Disusun Oleh :
Gita Putri Benavita
1910221025
Diajukan kepada :
Pembimbing :
dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, Msc
A. Identitas Pasien
a. Nama : Ny.B
b. No RM : 192***-****
c. Umur : 48 Tahun
d. Jenis Kelamin : Perempuan
e. Status Perkawinan : Janda
f. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
g. Pendidikan : SMA
h. Agama : Islam
i. Alamat : Jambu Kulon 6/3 Jambu
j. Ruang Rawat : Cempaka
k. Tanggal masuk : 11 Januari 2021
l. Tanggal keluar :-
B. Anamnesis
Keluhan Utama
Kelemahan umum sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit.
1
Sebelumnya tidak pernah seperti ini. Terdapat keluhan mual dan muntah yang
dirasakan sejak 1 minggu terakhir. Keluhan seperti nyeri kepala, pusing, sesak nafas
disangkal. BAB dan BAK normal.
Anamnesis Sistem
a. Sistem serebrospinal : tidak ada keluhan
b. Sistem neurologis : kelemahan anggota gerak kanan (+), sulit
bicara dan sedikit pelo, perot (+)
c. Sistem kardiovaskular: : tidak ada keluhan
2
d. Sistem respirasi : tidak ada keluhan
e. Sistem gastrointestional : tidak ada keluhan
f. Sistem Muskuloskeletal : sulit untuk berjalan
g. Sistem integumen : tidak ada keluhan
h. Sistem urogenital : tidak ada keluhan
Resume Anamnesis
Pasien seorang perempuan berusia 48 tahun mengalami kelemahan umum
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit yang disertai kelemahan pada anggota
gerak kanan sejak 5 bulan yang lalu. Keluhan muncul perlahan, keluhan seperti ini
baru pertama kali pasien rasakan, pasien tampak lemas. Tidak ada faktor
memperberat maupun memperingan dari keluhan tersebut. Sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit, pasien sulit makan dan minum, setiap pasien makan
makanannya dimuntahkan kembali. Sebelumnya pasien dapat beraktivitas dengan
normal dengan dibantu oleh anaknya untuk makan, minum dan buang air, dan mulai
dapat berjalan sedikit-sedikit namun sejak 1 minggu yang lalu pasien hanya
berbaring di tempat tidur, pasien masih bisa diajak berkomunikasi dengan keluarga
pasien, namun keluarga pasien mengatakan sehari sebelum masuk rumah sakit
pasien sudah sulit diajak berkomunikasi dan cenderung diam serta sering tidur
tampak lemas. Lalu pasien dibawa ke RSGM Ambarawa oleh keluarganya.
Diskusi I
Dari data anamnesis pada pasien didapatkan kelemahan umum yang
merupakan gejala asthenia post stroke dan dapat pula disebabkan oleh kekurangan
asupan gizi akibat dari pasien tidak mau makan dan minum serta muntah-muntah
sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga sulit untuk menggerakkan
anggota gerak sebelah kanan (paresis) dimana pasien memiliki riwayat stroke
hemoragik pada 5 bulan yang lalu. Asthenia post stroke adalah masalah yang umum
terjadi setelah kejadian stroke dan merupakan kejadian yang terjadi jangka panjang
pasca onset stroke. Prevalensi penderita asthenia post stroke yang terjadi di dunia
dilaporkan berkisar 23% hingga 75%. Hipotesis lainnya menyebutkan bahwa
asthenia post stroke dikaitkan dengan penurunan kondisi fisik yang umumnya
terjadi setelah stroke. Tingkat aktivitas fisik yang lebih rendah dapat menunjukkan
3
peningkatan terjadinya asthenia post stroke pada 6 bulan hingga 12 bulan pasca
onset stroke.
Pada pasien didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah kanan (paresis)
dimana pasien memiliki riwayat stroke hemoragik. Paresis (kelemahan) merupakan
berkurangnya kekuatan otot sehingga gerak volunter sukar tapi masih bisa
dilakukan walaupun dengan gerakan yang terbatas. Hemiparese yang terjadi pada
pasien ini timbul sejak 5 bulan yang lalu dengan onset mendadak, tidak terdapat
peningkatan tekanan intrakranial seperti nyeri kepala, mual, muntah terdapat
riwayat penurunan kesadaran sebelumnya.
4
3. FAKTOR PREDISPOSISI
Jenis Stroke, Sisi Stroke dan Lokasi Stroke
Hubungan antara asthenia post stroke dan fitur stroke masih
kontroversial. Selain itu, klaim dari sebagian pasien bahwa asthenia post
stroke setelah stroke tidak seperti apa pun yang pernah dialami sebelumnya,
mendukung gagasan bahwa mungkin ada hubungan yang mendasari antara
asthenia post stroke dan ukuran lesi otak dan lokasinya. Beberapa penelitian
telah melaporkan tidak ada hubungan antara asthenia post stroke dan lokasi
stroke atau asthenia post stroke dan tipe stroke Sebuah penelitian telah
melaporkan hubungan antara jumlah stroke dan asthenia post stroke,
melaporkan proporsi asthenia post stroke yang lebih rendah di antara pasien
yang mengalami stroke pertama dibandingkan dengan mereka yang
mengalami stroke berulang. Mengenai jenis patologis stroke dan asthenia
post stroke, hanya satu studi dalam literatur yang melaporkan bahwa
asthenia post stroke lebih parah setelah stroke iskemik dibandingkan setelah
perdarahan intraserebral.
Temuan Neuroradiologis
Sebuah penelitian yang membandingkan keparahan atrofi serebral
dan lesi materi putih pada pasien dengan atau tanpa asthenia post stroke
setelah stroke tidak melaporkan adanya hubungan apapun, sebuah penelitian
baru-baru ini telah menjelaskan bahwa leucoaraosis berat pada CT dapat
memprediksi mengembangkan asthenia post stroke 1 tahun setelah
perdarahan. Demikian juga, telah dilaporkan bahwa adanya leucoaraiosis
pada CT secara independen terkait dengan asthenia post stroke pasca stroke
pada pasien dengan cedera iskemik atau hemoragik. Temuan ini konsisten
dengan hipotesis bahwa perubahan neuroanatomical mungkin berperan
dalam perkembangan asthenia post stroke.
Depresi
Hubungan yang kuat antara depresi dan asthenia post stroke pasca stroke
telah dijelaskan dan keberadaan fatigue memang merupakan salah satu
kriteria depresi di sebagian besar skala. Selain itu, depresi dianggap sebagai
salah satu gejala pasca stroke paling kritis yang terkait dengan asthenia post
stroke, sehingga sulit untuk membedakannya sebagai kondisi independen.
5
Dalam sebuah penelitian dari 200 pasien Italia dengan stroke pertama yang
disurvei untuk depresi tiga bulan setelah stroke mereka, skor mereka untuk
asthenia post stroke atau kehilangan energi cenderung lebih tinggi secara
signifikan di antara pasien yang menderita stroke ringan.
Gangguan kognitif
Gangguan kognitif telah ditemukan memperburuk fatigue setelah
perdarahan subarachnoid dan cedera otak; Meskipun demikian, asosiasi ini
hanya mendapat sedikit perhatian. Selain itu, dalam sub-studi tentang
kualitas hidup percobaan Stroke Internasional, Mead dan rekan menemukan
bahwa skor kesehatan mental yang lebih buruk dan fungsi peran emosional
yang lebih buruk diukur dengan SF-36 dan peningkatan usia secara
signifikan dikaitkan dengan asthenia post stroke. Sebaliknya, studi jangka
panjang telah melaporkan tidak ada hubungan antara asthenia post stroke
dan gangguan kognitif, tetapi hasil ini dapat dijelaskan oleh fakta bahwa
mereka hanya menggunakan Pemeriksaan Kondisi Mental Mini, yang tidak
menilai perhatian atau fungsi eksekutif. .
4. TATALAKSANA
Asthenia post stroke setelah stroke merupakan gejala multidimensi
dan mungkin memiliki beberapa faktor penyebab. Saat ini, tidak ada
intervensi berbasis bukti yang berhasil mencegah dan mengobati asthenia
post stroke pasca stroke. Namun, perawatan farmakologis, fisik dan
psikologis digunakan untuk mengurangi asthenia post stroke. Selain itu,
sugesti lingkungan juga dapat memberikan manfaat. Pendekatan
multidisiplin yang menargetkan baik fisik maupun aspek kognitif dari
asthenia post stroke diperlukan.
A. Pengobatan Farmakologis
Bahkan jika depresi dan asthenia post stroke umumnya dipisahkan
dan kadang-kadang kecemasan dan depresi dikenal sebagai konsekuensi
daripada faktor penyebab asthenia post stroke, antidepresan atau konseling
dapat mengatasi aspek mental asthenia post stroke. Beberapa studi
mengevaluasi efek terapeutik fluoxetine 20 mg / hari pada asthenia post
stroke dan gangguan emosional lainnya dalam uji coba double-blind
6
terkontrol plasebo termasuk 83 pasien rawat jalan dengan gangguan
emosional pasca stroke, dengan rata-rata 14 bulan setelah onset stroke .
Fatigue dievaluasi dengan Skala Keparahan Asthenia post stroke (FSS) dan
Skala Analog Visual (VAS) pada awal, tiga tiga bulan dan enam bulan
setelah dimulainya pengobatan. Fluoxetine mengakibatkan tidak efektif
pada asthenia post stroke setelah stroke, tetapi tampaknya mengurangi
gejala depresi, menunjukkan bahwa disfungsi sistem serotoninergik
bukanlah mekanisme potensial untuk asthenia post stroke pasca stroke.
Pengobatan nyeri dapat membantu pasien karena memungkinkan
untuk berpartisipasi dalam latihan dan meningkatkan gangguan mood yang
berhubungan dengan nyeri.
Gangguan tidur adalah gejala asthenia post stroke pasca stroke yang
muncul bersamaan, seperti yang dilaporkan dalam berbagai penelitian. Pada
beberapa individu ini, sleep apnea telah didiagnosis. Namun, perbaikan
gangguan pernapasan saat tidur (dengan CPAP) tampaknya tidak efektif
dalam mengurangi asthenia post stroke pasca stroke, kecuali disertai dengan
sindrom apnea tidur simtomatik.
B. Perawatan Fisik
Program aktivitas fisik yang dinilai telah disarankan untuk
kontribusinya pada pengobatan asthenia post stroke pasca stroke. Hal ini
didasarkan pada fakta bahwa latihan meningkatkan hasil fisik dan
fungsional dan karenanya mengurangi asthenia post stroke; seperti yang
telah dilaporkan untuk kondisi medis termasuk kanker dan multiple
sclerosis.
Studi observasi terhadap pasien stroke telah melaporkan bahwa
kebanyakan pasien tidak aktif selama mereka dirawat di bangsal akut
dan rehabilitasi. Untuk pasien ini, program aktivitas fisik bertingkat
telah direkomendasikan untuk membantu mereka secara bertahap
meningkatkan kekuatan fisik tanpa memperburuk gejala yang
mengganggu.
Sebuah studi cross-sectional telah melaporkan bahwa tingkat
7
kebugaran yang lebih tinggi (diukur menggunakan tes latihan bertingkat
usaha maksimal (puncak V02) menggunakan ergometer melangkah)
secara signifikan terkait dengan asthenia post stroke kerja yang lebih
sedikit (p <0,01); dengan tidak adanya hubungan antara kebugaran dan
asthenia post stroke kronis.
Sebuah percobaan multisenter, acak, terkontrol baru-baru ini
menunjukkan bahwa program pelatihan aktivitas bertingkat ditambah
terapi kognitif selama periode 12 minggu mengarah pada penurunan
yang lebih besar dalam asthenia post stroke pasca-stroke persisten
dibandingkan dengan terapi kognitif saja. Penurunan ini telah
dilaporkan tetap stabil pada 6 bulan-tindak lanjut menghasilkan status
kesehatan fungsional yang lebih baik secara keseluruhan, ditandai
dengan lebih sedikit gejala depresi, dan perbaikan baik dalam tidur dan
ketahanan fisik.
C. Perawatan Psikologis
Strategi kompensasi kognitif yang menghindari sumber daya energi
yang terbatas yang tersedia untuk pasien yang menderita asthenia post
stroke pasca stroke mungkin juga bermanfaat.
Strategi kompensasi ini membutuhkan perencanaan yang
ditingkatkan dan variasi aktivitas untuk mendorong pola aktivitas dan
istirahat yang lebih teratur. Bentuk tambahan dari terapi perilaku
kognitif, seperti yang dikemukakan oleh Broomfield et al. untuk depresi
pasca stroke, adalah titik awal yang baik untuk mengatasi masalah ini.
Terapi ini memperhitungkan defisit kognitif dan oleh karena itu dapat
membantu mendorong perubahan perilaku yang diperlukan untuk
menerapkan strategi kompensasi.
D. Saran Lingkungan
Saran lingkungan untuk meningkatkan penyembuhan terhadap
asthenia post stroke di rumah sakit termasuk akses reguler ke udara
segar, lingkungan seperti di rumah, perhatian pribadi yang baik serta
akses ke kendaraan komunikatif seperti televisi, Internet dan kegiatan
bangsal. Banyak pasien telah melaporkan gangguan tidur selama di
8
rumah sakit karena ritme rumah sakit. Perubahan kondisi kehidupan
rumah sakit bisa meningkatkan pasca stroke.
Rekomendasi di luar rumah sakit meliputi: mendorong aktivitas
fisik, nutrisi yang tepat, serta istirahat dan relaksasi yang cukup.
e. DEFINISI STROKE
9
otak. Berdasarkan kelainan patologis stroke hemorrhagic terdiri dari dua
macam, yaitu:
a. Intraserebral
b. Ekstraserebral (subarachnoid)
c. Berdasarkan waktu terjadinya :
1. Transient Ischemic Attack (TIA) : merupakan gangguan neurologis
fokal yang timbul mendadak dan menghilang dalam beberapa menit
sampai kurang 24 jam.
2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
3. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke :perjalanan stroke
berlangsung perlahan meskipun akut. Kondisi stroke di mana defisit
neurologisnya terus bertambah berat.
4. Completed stroke / serangan stroke iskemik irreversible : gangguan
neurologis maksimal sejak awal serangan dengan sedikit perbaikan.
Kondisi stroke di mana defisit neurologisnya pada saat onset lebih
berat, dan kemudiannya dapat membaik/menetap.
d. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler :
1. Sistem karotis
11
Kaku kuduk + - -
Deviation conjugree + - -
Gangguan N. III, IV,
+ - -
VI
Bradikardi + - hari ke-4
Papiledema + - -
7. SKORING STROKE
Penentuan terapi stroke saat ini berdasarkan jenis patologi stroke iskemik atau
perdarahan. Diagnosis gold standard dengan menggunakan CT scan atau
MRI.Terdapat beberapa sistem skoring yang dapat digunakan untuk membantu
menegakkan diagnosis baik stroke hemoragik maupun stroke non hemoragik.
Skor yang dapat digunakan yaitu Siriraj Score dan Gadjah Mada score.
12
Tabel 3.Siriraj Stroke Skore (SSS)
Gejala/tanda Penilaian Indeks
1 Kesadaran (0) kompos mentis X 2.5
(1) Mengantuk
(2) Semi koma/koma
2 Muntah (0) Tidak X2
(1) Ya
3 Nyeri Kepala (0) Tidak X2
(1) Ya
4 Tekanan darah Diastolik X 10%
5 Ateroma (0) Tidak X (3)
a. DM (1) Ya
b. Angina pectoris
c. Klaudikasio terminten
6 Konstante -12
1. Hiponatremia
Hiponatremia selalu mencerminkan retensi air baik dari
peningkatan mutlak dalam jumlah berat badan (total body weight,
TBW) atau hilangnya natrium dalam relatif lebih hilangnya air.
Kapasitas normal ginjal untuk menghasilkan urin encer dengan
osmolalitas serendah 40 mOsm / kg (berat jenis 1,001)
memungkinkan mereka untuk mengeluarkan lebih dari 10 L air
gratis per hari jika diperlukan. Karena cadangan yang luar biasa ini,
hiponatremia hampir selalu merupakan efeknya dari akibat
kapasitas pengenceran urin tersebut (osmolalitas urin> 100 mOsm
/ kg atau spesifik c gravitasi> 1,003). Kondisi hiponatremia apabila
kadar natrium plasma di bawah 130mEq/L. Jika < 120 mg/L maka
akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi,
iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110
mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Antara penyebab
terjadinya Hiponatremia adalah euvolemia (SIADH, polidipsi
psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah,
third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis).
Terapi untuk mengkoreksi hiponatremia yang sudah berlangsung
lama dilakukan secara perlahan-lahan, sedangkan untuk
hiponatremia akut lebih agresif.2,3,4
Dosis NaCl yang harus diberikan, dihitung melalui rumus berikut: NaCl = 0,6( N-
n) x BB
14
Gradasi Tanda
Gejala
2. Hipokalemia
Nilai normal Kalium plasma adalah 3,5-4,5 mEq/L. Disebut
hipokalemia apabila kadar kalium <3,5mEq/L. Dapat terjadi akibat dari
redistribusi akut kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau
dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala
hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS
segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan
otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat
berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-
obatan), infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild
hipokalemia >2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40
mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia
berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat).
15
C. DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis klinik : Kelemahan Umum
Diagnosis topis : Thalamus Sinistra
Diagnosis etiologi : Asthenia Post Stroke dd Stroke Hemoragik
Reccurent dd Stroke Infark
Diagnonsis tambahan : Gangguan Elektrolit, Hipertensi
D. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan di Bangsal Cempaka tanggal 12 Januari 2021
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
a. Kesadaran : compos mentis/ GCS = E4M6V5= 15
b. TD : 140/100 mmHg
c. Nadi : 96x/menit
d. Pernapasan : 20 x/menit
e. Suhu : 36,6 oC
f. SpO2 : 98 %
Status Generalis (12 Januari 2021):
1. Kepala : normosefali, tidak ada kelainan
2. Mata
ODS: pupil bulat, ø 3mm, reflek cahaya langsung (+/+), reflek cahaya
tidak langsung (+/+)
3. THT : dalam batas normal
4. Mulut : bibir perot kearah kanan (+), bicara pelo (+) ringan
5. Leher : dalam batas normal
6. Thoraks
Cor
• Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
• Palpasi : kuat angkat, ictus cordis teraba 2 cm medial di ICS 5 linea
midclavikula sinistra
• Perkusi :
Kanan jantung : ICS IV linea sternalis dextra
Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Kiri jantung : ICS V, 2cm medial linea
16
midclaviculasinistra
• Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
• Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada (-/-)
• Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri
• Perkusi : Sonor (+/+)
• Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara wheezing (-/-),
ronki (-/-)
7. Abdomen : datar, timpani, BU (+) normal, hepar & lien tidak teraba,
nyeri tekan epigastric (-)
8. Ekstremitas : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, edema (-/-)
9.
Status Psikiatrikus
Status Neurologis
Nervus Kranialis
N. I (OLFAKTORIUS) Lubang hidung Kanan Lubang hidung Kiri
Daya Pembau Normal Normal
17
Perdarahan Arteri/Vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Fundus Okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Papil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
18
N. VII (FASIALIS) Kanan Kiri
Kerutan Kulit Dahi Normal Normal
Kedipan Mata Normal Normal
Lipatan Nasolabial Datar Normal
Sudut Mulut Normal Lebih rendah
Mengerutkan Dahi Normal Normal
Mengangkat Alis Normal Normal
Menutup Mata + +
Meringis Normal Asimetris
Tik Fasial - -
Lakrimasi - -
Daya Kecap 2/3 Depan Normal Normal
Tersedak (-)
N. X (VAGUS) Keterangan
Arkus faring Simetris
Reflek muntah (+)
Bersuara Pelo
Menelan Normal
N. XI (AKSESORIUS) Keterangan
Memalingkan Kepala Normal
Sikap Bahu Normal
19
Mengangkat Bahu Normal
Trofi Otot Bahu Eutrofi
Fungsi Motorik
Refleks Fisiologis
Refleks Biceps + +
Refleks Triceps + +
Refleks ulna dan + +
radialis
Refleks Patella + +
Refleks Achilles + +
Refleks Patologis
Babinski + -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
20
Schaeffer - -
Kanan Kiri
Eksteroseptif
Rasa nyeri Terasa Terasa
Rasa raba Terasa Terasa
Rasa suhu Terasa Terasa
Propioseptif
Rasa gerak dan sikap Terasa Terasa
Rasa getar Terasa Terasa
E. Pemeriksaan Penunjang
22
3. CT Scan kepala tanpa kontras (3 Agustus 2021)
- Tampak Lesi hiperdens densitas pada thalamus kiri yang ruptur ke dalam
ventrikel lateralis kanan kiri (kiri>), III, dan IV
- Sulci corticalis dan fissure sylvii kanan kiri tak menyempit
- Ventrikel lateralis kanan kiri, III dan IV melebar
- Diferensiasi white-grey matter jelas
- Tak tampak midline shifting
- Sistema perimesensefalic normal
- Batang otak dan serebelum normal
23
- Kesan:
- Hemorhagic thalamus kiri
- Intraventricular hemorhagic lateralis kanan kiri, III dan IV
- Pelebaran ventrikel lateralis kanan kiri, III dan IV -> ventrikulomegali
F. DIAGNOSA AKHIR
Diagnosa klinik : Kelemahan Umum
Diagnosis topik : Thalamus Sinistra
Diagnosis etiologi : Asthenia Post Stroke
Diagnosis tambahan : Imbalance Elektrolit, Hipertensi
DISKUSI II
Pada pemeriksaan fisik status generalisata ditemukan kesadaran E4V5M6 atau
kesadaran penuh (compos mentis), dimana pasen memiliki orientasi yang baik
terhadap diri maupun lingkungan. Pasien dapat membuka mata secara spontan dan
terdapat kontak mata dengan pemeriksa, pasien masih sulit diajak berkomunikasi
dengan orientasi cukup tetapi mampu mengikuti perintah pemeriksa.
Saat dilakukan pemeriksaan tanda vital, tekanan darah pasien 140/80 mmHg,
nadi 90x/menit dengan irama regular isi cukup, laju nafas 20x/menit dalam batas
normal, suhu 36.6°C (Afebris), dan saturasi oksigen dalam keadaan baik. Pada
pemeriksaan motoric sulit dinilai, general weakness dan kesan kelemahan anggota
gerak kanan.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin, kimia
klinik dan profil lipid untuk mencari faktor risiko lain yang kemungkinan terlibat
pada perjalanan penyakit, yaitu stroke pada pasien ini serta gangguan elektrolit.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan hasil yaitu terdapat peningkatan pada trigliserida
dan penurunan pada natrium, kalium, dan klorida.
24
G. Tata Laksana
Pada penderita ini diberikan:
Medikamentosa
- Inf Asering 20 tpm
- Inj Citicolin 2 x 500 mg
- Inj Piracetam 4 x 3 gr
- Inj Ranitidin 2 x 1 amp
- Inj Mecobalamin 1 x 1 amp
- Inj Ceftriaxone 2x1 gr
- Inj Ondansentron 3x1 k/p
- Ambroxol 3x1 cth
- Sucralfate 2x1 cth
- Curcuma 2x1
- Gemfibrozil 1x1
- Kapsul garam 2x1
- Ksr 2x1
DISKUSI III
25
Piracetam berperanan meningkatkan energi (ATP) otak,
meningkatkan aktifitas adenylat kinase (AK) yang merupakan kunci
metabolisme energi dimana mengubah ADP menjadi ATP dan AMP,
meningkatkan sintesis dan pertukaran cytochrome b5 yang merupakan
komponen kunci dalam rantai transport elektron dimana energi ATP
diproduksi di mitokondria (James, 2004). Piracetam juga digunakan
untuk perbaikan defisit neurologi khususnya kelemahan motorik dan
kemampuan bicara pada kasus-kasus cerebral iskemia, dan juga dapat
mengurangi severitas atau kemunculan post traumatik / concussion
sindrom.
Metilkobalamin adalah metabolit dari vitamin B12 yang berperan
sebagai koenzim dalam proses pembentukan methionin dari
homosystein. Reaksi ini berguna dalam pembentukan DNA, serta
pemeliharaan fungsi saraf. Metilkobalamin berperan pada neuron
susunan saraf melalui aksinya terhadap reseptor NMDA dengan
perantaraan S-adenosilmethione (SAM) dalam mencegah apoptosis
akibat glutamate-induced neurotoxicity. Hal ini menunjukkan adanya
kemungkinan peranan metilkobalamin pada terapi stroke, cedera otak,
penyakit Alzheimer, Parkinson, termasuk juga dapat dipakai untuk
melindungi otak dari kerusakan pada kondisi hipoglikemia dan status
epileptikus (Meliala & Barus, 2008).
Ranitidin diberikan sebagai gastroprotektor dan mencegah efek
samping dan interaksi dari obat lain.
Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan cefalosporin generasi
ketiga. Cefalosporin berasal dari fungus Cephalosporium acremonium
yang diisolasi pada tahun 1948 oleh Brotzu. Inti dasar Cefalosporin C
ialah asam 7-amino-Sefalosporanat (7-ACA : 7-aminocephalosporanic
acid) yang merupakan kompleks cincin dihidrotiazin dan cincin
betalaktam. Cefalosporin generasi ketiga memiliki spektrum luas
terhadap bakteri gram positif dan gram negatif tetapi kurang aktf
dibandingkan dengan generasi pertama terhadap kokus Gram-positif,
tetapi jauh lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae, termasuk strain
26
penghasil penisilinase. Ceftriaxone memiliki waktu paruh yang cukup
panjang sekitar 8 jam. Ketika ceftriaxone mencapai konsentrasi
terapeutik, obat ini menunjukan penetrasi yang sangat baik ke jaringan
- jaringan.
Ondansetron adalah derivat carbazalone yang secara struktural
berhubungan dengan serotonin dan bekerja spesifik sebagai antagonis
reseptor subtype 5-HT3, tanpa mempengaruhi reseptor dopamin,
histamin, adrenergik ataupun kolinergik sehingga ondansetron tidak
memiliki efek neurologis, yang terbalik dengan droperidol dan
metokloperamid.
Gemfibrozil adalah obat untuk menurunkan kadar trigliserida (salah
satu jenis lemak darah). Obat ini juga bisa membantu penurunan kadar
LDL atau kolesterol jahat dan menaikkan kadar HDL atau kolesterol
baik di dalam darah. Gemfibrozil merupakan obat golongan fibrat. Obat
ini bekerja dengan cara menurunkan produksi lemak oleh hati. Untuk
meningkatkan efektivitasnya, penggunaan gemfibrozil harus disertai
dengan pengaturan pola makan.
KSR 600 MG mengandung kalium klorida yang di gunakan untuk
mengobati atau mencegah jumlah kalium yang rendah dalam darah.
Komposisi KCl 600 mg Dosis 2-3 x sehari 1-2 tablet
I. PROGNOSIS
Death : dubia ad bonam
Disease : dubia ad bonam
Disability : dubia ad malam
Discomfort : dubia ad bonam
Dissatisfaction : dubia ad malam
Distitution : dubia ad malam
27
H. Follow Up (Mulai tanggal 12 Januari 2020)
Selasa S : pasien mengeluh lemas, capek, sejak semalam P:
12/1/21 mengantuk. - Inf Asering 20 tpm
O: - Inj Citicolin 2 x 500 mg
HP 2
- Inj Piracetam 4 x 3 gr
KU : Compos mentis. E4M6V5
- Inj Ranitidin 2 x 1 amp
TD :150/120 mmHg - Inj Mecobalamin 1 x 1
Nadi : 98x/mnt amp
- Inj Ceftriaxone 2x1 gr
RR : 16 x/mnt - Inj Ondansentron 3x1 k/p
Suhu : 36,6 0C - Ambroxol 3x1 cth
- Sucralfate 2x1 cth
Ekstremitas: - Curcuma 2x1
terbatas motoric kekuatan / motorik terbatas dan bebas - Gemfibrozil 1x1
- Kapsul garam 2x1
2 / 5 dan 3 / 5 - Ksr 2x1
Hasil Lab Elektrolit :
- Na : 133.6 L
- K : 2.78 L
- Cl : 95.8 L
A : General Weakness, Asthenia Post Stroke,
Elektrolit Imbalance
28
Kamis S : pasien mengeluh lemas, sudah bisa diajak P:
14/1/21 berkomunikasi, nafsu makan menurun, nyeri - Inf Asering 20 tpm
tenggorokan, batuk (+) - Inj Citicolin 2 x 500 mg
HP 4
O: - Inj Piracetam 4 x 3 gr
- Inj Ranitidin 2 x 1 amp
KU : Compos mentis. E4M6V5
- Inj Mecobalamin 1 x 1
TD :140/100 mmHg amp
Nadi : 98x/mnt - Inj Ceftriaxone 2x1 gr
- Inj Ondansentron 3x1 k/p
RR : 16 x/mnt - Ambroxol 3x1 cth
Suhu : 36,6 0C - Sucralfate 2x1 cth
- Curcuma 2x1
Ekstremitas: - Gemfibrozil 1x1
terbatas motoric kekuatan / motorik terbatas dan bebas - Kapsul garam 2x1
- Ksr 2x1
2 / 5 dan 3 / 5 - Pasang NGT
A : General Weakness, Asthenia Post Stroke,
Elektrolit Imbalance
29
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Doijad, R.C., Pathan, A.B., Pawar, N.B., Baraskar, S.S., Maske, V.D.
dan Gaikwad, S.L.Therapeutic Applications Of Citicoline And
Piracetam As Fixed Dose Combination. Journal of Pharma and
Bio Science.2012. h. 15-20.
Tanto, Chris. et. all. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.
jilid 2. 2014. hal : 975-80.
30