Oleh :
Kelompok IV
1. Rina Yunianti 140151
2. Evi Agustin 140152
3. Yusanta Berliani 140153
4. Fenty Lia Safitri 140154
5. Lina Nur Khairiyyah 140155
6. Mita Lessy Wulandari 140156
7. Wahyu Utami Puji Lestari 140157
8. Windiarti Katenianto 140158
9. Yosi Carenda 140159
10. Tesha Rosyida Nur Agustina 140160
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas berkat dan rahmatnya kami dapat menyelesaikan
makalah dengan judul Perdagangan Bayi oleh Bidan Praktik.
Penyusun menyadari terwujudnya makalah ini tidak akan
terlaksana tanpa bantuan dan pengarahan dari semua pihak yang telah
membimbing. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penyusun ingin
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Drs. H. Henri Soekirdi M. Kes, selaku Direktur Akademi Kebidanan
Yogyakarta.
2. Nunik Endang, S.SiT., M.Sc selaku pengampu Etikolegal dan
Keselamatan Pasien dalam Praktik Kebidanan.
3. Teman - teman mahasiswi Akademi Kebidanan Yogyakarta
Karena keterbatasan kemampuan yang ada, penyusun menyadari
sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kasus perdagangan bayi di Indonesia mengalami kenaikan jumlah
setiap tahunnya. Komnas perlindungan anak sepanjang tahun 2011
mendapat 121 laporan anak hilang karena berbagai alasan termasuk
penculikan bayi untuk diperjualbelikan angka itu meningkat menjadi 182
kasus pada tahun 2012, 32 kasus diantaranya terjadi saat anak dilokasi
fasilitas kesehatan seperti rumah sakit. Sebelumnya Menteri Kesehatan
tahun 2009-2012, Endang Rahayu Sedyaningsih juga mengatakan
bahwa pemerintah mencatat kasus perdagangan anak termasuk
perdagangan bayi yang terjadi selama periode 2007-2011 sudah
mencapai 1000 jiwa. Fenomena perdagangan bayi semakin beragam
bentuk dan modusnya, bahkan tindakan kriminal ini sering dilakukan
oleh petugas kesehatan yang secara langsung berhubungan dengan
bayi seperti bidan yang selama ini menjadi figur kepercayaan di
masyarakat.
Faktor-faktor yang menyebabkan bidan melakukan perdagangan
bayi antara lain faktor ekonomi, ingin memperoleh uang secara cepat,
dan juga karena permintaan dunia luar. Faktor kemiskinan dari
orangtua korban sering dijadikan alat untuk menjerat korban dengan
cara menjanjikan akan membantu biaya persalinan, kemudian pada
akhirnya ketika orang tua bayi tidak melunasi hutangnya maka sebagi
gantinya orantua merelakan bayinya. Bidan menjadikan kesempatan
ini menjadi peluang untuk melakukan tindakan perdagangan bayi. Akan
tetapi faktor yang paling mendasari tindakan ini adalah kurangnya rasa
tanggungjawab bidan tersebut terhadap profesinya.
4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kasus perdagangan bayi oleh bidan jika dikaji dari segi
hukum?
2. Bagaimana kasus perdagangan bayi oleh bidan jika dikaji dari sisi
moral?
3. Bagaimana kasus perdagangan bayi oleh bidan jika dikaji dari sisi
sosial?
4. Bagaimana kasus perdagangan bayi oleh bidan jika dikaji dari segi
kode etik bidan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pandangan hukum tentang kasus perdagangan
bayi.
2. Untuk mengetahui pandangan moral tentang kasus perdagangan
bayi.
3. Untuk mengetahui pandangan sosial tentang kasus perdagangan
bayi.
4. Untuk mengetahui aturan kode etik tentang kasus perdagangan
bayi.
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
6
2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya
a. Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna
kepada klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan
kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan
klien, keluarga dan masyarakat.
b. Setiap berhak memberikan pertolongan dan mempunyai
kewenangan dalam mengambil keputusan dalam tugasnya
termasuk keputusan mengadakan konsultasi dan atau rujukan.
c. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang
dapat dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta
oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan dengan
kepentingan klien.
3. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan
a. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman
sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang sesuai.
b. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling
menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga
kesehatan lainnya.
4. Kewajiban bidan terhadap profesinya
a. Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi
citra profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi
dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.
b. Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan
Kebidanan Komunitas meningkatkan kemampuan profesinya
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan
penelitian dan kegiatan sejenisnya yang iapat meningkatkan
mutu dan citra profesinya.
5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri
a. Setiap bidan harus memeiihara kesehatannya agar dapat
melaksanakan tugas profesinya dengan baik.
7
b. Setiap bidan seyogyanya berusaha untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air
a. Setiap bidan dalam menjarankan tugasnya, senantiasa
melaksanakan ketentuan-ketentuan pembrintah dalam bidang
kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan
keluarga.
b. Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan
menyumbangkan pemikirannya kepada pemeriniah untuk
meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan terutama
pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.
7. Penutup : Sesuai dengan kewenangan dan peraturan kebijaksanaan
yang berlaku bagi bidan, kode etik merupakan pedoman dalam tata
cara keselarasan dalam pelaksanaan pelayanan kebidanan
profesional.
Pasal 9
3. Pelayanan kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga
berencana
8
Pasal 10
a. Episiotomi
f. Bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi ASI
Ekslusif.
g. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan
postpartum.
9
k. Pemberian surat keterangan cuti bersalin.
Pasal 11
Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi
perempuan dankeluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf c berwenang untuk:
10
a. Memberikan penyuluhan dan konseling; kesehatan reproduksi
perempuandan keluarga berencana.
b. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.
Pasal 13
1. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, 11,
dan 12, bidan yang menjalankan program pemerintah berwenang
melakukan pelayanan kesehatan meliputi :
a. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kotrasepsi dalam
rahim, dan alat kontrasepsi bawah kulit.
b. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus
penyakit kronis tertentu dilakukan dibawah supervisi dokter.
c. Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang
ditetapkan
d. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kes
ehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan
penyehatan lingkungan
e. Pemantauan tumbuh kembang bayi,anak balita, anak pra
sekolah, dan anak sekolah.
f. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas.
g. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan
penyuluhan tehadap Infeksi Menular Seksual( IMS )termasuk
pemberian kondom, dan penyakit lainnya.
h. Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya(NAPZA) melalui informasi dan edukasi
Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program
Pemerintah.
11
2. Pelayanan alat kontasepsi bawah kulit, asuhan antenatal
terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan
pelaksanaan deteksi dini, merujuk dan memberikan peyuluhan
terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta
pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh bidan yang
telah dilatih untuk itu.
Pasal 14
1. Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki
dokter, dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan
sebagaimanadimaksud dalam Pasal 9.
2. Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang
ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
3. Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah
terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak berlaku.
Pasal 15
Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota menugaskan bidan
praktek mandiri tertentu untuk melaksanakan program pemerintah.
1. Bidan praktek mandiri yang ditugaskan sebagai pelaksana program
pemerintah berhak atas pelatihan dan pembinaan dari pemeritah
daerah provinsi/kabupaten/kota.
Pasal 16
12
1. Pada daerah yang belum memiliki dokter, pemerintah dan
pemerintah daerah harus menempatkan bidan dengan pendidikan
minimal Diploma III Kebidanan.
2. Apabila tidak terdapat tenaga bidan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pemerintah dan pemerintah daerah dapat
menempatkan bidan yang telah mengikuti pelatihan.
3. Pemerintah daerah propinsi/kabupaten/kota bertanggung jawab
menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan
pelayanan di daerah yang tidak memilki dokter.
Pasal 17
1. Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi
persyaratan meliputi :
a. Memiliki tempat praktek, ruangan praktik dan peralatan
untuk tindakan asuhan kebidanan, serta peralatan untuk
menunjang pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan pra
sekolah yang memenuhi persyaratan lingkungan sehat.
b. menyediakan maksimal 2 ( dua ) tempat tidur untuk
persalinan memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
2. Ketentuan persyaratan tempat praktik dan peralatan sebagaim
ana dimaksud pada ayat (1) satu tercantum dalam Lampiran
Peraturan ini
Pasal 18
1. Dalam melaksanakan praktek/kerja, bidan berkewajiban untuk :
a. Menghormati hak pasien
b. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien
dan pelayanan yang dibutuhkan
13
c. Merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat
ditangani dengan tepat waktu.
d. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan,
e. Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan pera-
turan perundang-undangan
f. Melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelayanan lain
-nya secara sistematis
g. Mematuhi standar.
h. Melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan prakti
k kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian.
i. Bidan dalam menjalankan praktik/kerja senantiasa
meningkatkan mutu pelayanan profesinya,dengan mengikuti
perkembangan iptek melalui pendidikan dan pelatihan sesuai
dengan bidang tugasnya.
j. Bidan dalam menjalankan praktik kebidanan harus membantu
program pemerintah dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
Pasal 19
Dalam melaksanakan praktek bidan mempunyai hak :
1. Memperoleh perlindungan hukum dalam pelaksanaan praktik/kerja
sepanjang sesuai dengan standar
2. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien
dan/atau keluarganya
3. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar
4. Menerima imbalan jasa profesi.
14
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN
B. Pembahasan
15
Perdagangan bayi adalah praktik jual beli bayi yang dilakukan oleh
oknum tertentu dengan tujuan memperoleh imbalan berupa uang demi
kepentingan pribadinya. Perdagangan bayi ini merupakan tindakan
yang dilarang karena akan merugikan semua pihak. Telaah dan
penanganan kasus perdagangan bayi ini dapat dikaji dari beberapa
sudut pandang, diantaranya:
1. Perdagangan bayi dari sudut pandang hukum.
Tindakan bidan yang melakukan perdagangan bayi merupakan
tindakan yang melanggar hukum dan dapat terjerat hukum pidana.
Tindakan tersebut melanggar Pasal 83 UU No.23 tahun 2003
mengenai Perlindungan Anak yang berbunyi “Setiap orang yang
memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk diri sendiri
atau untuk dijual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling
sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Pidana penjara
ini bertujuan agar memberikan efek jera kepada si pelaku. Selain itu,
perlindungan hukum terhadap anak diatur dalam Undang-Undang
No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 59
menyebutkan bahwa pemerintah dan lembaga negara berkewajiban
dan bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan khusus
kepada anak dalam situasi dadurat, anak yang berhadapan dengan
hukum, anak-anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak-
anak yang tereksploitasi secara ekonomi dan/ atau seksual serta
anak yang diperdagangkan.
2. Baby Trafficking dari sudut pandang moral
Moral adalah nilai yang berlaku sehingga menimbulkan baik
dan buruk suatu tindakan dengan tidak merugikan orang lain
berdasarkan nurani diri. Tindakan bidan yang melakukan
perdagangan bayi ini jelas melanggar moral karena tindakan
tersebut menimbulkan kerugian bagi orang lain. Bidan yang
16
melakukan perdagangan bayi telah melanggar Hak Asasi Manusia
untuk mendapatkan perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, harta benda, dan rasa aman serta untuk
bebas dari penyiksaan. Selain mendapat jeratan pidana dari
penegak hukum, bidan yang melakukan perdagangan juga akan
selalu terbayang-bayang akan tindakan yang telah dilakukan
sehingga perasaan bersalahnya membuat bidan tersebut hidup
tidak tentram.
3. Perdagangan bayi dari sudut pandang sosial
Bidan yang melakukan perdagangan bayi akan mendapat
sanksi sosial berupa gunjingan, hinaan, bahkan cemooh dari
masyarakat. Bidan tersebut juga akan kehilangan kepercayaan dari
masyarakat karena tindakannya tersebut. Dan ketika bidan itu telah
mendapat sanksi hukum dan telah keluar dari penjara maka sanksi
sosial akan terus bertambah, bahkan bisa saja masyarakat menolak
untuk menerima kembali bidan tersebut masuk menjadi bagian dari
masyarakat tersebut. Jika hal tersebut terus terjadi, maka dampak
jangka panjang yang akan diperoleh bidan tersebut adalah ia akan
kehilangan sumber penghasilan dan secara otomatis kehidupan
sosial ekonominya akan menjadi bermasalah.
4. Perdagangan bayi dari sudut pandang Kode Etik Bidan
Kode Etik Bidan adalah norma-norma yang harus diindahkan
oleh setiap bidan dalam rangka menjalankan tugas profesinya di
masyarakat dan yang memberikan tuntunan serta arahan bagi
anggota dalan melaksanakan pengabdian. Kode Etik ini adalah
aturan yang dijunjung tinggi dan wajib dipatuhi oleh setiap
anggotanya. Dalam kode etik diatur bahwa seorang bidan harus
menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan
memlihara citra bidan, serta mendahulukan kepentingan klien
menghormati hak klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku
dimasyarakat. Hal tersebut menunjukkan bahwa tindakan baby
17
trafficking adalah salah satu tindakan yang melanggar kode etik
sehingga pelanggaran ini dapat di perkarakan baik oleh organisasi
kebidanan maupun hingga aparat hukum. Bidan yang melakukan
tindakan baby trafficking sangat jelas telah melanggar kode etik
sanksi yang diberikan oleh organisasi IBI yaitu rekomendasi
pencabutan dari organisasi profesi (IBI). PERMENKES RI NO
1464/MENKES/PER/X/2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan
Praktik Bidan Bab V pasal 23 “Dalam rangka pelaksanaan
pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, Menteri,
pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kab/kota dapat
memberikan tindakan administratif kepada bidan yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam
Peraturan ini organisasi kebidanan” tindakan administratif berupa
pencabutan SIPB apabila terbukti melakukan tindakan
perdagangan bayi.
18
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perdagangan bayi oleh bidan adalah tindakan yang melanggar
Pasal 83 UU No.23 tahun 2003 mengenai Perlindungan Anak yang
berbunyi “Setiap orang yang memperdagangkan, menjual, atau
menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3
(tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah).
Bidan yang melakukan perdagangan bayi akan selalu merasa
bersalah dan ketakutan dalam menjalani kehidupannya. Selain itu
sanksi social juga akan ia dapatkan dari masyarakat berupa hinaan,
gunjingan bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Bidan pun akan
mendapatkan sanksi dari organisasi IBI berupa rekomendasi
pencabutan dari organisasi profesi (IBI).
B. Saran
Penulis berharap pengawasan dari pihak-pihak yang berwajib lebih
diperketat, sehingga tindakan-tindakan kriminal yang membuat
kerugian di masyarakat menjadi berkurang. Penulis juga mengharapkan
bidan, selaku tokoh yang menjadi panutan dimasyarakat lebih
bertanggung jawab dalam menjalankan tugas profesinya.
19
DAFTAR PUSTAKA
20