Anda di halaman 1dari 4

UJIAN TENGAH SEMESTER

MATA KULIA KEBIJAKAN PERLINDUNGAN TANAMAN

Nama : ADIGENO ALBERTHO SIMEON AFI

Nim : 1904060088

Kelas : AGROTEKNOLOGI 4

SOAL

1. Uraikan permasalahan tentang perlindungan tanaman dalam lingkup Provinsi NTT serta dampak
yang ditimbulkannya. Jelaskan dengan contoh.
2. Apa yang dimaksud dengan “kebijakan”, apa perbedannya dengan “kebijaksanaan”?
3. Apakah yang menjadi dasar bagi seluruh kebijakan perlndungan tanaman di Indonesia.
Tercantum dalam Undang-Undang nomor berapakah pernyataan tentang sistem perlindungan
tanaman tersebut?
4. Jelaskan 5 alasan mengapa kebijakan perlindungan tanaman sangat diperlukan.
5. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan suatu kebijakan.
6. Tuliskan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan tanaman serta jelaskan secara
garis besar.

JAWABAN

1. Permasalahan perlindungan tanamana di NTT sering dijumpai oelh petani-petani di NTT,


sehingga usaha bididaya taanaman yang mereka usaha hasilnya menurun atau tidak memuaskan
karena tanaman diserang oelh hamma dan penyakit. Contohnya budidaya tanaman jeruk: Jeruk
keprok merupakan tanaman buah-buahan unggulan di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS)
dan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Karena merupakan tanaman unggulan maka
kemudian ditetapkan sebagai varietas unggul nasional dengan nama Jeruk Keprok Soe (JKS).
Sebelum ditetapkan sebagai varietas unggul nasional, berbagai proyek telah dilaksanakan untuk
meningkatkan luas tanam dan membudidayakan JKS secara lebih intensif. JKS yang secara
tradisional dibudidayakan dengan menanam anakan asal biji sebagai tanaman pekarangan
bercampur dengan berbagai tanaman lain kemudian diubah menjadi ditanam dari bibit okulasi
secara monokultur dalam areal di luar lahan pekarangan. Penanaman secara intensif dan dalam
areal yang luas sebenarnya sangat berpotensi menimbulkan terjadinya eksplosi OPT. Pada
tanaman jeruk keprok, OPT yang paling merusak adalah penyakit CVPD yang disebabkan oleh
bakteri yang di Asia adalah Candidatus Liberibacter asiaticus. Penyakit ini di luar negeri
sebelumnya disebut greening dan sekarang disebut ‘huanglongbing’ (pucuk menguning, disingkat
HLB). Pada 2003, peneliti dari Balai Penerapan Teknologi Pertanian Naibonat telah menemukan
penyakit ini pada JKS. Temuan tersebut diperkuat kembali oleh Kantor Karantina Kelas I Kupang
pada 2007 dan kemudian oleh Mudita & Natonis pada 2009. Tetapi pemerintah Kabupaten TTS
sampai saat ini membantah bahwa JKS telah tertular CVPD dan mengatakan peneliti yang
menemukan CVPD pada JKS sebagai peneliti yang tidak berkompeten. Menurut pemerintah
Kabupaten TTS, penyakit yang diderita oleh JKS hanyalah penyakit diplodia basah dan diplodia
kering dan merekomendasikan penggunaan bubur Kalifornia, yaitu campuran yang dibuat dari
bahan belerang dan kapur yang dipanaskan dalam air, sebagai tindakan perlindungan tanaman.

2. Kebijakan merupakan : Sesuatu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dapat dijadikan arahan
oleh para pemangku kepentingan (stakeholders), termasuk petani, dalam mengambil tindakan
yang tepat Kebijakan (policy) berbeda dengan kebijaksanaan (wisdom).
Kebijakan diberlakukan sama kepada semua pihak, kebijaksanaan diberikan kepada suatu pihak
dengan pertimbangan khusus mengenai keadaan pihak tersebut. Misalnya, petani yang kesulitan
mengembalikan kredit usahatani karena mengalami gagal panen akibat banjir diberikan
kebijaksanaan menunda waktu pengembalian kreditnya terhadap permasalahan perlindungan
tanaman Kebijaksanaan ini tidak berlaku bagi petani yang tidak mengalami gagal panen di desa
yang sama sekalipun. Kebijaksanaan dibuat karena situasi khusus, kebijakan dalam keadaan
situasi normal.

3. Kebijakan mengenai perlindungan tanaman dan pestisida di Indonesia dituangkan melalui


beberapa peraturan perundang-undangan. Sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 10 Tahun
2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) yang berlaku efektif sejak
November 2004, tata urutan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia adalah:
Undang-undang Dasar 1945, Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang (Perpu), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), dan Peraturan Daerah
(Perda, meliputi Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, dan Peraturan
Desa). Pada modul ini diuraikan perturan perundang-undangan mengenai perlindungan tanaman
dan pestisida pada berbagai tingkatan hierarki, dari yang tertinggi sampai yang paling rendah.

4. (1) OPT menimbulkan kerugian dalam areal yang luas terhadap banyak petani. Cakupan areal
yang luas dan jumlah penduduk yang banyak memerlukan penanggulangan secara sistematis
dan terkoordinasi agar tidak terjadi kekacaoan. Penanggulangan secara sistematis dan
terkoordinasi memerlukan pengaturan.

(2) Kegiatan perlindungan yang dilakukan oleh seorang petani dapat menimbulkan dampak yang
merugikan petani lain. Kerugian petani lain dapat terjadi karena perpindahan OPT, dampak
negatif kegiatan perlintan, dsb., sehingga berpotensi menimbulkan konflik. Kebijakan
diperlukan untuk mengatur agar tidak terjadi pihak-pihak yang dirugikan akibat dilakukannya
suatu tindakan perlintan.

(3) Tindakan perlindungan tanaman dapat menimbulkan dampak yang justeru menimbulkan
masalah baru. Penggunaan pestisida dapat menimbulkan resistensi OPT, resurgensi OPT, dan
ledakan OPT sekunder sehingga terjadi masalah OPT baru. Penggunaan pestisida perlu diatur
agar potensi terjadinya masalah baru dapat diminalisasi

(4) Tindakan perlindungan tanaman dapat membahayakan kesehatan dan isu bahaya kesehatan
dapat menimbulkan kerugian ekonomis yang luas. Pestisida menimbulkan residu pada hasil
tanaman yang jika dikonsumsi dapat menimbulkan gangguan kesehatan akut. Adanya residu
pada hasil pertanian dapat digunakan oleh negara lain untuk menolak masuknya produk
pertanian ke negara yang bersangkutan sehingga terjadi kesulitan pemasaran hasil.
(5) Tindakan perlindungan tanaman dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan
hidup. Drift pestisida dapat memasuki badan perairan dan tanah, masuk ke dalam rantai
makanan dan menimbulkan pembengkakan biologis yang mematikan bagi organisme pada
tingkat trofik tinggi (karnivora). Residu pestisida di alam dapat mengganggu berbagai proses
ekosistem sehingga terjadi dampak kumulatif yang sulit dapat diprediksi.

5. Terjadinya eksplosi OPT yang berskala luas dan sangat merugikan secara nasional. Misalnya,
PHT ditetapkan sebagai dasar kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia setelah sebelumnya
penggunaan pestisida secara besar-besaran ternyata menimbulkan resistensi dan resistensi OPT
sasaran dan eksplosi OPT sekunder.

Kesadaran lingkungan global yang semakin meningkat, terutama di negara-negara maju. Sejak
buku The Silent Spring tulisan Rachel Carson beredar luas, kesadaran akan bahaya pestisida terus
meningkat. Kesadaran mengenai bahaya pestisida tersebut semakin memperoleh momentum
seiring dengan meningkatnya kesadaran lingkungan di berbagai negara maju.

Globalisasi dan pasar bebas yang memungkinkan OPT dengan mudah menyebar seiring dengan
meningkatnya perpindahan barang dan orang. Gobalisasi memungkinkan OPT berpindah
melewati rintangan alam yang sebelumnya menjadi batas-batas sebaran geografiknya. Pasar
bebas memungkinkan lebih banyak barang berpindah antar negara dan seiring dengan
perpindahan barang tersebut juga terjadi pemencaran OPT yang menyebar dengan perantaraan
barang.

Perubahan iklim berupa meningkatnya suhu permukaan bumi sebagai akibat dari meningkatnya
kandungan gas-gas karbon dan belerang di udara. Meningkatnya suhu memungkinkan OPT yang
sebaram geografiknya semula terbatas di kawasan tropika memencar ke kawasan sub-tropika dan
yang semula hanya di dataran rendah memencar ke dataran tinggi.

Perubahan sistem politik dan pemerintahan, yang memungkinkan masyarakat menjadi lebih
berani menyampaikan keluhan mengenai OPT secara lebih terbuka dan pemerintah daerah
mempunyai kewenangan otonom untuk merumuskan kebijakan perlindungan tanamannya sendiri.

6. Pestisida yang akan diedarkan di dalam wilayah negara Republik Indonesia wajib terdaftar,
memenuhi standar mutu, terjamin efektivitasnya, aman bagi manusia dan lingkungan hidup, serta
diberi label. ... Pemerintah dapat melarang atau membatasi peredaran dan/atau penggunaan
pestisida tertentu.

Perlindungan tanaman dilaksankan melalui sistem pengendalian hama terpadu. Perlindungan


tanaman dilaksakan dengan menggunakan sarana dan cara yang tidak mengganggu kesehatan dan
atau mengancam keselamatan manusia, menimbulkan gangguan dan kerusakan sumber daya alam
dan atau lingkungan hidup6

a. Menimbang:
bahwa tingkat produksi budidaya tanaman yang mantap sangat menentukan bagi
keberhasilan usaha tani, sehingga segala bentuk kerugian yang dapat menurunkan tingkat
produksi budidaya tanaman perlu dicegah atau ditekan serendah mungkin;
b. bahwa serangan organisme pengganggu tumbuhan terhadap tanaman dapat menimbulkan
kerugian yang dapat mengganggu tingkat produksi budidaya tanaman, sehingga perlu
ditempuh berbagai upaya untuk melindungi tanaman dari serangan organisme pengganggu
tumbuhan;

c. bahwa upaya yang ditempuh untuk melindungi tanaman dari serangan organisme
pengganggu tumbuhan harus dilakukan secara efektif dan aman agar tidak membahayakan
keselamatan manusia, kemampuan sumberdaya alam maupun kelestarian lingkungan
hidup, serta dapat mempertahankan dan meningkatkan produksi budidaya tanaman;

d. bahwa berdasarkan hal-hal di atas dan sesuai dengan Pasal 27 dan Pasal 42 Undang-
undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, dipandang perlumengatur
perlindungan tanaman dengan Peraturan Pemerintah.

Perlindungan tanaman adalah segala upaya untuk mencegah kerugian pada budidaya tanaman
yang diakibatkan oleh oerganisme pengganggu tumbuhan. Dengan demikian adanya UU dan PP ini agar
setiap tanaman yang diusakan harus dirawat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman tersebut, sehingga
tanaman tidak mudah diserang oleh OPT agar hasilnyapun dapat memuaskan.

Anda mungkin juga menyukai