Anda di halaman 1dari 7

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ALKHAIRAAT


Bag./SMF Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin FK UNISA Palu / RSU Anutapura

STATUS PENDERITA

Diagnosis : ERIPSI AKNEFORMIS

Nama : Ade Indra Ari Utama

NIM : 121777714190

Pembimbing : dr. Sukma Anjayani, M.Kes, SpKK


1. Nama : Tn. A
Umur : 19 tahun
Alamat : Jln. Kedondong
Status Perkawinan : Belum Menikah
Tgl. Masuk Rs/Poli : 04 Juni 2018

2. Anamnesis : Autoanamnesis
Keluhan Utama : Gatal - gatal
Anamnesis Terpimpin : Keluhan ini sudah dialami sejak 8 bulan punggung, sejak pasien
bekerja di tempat somel kayu dan terpapar oleh serbuk ukayu, awalnya gejala ini tumbul,
mulailah terasa gatal dan timbulnya lesi didaerah wajah, dada punggung dan lengan atas,
riwayat alergi disangkal, riwayat dalam keluarga (-) riwayat pengobatan (+) tetapi belum
ada perubahan.

3. Status Pasien
Keadaan Umum : Sakit (Ringan/Sedang/Berat) ; Kesadaran : Compos mentis
Gizi (Kurang/Cukup/Baik) ; Higiene (Buruk/Sedang/Baik)
Tanda Vital : Tensi - mm/Hg ; Nadi - x/mnt ;
Pernapasan -. x/mnt ; Suhu - oC
Kepala : * Sklera : Ikterus (-)
 Konjungtiva : Anemia (-)
 Bibir : Sianosis (-)
Jantung / Paru : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelenjar Limfa : Tidak dilakukan pemeriksaan

4. Status Lokalis : Kepala, Dada, Punggung, Bokong, Genetalia, Ekstremitas


(Superior/ inferior)

5. Status Dermatologi
Lokasi : Regio Facialis, colli, thoracal dan ekstremitas atas.
Ukuran : Miliar
Efloresensi : papul hiperpigmentasi

6. Laboratorium
Kerokan :-
Dan lain-lain :-

7. Resume : Pasien laki-laki usia 19 tahun. Datang dengan keluhan pruritus


Keluhan ini sudah dialami sejak 8 bulan yang lalu, sejak pasien bekerja di tempat somel
kayu dan terpapar oleh serbuk ukayu, awalnya gejala ini tumbul, mulailah terasa gatal
dan timbulnya lesi didaerah wajah, dada punggung dan lengan atas, riwayat alergi
disangkal, riwayat pengobatan (+) tetapi belum ada perubahan.
Pada pemeriksaan dermatologi detemukan lesi kulit pada regio facialis, thorakal,
skapularis dan regio ekstermitas atas dengan ukuran miliar dan efloresensi berupa papul
hiperpigmentasi
8. Diagnosis Banding : Akne Vulgaris

9. Diagnosis : Eripsi Akneformis


10. Diskusi : Lampiran

11. Anjuran Pemeriksaan : -

12. Terapi :

Sistemik : Dosisiklin 100 mg


Zink 1x1
Topikal : Gentamisin 10 gr
Desoksimetason 5 gr
Myconazol 5 gr
13. Prognosis : Dubia ad bonam.
ERUPSI AKNEFORMIS

1. Definisi
--- Erupsi akneformis adalah kelainan kulit yang menyerupai akne yang berupa reaksi
peradangan folikuler dengan manifestasi klinis papulopustular.
----
2. Etiologi
--- Etiologi penyakit ini masih belum jelas. Semula erupsi akneformis disangka sebagai salah
satu jenis akne, namun kemudian diketahui bahwa etiopatogenesis dan gejalanya
berbeda. Induksi obat yang diberikan secara sistemik diakui sebagai faktor penyebab yang paling
utama. Ada pula yang mengganggap bahwa erupsi akneformis dapat disebabkan oleh aplikasi
topikal kortikosteroid, psoralen dan ultraviolet A (PUVA) atau radiasi, bahkan berbagai bahan
kimia yang kontak ke kulit akibat kerja (minyak, klor), kosmetika, atau tekanan pada kulit.

3. Patogenesis
Mekanisme patogenesis terjadinya erupsi akneiformis belum diketahui secara pasti. John
Hunter dkk menyatakan bahwa erupsi akneiformis terjadi melalui mekanisme non imunologis
yang dapat disebabkan karena dosis yang berlebihan, akumulasi obat atau karena
efek farmakologi yang tidak diinginkan. Andrew J.M dalam bahasannya tentang Cutaneous
Drug Eruption menyatakan bahwa mekanisme non imunologis merupakan suatu reaksi pseudo-
allergic yang menyerupai reaksi alergi, tetapi tidak bersifat antibody-dependent. Ada satu atau
lebih mekanisme yang terlibat dalam reaksi tersebut, yaitu: pelepasan mediator sel mast dengan
cara langsung, aktivasi langsung dari sistem komplemen, atau pengaruh langsung pada
metabolisme enzim asam arachidonat sel. Selain itu adanya efek sekunder yang merupakan
bagian dari efek farmakologis obat, juga dapat menimbulkan manifestasi di jaringan kulit.

4. Gambaran Klinis
Berbeda dengan akne, erupsi akneformis dapat timbul secara akut, subakut, dan kronis.
Tempat terjadinya tidak hanya terjadi di tempat predileksi akne saja, namun dapat terjadi di
seluruh bagian tubuh yang mempunyai folikel pilosebasea. Tempat tersering pada
dada,punggung bagian atas dan lengan.
--- Gambaran klinis berupa papul yang eritematous, pustul, monomorfik atau oligomorfik,
biasanya tanpa komedo, komedo dapat terjadi kemudian setelah sistem sebum ikut terganggu.
Dapat disertai demam, malese, dan umumnya tidak terasa gatal. Umur penderita bervariasi,
mulaidari remaja sampai orang tua dan pada anamnesis ditemukan adanya riwayat pemakaian
obat. Erupsi akneformis secara klinis mempunyai karakteristik tersendiri seperti erupsi
akneformis akibat steroid (akne steroid), erupsi akneformis akibat paparan senyawa halogen
(chloracne), dan erupsi akneformis akibat antibiotik. Akne steroid memberi gambaran
papulopustul, monomorfik, tempat predileksi di daerah dada, ekstremitas, sedikit pada daerah
wajah, dan timbul setelah penggunaan kortikosteroid topikal atau sistemik. Chloracne berupa
komedo yang polimorf dan kista, sering ditemukan pada pekerja industri dan biasanya lebih berat
daripada akne steroid. Erupsi akneformis akibat antibiotik biasanya bersifat akut, erupsi pustular
generalisata, demam disertai lekositosis, dan tanpa komedo.

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium sederhana dapat dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dengan
pewarnaan Gram dari cairan pustula.Pemeriksaan ini dilakukan untuk membedakan erupsi
akneiformis dengan folikulitis, Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang
tidak spesifik berupa sebukan sel radang kronis di sekitar folikel sebasea dengan massa sebum
di dalam folikel. Pada kista, radang sudah menghilang diganti dengan jaringan ikat pembatas
massa cair sebum yang bercampur dengan darah, jaringan mati, dan keratin yang lepas.
Penelitian yang dilakukan oleh Audrey Lobo, dkk. pada tahun 1992 memberikan
gambaran erupsi secara histopatologis. Pada erupsi akibat INH dan kortikosteroid didapatkan
adanya sumbatan folikel, retensi kista, dan peradangan di daerah perifolikular. Pada penggunaan
kortikosteroid ditemukan adanya gambaran tambahan seperti kerusakan pada sel-sel luminal dan
supurasi dinding folikel sedangkan pada penggunaan INH tidak ditemukan pustul dan
lesi nodulokistik. Kelainan ini muncul setelah penggunaan 1 hari -11 bulan.

6. Diagnosis Banding
 Akne Vulgaris
--- Umumnya terjadi pada remaja dan berlangsung kronis. Tempat predileksi di tempat
sebore seperti di muka, bahu, dada bagian atas dan punggung bagian atas, lokasi lain seperti
leher, lengan atas dan glutea kadang-kadang terkena.
2Erupsi biasanya berbentuk polimorf, terdapat komedo, papul yang tidak peradang dan
pustul, kista dan nodus yang meradang. Dapat disertai rasa gatal, namun biasanya keluhan
penderita berupa keluhan estetis. Komedo merupakan gejala patognomonik bagi akne, berupa
papul miliar yang ditengahnya mengandung sumbatan sebum.

 Akne Venenata
Merupakan erupsi setempat pada lokasi kontak dengan zat kimia yang digunakan,
terjadinya subkronis. Lesi pada umumnya monomorf berupa komedo dan papul, dan tidak gatal.

 Folikulitis
Folikulitis adalah peradangan pada folikel rambut, biasanya disebabkan oleh infeksi
Staphylococcus aureus. Folikulitis diklasifikasikan menjadi folikulitis superfisialis,
diman

7. Penatalaksanaan
Penghentian konsumsi obat-obat penyebab dapat menghentikan bertambahnya dan secara
perlahan menghilangkan erupsi yang ada. Apabila penghentian pemakaian obat tidak
bisa dilakukan, maka pemberian obat-obatan yang digunakan untuk mengobati akne, baik secara
sistemik maupun topikal dapat memberikan hasil yang cukup baik.
Pengobatan Topikal
---- Pengobatan topikal dilakukan untuk menekan peradangan, dan mempercepat
penyembuhan lesi. Jika sistem sebum telah ikut terganggu, maka obat-obatan ini dapat
digunakan untuk mencegah pembentukan komedo. Obat topikal yaitu :
a. Bahan keratolitik yang dapat mengelupas kulit misalnya sulfur (4-20%), asam retinoid
(0,025-0,1%), benzoil peroksida (2,5-10%), asam azeleat (15-20%), dan akhir-akhir ini
digunakan pula asam alfa-hidroksi (AHA) seperti asam glikolat (3-8%). Sulfur bekerja sebagai
keratolitik. Biasanya yang digunakan adalah sulfur dengan tingkat terhalus, yaitu sulfur
presipitatum (belerang endap) berupa bubuk kuning kehijauan. Biasanya digunakan dalam
bentuk bedak kocok. Bedak kocok yang biasa digunakan adalah losio kumorfeldi, yang terdiri
dari:
- Camphorae 1 gram
- Sulfur 6,6 gram
- Etanol 90% 3 ml
- Calcici hidroxy solutio 40 ml
- Zat pengemulsi 1,5 gr
 Asam retinoid topikal (tretinoin, isotretinoin, dan retinoid like drug, adapalene) bekerja
untuk mengoreksi ketidaknormalan keratinosit folikuler. Terapi ini efektif untuk terapi
dan pencegahan lesi primer, dengan cara membatasi formasi lesi peradangan.
Retinoid topikal juga membantu penetrasi obat topikal lainnya dan juga memperbaiki
hiperpigmentasi yang banyak terjadi pada kulit gelap setelah penyembuhan dari lesi
peradangan. Retinod topikal tidak boleh diberikan pada wanita hamil.
 Benzoil peroksida, tidak saja membunuh bakteri melainkan menyebabkan
deskuamasi dan timbulnya gumpalan di dalam folikel. Pada permulaan pengobatan
pasien merasa seperti terbakar. Gejala ini akan berkurang dalam beberapa minggu.
Sebaiknya dimulai dari dosis rendah dahulu, kemudian lambat laun diganti dengan dosis
tinggi. Efek samping pada pemakaian lama adalah sensitisasi secara kontak (2,5 % dari
kasus). Cara kerja obat ini, yaitu:
- Anti bakteri yang kuat
- Komedolitik
- Menekan produksi sebum
Dibanding dengan asam retinoid, asam benzoil peroksida memiliki berbagai
kelebihan:
- Kurang menyebabkan iritasi dan rasa tak menyenangkan bagi penderita.
- Tidak menyebabkan bertambah hebatnya (flare up) pada bulan pertama
pengobatan.
- Mengeringkan pustula lebih cepat daripada tretinoin.
- Pada bentuk komedo, kurang efektif dibandingkan dengan tretinoin.
---- Kombinasi asam retinoid dengan benzoil peroksida akan diperoleh efek sinergistik,
tetapi sayang keduanya tak dapat dipakai bersama-sama dalam satu bahan dasar.
Asam retinoid dapat menyebabkan kulit lebih permiabel sehingga meningkatkan
konsentrasi benzoil peroksida dalam jaringan.

 Asam azeleat
Merupakan suatu dikarbosilisik yang mempunyai efek yang sama dengan benzoil
peroksida dan asam retinoid, dengan cara mengurangi granula keratohialin pada
saluran pilosebasea. Sifat iritasinya lebih kecil dan dapat ditolerir dengan baik dan
mempunyai efek anti inflamasi.
 Asam alfa-hidroksi (AHA)
Asam alfa-hidroksi (AHA) konsentrasi rendah akan mengurangi kohesi korniosit dan
berguna untuk lesi yang tidak beradang sedangkan pada konsentrasi tinggi akan
menyebabkan epidermolisis subkorneal (atap pustula pecah) dan pada lapisan dermis akan
merangsang sintesis kolagen baru. Efek asam alfa hodroksi tergantung pada macam,
konsentrasi, vehikulum, waktu pajanan dan kondisikondisi lain.

Anda mungkin juga menyukai