Anda di halaman 1dari 15

FARMAKOTERAPI 1

“UJIAN AKHIR SEMESTER”

OLEH :

NAMA : FIRMAN OKTIVENDRA

NIM : O1A118139

KELAS : C

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020
SOAL UAS JANUARI FARMAKOTERAPI 1
PENGAMPU: SUNANDAR IHSAN

SOAL 1
AM seorang bapak umur 61 tahun ke klinik karena batuk tanpa hemoptisis, napas pendek, nyeri dada, BB yang
mulai menurun. ISPA 2 bulan terakhir dengan sesekali hemoptysis. Merokok 1 bungkus/hari sejak awal umur 30
tahun namun berhenti total 10 tahun lalu. Tinggal di pinggir kota mengelola kafe sejak 10 tahun lalu.
Dia mengalami GERD terkontrol dengan lanzoprazole 30 mg/hari, hipertensi yang terkontrol dengan lisinopril 20
mg/hari. Bapaknya menderita kanker kolorektal namun sembuh, ibunya sehat wal afiat.
TD 125/69 mmHg, RR26 x/menit, Nadi 80 x/menit, Suhu 37,20 C.
Hasil CT scan dan PET ditemukan massa 3 cm lobus kanan bawah paru dengan kelenjar limfe bagian ipsilateral.
Hasil biopsy ditemukan adenokarsinoma NSCLC. Status performen 0-1.

1. Tentukan apa faktor risiko pasien dan permasalahan pasien..?


2. Tentukan bagaimana tatalaksana  terapi, ?
3. Bagaimana KIE dan Monitoring ?

Setelah satu tahun kemudian pasien follow up dan ditemukan sel telah metastase di otak dan hati. Hasil diagnostik
molekuler di temukanh ALK (+) atau translokasi pada AML-EML4.

1. Tentukan apa permasalahan pasien sekarang dan tata laksana terapi, dan parameter monitoring,
2. Tentukan bagaimana antisipasi efek samping dan follow up.

SOAL 2
Anak An. Umur 8 tahun masuk RS bersama ayahnya dengan riwayat tubuhnya nyeri, panas dingin dan demam
sejak 4 – 5 hari. Anak An juga mengalami pilek beberapa minggu terakhir dan belum mengalami perbaikan dan
mengalami nyeri tulang bagian kaki kiri.
Pemeriksaan fisik menunjukan muka pucat, limfadenopati dan hepatosplenomegali. Nilai elektrolit dan asam urat
dalam batas normal. Pemeriksaan CBC menunjukan anemia normokromik normositik.
Pemeriksaan lab:
Hb 7,0 g/dL atau 4,34 mmol/L; reference range, 11.7 - 15.7 g/dL, atau 7.26 - 9.74 mmol/L), 
Hematokrit 21% (0.21; reference range, 35%–47% atau 0.35–0.47), 
WBC count 4.1 × 103/mm3 (4.1 × 109/L).
Nilai diferensial WBC count; lymphocytes 65% (0.65) (reference range, 20%–40% or 0.2–0.4), neutrophil 13%
(0.13) (reference range, 55%–62% atau 0.55–0.62), dan limfoblast 22% (0.22) (normal 0%).
Hasil sitometri jenis imunofenotipe CD19 dan CD 20 positif.

1. Apa yang menjadi penanda (terdiagnosis) ALL pada pasien dan apa yang menjadi faktor prognosis pasien?
(Identifikasi permasalahan pasien)

Hasil biopsy pada sumsum tulang 85% blast B-cell. Hasil analisis FISH pada darah perifer menunjukkan positif
translokasi BCR/ABL kromosom Ph+ 5,5%. Pasien akan menerima hidrasi dengan sodium bikarbonat dan
allopurinol. Pasien di lakukan lumbar puncture (LP) untuk mengetahui keberadaan sel di cairan serebrospinal.
Selama LP pasien diberikan sitarabin intra tekal /IT.
2. Apa yang menjadi faktor risiko pasien?
2. Bagaimana rencana terapi pada pasien dan apa tujuan diberikan IT sitarabin? (Bagaimana tatalaksana terapi
pasien keseluruhan?)
2. Bagiaman KIE dan Monitoring pada pasien?
PENYELESAIAN

KASUS 1

1) Berdasarkan prinsip-prinsip Farmakoterapi I


1. Informasi Identitas pasien :
Nama : Bpk. AM
Umur : 61 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki (L)
2. Identitas Permasalahan Pasien :
a. Tanda dan Gejala
- Batuk tanpa hemoptisis
- Napas Pendek
- Nyeri Dada
- BB Yang Mulai Menurun
- ISPA 2 Bulan Terakhir Dengan Sesekali Hemoptysis
b. Data Laboratorium :
- Hasil Laboratorium : TD 125/69 mmHg, RR26 x/menit, Nadi 80 x/menit, Suhu 37,2 0 C, Status
performen 0-1
- Hasil CT scan dan PET ditemukan massa 3 cm lobus kanan bawah paru dengan kelenjar limfe bagian
ipsilateral
- Hasil biopsy ditemukan adenokarsinoma NSCLC
Setelah 1 tahun pengobatan pasien melakukan flow up dan pemeriksaannya :
- Hasil diagnostic molekuler di temukan h ALK (+) atau translokasi pada AML-EML4
- Ditemukan sel telah metastase di otak dan hati.
c. Riwayat-Riwayat Penyakit

GERD, hipertensi dan kanker kolorektal


3. Diagnosis
T = T2a
Karena Tumor >3 tapi ≤5 cm.

N = N1
Karena Metastasis dalam peribronchial ipsilateral dan/ atau kelenjar getah bening perihilar dan
kelenjar intrapulmoner, termasuk keterlibatan dengan ekstensi langsung.

M = M0
Karena tidak ada metastasis jauh.
4. Tata laksananya
a. Tujuan Pengobatan : meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi gejala efek samping pengobatan
penyakit.
Sebagai pereda dan stabilitasi penyakit kanker paru-paru yang dialami pasien
b. Strategi Pengobatan : Operasi, Radioterapi dan Adjuvant Chemotherapy.

Berdasarkan stadium kanker paru-paru yang di alami pasien maka strategi yang akan di gunakan
adalah Operasi dan Radioterapi.

- Operasi biasanya diutamakan pada penderita kanker stadium awal Ib yang tujuannya untuk
meningkatkan kelangsungan hidup untuk pasien dengan tumor NSCLC tahap awal dan local (tahap
klinis IA, IB, atau IIA). Namun, banyak dari pasien ini tidak dapat dioperasikan karena
komorbiditas (misalnya, penyakit paru-paru dari merokok) sehingga strategi pengobatannya hanya
radioterapi dan Adjuvant Chemotherapy.
- Radioterapi dalam situasi ini, terapi radiasi dapat digunakan dengan maksud kuratif di tempat
operasi, dan tingkat keberhasilan sekitar 50% dari bedah. dengan menggunakan radiasi stereotaktik
dan/atau pemberian hiperfaksi.
- Adjuvant Chemotherapy adalah untuk memberantas mikrometastasis atau sel tumor lain yang
mungkin terlewatkan selama pengangkatan tumor primer cisplatin-vinorelbine tampaknya
merupakan rejimen dengan bukti banyak digunakan

c. Terapi Farmakologi

Pasien Bpk. AM dengan PS/ Status performen yang baik (0–1) lebih mungkin untuk mentolerir
terapi intensif. Sehingga upaya terapinya yaitu terapi farmakologi :

- Adjuvant Chemotherapy yang digunakan adalah Cisplatin-Vinorelbine Cisplatin 80 mg/m2 (hari 1)


dan vinorelbine 25 mg/m2 mingguan (hari 1 dan 8). Dengan siklus 21 hari setelah pemberian
pertama obat. Cisplatin sebagaimana obat lain yang digunakan untuk kemoterapi, juga mempunyai
efek samping yang berat. Efek samping yang lain adalah Neutropenia, infeksi, anoreksia,
trombositopenia, mual, muntah, dispnea, sembelit, neuropati, dan anemia. Sebagian besar pasien
tidak mengalami semua efek samping Cisplatin yang tersebut di atas. . Cisplatin dapat diprediksi
dalam hal onset dan durasi, di mana efek samping Cisplatin hampir selalu reversibel dan akan
hilang setelah pengobatan selesai Ada banyak pilihan untuk membantu meminimalkan atau
mencegah efek samping Cisplatin. Tidak ada hubungan efek samping Cisplatin dan efektivitas
Cisplatin. Efek samping Cisplatin bergantung pada seberapa banyak Cisplatin diberikan. Dengan
kata lain, dosis tinggi dapat menghasilkan efek samping yang lebih berat.

Terapi adjuvan telah menjadi standar perawatan di NSCLC yang dapat dioperasi dan harus
ditawarkan kepada pasien setelah reseksi, terutama mereka dengan penyakit stadium II atau III.
Meskipun rejimen pilihan tidak jelas, studi yang mengevaluasi pemetrexed dalam histologi sel
skuamosa menunjukkan bahwa pemetrexed memiliki aktivitas minimal atau tidak ada aktivitas
dalam subtipe ini. Dengan demikian, rejimen yang mengandung pemetrexed harus dihindari pada
pasien dengan histologi sel skuamosa. Berdasarkan uji coba prospektif acak, cisplatin-vinorelbine
tampaknya merupakan rejimen dengan bukti terbanyak terlepas dari histologi dan genetika.
1. KIE (Komuniakasi, Informasi, dan Edukasi pada Pasien)
a) Memberitahu pada pasien bahwa kanker paru-paru yang Bpk. AM derita itu masih stadium awal dan
masih dapat sembuh.
b) Memberitahukan bahwa Bpk. AM harus menjalani operasi dan radioterapi guna meningkatkan
kelangsungan hidup, namun dikarenakan factor penyebab kanker parunya ini adalah faktor merokok
sehingga Bpk. AM hanya mendapatkan terapi yaitu radioterapi.
c) Memberitahukan kepada Bpk. AM anda akan menerima radioterapi stereotaktik
d) Memberitahukan pada Bpk. AM untuk tetap semangat untuk menjalani pengobatan bahwa dia akan
sembuh dari penyakitnya karena dia msh bisa beraktifitas seperti biasa
e) Tetap harus memotivasi pasien agar tidak menyerah dalam pengobatan yang dia lakukan sekarang dan
selalu memberitahu kan selalu berdoa dan mendekat diri kepada Tuhan, selain kita berusaha dalam
penanganan medis ,kita juga harus selalu berdoa dan mendekat kan diri pada Tuhan dan tetap optimis
bahwa Bpk. AM pasti sembuh
6. Monitoring
Monitoring yang akan di beritakan adalah mengukur massa kanker paru-paru selama pengobatan
berlangsung, melihat efek samping dari radioterapi stereotaktik yang di gunakan pada pasien, dan melihat
keberhasilan radioterapi yang digunakan pada pasien.

Setelah setahun pasien melakukan Flow Up/Check Up kembali dan ditemukan sel telah metastase di otak dan
hati. Hasil diagnostic molekuler di temukan h ALK (+) atau translokasi pada AML-EML4.
a) Tentukan apa permasalahan pasien sekarang dan tata laksana terapi, dan parameter monitoring,
- Permaslahan Permasalahan
- Pasien follow up dan ditemukan sel telah metastase di otak dan hati
- Hasil diagnostik molekuler di temukanh ALK (+) atau translokasi pada AML-EML4
b) Identifikasi masalah

Stadium IV merupakan tahap kanker yang ditemukan lebih dari satu lobus paru. Sel-sel kanker telah
menyebar juga ke organ tubuh lainnya, misalnya ke otak, kelenjar adrenalin, hati, dan tulang
1. Diagnosis
T = T2a
Karena Tumor >3 tapi ≤5 cm.
N = N1
Karena Metastasis dalam peribronchial ipsilateral dan/ atau kelenjar getah bening perihilar dan
kelenjar intrapulmoner, termasuk keterlibatan dengan ekstensi langsung.

M = M1b
Karena metastasenya sudah jauh ke organ tubuh lain.

2. Tata Laksana Terapi


a. Radioterapi

Radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif. Namun, radioterapi bisa juga sebagai terapi adjuvan/
paliatif pada tumor dengan komplikasi, misalnya dengan tujuan mengurangi efek obstruksi/penekanan
terhadap pembuluh darah/bronkus. Efek samping yang sering terjadi adalah disfagia karena esofagitis post
radiasi, sedangkan pneumonitis post radiasi jarang terjadi (<10%).

Radiasi dosis paruh yang bertujuan kuratif secara teoritis bermanfaat pada kasus yang tidak dapat
dioperasi, namun belum disokong data percobaan klinis yang sahih. Keberhasilan memperpanjang
ketahanan hidup sampai 20% dengan cara radiasi dosis paruh ini didapat dari kasus stadium I usia lanjut,
kasus dengan penyakit penyerta sebagai penyulit operasi, atau penderita yang menolak dioperasi. Penderita
dengan metastasis sebatas N1-2 atau saat operasi terlihat tumor sudah merambat sebatas sayatan operasi
dianjurkan untuk dilakukan radiasi post operasi.

Radiasi preoperasi untuk mengecilkan ukuran tumor agar saat reseksi dapat dicapai lebih komplit, seperti
pada tumor Pancoast atau kasus stadium IIIb, dilaporkan bermanfaat dari beberapa pusat kanker. Radiasi
paliatif juga dilaporkan sangat bermanfaat pada kasus sindrom vena kava superior, kasus dengan
komplikasi dalam rongga dada akibat kanker (hemoptisis, batuk berulang, atelektasis), serta nyeri akibat
metastasis ke tulang tengkorak dan tulang.

- Monitoring

Mengevaluasi toksistas dan efek samping pada pasien sehingga dapat dilakukan perubahan umum
termasuk proses radioterapi atau farmakologis intervensi untuk mencegah atau mengobati keracunan,
mengurangi efek obstruksi/penekanan terhadap pembuluh darah/bronkus. Efek samping yang sering terjadi
adalah disfagia karena esofagitis post radias.

c) Tentukan bagaimana antisipasi efek samping dan follow up.


- Antisipasi efek samping dan follow up
- Menjalankan serangkaian pemeriksaan untuk mengetahui respons pasien terhadap terapi. Jika
pasien mengalami efek samping dan memberikan obat-obatan untuk meredakan efek samping
tersebut.
- Tindakan radioterapi yang akan dijalani pasien, komplikasi yang didapat selama radioterapi
maupun sesudahnya. Cara mencegah atau mengatasinya atau sebagainya. Setelah itu mereka
perlu mendapat pendidikan dan pengarahan tentang teknik dan cara-cara melakukan
pemeliharaan kebersihan dan kesehatan gigi mulut yang optimal di rumah.
Melaksanakan program pemeliharaan dan perawatan hygiene mulut pra-radioterapi. Meliputi
pencatatan dokumen medic pasien secara lengkap dan komprehensif, mengidentifikasi masalah-
masalah kesehatan gigi mulut yang ada pada pasien, mengeliminasi focus infeksi seperti adanya karang
gigi, akar gigi, penyakit periodontal kronis.
KASUS 2

Identitas Pasien :

Nama : anak An

Pasien : 8 tahun

Data Objektif :

- Keluhan : tubuhnya nyeri, panas dingin dan demam sejak 4 – 5 hari.


- pilek beberapa minggu terakhir dan belum mengalami perbaikan dan mengalami nyeri tulang bagian kaki
kiri

Data subjektif :

- Pemeriksaan fisik menunjukan muka pucat, limfadenopati dan hepatosplenomegali. Nilai elektrolit dan
asam urat dalam batas normal. Pemeriksaan CBC menunjukan anemia normokromik normositik.
- Pemeriksaan lab:
Hb 7,0 g/dL atau 4,34 mmol/L; reference range, 11.7 - 15.7 g/dL, atau 7.26 - 9.74 mmol/L),
Hematokrit 21% (0.21; reference range, 35%–47% atau 0.35–0.47),
WBC count 4.1 × 103/mm3 (4.1 × 109/L).
Nilai diferensial WBC count; lymphocytes 65% (0.65) (reference range, 20%–40% or 0.2–0.4), neutrophil
13% (0.13) (reference range, 55%–62% atau 0.55–0.62), dan limfoblast 22% (0.22) (normal 0%).
Hasil sitometri jenis imunofenotipe CD19 dan CD 20 positif.
Penanganan pasien berdasarkan prinsip farmakokinetik :

1. Identifikasi masalah

Pasien terdiagnosa ALL sesuai dengan hasil sitometri jenis imunofenotipe CD19 dan CD 20 positif.
Adapun factor prodnestik dari pasian anak AN. adalah ditinjau dari usia, anak memiliki resiko releps yang renda.
Namun berdasarkan hasil pemeriksaan lab, nilai WBC count 4.1 × 103/mm3 (4.1 × 109/L) menujukkan resiko tinggi
releps karena berada dibawah 50 × 10 3 / mm 3 (50 × 10 9 / L). Pasien dengan penanda permukaan sel yang
menunjukkan keturunan sel B memiliki resiko rendah.
Factor resiko pasien : Data “efek akhir” menunjukkan bahwa pasien memiliki risiko lebih besar untuk
mengembangkan penyakit keganasan. Pasien delapan kali lebih beresiko mengalami kondisi kesehatan kronis yang
parah atau mengancam jiwa Misalnya, pasien masuk dalam kategori pediatrik selamat dari ALL memiliki
peningkatan risiko obesitas, osteopenia, dan penyakit penyerta lainnya.
2. Penentuan tatalaksana terapi
a. Tujuan terapi
Tujuan dari pengobatan adalah untuk mencapai remisi lengkap berkelanjutan (CCR), dimana untuk
mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel leukemia sehingga sel normal bisa tumbuh
kembali di dalam sumsum tulang belakang dan meningkatkan kualitas hidup. Hal ini didukung oleh usia
pasien adalah anak 8 tahun (>1 & < 10 tahun) dan tergolong sel B ALL merupakan faktor resiko standar
dan dapat menunjukkan progresitas pengobatan yang baik.
b. Strategi terapi
Starategi yang dapat dilakukan adalah terapi induksi, Induksi remisi dicapai dengan penggunaan
kemoterapi myelosuppressive yang pada awalnya menginduksi keadaan aplasia sumsum tulang saat sel-sel
leukemia mati diikuti dengan pengembalian yang lambat dan proliferasi sel-sel normal. Setelah periode ini,
hematopoiesis dipulihkan. Kegagalan mencapai remisi dalam 7 hingga 14 hari pertama terapi sangat
memprediksi kekambuhan penyakit di kemudian hari. Ini sekali lagi menunjukkan semakin pentingnya
MRD dalam prognosis dan pengobatan.
c. Terapi yang diberikan
- Terapi Induksi
Penanganan awal leukimi disebut induksi. Tujuan induksi adalah untuk menginduksi remisi,
keadaan di mana tidak ada sel leukemia yang dapat diidentifikasi di sumsum tulang atau darah tepi dengan
mikroskop cahaya. Untuk mencapai remisi sempurna kemoterapi harus bisa menurunkan jumlah 99% total
sel leukemik. Tanpa kelanjutan terapi ini, mayoritas pasien dengan ALL akan kambuh dalam beberapa
bulan.
Terapi induksi saat ini untuk ALL biasanya terdiri dari vincristine, PEG-asparaginase, dan steroid
(prednisone atau dexamethasone). Obat terpilih dalam terapi ini yaitu :
- Vincristine:
Vinctistine bekerja dengan menghambat pembelahan sel, sehingga pertumbuhan sel kanker dalam
tubuh dapat diperlambat atau dihentikan. Vincristine biasanya dikombinasikan dengan obat
kemoterapi lainnya.
Dosisi :VCR (IV) 1.5 mg/m2b
Aturan pakai : 1,5 mg/m2/dose IV sekali seminggu. Maksimal: 2 mg / minggu. asparaginase : 6000
units/m2 IM
- Prednison : adalah obat untuk mengurangi peradangan pada alergi, penyakit autoimun, penyakit
persendian dan otot, serta penyakit kulit. Prednison merupakan salah satu jenis dari obat
kortikosteroid. Predison bekerja dengan menekan respon sistem kekebalan tubuh sehingga
mengurangi peradangan.Dosis :1 -2 mg/ kgBB selama 28 hari
- Kemiterapi Intra Tekal atau Profilaksis CNS
Kemoterapi IT bertujuan untuk mencegah relapsse pada CNSmengeradikasi CNS pada leukimia
lymphoblast dan meningkatkan survival. Terapi IT telah mengganti XRT tengkorak sebagai profilaksis SSP
untuk semua kecuali pasien berisiko tinggi dan penderita T-sel ALL yang berada di risiko penyakit SSP
lebih tinggi. Obat yang digunakan adalah :
 Methotrexate 12 mg minggu ke-1dan 4
 Hydrokortison 12 mg
 Cytarabine 24 mg
3. Komunikasi Informasi dan Edukasi
- Terapi induksi : untuk obat vincristin diberikan secara intravena selama 1 bulan. Efek samping yang
akan muncul adalah Penggunaan vincristine dikaitkan dengan otonomneuropati, yang secara substansi
dapat mengurangi motilitas.Pada kasus yang parah, ileus paralitik dapat terjadi.Selain itu Sering
sembelitdisertai nyeri perut kolik.Gejala-gejala ini biasanya menjadi jelas 3 sampai10 hari setelah
pemberian obat dan menyelesaikan beberapahari.Penggunaan profilaksis pelunak feses (docusate) atau
laksatif (polyethylene glycol) dapat mengurangi keparahan sembelit.
asparaginase efek samping yang akan muncul adalah Gejala anafilaksis seperti sakit perut, mual,
muntah, badan tiba-tiba terasa hangat dan ksulitan menelan.Pasien anak yang mengalami
hipersensitivitas pada asparaginase, dapat juga hipersensitif terhadap sediaan lainnya. Penanganan
anafilaksis bisa diatasi dengan obat anti-inflamasi non steroid contohnya : aspirin.
Prednison diberikan secara oral selama 28 hari, dosisnya akan disesuaikan dengan berat badan RB.
Efek samping yang mungkin terjadi adalah sakit perut atau gangguan pencernaan, mual, infeksi jamur,
bingung, susah tidur, berat badan bertambah, merasa letih atau lemah.
- Kemoterapi IT: methotrexate diberikan 2 siklus yaitu pada minggu ke-1 dan 4 efek samping
penggunaan Demam, sakit kepala, mual, hilang nafsu makan, sakit mag, mata merah, gusi bengkak dan
rambut rontok.
- Untuk menangani efek samping obat dapat berkonsultasi langsung kedokter

4. Monitoring dan Follow Up


- Monitoring
Melakukan Monitoring kepada pasien dengan evaluasi respons terhadap pengobatan dengan melakukan
pemeriksaan tulang sumsum dan LP. Melihat apakah pasien menunjukkan adanya sisa leukemia seperti
ditentukan oleh adanya ledakan di sumsum tulang atau CSF. Dan ditentukan signifikansi kehadiran MRD
diakhir induksi. Selain itu juga melakukan monitoring terkait pengobatan yang diberikan agar terlaksanan
dengan baik dan efek samping yang muncul akibat penggunaan obat.
- Follow Up
Jika setelah terapi induksi, disumsum belakang ditemukan MRD (+). Pasien RB harus mendapakan terapi
lanjutan yaitu terapi ost induksi yang lebih agresif. Hal ini karena adanya translokasi translokasiTEL-
AML1 dan kemungkinan kuat terjadinya relapse. Terapi post induksi bertujuan untuk mencegah relapse dan
meningkatkan kualitas hidup pasien. Terapi diberikn selaamaa 2-6 minggudengan obat yaitu :
- Vincristine: 1,5 mg/m2/dose IV hari ke-0,10,20,30,40
- asparaginase : 6000 units/m2 IM hari ke-1 dan 21
- methotrexate : 100 mg/m2 IV hari ke-0,10,20,30,40
- methotrexate IT : hari ke-0 dan 30

Anda mungkin juga menyukai