Anda di halaman 1dari 4

KONSEP DASAR LANSIA

Kita telah banyak tahu bahwasanya keperawatan gerontik adalah bidang keperawatan yang
mengkhususkan pemberian layanan terhadap kesehatan lansia. Lansia banyak dipandang sebagai salah satu
kelompok bermasalah karena usianya yang dianggap tidak lagi produktif, cerewet, kolot dan memiliki angka
kesakitan yang tinggi. Umumnya lansia dianggap sebagai salah satu kelompok yang paling membosankan
namun di satu sisi menciptakan suatu tantangan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat yang bekerja di
tatanan komunitas maupun tatanan klinik. Mengenal karakteristik lansia merupakan hal wajib yang perlu
dilakukan saat kita harus berinteraksi memberikan layanan pada lansia.

A. KARAKTERISTIK LANSIA
Telah kita pahami bahwa saat ini Indonesia masuk ke dalam kategori negara berstruktur tua. Hal
ini terjadi karena populasi lansia di Indonesia mencapai lebih dari 3%. Tahun 2020 populasi lansia di
Indonesia mencapai 28,8 juta jiwa atau 11.34%. Jumlah ini memang lebih sedikit dibandingkan penduduk
usia subur. Namun kondisi dan karakteristik lansia yang menyebabkan angka 11.34% ini merupakan
pekerjaan rumah tersendiri baik bagi pemerintah. Masalah lansia menyangkut berbagai aspek sehingga
penyelesaian masalah lansia membutuhkan kerjasama lintas program dan sektoral.
Tingginya populasi lansia merupakan salah satu prestasi karena menjadi tolak ukur pemerintah
dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Tingginya populasi lansia identic dengan peningkatan
usia harapan hidup lansia. Usia harapan hidup masyarakat Indonesia pada tahun 2019 mencapai angka
71,4 tahun dimana lansia laki laki mencapai UHH 69 tahun dan lansia wanita mencapai UHH 74 tahun.
Perawat berperan serta dalam mengupayakan kesehatan lansia. Sejalan dengan hal itu penting bagi
perawat untuk memahami karakteristik lansia supaya intervensi yang kita berikan bisa tepat sesuai dengan
karakteristik sasaran.
Undang Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia menyebutkan bahwa
seseorang disebut lansia jika umurnya telah mencapai 60 tahun. Depkes RI secara umum
mengklasifikasikan pembagian lansia menjadi pra lansia (45 – 59 tahun) dan lansia (usia 60 tahun ke atas).
Sedangkan WHO berpendapat bhawa seseorang masuk menjadi kategori lansia pada usia 65 tahun.
Sehingga dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa variable umur merupakan variable kunci seseorang
dikatakan sebagai lansia. Maka dengan demikian lansia kita definisikan sebagai seseorang yang berusia
lebih dari 60 tahun baik laki – laki maupun perempuan, masih aktif bekerja ataupun sudah tidak berdaya
sehingga tergantung pada orang lain.
Lansia merupakan sasaran utama dalam layanan keperawatan gerontic. Keperawatan gerontic
berkembang sebagai salah satu cabang yang dari ilmu komunitas karena lansia merupakan salah satu
kelompok khusus di komunitas. Sehingga dalam praktik kesehariannya bidang garap keperawatan gerontic
adalah lansia baik sehat maupun sakit. Namun dalam perkembangannya kita tidak boleh menutup mata
bahwa lansia adalah kelompok khusus dengan kondisi yang unik. Beberapa tahun lalu keperawatan
gerontic banyak bergerak dalam memberikan layanan kepada lansia yang sehat. Sedangkan lansia yang
sakit menjadi ranah keperawatan medical bedah. Dalam perkembangannya praktisi menyadari bahwa
lansia yang sakit tidak selalu bisa diberi perawatan dengan pendekatan medical bedah karena kondisi
fisiologis yang berbeda. Hal ini menyebabkan perkembangan keperawatan gerontic saat ini juga mengarah
pada keperawatan lansia yang sakit, atau lebih tepatnya dikategorikan sebagai lansia dengan
ketergantungan.
Kondisi sehat lansia tidak dapat kita samakan dengan kondisi sehat pada kelompok usia yang
lebih muda. Konsep penting yang harus kita ingat adalah bahwa lansia mengalami proses menua yang
berlangsung lebih progresif. Menyebabkan penurunan fungsi organ sehingga kapasitas fisik lansia
menurun. Namun harus kita ingat bahwa proses menua bukanlah suatu kondisi patologis, namun
berpotensi menyebabkan lansia menjadi rentan sakit. Maka dari itu penting bagi kita mengenal karakteristik
klien lansia tidak hanya dari segi kognitif dan perilakunya, namun juga kesehatan fisiknya.

B. FRAILTY
Beberapa perawat mungkin ada yang masih asing dengan istilah frailty. Namun tidak demikian
dengan perawat yang sudah sering berinteraksi dengan klien lansia di rumah sakit. Frailty merupakan
kondisi kunci yang mampu menjelaskan kondisi ketergantungan pada lansia.
Frailty disebut juga sebagai kerapuhan. Frailty banyak digunakan untuk menggambarkan kondisi
pasien lansia, termasuk kelemahan fisik dan penurunan fungsi kognitif. Namun perlu diperhatikan bahwa
keadaan lanjut usia bukan merupakan terjadinya kerapihan. Para ahli telah mengembangkan suatu
consensus bahwa sindrom kerapuhan merupakan suatu keadaan yang berdiri sendiri dan usia yang lanjut
hanya merupakan faktor resiko kebutuhan rawat inap, ketergantungan terhadap terapi serta penurunan
taksiran usia bertahan hidup.
Secara sederhana kerapuhan didefinisikan sebagai peningkaan kerentanan terhadap hal hal yang
merugikan kesehatan. Kesamaan dari opini yang ada adalah adanya gangguan fisiologis pasien yang
menyebabkan penurunan fungsi yang berat. Pajanan terhadap stress lingkungan dapat menyebabkan
dependensi atau ketergantungan terhadap terapi. Kerapuhan harus di[isahkan definisinya dari komorbiditas
dan disabilitas karena data data yang ada menunjukkan bahwa hanya sindrom kerapuhan yang
berhubungan dengan faktor faktor biomedis. Berbagai penelitian menyebutkan nahwa pasien lansia
dengan kerapuhan tidak memenuhi kriteria untuk komorbiditas ataupun disabilitas.
Penelitian yang disebutkan oleh Fied et al (2012) menyebutkan bahwa kerapuhan tidak sama
dengan komorbiditas ataupun disabilitas. Namun komorbiditas merupakan faktor risiko terjadinya
kerapuhan dan disabilitas merupakan hasil akhir dari kerapuhan, kerapuhan merupakan sindrom klinik
dengan prognosis yang buruk dan sangat mempengaruhi kemandirian lansia dalam melakukan aktifitas
sehari hari.
Kerapuhan merupakan suatu sindrom klinis yang meliputi kelemahan, kelelahan, penurunan
kecepatan berjalan, penurunan aktifitas fisik dan penurunan berat badan yang tidak direncanakan dimana
hal hal ini menyebabkan penurunan kumulatif komplek dan menghasilkan kerentanan untuk mengalami
suatu penyakit.
Ditinjau dari perspektif fisiologis, frailty merupakan sentral dari seluruh definisi yang
menggambarkan kerapuhan. Komponen kunci dari frailty adalah sarcopenia atau penurunan massa otot.
Menurut para ahli, patofisiologi terjadinya frailty dapat dijelaskan sebagai berikut :
(1) Perubahan endokrin
Perubahan endokrin pada lansia akan mempercepat terjadinya penurunan massa otot dan kekuatan
otot. Lansia dengan kerapuhan menunjukkan penurunan kadar hormone seks dan hormone
pertumbuhan dengan kadar yang sangat buruk. Lansia yang mengalami frailty menunjukkan kadar
dehydroepiandosteron sulfate (DHEAS) dan insulin like growth factor – 1(IGF-1) yang lebih rendah.
Vitamin D terbukti mampu menjaga kekuatan otot dan memainkan peran untuk menurunkan
kerapuhan.
(2) Inflamasi
Marker inflamasi sepeprti C-reactive protein (CRP) dan IL-^ ditemukan lebih tinggi pada lansia yang
mengalami frailty. Temuan ini menunjukkan bahwa stimulasi sistem imunitas tubuh oleh infeksi ringan
kronik merupakan predisposisi terjadinya kerapuhan. Inflamasi kronis pada kerapuhan juga dapat
terjadi akibat gangguan regulasi imunitas akibat penuaan. Istilah imunoesensi digunakan pada pada
klien untuk menggambarkan penurunan kecepatan respon imun pada pasien lansia.
Kerapuhan pada lansia lebih lanjut akan menyebabkan lansia menjadi sangat beresiko mengalami
jatuh, memperlama kebutuhan rawat inap, beresiko menimbulkan disabilitas dan meningkatkan resiko
kematian pada lansia.

C. PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF


Seiring bertambahnya usia lansia, lansia akan semakin mengalami penurunan fungsi kognitif.
Gangguan kognitif adalah gangguan yang berkaitan dengan peningkatan usia. Gangguan ini menyebabkan
penuruan fungsi orak yang berhubungan dengan atensi, konsentrasi, kalkulasi, pengambilan keputusan,
reasoning dan berpikir abstrak. Gangguan memori merupakan bagian terpenting dari proses menua otak.
Learning acquisition (kemampuan mengirimkan informasi dari memori jangka pendek ke jangka panjang)
mengalami gangguan. Lansia mengalami kecenderungan penurunan kapasitas fungsional. Mild cognitive
impairment (MCI) merupakan salah satu tahapan pada penurunan atau gangguan kognitif lansia.
Sepertiga orang dewasa mengalami penurunan fungsi kognitif seiring pertambahan usia, MCI
tidak separah demensia dan tidak dapat dikategorikan sebagai demensia. MCI didefinisikan sebagai cacat
kognitif. yang tidak mengganggu aktifitas sehari hari, misalnya berpikir lebih lambat, berkurangnya
kemampuan untuk belajar dan gangguan memori.
Proses menua pada sel sel otak berkontribusi terhadap terjadinya penurunan fungsi kognitif (MCI).
Jumlah impuls saraf dan sel saraf akan menurun. Asetilkolin dan serotonin sebagai neutrotransmitter utama
untuk memori dan belajar kadarnya menurun. Kesehatan otak juga dipengaruhi oleh faktor perfusi otak.
Proses menua menurunkan perfusi darah ke otak hingga 20% dan menyebabkan kerusakan sel sel otak.
Dalam kesehariannya lansia dengan MCI masih akan berfungsi dengan normal dan masih dapat
mengambil keputusan meski memori jangka pendek terganggu. MCI dapat disebutu sebagai fase
peringatan bahwa lansia tersebut bisa saja jatuh pada kondisi Alzheimer.

Anda mungkin juga menyukai