Anda di halaman 1dari 4

NAMA : Fauzialdi Ibrahim

NIM : 180303002

1. Mejaga pandangan: al-Qardhawi menegaskan bahwa pandangan yang terjaga, adalah


apabila memandang kepada lawan jenis, tidak mengamati secara intens keelokannya dan
tidak lama menoleh kepadanya, serta tidak melekatkan pandangannya kepada sesuatu yang
dilihatnya itu. Terkait dengan hal ini, disebutkan riwayat Ahmad dalam Musnad-nya yang
bersumber dari Abu Hurairah RA. dijelaskan bahwa Rasulullah SAW. bersabda: “Setiap
keturunan Adam ada bagian yang dianggap sebagai zina; kedua mata dianggap berzina,
dan zinanya adalah melihat [kepada yang haram]; kedua tangan dianggap berzina, dan
zinanya adalah menyentuh [kepada yang haram]; kedua kaki dianggap berzina, dan zinanya
adalah berjalan [ke tempat yang haram]; mulut dianggap berzina dianggap berzina, dan
zinanya adalah mencium [kepada yang haram], sementara hati berkeinginan dan berkhayal
[melakukan zina itu] dan kemaluan pun membenarkannya atau mengingkarinya”.

Dari hadis ini dapat terlihat jelas bahwa beberapa bagian dari manusia, seperti mata,
tangan, kaki, dan mulut, dapat dianggap berzina -dalam arti konotatif- apabila dilakukan
dengan syahwat, yang ditandai dengan keinginan dan khayalan dalam hati untuk berzina,
sedangkan kemaluannya pun ‘bereaksi’ untuk membenarkan keinginan berzina itu atau
mengingkarinya. Hal ini mengindikasikan bahwa pandangan yang bersyahwat bukan saja
membahayakan kemurnian budi pekerti, bahkan akan merusak kestabilan berpikir dan
ketentraman hati. Karena itulah agama Islam menegaskan bahwa yang pertama kali dijaga
adalah pandangan, sebelum menjaga kemaluannya karena semua yang terjadi itu bermula
dari pandangan mata, laksana api besar bermula dari lilitan kecil. Pada awalnya dimulai dari
pandangan, kemudian terlintas dalam pikiran, lalu menjadi langkah, dan selanjutnya terjadi
dosa ataupun kesalahan. Maka dari itu, dikatakan bahwa barang siapa yang mampu
menjaga pandangan, pikiran, ucapan, dan tindakan, berarti dia telah menjaga agamanya.

Dari uraian ini, dapat diketahui bahwa ‘menjaga pandangan’ merupakan sesuatu yang
sangat diperhatikan dan ditekankan dalam Islam, karena pandangan inilah yang menjadi
pemicu utama munculnya tindakan-tindakan asusila dan kriminalitas di masyarakat. Oleh
karena itu, ‘cuci mata’ nampaknya menjadi hal yang sebaiknya perlu dihindari oleh kita
sebagai muslim, karena dapat mengarah kepada hal-hal yang negatif.

Hukum seorang pria memandang wanita dirinci menjadi enam:

Pertama: Memandang wanita non mahram tanpa ada hajat, hal itu tidak dibolehkan.
Alasannya adalah surah An-Nuur ayat 30 yang sedang dikaji.

Kedua: Memandang istri, boleh melihat seluruh tubuhnya.

Dalilnya di antaranya adalah hadits,

ْ ‫ك إِالَّ ِم ْن َزوْ َجتِكَ أَوْ َما َملَ َك‬


َ ُ‫ت يَ ِمين‬
‫ك‬ ْ َ‫احْ ف‬
َ َ‫ظ عَوْ َرت‬
“Jagalah auratmu kecuali dari istrimu atau budak yang kau miliki.” (HR. Abu Daud, no. 4017
dan Tirmidzi, no. 2769, hasan).

Ibnu Hajar berkata, “Yang dipahami dari hadits ‘kecuali dari istrimu’ menunjukkan bahwa
istrinya boleh-boleh saja memandang aurat suami. Hal ini diqiyaskan pula, boleh saja suami
memandang aurat istri.” (Fath Al-Bari, 1:386). Dan yang berpandangan bolehnya
memandang aurat satu sama lain antara suami istri adalah pendapat jumhur ulama
(mayoritas). (Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 32:89)

Ketiga: Memandang wanita yang masih mahramnya dibolehkan selain antara pusar dan
lutut. Dalilnya adalah surah An-Nuur ayat 31.

Keempat: Memandang demi alasan ingin menikahi wanita. Hal ini dibolehkan yaitu dengan
memandang wajah dan kedua telapak tangan.

Dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku pernah berada
di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamlalu datang seseorang dan ia mengabarkan kepada
beliau bahwa ia ingin menikahi wanita Anshar. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallamberkata padanya, “Apakah engkau telah nazhar(memandang) dirinya?” “Belum”,
jawab dia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamlantas bersabda,

‫ار َش ْيئًا‬
ِ ‫ص‬َ ‫فَ ْاذهَبْ فَا ْنظُرْ إِلَ ْيهَا فَإ ِ َّن فِى أَ ْعيُ ِن األَ ْن‬

“Pergilah dan lihatlah baik-baik padanya karena di mata wanita Anshar terdapat sesuatu.”
Yaitu mata wanita Anshar itu berbeda dengan mata wanita lainnya sehingga perlu dilihat
agar tidak terkejut. (At-Tadzhib, hlm. 175)

Memandang wanita yang ingin dinikahi di sini hanya pada wajah dan kedua telapak tangan
karena tidak ada hajat untuk melihat anggota tubuh lainnya. (Lihat At-Tadzhib, hlm. 176)

Kelima:  Memandang wanita dalam rangka berobat, boleh pada bagian yang dibutuhkan
saja.

Keenam: Memandang wanita karena keperluan persaksian atau muamalat, boleh melihat
pada wajah saja.

Menjaga kemaluan disini maksudnya ialah menjaga alat repeoduksinya baik laki2 mau pun
perempuan dari hal2 yang haram seperti zina, liwath, membuka aurat, dan perbuatan
lainnya yang diharamkan oleh Allah.
Bahkan dianjurkan untuk memakai alat produksi itu pada tempatnya, waktu yg tepat dan
orang yang tepat.
‫‪Bahkan sampai menampakkan perhiasan jangan di perlihatkan kepada lelaki yang bukan‬‬
‫‪mahram, kecuali yang biasa nampak dari pakaian yang di pakainya akab tetapi jika itu tidak‬‬
‫‪menimbulkan fitnah baginya‬‬
‫‪Bahkan dalam tafsir Al Muyassar di jelaskan dan hendaklah mereka menutupkan kain‬‬
‫‪kerudungnya ke atas belahan pakaian yang ada di dadanya sebagian atas dan menutup‬‬
‫‪mukanya sebagai kesempurnaannya.‬‬

‫‪2. Kepada suami mereka, ayah mereka, ayahh suami mereka, putra2 mereka, putra2 suami‬‬
‫‪mereka, saudara laki2 mereka, putra2 saudara laki2 mereka, putra2 saudara perempuan‬‬
‫‪mereka, wanita2 islam , budak2 yang mereka miliki, pelayan2 laki2 yang tidak mempunyai‬‬
‫‪kinginan terhadap wanita, atau anak2 yang belum mengerti tengang aurat wanita.‬‬

‫‪3. A. Shahih muslim dalam kitab haji bab safar perempuan bersama mahramnya ketika haji‬‬
‫‪dan sebagainya, hadits no 2391‬‬

‫=ر‪َ ،‬ح= َّدثَنَا‬‫ان‪ ، ‬قَ==ا َل أَبُو بَ ْك= ٍ‬ ‫ب‪ِ  ‬كاَل هُ َما‪َ ،‬ع ْن‪ُ  ‬س= ْفيَ َ‬ ‫َح َّدثَنَا‪ ‬أَبُو بَ ْك ِر ب ُْن أَبِي َش ْيبَةَ‪َ  ، ‬و ُزهَ ْي ُر ب ُْن َحرْ ٍ‬
‫س‪ ، ‬يَقُو ُل ‪:‬‬ ‫ْت‪ ‬اب َْن َعبَّا ٍ‬ ‫ار‪َ ، ‬ع ْن‪ ‬أَبِي َم ْعبَ ٍد‪ ، ‬قَا َل ‪َ :‬س ِمع ُ‬ ‫ان ب ُْن ُعيَ ْينَةَ‪َ ،‬ح َّدثَنَا‪َ  ‬ع ْمرُو ب ُْن ِدينَ ٍ‬ ‫ُس ْفيَ ُ‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَ ْخطُبُ ‪ ،‬يَقُو ُل ‪ " :‬اَل يَ ْخلُ = َو َّن‪َ  ‬ر ُج= ٌل بِ==ا ْم َرأَ ٍة إِاَّل َو َم َعهَا‪ُ  ‬ذو‬ ‫ي َ‬ ‫ْت النَّبِ َّ‬
‫َس ِمع ُ‬
‫َمحْ َر ٍم‪َ ، ‬واَل تُ َسافِ ِر ْال َمرْ أَةُ إِاَّل َم َع ِذي َمحْ َر ٍم "‪ .‬فَقَا َم َر ُجلٌ‪ ،‬فَقَا َل ‪ :‬يَا َرسُو َل هَّللا ِ‪ ،‬إِ َّن ا ْم== َرأَتِي‬
‫ك‬ ‫=ز َو ِة َك= َذا َو َك= َذا‪ ،‬قَ==ا َل ‪ " :‬ا ْنطَلِ= ْق‪ ،‬فَ ُح َّج َم= َع ا ْم َرأَتِ= َ‬ ‫ْت‪ ‬فِي َغ= ْ‬ ‫ت َحا َّجةً‪َ ،‬وإِنِّي‪ ‬ا ْكتُتِب ُ‬ ‫‪َ ".‬خ= َر َج ْ‬
‫=رو‪ ‬بِهَ = َذا اإْل ِ ْس =نَا ِد‪ ،‬نَحْ = َوهُ ) ‪(...‬‬ ‫=ع ال َّز ْه= َرانِ ُّي‪َ ، ‬ح= َّدثَنَا‪َ  ‬ح َّما ٌد‪َ ، ‬ع ْن‪َ  ‬ع ْم= ٍ‬ ‫َ‬
‫‪َ .‬و َح= َّدثَنَاهُ‪ ‬أبُو ال َّربِي= ِ‬
‫ان ْال َم ْخ== ُزو ِم ُّي‪َ ،‬ع ِن‪ ‬اب ِْن ) ‪(...‬‬ ‫َو َح== َّدثَنَا‪ ‬اب ُْن أَبِي ُع َم== َر‪َ ، ‬ح== َّدثَنَا‪ِ  ‬ه َش==ا ٌم‪ ، ‬يَ ْعنِي اب َْن ُس==لَ ْي َم َ‬
‫ْج‪ ‬بِهَ َذا اإْل ِ ْسنَا ِد‪ ،‬نَحْ َوهُ‪َ ،‬ولَ ْم يَ ْذ ُكرْ ‪ " :‬اَل يَ ْخلُ َو َّن‪َ  ‬ر ُج ٌل بِا ْم َرأَ ٍة‪ ،‬إِاَّل َو َم َعهَا ُذو َمحْ َر ٍم‬
‫‪ُ ".‬ج َري ٍ‬

‫‪B. Sunan Tarmidzi dalam kitab fitan, hadist no 2165‬‬

‫يع‪ ، ‬قَا َل ‪َ :‬ح َّدثَنَا‪ ‬النَّضْ ُر ب ُْن إِ ْس َما ِعي َل أَبُو ْال ُم ِغي َر ِة‪َ ، ‬ع ْن‪ُ  ‬م َح َّم ِد ب ِْن ُس =وقَةَ‪، ‬‬ ‫َح َّدثَنَا‪ ‬أَحْ َم ُد ب ُْن َمنِ ٍ‬
‫ار‪َ ، ‬ع ِن‪ ‬اب ِْن ُع َم َر‪ ‬قَا َل ‪َ :‬خطَبَنَا‪ُ  ‬ع َم ُر‪ ‬بِ ْال َجابِيَ = ِة فَقَ==ا َل ‪ :‬يَا أَيُّهَا النَّاسُ ‪ ،‬إِنِّي‬ ‫َع ْن‪َ  ‬ع ْب ِد هَّللا ِ ب ِْن ِدينَ ٍ‬
‫ين‬‫ص = َحابِي ثُ َّم الَّ ِذ َ‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فِينَا‪ ،‬فَقَا َل ‪ " :‬أُ ِ‬
‫وصي ُك ْم بِأ َ ْ‬ ‫ُول هَّللا ِ َ‬
‫ت فِي ُك ْم َك َمقَ ِام َرس ِ‬ ‫قُ ْم ُ‬
‫ف‪َ ،‬ويَ ْش =هَ َد َّ‬
‫الش =ا ِه ُد‬ ‫=ف ال َّر ُج= ُل َواَل ي ُْس =تَحْ لَ ُ‬ ‫ين يَلُونَهُ ْم‪ ،‬ثُ َّم يَ ْف ُشو ْال َك ِذبُ َحتَّى يَحْ لِ= َ‬ ‫يَلُونَهُ ْم ثُ َّم الَّ ِذ َ‬
‫ان‪َ ،‬علَ ْي ُك ْم بِ ْال َج َما َع = ِة‪َ ،‬وإِيَّا ُك ْم‬ ‫ان ثَالِثَهُ َما َّ‬
‫الش = ْيطَ ُ‬ ‫َواَل يُ ْستَ ْشهَ ُد‪ ،‬أَاَل ‪ ‬اَل يَ ْخلُ َو َّن‪َ  ‬ر ُج ٌل بِا ْم َرأَ ٍة إِاَّل َك َ‬
‫اح= ِد‪َ ،‬وهُ= َو ِم ْن ااِل ْثنَي ِْن أَ ْب َع= ُد‪َ ،‬م ْن أَ َرا َد‪ ‬بُحْ بُو َح= ةَ‪ْ  ‬ال َجنَّ ِة فَ ْليَ ْل= َز ِم‬ ‫ان َم َع ْال َو ِ‬ ‫َو ْالفُرْ قَةَ ؛ فَإ ِ َّن ال َّش ْيطَ َ‬
‫ص= ِحي ٌح‬ ‫يث َح َس= ٌن َ‬ ‫=ؤ ِم ُن "‪ .‬هَ= َذا َح= ِد ٌ‬ ‫ْال َج َما َعةَ‪َ ،‬م ْن َس= َّر ْتهُ َح َس=نَتُهُ َو َس=ا َء ْتهُ َس=يِّئَتُهُ فَ= َذلِ ُك ُم ْال ُم= ْ‬
‫يث‬ ‫ي هَ = َذا ْال َح= ِد ُ‬ ‫َغ ِريبٌ ِم ْن هَ َذا ْال َوجْ ِه‪َ ،‬وقَ ْد َر َواهُ اب ُْن ْال ُمبَا َر ِك َع ْن ُم َح َّم ِد ب ِْن سُوقَةَ‪َ ،‬وقَ ْد ر ُِو َ‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ ‫‪ِ .‬م ْن َغي ِْر َوجْ ٍه‪َ ،‬ع ْن ُع َم َر‪َ ،‬ع ِن النَّبِ ِّي َ‬
‫‪Pesan yang terkandung dari kedua hadist ini ialah :‬‬
Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali wanita itu
disertai mahramnya. Dan seorang wanita juga tidak boleh bepergian sendirian, kecuali
ditemani oleh mahramnya.
Karena ditakutkan terjadinya pelecehan terhadap wanita jikalau keluar tanpa hamramnya

Anda mungkin juga menyukai