Anda di halaman 1dari 2

Al-Qur’an Sebagai Mukjizat Terbesar

Setiap nabi pasti memiliki mukjizat, hal itu merupakan suatu bentuk keistemawaan yang
diberikan Allah Swt dan sebagai bukti yang dutunjukkan kepada kaumnya pada masa setiap
nabi, bahwa mereka benar menerima risalah dari Allah Swt untuk disampaikan kepada kaumnya.
Maka dalam hal ini nabi Muhammad Saw memiliki mukjizat khusus yang diberikan Allah Swt
yang mana keistimewaan mukjizatnya tidak dimiliki oleh nabi-nabi sebelumnya yang terbatas
oleh ruang dan waktu, artinya hanya diperlihatkan pada umat tertentu dan masa tertentu, adapun
mukjizat tersebut ialah al-Qur’an.

Al-Qur’an secara harfiah berarti “bacaan sempurna” merupakan suatu nama pilihan Allah
yang sungguh tepat, karena tiada suatu bacaan pun sejak manusia mengenal tulis dan baca lima
ribu tahun yang lalu yang dapat menandingi Al-Qur’an Al-Karim, bacaan sempurna lagi mulia
itu.1 Al-Qur’an bersifat universal dan abadi yakni berlaku untuk semua umat manusia sampai
akhir zaman.2 Karena itu, al-Qur’an adalah sebagai mukjizat terbesar dari semua mukjizat-
mukjizat yang diberikan Allah Swt kepada para Nabi sebelumnya dan kepada Nabi Muhammad
Saw sendiri.

Mukjizat menurut bahasa ialah suatu hal yang luar biasa, yang menyalahi kebiasaan,
dinampakan Allah Swt kepada seorang Nabi, untuk menyiratkan kenabiannya dan manusia biasa
tidak dapat berbuat seperti itu.3

Menurut al-Jurjani mukjizat ialah suatu hal yang luar biasa yang menyalahi kebiasaan,
mengajak kepada kebaikan dan kebahagiaan disertai dakwaan kenabian, bertujuan untuk
menampakan kebenaran orang yang mendakwakan bahwa dia adalah seorang utusan dari Allah
Swt.4

Zaman Nabi Muhammad Saw adalah zaman keemasan kesusastraan Arab, maka mukjizat
utamanya adalah al-Qur’an, kitab suci yang ayat-ayatnya mengandung nilai sastra yang amat

1
M.Quraish Shihab, Wawasan al-Quran : Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat ( Bandung : Mizan
Pustaka 2007 )
2
Said Agil Husin Al-Munawwar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki (Jakarta : Ciputat
Press, 2002), 32.
3
Majma’ al-Lughah al-„Arabiyah, al-Mu’jam al-Wasit, Jilid II, 585.
4
Ali bin Muhammad al-Jurjani, al-Ta‟rifat, cet. Ke-II (Bairut-Libnan: Dar al-Kutub al-„Ilmiyah, 1424 H /
2003 M), 217.
tinggi sehingga tidak ada seorang pun dapat membuat serupa dengan al-Qur’an. Ajaran al-
Qur’an kekal selama-lamanya dan menyempurnakan ajaran-ajaran dalam kitab-kitab sebelumnya

Al-Qur’an sebagai suatu mukjizat yang terbesar maksudnya adalah karena ia kekal abadi.
Mukjizat yang pernah diberikan Allah Swt kepada para Rasul-Nya, semenjak Nabi Adam As
sampai Nabi Muhammad Saw sudah berlalu dan tidak dapat melihatnya. Mukjizat yang pernah
diberikan Allah Swt sudah berlalu dan tidak dapat dilihat. Mukjizat-mukjizat itu sudah ada dan
sudah pernah terjadi, tetapi kita tidak dapat merasa dan menghayatinya serta mengalaminya.
Berbeda halnya dengan al-Qur’an, ia adalah sebagai mukjizat terbesar, ia kekal abadi. Umat
Islam dan umat lainnya dapat memegang, membaca, menghayati, memahami, mengamalkan
isinya untuk mencapai kebahagiaan dunia dan keselamatan di akhirat nanti.5

Al-Qur‟an adalah mukjizat terbesar dari semua mukjizat Nabi-Nabi terdahulu, dan ia pun
terbesar dari sejumlah mukjizat Muhammad sendiri yang bersifat hissi (nyata). Itulah wahyu
samawi yang disampaikan kepada Nabi-Nya al-Amin agar menjadi cahaya dan rahmat bagi alam
semesta. Dia merupakan mukjizat Islam yang abadi sebagai saksi kebenaran Rasul, yang
sekaligus membuktikan keagungan Islam dan kelanggengannya.

Betapa menakjubkan rangkaian al-Qur’an dan betapa indah susunannya. Tidak ada
kontradiksi dan perbedaan didalamnya, padahal ia memaparkan banyak segi yang dicakupnya,
seperti kisah dan nasihat, argumentasi, hikmah dan hukum, tuntutan dan peringatan, janji dan
ancaman, kabar gembira dan berita duka, serta akhlak mulia, budi pekerti, prilaku baik dan lain
sebagainya. Sementara itu kita dapatkan kalam pujangga pentolan, penyair ulung dan orator
agitator akan berbeda-beda dan berlainan sesuai dengan perbedaan hal-hal tersebut. Di antara
penyair ada yang hanya pandai memuji, tetapi tidak pandai mencaci. Ada yang unggul dalam
kelalaian, tetapi tidak pandai dalam peringatan. Ada pula yang hanya pandai melukiskan unta
dan kuda, memerikan perjalanan malam, menggambarkan peperangan, taman, khamar, senda
gurau, cumbuan dan lain-lainnya yang dapat dicakup dalam syair dan dituangkan dalam kalam.
Oleh karena itu maka dijadikanlah Umru'ul Qais sebagai contoh dalam berkendaraan, al-
Nabighah sebagai contoh dalam mengancam dan Zuhair dalam membujuk. Demikian ini pun
akan berbeda-beda pula dalam hal pidato, surat menyurat dan jenis-jenis kalam lainnya.6

5
Said Agil Husin Al-Munawwar, Al-Qur‟an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, 37.
6
Manna Khalil al-Qatan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an, Terjemahan Mudzakir As (Bogor: Lentera Antar
Nusa, 2009), 385.

Anda mungkin juga menyukai