Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

ILEUS OBSTRUKTIF

PEMBIMBING:

dr. Stephanie Christina, Sp.Rad

Disusun Oleh :

Reza Dwi Ramadhan 202020401011135

Arumita Ayu Novitasari 202020401011093

Pebby Destiayu Hutagalung 202020401011150

SMF RADIOLOGI

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA KEDIRI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat-

Nya penulis dapat menyelesaikan referat stase Ilmu Kesehatan Mata dengan

mengambil topik “Ileus Obstruktif”.

Referat ini disusun dalam rangka menjalani kepaniteraan klinik bagian

Ilmu Radiologi di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri. Tidak lupa penulis ucapkan

terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan

referat ini terutama dr. Stephanie Christina, Sp.Rad selaku dokter pembimbing

yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan dan

penyempurnaan tugas ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari

sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dalam bidang

kedokteran khususnya Bagian Ilmu Kesehatan Mata.

Malang, 02 Maret 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 .........................................................................................................Latar Belakang

......................................................................................................... 1

1.2 .........................................................................................................Tujuan

......................................................................................................... 2

1.3 .........................................................................................................Manfaat

......................................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................

2.1 Anatomi Usus................................................................................

2.2 Fisiologi Usus................................................................................

2.3 Ileus Obstruktif..............................................................................

2.3.1 Definisi.................................................................................

2.3.2 Epidemiologi .......................................................................

2.3.3 Klasifikasi.............................................................................

2.3.4 Etiologi.................................................................................

2.3.5 Patofisiologi .........................................................................

2.3.6 Manifestasi Klinis ................................................................

2.3.7 Diagnosis .............................................................................

2.3.8 Tatalaksana ..........................................................................

2.3.9 Komplikasi ..........................................................................

2.3.10.............................................................................................Prognosis
..............................................................................................

ii
BAB 3 KESIMPULAN ...................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ileus adalah hambatan pasase usus yang disebabkan oleh obstruksi

lumen usus atau oleh gangguan peristaltik, dinding usus atau luar usus yang

menekan, atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang

menyebabkan nekrosis pada segmen usus tersebut. Ileus obstruktif

merupakan suatu keadaan yang darurat sehingga memerlukan penanganan

segera (Sjamsuhidajat dan Dejong, 2014).

Setiap tahun 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosis ileus.

Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap

tahunnya (Davidson, 2006). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus

paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien

rawat jalan pada tahun 2004 (Pasaribu N, 2012).

Obstruksi usus merupakan salah satu komplikasi yang umum dan

fatal setelah pembedahan ginekologi. Dahulu angka mortalitas berkisar 40-

60 % sekarang ini, angka mortalitas telah menurun walaupun masih berkisar

antara 10¬20% untuk semua pasien yang mengalami obstruksi pada usus

kecil (Sari N, 2015).

Gambaran klinis yang dapat ditemukan pada ileus obstruktif adalah

nyeri abdomen, muntah, distensi abdomen, tidak bisa buang air besar serta

demam. Pemeriksaan diagnostik radiologi telah menjadi bagian yang tidak

dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari, terutama didalam

1
penatalaksanaan klinis pasien di dalam pelayanan kesehatan. Berbagai

kelainan baik kongenital maupun didapat pada abdomen dapat diperiksa

dengan bantuan radiologi melalui berbagai macam pemeriksaan yaitu, foto

polos abdomen (FPA), ultrasonografi (USG), sampai nuclear magnetic

resonance. Pemeriksaan penunjang radiologi menjadi penting untuk

membantu penegakkan diagnosis (Sari N, 2015).

Dalam referat ini akan dibahas mengenai penyakit ileus obstruktif,

bagaimana mendiagnosis, pemeriksaan fisik dan tatalaksana untuk penyakit

ileus obstruktif

1.2 Tujuan

Tujuan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, etiologi,

epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang,

diagnosis, diagnosis banding dan tatalaksana terapi.

1.3 Manfaat

1. Sebagai tambahan ilmu atau referensi mengenai penyakit ileus obstruktif

2. Sebagai bahan pembelajaran untuk memenuhi salah satu persyaratan

mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik bagi Dokter Muda Fakultas

Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang di SMF Radiologi RS

Bhayangkara Kediri.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Usus

2.1.1 Anatomu Usus Halus (Intestinum Tenue)

Usus halus terbentang dari pylorum sampai caecum dengan panjang 270 cm

sampai 290 cm. Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum dan ileum. Duodenum

panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai jejenum. . Panjang jejenum 100-

110 cm dan panjang ileum 150 -160 cm (Paulsen F. & J. Waschke, 2017).

Duodenum atau juga disebut dengan usus 12 jari merupakan usus yang

berbentuk seperti huruf C yang menghubungkan antara gaster dengan jejunum.

Duodenum terletak di cavum abdomen pada regio epigastrium dan umbilikalis (Paulsen

F. & J. Waschke, 2017). Duodenum memiliki penggantung yg disebut dengan

mesoduodenum. Duodenum terdiri atas beberapa bagian yaitu (Netter FH, 2014):

3
Jejunum dan ileum ini merupakan organ intraperitoneal. Pemisahan duodenum

dan jejenum ditandai oleh Ligamentum Treitz. Ligamentum ini berperan sebagai

ligamentum suspensorium. Kira-kira dua per lima dari sisa usus halus adalah jejenum,

dan tiga per lima bagian terminalnya adalah ileum. Jejenum mempunyai vaskularisasi

yang besar dimana lebih tebal dari ileum (Netter FH, 2014).

Usus halus kecuali duodenum diperdarahi oleh arteri mesenterika superior

dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri celiaca. Duodenum diperdarahi oleh arteri

gastroduodenalis dan cabangnya arteri pankreatikoduodenalis superior. Darah

dikembalikan lewat vena mesenterika superior yang menyatu dengan vena lienalis

membentuk vena porta (Netter FH, 2014).

4
Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari

pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejenum

dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus

mesentericus superior (Netter FH, 2014).

5
2.1.2 Anatomi Usus Besar (Intestinum Crasum)

Usus besar besar lebih panjang dan lebih besar diameternya dari pada usus

halus. Panjang usus besar mencapai 1,5 m dengan diameter rata-rata 6,5 cm. Usus besar

dibagi menjadi caecum, colon dan rektum. Pada caecum terdapat katup ileosekal dan

apendiks yang melekat pada ujung caecum. Caecum menempati sekitar dua atau tiga

inchi pertama dari usus besar. Kolon dibagi lagi menjadi colon ascenden, colon

transversum, descenden dan sigmoid. Tempat dimana colon membentuk belokan tajam

yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan

fleksura lienalis. Colon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan

berbentuk S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu colon sigmoid bersatu

dengan rectum (Paulsen F. & J. Waschke, 2017).

Sekum, kolon ascenden dan bagian kanan kolon transversum diperdarahi oleh

cabang a.mesenterika superior yaitu a.ileokolika, a.kolika dekstra dan a.kolika media.

Kolon transversum bagian kiri, kolon descendens, kolon sigmoid dan sebagian besar

6
rektum perdarahi oleh a.mesenterika inferior melalui a.kolika sinistra, a.sigmoid dan

a.hemoroidalis superior. Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Kolon

dipersarafi oleh oleh serabut simpatis yang berasal dari n. splanknikus dan pleksus

presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari N.vagus (Basson, 2004)

2.2 Fisiologi

Pada duodenum pars superior secara histologis terdapat adanya sel liberkeuhn

yang berfungsi untuk memproduksi sejumlah basa. Basa ini berfungsi untuk menaikkan

pH dari chymus yang masuk ke duodenum dari gaster, sehingga permukaan duodenum

tidak teriritasi dengan adanya chymus yang asam tadi (Sherwood, 2016).

Selain itu, pada duodenum terjadi proses pencernaan karbohidrat secara

enzymatic yang telah berbentuk disakarida. Duodenum merupakan muara dari ductus

pancreaticus, dimana pada pancreas diproduksi enzyme maltase, lactase dan sukrase.

Dimana enzyme maltase akan berfungsi untuk memecah 1 gugus gula maltose menjadi

7
2 gugus gula glukosa. Sedangkan lactase akan merubah 1 gugus gula laktosa menjadi 1

gugus glukosa dan 1 gugus galaktosa. Sementara itu, enzyme sukrase akan memecah 1

gugus sukrosa menjadi 1 gugus fruktosa dan 1 gugus glukosa (Sherwood, 2016).

Sementara itu,di dalam duodenum juga terjadi pencernaan lipid secara

enzymatic. Dimana lipid dalam bentuk diasilgliserol akan teremulsi oleh adanya getah

empedu yang dialirkan melalui ductus choledocus dari vesica fellea dan hepar. Setelah

itu, emulsi lemak tersebut akan diubah oleh enzyme lipase pancreas menjadi asam

lemak dan 2 diasilgliserol (Sherwood, 2016).

Dilihat secara histologik, jejunum dan ileum memiliki vili vhorialis. Dimana vili

chorialis ini berfungsi utk menyerap zat2 gizi hasil akhir dr proses pencernaan spt

glukosa, fruktosa, galaktosa, peptide, asam lemak dan 2 asilgliserol (Sherwood, 2016).

Fungsi motorik pada saluran pencernaan tergantung pada kontraksi sel otot polos

dan integrasi dan modulasi oleh saraf enterik dan ekstrinsik. Kontraksi yang terjadi

sepanjang saluran pencernaan dikendalikan oleh myogenic, mekanisme saraf dan

kimia. Kekacauan mekanisme yang mengatur fungsi motorik pencernaan ini dapat

menyebabkan motilitas usus berubah (Sherwood, 2016).

1. Neurogenik.

Modulator motilitas gastrointestinal meliputi sistem saraf pusat (SSP), saraf

otonom, dan sistem saraf enterik (ENS). ENS merupakan cabang bebas dari sistem saraf

perifer, terdiri dari sekitar 100 juta neuron dibagi dalam dua pleksus ganglion. Pleksus

myenteric yang lebih besar, juga dikenal sebagai pleksus Auerbach, terletak di antara

lapisan otot longitudinal dan sirkular dari externa muskularis; pleksus ini berisi neuron

yang bertanggung jawab atas motilitas gastrointestinal dan regulasi output enzimatik

dari organ-organ yang berdekatan. Pleksus submukosa yang lebih kecil disebut sebagai

8
pleksus Meissner's. ENS berhubungan langsung dengan usus sel otot polos, tetapi juga

memainkan peran penting dalam fungsi aferen visceral (Sherwood, 2016).

2. Myogenic.

Mekanisme kontrol termasuk faktor yang terlibat dalam mengatur aktivitas

listrik yang dihasilkan oleh sel otot polos pada saluran pencernaan. Sebuah komponen

penting dari sistem kontrol myogenic adalah kegiatan pacu listrik yang berasal dari sel-

sel interstisial dari Cajal (ICC). ICC membentuk sistem alat pacu jantung nonneural

terletak di antara lapisan otot sirkuler dan longitudinal dari usus kecil. Yang mana-mana

gelombang lambat dari usus kecil, biasanya disebut sebagai aktivitas kontrol listrik

(ECA) dan potensi perintis (PP), berasal dari jaringan ICC berhubungan dengan pleksus

Auerbach. Selain menghasilkan alat pacu jantung kegiatan, ICC tampaknya berfungsi

sebagai perantara antara neurogenik (ENS) dan myogenic sistem kontrol karena mereka

secara luas dipersarafi dan berada di dekat sel otot polos gastrointestinal (Sherwood,

2016).

3. Kimia.

Kontrol mengacu pada pengamatan kontraksi otot polos gastrointestinal selama

periode depolarisasi dari membran potensial, hanya terjadi jika ada neurotransmiter

seperti asetilkolin. Jarak terjadinya kontraksi tergantung dari banyaknya panjang dari

segmen yang menunjukkan aktivitas kontrol listrik dan panjang segmen neurokimia

bersebelahan yang diaktifkan (Sherwood, 2016).

4. Kontrol saraf ekstrinsik .

Dari fungsi motorik gastrointestinal dapat dibagi lagi menjadi aliran

parasimpatis kranial dan sakral dan pasokan torakolumbalis simpatik. Saraf kranial

terutama melalui saraf vagus, yang mempersarafi saluran pencernaan dari lambung ke

9
usus besar kanan dan terdiri dari serat preganglionik kolinergik yang bersinaps dengan

ENS. Pasokan serat simpatis ke perut dan usus kecil muncul dari tingkat T5 sampai T10

dari kolom intermediolateral sumsum tulang belakang. The celiac prevertebral,

mesenterika superior, dan mesenterika inferior ganglia simpatis memainkan peran

penting dalam integrasi impuls aferen antara usus dan SSP (Sherwood, 2016).

2.3 Ileus Obstruktif

2.3.1 Definisi

Ileus adalah hambatan pasase usus yang disebabkan oleh obstruksi lumen usus

atau oleh gangguan peristaltik, dinding usus atau luar usus yang menekan, atau

kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrosis pada

segmen usus tersebut ( Tjoekra, 2016). Ileus obstruktif merupakan suatu keadaan yang

darurat sehingga memerlukan penanganan segera. (Novita, 2015).

2.3.2 Epidemiologi

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2008, diperkirakan

penyakit saluran cerna tergolong 10 besar penyakit penyebab kematian di dunia.

Indonesia menempati urutan ke 107 dalam jumlah kematian yang disebabkan oleh

penyakit saluran cerna di dunia tahun 2004, yaitu 39.3 jiwa per 100.000 jiwa

Setiap tahunnya, setiap 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosis ileus.

Obstruksi usus sering disebut juga ileus obstruktif yang merupakan kegawatan dalam

bedah abdomen yang sering dijumpai. Ileus obstruktif merupakan 60-70% seluruh kasus

akut abdomen yang bukan appendisitis akut (Sjamsulhidajat dan De Jong, 2008). Di

Amerika diperkirakan sekitar 300-400 ribu kasus tercatat tiap tahunnya sedangkan di

Indonesia tercatat 7.059 kasus yang dirawat inap dan 7.024 kasus rawat jalan pada 2004

(Tjoekra, 2016)

10
Obstruksi usus sering ditemukan pada neonatus yakni sekitar 1 dari 1500

kelahiran hidup.4,5 Data dari Amerika Serikat diperkirakan 3000 dalam setahun bayi

dilahirkan dengan disertai obstruksi usus. Di Indonesia jumlahnya tidak jauh berbeda

dibandingkan dengan negara lain dan untuk seluruh dunia jumlahnya jauh melebihi

50.000 dalam setahun. Data dari rumah sakit di Cirebon tahun 2006 tercatat bahwa

obstruksi usus merupakan peringkat ke 6 dari 10 penyebab kematian tertinggi pada anak

usia 1 – 4 tahun dengan proporsi 3,34%, yakni sebanyak 3 kasus dari 88 kasus. Selain

itu berdasarkan data dari Rumah Sakit Umum Daerah dr Pringadi Medan pada tahun

2007 – 2010 didapatkan kasus ileus obstruksi sebanyak 11,5% dari 111 kasus. (Novita,

2015)

2.3.3 Klasifikasi

Terdapat klasifikasi berdasarkan letak obstruksinya, yaitu :

1) Letak tinggi sumbatannya mengenai usus halus (gaster sampai ileum terminal).

2) Letak rendah sumbatan mengenai usus besar (dari ileum terminal sampai

rectum) (Sjamsulhidajat dan De Jong, 2004).

Terdapat klasifikasi berdasarkan jenis sumbatnya, yaitu :

1) Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya

pembuluh darah.

2) Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan

pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis

atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh

toksin dari jaringan gangren.

Untuk kasus tertentu dilakukan foto radiografi polos tiga posisi yaitu posisi

terlentang (supine), tegak dan miring ke kiri (left lateral decubitus). Biasanya posisi

11
demikian dimintakan untuk memastikan adanya udara bebas yang berpindah pindah bila

difoto dalam posisi berbeda. Untuk menegakkan diagnosa secara radiologis pada ileus

obstruktif dilakukan foto abdomen. Yang dapat ditemukan pada pemeriksaan foto

abdomen ini antara lain :

1) Posisi terlentang (supine). Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di

proksimal daerah obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti duri ikan

(Herring Bone Appearance). Gambaran ini didapat dari pengumpulan gas dalam

lumen usus yang melebar.

2) Posisi tegak. Gambaran radiologis didapatkan adanya air fluid level dan step

ladder appearance.

3) Posisi left lateral decubitus (LLD), untuk melihat air fluid level dan kemungkinan

perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air

fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedangkan jika panjang-panjang

kemungkinan gangguan di kolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara

bebas infra diafragma dan air fluid level (Irdam, 2008)

Ileus Obstruktif letak tinggi akan tampak dilatasi di proximal sumbatan

(sumbatan paling distal di (ileocecal junction) dan kolaps usus di bagian distal

sumbatan. Penebalan dinding usus halus yang mengalami dilatasi memberikan

gambaran herring bone appearance karena dua dinding usus halus yang menebal dan

menempel membentuk gambaran vertebrae dan muskulus yang sirkuler menyerupai

kosta. Tampak air fluid level pendek-pendek seperti tangga yang disebut step ladder

appearance karena cairan transudasi berada dalam usus halus yang terdistensi.

12
Gambar 2.5 Ileus Obstruktif Letak Tinggi

Dikatakan ileus obstruktif letak rendah bila lokasi sumbatan pada level

anorektal atau ileus obstruktif letak tinggi jika sumbatan berada jauh dari anorektal

seperti pada kolon sigmoid atau seksum dan lain-lain. Gambaran sama seperti ileus

obstruktif letak tinggi. Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada

tepi abdomen. Air fluid level yang panjang-panjang di kolon. Sedangkan pada ileus

paralitik gambaran radiologi ditemukan dilatasi usus yang menyeluruh dari gaster

sampai rectum (Margaretha, 2013)

Gambar 2.9 Ileus Obstruktif Letak Rendah

Sumber : ( Tjoekra, 2016)


2.3.4. Etiologi

Penyebab terjadinya ileus antara lain :

1) Non hernia inkarserata, antara lain :

13
a. Adhesi atau perlekatan usus Di mana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus.

Dapat berupa perlengketanmungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple, bisa

setempat atau luas. Umunya berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis

setempat atau umum. Ileus karena adhesi biasanya tidak disertai strangulasi.

b. Invaginasi Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak jarang

pada orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering bersifat idiopatik karena

tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi umumnya berupa 10 intususepsi ileosekal

yang masuk naik kekolon ascendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum.

Hal ini dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan

komplikasi perforasi dan peritonitis. Diagnosis invaginasi dapat diduga atas

pemeriksaan fisik, dandipastikan dengan pemeriksaan Rontgen dengan pemberian

enema barium.

c. Askariasis Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya jumlahnya

puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di mana-mana di usus halus,

tetapi biasanya di ileum terminal yang merupakan tempat lumen paling sempit.

Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu gumpalan padat terdiri atas sisa makanan

dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian obat cacing.

Segmen usus yang penuh dengan cacing berisiko tinggi untuk mengalami volvulus,

strangulasi, dan perforasi.

d. Volvulus Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang abnormal

dari segmen usus sepanjang aksis longitudinal usus sendiri, maupun pemuntiran

terhadap aksis radiimesenterii sehingga pasase makanan terganggu. Pada usus halus

agak jarang ditemukan kasusnya. Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum dan

14
mudah mengalami strangulasi. Gambaran klinisnya berupa gambaran ileus obstruksi

tinggi dengan atau tanpa gejala dan tanda strangulasi.

e. Tumor Proses keganasan, terutama karsinoma ovarium dan karsinoma kolon, dapat

menyebabkan obstruksi usus. Hal ini terutama disebabkan oleh kumpulan metastasis

di peritoneum atau di mesenterium yang menekan usus. f. Batu empedu yang masuk

ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran

empedu keduodenum atau usus halus yang menyeb abkan batu empedu masuk ke

traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus,

umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan

obstruksi. Penyebab obstruksi kolon yang paling sering ialah karsinoma, ter utama

pada daerahrektosigmoid dan kolon kiri distal.

2.3.5. Patofisiologi

Pada ileus obstruksi, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan vaskuler

dan neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan udara terkumpul

dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian usus proksimal distensi,

15
dan bagian distal kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi membrane mukosa usus menurun,

dan dinding usus menjadi udema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan

sendirinya secara terus menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi

sekresi mukosa dan meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi,

peritonitis, dan kematian.

Pada obstruksi strangulata, kematian jaringan usus umumnya dihubungkan

dengan hernia inkarserata, volvulus, intussusepsi, dan oklusi vaskuler. Strangulasi

biasanya berawal dari obstruksi vena, yang kemudian diikuti oleh oklusi arteri,

menyebabkan iskemia yang cepat pada dinding usus. Usus menjadi udema dan nekrosis,

memacu usus menjadi gangrene dan perforasi. (Margaretha, 2013)

2.3.6 Manifestasi klinis

Beberapa manifestasi klinis pada penyakit ileus obstruktif yaitu:

1. Mual dan muntah

2. Bising usus meningkat (metallic sound)

3. Nyeri perut hebat

4. Defence muskular di abdomen

5. Muntah fekal bila sudah parah

6. Tidak bisa flatus

7. Meteorismus

8. Konstipasi

9. Distensi perut

(Margaretha, 2013)

16
2.3.7 Diagnosis

Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab misalnya

berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat hernia. Gejala umum

berupa syok,oliguri dan gangguan elektrolit. Selanjutnya ditemukan meteorismus dan

kelebihan cairan diusus, hiperperistaltis berkala berupa kolik yang disertai mual dan

muntah. Kolik tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan usus atau kejang

usus dan pada auskultasi sewaktu serangan kolik, hiperperistaltis kedengaran jelas

sebagai bunyi nada tinggi. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu kolik dan

setelah satu dua kali defekasi tidak ada lagi flatus atau defekasi. Pemeriksaan dengan

meraba dinding perut bertujuan untuk mencari adanya nyeri tumpul dan pembengkakan

atau massa yang abnormal. Gejala permulaan pada obstruksi kolon adalah perubahan

kebiasaan buang air besar terutama berupa obstipasi dan kembung yang kadang disertai

kolik pada perut bagian bawah. Pada inspeksi diperhatikan pembesaran perut yang tidak

pada tempatnya misalnya pembesaran setempat karena peristaltis yang hebat sehingga

terlihat gelombang usus ataupun kontur usus pada dinding perut. Biasanya distensi

terjadi pada sekum dan kolon bagian proksimal karena bagian ini mudah membesar

(Sjamsuhidajat R, 2014).

Dengan stetoskop, diperiksa suara normal dari usus yang berfungsi (bising

usus). Pada penyakit ini, bising usus mungkin terdengar sangat keras dan bernada

tinggi, atau tidak terdengar sama sekali.

Nilai laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan terjadi

hemokonsentrasi,leukositosis, dan gangguan elektrolit.

Pada pemeriksaan radiologis, dengan posisi tegak,terlentang dan lateral

dekubitus menunjukkan 15 gambaran anak tangga dari usus kecil yang mengalami

17
dilatasi dengan air fluid level. Pemberian kontras akan menunjukkan adanya obstruksi

mekanis dan letaknya. Pada ileus obstruktif letak rendah jangan lupa untuk melakukan

pemeriksaan rektosigmoidoskopi dan kolon (dengan colok dubur dan barium inloop)

untuk mencari penyebabnya. Periksa pula kemungkinan terjadi hernia.

Pada saat sekarang ini radiologi memainkan peranan penting dalam

mendiagnosis secara awal ileus obstruktifus secara dini (sari, 2005)

Diagnosis ditegakkan berdasarkan:

1. Anamnesis.

 Nyeri (Kolik)

Obstruksi usus halus : nyeri dirasakan disekitar umbilikus

Obstruksi kolon : nyeri dirasakan disekitar suprapubik.

 Muntah

Stenosis Pilorus : Encer dan asam

Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan

Obstruksi kolon : onset muntah lama.

 Perut Kembung (distensi)

 Konstipasi

Tidak ada defekasi

Tidak ada flatus

Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali

menandakan adanya hernia inkarserata. Selain itu, invaginasi dapat didahului oleh

riwayat buang air besar berupa lendir dan darah. Riwayat operasi sebelumnya dapat

menjurus pada adanya adhesi usus serta onset keluhan yang berlangsung cepat dapat

18
dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan onset yang lambat dapat menjurus kepada ileus

letak rendah.

1. Pada pemeriksaan fisik dapat pula ditemukan :

 Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti : 

Takikardia, pireksia (demam), Rebound tenderness, nyeri lokal, hilangnya suara

usus local. Untuk mengetahui secara pasti hanya dengan laparotomi. 

 Adanya obstruksi ditandai dengan :

Inspeksi

Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal,

femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi dapat

terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas

luka operasi sebelumnya.

Auskultasi

Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus

dan peristaltik melemah sampai hilang.

Perkusi

Hipertimpani

Palpasi

Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.

Rectal Toucher

- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease

- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma

- Feses yang mengeras : skibala

- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi

19
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi

- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis

2.3.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium tidak mempunyai ciri-ciri khusus. Pada urinalisa,

berat jenis bisa meningkat dan ketonuria yang menunjukkan adanya dehidrasi dan

asidosis metabolik. Leukosit normal atau sedikit meningkat, jika sudah tinggi

kemungkinan sudah terjadi peritonitis. Kimia darah sering adanya gangguan elektrolit

Foto polos abdomen sangat bernilai dalam menegakkan diagnosa ileus

obstruksi.Sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinar mendatar. Posisi datar

perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan sikap tegak untuk melihat batas udara dan

air serta letak obstruksi. Secara normal lambung dan kolon terisi sejumlah kecil gas

tetapi pada usus halus biasanya tidak tampak.

Gambaran radiologi dari ileus berupa distensi usus dengan multiple air fluid

level,distensi usus bagian proksimal, absen dari udara kolon pada obstruksi usus halus.

Obstruksi kolon biasanya terlihat sebagai distensi usus yang terbatas dengan gambaran

haustra, kadang-kadang gambaran massa dapat terlihat. Pada gambaran radiologi, kolon

yang mengalami distensi menunjukkan gambaran seperti ‘pigura’ dari dinding abdomen

Kemampuan diagnostik kolonoskopi lebih baik dibandingkan pemeriksaan

bariumkontras ganda. Kolonoskopi lebih sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis

neoplasma dan bahkan bisa langsung dilakukan biopsy (Sutton, 2003).

2.3.9 Diagnosis Banding

Pada ileus paralitik nyeri yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan difus, dan

terjadidistensi abdomen. Ileus paralitik, bising usus tidak terdengar dan tidak terjadi

ketegangan dinding perut. Bila ileus disebabkan oleh proses inflamasi akut, akan ada

20
tanda dan gejala dari penyebab primer tersebut. Gastroenteritis akut, apendisitis akut,

dan pankreatitis akut juga dapat menyerupai obstruksi usus sederhana (De jong, 2014).

Ileus obstruksi harus dibedakan dengan:

1. Carcinoid gastrointestinal.

2. Penyakit Crohn.

3. Intussuscepsi pada anak.

4. Divertikulum Meckel.

5. Ileus meconium.

6. Volvulus.

7. Infark Myocardial Akut.

8. Malignansi, Tumor Ovarium.

9. TBC Usus.

2.3.10 Penatalaksanaan

Obstruksi mekanis di usus dan jepitan atau lilitan harus dihilangkan segera

setelah keadaan umum diperbaiki. Tindakan umum sebelum dan sewaktu pembedahan

meliputi tatalaksana dehidrasi, perbaikan keseimbangan elektrolit dan dekompresi pipa

lambung. Tindakan bedah dilakukan apabila terdapat strangulasi, obstruksi lengkap,

hernia inkarserata dan tidak ada perbaikan pada pengobatan konservatif.

(Purnawan,2009)

1. Persiapan penderita

Persiapan penderita berjalan bersama dengan usaha menegakkan diagnosa

obstruksi ileus secara lengkap dan tepat. Sering dengan persiapan penderita yang baik,

obstruksinya berkurang atau hilang sama sekali. Persiapan penderita meliputi :

21
 Balance Penderita dirawat di rumah sakit.

 Penderita dipuasakan

 Kontrol status airway, breathing and circulation.

 Dekompresi dengan nasogastric tube.

 Intravenous fluids and electrolyte

 Dipasang kateter urin untuk menghitung cairan.

2. Operatif

Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu :

 Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.

 Bagaimana keadaan/fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat

obstruksinya maupun kondisi sebelum sakit.

 Apakah ada risiko strangulasi.

Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus yang

ditolong dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya adalah 1% pada

24 jam pertama, sedangkan pada strangulasi angka kematian tersebut 31%.

Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi

ileus :

a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana

untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-

strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.

b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus

yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.

c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,

misalnya pada Ca stadium lanjut.

22
d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus

untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,

invaginasi strangulate dan sebagainya.

Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif

bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,

misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian

hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.

3. Pasca Operasi

Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi usus

yang masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan yang

terkumpul dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena catatan

tersebut mengandung banyak bahan-bahan digestif yang sangat diperlukan. Pasca bedah

tidak dapat diharapkan fisiologi usus kembali normal, walaupun terdengar bising usus.

Hal tersebut bukan berarti peristaltik usus telah berfungsi dengan efisien, sementara

ekskresi meninggi dan absorpsi sama sekali belum baik.

Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare pasca

bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga

keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan pada pasca

bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring

pasca bedah yang teliti diperlukan sampai selama 6 - 7 hari pasca bedah. Bahaya lain

pada masa pasca bedah adalah toksinemia dan sepsis. Gambaran kliniknya biasanya

mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum

luas dan disesuaikan dengan hasil kultur kuman sangatlah penting. (Purnawan, 2009)

23
2.3.11 Komplikasi

 Nekrosis usus

 Perforasi usus

 Sepsis

 Syok-dehidrasi

 Abses

 Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi

 Pneumonia aspirasi dari proses muntah

 Gangguan elektrolit

2.3.12 Prognosis

Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur, etiologi,

tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun tua maka

toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan sangat rendah

sehingga meningkatkan mortalitas. Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih tinggi

dibandingkan obstruksi usus halus (Khan, 2012).

Obstruksi usus halus yang tidak mengakibatkan strangulasi mempunyai angka

kematian 5 %. Kebanyakan pasien yang meninggal adalah pasien yang sudah lanjut

usia. Obstruksi usus halus yang mengalami strangulasi mempunyai angka kematian

sekitar 8 % jika operasi dilakukan dalam jangka waktu 36 jam sesudah timbulnya

gejala-gejala, dan 25 % jika operasi diundurkan lebih dari 36 jam. Pada obstruksi usus

besar, biasanya angka kematian berkisar antara 15–30 %. Perforasi sekum merupakan

penyebab utama kematian yang masih dapat dihindarkan (Khan, 2012).

24
BAB III

KESIMPULAN

1. Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut

yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan.

2. Etiologi ileus obtruktif adalah adhesi, hernia inkaserata, neoplasma, volvulus, cacing

askaris, radang usus.

3. Gejala yang sering ditemukan pada ileus adalah nyeri kolik, mual, muntah, perut

distensi, obstipasi.

4. Pada pemeriksaan fisik ditemukan hipotensi, takikardi, adanya distensi abdomen,

hiperperistaltik, borborigmus, methallic sound.

5. Pada pemeriksaan foto polos abdomen ditemukan adanya dilatasi pada proksimal

sumbatan, herring bone appearance, air fluid level.

6. Penanganan pada ileus adalah koreksi keseimbangan cairan dan menghilangkan

obstruksi dengan laparotomi.

25
7. Komplikasinya adalah strangulasi, perforasi, shock septic.

8. Prognosis ileus jika > dari 36 jam tidak segera ditangani 25 % menyebabkan kematian.

26
27
DAFTAR PUSTAKA

Basson, M.D. 2004. Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B., Talavera, F., Mechaber,

A.J., and Katz, J. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 14, 2004.

Davidson, Intestinal Obstruction. 2006. Available at: http//www.mayoclinic.com.

Accessed july 9, 2012.

Khan AN., Howat J. Small-Bowel Obstruction. Last Updated: june4, 2012.

Margaretha Novi Indrayani. (2013). Diagnosis dan Tatalaksana Ileus Obstruktif. Umum

Pusat Sanglah Denpasar, Volume 2 No. 4. Retrieved from Diunduh di URL

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/5113

Middlemiss, J.H. 1949. Radiological Diagnosis of Intestinal Obstruction

by Means of DirectRadiography. Volume XXII No. 253

Netter FH. 2014. Atlas of Human Anatomy. 5th ed. Philadelphia, PA:

Saunders/Elsevier;

Novita Sari , Ismar , & Elda Nazriati . (2015). Gambaran Ileus Obstruktif Pada Anak di

RSUD Arifin Achmad Provinsi Rian Periode Januari 2012 – Desember 2014.

JOM FK, Volume 2 No. 2, 1-16

Paulsen F. & J. Waschke. 2017. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi Umum dan

Muskuloskeletal. Penerjemah : Brahm U. Penerbit. Jakarta : EGC.

Pasaribu N. 2012. Karakteristik penderita ileus obstruktif yang dirawat inap di RSUD

dr. Pirngadi Medan tahun 2007-2010. Medan. Universitas Sumatra Utara;.

Sari RDP. 2015. Distensi Abdomen Suspek PseudoObstruksi (Sindroma Ogilvie).

28
Lampung:Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung

Sari, Dina Kartika dkk. 2005. Chirurgica . Yogyakarta : Tosca Enterprise.

pp : 32-26

Sjamsuhidajat R, DeJong W. 2014. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: EGC

Sherwood, Lauralee. 2016. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 4. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta.

Sutton, David. 2003. Textbook of Radiology and Imaging Volume 1. Edisi

7. London :Churchill Livingstone.

Tjoekra Roekmantara, Julia Kveta Wurarah, & Muhammad Uhud Pajajaran. (2016).

Angka kejadian, Karakteristik dan Gambaran Radiologi Foto Polos Abdomen

pada Pasien Ileus Obstruktif di Rumah Sakit Al-Ihsan Bandung Tahun 2014-

2015. Volume 2 No. 2.

29

Anda mungkin juga menyukai