa
menit pasien merasa ada efek yang terjadi dan dari diri pasien sesekali juga
melihat kearah tangan perawat. Kemudian perawat mengambil termometer
yang diletakkan didalam baju pasien (ketiaknya), dan memberitahukan
hasil dari pengukuran suhu memalui termometer itu dan kata perawat
“suhunya normal ya Pak “, kemudian perawat melakukan interaksi dengan
pasien menjelaskan tentang keadaan diri pasien untuk saat ini sambil

64
meletakkan alat-alat medis atau pengobatan ke arah meja dekat ranjang
pasien. Perawat menjelaskan secara detail tentang kondisi pasien. Saat ini
dari hasil pemerikasaan tadi, kemudian perawat bergerak mengarahkan apa
saja obat-obat yang harus di minum dan aturan-aturannya apa saja dan
bagaimana, dari kapan obat itu di minum, beberapa kali, sesudah atau
sebelum makan, pasien langsung memperhatikan dengan mengambil sikap
menghadap ke arah perawat yang mengambil semua obat tersebut
kemudian diletakkan didepannya. Perawat mengambil obat sirup,
kemudian menjelaskan aturan obat sirup tersebut kapan saja harus
diminumnya, “ini obat sirup, harus diminum sesudah makan ya
Pak”,misalnya seperti itu. perawat mengambil 3 jenis obat yang harus
diminum pada hari itu juga, perawat membukakan satu persatu dari ketiga
obat itu untuk diminum sesuai anjuran dokter, kemudian setelah itu
perawat meletakkan tempat obat itu ke tempatnya seperti semula dengan
penuh kehati-hatian dan pada akhirnya perawat meninggalkan ruang rawat
pasien dengan menyentuh pasien karena proses tindakan sudah selesai.”

Penggunaan contoh diatas pada saat perawat memberikan tindakan


kepada pasien dari proses pemeriksaan hingga pemberian obat dan penjelasan
akan aturan-aturannya bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami,
banyak sentuhan dan kata-kata verbal yang terjadi. Seperti ulang bagian yang
penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa,
mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan menggunakan
kata-kata yang mengekspresikan ide secara sederhana. Waktu dan relevansi,
waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Misalnya bila pasien
sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi.
Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat
dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat
harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula pola
komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan
dengan minat dan kebutuhan pasien. Keuntungan komunikasi verbal dalam

65
tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.
Pola Komunikasi verbal yang efektif harus diantaranya:36

a) Jelas dan ringkas


Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Kejelasan
dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya
dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah
untuk dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan.
Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan,
siapa dan dimana. Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang
mengekspresikan ide secara sederhana.
b) Perbendaharaan kata
Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran,
dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan
tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting.
Ucapkan pesan dengan istilah yang dimengerti klien.

c) Arti denotatif dan konotatif


Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang
digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide
yang terdapat dalam suatu kata. Ketika berkomunikasi dengan klien,
perawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk
disalah tafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi,
terapi dan kondisi klien.

d) Selaan dan kesempatan bicara


Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan
komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada
pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat
sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Selaan perlu digunakan
36
Nasir dkk, Komunikasi Dalam Keperawatan, Teori Dan Aplikasi, (Jakarta:Salemba Medika,
2009) h. 150-151

66
untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar
untuk mendengarkan dan memahami arti kata.. Perawat juga bisa
menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau
terlalu cepat dan perlu untuk diulang.

e) Waktu dan relevansi


Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak
tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu,
perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu
pula komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan
berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien.

f) Humor
Menurut Dugan (1989) yang dikutip dari buku yang dikutip dari buku
Komunikasi Keperawatan, Teori dan Aplikasi karya Abdul Nasir,
mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi ketegangan dan rasa
sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat
dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan
Deane (1988) yang dikutip dari buku yang dikutip pula dari buku
Komunikasi Keperawatan, Teori dan Aplikasi karya Abdul Nasir,
mengatakan melaporkan bahwa humor merangsang produksi hormon yang
menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit,
memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk
menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya
untuk berkomunikasi dengan klien.

2. Komunikasi Non-Verbal
Pola Komunikasi nonverbal merupakan penyampaian kode pemindahan
pesan tanpa menggunakan kata-kata. Menurut Cangara, H, (2006) yang dikutip
dari buku Komunikasi Keperawatan, Teori dan Aplikasi karya Abdul Nasir,
mendefinisikan bahwa penyampaian kode nonverbal biasa disebut juga bahasa

67
isyarat atau bahasa diam (silent language). Penyampaian kode nonverbal
tersebut merupakan cara yang paling efektif dan sifatnya menyakinkan untuk
menyampaikan pesan kepada orang lain. Apabila terjadi pertentangan antara
apa yang diucapkan dan apa yang diperbuat, seseorang akan cenderung
mempercayai hal-hal yang bersifat kode nonverbal dari pada kode verbal. Oleh
karena itu, perawat perlu menyadari kode atau pesan nonverbal yang
ditampakkan oleh klien sebagai upaya untuk menjustifikasikan apa yang
diungkapkan dan di permasalahkan klien merupakan masalah utama atau
prioritas utama yang harus segera ditangani.37
Penggunaan pola komunikasi non-verbal dalam keperawatan merupakan cara
yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain seperti
tindakan yang sifatnya dengan menggunakan dengan banyak sentuhan dengan
halus. Hal ini sesuai dengan peninjauan lapangan yang penulis lakukan pada
saat melihat perawat melakukan tindakan pada pasien bayi,

“Kehati-hatian tampak selalu terlihat dikarenakan bayi sangat sensitif


disini istirahatnya. Kemudian perawat menyentuh tangan dan mengangkat
tangannya dengan perlahan-lahan lalu memasukkan termometer tersebut
ke dalam ketiak bayi itu. pengukuran suhu tubuh pasien bayi ini dilakukan
dengan menjepitkan dengan posisi ujung termometer yang lancip itu
berada atau bersentuhan langsung dengan ketiak bayi tersebut. Pengukuran
terjadi dalam beberapa menit dalam menggunakan pengukur suhu tersebut
perawat melakukan interaksi dengan keluarga pasien sambil perawat
memegangi alat termometer tersebut mengucapkan “maaf karena sudah
membelakangi ibu, tinggal dimana bu? sambil memperhatikan alat ukur
termometer tersebut kepada pasien itu perawat juga memperhatikan infuset
pasien, dan beganti pegangan tangan kanannya memegang termometer dan
tangan kiri memegang atau mengecek infuset Pasien tersebut. Perawat
terlihat sangat sabar dalam melakukan tindakan ini, perawat juga melihat
termometer yang ada diketiak bayi itu dan juga perawat memperhatikan

37
Nasir dkk, Komunikasi Dalam Keperawatan, Teori Dan Aplikasi, (Jakarta:Salemba Medika,
2009) h. 150-154

68
keadaan pasien tersebut dan sesekali juga perawat berkomunikasi kembali
dengan keluarga pasien. Dengan mengajak ngobrol dan berbincangbincang
seputar asal pasien, kemudian perawat terus memperhatikan kepada pasien
itu kemudian mengecek kembali termometer dan menyentuh pasien bayi
itu apakah demamnya sudah turun atau belum. Kemudian perawat
berinteraksi kembali dengan keluarga pasien dengan seperti “sudah mau
pulang ya bu?, iya sudah mau pulang kan udah udah baikan anak saya,
jawab ibu pasien.” dan akhirnya proses tindakan pun sudah selesai dan
perawat mencabut dan mengambil kembali alat termometer itu kembali.
Dan perawat menjelaskan kepada keluarga pasien sambil berkata”
panasnya sudah turun ya bu, dan cukup pemeriksaan hari ini”. dan
perawat meninggalkan kamar pasien dengan senyum dan salam, dan
akhirnya tindakan pun telah selesai dilakukan.”

Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien
mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat
non verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi
suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan. Ada tiga hal
mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaitu pertama, Ikhlas
(Genuiness), yaitu Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus bisa
diterima dan pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan
memberikan bantuan kepada pasien untuk mengkomunikasikan kondisinya
secara tepat. Kedua, Empati (Empathy) yaitu Merupakan sikap jujur dalam
menerima kondisi pasien. Obyektif dalam memberikan penilaian terhadap
kondisi pasien dan tidak berlebihan. Dan yang ketiga, Hangat (Warmth) yaitu
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat
memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien bisa
mengekspresikan perasaannya lebih mendalam.

Sifat Komunikasi non-verbal teramati pada hal-hal berikut:38

38
Nasir dkk, Komunikasi Dalam Keperawatan, Teori Dan Aplikasi, (Jakarta:Salemba Medika,
2009) h. 152-154

69
a) Metakomunikasi.
Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada hubungan
antara pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu
komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang
berbicara, yaitu pesan di dalam pesan yang menyampaikan sikap dan
perasaan pengirim terhadap pendengar. Contoh: tersenyum ketika sedang
marah.
b) Penampilan Personal.
Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang
diperhatikan selama komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul
dalam 20 detik sampai 4 menit pertama. Delapan puluh empat persen dari
kesan terhadap seseorang berdasarkan penampilannya (Lalli Ascosi, 1990
dalam Potter dan Perry, 1993). Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias
menunjukkan kepribadian, status sosial, pekrjaan, agama, budaya dan
konsep diri. Perawat yang memperhatikan penampilan dirinya dapat
menimbulkan citra diri dan profesional yang positif. Penampilan fisik
perawat mempengaruhi persepsi klien terhadap pelayanan/asuhan
keperawatan yang diterima, karena tiap klien mempunyai citra bagaimana
seharusnya penampilan seorang perawat. Walaupun penampilan tidak
sepenuhnya mencerminkan kemampuan perawat, tetapi mungkin akan
lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa percaya terhadap klien jika
perawat tidak memenuhi citra klien.
c) Intonasi (Nada Suara).
Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan
yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung
mempengaruhi nada suaranya. Perawat harus menyadari emosinya ketika
sedang berinteraksi dengan klien, karena maksud untuk menyamakan rasa
tertarik yang tulus terhadap klien dapat terhalangi oleh nada suara perawat.
d) Ekspresi wajah.
Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang
tampak melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan

70
sedih. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam
menentukan pendapat interpesonal. Kontak mata sangat penting dalam
komunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan kontak mata
selama pembicaraan diekspresikan sebagai orang yang dapat dipercaya,
dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik. Perawat
sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara dengan
klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat
tidak tampak dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan dalam
keadaan sejajar.
e) Sikap tubuh dan langkah.
Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap; emosi, konsep diri dan
keadaan fisik. Perawat dapat mengumpilkan informasi yang bermanfaat
dengan mengamati sikap tubuh dan langkah klien. Langkah dapat
dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa sakit, obat, atau fraktur.
f) Sentuhan (touching).
Kasih sayang, dukungan emosional, dan perhatian dapat disampaikan
melalui sentuhan. Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam
hubungan perawat-klien, namun harus memperhatikan norma sosial.
Sentuhan dilakukan dalam rangka untuk menciptakan sebuah keakraban
atau persahabatan yang intim. Sentuhan yang akrab akan nemberi garansi
akan kualitas pelayanan keperawatan, hal ini dikarenakan dengan sentuhan
yang akrab klien sudah merasa terlindungi oleh perawat. Perlu disadari
bahwa keadaan sakit membuat klien tergantung kepada perawat untuk
melakukan kontak interpersonal sehingga sulit untuk menghindari
sentuhan. Sentuhan dengan berjabat tangan ketika berkenalan dapat
mendekatkan diri perawat kepada pasien. Hal ini sejalan dengan apa yang
dikatakan oleh Suster Wardeni pada saat penulis melakukan sesi
wawancara,

“Kalau komunikasi non-verbalnya kita kan berada ga jauh dari si


pasien, kita dekati, kita sentuh, misalnya kita sentuh atau genggam
tangannya sambil bilang “apa yang dirasa bu?”, biar lebih

71
menenangkan dan pasien merasa kalau kita itu ga jauh dari dia. Kalau
ngomongnya jauh-jauhan kan pasien juga ngerasanya kurang nyaman
gitu, jadi ya paling kita beri sentuhan seperti memegang tangan atau
pundak, kita tanya yang sakit apanya, biar pasien merasa kalau kita
support dia buat sembuh.”

Dalam melakukan proses komunikasi interpersonal dipengaruhi oleh


beberapa hal terhadap isi pesan dan sikap penyampaian pesan antara lain,
pertama, perkembangan. Pada prinsipnya dalam berkomunikasi yang perlu
diperhatikan adalah siapa yang diajak berkomunikasi. Maka dalam
berkomunikasi isi pesan dan sikap menyampaikan pesan harus disesuaikan
apakah yang kita ajak bicara adalah anak-anak, remaja, dewasa atau usia lanjut.
Pasti akan berbeda dalam berkomunikasi. Kedua, Persepsi. Persepsi adalah
pandangan personal terhadap suatu kejadian. Persepsi dibentuk oleh harapan
dan pengalaman. Kadangkala persepsi merupakan suatu hambatan kita dalam
berkomunikasi. Karena apa yang kita persepsikan belum tentu sama dengan
yang dipersepsikan oleh orang lain. Nilai, nilai adalah standar yang
mempengaruhi perilaku sehingga sangat penting bagi pemberi pelayanan
kesehatan untuk menyadari nilai seseorang. Ketiga, Latar belakang budaya.
Gaya berkomunikasi sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya inilah
yang akan membatasi cara bertindak dan berkomunikasi, perbedaan budaya
dapat menimbulkan kendala dalam komunikasi interpersonal antara perawat
dengan pasien seperti yang dikatakan oleh Suster Ajeng dalam wawancara
yang dilakukan penulis berikut ini,

“Hambatannya biasanya kalau ada pasien yang gak ngerti bahasa


Indonesia, biasanya itu orang yang umurnya sudah lanjut usia yang
datangnya dari kampung, biasanya dia hanya ngerti bahasa daerahnya
aja.”

. Keempat, Emosi. Emosi adalah perasaan subjektif tentang suatu


peristiwa. Dalam berkomunikasi kita harus tahu emosi dari orang yang akan
kita ajak berkomunikasi. Karena emosi ini dapat menyebabkan salah tafsir atau

72
pesan tidak sampai. Seperti yang dikutip dari hasil wawancara penulis dengan
Suster Lina,

“Kita harus kuasai dari mulai pengkajiannya, dari mulai diagnosa


keperawatannya, dari mulai intervensinya, implementasinya, dan kalau
sudah menguasai itu hasilnya ya pasien akan merasa puas. Pokoknya kita
harus tau ia penyakitnya apa, itu aja dulu yang paling perlu. Selain itu
kita juga perlu tau identitas si pasien dari mulai nama, umur, jenis
kelamin, riwayat kesehatannya. Data psikologi si pasien juga kita harus
tau, misalnya dia datang kesini habis berantem dengan suami/istrinya itu
juga berpengaruh, dari situ kita bisa berbicara dengan kata-kata yang
tepat agar tidak menyinggung si pasien.”

Kelima, Pengetahuan. Komunikasi akan sulit dilakukan jika orang yang


kita ajak berkomunikasi memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda. Untuk itu
maka kita harus bisa menempatkan diri sesuai dengan tingkat pengetahuan
yang kita ajak bicara, hal ini juga dapat kita lihat dari hasil wawancara penulis
dengan Suster Ajeng,

“Atau ada juga pasien yang pendengarannya agak kurang, atau lansia
yang sudah pikun. Atau bisa jadi hambatan dalam hal si pasien kurang
mengerti tentang bahasa-bahasa medis, ya paling seperti itu
hambatannya.”

. Keenam, Peran. Gaya komunikasi harus di sesuaikan dengan peran yang


sedang kita lakukan. Misalnya ketika kita berperan membantu pasien akan
berbeda ketika kita berperan atau berkomunikasi dengan tenaga kesehatan yang
lain. Dan terakhir adalah Tatanan interaksi. Komunikasi interpersonal akan
lebih efektif jika dilakukan dalam lingkungan yang menunjang. Kalau
tempatnya bising, ruangan sempit, tidak leluasa untuk berkomunikasi dapat
mengakibatkan ketegangan dan tidak nyaman.

Faktor yang mempengaruhi hubungan perawat-pasien yang berkualitas:39


39
Nasir dkk, Komunikasi Dalam Keperawatan, Teori Dan Aplikasi, (Jakarta:Salemba Medika,
2009) h. 1146-148

73
1) Kehangatan dan ketulusan
Bersikap hangat dan tulus bukanlah suatu keterampilan praktis tetapi suatu
kerangka pikiran yang di dalamnya terdapat penerimaan dan penghargaan
pada keunikan setiap pribadi. Untuk mencapainya, diperlukan penciptaan
suatu kondisi dimana pasien merasa aman, terjadi saling pemahaman
dalam pendapat serta pikiran. Penerimaan pada pasien dapat dilakukan
dengan mendengarkan keluh kesahnya secara penuh. Ini adalah
karakteristik dari situasi pasien yang datang untuk meminta tolong,
menjadi sadar bahwa perawat memahami perasaannya dan siap untuk
membantunya.
2) Pemahaman yang empatik
Empati adalah merasakan perasaan orang lain, tetapi tidak sama dengan
mengalami pengalaman itu sendiri. Dalam keperawatan, empati dapat
berarti mempersepsikan dunia sebagaimana pasien mempersepsikannya.
Empati bukanlah simpati untuk situasi atau dilemma seseorang tetapi
sebuah kemampuan untuk merefleksikan sebuah objektif perasaan dari
pasien, yang tidak diungkapkan secara lisan.
3) Perhatian positif yang tak bersyarat
Perawat harus berfokus pada pemahaman mereka tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi perawatan pasien, bukan hanya pada persepsi dari
dirinya sendiri atau dari orang lain. Memiliki perhatian positif yang tidak
bersyarat terhadap pasien, termasuk di dalamnya mengakui suatu kebaikan
pada diri pasien tersebut.
4) Sifat konkrit
Konsep tentang sifat konkrit berhubungan dengan pengertian yang saling
menguntungkan dan akurat tentang perbendaharaan kata yang digunakan
oleh pasien, terutama dalam menggambarkan emosinya. Misal : Kata
„sedih‟ dan „senang‟ bersifat subjektif. Perawat perlu memperjelas arti
kata itu secara perseorangan dengan si pasien untuk dapat menangkap isi
pembicaraan.
5) Kesegeraan

74
Sifat segera mengacu pada situasi yang sedang terjadi, bukan pada masa
lalu atau masa datang. Misal : ketika pasien mengungkapkan perasaan
tentang pemeriksaan terakhir, kita perlu menanggapinya tentang hasil
pemeriksaan saat itu, bukan pada perasaannya sebelum pemeriksaan
dilakukan.
6) Konfrontasi
Konfrontasi berarti perlawanan/pertentangan terhadap suatu hal.
Terkadang orang membuat generalisasi tentang kejadian, orang, dan
perasaan. Untuk membantu pasien, mungkin kita perlu meng-konfrontasi
mereka, mengajak mereka untuk menemukan kebenaran. Misal : Kasus
dimana lansia yang sakit dibawa ke Rumah sakit, beliau berpendapat
bahwa Rumah sakit adalah tempat dimana orang meninggal dan bukan
untuk membaik. Untuk meningkatkan motivasi pasien, perawat
memberikan ke-optimisan pada pasien bahwa mereka akan sembuh. Hal
itu melalui konfrontasi.

Oleh Karena hubungan antara Perawat dengan Pasien merupakan


hubungan antar pribadi, maka ada komunikasi atau yang lebih dikenal dengan
istilah wawancara pengobatan itu sangat penting. Hasil penelitian yang penulis
lakukan di RS. Yadika Pondok Bambu menunjukkan bahwa esensi dari
hubungan antara Perawat dan Pasien terletak dalam wawancara pengobatan.
Pasien yang diperiksa oleh dokter bukan makhluk pasif, bukan pula mesin yang
bagiannya gagal berfungsi atau aus. Pasien adalah makhluk yang aktif, dengan
siapa dan untuk siapa dokter bekerja mengatasi penyakit. Untuk mencapai
tujuan akhir dari proses pelayanan kesehatan terutama dalam pelayanan
keperawatan adalah dengan memperpendek lama hari rawat. Perawat dan klien
akan terlibat dalam hubungan yang intensif. Untuk itu perawat harus
melakukan eksplorasi diri atas kemampuan yang dimiliki dalam berkomunikasi
dengan klien. Dalam melaksanakan komunikasi interpersonal dengan pasien,
perawat harus memiliki kekampuan-kemampuan antara lain pengetahuan yang
cukup, keterampilan yang mumpuni dan memadai, serta tekhnik dan etika
komunikasi yang baik. Dengan demikian, kehadiran perawat di sisi klien

75
merupakan kehadiran yang bermakna dan membawa dampak yang positif bagi
klien. Seperti yang bisa dikutip dari wawancara penulis dengan Suster Tri
berikut,

“Kita harus kuasai dari mulai pengkajiannya, dari mulai diagnosa


keperawatannya, dari mulai intervensinya, implementasinya, dan kalau
sudah menguasai itu hasilnya ya pasien akan merasa puas. Pokoknya kita
harus tau ia penyakitnya apa, itu aja dulu yang paling perlu. Selain itu
kita juga perlu tau identitas si pasien dari mulai nama, umur, jenis
kelamin, riwayat kesehatannya. Data psikologi si pasien juga kita harus
tau, misalnya dia datang kesini habis berantem dengan suami/istrinya itu
juga berpengaruh, dari situ kita bisa berbicara dengan kata-kata yang
tepat agar tidak menyinggung si pasien.”

Perawat harus mengerti dan menyadari bahwa klien datang ke rumah


sakit dalam rangka meminta pertolongan untuk mengurangi keluhan yang
dirasakan, dan hal itu diterima sebagai tanggung jawab pribadi serta tanggung
jawab profesi bagi perawat. Perawat saat menangani klien merupakan suatu
penghormatan bagi dirinya karena dipercaya oleh klien untuk merawat tanpa
ada perasaan khawatir, ragu, maupun kecemasan. Dan hal yang paling penting
adalah perawat dipercaya mampu menangani klien dengan benar, penuh
kesabaran, supel, ramah, dan sangat responsif.

Perawat harus sadar dan menerima bahwa kehadirannya sangat


dibutuhkan oleh pasien untuk meringankan atau bahkan menghilangkan
keluhannya sehingga harus mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh
sebelum bertemu dengan klien. Integritas yang tinggi dari perawat akan
mampu menyakinkan pasien sehingga meningkatkan kehormatan perawat
dimata pasien. Pasien menjadi sangat percaya dengan perawat, pasien menjadi
sadar bahwa perawat butuh data yang orisinal sesuai dengan keluhan yang
dihadapinya dan mengutarakan dengan sungguh-sungguh keluhannya. Pasien
menjadi sadar bahwa hari ini dia menjadi pasien di rumah sakit, dimana untuk

76
proses kesembuhannya diawali dengan memberikan keterangan yang sesuai
dengan keluhan atau penyakit yang dihadapi.

Komunikasi merupakan komponen dasar dari hubungan antar manusia


dan meliputi pertukaran informasi, perasaan, pikiran dan perilaku antara dua
orang atau lebih. Komunikasi mempunyai dua tujuan, yaitu untuk pertukaran
informasi dan mempengaruhi orang lain. Interaksi perawat dan pasien akan
menghasilkan informasi untuk perawat tentang keadaan pasien dan pada waktu
yang bersamaan perawat dapat memberikan informasi tentang cara-cara
menyelesaikan masalah dengan strategi tertentu sehingga pasien terpengaruh
dan mau melakukannya untuk penyelesaian masalah pasien. Jika pasien
menerima dan melakukan informasi yang diberikan oleh perawat maka
perilaku pasien berubah ke arah adaptif yang merupakan hasil utama tindakan
keperawatan. Komunikasi yang terjadi antara perawat dan pasien rawat inap
adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya
dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi perawat-pasien rawat inap
termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan
pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi
ini adalah adanya saling membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga
dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien,
perawat membantu dan pasien menerima bantuan.

Komunikasi perawat-pasien bukan pekerjaan yang bisa


dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan
tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja,
kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang
dan masalahnya. Manfaat komunikasi interpersonal dalam hal ini adalah untuk
mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui
hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi, mengungkap perasaan dan
mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.
Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran serta dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu

77
mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri. Kualitas asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien sangat dipengaruhi oleh kualitas
hubungan perawat-pasien, bila perawat tidak memperhatikan hal ini, hubungan
perawat-pasien tersebut bukanlah hubungan yang memberikan dampak yang
baik untuk mempercepat kesembuhan pasien. Komunikasi merupakan proses
kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk
berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya.

B. Penggambaran Pola Komunikasi Interpersonal Perawat Dalam


Mempercepat Pemulihan Kesehatan Pasien Rawat Inap

Dari hasil yang didapatkan oleh penulis dalam penelitian ini, berikut
penggambaran yang dapat penulis berikan mengenai pola komunikasi
interpersonal perawat dalam mempercepat proses pemulihan kesehatan pasien
rawat inap di RS. Yadika Pondok Bambu,

Verbal

sapa Encoding Decoding


Pesan
menanyakan keluhan
penyakit
P mengingatkan jadwal
minum obat
e dll
r
a
w Non-Verbal
a
t Senyuman
Sentuhan
Ekspresi wajah
Dll
P
a
s
i
e
n

Dampak dalam mempercepat Respon


penyembuhan 78
Tabel 4.3 Pola Komunikasi Interpersonal Perawat Dalam Mempercepat Proses Pemulihan
Kesehatan Pasien Rawat Inap di RS. Yadika Pondok Bambu

Keterangan :
- Komunikasi Verbal : bentuk komunikasi yang disampaikan komunikator
kepada komunikan dengan cara tertulis atau lisan.
- Komunikasi Non-Verbal : proses komunikasi di mana pesan disampaikan
tidak menggunakan kata-kata, melainkan menggunakan isyarat atau
symbol seperti bahasa tubuh, senyum, dll.
- Encoding : proses pembuatan suatu pesan.
- Decoding : proses memberikan makna terhadap pesan yang disampaikan
oleh pemberi pesan.

Dari pola diatas, dapat dijelaskan bahwa seorang perawat menggunakan


dua teknik dalam berkomunikasi dengan pasiennya, yaitu teknik komunikasi
verbal dan non-verbal. Perawat melakukan encoding sebelum berbicara dengan
pasien, dari hasil encoding tersebut menghasilkan pesan-pesan yang nantinya akan
disampaikan kepada pasien. Sedangkan pasien melakukan decoding setelah
menerima pesan dari perawat, pasien mencerna dan memaknai isi pesan tersebut.
Setelah pasien meneri pesan yang disampaikan oleh perawat, pasien akan
memberikan respon mengenai pesan tersebut, dari respon inilah yang nantinya
akan berdampak bagi proses mempercepat kesembuhan pasien. Semakin baik
resbon yang ditimbulkan, maka semakin efektif juga dalam mempercepat proses
kesembuhan pasien. Bila komunikasi yang dilakukan perawat dapat berhasil dan
efektif maka itu juga menjadi kepuasan tersendiri bagi perawat.

79
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan selama kurang lebih satu
bulan lamanya terhitung sejak tanggal 4 Februari hingga tanggal 1 Maret 2019,
khususnya pada proses pelayanan rawat inap yang dilakukan di kamar rawat inap
RS. Yadika Pondok Bambu Jakarta Timur kepada perawat, penulis menyimpulkan
sebagai berikut:
Berdasarkan penjabaran peneliti mengenai hubungan pola komunikasi
perawat dan pasien rawat inap di RS. Yadika Pondok Bambu Jakarta Timur, dan
melihat dari hasil penelitian di lapangan yang berupa pengamatan dan wawancara
mendalam maka dapat disimpulkan antara lain:
- Proses komunikasi yang berlangsung di ruang perawatan merupakan
komunikasi yang bersifat antarpribadi atau interpersonal, hal ini disebabkan
karena masing-masing komunikasi antara perawat dan pasien rawat inap
menggunakan komunikasi yang bersifat langsung (tatap muka) secara verbal
dan non verbal dan menggunakan pendekatan komunikasi antar pribadi baik
secara sosilogis, psikologis dan kultural.
- Proses komunikasi dalam pelayanan medis sangat penting, karena adanya
komunikasi pesan dapat tersampaikan. Komunikasi antar pribadi yang

80
diterapkan di pelayanan medis RS. Yadika Pondok Bambu yakni adanya
metode yang diterapkan menggunakan komunikasi verbal dan komunikasi
non verbal secara face-to-face dalam proses penyampaiannya.
- Sebelum menyampaikan pesan pesan perawat juga menentukan strategi
dalam menghadapi pasien baik yang labil/sensitif atau yang pasif yang dapat
mengganggu keefektifan komunikasi dalam pelayanan medis, oleh karena
itu perawat harus menguasai komunikasi dengan baik supaya memahami
karakter-karakter dari pasiennya.
- Melalui wawancara dan observasi diketahui bahwa pelaksanaan proses
pelayanan rawat inap di RS. Yadika Pondok Bambu kepada pasien dan
Perawat dengan menggunakan komunikasi antar pribadi dilakukan denagan
direktif secara personal.
- Adapun yang menjadi kelebihan dari proses pelaksanaan proses pelayanan
rawat inap ini terlihat bahwa proses pelaksanaannya dalam tindakan bersifat
pribadi, perawat harus melakukan pendekatan yang afektif agar proses
tindakan medis dapat berjalan lancar.
- Selain itu yang menjadi kelemahan dari proses pelaksanaan pelayanan rawat
inap ini terletak pada kondisi pasien yang cenderung labil, hal ini
disebabkan adanya efek yang timbul dari penyakit yang diderita oleh pasien
rawat inap sendiri.
- Faktor perbedaan budaya dan tingkat pengetahuan pasien juga dapat
menjadi kendala dalam proses komunikasi interpersonal antara perawat
dengan pasien.
- Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi yang efektif terjadi
dalam praktik perawat sehari-hari di RS. Yadika Pondok Bambu. Mayoritas
pasien merasa puas terhadap percakapan yang mereka lakukan dengan
perawat dan memberikan respon yang positif dalam berkomunikasi dengan
perawat.

Berdasarkan hasil penelitian ini penulis juga menarik kesimpulan


mengenai pola komunikasi interpersonal antara perawat dengan pasien di RS.
Yadika Pondok Bambu dalam hal mempercepat proses kesembuhan yaitu,

81
pertama, secara teoritis maupun hasil wawancara dengan para perawat di RS.
Yadika Pondok Bambu, komunikasi yang baik antara perawat dengan pasien
sangat berperan dalam proses kesembuhan pasien. Hal ini disebabkan karena
kesembuhan pasien bukan semata- mata karena obat-obatan tetapi juga motivasi
yang kuat dari pasien untuk sembuh, dan komunikasi sangat membantu
menumbuhkan motivasi ini. Selain itu komunikasi juga menolong pasien untuk
bebas dari stres dan rasa khawatir yang berlebihan sehingga secara fisik lebih
cepat proses kesembuhan itu, karena dibantu oleh suasana kejiwaan yang
kondusif. Karena pandangan tersebut, maka para perawat dalam berhubungan
dengan pasien selalu menekankan komunikasi yang baik dan membangun.
Mereka tidak hanya mengandalkan diagnosa penyakit dan obat- obatan, tetapi
juga membangun komunikasi yang baik dengan para pasien sehingga lebih
mendukung proses kesembuhan mereka. Suasana yang menyenangkan selama
pasien berkomunikasi dengan perawat juga berperan dalam proses penyembuhan
pasien. Jika komunikasi antara perawat dan pasien dapat dijaga, dirawat, dan
dipelihara dengan baik maka akan terjadi peningkatan proses penyembuhan pasien
di RS. Yadika Pondok Bambu.

5.2 Saran
Dari beberapa kesimpulan tersebut diatas, penulis memberikan masukan
atau saran kepada lembaga kesehatan RS. Yadika Pondok Bambu Jakarta Timur,
agar lebih baik lagi dalam pelayanannya sesuai dengan visi dan misi yang tertera
di lembaga kesehatan RS. Yadika Pondok Bambu Jakarta Timur. Dengan
demikian tujuan yang diharapkan lembaga dapat tercapai dengan baik. Sebagai
kesatuan masyarakat dan kelompok kecil, komunikasi dalam keperawatan harus
dapat dijaga dengan baik. Karena jika tidak maka proses pelayanan medis dalam
rawat inap tidak akan berjalan dengan lancar, perawat dan pasien harus saling
terbuka dan saling memberi informasi secara verbal dan non verbal agar proses
pelayanan yang diinginkan dapat berjalan dengan baik.
Dengan terlaksananya pembahasan skripsi ini yang berjudul “Pola
Komunikasi Interpersonal Perawat Dalam Mempercepat Pemulihan

82
Kesehatan Pasien Rawat Inap Di RS. Yadika Pondok Bambu”, maka penulis
akan memberikan beberapa saran demi tetap terlaksananya komunikasi yang
efektif, antara lain dalam berkomunikasi pasien dan perawat hendaklah
membiasakan menggunakan kata yang baik dan benar, serta bahasa yang
digunakan haruslah bahasa indonesia pada pasien agar dapat membiasakan dan
melancarkan berbahasa Indonesia, pada pasien serta mudah dipahami sehingga
pesan dapat disampaikan dengan baik serta mendapat feedback dari pasien
sehingga pelayanan medis yang diberikan dapat disampaikan dengan baik dalam
proses pelayanan medis tersebut. Khusus bagi pasien rawat inap dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya agar lebih memaksimalkan kinerja dan
kualitas dirinya. Lebih peka dengan masalah-masalah yang dihadapi pasien dan
bisa menjadi tempat curahan terbaik bagi para pasien. Dan yang terakhir, penulis
berharap bahwa RS. Yadika Pondok Bambu dapat menyediakan tenaga medis
khusus menangani pasien-pasien dengan kebutuhan tertentu (difabel).

83
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Abu dan Narbuko Cholid. Metode Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
Arifuddin, Tike. Dasar-dasar Komunikasi: Suatu Studi dan Aplikasi. Yogyakarta: Kota
Kembang Yogyakarta, 2009.
Aw, Suranto. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.
Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
DEPDIKNAS. Kamus Besar bahasa Indonesia. t.thn. 778 .
Djuarsa, Sasa. Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka, 2005. Cet. Ke-9
Effendy, Onong Uchajana. Human Relations and Public Relations. Bandung: CV.
Mandar Maju, 2009.
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006.
Effendy, Onong Uchjana. Dinamika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2008.
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2003.
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2017.
Fiske, John. Introduction to Communication Studies,terj. Hapsari Dwiningtyas,
Pengantar Ilmu Komunikasi.edisi 3. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
Komala, Lukiati. Ilmu Komunikasi: Persfektif, Proses dan Konteks. Bandung: Widya
Padjadjaran, 2009.

84
Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group, 2006.
Liliweri, Alo. Komunikasi Antarpribadi. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997. cet.ke-2, h.
12.
Liliweri, Alo. Komunikasi: Serba Ada Serba Makna, Edisi 1. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2011.
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2016.
Nasir, dkk. Komunikasi Dalam Keperawatan, Teori Dan Aplikasi. Jakarta: Salemba
Medika, 2009.
Nasution, Zulkarnaen. Sosiologi Komunkikasi Massa. Jakarta: Universitas terbuka, t.thn.
Nurudin. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta: Raja Garfindo Persada, 2005. Cet. Ke-2
Rahmayanti, Nina. Manajemen Pelayanan Prima. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.
Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009. h. 56.
Ruslan, Rosady. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta: PT Raja
Grafindo, 2008.
Suryani. Komunikasi Terapeutik “Teori dan Praktik”. Jakarta: Kedokteran EGC, 2005

Widjaja. Ilmu Komunikasi : Pengantar Study. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000.


Wiryanto. Pengantar ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Grasindo Anggota Ikapi, 2006.

Sumber Lain :
Ali, Ustman. “Pengertian Perawat, Ilmu Keperawatan, dan Fungsi Perawat.” 14
12 2014. http://www.pengertianpakar.com/2014/12/pengertian-perawat-ilmu-
keperawatan-dan-fungsi-perawat.html#. 30 11 2018.
Wisanggeni, Antasena. http://nurauliarizki.blogspot.com/. 11 Januari 2015. Hak
dan Kewajiban Pasien dan Perawat. 17 September 2018.
Wawancara dengan beberapa perawat RS. yadika Pondok Bambu.
Tinjauan Lapangan pada saat Perawat melakukan komunikasi dengan Pasien di
ruang rawat inap RS. yadika Pondok Bambu.

85
LAMPIRAN-LAMPIRAN

86
87
88
PEDOMAN WAWANCARA

1. Komunikasi seperti apa yang dibangun oleh perawat dalam proses


mempercepat pemulihan pasien?

2. Jenis Komunikasi apa yang digunakan dalam pelayanan medis keperawatan


di RS. Yadika Pondok Bambu?

3. Komunikasi verbal seperti apa sajakah yang perawat terapkan dalam proses
mempercepat pemulihan pasien?

4. Komunikasi non-verbal seperti apa sajakah yang perawat terapkan dalam


proses mempercepat pemulihan pasien?

5. Apakah perawat disini pernah mengalami miss communication dengan


pasien? Contohnya seperti apa?

6. Bagaimana cara perawat meminimalisir terjadinya miss communication?

7. Bagaimana cara perawat membentuk dan membangun hubungan yang baik


dengan pasien?

8. Hambatan apa saja yang menjadi kendala perawat dalam melakukan


komunikasi dengan pasien?

9. Dalam menjalin komunikasi yang baik dengan pasien guna mempercepat


pemulihan, apa saja yang harus dikuasai oleh seorang perawat?

10. Bagaimana cara perawat memberikan motivasi kepada pasien?

11. Pendekatan bagaimanakah yang digunakan dalam menghadapi pasien?

12. Pada saat apa seorang perawat dapat membangun rasa percaya dalam diri
pasien?

13. Bagaimana menghadapi pasien yang cemas dengan penyakitnya?

14. Bagaimana cara konseling dilakukan?

15. Bagaimana menghadapi pasien yang pasif?

16. Bagaimana cara perawat berkomunikasi dengan pasien yang tidak bisa
bicara?

17. Kapan tindakan keperawatan dilakukan perawat kepada pasien?

89
Take gambar pada saat perawat melakukan komunikasi dan interaksi dengan
pasien:

90
91

Anda mungkin juga menyukai