Disusun Oleh :
Gita Putri Benavita
1910221025
Diajukan kepada :
Pembimbing :
dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, Msc
Laporan Kasus
Asthenia Post Stroke
Disusun Oleh:
Gita Putri Benavita
1910221025
1
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
a. Nama : Ny.B
b. No RM : 192***-****
c. Umur : 48 Tahun
d. Jenis Kelamin : Perempuan
e. Status Perkawinan : Janda
f. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
g. Pendidikan : SMA
h. Agama : Islam
i. Alamat : Jambu Kulon 6/3 Jambu
j. Ruang Rawat : Cempaka
k. Tanggal masuk : 11 Januari 2021
l. Tanggal keluar :-
B. Anamnesis
Keluhan Utama
Kelemahan umum sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit.
2
cenderung diam serta sering tidur tampak lemas. Lalu pasien dibawa ke RSGM
Ambarawa oleh keluarganya.
Sebelumnya pasien tidak pernah seperti ini. Terdapat keluhan mual dan
muntah yang dirasakan sejak 1 minggu terakhir. Pasien tidak memiliki gangguan
tidur, serta tidak memiliki keluhan seperti poliarthalgia. Keluhan seperti nyeri
kepala, pusing, sesak nafas, batuk, dan demam disangkal. BAB dan BAK normal.
3
Riwayat Sosial, Ekonomi, Pribadi
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien tinggal dirumah bersama
kedua anaknya dan seorang cucu, kedua anaknya telah bekerja sehingga jarang
berada dirumah, kedua anaknya secara bergantian ketika membantu pasien untuk
beraktifitas sehari-hari. Pola makan pasien tidak teratur dan cenderung sedikit.
Kesan ekonomi cukup. Pasien tidak merokok. Pasien jarang berolahraga.
Anamnesis Sistem
a. Sistem serebrospinal : tidak ada keluhan
b. Sistem neurologis : kelemahan anggota gerak kanan (+), sulit
bicara dan sedikit pelo, perot (+)
c. Sistem kardiovaskular: : tidak ada keluhan
d. Sistem respirasi : tidak ada keluhan
e. Sistem gastrointestional : tidak ada keluhan
f. Sistem Muskuloskeletal : sulit untuk berjalan
g. Sistem integumen : tidak ada keluhan
h. Sistem urogenital : tidak ada keluhan
Resume Anamnesis
Pasien seorang perempuan berusia 48 tahun mengalami kelemahan umum
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit yang disertai kelemahan pada anggota
gerak kanan sejak 5 bulan yang lalu. Keluhan muncul perlahan, keluhan seperti ini
baru pertama kali pasien rasakan, pasien tampak lemas. Tidak ada faktor
memperberat maupun memperingan dari keluhan tersebut. Sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit, pasien sulit makan dan minum, setiap pasien makan
makanannya dimuntahkan kembali. Sebelumnya pasien dapat beraktivitas dengan
normal dengan dibantu oleh anaknya untuk makan, minum dan buang air, dan
mulai dapat berjalan sedikit-sedikit namun sejak 1 minggu yang lalu pasien hanya
berbaring di tempat tidur, pasien masih bisa diajak berkomunikasi dengan
keluarga pasien, namun keluarga pasien mengatakan sehari sebelum masuk rumah
sakit pasien sudah sulit diajak berkomunikasi dan cenderung diam serta sering
tidur tampak lemas. Lalu pasien dibawa ke RSGM Ambarawa oleh keluarganya.
4
Diskusi I
Dari data anamnesis pada pasien didapatkan kelemahan umum yang
merupakan gejala asthenia post stroke dan dapat pula disebabkan oleh kekurangan
asupan gizi akibat dari pasien tidak mau makan dan minum serta muntah-muntah
sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga sulit untuk
menggerakkan anggota gerak sebelah kanan (paresis) dimana pasien memiliki
riwayat stroke hemoragik pada 5 bulan yang lalu. Asthenia post stroke adalah
masalah yang umum terjadi setelah kejadian stroke dan merupakan kejadian yang
terjadi jangka panjang pasca onset stroke. Prevalensi penderita asthenia post
stroke yang terjadi di dunia dilaporkan berkisar 23% hingga 75%. Hipotesis
lainnya menyebutkan bahwa asthenia post stroke dikaitkan dengan penurunan
kondisi fisik yang umumnya terjadi setelah stroke. Tingkat aktivitas fisik yang
lebih rendah dapat menunjukkan peningkatan terjadinya asthenia post stroke pada
6 bulan hingga 12 bulan pasca onset stroke.1
Pada pasien didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah kanan (paresis)
dimana pasien memiliki riwayat stroke hemoragik. Paresis (kelemahan)
merupakan berkurangnya kekuatan otot sehingga gerak volunter sukar tapi masih
bisa dilakukan walaupun dengan gerakan yang terbatas. Hemiparese yang terjadi
pada pasien ini timbul sejak 5 bulan yang lalu dengan onset mendadak, tidak
terdapat peningkatan tekanan intrakranial seperti nyeri kepala, mual, muntah
terdapat riwayat penurunan kesadaran sebelumnya. 1,2
4. TATALAKSANA
7
Asthenia post stroke setelah stroke merupakan gejala multidimensi
dan mungkin memiliki beberapa faktor penyebab. Saat ini, tidak ada
intervensi berbasis bukti yang berhasil mencegah dan mengobati asthenia
post stroke pasca stroke. Namun, perawatan farmakologis, fisik dan
psikologis digunakan untuk mengurangi asthenia post stroke. Selain itu,
sugesti lingkungan juga dapat memberikan manfaat. Pendekatan
multidisiplin yang menargetkan baik fisik maupun aspek kognitif dari
asthenia post stroke diperlukan.6,8
A. Pengobatan Farmakologis
Bahkan jika depresi dan asthenia post stroke umumnya dipisahkan
dan kadang-kadang kecemasan dan depresi dikenal sebagai konsekuensi
daripada faktor penyebab asthenia post stroke, antidepresan atau konseling
dapat mengatasi aspek mental asthenia post stroke. Beberapa studi
mengevaluasi efek terapeutik fluoxetine 20 mg / hari pada asthenia post
stroke dan gangguan emosional lainnya dalam uji coba double-blind
terkontrol plasebo termasuk 83 pasien rawat jalan dengan gangguan
emosional pasca stroke, dengan rata-rata 14 bulan setelah onset stroke .
Fatigue dievaluasi dengan Skala Keparahan Asthenia post stroke (FSS)
dan Skala Analog Visual (VAS) pada awal, tiga tiga bulan dan enam bulan
setelah dimulainya pengobatan. Fluoxetine mengakibatkan tidak efektif
pada asthenia post stroke setelah stroke, tetapi tampaknya mengurangi
gejala depresi, menunjukkan bahwa disfungsi sistem serotoninergik
bukanlah mekanisme potensial untuk asthenia post stroke pasca stroke.7,9
Pengobatan nyeri dapat membantu pasien karena memungkinkan
untuk berpartisipasi dalam latihan dan meningkatkan gangguan mood yang
berhubungan dengan nyeri.6
Gangguan tidur adalah gejala asthenia post stroke pasca stroke
yang muncul bersamaan, seperti yang dilaporkan dalam berbagai
penelitian. Pada beberapa individu ini, sleep apnea telah didiagnosis.
Namun, perbaikan gangguan pernapasan saat tidur (dengan CPAP)
tampaknya tidak efektif dalam mengurangi asthenia post stroke pasca
stroke, kecuali disertai dengan sindrom apnea tidur simtomatik.6,7
B. Perawatan Fisik
8
Program aktivitas fisik yang dinilai telah disarankan untuk
kontribusinya pada pengobatan asthenia post stroke pasca stroke. Hal
ini didasarkan pada fakta bahwa latihan meningkatkan hasil fisik dan
fungsional dan karenanya mengurangi asthenia post stroke; seperti
yang telah dilaporkan untuk kondisi medis termasuk kanker dan
multiple sclerosis.
Studi observasi terhadap pasien stroke telah melaporkan bahwa
kebanyakan pasien tidak aktif selama mereka dirawat di bangsal akut
dan rehabilitasi. Untuk pasien ini, program aktivitas fisik bertingkat
telah direkomendasikan untuk membantu mereka secara bertahap
meningkatkan kekuatan fisik tanpa memperburuk gejala yang
mengganggu.6,7,8
Sebuah studi cross-sectional telah melaporkan bahwa tingkat
kebugaran yang lebih tinggi (diukur menggunakan tes latihan
bertingkat usaha maksimal (puncak V02) menggunakan ergometer
melangkah) secara signifikan terkait dengan asthenia post stroke kerja
yang lebih sedikit (p <0,01); dengan tidak adanya hubungan antara
kebugaran dan asthenia post stroke kronis.8,9
Sebuah percobaan multisenter, acak, terkontrol baru-baru ini
menunjukkan bahwa program pelatihan aktivitas bertingkat ditambah
terapi kognitif selama periode 12 minggu mengarah pada penurunan
yang lebih besar dalam asthenia post stroke pasca-stroke persisten
dibandingkan dengan terapi kognitif saja. Penurunan ini telah
dilaporkan tetap stabil pada 6 bulan-tindak lanjut menghasilkan status
kesehatan fungsional yang lebih baik secara keseluruhan, ditandai
dengan lebih sedikit gejala depresi, dan perbaikan baik dalam tidur dan
ketahanan fisik.7,8
C. Perawatan Psikologis
Strategi kompensasi kognitif yang menghindari sumber daya
energi yang terbatas yang tersedia untuk pasien yang menderita
asthenia post stroke pasca stroke mungkin juga bermanfaat.6
Strategi kompensasi ini membutuhkan perencanaan yang
9
ditingkatkan dan variasi aktivitas untuk mendorong pola aktivitas dan
istirahat yang lebih teratur. Bentuk tambahan dari terapi perilaku
kognitif, seperti yang dikemukakan oleh Broomfield et al. untuk
depresi pasca stroke, adalah titik awal yang baik untuk mengatasi
masalah ini. Terapi ini memperhitungkan defisit kognitif dan oleh
karena itu dapat membantu mendorong perubahan perilaku yang
diperlukan untuk menerapkan strategi kompensasi.7
D. Saran Lingkungan
Saran lingkungan untuk meningkatkan penyembuhan terhadap
asthenia post stroke di rumah sakit termasuk akses reguler ke udara
segar, lingkungan seperti di rumah, perhatian pribadi yang baik serta
akses ke kendaraan komunikatif seperti televisi, Internet dan kegiatan
bangsal. Banyak pasien telah melaporkan gangguan tidur selama di
rumah sakit karena ritme rumah sakit. Perubahan kondisi kehidupan
rumah sakit bisa meningkatkan pasca stroke.8,9
Rekomendasi di luar rumah sakit meliputi: mendorong aktivitas
fisik, nutrisi yang tepat, serta istirahat dan relaksasi yang cukup.6,8,9
e. DEFINISI STROKE
11
a. Motorik : hemiparese kontralateral, disartria
b. Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia
c. Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral,
amaurosis fugaks
d. Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
2. Sistem vertebrobasiler
a. Motorik : hemiparese alternans, disartria
b. Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia
c. Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia
3. Berdasarkan gejala klinisnya, yaitu:
a. Stroke hemmorrhagic:
1. Penurunan kesadaran (tidak selalu)
2. Rata-rata usia lebih muda
3. Terdapat hipertensi
4. Terjadi dalam keadaan aktif
5. Didahului nyeri kepala
b. Stroke non-hemmorrhagic:
1. Penurunan kesadaran (jarang)
2. Rata-rata usia lebih tua
3. Terjadi dalam keadaan istirahat
4. Teradapat dislipidemia (LDL tinggi), DM, disaritmia jantung
5. Nyeri kepala
12
Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya,
seperti tertulis pada tabel di bawah ini :
Tabel 1. Perbedaan anamnesa antara perdarahan dan infar
7. SKORING STROKE
Penentuan terapi stroke saat ini berdasarkan jenis patologi stroke iskemik
atau perdarahan. Diagnosis gold standard dengan menggunakan CT scan atau
MRI.Terdapat beberapa sistem skoring yang dapat digunakan untuk membantu
menegakkan diagnosis baik stroke hemoragik maupun stroke non hemoragik.
Skor yang dapat digunakan yaitu Siriraj Score dan Gadjah Mada score.10
Tabel 3.Siriraj Stroke Skore (SSS)
Gejala/tanda Penilaian Indeks
1 Kesadaran (1) kompos mentis X 2.5
(2) Mengantuk
(3) Semi koma/koma
2 Muntah (1) Tidak X2
(2) Ya
3 Nyeri Kepala (1) Tidak X2
(2) Ya
4 Tekanan darah Diastolik X 10%
5 Ateroma (1) Tidak X (3)
a. DM (2) Ya
b. Angina pectoris
c. Klaudikasio terminten
6 Konstante -12
1. Hiponatremia
Hiponatremia selalu mencerminkan retensi air baik dari
peningkatan mutlak dalam jumlah berat badan (total body weight,
TBW) atau hilangnya natrium dalam relatif lebih hilangnya air.
Kapasitas normal ginjal untuk menghasilkan urin encer dengan
osmolalitas serendah 40 mOsm / kg (berat jenis 1,001)
memungkinkan mereka untuk mengeluarkan lebih dari 10 L air
gratis per hari jika diperlukan. Karena cadangan yang luar biasa
ini, hiponatremia hampir selalu merupakan efeknya dari akibat
15
kapasitas pengenceran urin tersebut (osmolalitas urin> 100 mOsm
/ kg atau spesifik c gravitasi> 1,003). Kondisi hiponatremia
apabila kadar natrium plasma di bawah 130mEq/L. Jika < 120
mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental,
letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika
kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Antara
penyebab terjadinya Hiponatremia adalah euvolemia (SIADH,
polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare,
muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis,
nefrosis). Terapi untuk mengkoreksi hiponatremia yang sudah
berlangsung lama dilakukan secara perlahan-lahan, sedangkan
untuk hiponatremia akut lebih agresif.
Dosis NaCl yang harus diberikan, dihitung melalui rumus berikut: NaCl = 0,6( N-
n) x BB
n = Kadar Na sekarang
Gradasi Tanda
Gejala
2. Hipokalemia
Nilai normal Kalium plasma adalah 3,5-4,5 mEq/L. Disebut
hipokalemia apabila kadar kalium <3,5mEq/L. Dapat terjadi akibat
dari redistribusi akut kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular
16
atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan
gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG
(QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural,
kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi
hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis,
hipomagnesemia, obat- obatan), infuse potasium klorida sampai 10
mEq/jam (untuk mild hipokalemia >2 mEq/L) atau infus potasium
klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk
hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot
yang hebat).
C. DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis klinik : Hemiparese Dextra dengan Kelemahan Umum
Gradual
Diagnosis topis : Hemisfer Sinistra
Diagnosis etiologi : Asthenia Post Stroke dd Stroke Hemoragik
Reccurent dd Stroke Infark
Diagnonsis tambahan : Gangguan Elektrolit, Hipertensi
D. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan di Bangsal Cempaka tanggal 12 Januari 2021
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
a. Kesadaran : compos mentis/ GCS = E4M6V5= 15
b. TD : 140/100 mmHg
c. Nadi : 96x/menit
17
d. Pernapasan : 20 x/menit
e. Suhu : 36,6 oC
f. SpO2 : 98 %
Status Generalis (12 Januari 2021):
1. Kepala : normosefali, tidak ada kelainan
2. Mata
ODS: pupil bulat, ø 3mm, reflek cahaya langsung (+/+), reflek cahaya
tidak langsung (+/+)
3. THT : dalam batas normal
4. Mulut : bibir perot kearah kanan (+), bicara pelo (+) ringan
5. Leher : dalam batas normal
6. Thoraks
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : kuat angkat, ictus cordis teraba 2 cm medial di ICS 5 linea
midclavikula sinistra
Perkusi :
Kanan jantung : ICS IV linea sternalis dextra
Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Kiri jantung : ICS V, 2cm medial linea
midclaviculasinistra
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada (-/-)
Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara wheezing (-/-),
ronki (-/-)
7. Abdomen : datar, timpani, BU (+) normal, hepar & lien tidak teraba,
nyeri tekan epigastric (-)
8. Ekstremitas : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, edema (-/-)
Status Psikiatrikus
18
Tingkah Laku : Normoaktif
Perasaan Hati : Normotimik
Orientasi : Baik
Kecerdasan : Normal
Daya Ingat : Normal
Status Neurologis
Nervus Kranialis
N. I (OLFAKTORIUS) Lubang hidung Kanan Lubang hidung Kiri
Daya Pembau Normal Normal
19
Reflek Cahaya Konsesuil + +
Reflek Akomodasi + +
Strabismus Divergen - -
Diplopia - -
20
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tersedak (-)
N. X (VAGUS) Keterangan
Arkus faring Simetris
Reflek muntah (+)
Bersuara Pelo
Menelan Normal
N. XI (AKSESORIUS) Keterangan
Memalingkan Kepala Normal
Sikap Bahu Normal
Mengangkat Bahu Normal
Trofi Otot Bahu Eutrofi
Fungsi Motorik
Gerakan Terbatas Bebas
Terbatas Bebas
21
Kekuatan sdn sdn
sdn sdn
Kesan kelemahan anggota gerak
kanan, General Weakness
Tonus Eutoni Eutoni
Eutoni Eutoni
Refleks Fisiologis
Refleks Biceps + +
Refleks Triceps + +
Refleks ulna dan + +
radialis
Refleks Patella + +
Refleks Achilles + +
Refleks Patologis
Babinski + -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Kanan Kiri
Eksteroseptif
Rasa nyeri Terasa Terasa
Rasa raba Terasa Terasa
Rasa suhu Terasa Terasa
Propioseptif
Rasa gerak dan sikap Terasa Terasa
Rasa getar Terasa Terasa
E. Pemeriksaan Penunjang
23
Kreatinin 0.4 L 0,62-1.1
HDL direct 58 37-82
LDL direct 141.0 < 150
Cholesterol 233 <200
Trigliserida 170 H 70 - 140
DISKUSI II
Pada pemeriksaan fisik status generalisata ditemukan kesadaran E4V5M6
atau kesadaran penuh (compos mentis), dimana pasen memiliki orientasi yang
baik terhadap diri maupun lingkungan. Pasien dapat membuka mata secara
spontan dan terdapat kontak mata dengan pemeriksa, pasien masih sulit diajak
berkomunikasi dengan orientasi cukup tetapi mampu mengikuti perintah
pemeriksa.
Saat dilakukan pemeriksaan tanda vital, tekanan darah pasien 140/80 mmHg,
nadi 90x/menit dengan irama regular isi cukup, laju nafas 20x/menit dalam batas
normal, suhu 36.6°C (Afebris), dan saturasi oksigen dalam keadaan baik. Pada
pemeriksaan motoric sulit dinilai, general weakness dan kesan kelemahan anggota
gerak kanan.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin,
kimia klinik dan profil lipid untuk mencari faktor risiko lain yang kemungkinan
terlibat pada perjalanan penyakit, yaitu stroke pada pasien ini serta gangguan
elektrolit. Dari hasil pemeriksaan didapatkan hasil yaitu terdapat peningkatan
pada trigliserida dan penurunan pada natrium, kalium, dan klorida.
G. Tata Laksana
Pada penderita ini diberikan:
Medikamentosa
- Inf Asering 20 tpm
- Inj Citicolin 2 x 500 mg
- Inj Piracetam 4 x 3 gr
- Inj Ranitidin 2 x 1 amp
- Inj Mecobalamin 1 x 1 amp
- Inj Ceftriaxone 2x1 gr
25
- Inj Ondansentron 3x1 k/p
- Ambroxol 3x1 cth
- Sucralfate 2x1 cth
- Curcuma 2x1
- Gemfibrozil 1x1
- Kapsul garam 2x1
- Ksr 2x1
Non-Medikamentosa
Planning:
1. Dilakukan pemeriksaan MMSE untuk mengetahui apakah ada gangguan
kognitif pada pasien.
2. Dilakukan pemeriksaan gangguan depresi dengan HDRS (Hamilton
Depression Rating Scale).
3. Dilakukan pemeriksaan gangguan tidur atau sleep study.
4. Dilakukan kegiatan neurorestorasi untuk meningkatkan fungsi kontrol
motorik, fungsi kognitif, keseimbangan, sensorik, agar terjadi gerakan
kompensasi.
DISKUSI III
Citicolin berperan untuk perbaikan membran sel saraf melalui peningkatan
sintesis phosphatidylcholine dan perbaikan neuron kolinergik yang rusak melalui
potensiasi dari produksi asetilkolin. Citicoline juga menunjukkan kemampuan
untuk meningkatkan kemampuan kognitif, Citicoline diharapkan mampu
membantu rehabilitasi memori pada pasien dengan luka pada kepala dengan cara
membantu dalam pemulihan darah ke otak. Studi klinis menunjukkan peningkatan
kemampuan kognitif dan motorik yang lebih baik pada pasien yang terluka di
kepala dan mendapatkan citicoline. Citicoline juga meningkatkan pemulihan
ingatan pada pasien yang mengalami gegar otak.
Piracetam berperanan meningkatkan energi (ATP) otak, meningkatkan
aktifitas adenylat kinase (AK) yang merupakan kunci metabolisme energi dimana
mengubah ADP menjadi ATP dan AMP, meningkatkan sintesis dan pertukaran
cytochrome b5 yang merupakan komponen kunci dalam rantai transport elektron
26
dimana energi ATP diproduksi di mitokondria (James, 2004). Piracetam juga
digunakan untuk perbaikan defisit neurologi khususnya kelemahan motorik dan
kemampuan bicara pada kasus-kasus cerebral iskemia, dan juga dapat mengurangi
severitas atau kemunculan post traumatik / concussion sindrom.
Metilkobalamin adalah metabolit dari vitamin B12 yang berperan sebagai
koenzim dalam proses pembentukan methionin dari homosystein. Reaksi ini
berguna dalam pembentukan DNA, serta pemeliharaan fungsi saraf.
Metilkobalamin berperan pada neuron susunan saraf melalui aksinya terhadap
reseptor NMDA dengan perantaraan S-adenosilmethione (SAM) dalam mencegah
apoptosis akibat glutamate-induced neurotoxicity. Hal ini menunjukkan adanya
kemungkinan peranan metilkobalamin pada terapi stroke, cedera otak, penyakit
Alzheimer, Parkinson, termasuk juga dapat dipakai untuk melindungi otak dari
kerusakan pada kondisi hipoglikemia dan status epileptikus (Meliala & Barus,
2008).
Ranitidin diberikan sebagai gastroprotektor dan mencegah efek samping
dan interaksi dari obat lain.
Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan cefalosporin generasi ketiga.
Cefalosporin berasal dari fungus Cephalosporium acremonium yang diisolasi pada
tahun 1948 oleh Brotzu. Inti dasar Cefalosporin C ialah asam 7-amino-
Sefalosporanat (7-ACA : 7-aminocephalosporanic acid) yang merupakan
kompleks cincin dihidrotiazin dan cincin betalaktam. Cefalosporin generasi ketiga
memiliki spektrum luas terhadap bakteri gram positif dan gram negatif tetapi
kurang aktf dibandingkan dengan generasi pertama terhadap kokus Gram-positif,
tetapi jauh lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae, termasuk strain penghasil
penisilinase. Ceftriaxone memiliki waktu paruh yang cukup panjang sekitar 8 jam.
Ketika ceftriaxone mencapai konsentrasi terapeutik, obat ini menunjukan
penetrasi yang sangat baik ke jaringan - jaringan.
Ondansetron adalah derivat carbazalone yang secara struktural
berhubungan dengan serotonin dan bekerja spesifik sebagai antagonis reseptor
subtype 5-HT3, tanpa mempengaruhi reseptor dopamin, histamin, adrenergik
ataupun kolinergik sehingga ondansetron tidak memiliki efek neurologis, yang
terbalik dengan droperidol dan metokloperamid.
27
Gemfibrozil adalah obat untuk menurunkan kadar trigliserida (salah satu
jenis lemak darah). Obat ini juga bisa membantu penurunan kadar LDL atau
kolesterol jahat dan menaikkan kadar HDL atau kolesterol baik di dalam darah.
Gemfibrozil merupakan obat golongan fibrat. Obat ini bekerja dengan cara
menurunkan produksi lemak oleh hati. Untuk meningkatkan efektivitasnya,
penggunaan gemfibrozil harus disertai dengan pengaturan pola makan.
KSR 600 MG mengandung kalium klorida yang di gunakan untuk mengobati
atau mencegah jumlah kalium yang rendah dalam darah. Komposisi KCl 600 mg
Dosis 2-3 x sehari 1-2 tablet.
28
B. Skala
Nilai Depresi dari Hamilton atau Hamilton Depression Rating
Scale(HDRS)
Skala Nilai Depresi dari Hamilton atau Hamilton Depression
Rating Scale (HDRS) adalah rating skala yang pertama dikembangkan
untuk mengukur beratnya gejala depresi. Pertama kali diperkenalkan oleh
Max Hamilton tahun 1960 yang kemudian secara luas digunakan dan
diterima untuk mengevaluasi beratnya depresi. HDRS terdiri dari 21 aitem
pernyataan dengan fokus primer pada gejala somatik. HDRS selanjutnya
dijadikan standar pengukuran evaluasi depresi pada percobaan klinis
29
perusahaan farmasi untuk persetujuan obat baru oleh FDA (Food and Drug
Administration) juga digunakan sebagai evaluasi utama ‘National Institute
of Mental Health’ untuk membandingkan farmakoterapi dengan
psikoterapi dalam mengobati depresi.11
D. Neurorestorasi
30
Neurorestorasi pasca stroke ditandai dengan meningkatnya proses
neurogenesis, angiogenesis, dan oligodendrogenesis, yang merupakan
penanda adanya peningkatan perbaikan saraf . Salah satu kemampuan otak
pada saat terjadi cidera adalah neuroplastisitas, yaitu kemampuan otak
dalam merespon cedera dengan cara beradaptasi untuk memulihkan fungsi.
Lingkup Neurorestorasi meliputi neurofisiologi terapan, neurobiologi
klinis dan fungsional neurologi. 11
I. PROGNOSIS
Death : dubia ad bonam
Disease : dubia ad bonam
Disability : dubia ad malam
Discomfort : dubia ad bonam
Dissatisfaction : dubia ad malam
Distitution : dubia ad malam
31
Se S : pasien mengeluh lemas, capek, sejak semalam P:
la mengantuk. - Inf Asering 20 tpm
sa O: - Inj Citicolin 2 x 500 mg
12 - Inj Piracetam 4 x 3 gr
KU : Compos mentis. E4M6V5
/1/ - Inj Ranitidin 2 x 1 amp
TD :150/120 mmHg
21 - Inj Mecobalamin 1 x 1
Nadi : 98x/mnt
H amp
RR : 16 x/mnt
P - Inj Ceftriaxone 2x1 gr
Suhu : 36,6 0C
2 - Inj Ondansentron 3x1 k/p
Ekstremitas:
terbatas motoric kekuatan / motorik terbatas dan bebas - Ambroxol 3x1 cth
2 / 5 dan 3 / 5 - Sucralfate 2x1 cth
Hasil Lab Elektrolit : - Curcuma 2x1
- Gemfibrozil 1x1
- Na : 133.6 L - Kapsul garam 2x1
- K : 2.78 L - Ksr 2x1
- Cl : 95.8 L
A : General Weakness, Asthenia Post Stroke,
Elektrolit Imbalance
32
Kamis S : pasien mengeluh lemas, sudah bisa diajak P:
14/1/21 berkomunikasi, nafsu makan menurun, nyeri - Inf Asering 20 tpm
HP 4 tenggorokan, batuk (+) - Inj Citicolin 2 x 500 mg
O: - Inj Piracetam 4 x 3 gr
KU : Compos mentis. E4M6V5 - Inj Ranitidin 2 x 1 amp
TD :140/100 mmHg - Inj Mecobalamin 1 x 1
Nadi : 98x/mnt amp
RR : 16 x/mnt - Inj Ceftriaxone 2x1 gr
Suhu : 36,6 0C - Inj Ondansentron 3x1 k/p
Ekstremitas: - Ambroxol 3x1 cth
terbatas motoric kekuatan / motorik terbatas dan bebas - Sucralfate 2x1 cth
2 / 5 dan 3 / 5 - Curcuma 2x1
A : General Weakness, Asthenia Post Stroke, - Gemfibrozil 1x1
Elektrolit Imbalance - Kapsul garam 2x1
- Ksr 2x1
- Pasang NGT
33
DAFTAR PUSTAKA
34