Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah III
Disusun oleh :
Kelompok 2
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan
kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah keperawatan keluarga yang
membahas tentang “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Ketidakberdayaan”.
Kami yang bertanggungjawab atas tugas makalah ini telah berusaha semaksimal mungkin
untuk membuat tugas ini dengan baik dan dengan teliti. Kami berharap mendapat nilai yang
memuaskan untuk mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III. Dalam pembuatan tugas
makalah ini. Mungkin hanya itu saja yang dapat kami sampaikan. Sebelumnya kami mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................4
C. Tujuan............................................................................................................................5
BAB II.......................................................................................................................................6
A. Konsep Luka Bakar......................................................................................................6
B. Asuhan Keperawatan pada Luka bakar.....................................................................6
C. Pencegahan primer sekunder dan tersier...................................................................6
BAB III....................................................................................................................................19
A. Kesimpulan..................................................................................................................19
B. Saran.............................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 2004, World Health Organization (WHO) Global Burden Disease
diperkirakan 310.000 orang meninggal akibat luka bakar, dan 30% pasien berusia kurang
dari 20 tahun. Luka bakar karena api merupakan penyebab kematian ke 11 pada anak
berusia 1-9 tahun. Anak-anak beresiko tinggi terhadap kematian akibat luka bakar,
dengan prevalensi 3,9 kematian per 100.000 populasi. Luka bakar dapat menyebabkan
kecacatan seumur hidup (WHO, 2008). Di Amerika Serikat, luka bakar menyebabkan
5000 kematian per tahun dan mengakibatkan lebih dari 50.000 pasien di rawat ianp
(Kumar et al, 2007). Di Indonesia, prevalensi luka bakarsebesar 0,7% (RISKESDAS,
2013). Secara global, 96.000 anak-anak yang berusia di bawah usia 20 tahun mengalami
kematian akibat luka bakar pada tahun 2004. Frekuensi kematian lebih tinggi sebelas kali
di negara dengan pendapatan tinggi sebesar 4,3 per 100.000 orang dan 0,4 per 100.000
orang. Kebanyakan kematian terjadi pada daerah yang miskin, seperti pada Afrika, Asia
Tenggara, dan daerah Timur Tengah. Frekuensi kematian terendah terjadi pada daerah
dengan pendapatan tinggi, seperti Eropa dan Pasifik Barat (WHO, 2008). Menurut the
National Institutes Of General Medical Sciences, sekitar 1,1 juta luka-luka bakar yang
membutuhkan perawatan medis setiap tahun di Amerika Serikat Diantara mereka terluka,
sekitar 50.000 memerlukan rawat inap dan sekitar 4.500 meninggal setiap tahun dari luka
bakar. Ketahanan hidup setelah cedera luka bakar telah meningkat pesat selama abad
kedua puluh. Perbaikan resusitasi, pengenalan agen antimikroba topikal dan yang lebih
penting praktek eksisi dini luka bakar memberikan kontribusi terhadap hasil yang lebih
baik. Namun, cedera tetap mengancam jiwa (National Institutes Of General Medical
Sciences 2007).
Permasalahan yang dialami oleh penderita luka bakar, selain komplikasi, adalah
proses penyembuhan luka bakar yang lama. Epitelisasi merupakan proses yang penting
pada saat penyembuhan luka bakar karena epitel melindungi tubuh dari paparan
lingkungan. Selain itu, epitel juga berguna dalam melindungi tubuh dari invasi bakteri,
trauma, dan kehilangan cairan. Semakin cepat proses repitelisasi epidermis, maka
semakin cepat proses penyembuhan luka. Oleh karena itu diperlukan suatu terapi yang
dapat digunakan untuk mempercepat proses repitelisasi epidermis pada luka bakar.
B. Rumusan Masalah
Rumusan Masalah yang diambil tidak jauh dari materi yang diambil
1. Konsep Perawatan luka bakar
2. Asuhan Keperawatan Pada luka bakar
3. Pencegahan primer, sekunder , tersier pada luka bakar
C. Tujuan Penulisan
Agar mahasiswa dapat mengetahui konsep dari luka bakar , asuhan keperawatan pada
luka bakar, dan pencegahan primer sekunder dan tersier pada luka bakar
BAB II
PEMBAHASAN
b. Grade II
Kerusakan pada epidermis (kulit bagian luar) dan dermis (kulit bagian dalam),
terdapat vesikel (benjolan berupa cairan atau nanah) dan oedem sub kutan (adanya
penimbunan dibawah kulit), luka merah dan basah mengkilap, sangat nyeri,
sembuh dalam 21-28 hari tergantung komplikasi infeksi.
c. Grade III
Kerusakan pada semua lapisan kulit, nyeri tidak ada, luka merah keputih-putihan
(seperti merah yang terdapat serat putih dan merupakan jaringan mati) atau hitam
keabu-abuan (seperti luka yang kering dan gosong juga termasuk jaringan mati),
tampak kering, lapisan yang rusak tidak sembuh sendiri (perlu skin graf).
4. Patofisiologi
Pada dasarnya luka bakar itu terjadi akibat paparan suhu yang tinggi, akibatnya
akan merusak kulit dan pembuluh darah tepi maupun pembuluh darah besar dan akibat
kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan plasma sel darah, protein dan
albumin, mengalami gangguan fisiologi. Akibatnya terjadilah kehilangan cairan yang
masif, terganggunya cairan di dalam lumen pembuluh darah. Suhu tinggi juga merusak
pembuluh darah yang mengakibatkan sumbatan pembuluh darah sehingga beberapa jam
setelah terjadi reaksi tersebut bisa mengakibatkan radang sistemik, maupun kerusakan
jaringan lainnya. Dari kilasan diatas maka pada luka bakar juga dapat terjadi sok
hipovelemik (burn syok).
5. Fase Luka Bakar
a. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini,
seorang penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening.
Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan
nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan
airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun
masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-
72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita
pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. Problema sirkulasi yang
berawal dengan kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara paskan O2
dan tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat
berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi dengan problema
instabilitas sirkulasi.
2) Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau
tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ-organ
fungsional.
3) Keadaan hipermetabolisme
c. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka
dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini
adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur.
6. Klasifikasi Luka Bakar (Menurut Muslihat, 2010)
a. Dalamnya luka bakar
Kedalaman Penyebab Penampilan Warna Perasaan
Ketebalan partial Jilatan api, sinar Kering, tidak ada Bertambahan Nyeri
superfisial (tingkat I) ultra violet (terbakar gelembung. merah
oleh matahari) Oedem minimal
atau tidak ada.
Pucat bila ditekan
dengan ujung jari,
berisi kedalam bila
tekanan dilepas.
Lebih dalam dari Kontak dengan Blister besar dan Berbintik-bintik Sangat nyeri
ketebalan partial bahan air, atau bahan lembab yang yang kurang jelas,
(tingkat II) padat. ukurannya putih, coklat, pink,
d. Superfisial Jilatan api pada bertambah besar. daerah merah
e. Dalam pakaian. Pucat bila ditekan coklat.
Jilatan langsung dengan ujung jari,
kimiawi. bila tekanan dilepas
Sinar ultra vilat berisi kembali
Ketebalan sepenuhnya Kontak dengan Kering disertai kulit Putih, kering, Tidak sakit,
(tingkat III) bahan cair atau mengelupas. hitam, coklat tua. sedikit sakit.
padat. Pembuluh darah Hitam. Rambut mudah
Nyala api. seperti arang terlihat Merah. lepas bila
Kimia. di bawah kulit yang dicabut.
Kontak dengan arus mengelupas.
listrik. Gelembung jarang,
dindingnya sangat
tipis, tidak
membesar.
Tidak pucat bila
ditekan.
2) Sedang – moderate :
Tingkat II : 15-30%
3) Ringan – minor :
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboraturium meliputi Hb, Hmt, Gula Darah, Natrium dan elektrolit,
ureum kreatinin, Protein, Urin Lengkap, AGD (PO2 dan PCO2). Pemeriksaan
Radiologi, Foto Thorax, EKG, CVP untuk mengetahui tekanan vena sentral.
8. Penatalaksaan
Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% (1:30) + buang jaringan nekrotik
Tulle
6) Obat-obatan
Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian
Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil
kultur
Analgetik : kuat (morfin, petidine)
Antasida : kalau perlu
9. Komplikasi
a. Curting Ulcer / Dekubitus
b. Sepsis
c. Pneumoni
d. Gagal Ginjal Akut
e. Deformitas
f. Kontraktur dan Hipertrofi Jaringan parut
g. Komplikasi yang lebih jarang terjadi adalah edema paru akibat sindrom gawat
panas akut (ARDS, acute respiratory disters syndrome) yang menyerang
sepsis gram negatif. Sindrom ini diakibatkan oleh kerusakan kapiler paru dan
kebocoran cairan kedalam ruang interstisial paru. Kehilangan kemampuan
mengembang dan gangguan oksigen merupakan akibat dari insufisiensi paru
dalam hubungannya dengan siepsis sistemik (wong, 2008).
3. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b/d kerusakan kulit/jaringan
2) Resiko tinggi gangguan integritas kulit b/d adanya luka bakar
4. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1 Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan dengan pain level, Lakukan pengkajian nyeri
kerusakan pain control secara komprehensif
kulit/jaringan comfort level termasuk lokasi,
Tujuan : setelah dilakukan tinfakan karakteristik, durasi,
keperawatan selama pasien tidak frekuensi, kualitas dan
mengalami nyeri. faktor presipitasi
Dengan kriteria hasil : Observasi reaksi
mampu mengontrol nyeri nonverbal dari
(tahu penyebab nyeri, ketidaknyamanan
mampu menggunakan Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan
tehnik nonfarmakologi menemukan dukungan
untuk mengurangi nyeri, Kontrol lingkungan yang
mencari bantuan) dapat mempengaruhi nyeri
melaporkan bahwa nyeri seperti suhu ruangan,
berkurang dengan pencahayaan dan
menggunakan manajemen kebisingan
nyeri Kurangi faktor presipitasi
Mampu mengenali nyeri nyeri
(skala, intensitas, frekuensi Kaji tipe dan sumber nyeri
dan tanda nyeri) untuk menentukan
Menyatakan rasa nyaman intervensi
setelah nyeri berkurang Ajarkan tentang teknik
Tanda vital dalam rentang non farmakologi: napas
normal dala, relaksasi, distraksi,
Tidak mengalami gangguan kompres hangat/ dingin
tidur. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri
akan berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali.
2 Resiko tinggi NOC : NIC : pressure management
gangguan integritas Tissue integrity : skin and Anjurkan pasien untuk
kulit b/d adanya mucous membranes status menggunakan pakaian
gangguan kulit nutrisi yang longgar.
Tissue perfusion : perifer Hindari kerutan padaa
dialiysis access integrity tempat tidur
Tujuan : setelah dilakukan tindakan Jaga kebersihan kulit agar
keperawatan selama…. Gangguan tetap bersih dan kerinG
integritas kulit tidak terjadi. Mobilisasi pasien (ubah
Dengan kriteria hasil : posisi pasien) setiap dua
Integritas kulit yang baik jam sekali
bisa dipertahankan. Monitor kulit akan adanya
Melaporkan adanya kemerahan
gangguan Oleskan lotion atau
Sensasi atau nyeri pada minyak/baby oil pada
daerah kulit yang derah yang tertekan
mengalami gangguan Monitor aktivitas dan
Menunjukkan pemahaman mobilisasi pasien
dalam proses perbaikan Monitor status nutrisi
kulit dan mencegah pasien
terjadinya sedera berulang Memandikan pasien
Mampu melindungi kulit dengan sabun dan air
dan mempertahankan hangat
kelembaban kulit dan Gunakan pengkajian risiko
perawatan alami untuk memonitor faktor
Status nutrisi adekuat risiko
Sensasi dan warna kulit Pasien (braden scale, skala
normal. norton)
Inspeksi kulit terutama
pada tulangtulang yang
menonjol dan titiktitik
tekanan ketika merubah
posisi pasien.
Jaga kebersihan alat tenun
Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk pemberian
tinggi protein, mineral dan
vitamin
Monitor serum albumin
dan transferin
5. Implementasi Keperawatan
Tgl/Ja Diagnosa Implementasi Jam Evaluasi Paraf
m Keperawatan
5-7- Nyeri akut b/d 1. Melakukan pengkajian 11.00 S:
2018/ kerusakan nyeri secara komprehensif - Klien mengatakan
09.00 jaringan/ termasuk lokasi, tangan kirinya masih
integritas kulit karakteristik, durasi, nyeri
frekuensi, kualitas dan - Klien mengatakan
faktor presipitasi. skala nyeri sedang.
2. Mengobservasi reaksi O:
nonverbal dari - Klien tampak
ketidaknyamanan. meringis - Skala nyeri
3. Mengontrol lingkungan sedang
yang dapat mempengaruhi - Klien tampak gelisah
nyeri seperti suhu ruangan, - Suhu=36,9 0C
pencahayaan dan - Nadi =78x/i
kebisingan. 4. Membantu - Pernafasan =20x/i
mengurangi faktor -Tekanan
presipitasi nyeri Darah=110/70 mmHg
5. Mengajarkan tentang A:
teknik non farmakologi: - masalah nyeri akut
napas dalam, relaksasi, belum teratasi
distraksi, kompres hangat/ - intervensi 1 s/d 9
dingin dilanjutkan.
6. Melakukan kolaborasi
dalam memberikan
analgetik untuk mengurangi
nyeri
7. Membantu pasien
meningkatkan
Istirahat
8. Memberikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan berkurang dan
antisipasi ketidaknyamanan
dari prosedur
9. Memonitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
10.30 Resiko tinggi 1. Menganjurkan pasien 13.00 S:
gangguan untuk menggunakan pakaian - Klien mengatakan
inntegritas kulit yang longgar luka bakar pada tangan
b/d adanya luka 2. Menghindari kerutan kirinya tampak
bakar. pada tempat tidur memerah
3. Menganjurkan pasien O:
untuk menjaga kebersihan - Luka bakar tampak
kulit agar tetap bersih dan memerah
kering - Klien tampak gelisah
4. Memonitor kulit akan A:
adanya kemerahan - Masalah resiko tinggi
5. Mengoleskan lotion atau gangguan integritas
minyak/baby oil pada derah kulit belum teratasi
yang tertekan - intervensi 1 s/d 8
6. Memonitor aktivitas dan dilanjutkan
mobilisasi pasien
7. Memonitor status nutrisi
pasien
8. Menjaga kebersihan alat
tenun
6-7- Nyeri akut 1. Melakukan pengkajian 12.00 S:
2018/ berhubungan nyeri secara komprehensif - Klien mengatakan
10.00 dengan kerusakan termasuk lokasi, nyeri pada tangan
kulit/jaringan karakteristik, durasi, kirinya sedikit
frekuensi, kualitas dan berkurang
faktor presipitasi - Klien mengatakan
2. Mengobservasi reaksi skala nyeri sedang
nonverbal dari O:
ketidaknyamanan - Skala nyeri sedang
3. Mengontrol lingkungan - Klien tampak gelisah
yang dapat mempengaruhi -Tekanan
nyeri seperti suhu ruangan, Darah=120/80 mmHg
pencahayaan dan kebisingan - Nadi=80x/i
4. Membantu mengurangi A:
faktor presipitasi nyeri - masalah nyeri akut
5. Mengajarkan tentang teratasi Sebagian
teknik non farmakologi: P:
napas dalam, relaksasi, - Intevensi 3,5,6,7,9
distraksi, kompres hangat/ dilanjutkan
dingin
6. Melakukan kolaborasi
dalam memberikan
analgetik untuk mengurangi
nyeri
7. Membantu pasien
meningkatkan istirahat
8. Memberikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan berkurang dan
antisipasi ketidaknyamanan
dari prosedur
9. Memonitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
11.00 Resiko tinggi 1. Menganjurkan pasien S:
ganggua integritas untuk menggunakan pakaian - Klien mengatakan
kulit b/d adanya yang longgar luka bakar pada tangan
luka baka 2. Menghindari kerutan kirinya masih sedikit
pada tempat tidur merah
3. Menganjurkan pasien O:
untuk menjaga kebersihan - Luka bakar tampak
kulit agar tetap bersih dan sedikit merah
kering - Klien tampak mulai
4. Memonitor kulit akan tenang
adanya kemerahan A:
5. Mengoleskan lotion atau - Masalah resiko tinggi
minyak/baby oil pada gangguan integritas
daerah yang tertekan. kulit teratasi sebagiann
6. Memonitor aktivitas dan P:
mobilisasi pasien - intervensi 3,5,8
7. Memonitor status nutrisi dilanjutkan
pasien
8. Menjaga kebersihan alat
tenun.
7-7- Nyeri akut b/d 1. Mengontrol lingkungan 13.00 S:
2018/ kerusakan yang dapat mempengaruhi - Klien mengatakan
09.00 kulit/jaringan nyeri seperti suhu ruangan, nyeri pada tangan
pencahayaan dan kebisingan kirinya sedikit
2. Mengajarkan tentang berkurang
teknik non farmakologi: - Klien mengatakan
napas dalam, relaksasi, skala nyeri sedang
distraksi, kompres hangat/ O:
dingin - Skala nyeri sedang
3. Melakukan kolaborasi -Klien tampak gelisah
dalam memberikan A:
analgetik untuk mengurangi - Masalah nyeri akut
nyeri teratasi Sebagian
4. Membantu pasien P:
meningkatkan istirahat - intervensi 1,2,3,4,5
5. Memonitor vital sign dilanjutkan
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
10.00 Resiko tinggi 1. Menganjurkan pasien 13.00 S:
gangguan untuk menjaga kebersihan - Klien mengatakan
integritas kulit b/d kulit agar tetap bersih dan luka bakar pada tangan
adanya luka bakar kering kirinya masih sedikit
2. Mengoleskan lotion atau merah
minyak/baby oil pada derah O:
yang tertekan - Luka bakar tampak
3. Menjaga kebersihan alat sedikit merah
tenun - Klien tampak mulai
tenang
A:
- Masalah Resiko
tinggi gangguan
integritas kulit teratasi
Sebagian
P:
- Intervensi 1, 2, dan 3
dilanjutkan
2. Pencegahan Primer
Adalah upaya pencegahan yg dilakukan saat proses penyakit belum mulai
(pada periode pre-patogenesis) dengan tujuan agar tidak terjadi proses penyakit.
Tujuannya untuk mengurangi insiden penyakit dengan cara mengendalikan
penyebab penyakit dan faktor risikonya. Upaya yang dilakukan adalah untuk
memutus mata rantai infeksi “agent – host - environment”
a. Pencegahan Primer terdiri dari :
1) Health promotion
2) Specific protection
b. Dilakukan melalui 2 strategi : populasi dan individu
c. Fase penyakit :
1) Faktor-faktor penyebab khusus
d. Target :
1) Total populasi
2) Kelompok terseleksi
3) Individu sehat
e. Tingkat pencegahan primer
1) Promosi kesehatan
2) Pendidikan kesehatan, penyuluhan
3) Gizi yang cukup sesuai dengan perkembangan
4) Penyediaan perumahan yg sehat
5) Rekreasi yg cukup
6) Pekerjaan yg sesuai
7) Genetika
8) Pemeriksaan kesehatan berkala
9) Kebersihan perorangan
10) Sanitasi lingkungan
11) Menghindari zat-zat alergenik
3. Pencegahan Sekunder
Adalah upaya pencegahan yg dilakukan saat proses penyakit sudah
berlangsung namun belum timbul tanda/gejala sakit (patogenesis awal) dengan tujuan
proses penyakit tidak berlanjut.
Tujuannya untuk menghentikan proses penyakit lebih lanjut dan mencegah
komplikasi. Bentuknya berupa deteksi dini dan pemberian pengobatan (yang tepat)
a. Fase penyakit
1) Tahap dini penyakit
b. Target
1) pasien
c. Tingkat pencegahan sekunder
1) Diagnosis dini dan pengobatan segera
a) Penemuan kasus (individu atau masal)
b) Skrining
2) Pemeriksaan khusus dengan tujuan
a) Menyembuhkan dan mencegah penyakit berlanjut
b) Mencegah penyebaran penyakit menular
c) Mencegah komplikasi dan akibat lanjutan
d) Memperpendek masa ketidakmampuan
e) Pengobatan yang cukup untuk menghentikan proses penyakit
f) mencegah komplikasi dan sekuele yg lebih parah
g) Penyediaan fasilitas khusus untuk membatasi ketidakmampuan
dan mencegah kematian (sanatorium)
4. Pencegahan Tersier
Adalah pencegahan yg dilakukan saat proses penyakit sudah lanjut (akhir
periode patogenesis) dengan tujuan untuk mencegah cacad dan mengembalikan
penderita ke status sehat.
Tujuannya untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan, memperkecil
penderitaan dan membantu penderita-penderita untuk melakukan penyesuaian
terhadap kondisi yang tidak dapat diobati lagi.
a. Terdiri dari:
1) Disability limitation
2) Rehabilitation
b. Fase penyakit
1) penyakit tahap lanjut (pengobatan dan rehabilitasi)
c. Target
1) pasien
1. Kudis (Scabies)
Merupakan penyakit dengan gejala gatal (lebih pada malam hari). Sering muncul
di tempat-tempat lembab di tubuh seperti misalnya, tangan, ketiak, pantat, kunci paha
dan kadang di sela jari tangan atau kaki.
Pencegahan :
a. Pencegahan Primordial
Menerapkan perilaku hidup bersih
b. Pencegahan Primer
Menjaga kebersihan kulit,
c. Pencegahan Sekunder
Dengan obat anti jamur yang dijual di pasaran, dan dapat juga diobati dengan
obat-obatan tradisional seperti daun sirih yang dicampur dengan kapur sirih
dan dioleh pada kulit yang terserang Panu.
d. Pencegahan Tersier
Penyakit panu dapat tertular melalui kontak secara tidak langsung, misalnya
dari sprei, baju, handuk, atau benda apapun yang terkontak sama halnya
dengan penyakit scabies. Oleh karena itu perlu isolasi bagi penderita panu
agar tidak menularkannya ke orang lain. Caranya dengan menjaga kebersihan
terutama benda-benda yang dipakai oleh penderita.
2. Panu (Tenia Vesticolor)
Panu atau Tinea versicolor merupakan salah satu penyakit kulit yang disebabkan
oleh jamur. Penyakit panau ditandai oleh bercak yang terdapat pada kulit disertai rasa
gatal pada saat berkeringat. Bercak-bercak ini bisa berwarna putih, coklat atau merah
tergantung kepada warna kulit penderita. Beda halnya dengan jerawat yang terlihat
menonjol di kulit, panu justru tidak menonjol dan biasanya akan terasa gatal apalagi
bila terkena keringat. Jamur yang menyebabkan panau adalah Candida albicans.
Pencegahan :
a. Pencegahan Primordial
Menerapkan perilaku hidup bersih
b. Pencegahan Primer
Menjaga kebersihan kulit,
c. Pencegahan Sekunder
Dengan obat anti jamur yang dijual di pasaran, dan dapat juga diobati dengan
obat-obatan tradisional seperti daun sirih yang dicampur dengan kapur sirih dan
dioleh pada kulit yang terserang Panu.
d. Pencegahan Tersier
Penyakit panu dapat tertular melalui kontak secara tidak langsung, misalnya dari
sprei, baju, handuk, atau benda apapun yang terkontak sama halnya dengan
penyakit scabies. Oleh karena itu perlu isolasi bagi penderita panu agar tidak
menularkannya ke orang lain. Caranya dengan menjaga kebersihan terutama
benda-benda yang dipakai oleh penderita.
3. Rubeola (campak)
Suatu penyakit infeksi virus yang ditandai dengan ruam makulopapulaaar
eritematosa, mulai dari wajah, badan lalu ekstremitas. Bercak koplik pada mulut 1-3
hari sebelum ruam.
Pencegahan :
a. Pencegahan primordial :
Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak.
Vaksin biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan
campak Jerman (vaksin MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot
paha atau lengan atas.
Jika hanya mengandung campak, vaksin dibeirkan pada umur 9 bulan.
Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua
diberikan pada usia 4-6 tahun. Selain itu penderita juga harus disarankan untuk
istirahat minimal 10 hari dan makan makanan yang bergizi agar kekebalan tubuh
meningkat.
b. Pencegahan primer :
1) Mengenal lebih dalam seluk-beluk penyakit ini.
2) Menjaga kondisi fisik dan menghindari stres psikis.
3) Menjaga mutu gizi dan kondisi badan dengan baik.
4) Pencegahan dengan vaksinasi menggunakan virus hidup yang telah
dilemahkan pada usia 15 bulan setelah kelahiran.
c. Pencegahan sekunder :
Pengobatan dengan antibiotic, Tidak ada pengobatan khusus untuk
campak. Anak sebaiknya menjalani istirahat. Untuk menurunkan demam,
diberikan asetaminofen atau ibuprofen. Jika terjadi infeksi bakteri, diberikan
antibiotik.
d. Pencegahan tersier
Pada penderita campak untuk menghindari bertambah parahnya campak
atau untuk menghindari suatu kecacatan, penderita sebaiknya selama masih
menderita penyakit campak berdiam diri di rumah (dalam artian banyak-banyak
istirahat).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti
api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi juga disebabkan oleh kontak dengan suhu
rendah (Masjoer, 2003). Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas yang
memberikan gejala tergantung luas dalam dan lokasi lukanya (Tim Bedah, FKUA, 1999).
Luka bakar terbagi dalam tiga derajat, yaitu luka bakar derajat I, luka bakar derajat II, dan
luka bakar derajat III. Penanganan luka bakar yaitu dengan obat-obatan, infus, baxter, dll.
Secara umum “pencegahan” atau “prevention” dapat diartikan sebagai tindakan
yang dilakukan sebelum peristiwa yang diharapkan (atau diduga) akan terjadi,sehingga
peristiwa tadi tidak terjadi atau dapat dihindari. Pencegahan atau prevention dapat
diartikan sebagai bertindak mendahului atau mengantisipasi yang menyebabkan sesuatu
proses tidak mungkin berkembang lebih lanjut. Jadi yang namanya “pencegahan” akan
memerlukan tindakan antipatif berdasar pada penguasaan kita tentang model ‘riwayan
alamiah penyakit nyan yang berkaitan inisiasi (awal mulai) atau kemajuan dari proses
suatu penyakit atau masalah kesehatan ataupun tidak mempunyai peluang untuk
berlanjut.
Upaya pencegahan primer, sekunder dan tersier pada gangguan sistem sensori dan
integumen merupakan upaya memfasilitasi masyarakat untuk membangun sistem
kesiagaan masyarakat dalam upaya mencegah terjadinya penyakit pada tingkat
penegahan primer dan mengatasi penyembuhan penyakit pada tingkat pencegahan
sekunder dan tersier.
B. SARAN
Semoga makalah yang kami susun ini memberi manfaat bagi penulis maupun
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/435380836/UPAYA-PENCEGAHAN-PRIMER-
SEKUNDER-DAN-TERSIER-PADA-MASALAH-GANGGUAN-SISTEM-PERSEPSI-
SENSORI-DAN-INTEGUMEN
Erlina. 2018. Asuhan Keperawatan pada Ny.D dengan Luka Bakar di Wilayah Kerja
Puskesmas Salido Kabupaten Pesisir Selatan. Karya Tulis Ilmiah. Pp : 1-54
Paskalis. 2019. Asuhan Keperawatan pada An. Y. N. dengan Luka Bakar Grade II di
Ruangan Instalasi Gawat Darurat RSUD. Prof. DR. W.Z. Johannes Kupang. Karya Tulis
Ilmiah. Pp : 1-28