Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL


Penanganan Awal Kegawatdaruratan Pada Persalinan Kala I
Ruptur Uteri Dan KPD

Dosen Pengampu
Riska Susanti Pasaribu , SST,M.K.M

Oleh :
Kelompok 1
 Wita Nanci Sinaga
 Lasnida Banjarnahor
 Yati Simanjuntak
 Suci Rezeky Sitepu
 Nurlia pasaribu
 Sumarni
 Julia hidayah
 Winda risky
 Arko kabeakan

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM DIPLOMA TIGA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
MITRA HUSADA MEDAN
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan saya
rahmat kesehatan dan kesempatan. Sehingga kami bisa menyelesaikan tugas Makalah .
Penulisan ini kami sajikan secara ringkas dan sederhana sesuai dengan kemampuan yang
kami miliki, dan tugas ini disusun untuk memenuhi tugas makalah pada mata kuliah ‘asuhan
kebidanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal ’’
Dalam penyusunan tugas ini banyak kesalahan dan kekurangan, oleh karna itu kritik
yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaan tugas ini, dan
dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dan secara khusus kami berterimakasih kepada Bapak/Ibu Dosen yang telah
memberikan bimbingannya kepada kami untuk menyelesaikan tugas Makalah ini hingga
selesai.

Medan, 19 maret 2021

Kelompok 1
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................5
1.3 Tujuan..............................................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................7
2.1. KETUBAN PECAH DINI............................................................................................7
2.1.1 Pengertian..................................................................................................................7
2.1.2 Etiologi.....................................................................................................................8
2.1.3 Faktor Resiko...........................................................................................................8
2.1.4.Komplikasi................................................................................................................9
2.1.5 Mekanisme...............................................................................................................9
2.1.6 Gejala Klinik...........................................................................................................10
2.1.7 Diagnosis.................................................................................................................10
2.1.8 Penanganan Awal....................................................................................................12
2.2 RUPTURE UTERI.......................................................................................................14
2.2.1 Pengertian Ruptur Uteri..........................................................................................14
2.2.2 Klasifikasi Ruptur Uteri..........................................................................................14
2.2.3 Komplikasi..............................................................................................................15
2.2.4 Diagnosa..................................................................................................................16
2.2.5. Penatalaksanaan.....................................................................................................17
BAB I

PENDAHULUAN
.1.1 Latar Belakang
Kegawatdaruratan obstetri dan neonatal merupakan suatu kondisi yang dapat mengancam
jiwa seseorang, hal ini dapat terjadi selama kehamilan, ketika kelahiran bahkan saat hamil.
Sangat banyak sekali penyakit serta gangguan selama kehamilan yang bisa mengancam
keselamatan ibu maupun bayi yang akan dilahirkan. Kegawatan tersebut harus segera
ditangani, karena jika lambat dalam menangani akan menyebabkan kematian pada ibu dan
bayi baru lahir (Walyani & Purwoastuti, 2015).
Kejadian kematian dan kesakitan ibu masih merupakan masalah kesehatan yang sangat
penting yang dihadapi di Negara-negara berkembang. Berdasarkan riset World Health
Organization (WHO) pada tahun 2017 Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia masih tinggi
dengan jumlah 289.000 jiwa. Beberapa Negara berkembang AKI yang cukup tinggi seperti di
Afrika Sub-Saharan sebanyak 179.000 jiwa, Asia Selatan sebanyak 69.000 jiwa, dan di Asia
Tenggara sebanyak 16.000 jiwa. AKI di Negara – Negara Asia Tenggara salah satunya di
Indonesia sebanyak 190 per 100.000 kelahiran hidup, Vietnam sebanyak 49 per 100.000
kelahiran hidup, Thailand sebanyak 26 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei sebanyak 27 per
100.000 kelahiran hidup, dan Malaysia sebanyak 29 per 100.000 kelahiran hidup (WHO,
2017).
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya tanda – tanda
persalinan, yang ditandai dengan pembukaan serviks 3 cm pada primipara atau 5 cm pada
multipara (Maryunani, 2013). Hal ini dapat terjadi pada kehamilan aterm yaitu, pada usia
kehamilan lebih dari 37 minggu maupun pada kehamilan preterm yaitu sebelum usia
kehamilan 37 minggu (Sujiyantini, 2009). Ketuban pecah dini merupakan salah satu kelainan
dalam kehamilan. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam ilmu obstetri,
karena berkaitan dengan penyulit yang berdampak buruk terhadap kesehatan dan
kesejahteraan maternal maupun terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin,
sehingga hal ini dapat meningkatkan masalah kesehatan di Indonesia (Soewarto, 2010).
Insidensi ketuban pecah dini berkisar antara 8 % sampai 10 % dari semua kehamilan.Pada
kehamilan aterm insidensinya bervariasi antara 6% sampai 19 %, sedangkan pada kehamilan
preterm insidensinya 2 % dari semua kehamilan (Sualman, 2009). Kejadian ketuban pecah
dini di Amerika Serikat terjadi pada 120.000 kehamilan per tahun dan berkaitan dengan
resiko tinggi terhadap kesehatan dan keselamatan ibu, janin dan neonatal (Mercer, 2003).
Sebagian besar ketuban pecah dini pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau
persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. Sekitar 85%
morbiditas dan mortalitas perinatal disebabkan oleh prematusitas. Ketuban 2 Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas pecah dini merupakan salah satu penyebab prematuritas
dengan insidensi 30 % sampai dengan 40 % (Sualman,2009).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dapat ditulis
mengenai studi kasus ini
1. Bagaimana penanganan kegawat daruratan pada ibu bersalin dengan ketuban pecah
dini
2. Bagaimana penanganan kegawatdaruratan pada ibu bersalin dengan rupture uteri

1.3 Tujuan

1. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana cara penanganan kegawatdaruratan pada


ibu bersalin dengan ketuban pecah dini
2. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana cara penanganan kegawatdaruratan pada
ibu bersalin dengan rupture uteri
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KETUBAN PECAH DINI


2.1.1 Pengertian
(amniorrhexis –  premature rupture of the membrane PROM )adalah keadaan pecahnya
selaput ketuban sebelum persalinan. Pada keadaan normal,selaput ketuban pecah dalam
proses persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelumusia kehamilan 37 minggu disebut
ketuban pecahdiniKPDPreterm(PPROM
preterm premature rupture of the membrane - preterm amniorrhexis). KPD
memanjangmerupakan KPD selama >24 jam yang berhubungan dengan peningkatan risiko
infeksiintra-amnion.Secara klinis diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil
mengalami pecahselaput ketuban dan dalam waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda
awal persalinan, dengan demikian untuk kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merup akan
waktu yang disediakan untuk melakukan pengamatan adanya tanda-tanda awal persalinan.
Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yangterjadi dalam
kolagen matriks ekstra selular amnion, korion dan apoptosis
membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan pere
gangan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti prostaglandin,sitokinin dan
protein hormone yang merangsang aktivitas ”matrix degrading enzyme”

Arti klinis Ketuban Pecah Dini adalah :

1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka
kemungkinanterjadinya prolapsus talipusat atau kompresi talipusat menjadi besar.

2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian
terendahyang masih belum masuk pintu atas panggul seringkali merupakan tanda
adanyagangguan keseimbangan feto pelvik..

3. KPD seringkali diikuti dengan adanya tanda-tanda persalinan sehingga dapat


memicuterjadinya persalinan preterm dengan segala akibatnya.
4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam ( prolonged rupture of
membrane)seringkali disertai dengan infeksi intrauterine dengan segala akibatnya.

5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka


panjangkejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion bagi
pertumbuhan dan perkembangan janin

2.1.2 Etiologi
Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belumdiketahui
dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang
berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit
diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah:
1. Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen
darivagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena
kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).
3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
(overdistensiuterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa
ahli disepakatisebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang
didapat misalnyahubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis
menyebabakan terjadinyaKPD karena biasanya disertai infeksi.
4. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membr
an bagian bawah

2.1.3 Faktor Resiko


1. Golongan sosio ekonomi rendah
2. Ibu hamil tidak menikah
3. Kehamilan remaja
4. Merokok
5. Penyakit Menular Seksual
6. Vaginosis bacterial
7. Perdarahan antenatal
8. Riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya
2.1.4.Komplikasi
1.Persalinan premature
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
latentergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90 % terjadi dalam 24 jam
setelahketuban pecah. Pada kehamilan antara 28 –  34 minggu 50 % persalinan dalam 24
jam.Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
2.Infeksi
 a. Korioamnionitis
Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil di mana korion, amnion,dan
cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis merupakan
komplikasi paling serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat berlanjut menjadi sepsis. Penyebab
korioamnionitis adalah infeksi bakteri yang terutama berasal dari traktus urogenitalisibu.
Secara spesifik permulaan infeksi berasal dari vagina, anus, atau rektum danmenjalar ke
uterus.
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu dapatterjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia dan omfalitis.Umumnya
korioamnionitis terjadi sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini premature, infeksi
lebih sering daripada aterm.
3. Hipoksia dan asfiksia akibat oligohidramnion
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal,yaitu
kurang dari 300 cc. Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-
paru (paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsisebagaimana
mestinya. Dengan pecahnya ketuban, terjadi oligohidramnion yangmenekan tali pusat hingga
terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antaraterjadinya gawat janin dan derajat
oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janinsemakin gawat.
 
4. Sindrom deformitas janin

KPD pada kehamilan yang sangat muda dan disertai dengan oligohidramnionyang
berkepanjangan menyebabkan terjadinya deformasi janin antara lain :

a. Sindroma Potter
Sindroma Potter dapat berbentuk “clubbed feet”, Hipoplasi a Pulmonal dankelainan
kranium yang terkait dengan oligohidramnion 
b. Deformitas ekstrimitas

2.1.5 Mekanisme
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterusdan
peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi
perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karenaseluruh
selaput ketuban rapuh.
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks.Perubahan
struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan
menyebabkan selaput ketuban pecah.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yangdihambat
oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.Mendekati waktu persalinan,
keseimbangan antara MMP dan TIMP mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks 
ektraseluler dan membrane janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang
persalinan.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga,
selaputketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya
dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim dan gerakan janin. Pada trimester terakhir, terjadi 
perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan atermmerupaka
n hal fisiologis

2.1.6 Gejala Klinik


1. Ketuban pecah tiba- tiba, pancaran involunter atau kebocoran cairan jernih darivagina
merupakan gejala khas.
2. Cairan tampak di introitus
3. Tidak ada his dalam 1 jam
4. Gejala klinis lainnya adalah gejala dari infeksi atau korioamnionitis seperti
adanyademam yang menyertai.

2.1.7 Diagnosis

Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa


yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal ataumela
kukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu
berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akanmengancam
kehidupan janin, ibu atau keduanya.

1.Anamnesa

Pasien mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir .
Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna cairan tersebut. Tidak ada His dan pen
geluaran lendir darah.

2.Pemeriksaan

Tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah airketuban
masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.
a) Tentukan pecahnya selaput ketuban, dengan adanya cairan ketuban di
vagina.Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan
dariorifisium uteri eksternum (OUE). Jika tidak ada, dapat dicoba
denganmenggerakkan sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk
ataumengedan maka akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul
padafornik anterior. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes
lakmus(Nitrazin test) dimana merah menjadi biru. 

b) Tentukan usia kehamilan

c) Tentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu lebih
dari38⁰C serta air ketuban keruh dan berbau. Leukosit darah > 15.000/mm³ .
Janinyang mengalami takikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterin.

d) Tentukan tanda-tanda persalinan dan scoring pelvic.

e) Tentukan adanya kontraksi yang teratur.

f) Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif


(terminasikehamilan). Mengenai pemeriksaan dalam, perlu dipertimbangkan,
padakehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu
diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari
pemeriksa akanmengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang
normal.Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan
dalamvagina hanya dilakukan jika KPD yang sudah dalam persalinan atau
yangdilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.

g) Diagnosis ketuban pecah dini premature dengan inspekulo dilihat adanya


cairanketuban keluar dari cavum uteri.

3.Pemeriksaan penunjang
 
a) Pemeriksaan pH vagina wanita hamil sekitar 4,5; bila ada cairan ketuban pHnya 
sekitar 7,1-7,3. Antiseptik yang alkalin dapat meningkatkan pHvagina. Sekret vagina
ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning. Tes
Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan
adanya air ketuban (alkalis). pH airketuban 7 – 7,5, darah dan infeksi vagina dapat
menghasilakan tes yang positif palsu.

b) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek
dandibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.

c) Pemeriksaan ultrasonografi (USG)Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat


jumlah cairan ketuban dalamkavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan
ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahn pada penderita
oligohidromnion.Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan
caranya,
namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksa
an sedehana.

Pasien dengan ketuban pecah dini harus masuk rumah sakit untuk diperiksa lebih
lanjut. Jika pada perawatan air ketuban berhenti keluar, pasien dapat pulang untuk
rawat jalan. Bila terdapat persalinan kala aktif, korioamnionitis, gawat janin, kehamilanditer
minasi. Bila ketuban pecah dini pada kehamilan premature,
diperlukan penatalaksanaan yang komprehensif. Secara umum, penatalaksanaan pasien ketub
an pecah dini yang tidak dalam persalinan serta tidak ada infeksi dan gawat janin, penatalaksa
naannya bergantung pada usia kehamilan.

2.1.8 Penanganan Awal

Ketuban pecah dini ternasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan


dalammengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan
mortalitasibu maupun bayinya.Dalam menghadapi ketuban pecah dini harus dipertimbangkan
beberapa halsebagai berikut:
A. Fase laten:
a). Lamanya waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi proses persalinan. 
b) Semakin panjang fase laten semakin besar kemungkinan terjadinya infeksi.
c). Mata rantai infeksi merupakan asendens infeksi, antara lain:
Korioamnionitis:
a) Abdomen terasa tegang.
b) Pemeriksaan laboratorium terjadi leukositosis.
c) Kultur cairan amnion positif.Desiduitis: Infeksi yang terjadi pada
lapisan desidua.
A. Perkiraan BB janin dapat ditentukan dengan pemeriksaan USG yang
mempunyai program untuk mengukur BB janin. Semakin kecil BB janin, semakin bes
arkemungkinan kematian dan kesakitan sehingga tindakan terminasi
memerlukan pertimbangan keluarga
B. Presentasi janin intrauterinPresentasi janin merupakan penunjuk untuk melakukan
terminasi kehamilan. Padaletak lintang atau bokong, harus dilakukan dengan jalan
seksio sesarea.
a) Pertimbangan komplikasi dan risiko yang akan dihadapi janin danmaternal
terhadap tindakan terminasi yang akan dilakukan. 
b) Usia kehamilan. Makin muda kehamilan, antarterminasi
kehamilan banyak diperlukan waktu untuk mempertahankan sehingga janin leb
ih matur Semakin lama menunggu, kemungkinan infeksi akan semakin
besardan membahayakan janin serta situasi maternal.

Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD


keduanyamempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi
dankomplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari
persalinan disebut periode latent = L.P = “lag” period. Makin muda umur kehamilan
makin memanjang L.P-nya.Penatalaksanaan KPD tergantung pada sejumlah faktor,
antara lain :(1) Usia kehamilan(2) Ada atau tidak adanya chorioamnionitis

A. Konservatif

1. Rawat di rumah sakit.


2. Berikan antibiotik (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila tidak
tahanampisilin dan metronidazol 2x500 mg selama 7 hari).
3. Jika umur kehamilan < 32 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluaratau sampai air ketuban tidak lagi keluar.
4. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes
busanegative, beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan
kesejahteraan janin.
5. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
6. ika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukaninduksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda
infeksiintrauterin).
7. Pada usia kehamilan 32-37 minggu, berikan steroid
untukmemacukematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa
kadar lesitindan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg
sehari dosis tunggalselama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam
sebanyak 4 kali.

B. Aktif

1. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal, lakukan


seksiosesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25 µg –  50 µg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tandatanda infeksi,
 berikan antibiotic dosistinggi dan persalinan diakhiri
2. .Bila skor pelvic < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi.
Jikatidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
3. Bila skor pelvic > 5, induksi persalinan.
2.2 RUPTURE UTERI

2.2.1 Pengertian Ruptur Uteri

Ruptur uteri merupakan komplikasi gawat adlam bidang obstetri yangmemerlukan


tindakan dan penanganan serius. (Manuaba, 1996;161). Ruptur uterus adalah robeknya
dinding uterus pada saat kehamilan atau persalinan pada saat umur kehamilan lebih dari 28
minggu.
Ruptur uteri adalah Keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadihubungan
langsung antara rongga amnion dan rongga peritoneum atau hubungankedua rongga masih
dibatasi oleh peritoneum viserale. (Sarwono, 2010)
2.2.2 Klasifikasi Ruptur Uteri

1.Menurut keadaan robekan

a. Ruptur uteri inkomplit ( subperitoneal )


Yaitu ruptur uteri yang hanya bagian dinding uterus yang ribek
sedangkan bagian mukosa (peritoneum) masih utuh.
b. .Ruptur uteri komplit (transperitoneal)
Yaitu ruptur uteri dinding dan mukosanya robek sehingga dapat berada
dirongga perut.

2.Menurut lokasinya, ruptur uteri dapat dibedakan menjadi:

a) Korpus Uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi,seperti seksio
sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.
b) Segmen Bawah Rahim
Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju). SBRtambah lama
tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah rupturuteri.
c) Serviks Uteri
Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi danekstraksi,
sedang pembukaan belum lengkap
d) Kolpoporeksis-Kolporeksis
Robekan –  robekan di antara serviks dan vagina.

3.Menurut penyebab terjadinya, ruptur uteri di bagi menjadi:

a.Kerusakan atau anomali uterus yang telah ada sebelum hamil:


 Pembedahan pada miometrium: seksio sesaria atau histerotomi,histerorafia,
Miomektomi yang sampai menembus seluruh ketebalanotot uterus, reseksi pada
kornua uterus atau bagian interstisial,metroplasti.
 Trauma uterus koinsidental: instrumentasi sendok kuret atau
sonde pada penanganan abortus, trauma tumpul atau tajam seperti pisau atau palu,
ruptur tanpa gejala pada kehamilan sebelumnya (silent rupture in previous
pregnancy).
 Kelainan bawaan: kehamilan dalam bagian rahim (born) yang tidak berkembang. 

b.Kerusakan atau anomali uterus yang terjadi dalam kehamilan:


 Sebelum kelahiran anak: his spontan yang kuat secara terus
menerus, pemakaian oksitosin atau prostaglandin untuk meransang persalinan,instilasi
cairan ke dalam kantong gestasi atau ruang amnion seperti larutan garam fisiologik
atau prostaglandin, perforasi dengan kateter pengukur tekanan intrauterin, trauma luar
tumpu atautajam, versiluar, pembesaran rrahim yang berlebihan misalnya hidramnion 
Dan kehamilan ganda.
 Dalam periode intrapartum: versi ekstraksi, ekstraksi cunam yangsukar, ekstraksi
bokong, anomali jantung yang menyebabkan distensiyang berlebihan pada segmen
bawah rahim, teanan yang kuat padauterus saat melahirkan, kesulitan dlam melakukan
manual plasenta.
 Cacat rahim yang didapat: plasenta inkreta atau parkreta, neoplasiatrofoblas
gastasional, adenomiosis, retroversio uterus gravidusinkarserata

2.2.3 Komplikasi.
 
a. Gawat janin 
b. Syok hipovolemik
Terjadi kerena perdarahan yang hebat dan pasien tidak segera mendapatinfus
cairan kristaloid yang banyak untuk selanjutnya dalam waktu cepatdigantikan
dengan tranfusi darah.
c. Sepsis
Infeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana ruptur uteri telahterjadi
sebelum tiba di Rumah Sakit dan telah mengalami berbagai manipulasitermasuk
periksa dalam yang berulang. Jika dalam keadaan yang demikian pasien tidak
segera memperoleh terapi antibiotika yang sesuai, hampir pasti pasien akan
menderita peritonitis yang luas dan menjadi sepsis pasca bedah.
d. Kecacatan dan morbiditas.
 Histerektomi merupakan cacat permanen, yang pada kasus belum punya anak
hidup akan meninggalkan sisa trauma psikologis yang berat dan mendalam.
 Kematian maternal /perinatal yang menimpa sebuah keluargamerupakan
komplikasi sosial yang sulit mengatasinya
2.2.4 Diagnosa

Menurut buku kapita selekta tanda-tanda ruptur uteri yaitu:


1.Nyeri abdomen
Dapat terjadi tiba-tiba, tajam dan seperti di sayat pisau. Apabila tejadiruptur saat
persalinan, kontraksi uterus yang intermiten dan kuat akan berhenti secara tiba-
tiba, dan pasien akan mengeluh nyeri uterus yangmenetap.
2.Pendarahan pervaginan
Dapat simptomatik karena karena pendarahan aktif dari pembuluh darahyang
robek.Sebelum mendiagnosa pasien terkena ruptura uteri maka, petugas kesehatanharus
mengenal tanda-tanda dari gejala ruptura uteri mengancam. Hal ini dimakksudkan agar
petugas kesehatan seperti bidan dapat mencegah ruptura uteriyang sebenarnya.
Tanda-tanda gejala ruptura uteri yang mengancam adalah
a. Dalam anamnesa, pasien mengatakan telah ditolong/dibantu
olehdukun/bidan, dan partus sudah lama berlangsung atau partus macet.
b. Pasien tampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut
c. Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan
mengerangkesakitan bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.
d. Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasa.
e. Ada tanda dehidrasi karena parvtus yang lama (prolonged labor), yaitu
mulutkering, lidah kering dan haus, badan panas (demam).
f. His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus.
g. Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dankeras
terutama sebelah kiri atau keduanya.
h. Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan
SBRteraba tipis dan nyeri kalau ditekan.
i. Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan
teregangke atas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka
padakateterisasi ada hematuri.
j. Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia)
k. Pada pemriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi,
sepertioedem porsio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.Jika
ruptur uteri yang mengancam dibiarkan terus maka akan terjadi gejala ruptur
uteri yang sebenarnya yaitu:
1.Gejala yang terlihat saat anamnesis dan inspeksi:
 Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa,menjerit
seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah,takut, pucat, keluar
keringat dingin sampai kolaps
 Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.
 Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum.
 Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak terukur.
 Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak, lebih-lebih kalau
bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat jalan lahir.
 Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dandibahu.
 Kontraksi uterus biasanya hilang.
 Mula-mula terdapat defans muskulaer kemudian perut menjadi kembungdan
meteoristis (paralisis usus).

2.2.5. Penatalaksanaan

Untuk mencegah timbulnya ruptura uteri pimpinan persalinan harusdilakukan dengan


cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinandistosia, dan pada wanita yang
pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahanlain pada uterus. Pada distosia harus
diamati terjadinya regangan segmen bawahrahim, bila ditemui tanda-tanda seperti itu,
persalinan harus segera diselesaikan.
 
Jiwa wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada kecepatan
dan efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan
mengendalikan perdarahan. Perlu ditekankan 
bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisadipulihkan kembali dengan cepat sebelum
perdarahan arteri dapat dikendalikan,karena itu keterlambatan dalam memulai pembedahan
tidak akan bisa diterima.
Jadi, segera perbaiki shok dan kekurangan darah. Perbaikan shok
meliputi pemberian oksigen, cairan intravean, darah pengganti dan antibiotik untuk pencegah
an infeksi.Bila keadaan umum penderita mulai membaik dan diagnosa telahditegakkan,
selanjutnya dilakukan laparotomi (tindakan pembedahan) dengantindakan jenis operasi:
a. Histerektomi, baik total maupun subtotal. 
b. Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.
c. Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang cukup.

Tindakan aman yang akan dipilih, tergantung dari beberapa faktor, antaralain:
a.Keadaan umum
b.Jenis ruptur, inkompleta atau kompleta
c.Jenis luka robekan
d.Tempat luka
e.Perdarahan dari luka
f.Umur dan jumlah anak hidup
g.Kemampuan dan keterampilan penolong

PENANGANAN AWAL
1. Menyampaikan hasil pemeriksaan (bahwa ada penyulit yang
menyertai,menjelaskan kemungkinan untuk ditranfusi darah, dan dilakukan operasi).

2. Mengatur posisi ibu senyaman mungkin.


3. Memberi dukungan psikologis pada ibu.

4. Memberi oksigen pada ibu.

5. Memberi cairan Ringer Laktat 28 tetes/menit.

6. Memberikan antibiotic ampicilin 2 gr melalui IV.

7. Segera merujuk ibu dengan membawa BAKSOKUDA (Bidan, Alat,keluarga, Surat
(dokumentasi), Obat, Kenderaan, Uang, Donor darah)

Anda mungkin juga menyukai