Anda di halaman 1dari 6

Sejak 20 April 1999, UU no 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen atau UUPK mulai sah

diberlakukan. Undang-undang ini mengatur secara rinci tentang pemberian perlindungan kepada
konsumen dalam rangka pemenuhan kebutuhannya sebagai konsumen. Cakupan hukum yang berlaku
mengenai hak dan kewajiban konsumen, hak dan kewajiban pelaku usaha, dan cara-cara mempertahankan
hak dan menjalankan kewajiban tersebut.

Apa itu Perlindungan Konsumen?


Berdasarkan ketentuan pasal 1 ayat 1 UU no 8 tahun 1999 definisi perlindungan konsumen
meliputi seluruh upaya untuk memastikan kepastian hukum demi memberikan perlindungan
kepada konsumen.

Ada lima azas yang dianut dalam perlindungan konsumen sesuai ketentuan UU no 8 tahun 1999
pasal 2 yaitu manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta
kepastian hukum perlindungan ini mencakup proteksi agar konsumen tidak memperoleh barang
dan atau jasa yang tidak sesuai dengan kesepakatan atau melanggar ketentuan undang-undang,
serta perlindungan terhadap syarat-syarat yang tidak adil bagi  

Dengan demikian, UU no 8 tahun 1999 merupakan landasan hukum yang kuat bagi pemerintah
serta lembaga swadaya masyarakat yang peduli akan konsumen Indonesia untuk melakukan
upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen secara merata.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2 : Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan


keselamatan konsumen, serta kepastian hokum
Pasal 3 perlindungan konsumen bertujuan :

a) meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

b) mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses
negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

c) meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-


haknya sebagai konsumen;

d) menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum


dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

e) menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen


sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha;

f) meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi
barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Pertama
Hak dan Kewajiban Konsumen
Pasal 4 Hak konsumen :

a) hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang


dan/atau jasa;
b) hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai konsidi dan jaminan
barang dan/atau jasa;
d) hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
e) hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
f) hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
h) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
i) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pasal 5 kewajiban konsumen :

a) membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau


pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b) beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c) membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d) mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara
patut.

Contoh studi kasus : Sanksi Pidana Bagi Penjual yang Mengganti Uang Kembalian dengan
Permen

Pasal yang mungkin dapat diterapkan dalam kasus ini adalah Pasal 15 UU Perlindungan Konsumen yang
mengatakan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan dengan
cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap
konsumen.

Sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan dalam Pasal 15 UU Perlindungan Konsumen
berdasarkan Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen adalah dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Sedangkan sanksi bagi yang dengan sengaja melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) berdasarkan Pasal 65 UU BI adalah diancam dengan pidana kurungan
sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan dan paling lama 3 (tiga) bulan, serta denda sekurang-kurangnya Rp.
2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah).
PMK adalah Pembentukan Kementerian Kabinet Kerja ini menjadi dasar pembentukan
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko
PMK) dan Ibu Puan Maharani sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK).

Jika merujuk pada Pasal 11 UU Jaminan Fidusia Jaminan,  fidusia wajib didaftarkan. Dengan
didaftarkannya jaminan fidusia tersebut, Kantor Pendaftaran Fidusia akan menerbitkan dan
menyerahkan Sertifikat Jaminan Fidusia kepada penerima jaminan fidusia (Pasal 14 ayat [1] UU
Fidusia). Jaminan fidusia ini lahir setelah dilakukan pendaftaran (Pasal 14 ayat [3] UU Fidusia).
Ketentuan yang sama diatur diatur dalam Pasal 1 ayat (1) jo. Pasal 2 Peraturan Menteri
Keuangan No. 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan
Pembiayaan yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan
Pembebanan Jaminan Fidusia.
Secara prinsip ada beberapa substansi pokok yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 130/PMK.010/2012 dan itu terasa ada nuansa perlindungan konsumen, yaitu:
Pertama, perusahaan pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan
bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia wajib mendaftarkan jaminan fidusia dimaksud
pada Kantor Pendaftaran Fidusia.
Kedua, kewajiban pendaftaran jaminan fidusia tersebut berlaku pula bagi perusahaan
pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen kendaraan bermotor berdasar prinsip
syariah dan/atau pembiayaan konsumen kendaraan bermotor yang pembiayaannya berasal dari
pembiayaan penerusan (channeling) atau pembiayaan bersama (joint financing).
Ketiga, perusahaan pembiayaan wajib mendaftarkan jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran
Fidusia paling lama 30 hari kalender terhitung sejak tanggal perjanjian pembiayaan konsumen. 
Keempat, perusahaan pembiayaan dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa
kendaraan bermotor jika Kantor Pendaftaran Fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan
fidusia dan menyerahkannya kepada perusahaan pembiayaan.
Kelima, penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor oleh perusahaan
pembiayaan wajib memenuhi ketentuan dan persyaratan sebagaimana diatur dalam UU JF dan
telah disepakati oleh para pihak dalam perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor.
Ketentuan lain, jika perusahaan pembiayaan yang melanggar ketentuan tersebut, dikenakan
sanksi administratif secara bertahap berupa peringatan, pembekuan kegiatan usaha, atau
pencabutan izin usaha.

Norma Pasal 3 PMK No. 130 Tahun 2012 menyatakan bahwa perusahaan pembiayaan dilarang
melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor apabila Kantor
Pendaftaran Fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan fidusia dan menyerahkannya kepada
perusahaan pembiayaan.
Jadi, jika perusahaan pembiayaan tersebut tidak mendaftarkan perjanjian jaminan fidusia, maka
perusahaan pembiayaan tersebut tidak dilindungi hak-haknya oleh UU JF. Ini berarti perusahaan
pembiayaan tersebut tidak memiliki hak untuk didahulukan daripada kreditur-kreditur lain untuk
mendapatkan pelunasan utang debitur dari benda yang dijadikan jaminan fidusia tersebut (Pasal
27 UU Jaminan Fidusia).

KMK (KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN)


Sebagaimana yang tercantum dalam Keppres No.61 Tahun 1998 jo. Keputusan Menteri
Keuangan No. 1251/KMK.031/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga
Pembiayaan yang menyatakan bahwa (Consumers Finance Company) adalah badan usaha yang
melakukan pembiayaan pengadaan barang untuk kebutuhan konsumen dengan sistem
pembayaran

KEPUTUSAN MENURUT BPOM

BPOM adalah singkatan dari lembaga Badan Pengawas Obat dan Makanan. Lembaga ini
memiliki tugas yang sama dengan European Medicines Agency (EMA), dan Food and Drug
Administration (FDA) dengan tugas utama yaitu untuk mengawasi seluruh peredaran obat-
obatan dan makanan yang ada di seluruh wilayah Indonesia. 

Tujuan dilakukannya pengawasan terhadap obat-obatan dan juga makanan adalah memastikan
seluruh produk sudah aman untuk dikonsumsi, dan tidak merugikan si pengkonsumsi.  Jadi, saat
membeli produk obat dan makanan ada baiknya memperhatikan apakah produk tersebut sudah
terdaftar di BPOM atau belum. Jika terdaftar, produk tersebut sudah aman untuk dikonsumsi.

Tugas lembaga Badan Pengawas Obat dan Makanan telah diatur berdasarkan Pasal 2 pada
Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017, yaitu

1. BPOM memiliki tugas untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan di sektor


pengawasan Obat dan Makanan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2. Obat dan Makanan terdiri atas berbagai macam jenis, yaitu obat, bahan obat, narkotika,
psikotropika, prekursor, zat adiktif, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan
pangan olahan.

Jadi dari pasal di atas kita bisa menyimpulkan bahwa BPOM merupakan lembaga yang
bertanggung jawab terhadap Presiden melalui Menteri dengan tugas utamanya yaitu
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan

Tugas dari BPOM diatur dalam Kepres no. 166/2000 , yaitu dalam pasal 73 yang menyebutkan
bahwa BPOM mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat
dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku. Mengenai
tugas dan wewenang dari BPOM yang lebih spesifik diatur dalam Keputusan Bersama Menteri
Kesehatan dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 264A/MENKES/SKB/VII/2003
dan Nomor 02/SKB/M.PAN/7/2003 tentang Tugas, Fungsi, dan Kewenangan di Bidang
Pengawasan Obat dan Makanan
Perlindungan hukum terhadap konsumen yang mengkonsumsi produk kosmetik impor
ilegal yang mengandung bahan berbahaya
Perlindungan hukum terhadap konsumen yang mengkonsumsi produk kosmetik impor ilegal
yang mengandung bahan berbahaya dapat menuntut ganti kerugian Dalam hal ini ganti rugi
tersebut bukan merupakan tugas pokok Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM), karena
Badan Pengawas
Obat Dan Makanan (BPOM) hanya melakukan pengawasan. Badan Pengawas Obat Dan
Makanan (BPOM) dalam melakukan

apabila ditemukan kosmetik yang mengandung bahan berbahaya maka kosmetik tersebut akan
disita dan apabila sudah mendapatkan persetujuan
dari Pengadilan kemudian penyidik melakukan pemusnahan untuk kemudian dibakar di tempat
pembuangan akhir. Pengawasan yang dilakukan Badan Pengawas Obat Dan Makanan(BPOM)
hanya melakukan pengamanan produk dan penyitaan terhadap produk atau barangnya

Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Kosmetik


Perlindungan hukum bagi konsumen kosmetik menurut Undang-Undang No 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen pasal 45 ayat 1 menyatakan “setiap konsumen yang
dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan
sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada

Anda mungkin juga menyukai