com/doc/143389482/Teori-Madeline-Leininger
https://engagedscholarship.csuohio.edu/cgi/viewcontent.cgi?
article=1020&context=tdr
1. Model Keperawatan
Pada tahun 1970-an dan awal 1980-an, Mendeline Leininger membuat model
konseptual tentang pemberian asuhan transkultural. Konsepnya : “Sunrise Model”
dipublikasikan diberbagai buku dan artikel jurnal dan menarik banyak perhatian
dari berbagai penjuru dunia
Asuhan
Budaya
Asuhan Transkultural
Case Study
Pendidikan : D IV bidan
Suku : Batak
Agama : Kristen
Selama hamil, ibu Mona rajin berenang, suka makan buah dan rutin
memeriksakan kehamilannya ke dokter kandungan.
Dan diprediksi melalui USG anaknya perempuan tetapi masih ada harapan yang
besar bagi mereka, bahwa nantinya anak mereka lahir laki-laki. Hal ini
disebabkan karena suaminya adalah anak tunggal dan diharapkan sebagai ahli
waris nantinya.
Akhirnya dia mau caesar, akan tetapi rasa cemas dan takut terus menghantuinya.
Disamping rasa takut tersebut ada juga rasa malu karena bagian perutnya hitam-
hitam padahal ia adalah seorang bidan.
Setelah operasi selesai, keluarganya datang, tapi mereka kurang puas karena
mereka tidak dapat langsung menggendong sibayi dan suster/ perawatnya kurang
memperhatikan bayinya. Lebih dikesalkannya siibu tidak bisa menyusui anaknya
karena air susunya tidak bisa keluar.
Pengkajian
Nyonya Mona sinaga, usia 26 tahun, wanita, status menikah, kehamilan pertama,
tinggal bersama orang mertua (orang tua suami), hubungan dengan orang tua/
mertua erat, penggambilan keputusan secara musyawarah.
Agama Kristen protestan, intensitas ibadah selama hamil meningkat. Ibu mona
menginginkan anak pertamanya laki-laki karena merupakan penerus marga dalam
keluarganya (suku batak) ditambah lagi karena suaminya adalah anak tunggal
walaupun berdasarkan hasil USG diprediksi anak mereka perempuan.
3. Faktor Teknologi
Selama hamil ibu mona rutin dalam memeriksakan kandungannya setiap bulan,
selama kehamilan, klien pernah USG dan hasil dari USG diprediksikan ibu mona
akan melahirkan bayi perempuan. Pada saat melahirkan, ibu mona dioperasi.
4. Faktor Pendidikan
Pendidikan ibu mona adalah D IV bidan, dan suaminya adalah sarjana Ekonomi.
Pekerjaan ibu mona dan suami adalah sebagai PNS. Pengetahuan ibu mona
mengenai persalinan cukup luas karena profesi beliau adalah bidan.
5. Faktor Ekonomi (Economical Factor)
Klien seorang PNS, biaya persalinan tidak jadi masalah (ditangguna bersama),
jumlah anak yang ditanggung tidak ada, selama kehamilan klien dan suami telah
mempersiapkan biaya untuk keperluan selama hamiln dan biaya persalinan
dengan cara menabung.
Waktu melahirkan ibu dibolehkan ditunggui oleh suami, tetapi tidak diizinkan
bagi keluarga keruang operasi. Saat bayi sudah lahir, keluarga tidak langsung
diizinkan mengendong bayi karena bayi dimasukan keruang bayi untuk
mendapatkan perawatan.
Diagnosa Keperawatan
Tidak ada rasa tabu/ malu dari klien ketika yang membantu persalinan dokter laki-
laki.
Klien tidak percaya hasil USG, karena latar belakang kulturalnya sebagai suku
batak yang sangat menginginkan anak laki-laki.
Respon klien yang dilatar belakangi budayanya yakni adanya rasa malu ketika
perutnya dibuka.
Evaluasi
Ketidakpuasan klien terhadap pelayanan dari rumah sakit tersebut, karena : klien
tidak bisa bertemu langsung dengan bayinya, dan kurangnya pelayanan
keperawatan bayi karena bayi kurang diperhatikan.
Perawat kurang memperhatikan kebutuhan klien seperti cuek, tidak peduli dengan
klien.
Kesimpulan
dilihat dari kasus, dapat disimpulkan bahwa tim medis khususnya perawat yang
ada di rumah sakit tersebut kurang dapat menerapkan konsep teori Leininger
dalam pemberian asuhan keperawatan.
Saran
Hendaknya ada pemberian informasi yang jelas dari perawat kepada klien,
sehingga tidak ada suatu penolakan dari klien dalam pengobatannya.
Walaupun klien termasuk orang yang berpendidikan dalam medis, hendaknya
klien menerima anjuran yang diberikan dokter yang menanganinya.
Salah satu teori yang diungkapkan pada midle range theory adalah
Transcultural Nursing Theory. Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan
dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konsep
keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai
kultural yang melekat dalam masyarakat. Leininger beranggapan bahwa sangatlah
penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan
asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan
mengakibatkan terjadinya cultural shock.
Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat
tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini
dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan
beberapa mengalami disorientasi. Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah
ketika klien sedang mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau negara
diperbolehkan seseorang untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak
atau menangis. Tetapi karena perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya
dengan meringis pelan, bila berteriak atau menangis akan dianggap tidak sopan,
maka ketika ia mendapati klien tersebut menangis atau berteriak, maka perawat
akan memintanya untuk bersuara pelan-pelan, atau memintanya berdoa atau malah
memarahi pasien karena dianggap telah mengganggu pasien lainnya. Kebutaan
budaya yang dialami oleh perawat ini akan berakibat pada penurunan kualitas
pelayanan keperawatan yang diberikan.
PENGERTIAN
Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi
dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan
keperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam
memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku Caring semestinya
diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan,
masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Human caring secara
umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan dukungan dan
bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring merupakan fenomena yang
universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satu
tempat dengan tempat lainnya.
1. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang
dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan
mengambil keputusan.
2. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan
atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan
melandasi tindakan dan keputusan.
5. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
10. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,
kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung
atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk
mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup
dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.
1. Manusia
2. Sehat
3. Lingkungan
4. Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang
budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai
dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan
adalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi
budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and
Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada
pada "Sunrise Model" yaitu :
a. Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau
mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan
kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan
berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan
kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien
tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan saat ini.
b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang
amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang
sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di
atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat
adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien
terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang
berdampak positif terhadap kesehatan.
c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama
lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan
hubungan klien dengan kepala keluarga.
d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan
oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma
budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas
pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah :
posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan
membersihkan diri.
e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan
keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji
pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan
jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara
pembayaran untuk klien yang dirawat.
f. Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber
material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh.
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan
klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,
biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor
atau patungan antar anggota keluarga.
g. Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam
menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi
pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh buktibukti
ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi
terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang
perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis
pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri
tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural
yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan
ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang
diyakini.
Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap
keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau
beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan
budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.
KESIMPULAN
Dari uraian yang telah dijabarkan pada bab terdahulu tentang penerapan asuhan
keperawatan Transkultural dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Keperawatan transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan keperawatan
yang difokuskan kepada individu dan kelompok untuk mempertahankan,
meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar belakang budaya
2. Pengkajian asuhan keperawatan dalam konteks budaya sangat diperlukan untuk
menjembatani perbedaan pengetahuan yang dimiliki oleh perawat dengan klien
3. Diagnosa keperawatan transkultural yang ditegakkan dapat mengidentifikasi
tindakan yang dibutuhkan untuk mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, membentuk budaya baru yang sesuai dengan kesehatan atau bahkan
mengganti budaya yang tidak sesuai dengan kesehatan dengan budaya baru.
4. Perencanaan dan pelaksanaan proses keperawatan transkultural tidak dapat begitu
saja dipaksakan kepada klien sebelum perawat memahami latar belakang budaya
klien sehingga tindakan yang dilakukan dapat sesuai dengan budaya klien.
5. Evaluasi asuhan keperawatan transkultural melekat erat dengan perencanaan dan
pelaksanaan proses asuhan keperawatan transkultural.
REFERENSI
Andrew . M & Boyle. J.S, (1995), Transcultural Concepts in Nursing Care, 2nd Ed,
Philadelphia, JB Lippincot Company
Fitzpatrick. J.J & Whall. A.L, (1989), Conceptual Models of Nursing : Analysis and
Application, USA, Appleton & Lange
Giger. J.J & Davidhizar. R.E, (1995), Transcultural Nursing : Assessment and
Intervention, 2nd Ed, Missouri , Mosby Year Book Inc
Iyer. P.W, Taptich. B.J, & Bernochi-Losey. D, (1996), Nursing Process and Nursing
Diagnosis, W.B Saunders Company, Philadelphia
Swasono. M.F, (1997), Kehamilan, kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam
Konteks Budaya, Jakarta, UI Press
Royal College of Nursing (2006), Transcultural Nursing Care of Adult ; Section One
Understanding The Theoretical Basis of Transcultural Nursing Care
Ditelusuri tanggal 14 Oktober 2006 dari
http://www.google.com/rnc.org/transculturalnursing