Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masalah kependudukan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara

termasuk Indonesia. Dari data world populations data sheet jumlah penduduk pada

pertengahan 2008 adalah 239,9 juta jiwa. Dengan laju penduduk 1,4% pertahun yang

artinya setiap tahun bertambah 3,3-3,4 juta jiwa. Bila tanpa pengendalian pada tahun

2015 akan menjadi 252 juta jiwa (Yulizawati, 2012). Laju tingkat penduduk yang

tinggi harus diimbangi dengan peningkatan kualitas penduduk sehingga

mempengaruhi kehidupan dan kesejahteraan penduduk. Dalam rangka

menanggulangi hal itu, pemerintah telah mencanangkan program kependudukan dan

keluarga berencana (KB) sebagai program nasional (Handayani, 2010).

Keluarga Berencana (KB) merupakan suatu program pemerintah untuk

pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk yang bertujuan untuk

mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera, dimana salah satu caranya

adalah kontrasepsi. Pelayanan keluarga berencana menawarkan berbagai manfaat

ekonomi rumah tangga, negara dan dunia pada umumnya. Pertama, keluarga

berencana memungkinkan individu untuk mempengaruhi waktu dan jumlah

kelahiran, yang mungkin untuk menyelamatkan nyawa anak-anak. Kedua, dengan

mengurangi kehamilan yang tidak diinginkan, pelayanan keluarga berencana dapat

mengurangi cedera, penyakit dan kematian yang terkait dengan kelahiran anak, aborsi

dan infeksi menular seksual (STI) termasuk HIV/AIDS. Selanjutnya, keluarga

berencana berkontribusi terhadap penurunan pertumbuhan penduduk, kemiskinan,

1
2

dan pelestarian lingkungan serta permintaan untuk barang publik dan pelayanan

(Pendit, 2006; Timothy, Wawire, Mburu. 2011; Creatsas. 2004). Kontrasepsi adalah

upaya mencegah kehamilan, metode ini bersifat sementara dan permanen.

Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi fertilitas

(Mansjoer, 2000). Pendit (2006) memaparkan lebih lanjut tentang beberapa metode

kontrasepsi yang biasa digunakan di seluruh dunia, dintaranya adalah strerilisari

wanita, alat kontasepsi dalam rahim (AKDR), kontrasepsi oral, strerilisari pria

sukarela, kondom, koitus interuptus, metode keluarga berencana alami, metode

sawar vagina, dan metode lain.

Metode kontrasepsi yang paling efektif dari beberapa jenis metode kontrasepsi

adalah metode AKDR (IUD), Sejarah IUD lebih dari 3000 tahun yang lalu, ketika

kerikil halus yang dimasukkan ke dalam uteruses unta untuk mencegah kehamilan

selama perjalanan panjang sehingga sampai digunakan cara ini pada manusia (Peri,

Graham, Levine. 2007). Intrauterine device (IUD) adalah sebuah metode kontrasepsi

reversibel jangka panjang yang sesuai untuk wanita dari semua umur. Hanya

digunakan sekali, tembaga IUD efektif selama 12 tahun dan mewakili paling efektif.

efektifitas dalam mencegah kehamilan mencapai 98%. Metode ini dilakukan dengan

memasukkan alat berbentuk T melalui saluran serviks dan di pasang dalam uterus,

alat ini akan mencegah bertemunya sperma dan ovum dalam tuba falopi sehingga

mencegah pembuahan (Everret, 2008; Glasier & Gebbie, 2007; Hae Park,

Huunguyen, Dinhngo. 2011). Dalam penggunaan IUD juga sangat ekonomis

dibandingkan dengan alat kontrasepsi lain, IUD hanya dalam sekali pemakaian dapat

bertahan sampai bertahun-tahun dibandingakan dengan alat kontrasepsi lainya yang

hanya bertahan beberapa bulan dan harus mengeluarkan biaya pemakaian berikutnya.

Meskipun tingkat efektifitasnya paling tinggi akan tetapi tingkat pengunaan IUD
3

paling rendah dibandingkan dengan yang lain. Data nasional dari BKKBN pada

bulan agustus 2010 penggunaan KB sebanyak 688.951 peserta. Dilihat dari per mix

kontrasepsi hanya terdapat : IUD 4.32%, MOW 1.12%, MOP 0.20%, kondom

13.75%, implan 10.54%, suntik 43.35%, dan pil 26.76% (Bkkbn, 2010). Untuk jumlah

pasangan usia subur (PUS) di Tulungagung yaitu 202.186 dari 512.871 wanita yang

ada (Dinkes Tulungagung, 2014).

Perangkat intra-uterine/dalam rahim (IUD) adalah alat kontrasepsi yang aman,

efektif dan reversibel, penggunaan kontrasepsi secara luas digunakan di Cina, tetapi

penggunaan dihentikan oleh beberapa wanita karena efek samping yang tidak dapat

diterima, seperti berlebihan perdarahan menstruasi, memperpanjang menstruasi dan

bercak vagina selama haid sehingga pengggunaan IUD juga rendah (Qian, Wang,

Yang. 2010). Berbanding lurus dengan data nasional penggunaan IUD di desa

Sumberingin kulon masih juga rendah, hal ini dipertegas dengan hasil studi

pendahuluan dengan melakukan wawancara bidan desa Siwi Indriati, dikatakan

bahwa penggunaan KB sudah cukuip tinggi yaitu 245 orang dari 472 PUS di desa

Sumberingin kulon. Sangat rendahnya penggunaan IUD ini karena beberapa faktor

diantaranya faktor pendidikan, ekonomi dan dukungan dari suami. Tingkat

pendidikan ibu-ibu di desa Sumberingin Kulon yang berada pada usia subur rata-rata

sekolah menengah sedangkan status ekoniminya berada pada tingkat menengah

sementara, mereka beranggapan penggunaan IUD menggunakan biaya yang tinggi

dan menggunakan prosedur yang susah. Selain itu, faktor yang paling mempengaruhi

adalah dukungan dari suami, banyak suami yang melarang pasanganya menggunakan

IUD karena merasa dapat menggangu saat berhubungan.

Menurut Widiyawaty (2012) menemukan makin tingginya pendidikan

seseorang makin mudah menerima informasi tentang AKDR. Pendidikan dapat


4

mempengaruhi seseorang termasuk perilaku seseorang akan pola hidup terutama

dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan. Tingkat

pendidikan tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan alat kontrasepsi tetapi

juga pemilihan suatu metode. Penelitian Rogers (1974), dalam Notoatmodjo (2003)

mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang

tersebut terjadi proses yang berurutan yaitu: Awareness, Interest, Evaluation, Trial dan

Adaption. Pendidikan yang rendah membuat responden kurang bisa menerima dan

memahami konseling keluarga berencana yang diberikan oleh petugas KB, sehingga

menghambat proses penyebaran informasi dan pelayanan KB serta menghambat

proses perubahan dari tidak menggunakan AKDR memilih untuk menggunakan

AKDR yang diharapkan dalam program KB (Widiyawati, 2012 ).

Suami merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam mau atau tidaknya

pasangan menggunakan IUD dan yang secara langsung akan berpengaruh terhadap

pelayanan kesehatan khususnya di bidang KB. Indonesia telah lama melaksanakan

pembangunan yang berorientasi pada keadilan dan kesetaraan gender dalam KB dan

kesehatan reproduksi. Masih rendahnya partisipasi atau kepedulian suami dalam

pelaksanaan program keluarga berencana baik praktiknya, mendukung istri dalam

penggunaan kontrasepsi, serta sebagai motivator atau promotor dan merencanakan

jumlah anak (BKKBN, 2005). Suami mempunyai tanggung jawab utama. Sementara

bila istri sebagai pengguna kontrasepsi suami mempunyai peranan penting dalam

mendukung istri dan menjamin efektivitas pemakaian kontrasepsi (Saifuddin, 2003).

Seorang istri di dalam pengambilan keputusan untuk memakai atau tidak memakai

alat kontrasepsi membutuhkan persetujuan dari suami karena suami dipandang

sebagai kepala keluarga, pelindung keluarga, pencari nafkah dan seseorang yang dapat

membuat keputusan dalam suatu keluarga. Pengetahuan yang memadai tentang alat
5

kontrasepsi, dapat memotivasi suami dan untuk menganjurkan istrinya memakai alat

kontrasepsi tersebut (Ovita, 2008).

Dalam penggunaan alat kontrasepsi pelayanan kesehatan juga dapat

dipengaruhi oleh status ekonomi dimasyarakat. Semakin tinggi ekonomi seseorang,

pelayanan kesehatan akan lebih diperhatikan dan mudah dijangkau, demikian juga

sebaliknya apabila tingkat ekonomi seseorang rendah, maka sangat sulit menjangkau

pelayanan kesehatan membutuhkan biaya yang cukup mahal. Keadaan ekonomi ini

sangat mempengaruhi dalam keterjangkauan pemilihan alat kontrasepsi . Status

ekonomi, tinggi rendahnya status sosial dan keadaan ekonomi akan mempengaruhi

perkembangan dan kemajuan program KB. Kemajuan tersebut berkaitan erat dengan

kemampuan untuk membeli alat kontrasepsi (Hidayat, 2007).

Berdasarkan uraian di atas, masalah ini perlu mendapat perhatian serius dari

tenaga kesehatan terutama perawat untuk melaksanakan peran perawat yaitu sebagai

konselor, pendidik dan advokator seingga pertumbuhan penduduk dapat terkendali.

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada hubungan dukungan

sosial suami dengan penggunaan alat kontrasepsi IUD pada wanita usia subur.

1.2 Rumusan masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “ bagaimana hubungan dukungan

sosial suami dengan penggunaan alat kontrasepsi IUD pada pasangan usia subur?”
6

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan dukungan sosial suami dengan penggunaan alat

kontrasepsi IUD pada pasangan subur.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi gambaran dukungan sosial suami.

2. Mengidentifikasi gambaran penggunaan alat kontrasepsi IUD.

3. Mengidentifikasi hubungan dukungan sosial suami dengan penggunaan alat

kontrasepsi IUD pada pasangan usia subur.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Responden Dan Masyarakat

Responden dan keluarga serta masyarakat mendapat informasi tentang macam-

macam kontrasepsi sehingga bisa menggunaan alat kontrasepsi yang paling efektif.

1.4.2 Bagi Perawat

Dapat menambah wawasan perawat tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

penggunaan alat kontrasepsi IUD serta menjadi literatur untuk melakukan sosialisasi,

konselor dan advokasi kepada masyarakat.

1.4.3 Bagi Peneliti Lain

Sebagai bahan acuan informasi dan literatur bagi peneliti berikutnya dalam

melakukan penelitian yang lebih bermutu dan menyeluruh.


7

1.5 Keaslian Penelitian

1. Siti Widiyawati dkk. Meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

pemakaian AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim) di wilayah kerja puskesmas

Bahtuah Kutai Kartanegara, Pada tahun 2012. Penelitian ini merupakan

penelitian Diskriptif Analitik dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional,

tehnik pengumpulan data menggunakan lembar kuisioner, untuk mengetahui

hubungan antara variabel dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan

rumus Chi Square. Hasil tiap variabel pendidikan P value 0,001. Pemakaian

AKDR terhadap dukungan suami dengan P value 0,006. Sedangkan pada

pemakaian AKDR terhadap pengetahuan didapat hasil P value 0,007,

menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna pemakaian AKDR dengan

pendidikan, dukungan suami dan pengetahuan. Perbedaan dengan penelitian

yang di lakukan oleh peneliti adalah subjek penelitian berada pada wilayah

berbeda yang memungkinkan perbedaan budaya dan pendidikan karena

perbedaan wilayah.

2. Ali Rifa’i, meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

penggunaan alat kontrasepsi pada pasangan usia subur di wilayah puskesmas

Buhu kabupaten Gorontalo, tahun 2013. Penelitian ini merupakan penelitian

Diskriptif Analitik dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional. Teknik

pengambilan sampel munggunakan teknik random sampling dengan melibatkan

365 pasangan usia subur. Hasil dengan nilai ρ=0,000< α =0,05 penelitian

menunjukan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan

penggunaan kontrasepsi, adanya hubungan antara jumplah anak dengan

penggunaan alat kontrasepsi dan adanya hubungan antara promosi puskesmas

dengan penggunaan alat kontrasepsi.


8

1.6 Batasan Penelitian

1. IUD adalah alat kontrasepsi dalam rahim.

2. Pasangan usia subur adalah pasangan suami istri yang berada dalam masa

produktif.

3. Dukungan sosial suami adalah motovasi atau dorongan yang diberikan suami

dan juga tindakan yang dilakukan untuk dapat berinteraksi dengan yang lain

guna mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai